PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN

BAB I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian
cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat
penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka panjang maupun
dalam rangka pemulihan ekonomi bangsa. Peranan sektor pertanian
adalah sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang dan
papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk,
memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang tinggi,
memberikan devisa bagi negara dan mempunyai efek pengganda
ekonomi yang tinggi dengan rendahnya ketergantungan terhadap impor
(multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi
dan investasi. Dampak pengganda tersebut relatif besar, sehingga sektor
pertanian layak dijadikan sebagai sektor andalan dalam pembangunan
ekonomi nasional. Sektor pertanian juga dapat menjadi basis dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan melalui pengembangan
usaha berbasis pertanian yaitu agribisnis dan agroindustri. Dengan
pertumbuhan yang terus positif secara konsisten, sektor pertanian

berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional
(Antara, 2009).
Pertanian dalam arti luas meliputi sektor pertanian, perikanan,
peternakan dan perkebunan. Pembangunan sektor pertanian bertujuan
untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah pendapatan
(kesejahteraan)

masyarakat.

Hal

ini

dapat

diwujudkan

dengan

menggalakkan pembangunan sektor pertanian dengan sistem agribisnis

dimana pembangunan dengan sistem agribisnis ini diharapkan dapat
meningkatkan kuantitas, produktivitas, kualitas, pemasaran, dan efisiensi
usaha pertanian, baik yang dikelola secara mandiri maupun secara
kemitraan.
Saragih (2002) menekankan pentingnya pembangunan dengan
pendekatan agribisnis karena beberapa hal yaitu: meningkatkan daya
saing melalui keunggulan komparatif, merupakan sektor perekonomian
1

utama daerah yang memberikan kontribusi dalam pembentukan PDB,
dan kesempatan kerja serta merupakan sumber pertumbuhan baru yang
signifikan. Sedangkan Antara (2009) menyebutkan peranan agribisnis
dalam pembangunan nasional adalah sebagai pembentuk GDP atau
penyumbang nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa,
pembangunan ekonomi daerah, ketahanan pangan nasional, dan
lingkungan hidup.
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini
masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari
tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan
nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari

keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari
mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan
penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan
beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar,
besarnya pangsa terhadap ekspor nasional,

besarnya penduduk

Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya
dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di
pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar namun pada
kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih
banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani
tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan.
Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya
dihadapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga
dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan
politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan
otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan

pula pada tantangan untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang
mengarah pada globalisasi dunia. Oleh karena itu, pembangunan
pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk menghasilkan produkproduk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga mampu
mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua
2

apabila

menginginkan

pertanian

kita

dapat

menjadi

pendorong


peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor
penggerak pembangunan bangsa.
1.2

Rumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan
penting

dalam

perekonomian

nasional

dan

kelangsungan

hidup


masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyedia
lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran
terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih
tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah
menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan
pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk
tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan
pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial ekonomi
dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah
makalah adalah sebagai berikut.
1. Mengapa kegiatan ekonomi di Negara Berkembang hanya berpusat
di Sektor Pertanian?
2. Bagaimana peran Sektor Pertanian dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia?
1.3

Tujuan dan Manfaat


1.3.1

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan makalah
adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pelaksanaan kegiatan ekonomi di Negara Berkembang
yang hanya berpusat di Sektor Pertanian.
2. Mengetahui kegiatan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi
di Indonesia.

1.3.2

Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat dari makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagi Penulis

3

Menambah wawasan mengenai kegiatan ekonomi yang terpusat di

sektor pertanian dalam Negara Berkembang dan peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
pengetahuan dan referensi bahan kepustakaan tentang kegiatan
ekonomi yang terpusat di sektor pertanian dalam Negara Berkembang
dan peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia.

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ekonomi Pembangunan
Ekonomi pembangunan adalah suatu cabang dari ilmu ekonomi yang
bertujuan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi dan memperoleh cara
atau metode penyelesaian dalam pembangunan ekonomi, terutama di negaranegara berkembang, agar pembangunan ekonomi menjadi lebih cepat dan
harmonis. Dalam ilmu ekonomi, analisis dan metode pembangunan berkaitan
atau menyangkut dengan aspek-aspek di luar bidang ekonomi, seperti masalah
kemiskinan, pengangguran, ketidakmerataan ekonomi, kependudukan dan

masalah pendidikan, sosial, budaya, politik, serta lingkungan.
2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah terjadinya pertambahan atau perubahan
pendapatan nasional (produksi nasional/GDP/GNP) dalam satu tahun tertentu,
tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya.
2.1.2 Pengertian Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat
menyebabkan perubahan-perubahan, terutama terjadi perubahan menurunnya
tingkat pertumbuhan penduduk dan perubahan dari struktur ekonomi, baik
peranannya terhadap pembentukan pendapatan nasional, maupun peranannya
dalam penyediaan lapangan kerja. (S. Kuznets, H.B Chenery)
2.2 Definisi Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses
perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan
untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi,
sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement),
pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).
2.2.1 Syarat Pokok Pembangunan Pertanian Meliputi
1.

2.
3.
4.
5.

Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani
Teknologi yang senantiasa berkembang
Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal
Adanya perangsang produksi bagi petani
Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.

Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi:

5

1.
2.
3.
4.
5.


