Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Sejarah Pestisida

Pestisida terbagi atas tiga bagian yaitu pertama pestisida organik alamiah atau disebut pestisida botanik, kedua yaitu pestisida organik biologi dan yang ketiga yaitu pestisida organik sintesis yang merupakan senyawa kimia sintetik yang sangat beracun. Pada tahun 1763 pestisida yang dipergunakan adalah pestisida organik yaitu menggunakan nikotin dari tembakau yang berfungsi sebagai insektisida (Isnaini,2006).

Pada abad ke 19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum

yang diekstrak dari chrysantheum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba

Derris eliptica. Paul Herman Muller menemukan DDT yang sangat efektif sebagai insektisida. Organoklorin menjadi dominan, namun segera digantikan oleh organofosfat dan karbamat pada tahun 1975 di negara maju. Senyawa piretrin menjadi insektisida dominan. Herbisida berkembang dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1960an dengan triazin dan senyawa berbasis nitrogen lainnya, asam karboksilat, dan glifosat. Pada tahun 1960an, ditemukan bahwa DDR menyebabkan berbagai burung pemakan ikan tidak bereproduksi, yang menjadi masalah serius bagi keanekaragaman hayati. Penggunaan DDT dalam pertanian kini dilarang dalam Konvensi Stockholm, namun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk mencegah malaria dan penyakit tropis lainnya dengan menyemprotkannya ke dinding untuk mencegah kehadiran nyamuk (Sastroutomo, 1992).


(2)

2.1.2 Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama (jazat pengganggu) sedangkan cide yang berati membunuh Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act dan peraturan pemerintah RI no.7 Tahun 1973. Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus dipergunakan untuk memberantas, mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga serta binatang pengerat, nematoda, jamur, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang atau semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Triharso,2004).

2.1.3 Formulasi Pestisida

Formulasi Pestisida adalah bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh organime pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient) (Wudianto,1999). Pestisida diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan bentuk formulasinya, antara lain :

1. Tepung Hembus, serbuk, debu ( dust = D )

Bentuknya tepung kering, serbuk atau lempung yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau dicampur bahan-bahan organik seperti tepung tempurung tanaman, walnut, mineral profit, bentoit atau talk . Kandungan bahan aktifnya rendah, sekitar 2-10% . Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat penghembus khusus yang disebut duster (Isnaini, 2006). Untuk pemberantasan dibutuhkan cukup banyak bahan agar mengena pada jasad sasaran. Kelemahan lainnya karena serbuk ringan sehingga mudah terbawa angin dan tidak


(3)

mengenai sasaran malahan mencemari atau meracuni kehidupan disekitarnya. Selain itu serbuk juga mudah tercuci oleh air hujan atau air siraman. Contohnya : Sevin 5 D.

2. Butiran (granula = G )

Butiran yang umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi rendah. Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif (Moenandir, 1990). Bagian luarnya ditutup dengan suatu lapisan. Penggunaannya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar perakaran tanaman atau dicampur dengan media tanam (baik secara manual dengan tangan atau dengan mesin penabur). Pestisida jenis ini tidak mudah tercuci oleh air siraman sehingga residunya tahan lama di dalam tanah. Umumnya pestisida berbentuk granula bersifat sistemik, sehingga sangat sesuai untuk hama yang menghisap dan menggerek tanaman sepeti penggerek batang, ganjur dan lalat daun. Contohnya : Curaterr 3 G (Wudianto,1999).

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)

Apabila formulasi ini dicampur dengan air, akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dengan serbuknya yaitu terapung dibagian atas karena tidak dapat larut dalam air (Harahap, 1994). Untuk menghindari hal ini, formulasi dicampur dengan bahan pembasah (wetting agent), karena tanpa bahan ini serbuk tidak dapat bercampur dengan air. Pada umumnya, formulasi serbuk basah mengandung 50-75% tanah liat atau bedak sehingga formulasi ini dapat dengan cepat tenggelam ketika dicampur air dan mengendap dibagian bawah tangki penyemprot. Oleh karen itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau


(4)

tangki penyemprot digoyang-goyang contohnya : Antracol 70 WP (Sastroutomo,1992).

4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)

Formulasi bentuk tepung yang bila dicampur air akan menghasilkan larutan homogen. Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaannya pun ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa terlarut dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap, maka dalam penggunaan dalam penyemprotan pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran. Kadang-kadang bahan ini juga ditambah bahan perata dan perekat. Kandungan bahan aktifnya biasanya tinggi. Contohnya :Dafat 75 SP (Djojodumarto,2000).

