PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KREA

PERAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN
KREATIVITAS ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kreativitas adalah salah satu potensi alamiah dalam diri anak yang harus dikembangkan
secara optimal. Kreativitas itu sendiri ditumbuhkan di otak kanan, yaitu bagian otak yang
memiliki spesifikasi berpikir, mengolah data seputar perasaan, emosi, seni dan musik.
Semua anak yang lahir di dunia pasti mempunyai sisi kreativitas, tapi dalam kadar yang
berbeda. Tinggi rendahnya kreativitas anak dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor genetika
(bawaan lahir) dan faktor lingkungan. Kreativitas ini akan tumbuh secara optimal jika kedua
faktor dipadukan secara baik.
Seperti perkembangan kepribadian, perkembangan kreativitas anak terkait erat dengan pola
asuh. Hubungan ibu atau orang dekat lainnya dengan anak memberikan dasar bagi bagaimana
dan sejauh mana anak dapat mengembangkan kreativitasnya. Pengasuhan yang dilandasi oleh
hubungan yang hangat, nyaman, dan mendukung akan menghasilkan keleluasaan pada anak
untuk mengembangkan dirinya, termasuk juga mengembangkan kreativitas.
B. MASALAH
Kebanyakan orang tua memang sangat mendambakan anaknya untuk kreatif, tapi kebanyakan
dari mereka juga tidak tahu bagaimana cara mengembangkan kreativitas anak. Padahal
kreativitas anak sangat penting untuk perkembangan selanjutnya karena masa anak adalah

masa yang sangat berpengaruh terhadap masa selanjutnya. Apa yang orang tua tanamkan
pada masa anak-anak akan mudah diingat dan dibawa sampai ia beranjak dewasa.
Melihat hal di atas maka peran orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak menjadi
sangat penting dan mendasar. Sehingga setidaknya para orang tua tahu bagaimana mereka
mengembangkan kreativitas anak-anaknya. Jika orang tua salah sedikit saja dalam
menanamkan konsepnya kepada anak-anaknya dalam mengembangkan kreativitas, maka itu
akan berakibat fatal ke depannya.

BAB II
ISI
Makna Kreativitas
Sebagian orang berpendapat bahwa kreativitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat.
John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996),
membantah pendapat ini. “Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan, dan
kreativitas bisa diajarkan dan dipelajari,” kata Kao.
Sebagian orang lain berpendapat bahwa kreativitas selalu dimiliki oleh orang berkemampuan
akademik yang tinggi. Namun faktanya, banyak orang yang memiliki kemampuan akademis
tinggi tetapi tidak otomatis melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif.
Terdapat beragam definisi yang terkandung dalam pengertian kreativitas. Menurut pandangan
David Campbell, kreativitas adalah suatu ide atau pemikiran manusia yang bersifat inovatif,

berdaya guna, dan dapat dimengerti. Definisi senada juga dikemukakan oleh Drevdahl.
Menurutnya, kreativitas adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan baru, berupa
kegiatan atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan
fantasi semata.
Makna kata kreatif sendiri sesungguhnya berkisar pada persoalan menghasilkan sesuatu yang
baru. Suatu ide atau gagasan tentu lahir dari proses berpikir yang melibatkan empat unsur
berpikir: alat indera; fakta; informasi; dan otak. Arti kata kreatif di sini harus diarahkan pada
proses dan hasil yang positif, tentu untuk kebaikan bukan untuk keburukan. Kreatif juga perlu
dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah,
serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Dengan demikian, tidak setiap kebaruan
hasil karya dapat dengan serta-merta disebut kreatif. Yang dimaksud tanggung jawab di sini
adalah landasan konseptual yang menyertai karya tersebut.
Bagi setiap Muslim, landasan berpikir dan berbuat atau berkarya adalah akidah Islam. Karena
itu, sudah semestinya setiap hasil pemikiran dan perbuatan atau karyanya berstandar pada
akidah Islam tersebut sebagai bentuk keyakinannya kepada Allah Swt. yang telah
menciptakannya.
Di dalam makna kreatif—untuk menyebut suatu karya baru atau kebaruan—yang diutamakan
adalah aspek kesegaran ide dalam karya tersebut, bukan sekadar ulangan atau stereotip.
Kreatif bisa juga ditinjau dari nilai orisinalitas dan keunikan cara penyampaiannya; bisa juga
merupakan sebuah alternatif “cara lain”, walau inti pesan sebenarnya tidak berbeda dengan