Pendidikan pembangunan
Kredit produksi
Kegiatan gotong royong petani
Perbaikan dan perluasan tanah pertanian
Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu
negara juga dikemukakan oleh Meier (1995) sebagai berikut:
1. Dengan mensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain
dalam ekonomi yang berkembang
2. Dengan menyediakan surplus yang dapat diinvestasikan dari tabungan
dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yang berkembang
3. Dengan membeli barang konsumsi dari sektor lain, sehingga akan
meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari
sektor yang berkembang
4. Dengan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa
dengan ekspor atau dengan menabung devisa melalui substitusi impor.
Beberapa pertimbangan tentang pentingnya mengakselerasi sektor
pertanian di Indonesia dikemukakan oleh Simatupang (1997) sebagai
berikut:
1. Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga
akselerasi pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi
masalah pengangguran.
2. Sektor pertanian merupakan penopang utama perekonomian desa dimana
sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan
pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka
meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan
sekaligus pengentasan kemiskinan.
3. Sektor pertanian sebagai penghasil makanan pokok penduduk, sehingga
dengan akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan dapat
terjamin. Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan pangan pada
pasar dunia.
4. Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga
konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi.
Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian akan membantu
menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
5. Akselerasi pembangunan pertanian sangatlah penting dalam rangka
mendorong ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sehingga dalam
hal ini dapat membantu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.
6

6. Akselerasi pembangunan pertanian mampu meningkatkan kinerja sektor
industri. Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara sektor pertanian
dengan sektor industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi dan
investasi.
2.3 Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis
dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan
sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam
pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu
pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan
pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor
ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat
banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita
tergantung padanya.
Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup
besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam
rangka pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan
ekonomi bangsa.
Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan
kebutuhan pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi
sebagian besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan
nasional yang tinggi, memberikan devisa bagi negara dan mempunyai efek
pengganda ekonomi yang tinggi dengan rendahnya ketergantungan terhadap
impor (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi
dan investasi. Dampak pengganda tersebut relatif besar, sehingga sektor
pertanian layak dijadikan sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi
nasional. Sektor pertanian juga dapat menjadi basis dalam mengembangkan
kegiatan ekonomi perdesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian
yaitu agribisnis dan agroindustri. Dengan pertumbuhan yang terus positif secara
konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan
ekonomi nasional.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang
sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya
dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam
pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar
ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

7

Sektor-sektor yang bergerak lewat pertanian.
Sektor pertanian terdiri atas:

Tanaman pangan
1. - Tanaman Palawija

Beberapa masalah dalam produksi palawija
:

- Rendahnya produktivitas lahan.
Bi biasanya palawija berupa tanaman
kacang-kacangan, serealia selain padi- Rendahnya tingkat penggunaan lahan.
(seperti jagung), dan umbi-umbian
semusim (ketela pohon dan ubi jalar). - Benih atau bibit masih bersifat lokal.
- Pengelolaan yang masih tradisional.
Padi

- Tingginya tingkat susutan pasca panen.

Keanekaragaman budidaya:
- Padi gogo
- Padi rawa

2. Perkebunan
- Perkebunan rakyat.
- Perkebunan besar.

Pengusahaan
tanaman
perkebunan
tersebut berlangsung dualistis, yaitu :
-

Diselenggarakan
perorangan.

rakyat

secara

- Diselenggarakan
oleh
perusahaan
perkebunan (pemerintah atau swasta).

3. Kehutanan
SUB SEKTOR KEHUTANAN
Penebangan kayu
Pengambilan hasil hutan lain
Perburuan

Hutan berdasarkan tata guna :
Hutan lindung.
Suaka alam dan hutan wisata.
Hutan produksi terbatas.
Hutan produksi tetap.
Hutan produksi yang dapat dikonversi.

8

. Peternakan

BPS
dalam
melakukan
perhitungan
produksi pada sektor ini didasarkan pada :
- Data pemotongan.
- Selisih stok atau perubahan
- populasi.
- Ekspor netto.

. Perikanan

Faktor penyebab lambannya pertumbuhan
sub sektor ini :
- Sarana yang kurang memadai
- Larangan
mengoperasikan
harimau (trawl).

pukat

- Adanya pencurian ikan secara besarbesaran oleh kapal asing tanpa berhasil
ditangkap oleh satuan patroli pantai
perairan Indonesia.
- Berkaitan
dengan perikanan
darat
khususnya
udang,
yaitu
rendahnya
produktivitas lahan udang.

2.4 Kondisi Umum Sektor Pertanian Tahun 2014-2015
1. Produksi pangan strategis meningkat tinggi
Sejak Oktober 2014 hingga kini Pemerintah fokus mewujudkan kedaulatan
pangan dengan mengembangkan pangan strategis, yaitu: padi, jagung, kedelai,
cabai, bawang merah, daging sapi, dan gula. Capaian kinerja produksi pangan
2015 meningkat signifikan. Produksi padi, jagung, dan kedelai meningkat
sekaligus dalam waktu bersamaan yang belum pernah terjadi selama ini dan
berkontribusi terhadap nilai tambah ekonomi Rp29,94 triliun. Data Angka
Ramalan-I (ARAM-I) BPS menunjukkan produksi padi tahun 2015 sebesar 75,55
juta ton GKG atau naik 4,70 juta ton (6,64%) dibandingkan Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014. Produksi jagung 20,67 juta ton pipilan kering atau naik 1,66 juta ton
(8,72%) dan kedelai 998,87 ribu ton biji kering atau naik 43,87 ribu ton biji kering
(4,59%). Peningkatan produksi padi 4,70 juta ton GKG mampu memberikan
kontribusi ekonomi sekitar Rp24,28 triliun. Produksi padi ini merupakan produksi
9

