PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN M

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA

Oleh Kelompok 2:
1.
2.
3.
4.

Chandra Kirana
Della Ryantica Kusumahati
Dyah Lestari
Findi Dwi Cahyani

NIM. 1331410002
NIM. 1331410004
NIM. 1331410001
NIM. 1331410075

JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG

2015
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN

Oleh Kelompok 21
I.

PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
I.2
RUMUSAM MASALAH
a) Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam
konteks ketatanegaraan RI ?
b) Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila ?
c) Bagaimana kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks
ketatanegaraan di Indonesia ?
I.3
TUJUAN PENULISAN
a) Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan
dalam konteks ketatanegaraan RI.

b) Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila.
c) Untuk mengetahui kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks
ketatanegaraan di Indonesia.

II.

PEMBAHASAN
II.1
Latar Belakang Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI
II.2
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
II.2.1 Teori Pembagian Kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances”
II.2.2 Lembaga Negara Menurut UUN 1945
II.3
Implementasi Pancasila dalam Konteks Tata Negara di Indonesia

III.

PENUTUP


IV.

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1 Chandra Kirana, Della Ryantica Kusumahati, Dyah Lestari, dan Findi Dwi Cahyani

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu
kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini Pancasila
merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara,
termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Pancasila juga dapat
diartikan sebagai landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan
sangat banyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan
nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan
ketatanegaraan Indonesia kita harus meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan

penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara
Republik Indonesia. Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari
nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia
harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu
pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia,
itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya
sendiri.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok
kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah.

1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah faktor-faktor yang melatar belakangi Pancasila digunakan dalam konteks
ketatanegaraan ?

b. Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila ?
c. Bagaimana kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam
konteks ketatanegaraan.

b. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
c. Untuk mengetahui kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks
ketatanegaraan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI
Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu
kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan
nilai-nilai pancasila.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem
peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia
adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan
sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar
1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas
fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
Dalam beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai

sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita katakana bahwa
perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah komposisi dari UUD
tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah
menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena
tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang
dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam
pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga
berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga
Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan
sepenuhnya oleh anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan
memberhentikan Presiden, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
2.2

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
2.2.1 Teori Pembagian Kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances”

Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya
diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh

rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi
negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu
dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang berada
dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian
kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil
perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal
dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang
dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling
mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’.
Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi
majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara
lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga
legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada
ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada
Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan
cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan
itu adalah sederajad dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama
sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and

balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check and balances’ ini, maka kekuasaan negara
dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun pribadi-pribadi
yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang
bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,
Pasal-pasal yang dapat dianggap mencerminkan perubahan tersebut antara lain adalah
perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat
(5) yang secara jelas menentukan bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan

Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan
mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden harus
bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain itu,
ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan
pengujian atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas
pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’ antara cabang kekuasaan
legislatif

dan


yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsir berkenaan dengan

terjadinya pergeseran MPR dari

kedudukannya sebagai lembaga tertinggi menjadi

lembaga yang sederajat dengan Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip
‘check and balances’.
2.2.2 Lembaga Negara Menurut UUD 1945
A.

Format Baru Parlemen Tiga Kamar (MPR, DPR, DPD)
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Semula, Majelis Permusyawaratan Rakyat kita dirancang

untuk diubah

menjadi nama ‘genus’ dari lembaga perwakilan rakyat atau parlemen Indonesia
yang terdiri atas dua kamar dewan. Kamar pertama disebut Dewan Perwakilan
Rakyat, dan kamar kedua disebut Dewan Perwakilan Daerah.

Namun demikian, setelah perubahan Keempat UUD 1945, terjadi perubanan
mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia. Pertama, susunan
keanggotaan MPR berubah secara structural karena dihapuskannya keberadaan
Utusan Golongan yang mencerminkan prinsi perwakilan fungsional (functional
representation) dari unsur keanggotaan MPR. Kedua bersamaan dengan
perubahan yang Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam)
kewenangan yaitu:
a) menetapkan Undang-Undang Dasar & mengubah Undang-Undang Dasar,
b) menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara,

c) memilih Presiden dan Wakil Presiden,
d) meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden,
e) memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Sekarang, setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR
berubah menjadi:
a) menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,
b) melantik Presiden dan Wakil Presiden,
c) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta
d) menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden
Ketiga, diadopsi prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) secara

tegas antara fungsi legistatif dan eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1)
juncto pasal 20 ayat (1)

dalam perubahan pertama UUD 1945. Keempat,

diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket
secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan ketiga
UUD 1945.
2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan Keempat DPD, menurut
ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU tertentu kepada DPR
(ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2), (c) memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan UU
tertentu (ayat 2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu
(ayat 3). Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan, sedangkan yang
memutuskan adalah DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan
Pertimbangan DPR, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan
kepada DPR.
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi
legislatif berpusat di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (1) yang