5. Suspensi (flowable concentrate = F)

Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air dengan baik dan mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang ditambah sedikit air. Contohnya : herbisida Gesapax 500 F (Wudianto,1999).

6. Cairan (emulsifiable concentrate = EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi (emulsifier). Dalam penggunaanya, biasa dicampur dengan bahan pelarut berupa air yang berupa larutan putih seperti susu yang tidak tembus cahaya (Kemenkes RI, 2012) . Hasil pengencerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi. Contohnya : Fenval 200 EC (Harahap,1994) .


(5)

7. Ultra Low Volume (ULV)

Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S (solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air. Biasanya digunakan pada areal yang sulit memperoleh air. Contohnya insektisida Sumialpha 10 ULV (Triharso,2004).

8. Solution (S)

Merupakan formulasi ini berupa bubuk kering yang dapat larut dan mengandung 75 – 95 % bahan aktif. Bahan inert berupa adjuvan untuk menyebarkan dan melekatkan pestisida pada permukaan tanaman. Pengadukan mula-mula diperlukan tetapi setelah terjadi larutan pengadukan tidak diperlukan lagi. Contohnya Gramaxone S (Untung,2001).

9. Aerosol (A)

Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan kedalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan dirumah tangga, rumah kaca atau pekarangan contohnya insektisida baygon (Sastroutomo,1992).

10.Umpan beracun (poisonous bait = B)

Merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.Contohnya rodentisida Klerat dan Ramortal 12 B (Djojosumarto,2000).


(6)

11.Powder concerate (PC)

Formulasi berbentuk tepung ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus. Penggunaannya dicampur dengan umpan dan dipasang diluar rumah. Contohnya racumin, diphacin dan silmurin (Priyambodo,2003). 12.Ready Mix Bait (RMB)

Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot 300 gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pelet. Kandungan bahan aktifnya rendah antara 0,003-0,005%. Formulasi ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus contohnya Klerat RMB. Aplikasi rodentisida ini sebagai berikut : a. Blok yang berbobot kecil biasanya diaplikasi untuk lokasi yang mudah dan

sering dikontrol

b. Blok besar diaplikasikan diselokan-selokan besar yang sulit dan jarang dikontrol

c. Bentuk pelet cocok diaplikasikan diareal penanaman. (Wudianto,2001). 13.Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)

Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil pengencerannya dengan air disebut larutan. Contohnya adalah Gusadrin 150 WSC dan defence 200/130 WSC yang merupakan bahan pengawet kayu untuk mengendalikan jamur biru pada kayu gergajian (Harahap,1994).

14.Seed Treatment (ST)

Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan formulasi ini. Seluruh benih yang akan ditanam dicampur dengan pasta ini


(7)

sehingga seluruh permukaannya tertutupi.Contohnya adalah Larvin 250 ST (Harahap,1994).

2.1.4 Jenis Pestisida dan Cara Kerjanya

Menurut Djarafuddin (1996), adapun beberapa jenis pestisida dan cara kerjanya terbagi atas :

1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

2. Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan alge.

3. Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.

4. Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri.

5. Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan (Semangun,1996). 6. Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun.

Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu). Herbisida dibedakan atas herbisida kontak berfungsi mematikan jaringan gulma yang terkena terutama bagian atasnya tetapi bagian bagian akarnya tetap hidup sedangkan herbisida sistemik ketika diabsorbsi oleh akar atau daun dan masuk kedalam pembuluh gulma maka akan mengalami kematian total (Wudianto, 2001).


(8)

7. Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga. Adapun cara masuk insektisida kedalam tubuh serangga sasaran dibedakan atas tiga kelompok diantaranya:

a. Racun Lambung ( Racun Perut,Stomach Poison) adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk kedalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan . Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ketempat sasaran yang mematikan (misalnya kesusunan syaraf serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprotkan dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya (Jumar, 2000).

b. Racun Kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersingungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut (Jumar, 2000). c. Racun Pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran

pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas atau bila wujud asalnya padat atau cair yang segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansia. Misalnya metil bromida, aluminium fosfida. (Rukmana, Rahmat dan Sugandi UU,1997).

8. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.


(9)

9. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.

10.Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).

11.Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.

12.Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

13.Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.

14.Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus (Djafaruddin,2008).

15.Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).

16.Silvisida, berasal dari kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.

17.Termisida, berasal dari kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap. Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak menggunakan akhiran sida: a. Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi

tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap.