tertinggi selama sepuluh tahun terakhir. Peningkatan produksi bersumber dari
peningkatan produktivitas 52,80 ku/ha atau naik 1,45 ku/ha (2,82%) dan luas
panen 512 ribu ha (3,71%).
Kinerja luas tambah tanam padi Januari-Agustus 2015 sebesar 645.210 ha
dibandingkan 2014. Provinsi dengan luas tambah tanam padi tertinggi berturutturut JawaTimur 127.683 ha, Sulawesi Selatan 107.308 ha, Sumatera Selatan
85.293 ha, Jawa Tengah 78.409 ha, dan Lampung 73.727 ha. Produksi padi ini
setara dengan beras 43,3 juta ton dan bila dihitung kebutuhan konsumsi beras
33,3 juta ton, maka neraca beras mencapai surplus 9,96 juta ton yang tersebar di
pedagang, gudang penggilingan, dan di masyarakat. Peningkatan produksi
terjadi juga pada komoditi jagung. Produksi jagung yang tinggi terjadi karena
produktivitas 51,70 ku/ha atau naik 2,16 ku/ha (4,36%) dan luas panen
meningkat 160 ribu ha (4,18%), dibandingkan 2014. Peningkatan produksi
jagung 1,66 juta ton ini memberi nilai tambah ekonomi Rp5,31 triliun merupakan
produksi tertinggi selama lima tahun.
Implikasi kebijakan dan realisasi fisik kegiatan turut memberi kontribusi
pada produksi pangan. Realisasi kegiatan tahun 2015 meliputi: (1)
membangun/rehab jaringan irigasi tersier; optimasi lahan dan jalan usaha tani
realisasi 2,08 juta ha (57,1%) dari target; (2) menyalurkan subsidi pupuk 6,38 juta
ton (66,8 %); (3) menyalurkan benih padi, jagung dan kedelai total 1,56 juta ton
(43,4 %); serta (4) menyalurkan 48.102 unit alat dan mesin pertanian (77,3 %).
Seluruh kegiatan diselesaikan 100 persen sebelum akhir tahun 2015.
Kondisi kekeringan tahun 2015 lebih kuat dari tahun 1997. Pada tahun
1998 Indonesia melakukan impor beras sebanyak 7,1 juta ton. Berkat antisipasi
dini dan penanganan kekeringan secara masif, maka selama setahun kabinet
kerja 2014-2015 tidak ada impor beras. Antisipasi dini dan penanganan
kekeringan/El-Nino dilakukan sejak Oktober tahun 2014 dengan mendistribusikan
21.953 unit pompa air, rehabilitasi irigasi tersier, membangun 2.000 sumur
dangkal di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Grobogan,
membangun 100 unit embung dan dam-parit, bekerjasama dengan BNPB
melakukan hujan buatan, memberikan asuransi usaha tani untuk 1,0 juta ha.
Hasilnya adalah penyelamatan dari ancaman puso sejak Oktober 2014 hingga
September 2015 sebesar 114.707 ha dan telah disiapkan bantuan benih dan
pupuk 105 ribu ha sebagai kompensasi bagi petani terkena puso. Dalam rangka
melindungi petani dari risiko usaha tani akibat banjir, kekeringan, serangan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), maka telah diluncurkan asuransi
pertanian khususnya padi dengan target 2015 seluas 1,0 juta ha, sehingga bila
terjadi kegagalan panen, petani mendapat klaim ganti rugi Rp6 juta/ha.

2. Pengendalian impor pangan dan menghemat devisa Rp52 triliun
10

Kebijakan pengendalian rekomendasi impor dan mendorong ekspor pada
tahun 2015 telah menunjukkan hasil. Pada tahun 2014 terdapat impor beras
medium, berkat pengendalian impor, maka sejak Januari 2015 tidak ada impor
beras medium sehingga telah menghemat devisa US$ 374 juta. Produksi jagung
tahun 2015 yang naik 8,72% diikuti dengan peningkatan ekspor Jagung terutama
dari pelabuhan di Sumbawa dan Gorontalo sehingga memperoleh devisa
US$102 juta dan pada sisi lain juga mengendalikan impor jagung,sehingga
menghemat devisa US$483 juta.
Demikian pula pengendalian terhadap impor cabai, bawang merah, dan
gula putih serta terobosan ekspor kacang hijau dari Gresik ke Filipina, bawang
merah dari Bima, dan telur tetas ke Myanmar telah meningkatkan devisa.

3. Tahun mulai bangkitnya modernisasi pertanian
Modernisasi pertanian melalui mekanisasi merupakan solusi yang efisien
untuk menggantikan pola usaha tani manual dan mengatasi keterbatasan jumlah
tenaga kerja. Minat generasi muda pada pertanian meningkat seiring
pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan). Mekanisasi ini sudah lama
dilakukan, namun dalam jumlah terbatas. Pada 2014 hanya mampu
menyediakan alsintan kurang dari 10 ribu unit. Mulai tahun 2015 dilakukan
mekanisasi besar-besaran dengan alsintan 62.221 unit dan tahun 2016 akan
disediakan lebih banyak lagi. Alsintan meliputi: Rice Transplanter, Combine
Harvester, Dryer, Power Thresher, Corn Sheller, Rice Milling Unit (RMU), traktor,
dan pompa air. Mekanisasi ini menghemat biaya produksi ±30% dan menurunkan
susut panen 10%. Mekanisasi mampu menghemat biaya olah tanah, biaya
tanam, dan biaya panen sebesar Rp2,2 juta/ha dari pola manual Rp7,3 juta/ha.
Dengan demikian total biaya produksi menjadi Rp5,1 juta/ha.
Mekanisasi tidak hanya dilakukan untuk mengolah tanah, namun juga
untuk menanam padi dengan menggunakan rice transplanter. Dengan adanya
mekanisasi secara besarbesaran, maka dapat dikatakan tahun 2015 sebagai
tahun dimulainya Modernisasi Pertanian. Intinya modernisasi membuat usaha
pertanian lebih efisien, produktif, berdaya saing, pendapatan tinggi, dan
meningkatkan nilai tambah.

4. Tahun 2015 ditandai mulai bangkitnya investasi di sektor pertanian
Sektor pertanian memberikan peluang usaha dan nilai tambah yang tinggi
bagi pelakunya. Komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi seperti: kelapa
sawit, karet, kakao, tebu, sapi, jagung dan lainnya sangat potensial
dikembangkan di Luar Jawa. Usaha pro-aktif meningkatkan investasi telah
11

menunjukkan hasil. Investasi yang sudah berjalan didominasi subsektor
perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kopi, tebu, teh dan sebagian komoditas
pada subsektor peternakan dan hortikultura.

Kesejahteraan petani Indonesia di tahun 2016 mengalami peningkatan.
Peningkatan ini disebabkan beberapa kebijakan yang telah dilakukan pemerintah
antara lain membenahi regulasi, pembatasan impor, perbaikan infrastruktur dan
pengendalian pasar. Untuk permasalahan bantuan pengadaan alat, Kementerian
Pertanian telah membuat regulasi Penunjukan Langsung, berbeda dengan
kebijakan terdahulu yang menggunakan tender yang dapat memakan banyak
waktu lama.
Ketahanan pangan dan meminta ketegasan hukum dalam memberantas
kartel sangat penting. Kesalahan yang fatal selama tujuh tahun di Indonesia yang
masih menggunakan tender. Ditahun 2016 ini sudah tidak ada tender, langsung
kirim. Kualitasnya lebih terjamin dan harganya lebih murah karena langsung ke
pabrik. Dalam satu tahun masa pemerintahan sekarang ini tidak melakukan
impor beras.