apa yang pernah ada sebelumnya.
Kedalaman kreativitas dapat juga diukur dari nilai efektivitas atau kualitas pencapaiannya.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku At-Tafkîr (1973) memberikan contoh, bahwa

berpikir tentang kebenaran dapat merupakan proses berpikir kreatif (menggagas pemikiran
baru). Contoh: berpikir untuk menghasilkan sebuah pemikiran (baru), kemudian mengkaji
kesesuaiannya dengan fakta hingga pemikiran itu sesuai dengan fakta yang ditunjukkannya.
Jika sesuai maka pemikiran itu merupakan kebenaran; jika tidak sesuai maka wajib dilakukan
pengkajian terhadap kebenaran, yaitu pengkajian terhadap pemikiran yang sesuai dengan
fakta yang ditunjukkan pemikiran.
Kreativitas Pada Anak
Kreativitas yang tampak pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Kreativitas seorang
anak bisa muncul jika terus diasah sejak dini. Pada anak-anak, kreativitas merupakan sifat
yang komplikatif; seorang anak mampu berkreasi dengan spontan karena ia telah memiliki
unsur pencetus kreativitas.
Pada dasarnya kreativitas anak-anak bersifat ekspresionis. Ini karena pengungkapan ekspresi
itu merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan. Ekspresi
ini disebut dengan spontanitas, terbuka, tangkas dan sportif. Ada 3 ciri dominan pada anak
yang kreatif: (1) spontan; (2) rasa ingin tahu; (3) tertarik pada hal-hal yang baru. Ternyata
ketiga ciri-ciri tersebut terdapat pada diri anak. Berarti semua anak pada dasarnya adalah

kreatif; faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif.
Usia dini atau disebut juga sebagai usia prasekolah adalah suatu masa ketika anak-anak
belum memasuki pendidikan formal. Oleh sebab itu, pada rentang usia dini adalah saat yang
tepat untuk mengembangkan kreativitas anak. Pengembangan kreativitas anak secara terarah
pada rentang usia tersebut akan berdampak pada kehidupannya di masa depan. Tapi
sebaliknya, jika orangtua tidak dapat memperhatikan pengembangan kreativitas anak secara
benar dan terarah, bisa jadi akan berakibat fatal terhadap kreativitas anak yang sebenarnya.
Secara biologis, otak bayi mengandung 100 miliar neuron dan sekitar 1 triliun sel glia yang
berfungsi sebagai perekat. Selama tahun pertama, otak bayi berkembang pesat dengan
manghasilkan neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan antarneuron harus
diperkuat melalui berbagai rangsangan karena sambungan yang tidak diperkuat dengan
rangsangan akan mengalami atrofi (menyusut dan musnah). Banykanya sambungan itulah
yang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Otak manusia terdiri dari dua bagian, apabila
keduanya dirangsang dan dimanfaatkan secara seimbang akan menciptakan suatu sinergi
yang membuat kemampuan sebelumnya.
Dalam literatur buku tentang perkembangan anak, ternyata anak pada usian 4 tahun memiliki
kapasitas kecerdasan mencapai 50 persen, dan ketika memasuki usia 8 tahun bisa mencapai
80 persen. Jadi, sangat jelas betapa pesat pertumbuhan anak pada rentang masa tersebut.
Dengan kata lain pada usia dini, peluang anak dalam menyerap berbagai pengetahuan jauh
lebih besar dibandingkan ketika mereka beranjak dewasa, itu disebabkan otak anak usia dini

belum terkontaminasi oleh berbagai macam pengetahuan lainnya.