(10)

b. Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang.

c. Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.

d. Desiccant. Zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya.

e. Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme.

f. Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman.

g. Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereh untuk penolak nyamuk.

h. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma.

i. Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).

j. Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan.

k. Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun.

l. Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.

m.Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah (Wudianto,2001).


(11)

2.2Penggolongan Pestisida 2.2.1 Bahan Aktif Pestisida

Adapun penggolongan bahan aktif Pestisida menurut (Sastroutomo, 1992) , antara lain:

1. Golongan Organofosfat : merupakan senyawa yang tidak stabil dan memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan dengan senyawa organokhlorin. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernapasan, misalnya ; diazinon, fention, fenitrotion, fentoat, klorpirifos, kuinalfos dan malation. Adapun sub kelas dari senyawa organofosfat terdiri dari 3 kelas yaitu :

a. Alifatik yang terdiri dari : Asefat, Naled, Monokrotofos, Metamidofos, Dikhlorvos, Disulfoton, Malation, Etion Metamidofos, Monokrotofos, Naled,

b. Fenil yang terdiri dari : Metil Paration, Etil Paration, Tetrakhlorvinfos, Profenofos, Sulprofos, Paration, Fention, Fenofos, Bromos Etil, khlorfenvinfos, Temefos.

c. Heterosiklik yang terdiri dari : Fosmet, Diazinon, Azinfosmetil, Khlorpirifos.

2 Golongan Organoklorin : merupakan senyawa yang mengandung atom karbon , khlor dan hidrogen serta oksigen (Untung, 1996). Sering juga disebut sebagai hidrokarbon khlorinat, khlorinat organik, insektisida khlorinat atau khlorinat sintesis. Golongan organoklorin mempunyai formula umum CxHy Clz. (Mukono, 2005). Golongan ini dibagi menjadi 3 subgolongan yang utama yaitu DDT, BHC dan siklodien. Adapun kandungan golongan ini bersifat menginduksi enzim didalam hati yang memetabolisme steroid-steroid (salah


(12)

satu kelompok lemak) dan merangsang hidrosilasi mikrosomal steroid termasuk hormon endrogen dan estrogen, juga menghambat enzim karbonat anhidrase yang juga mempengaruhi mineral kalsium (Ca). Golongan ini bersifat karsinogen (memicu timbulnya kanker). Cara kerja racun ini mempengaruhi sistem syaraf pusat, misalnya ; DDT, BHC, dieldrin, endosulfan dan klordan. Adapun sub kelas dari senyawa organoklorint terdiri dari 2 kelas yaitu :

a. DDT yang terdiri dari : Metoksikhlor, dikofol dan khlorobenzilat.

b. Benzena yang terdiri dari : BHC, heptaklor, Toksafen, dieldrin, endosulfan, endrin, khlordan, Lindan, siklodien, Aldrin, Endosulfan, Heptahklor, Polikhloroterpen (Baenaki,1993).

3 Golongan Karbamat : Senyawa ini merupakan turunan dari asam karbamik. Bahan aktif ini bila masuk kedalam tubuh akan menghambat enzim kholinesterase, namun bersifat reversible ( pulih kembali ) sehingga relatif aman dibandingkan organoposphat (Kemenkes RI ,2012). Yang termasuk kedalam golongan ini misalnya ; karbaril, metomil. Adapun beberapa dari senyawa karbamat yaitu : Karbofuran, Tiokarb, Propoksur, Bufenkarb, BPMC, MTMC, Dioksakarp, Isoprokarp, Kartap, Tiodikarb, Bufenkarb.

4 Golongan/Senyawa Bipiridilium : Yang termasuk kedalam golongan ini antara lain ; paraquat diklorida yang terkandung dalam herbisida Gramoxone, Herbatop dan Para Col (Sastroutomo,1992).

5 Golongan Arsen : yang termasuk golongan ini antara lain : arsen pentoksida, kemirin dan arsen pentoksida dihidrat. Digunakan untuk insektisida pengendali rayap kayu dan rayap tanah serta fungisida pengendali jamur kayu Umumnya


(13)

masuk kedalam tubuh melalui mulut walaupun bisa juga terserap kulit dan terhisap pernapasan (Wudianto, 2001).

6 Golongan Antikoagulan : Yang termasuk kedalam golongan ini antara lain ; brodifakum, difasinon, dekabit, kumatetralil, bromadiolone dan kumaklor yang merupakan bahan aktif rhodentisida (Wudianto, 2001).