2.5 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Secara historis 5 tahun terakhir, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia
menunjukkan perlambatan. Pada tahun 2011 tingkat pertumbuhan sebesar
6,46%, merupakan angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir, bahkan mampu
melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging dan sedang
berkembang yang sebesar 6,2%. Angka pertumbuhan Indonesia juga jauh lebih
besar dari tingkat pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 yang sebesar
3,8%. Untuk tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik
dengan tumbuh tetap di atas 6% dengan perkiraan 6,3%. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2012 menunjukkan kinerja dan daya tahan yang kuat di tengah
tingginya ketidakpastian ekonomi global. Pada tahun 2013 dan 2014,
pertumbuhan ekonomi tercatat 5,73% dan 5,06%. Menurunnya pertumbuhan
ekonomi tidak hanya dialami Indonesia, namun juga negara-negara lainnya.
Bank Indonesia untuk Tahun 2016, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh
5 persen sejalan dengan ekspektasi pemulihan perekonomian global.
Metode penghitungan baru yaitu SNA oleh BPS membagi kategori sektor
dalam

PDB

menjadi

lebih

banyak.

Sektor

tersebut

adalah

pertanian,

12

pertambangan, industri pengolahan, listrik & gas, air, konstruksi, perdagangan
grosir, ritel, & perbengkelan kendaraan, transportasi dan pergudangan,
akomodasi & makanan minuman, real estate, jasa bisnis, administrasi publik,
pertahanan, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan dan sosial, dan jasa lainnya.
Secara kumulatif kinerja ekonomi sektoral pada tahun 2014 menunjukkan sektor
listrik dan gas, konstruksi, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan
makanan minuman, informasi dan komunikasi, jasa bisnis, pendidikan,
kesehatan, dan jasa lainnya sebagai sektor yang memiliki pertumbuhan PDB di
atas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor pertambangan dan penggalian
menjadi sektor yang pertumbuhannya paling rendah. Hal ini terjadi karena harga
komoditas pertambangan dunia sedang mengalami penurunan harga mengikuti
lemahnya permintaan dari Tiongkok dan UU Minerba yang turut menekan
pertumbuhan pertambangan dari sisi internal.
Kinerja ekonomi sektoral tidak terlepas pula dari kinerja sektor industri yang
didukung oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sektor-sektor
usaha yang ada. Sektor-sektor yang tumbuh dengan angka tinggi relatif
memberikan prospek sektor usaha yang lebih baik di tahun 2016. Berdasarkan
kinerja ekonomi sektoral tahun 2014 dan 2015, sektor usaha transportasi dan
komunikasi; perdagangan, hotel dan restoran, konstruksi, keuangan, real estate ,
dan jasa perusahaan memberikan prospek baik pada tahun 2016. Sebaliknya
jika didasarkan pada pertumbuhan yang rendah, sektor pertambangan dan
penggalian kurang memberikan prospek baik bagi usaha pada tahun 2016.
Terlebih lagi, sektor ini sangat rentan terhadap gejolak harga-harga komoditi
dunia. Sektor pertanian juga kurang memberikan prospek baik pada tahun 2016
meskipun tingkat pertumbuhannya meningkat pada tahun 2015 dibandingkan
tahun 2014, namun memiliki pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan
sektor-sektor lain seperti telah disebutkan sebelumnya. Sektor pertanian juga
sensitif terhadap perubahan harga komoditi dunia.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Kegiatan Ekonomi Di Negara Berkembang Hanya Terpusat Di Sektor
Pertanian.
13

Konsep pembangunan ekonomi dan negara sedang berkembang merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Mempelajari ekonomi pembangunan
sama halnya mempelajari tentang seluk beluk keadaan di negara sedang
berkembang itu sendiri, dengan demikian sebelum mempelajari teori-teori
ekonomi pembangunan, terlebih dahulu harus mengetahui apa dan bagaimana
negara sedang berkembang itu.
Pada dasarnya pembagian suatu negara dapat digolongkan menjadi 3, kategori
yaitu : negara terbelakang, negara sedang berkembang dan negara maju. Untuk
mengetahui dengan pasti apakah suatu negara masuk kategori negara
berkembang atau bukan tidaklah mudah, sebab dibutuhkan banyak syarat atau
indikator yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh suatu negara. Oleh karena itu
suatu negara kaya belum tentu menjadi negara maju, karena ada beberapa
syarat yang tidak dapat dipenuhi. seperti kemajuan di bidang ekonomi, teknologi
dan kondisi sosial politik. Negara miskin atau terbelakang pada umumnya di
masukan dalam kategori negara sedang berkembang. Apabila dibandingkan
sebetulnya memasukkan negara miskin atau terbelakang dalam kategori negara
sedang berkembang adalah kurang pas, sebab kondisi kedua negara tersebut
sangat

berbeda.

Sehingga

apabila

berbicara

masalah

negara

sedang

berkembang akan selalu terkait di dalamnya tentang negara miskin itu sendiri.
Penggolongan negara yang tidak tegas di dunia ini menjadi suatu permasalahan
sendiri, namun demikian menggolongkan kategori suatu negara sebaiknya
menggunakan indikator atau ciri-ciri yang paling dominan.
Karakteristik atau ciri-ciri negara berkembang satu dengan yang lain tidak sama,
seperti misal kondisi negara berkembang di Asia tentu tidak sama persis dengan
kondisi negara berkembang di Afrika atau Amerika Latin. Namun demikian bukan
berarti bahwa karakteristik atau ciri-ciri negara berkembang tidak bisa di
generalisasikan. Menurut Michael Todaro Mengklasifikasikan ada 6 kategori atau
ciri-ciri suatu negara berkembang ( Economic Development, 2000), yaitu:
1) Tingkat kehidupan yang rendah.
Di negara berkembang pada umumnya ditandai dengan adanya tingkat
kehidupan yang rendah. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kondisi yang kurang menguntungkan. Tingkat kehidupan yang rendah ini
dapat diwujudkan dalam bentuk secara kuantitatif maupun kualitatif.
14