Anak bagaikan kertas putih, dan orangtualah yang akan menjadi tintanya. Bagaimnana
seorang anak bertindak, berpikir, serta berkreativitas, sangant bergantung pada perhatian
orang tua pada mereka.
Faktor Penghambat Berkembangnya Kreativitas Anak
Ada beberapa faktor yang bisa menghambat perkembangan kreativitas anak, antara lain:
1. Perasaan Takut Gagal.
Ketakutan ini menghambat perkembangan kreativitas karena biasanya hukuman yang
diperoleh atas kegagalan dirasakan jauh lebih berat dibandingkan dengan hadiah untuk
keberhasilan.
2. Anak terlalu terpaku pada tata tertib dan tradisi sehingga sering kali menghambat adanya
inovasi baru.
3. Anak-anak enggan untuk bermain-main dan terlalu mengharapkan hadiah bila dihadapkan
pada sebuah tugas tertentu.
Anak-anak dengan ide cemerlang sering kali tidak mau tampak menonjol dan ragu-ragu
untuk berdiri berdasarkan keyakinan mereka. Kegagalan untuk melihat kekuatan yang ada
pada diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya sering kali menghambat kreativitas.
Mereka tidak lagi dapat menghargai sumber daya yang ada pada orang, barang maupun dari
lingkungannya sendiri.

4. Orang-tua yang terlalu melindungi anak dan ini biasanya terjadi banyak pada anak
pertama, sehingga kesempatan bagi dirinya untuk belajar justru berkurang.
Mungkin orang tua tanpa sadar, seringkali memaksa anak menyesuaikan diri dengan
imajinasi dan fantasi sebagai orang tua. Misalnya, pada saat mengajar anak untuk
menggambar gunung dan sawah selalu dengan pola dua gunung, petak- petak sawah dan
matahari. Pada saat anak mempunyai imajinasi yang berbeda, keinginan orang tua untuk
menegur dan mengkoreksi sangat besar. Padahal imajinasi dan fantasi dari dirinya sendirilah
yang mendorong si anak untuk bertindak kreatif. Pada anak kedua orang tua sudah lebih
rileks dan fleksible, sehingga kreativitasnya tumbuh dengan lebih baik. Anak pertama
biasanya segan mencoba sesuatu yang asing karena ia merasa kurang mampu dan
keberhasilannya tidak dapat ia pastikan. Mungkin juga dulu ia pernah beberapa kali mencoba
tetapi kurang berhasil dan mendapatkan celaan, sehingga ia kurang berani beresiko lagi.
5. Setiap anak unik, jangan dibanding-bandingkan.
Apabila orang tua membandingkan anak dengan adiknya justru menghasilkan perasaan
inferior sehingga ia merasa diri bodoh. Seringkali bagi anak-anak semacam ini orang tua

perlu untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif agar anak berani mencoba sesuatu
yang baru.
Peran orang tua dalam Mengembangkan Kreativitas Anak
Memiliki anak yang kreatif adalah dambaan setiap orang tua. Masalahnya, kreativitas bukan

anugerah yang diberikan Tuhan dalam bentuk jadi, melainkan butuh proses untuk
mendapatkannya. Proses ini tentu butuh campur tangan orang tua sebagai konseptor, yang
berperan penting dalam menentukan hitam-putihnya masa depan anak.
Sebagai konseptor yang ingin membangun suatu kepribadian, orangtua perlu menyadari
bahwa, pribadi yang kreatif adalah pribadi yang mendekati kesempurnaan. Dengan kata lain,
pribadi yang kompleks, yang memahami keberadaan diri sendiri serta lingkungannya.
Karena itu, menciptakan anak yang kreatif tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh
upaya keras, berkesinambungan, serta kesabaran esktra untuk melalui tahap demi tahap,
sesuai perkembangan kemampuan berfikir anak. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk
membangun kreativitas anak, di antaranya adalah:
1. Membangun Kepribadian Islam.
Dengan cinta, orangtua dapat membangun kepribadian Islam pada anak yang tercermin dari
pola pikir dan pola sikap anak yang islami. Orangtua yang paham akan senantiasa
menstimulasi / merangsang aktivitas berpikir dan bersikap anak sesuai dengan standar Islam.
Menstimulasi aktivitas berpikir dilakukan dengan cara menstimulasi unsur-unsur/komponen
berfikir (indera, fakta, informasi dan otak). Aktivitas bersikap adalah aktivitas dalam rangka
pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri (beragama, mempertahankan diri dan melestarikan
jenis). Orangtua dapat menstimulasi alat indera anak dengan cara melatih semua alat indera
sedini mungkin. Ajak anak mengamati, mendengarkan berbagai suara, meraba berbagai
tekstur benda, mencium berbagai bau dan mengecap berbagai rasa. Menstimulasi otak