2.2.2 Risiko Penggunaan Pestisida Pertanian

Menurut Djojosumarto (2000), pestisida pertanian pada umumnya adalah bahan kimia atau campuran bahan kimia serta bahan-bahan lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme dan sebagainya). Yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Karena itu senyawa pestisida bersifat bioaktif. Artinya, pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan, misalnya menghentikan pertumbuhan, membunuh hama/penyakit, menekan hama/penyakit, membunuh/menekan gulma ; mengusir hama, mempengaruhi/mengatur pertumbuhan tanaman, mengeringkan/merontokkan daun. Maka pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung resiko dalam penggunaannya. Beberapa resiko penggunaan pestisida dibidang pertanian adalah :

1. Resiko Bagi Keselamatan Pengguna.

Resikonya adalah kontaminasi pestisida secara langsung yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih


(14)

sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti kanker, gangguan saraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan pernapasan, keguguran dan cacat pada bayi (Djojosumarto,2000).

2. Resiko Bagi Konsumen

Resikonya adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang terdapat dalam produk pertanian. Resiko bagi konsumen dapat berupa keracunan langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut, tetapi resiko bagi konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan (Djojosumarto,2000).

3. Resiko Bagi Lingkungan

Dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut :

a. Resiko bagi orang , hewan, atau tumbuhan yang berada ditempat, atau disekitar tempat pestisida digunakan. Drift pestisida misalnya, dapat diterbangkan angin dan mengenai orang yang kebetulan lewat . Pestisida dapat meracuni hewan ternak yang masuk ke kebun yang sudah disemprotkan pestisida (Djojosumarto,2000).

b. Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (tanah, udara, dan air) dengan segala akibatnya (Mukono, 2005). Misalnya kematian hewan nontarget, penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan keanekaragaman hayati, efek beracun secara tidak langsung yang ditimbulkan dari biokumulasi/biomagnifikasi ( Flint, 1990).


(15)

c. Khusus pada lingkungan pertanian (agroekosistem), penggunaan pestisida pertanian dapat menyebabkan hal-hal berikut (Harahap, 1994).

1) Menurunnya kepekaan hama, penyebab penyakit dan gulma terhadap pestisida tertentu yang berpuncak pada kekebalan (resistensi) hama, penyakit dan gulma terhadap pestisida.

2) Resurjensi hama, yakni fenomena meningkatnya serangan hama tertentu sesudah perlakuan dengan insektisida.

3) Timbulnya hama yang selama ini tidak penting. 4) Terbunuhnya musuh alami hama.

5) Perubahan flora, misalnya penggunaan herbisida secara terus menerus untuk mengendalikan gulma daun lebar akan merangsang perkembangan gulma daun sempit (rumput).

6) Meracuni tanaman bila salah menggunakannya (Djafaruddin, 1996). 2.3 Aplikasi Pestisida

2.3.1 Teknik aplikasi pestisida :

Adapun teknik aplikasi pestisida dalam bidang pertanian adalah : 1. Ruang Lingkup Teknik Aplikasi Pestisida

Teknik aplikasi atau teknik penggunaan pestisida pertanian mempelajari cara mengaplikasikan pestisida pertanian agar mendapatkan hasil yang optimal dengan resiko sekecil-kecilnya. Adapun penggunaan pestisida harus memperhatikan tiga prinsip penting sebagai berikut.

a. Penggunaan secara legal, yakni penggunaan pestisida pertanian yang tidak bertentangan dengan semua peraturan yang berlaku di Indonesia.


(16)

b. Penggunaan secara benar, yakni penggunaan pestisida sesuai dengan metode aplikasinya, sehingga pestisida yang diaplikasikan mampu menampilkan efikasi atau kemampuan dalam mengendalikan biologisnya yang optimal. c. Penggunaan pestisida secara bijaksana, yakni

1) Penggunaan pestisida yang mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan risiko (risk management), untuk menjamin keselamatan penggunaan, konsumen dan lingkungan

2) Penggunaan pestisida sejalan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT)

3) Penggunaan pestisida yang bijaksana juga berarti penggunaan pestisida yang ekonomis dan efisien.

2. Penentuan Waktu Aplikasi Pestisida

Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi hari sesudah embun hilang karena pada saat tersebut umumnya angin belum bertiup kencang, tidak terlalu kering dan suhu belum terlalu tinggi. Bila keadaan angin memungkinkan, penyemprotan dapat dilakukan pada sore hari (Djojosumarto,2000). .