Secara kuantitatif dapat diwujudkan dalam bentuk tingkat pendapatan
yang rendah (kemiskinan), secara kualitatif dalam wujud fasilitas
perumahan yang tidak memadai, sarana kesehatan yang buruk,
pendidikan terbatas atau tidak berpendidikan sama sekali, tingkat
kematian bayi yang tinggi, umur penduduk yang pendek, harapan kosong
dan pada umumnya disertai dengan perasaan kacau dan putus ada.
2) Tingkat produktivitas yang rendah.
Sebagian besar tingkat kehidupan penduduk di negara berkembang
sangat rendah, hal ini mengakibatkan produktivitas sebagian besar
penduduk juga menjadi rendah. Berbeda sekali keadaannya bila
dibandingkan dengan tingkat produktivitas penduduk di negara maju.
Produktivitas yang rendah ini terutama produktivitas tenaga kerja yang
dihasilkan yaitu perbandingan antara out put yang dihasilkan dengan in
put pertenaga kerja sangat kecil. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan beberapa konsep dasar ekonomi. Sebagai contoh
misalnya : prinsip penghapusan produktivitas marjinal menyatakan
bahwa, jika meningkatnya jumlah faktor variabel tenaga kerja yang
dipergunakan untuk memenuhi jumlah faktor lain (modal, tanah, material
dll), maka diluar jumlah tertentu, ekstra atau produk marjinal faktor
variabel lain akan turun, oleh karena itu rendahnya tingkat produktivitas
tenaga kerja bisa juga disebabkan dengan tidak adanya atau kurangnya
berbagai faktor input/ masukan komplementer, seperti modal fisik atau
manajemen yang berpengalaman. Untuk mengatasi hal tersebut sebagai
argumen yang diajukan adalah tabungan-tabungan dalam negeri dan
keuangan dari luar negeri haruslah di mobilisasikan untuk mempercepat
pembentukan investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan juga
untuk

menyediakan

stok

modal

tenaga

kerja

manusia

seperti,

keterampilan manajerial melalui investasi di bidang pendidikan dan
latihan.
3) Pertumbuhan populasi dan beban tanggungan yang tinggi.
Di negara berkembang tingkat pertumbuhan penduduk masih sangat
tinggi, dengan demikian tingkat kelahiran juga semakin tingkat dan
sebagai akibatnya jumlah penduduk semakin bertambah besar. Rata-rata
tingkat pertumbuhan penduduk di negara sedang berkembang ini diatas 2
persen pertahun. Berbeda dengan keadaan di negara maju dimana
15

tingkat pertumbuhan penduduk ini rata-rata kurang dari 1 persen
pertahun. Dengan jumlah penduduk yang semakin membengkak ini
mengakibatkan beban tanggungan juga semakin tinggi. Anak-anak dan
orang tua merupakan suatu beban tanggungan yang secara ekonomi
mereka termasuk golongan yang nonproduktif.
4) Tingkat pengangguran dan pengangguran semu yang tinggi.
Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya tingkat kehidupan
penduduk di negara sedang berkembang adalah kurangnya penggunaan
tenaga kerja yang ada secara efisien. Tenaga kerja yang ada masih
banyak yang bekerja tetapi terkadang tidak sesuai dengan tingkat
keahlian yang dipunyai, sehingga mengakibatkan hasil yang diperoleh
tidak optimal. Jenis tenaga kerja yang seperti ini seringkali dikategorikan
sebagai pengangguran semu. Pada umumnya penduduk di negara
sedang berkembang bekerja secara serabutan dan kebanyakan mereka
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti buruh bangunan buruh
industri, dan sebagainya. Hal ini terutama terjadi untuk penduduk yang
tinggal dipedesaan yang pada umumnya tingkat pendidikannya rendah,
skill rendah dan ditandai dengan tingkat penghasilan yang rendah pula.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk juga mendorong semakin
banyak jumlah tenaga yang menganggur. Untuk menyerap tenaga kerja
yang menganggur ini seringkali Pemerintah mengalami suatu kendala
yaitu kurangnya dana atau minimnya tingkat investasi yang ada.
5) Ketergantungan yang sangat terhadap produksi pertanian dan produkproduk pokok ekspor.
Sebagian besar penduduk di negara sedang berkembang tinggal di
daerah pedesaan, yaitu sekitar 80 persen dengan mata pencaharian
sebagai petani. Dengan demikian produk dari pertanian merupakan hasil
utama penduduk sehingga penduduk sangat tergantung pada hasil
pertaniannya. Pada umumnya pertanian yang dikerjakan penduduk
termasuk pertanian dalam skala kecil dengan produksi yang relatif kecil
pula. Biasanya di luar sektor pertanian penduduk tidak mempunyai
keahlian/ keterampilan lain, sehingga apabila ada masalah yang berkaitan
dengan pertanian, seperti bencana alam, penduduk menjadi kehilangan
mata pencahariannya. Karena hasil utama penduduk di negara sedang
berkembang dari sektor pertanian, maka produk dari hasil pertanian ini
16

yang dapat di ekspor. Dengan demikian ekspor penduduk di negara
berkembang masih didominasi dari hasil pertanian. Di lihat dari struktur
perekonomiannya negara sedang berkembang mempunyai orientasi pada
sektor pertanian terhadap pendapatan nasional mempunyai prosentase
yang paling besar jika dibandingkan dengan sumbangan dari sektor
industri dan jasa.
6) Dominasi, dependensi dan vulnerabilitas (sifat mudah tersinggung/
terpengaruh) dalam hubungan internasional.
Di negara sedang berkembang yang masih didominasi adanya tingkat
kehidupan yang rendah, yang ditandai dengan rendahnya tingkat
pendapatan disertai dengan adanya distribusi penduduk yang dapat
dikatakan timpang, tingginya tingkat pengangguran dan sebagiannya
merupakan suatu masalah tersendiri. Hal itu semakin mengakibatkan
adanya suatu ketidak adilan bila dibandingkan dengan keadaan di negara
maju jauh berbeda. Akibat lain adalah adanya peran yang sangat
dominan