dilakukan dengan cara memberi nutrisi yang halal dan bergizi yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak sejak dalam kandungan serta banyak menghadirkan fakta dan
informasi yang dapat di cerap oleh anak. Menstimulasi informasi diarahkan untuk meyakini
adanya Pencipta melalui fakta-fakta penciptaan alam. Orangtua juga bisa membacakan cerita,
mengajari anak untuk selalu mengaitkan fakta baru dengan informasi yang sudah diberikan,
serta menghindarkan anak dari fakta dan informasi yang merusak dengan cara menseleksi
tayangan TV, buku dan majalah. Perlu dipahami oleh orangtua, bahwa anak memahami
standar secara bertahap seiring dengan kesempurnaan akalnya. Anak usia dini belum
sempurna akalnya. Namun, orangtua tetap perlu mengenalkan standar-standar kepada anak
secara berulang-ulang tanpa memaksa anak untuk melakukannya. Biasakan pula
mengenalkan dalil kepada anak. Orangtua juga hendaknya senantiasa menghadirkan
keteladanan yang baik pada anak di mana saja mereka berada.

Orangtua yang paham tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Kita
dapat membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka.
Kita melihat, Sahabat Umar ra., Abu Bakar ra. dan sebagainya tidak memiliki karakter yang
sama meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang islami. Keunikan
mereka justru menjadikan mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di langit,
terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang lain. Begitu pula
halnya dalam hal kreativitas mereka. Setiap Sahabat adalah insan kreatif. Masing-masing

memiliki dimensi kreativitas sendiri-sendiri. Salman al-Farisi adalah penggagas Perang Parit;
Umar bin al-Khaththab adalah penggagas ketertiban lalu-lintas; Abu Bakar ash-Shiddiq
adalah penggagas tegaknya sistim ekonomi Islam; Khalid bin Walid adalah penggagas
strategi perang moderen; dan banyak lagi.
Yang menjadi masalah sekarang, para orangtua sering kurang bersungguh-sungguh untuk
mengembangkan kreativitas anak. Seolah-olah para orangtua lebih suka jika anak menjadi
fotokopi orang lain ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang utuh.
Karena kepribadian menentukan kreativitas, seorang Muslim pada hakikatnya memiliki
potensi kreatif lebih besar dibandingkan dengan umat-umat lainnya.
2. Memilihkan Sarana Bermain yang Sesuai
Pada dasarnya, anak memiliki energi yang berlebih. Bermain merupakan penyaluran terbaik
untuk membuang surplus energi mereka itu. Dengan bermain, selain memperoleh
kegembiraan, kenikmatan, dan kepuasan, anak juga akan mendapatkan manfaatnya, seperti
bertumbuhnya segi fisik-motorik, mental-intelektual/kognitif, sosial, moral, emosional, dan
tentunya kreativitas. Dengan bermain, anak sekaligus belajar tentang konsep bentuk, ukuran,
warna, jumlah, dan kegunaan objek.
Begitu pentingnya arti bermain bagi anak, sehingga dalam buku-buku psikologi
perkembangan, bermain dipandang sebagai unsur penting dalam perkembangan seluruh unsur
kepribadian anak. Karena itu, orangtua sedapat mungkin menyediakan sarana dan alat
bermain (toys) yang dapat merangsang kreativitas anak. Tentu saja, sarana dan alat bermain

ini harus sesuai dengan kemampuan berpikir dan daya interaksi anak.
3. Kenalkan dengan Lingkungan Sosial
Pengenalan terhadap lingkungan sosial akan memberikan bekal empiris kepada anak yang
kelak bermasyarakat dalam alam pergaulan dewasa. Anak dilatih mengerti fungsi berbagi diri,
pada saat yang sama seorang anak, selain menjadi dirinya sendiri, juga merupakan bagian
yang organis dari sebuah kelompok, komunitas. Dalam hal ini, anak berkembang menjadi
dirinya sendiri, sekaligus berkenalan dengan aturan main, dengan norma, sehingga dia dapat
bergaul dengan wajar.