3. Metode Aplikasi Pestisida di Bidang Pertanian

Menurut Wudianto (2001), dalam bidang pertanian (bercocok tanam), pestisida diaplikasikan dengan berbagai cara. Cara mengaplikasikan pestisida diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Penyemprotan (Spraying)

Adalah penyemprotan pestisida pertanian yang paling banyak dipakai oleh para petani. Diperkirakan 75% penggunaan pestisida dilakukan dengan cara


(17)

disemprotkan, baik penyemprotan didarat (ground spraying) maupun penyemprotan dari udara (aerial spraying). Dalam penyemprotan, larutan pestisida (pestisida ditambah air) dipecah oleh nozzle (cerat,spuyer) atau atomizer yang terdapat dalam alat penyemprot (sprayer) menjadi butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan (formulasi) pestisida yang diaplikasikan dengan cara disemprotkan meliputi WP, EC, EW, WSC, SP, FW, dan WDG. Sedangkan untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah (ultra low volume) digunakan formulasi ULV. Teknik penyemprotan ini termasuk pula pengkabutan ( mist blowing).

b. Pengasapan (Fogging)

Adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan cara penyemprotan biasa adalah pada fogging (thermal fogging, hot fog) campuran pestisida dan solvent (umumnya minyak) dipanaskan sehingga menjadi semacam kabut asap (fog) yang sangat halus. Fogging banyak dilakukan untuk mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan dan pengendalian vektor penyakit dilingkungan (pengendalian nyamuk demam berdarah, malaria).

c. Penghembusan (Dusting)

Adalah aplikasi produk pestisida yang diformulasi sebagai tepung hembus (D, dust) dengan menggunakan alat penghembus (duster). Untuk pemberantasan dibutuhkan cukup banyak bahan agar mengena pada jasad sasaran. Adapun kelemahannya adalah mudah terbawa angin dan tidak


(18)

mengenai sasaran bahkan mencemari atau meracuni serta mudah tercuci oleh air hujan atau air siraman .

d. Penaburan Pestisida Butiran (Granule Distribution, Broadcasting)

Adalah penaburan pestisida butiran (granule distribution, broadcasting) yang merupakan cara khas untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran

(granule). Penaburan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin penabur (granule broadcaster).

e. Perawatan Benih (Seed Dressing, Seed Treatment, Seed Coating)

Adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum benih ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama atau penyakit. Pestisida yang digunakan adalah sediaan (formulasi) SD atau ST . f. Pencelupan (Dipping)

Adalah penggunaan pestisida untuk melindungi bahan tanaman (bibit, cangkokan, stek) agar terhindar dari hama atau penyakit yang mungkin terbawa oleh bahan tanaman tersebut. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bibit atau stek kedalam larutan pestisida.

g. Fumigasi (Fumigation)

Menurut Kartasapoetra (1991), fumigasi adalah aplikasi pestisida fumigant, baik berbentuk padat, cair, maupun gas dalam ruangan tertutup. Umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen (misalnya biji-bijian) dari kerusakan karena hama atau penyakit ditempat penyimpanan. Fumigant dimasukkan kedalam ruangan gudang yang selanjutnya akan membentuk gas (bagi fumigant cair atau padat) beracun untuk membunuh organisme pengganggu tanaman sasaran yang ada dalam ruangan tersebut.


(19)

h. Injeksi (Injection)

Menurut Kartasapoetra (1991), injeksi adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan kedalam batang tanaman, baik dengan alat khusus (injektor atau infus) maupun dengan membor batang tanaman tersebut.Pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar keseluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga organisme pengganggu tanaman sasaran akan terkendali dan juga digunakan untuk sterilisasi tanah. i. Ready Mix Bait (RMB)

Menurut Kartasapoetra (1991), formulasi berbentuk segiempat (blok) besar dengan bobot 300 gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pelet. Formulasi ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.

j. Penyiraman (Drenching, Pouring On)

Adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan disekitar akar tanaman untuk mengendalikan hama atau penyakit didaerah perakaran atau dituangkan pada sarang semut (Djojosumarto, 2000).

2.3.2 Pencampuran Pestisida

Cara pencampuran Pestisida dapat diketahui dengan membaca label pada pak/botol yang tercantum (Sastroutomo,1992). Pencampuran pestisida dalam aplikasinya (tank mix) dapat dilakukan apabila :

1.Sasarannya berbeda

2.Pestisida yang dicampurkan tidak menimbulkan efek buruk

3.Pencampuran dilakukan untuk menimbulkan sinergisme atau memperkuat efikasi pestisida tersebut


(20)

4.Pencampuran, khususnya pada fungisida atau herbisida dapat dilakukan untuk memperluas spektrum pengendaliannya

5.Pencampuran juga dapat dilakukan bila bertujuan untuk memecahkan organisme tanaman pengganggu yang sudah resisten atau untuk mencegah/menunda resistensi (Djojosumarto,2000).