yang

dilakukan

oleh

negara

maju

dalam

hubungan

internasionalnya mengakibatkan negara sedang berkembang semakin
tertekan. Konstribusi negara sedang berkembang yang sangat kecil ini
mengakibatkan

negara

sedang

mudah

terpengaruh

atau

mudah

tersinggung karena merasa diperlakukan tidak adil. Sebagai negara
sedang berkembang tidak kuasa untuk melawan dominasi negara maju
ini karena negara berkembang memang tidak mempunyai bargaining
power.
Menurut Meier dan Baldwin (dalam Todaro, Economic Development, 2000, ada
6 sifat ekonomi yang terdapat di negara berkembang, yaitu :
1. Produsen barang-barang primer.
Negara sedang berkembang pada umumnya mempunyai struktur
perekonomian pada sektor pertanian. Sebagian besar penduduk bekerja
pada sektor pertanian. Hanya sebagian kecil saja penduduk yang bekerja
di sektor non pertanian. Hasil dari sektor pertanian ini dapat dikatakan
merupakan hasil dari sektor primer, sedang apabila hasil itu dari sektor
industri, maka dikatakan sektor sekunder dan bila dari hasil jasa maka
dikatakan sektor tersier. Semakin maju suatu negara maka semakin kecil
sumbangan sektor primer ini terhadap pendapatan nasionalnya dan
17

sebaliknya semakin besar sumbangan sektor industri dan jasa. Adapun
yang dimaksud dengan sektor primer ini adalah produksi dari hasil
pertanian, kehutanan dan perikanan. Produksi sekunder meliputi hasilhasil dari sektor industri, pertambangan dan bangunan. Sektor tersier
meliputi hasil dari jasa-jasa seperti listrik, air minum, pemeliharaan
kesehatan, pengangkutan, perdagangan, perhubungan dan sebagainya.
Sebagian besar yaitu sekitar 60 persen penduduk di negara berkembang
sangat menggantungkan pendapatannya dari sektor primer. Hal ini
dimungkinkan mengingat potensi sumber daya alam seperti, tanah di
negara sedang berkembang relatif masih belum digunakan secara luas,
disamping itu tenaga kerja yang ada kurang memiliki skill di bidang
lainnya, selain pada sektor primer. Ciri yang menonjol di sektor primer ini
ada penggunaan tenaga kerja yang melimpah dan tidak diperlukan
keahlian khusus, yang pada umumnya tenaga kerjanya merupakan
tenaga kerja secara turun temurun.
2. Masalah tekanan penduduk.
Masalah penduduk di negara berkembang lebih banyak sebagai suatu
beban bagi negara. Penduduk yang meningkat terus akan menjadikan
suatu tekanan bagi kebijaksanaan pembangunan yang dijalankan oleh
Pemerintah.

Adapun

masalah

yang

dapat

ditimbulkan

akibat

perkembangan penduduk yang pesat ini antara lain, semakin meningkat
tingkat pengangguran yang disebabkan makin menyempitnya luas lahan
yang dimiliki jumlah penduduk yang besar yang diakibatkan masih
tingginya angka kelahiran dan semakin berkurangnya angka kematian,
semakin tingginya beban tanggungan yang harus dipikul, hal ini
disebabkan makin banyaknya jumlah anakanak dan orang tua yang harus
ditanggung.
3. Sumber-sumber alam belum banyak yang diolah.
Sumber alam di negara berkembang belum banyak yang diolah padahal
negara berkembang terkenal akan kekayaan sumber alamnya. Dengan
demikian sumber alam di negara berkembang masih sangat potensial dan
belum menjadi sumbersumber yang riil. Adapun masih bersifatnya
potensial sumber alam di negara berkembang ini disebabkan terbatasnya
kapital, skill dan jiwa kewiraswastaan yang dimiliki oleh penduduk negara
berkembang. Pemanfaatan sumber alam di negara pada umumnya masih
18

terbtas pada golongan tertentu saja yang mengambil manfaatnya. Artinya
hanya sebagian kecil saja, yang dapat menikmati kekayaan alam tersebut
dengan demikian masih belum adanya suatu pemerataan.
4. Penduduk masih terbelakang Secara ekonomi.
penduduk di negara berkembang relatif masih sangat terbelakang, artinya
kualitas penduduk sebagai faktor produksi masih sangat rendah.
Penduduk sebagai pelaku ekonomi masih kurang efisien, kurang mobil
dalam pekerjaan baik secara vertikal maupun horisontal. Pada umumnya
penduduk sulit untuk diajak berkembang dalam usaha meningkatkan taraf
hidup yang lebih baik. Penduduk sulit untuk berganti pekerjaan, lebihlebih untuk jenis pekerjaan yang sama sekali baru.
5. Kekurangan kapital.
Negara berkembang pada umumnya merupakan negara miskin dengan
demikian modal (kapital) di negara berkembang sangat kurang,
kekurangan modal ini disebabkan rendahnya investasi yang ada.
Rendahnya

investasi

disebabkan

rendahnya

tingkat

penghasilan

penduduk yang disebabkan rendahnya produktivitas.
6. Orientasi perdagangan ke luar negeri.
Hampir semua negara di dunia ini mengadakan hubungan ekonomi
dengan negara lain. Hubungan ekonomi ini dapat berbentuk hubungan
perdagangan antar negara. Hubungan perdagangan terjadi mengingat
suatu negara tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhannya tanpa
melakukan kerja sama dengan negara lain. Demikian juga dengan negara
sedang berkembang pada umumnya melakukan transaksi ekspor dan
impor

dengan

berkembang

negara

lain.