4. Ajak Berhubungan dengan Alam
Mengajak anak berhubungan dengan alam tidak sebatas mengenalkan mereka dengan namanama benda yang ada di sekitarnya, melainkan juga merangsang imajinasi anak untuk dapat
memanfaatkan benda-benda tersebut, walaupun pemanfaatannya untuk hal-hal yang
sederhana. Misalnya, memanfaatkan benda yang ada di sekitarnya untuk dibuat mainan.
Pemanfaatan bahan mentah sehingga menjadi bentuk jadi ini akan membuka kesadaran anak
akan perlunya berkreasi dengan alam.
Selain itu, beri kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan alam. Sekali waktu, biarkan
anak berjalan telanjang kaki di atas tanah, dan jangan terlalu memaksa mereka untuk selalu
mengenakan sandal atau sepatu. Agar mereka dapat merasakan sakitnya menginjak kerikil,
atau merasakan lembutnya rerumputan yang menggesek kulit kaki. Ini akan membuat anak
dapat merasakan berbagai hal, serta menjadikan mereka tidak manja dan mudah mengeluh.

5. Jangan Asal Melarang
Seringkali, cara pandang terhadap suatu masalah antara orang dewasa dengan anak-anak
berbeda. Sesuatu yang menurut anak-anak baik untuk dikerjakan, bisa jadi sebaliknya di mata
orang dewasa. Untuk itu, selami pikiran anak-anak, pahami maksud dari apa yang dia
kerjakan, dan jangan asal melarang.
Bila kita terpaksa melarang apa yang sedang dikerjakan anak-anak, seperti mencoret-coret
dinding, atau merusakkan barang-barang, usahakan tidak melarang secara tegas. Beri dia
pengertian dengan kalimat yang mendidik dan dapat dipahami oleh anak. Usahakan untuk
memberi pengertian kepada anak bahwa Anda sebenarnya cukup menghargai proses kreatif
yang dia kerjakan. Selama ini yang sering terjadi, anak dilarang mengerjakan segala sesuatu
tanpa penjelasan yang memadai, padahal penjelasan sangat perlu untuk tidak memastikan
kreativitas anak.
6. Memfasilitasi Anak untuk Menilai Dunia Sebagai Hal yang Penting
Orang yang kreatif adalah orang yang menilai dunia sebagai hal yang berharga.
Kreativitasnya digugah oleh daya tarik lingkungannya, punya kepedulian terhadap orang lain,
dan menilai hidup sebagai sesuatu yang penting. Pendeknya, orang kreatif menilai hidupnya
sangat berharga.
Oleh karena itu, untuk membangkitkan kreativitas anak pertama-pertama orang tua perlu
menunjukkan kepadanya betapa hidup ini berharga dan penting. Anak perlu memiliki
kepecayaan bahwa dunia adalah tempat yang baik dan hidupnya berharga. Penumbuhan
kepercayaan itu dimulai dari pembinaan hubungan antara anak dan orang tua sedini mungkin.
Kehidupan mulai dikenal anak pertama kali dari orang tua. Anak membangun pemahamannya
tentang orang lain melalui interaksi dengan orang tuanya. Pemahaman tentang hal-hal apa
yang penting pun diperoleh dari orang tua, dari apa yang dianggap penting oleh orang tua.