baru menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat :
1. Bersama-sama pemerintah menetapkan undang-undang. (Ps. 20 ayat 2)
2. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara dengan UU. (Ps. 23
ayat 3)
3. Memberikan persetujuan kepada presiden atas pernyataan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain. (Ps. 11 ayat 1)
Hak Dewan Perwakilan Rakyat
1. Sebagai lembaga yang memegang peran pembuat undang-undang (bersama
Presiden), DPR memiliki hak antara lain :
a. Hak Inisiatif (usul)
b. Hak Amandemen (mengubah)
c. Hak Refuse (menolak)
d. Hak Ratifikasi (mengesahkan)
2. Sebagai Lembaga yang memegang peran pengawasan (control) terhadap
aktifitas Lembaga Eksekutif, maka pada dirinya memiliki beberapa hak
control yang khusus, yaitu :
a. Hak mengajukan pertanyaan
b. Hak Interpelasi
c. Hak Angket
B.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001,
hal ini diatur dalam bab baru tersendiri, yaitu Bab VIIA Badan Pemeriksa Keuangan
yang terdiri atas pasal 23E, pasal 23F, dan pasal 23G. Isinyapun lebih lengkap yaitu
masing-masing berisi tiga ayat, dua ayat, dan dua ayat sehingga seluruhnya
berjumlah tujuh ayat atau 7 butir ketentuan. Pasal 23E menentukan bahwa “(1)
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara
diadakan satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri; (2) Hasil
pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai
kewenangannya; (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-Undang”. Pasal 23F menetukan
bahwa “(1) anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD, dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan
badan pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal 23G menentukan:
“(1) badan pemeriksa keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap propinsi (2) ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa
keuangan diatur dengan Undang-Undang”.

C.

Presiden dan Wakil Presiden
Kedudukan Presiden
Salah satu hasil amandemen UUD 1945 yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4
Ayat (1) ditetapkan bahwa : “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “
Wewenang Presiden
Sifat khas “kekuasaan” seperti ini diformulasikan dalam bentuk adagium oleh
seorang negarawan besar dari Inggris – Lord Acton yang menyatakan “ The Power
tends to corrupt, but the absolute power trends to corrupt absolutely”.
a. Wewenang Presiden Selaku Kepala Negara
1. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara (pasal 10)
2. Presiden dengan persetujuan DPR berwenang menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1)
3. Presiden dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan badan
keuangan Negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat 2)
4. Presiden menyatakan keadaan berbahaya
5. Presiden mengangkat duta dan konsul
6. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
(pasal 13 ayat 2)
7. Presiden berhak memberikan :
a. Grasi,yaitu hak yang memberikan penghapusan, pengurangan dan
penggantian hukuman.
b. Rehabilitasi, yaitu hak mengembalikan kehormatan seseorang dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1).
c. Amnesty, yaitu hak menghentikan penentuan perkara atas sekelompok
orang.
d. Abolisi, yaitu hak menghentikan penuntutan perkara atas seseorang
tertentu dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
(pasal 14 ayat 2)
8. Presiden member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang (pasal 15)
9. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan
nasehat dan pertimbangan kepada Presiden; yang selanjutnya diatur dalam
Undang-Undang
b. Wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan

D.

1. Presiden berwenang mengangkat menteri dan memperhatikannya (pasal 17
ayat 2)
2. Menjalankan undang-undang (pasal 5 ayat 2)
3. Presiden berhak menetapkan Peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2)
4. Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 ayat 1)
c. Wewanang Lainnya
1. Presiden(bersama-sama DPR) menjalankan kekuasaan legislative (pasal 5
ayat 1).
2. Presiden mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja Negara
(pasal 23 ayat 2)
Fungsi Wakil Presiden
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang
wakil Presiden, ditunjuk oleh pasal 4 ayat (2) bahwa “Dalam melakukan
keewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden”. Disamping
ituWakil Presiden berfungsi selaku pengganti Presiden manakala Presiden tetap,
seperti bilamana Presiden wafat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan
kewajibannya dalam masa jabatannya.
Format Baru Kekuasaan Kehakiman MA dan MK
Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif
(judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah
agung. Namun, setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan
kehakiman Negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada
di luar mahkamah agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang
setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah
Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin banyak Negara yang
membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court). Mahkamah
Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan, yaitu:(a) melakukan pengujian
atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau sengketa
kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang Dasar;
(c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami
perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan/atauWakil
Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil
pemilihan umum, dan (e) memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai
politik.
Mengenai Mahkamah Agung, dalam pasal 24 ayat (2), dibedakan antara badan
peradilan dari lingkungan, peradilan. “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Oleh sebab itu, badan-badan peradilan dalam keempat lingkungan peradilan
tersebut semuanya berada di bawah Mahkamah Agung, harus dibedakan antara organ
Mahkamah dan badan-badan peradilan dengan hakim sebagai pejabat hokum dan
penegak keadilan.
Komisi Yudisial
Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru
yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial. Dalam pasal
24B ditegaskan: (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keleluhuran martabat, serta perilaku
hakim; (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hokum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela; (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikn oleh Presiden
dengan persetujuan DPR; (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan Undang-Undang.
2.3

Implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia

BAB III
PENUTUP
3.1

Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan
lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur
dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek
ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan
berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.

3.2

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila diawali dengan teori
pembagian kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances”. Yang akhirnya terbentuk
lembaga Negara menurut UUD 1945 yaitu MPR, DPR, BPK, Presiden dan Wakil Presiden,

serta Mahkamah Agung. Dalam uud 1935 yang telah diamandemen terdapat satu lembaga
baru, yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini statusnya berada di bawah
wewenang Mahkamah Agung seperti yang dinyatakan dalam pasal 24 ayat (2) . Selain
kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang
kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial yang dinyatakan dalam
pasal 24B.
3.3

Implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia anatara lain berlakunya
UUD ….

DAFTAR PUSTAKA