Pada

maju

atau

dengan

sesama

berkembang

umumnya

negara

sedang

berkembang

mengandalkan ekspor pada hasil-hasil pertanian yang masih berupa
barang mentah atau barang setengah jadi. Dengan ekspor barang
semacam itu nilai tukarnya rendah, jelas sekali hal itu kurang
menguntungkan bagi negara berkembang karena nilai produknya dinilai
sangat rendah sekali. Ekspor bagi negara sedang berkembang
merupakan sumber pendapatan negara yang sangat diandalkan sebagai
sumber devisa. Dengan demikian pendapatan devisa negara lebih
banyak tergantung pada hasil ekspor ini.
3.2 Peran Sektor Pertanian Dengan Pembangunan Ekonomi Nasional
19

Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena
sebagian besar anggota masyarakat dinegara-negara miskin menggantungkan
hidupnya pada sektor tersebut. Jika para perencana dengan sungguh-sungguh
memperhatikan kesejahteraan besar anggota masyarakatnya yang hidup
disektor pertanian itu. Cara ini bisa ditempuh dengan jalan meningkatkan
produksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan mereka dan atau dengan
menaikkan harga yang mereka terima atas produk-produk yang mereka hasilkan.
Tentu saja tidak setiap kenaikan output akan menguntungkan sebagian besar
penduduk pedesaan yang bergerak dibidang pertanian itu. Lahirnya sistem
mekanisme, perkebunan- perkebunan besar, dan lain-lain bisa saja hanya
menguntungkan petani-petani kaya saja. Dengan kata lain , kenaikan output
pertanian bukanlah merupakan syarat yang cukup untuk mencapai kenaikan
kesejahteraan masyarakat pedesaan, namun ia merupakan syarat yang penting.
Hampir semua NSB mengandalkan sektor pertanian mereka untuk kebutuhan
negara mereka. Tentu saja ada perkecualian, misalnya Malaysia atau Saudi
Arabia. Kedua negara ini, yang kaya akan sumber daya alam untuk ekspor
(timah dan minyak), mempunyai cadangan devisa yang banyak untuk mengimpor
kebutuhan-kebutuhan pangan mereka.
Para petani di NSB tidak hanya berproduksi untuk kebutuhan mereka saja,
mereka juga berproduksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan. Jika
pangsa (share) penduduk perkotaan terhadap penduduk keseluruhan meningkat,
maka produktivitas para petanipun harus meningkat.
Ukuran sektor pertanian menjadikan sektor ini mempunyai peranan penting
dalam menyediakan input, yaitu tenaga kerja, bagi sektor industri dan sektorsektor modern lainnya. Sebagian besar (70 persen atau lebih) populasi pada
sektor pertanian pedesaan merupakan sumber utama bagi kebutuhan tenaga
kerja yang meningkat disektorperkotaan. Pemasukan tenaga kerja ke perkotaan
adalah mungkin, dan disamping itu biasanya ada kenaikan penduduk disektor
perkotaan itu sendiri, tetapi tidak ada satupun dari kedua sumber ini yang dapat
mencukupi kebutuhan pertumbuhan ekonomi sepanjang waktu. Jika ada
pembatasan keluarnya tenaga kerja dari pertanian, maka pembangunan ekonomi
akan timpang.
20

Sektor pertanian juga dapat merupakan sumber modal yang utama bagi
pertumbuhan ekonomi modern. Modal berasal dari tabungan yang diinvestasikan
dan tabungan berasal dari pendapatan. Dinegara-negara yang paling miskin,
pangsa pendapatan pertanian terhadap produk nasional mencapai 50 persen.
Berarti separuh atau lebih dari produk nasional disumbangkan oleh sektor nonpertanian, terutama industri dan perdagangan (jasa-jasa), dan sektor-sektor ini
merupakan penyumbang penting bagi tabungan yang akhirnya digunakan untuk
investasi.
Peranan Pertanian bagi Perekonomian Indonesia
Sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian memiliki beberapa peranan,
yang juga tertuang dalam Repelita VI sebagai berikut:
1. Mensejahterakan petani
Sektor pertanian merupakan sumber utama kehidupan dan pendapatan
masyarakat petani. Mensejahterakan di sini mengandung arti luas
sehingga

menumbuhkembangkan

partisipasi

petani

dan

mampu

meningkatkan keadaan sosial ekonomi petani melalui peningkatan akses
terhadap teknologi, modal, dan pasar.
2. Menyediakan pangan
Peranan klasik dari sektor pertanian dalam perekonomian nasional
adalah penyediaan bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat ini
sudah berjumlah 220 juta jiwa. Dengan peranan pertanian sebagai
penyedia bahan pangan yang relatf murah, telah memungkinkan biaya
hdup di Indonesia tergolong rendah di dunia. Dan rendahnya biaya hidup
di Indonesia menjadi salah satu daya saing nasional. Keberhasilan dalam
penyediaan bahan pangan yang cukup dan stabil meimilki peran yang
besar dalam penciptaaan ketahanan pangan nasional (food security)
yang erta kaitannya dengan stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.
3. Sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi
kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar
wilayah
Sebagai contoh, mengingat pembangunan besar-besaran terjadi di
perkotaan adapun masyarakat mayoritas berdomisili di pedeaan yang
merupakan sumber sektor pertanian. Maka pembangunan pertanian
harus

didukung

oleh

pembangunan

wilayah

baik

pembangunan

infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
21

4. Merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri
Indonesia mempunyai sumber daya pertanian yang sangat besar, namun
produk pertanian umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan
musiman. Sehingga dalam era globalisasi dimana konsumen umumnya
cenderung mengkonsumsi nabati alami setiap saat, dengan kualitas
tinggi, tidak busuk, dan makan tempat, maka peranan agroindustri akan
dominan.
Dan jika sektor pertanian terus ditingkatkan maka diharapkan sektor ini
mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi
pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan
mampu melanjutkan proses industrialisasi.
5. Menghasilkan devisa
Sektor pertanian merupakan penghasil devisa yang penting bagi
Indonesia.