Orang tua merupakan model pertama bagi anak. Lewat interaksi dengan orang tuanya,
seorang anak memasuki lingkungan yang lebih luas.
Jika orang tua dapat membina hubungan yang hangat dan nyaman, maka anak punya bekal
untuk menampilkan sikat hangat terhadap lingkungannya dan merasa nyaman untuk
menampilkan dirinya di sana. Dengan bekal itu, anak akan merasa leluasa untuk mengenali
dunia dan beraktivitas di dalamnya. Lalu, dengan dukungan dari orang tua, anak belajar
mengekplorasi lingkungan dan memberi makna kepada obyek-obyek yang ditemuinya.
Kepedulian anak terhadap lingkungannya terbina dari aktivitas eksplorasi itu. Dari waktu ke
waktu, lingkungannya semakin mengenali lingkungannya dan mengharga apa yang ada di
sana.
7. Memfasilitasi Anak untuk Tetap Memiliki Penilaian dan Pemahaman yang Unik
Kepedulian dan penghargaan terhadap lingkungan serta dunia pada umumnya menjadi motif
anak untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan bersama orang lain. Anak jadi memiliki
kehendak untuk ikut memberikan sumbangan dan pengaruh kepada lingkungannya. Cara
pandang terhadap dunia yang unik pada anak merupakan dasar dari kontribusi kreatifnya.
Untuk menjaga keunikan guna memperoleh sumbangan kreatif anak, orang tua perlu
meleluasakan anak untuk memiliki penilaian yang berbeda dari orang lain, mempertanyakan
obyek-obyek yang ditemui anak, dan menampilkan tindakan-tindakan yang tidak biasa.
Protes, bantahan, inisiatif, kemauan, dan tindakan yang tak umum anak perlu difasilitasi.
Orang tua perlu menanggapi secara bijak apa yang ditampilkan anak. Mereka harus
menghindari tanggapan yang sekedar melarang atau membolehkan. Caranya, bisa dengan
mengajak anak berdialog, bertanya mengapa anak mengapa anak melakukan apa yang dia
lakukan, memberikan contoh-contoh yang menggugah rasa ingin tahu anak, mengarahkan
dengan cara yang dimengerti oleh anak. Pendeknya, orang tua perlu menjaga agar kepedulian
dan rasa ingin tahu anak tidak hilang. Orang tua perlu terus memupuk kedua hal itu pada diri
anak.
Kepedulian dan rasa ingin tahu merupakan modal untuk kreatif. Modal berikutnya adalah
meleluasakan anak untuk menguji coba dugaan dan keyakinannya tentang lingkungannya.
Fasilitasi perlu diberikan di sini. Orang perlu menunjukan empati dalam arti memahami anak
dari sudut pandang anak, mencoba masuk ke dalam pikiran anak untuk dapat membantunya
mengembangkan penilaian dan pemahaman yang lebih memadai. Di sisi lain, orang tua perlu
menjaga agar anak tetap mempertahankan penilaian dan pemahaman yang unik pada anak
sambil memfasilitasinya untuk tidak mengabaikan realitas yang terpapar di lingkungan.
8. Menggugah Anak Dengan Rangsangan yang Beragam
Untuk memperkaya penilaian dan pemahaman anak terhadap lingkungannya, orang tua perlu
menggugah anak dengan rangsangan-rangsangan yang beragam. Orang tua perlu
memperkenalkan anak dengan berbagai ranah kehidupan, seperti kehidupan sosial dan
ekonomi, seni, olah raga, ilmu pengetahuan, dan kehidupan religius. Rangsangan yang