Salah

satu

subsektor

andalannya

adalah

subsektor

perkebunan, seperti ekspor komoditas karet, kopi, teh, kakao, dan minyak
sawit. Lebih dari 50% total produksi komoditas-komoditas tersebut adalah
6.

untuk diekspor.
Menyediakan lapangan pekerjaan
Sebagaimana diterangkan di muka, sektor pertanian memiliki peran
penting dalam menyerap tenaga kerja. Di tahun 1994 saja (BPS, 1996)
46% dari 82 juta jiwa angkatan kerja pada tahun itu diserap oleh
subsector pertanian primer.
Lagi, subsektor perkebunan

memberikan

kontribusinya

dalam

pembangunan nasional. Sampai tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang
terserap oleh subsektor ini diperkirakan mencapai 17 juta jiwa. Kontribusi
dalam penyediaan lapangan pekerjaannya pun mempunyai nilai tambah
tersendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di
pedesaan dan daerah terpencil. Dengan demikian, selain menyediakan
lapangan kerja subsektor perkebuna ikut mengurangi arus urbanisasi.
7. Pembentukan produk domestik bruto/peningkatan pendapatan nasional.
Berdasarkan data yang kami peroleh, subsektor perkebunan merupakan
salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal
penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap
produk domestik bruto (PDB). Dari segi nilai absolut berdasarkan harga
yang berlaku PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun
pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau
meningkat dengan laju sekitar 11,7% per tahun. Dengan peningkatan
22

tersebut, kontribusi PDB subsector perkebunan terhadap PDB sector
pertanian adalah sekitar 16%. Terhadap PDB secara nasional tanpa
migas, kontribusi subsector perkebunan adalah sekitar 2,9% atau sekitar
2,6% PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun
1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian
adalah 17,6%, sedangkan terhadap PDB non migas dan PDB nasional
masing-masing adalah 3,0% dan 2,8%.
8. Tetap mempertahankan kelestarian sumber daya (peranan dalam
pelestarian lingkungan hidup)
Tidak ada satu pun negara di dunia seperti Indonesia yang kaya akan
beraneka ragam sumber daya pertanian secara alami (endowment
factor). Maka dari itu, diharapkan dalam penggunaannya sumber daya ini
digunakan secara optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian
sumber daya pertanian.
3.3. Permasalahan Dan Upaya Peningkatan Produktivitas Pertanian
Nasional
3.3.1 Permasalahan Disektor Pertanian Nasional
Berikut beberapa penjelasan umum mengenai problema yang menghampiri para
petani di Indonesia yang terperinci sebagai berikut:
1. Petani masih miskin
Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada di bawah
garis kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan. Selain itu,
Nilai Tukar Petani sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan dengan target batas
bawah RPJMN, yaitu 115-120. Hal ini menunjukkan petani (nelayan, peternak,
perkebun) Indonesia belum sejahtera. Penyebab lemahnya NTP dapat dilihat
dari IT atau IB. Dari segi IT, sulitnya diversifikasi konsumsi pangan karena
budaya masyarakat Indonesia yang makan nasi/kebutuhan pokok tertentu yang
sulit berubah atau dengan kata lain, ketergantungan konsumsi pangan masih
tinggi. Dari segi IB, keterlambatan bantuan input usaha pertanian seperti benih
dan pupuk sering terjadi. Biasanya anggaran belum bisa dicairkan dengan
mudah pada awal-awal tahun, padahal petani harus segera memulai penanaman
di awal tahun.
23

Petani tetap hidup miskin karena petani tidak punya hak untuk menetapkan
kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian yang ada di Indonesia
tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer Jury. Ini berdampak
pada gerakan kedaulatan pangan di India. Dengan 1,2 miliar penduduk masih
bisa ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton jagung, dan 4,2 juta ton tepung
kedelai tahun 2011. 8 Bandingkan dengan Indonesia yang penduduknya hanya
240 juta tapi banyak impor berbagai komoditas.
2. Ketergantungan impor
Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang dilakukan
pemerintah. Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan perkebunan sebesar
8 – 9%. Pada Desember 2013, ekspor perkebunan meliputi minyak sawit, kelapa,
karet dan gula tebu sebesar 96%. Namun produk perkebunan yang diekspor
merupakan bahan mentah dan sebagian impor merupakan bahan jadi. Impor
dilakukan sebagian besar untuk konsumsi, bukan untuk proses produksi. Hal ini
menunjukkan sangat tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik terhadap
impor.
3. Banyak usia produktif meninggalkan pertanian
Grafik berikut menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian
dari 2003 ke 2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif di Indonesia
berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian dikarenakan
kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian. jika sektor pertanian
menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun lagi, sektor pertanian
Indonesia makin terpuruk.
4. Kondisi Lahan Pertanian di Indonesia
Luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani di Indonesia rata-rata kecil
mengingat harga tanah yang semakin mahal sedangkan kemampuan para petani
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah minim ditambah harus
membeli lahan yang harganya semakin melonjak. Yang memungkinkan hanya
bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua.
Semakin sempitnya lahan untuk bertani karena penyebaran pembangunan
gedung-gedung industry yang bertambah jumlahnya disetiap lokasi. Hal ini
24

tentunya dapat mengurangi wilayah para petani untuk bercocok tanam.
Sedangkan kebutuhan manusia akan pangan semakin meningkat tidak diimbangi
oleh ketersediaan lahan dan pembangunan gedung-gedung industry yang tidak
terencana tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Sedangkan
pada daerah-daerah pedalaman masih banyaknya “Lahan Tidur” yang artinya
lahan tersebut belum tergarap maupun tersentuh oleh tangan-tangan manusia
sementara lahan disuatu wilayah strategis cenderung menjadi rebutan dengan
harga yang mahal. Ini mencerminkan bahwa penyebaran penduduk diwilayah
Indonesia yang belum merata.
Banyaknya lahan para petani yang belum bersertifikat menambah dampak buruk
bagi masa depan para petani yang menyebabkan terjadinya persengketaan
antara pihak petani dan pihak yang mencoba merampas hak milik petani dimana
posisinya memanfaatkan kesempatan pada lahan yang belum berlabel pemilik.
Bahkan kerap terjadi persengketaan antara petani dengan pihak pemerintah
dalam kepemilikan lahan.
5.

Masalah Dari Petani Sendiri dan Mentalitasnya

Pendidikan formal petani yang masih rendah menyebabkan pengetahuannya
dalam pengembangan s