beragam ini memberikan perspektif yang beragam pada anak dan memperkaya wawasan
anak. Ketertarikan anak kepada beragam ranah kehidupan meningkatkan ketertarikannya
terhadap kehidupan dan dunia yang lebih luas. Orang yang kreatif punya imajinasi yang
sangat kaya karena ia juga punya pengalaman berhubungan dengan beragam hal dalam
beragam ranah kehidupan.
Anak perlu dilibatkan secara aktif anak dalam ranah-ranah kehidupan. Selain imajinasinya
diperkaya, ia juga perlu menjalani secara kongkret aktivitas-aktivitas dalam ranah kehidupan
itu.
9. Melakukan Aktivitas-aktivitas Kreatif
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk melibatkan anak dalam beragam ranah
kehidupan sejak dini. Berikut ini contoh-contohnya.
1. Membayangkan apa yang akan dilakukan ketika dewasa.
Anak di sini diajak untuk bermain dengan cara menggambarkan apa yang akan dilakukannya
pada saat ia sudah dewasa. Apa pekerjaan mereka? Apa saja aktivitas yang dilakukan? Kalau
mereka punya rumah, seperti apa rumah mereka? Ini adalah contoh pertanyaan yang dapat
diajukan dalam permainan ini.
2. Membuat cerita sebelum tidur yang bersambung dan menggugah rasa penasaran anak.
Di sini orang tua membuat cerita yang menarik untuk anak. Cerita itu dibuat bersambung dari
malam ke malam. Setiap malam, cerita dihentikan pada adegan yang menggugah rasa ingin
tahu dan diteruskan pada malam berikutnya.
3. Mengajak anak untuk bermain peran yang ia ciptakan sendiri.
Ajak anak untuk memilih peran tertentu yang ia tentukan sendiri. Minta ia tampilkan peran
itu selengkap mungkin. Ornag tua juga ikut terlibat sebagai peserta permainan dan ikut
memilih peran yang juga mereka mainkan. Buat seolah-olah ada panggung tempat
mementaskan peran itu. Bisa juga peran-peran itu dimainkan bersama oleh orang tua dan
anak sehingga ada dialoh di situ.
4. Biarkan anak menjadi penunjuk jalan.
Ketika sedang berjalan-jalan, seringkali anak berjalan terlalu cepat, berlari, dan tak sabar. Ini
dapat dimanfaatkan untuk memberi kesempatan dan memfasilitasi anak menjadi pelopor.
Minta anak menjadi penunjuk jalan. Gugah ia untuk membayangkan bahwa ia adalah
pemimpin atau pemandu perjalanan yang bertugas membawa rombongannya sampai ke
tujuan.

5. Menari bersama.
Menari mengikuti musik tertentu adalah kegiatan yang menggugah ungkapan kreatif anak.
Ajak anak untuk menari, menampilkan gerakan yang sesuai dengan irama musik. Orang tua
ikut menari dengan anak.
6. Berkebun bersama.
Ajak anak berkebun bersama orang tua. Gugah mereka untuk menentukan tanaman apa yang
hendak ditanam atau dirawat. Ceritakan kepada anak karakteristik tanaman-tanaman yang ada
dan ajak ia untuk memikirkan nasib dari tanaman-tanaman itu. Biarkan anak bermain dengan
tanah, menggali, dan menanami tanah dengan tanaman. Minta ia memberi nama khusus untuk
tanaman dan tanya alasannya mengapa ia menamai tanaman dengan nama itu.
7 . Membuat layang-layang bersama.
Daripada membelikan anak layangan, lebih baik ajak anak untuk membuat layangan. Beri
contoh bagaimana cara membuatnya dan libatkan ia dalam pembuatan. Beri keleluasaan
untuk memilih warna dan motif layangan.
8. Memasak bersama.
Ajak anak terlibat dalam kegiatan dapur. Rencanakan bersama apa yang akan dimasak dan
diskusikan dengan anak bagaimana kira-kira memasaknya. Biarkan anak mencoba-coba dan
tanggapi dengan pertanyaan-pertanyaan, serta ajukan kemungkinan-kemungkinan rasa
makanan yang akan diperoleh jika bahan atau bumbu tertentu diikut sertakan dalam masakan.
9. Membuat kelompok band musik.
Ajak anak membuat kelompok band untuk memainkan musik dengan peralatan yang ada di
rumah. Biarkan anak mengeksplor kemungkinan bunyi yang dapat dihasilkan alat-alat itu.
Lalu, beri peran pada anak dalam band dan mainkan musik bersama sesuai selera dan
ketertarikan anak.
Ada banyak lagi aktivitas yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak.
Aktivitas-aktivitas itu tidak perlu memakan biaya besar dan dapat dilakukan kapan saja.
Orang tua perlu mencari aktivitas-aktivitas apa saja yang menarik untuk anak. Usahakan
aktivitasnya seberagam mungkin agar anak memiliki wawasan luas sehingga imajinasinya
pun jadi sangat kaya.
10. Menumbuhkembangkan Motivasi.
Kreativitas dimulai dari suatu gagasan yang interaktif. Bagi anak-anak, dorongan dari luar
diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini, para orangtua banyak berperan.
Dengan penghargaan diri, komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak

akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung,
dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan demikian, anak akan
memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasangagasannya. Selain itu, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita
memberikan perhatian serius pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh anak kita, misalnya
dengan melakukan aktivitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan puasa dan
shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktivitas yang lain kita tidak dapat
melakukannya? Bukankah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama
ketimbang harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru? Dengan demikian,
sesungguhnya seorang Muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anakanak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua Muslim senantiasa
berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru
untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Tujuannya adalah agar mereka lebih terdorong lagi
untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Perlu dicatat, dalam memotivasi anak agar kreatif,
lakukanlah dengan cara menyenangkan dan tidak di bawah tekanan/paksaan.
11. Mengendalikan Proses Pembentukan Anak Kreatif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam pembentukan anak kreatif adalah:


Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai. Waktu dapat berkisar
antara 10-30 menit setiap hari; bergantung pada bentuk kreativitas apa yang hendak
dikembangkan. Begitu pula dengan tempat; ada yang memerlukan tempat yang
khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu
canggih; bergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus
selalu baru; lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.



Mengatur kegiatan. Kegiatan diatur sedemikian rupa agar anak-anak dapat melakukan
aktivitasnya secara individual maupun berkelompok. Kadang-kadang anak-anak
melakukan aktivitas secara kompetitif; kadang-kadang juga secara kooperatif.



Menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas.



Memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara. Caranya dengan mengoptimal-kan
poin-poin tersebut di atas.

12. Mengevaluasi Hasil Kreativitas.
Selama ini kita sering menilai kreativitas melalui hasil atau produk kreativitas. Padahal
sesungguhnya proses itu pada masa kanak-kanak lebih penting ketimbang hasilnya.
Pentingnya penilaian kita terhadap proses kreativitas bukan berarti kita tidak boleh menilai
hasil kreativitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan. Hanya saja, ada satu hal yang harus
kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreativitas tersebut dengan
menggunakan perspektif anak, bukan perspektif kita sebagai orangtua. Kalau kita mendapati

seorang anak berusia 3 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan huruf hijaiyah dari alif
sampai ya, apakah kita akan mengatakan, “Ah, kalau cuma bisanya baru menyebutkan begitu,
saya juga bisa.” Tentu saja, dalam mengevaluasi proses dan hasil kreativitas harus “open
mind” atau dengan “pikiran terbuka”. Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus
selalu memberikan dukungan, penguatan sekaligus pengarahan. Begitu juga sebaliknya; jauhi
celaan dan hukuman agar anak kita tetap kreatif.

BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak pada dasarnya adalah gelas kosong yang siap diisi oleh orang tuanya. Jika
orang tuanya dapat memanfaatkan tumbuh kembang anak untuk megembangkan
kreativitasnya dengan baik, maka ke depannya anak itu akan mempunyai jiwa yang kreatif.
Di sinilah peran orang tua dalam membimbing anaknya sangat dituntut untuk berhati-hati dan
teliti. Karena salah sedikit saja dalam membimbing anak, akan berakibat fatal.
Orang tua perlu membekali diri dengan kualitas-kualitas pribadi yang memungkinkan mereka
membangun atmosfer kondusif bagi anak untuk menjadi pribadi yang kreatif. Kualitaskualitas itu mencakup empati, keterbukaan terhadap anak dan perkembangan di dunia, serta
kemampuan memfasilitasi aktivitas-aktivitas kreatif anak. Dengan kualitas-kualitas itu, orang
tua dapat membantu anak menemukan, mengarahkan, memantapkan, dan mengembangkan
kreativitasnya.