2.3.3 Dosis Pestisida

Dosis adalah jumlah pestisida yang diaplikasikan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman pada setiap satuan luas bidang sasaran, misalnya liter produk pestisida per hektar, kilogram pestisida per hektar dan sebagainya (Harahap 1994). Untuk fumigasi ruangan, dosis adalah jumlah fumigan yang diaplikasikan untuk setiap satuan volume ruang sasaran (liter/m3 ,gram/m3 ). Dosis dapat dinyatakan dalam dosis produk atau dosis bahan aktif. Kadar bahan aktif produk umumnya dapat diperkirakan dari angka-angka yang terdapat dalam nama dagangnya. Kandungan bahan aktif juga dicantumkan dalam label pestisida bersangkutan atau pada petunjuk penggunaan yang menyertainya (Djojosumarto,2000).

2.3.4 Konsentrasi Pestisida

Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang dicampurkan dalam satu liter air (atau bahan pengencer lainnya ) untuk mengendalikan organisme tanaman pengganggu tertentu (Wudianto,2001). Konsentrasi dinyatakan dalam milliliter (ml,cc), produk perliter air (produk cair), gram produk per literair (produk cair), atau persen (produk padat atau cair) ( Djojosumarto,2000).


(21)

Petunjuk Penggunaan Pestisida yang dianjurkan :

Nama Dagang Dosis Volume Semprot Bahan Aktif

Sevin 85 SP 2 gr/l, 100- 200 L/Ha Karbaril

Currater 3 GR 12,75-17 kg/Ha 500-1000 L/Ha Karbofuran

Curracorn 2-4 ml/L 200-400 L/Ha Profenofos

Dafat 75 SP 1-2 gr/L 400 L/Ha Asefat

Roundup 486 SL 3-6 L 500-1000 L/Ha Mansito

Fenval 200 EC 0,25-0,5 ml/L 300-500 L/Ha Fenvalerat

Duppon Lanete 40 SP 1-2 gr/L 450-600 L/Ha Metomil

Metindo 25 WP 1,5-2 gr/L 300-500 L/Ha Metomil

Amnate 150 SC 0,2-0,4 ml/L 400-500 L/Ha Indoxacarb

Antracol 70 WP 1-3 gr/L 300-500 L/Ha Propineb

Score 250 EC 1-2 ml/L 100-200 L/Ha Difenokonazol

2.4Cara Masuk Pestisida ke dalam Tubuh

Beberapa cara masuknya pestisida kedalam tubuh adalah sebagai berikut: 1. Melalui Kulit (Dermal Contamination)

Pestisida yang menempel dipermukaan kulit dapat meresap kedalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Bila terkontaminasi maka yang dilakukan adalah:


(22)

a. Bila kulit terkontaminasi pestisida, buka pakaian kerja yang terkontaminasi dan segera mandi dengan air dan sabun sebanyak mungkin.

b. Keringkan tubuh dengan handuk yang kering dan bersih

c. Bila tubuh yang terkontaminasi sangat luas oleh produk yang sangat berbahaya, usahakan segera mendapatkan pertolongan dokter.

d. Pakaian kerja yang terkontaminasi berat harus dibakar karena sulit untuk dibersihkan secara tuntas. (Djojosumarto,2000).

2. Melalui Hidung (Inhalation)

Keracunan karena partikel pestisida terhisap lewat hidung. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus dapat masuk kedalam paru-paru sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel diselaput lendir hidung atau dikerongkongan. Bila terjadi kontaminasi maka yang dilakukan adalah : a.Pergilah menjauhi tempat kerja dan tidurkan ditempat yang berudara bersih

dan segar.

b.Longgarkan pakaian untuk memudahkan pernapasan.

c.Bila keadaan gawat, penderita harus segera dibawa kedokter atau puskesmas (Wudianto,2001) .

3. Melalui Mulut (Oral)

Dapat terjadi karena makan, minum dan merokok ketika bekerja dengan pestisida. Bila terjadi peristiwa tertelan pestisida, maka tindakan yang harus diambil adalah sebagai berikut :

a. Carilah informasi dari orang yang bersangkutan tentang pestisida apa yang tertelan. Bila yang tertelan adalah produk yang sangat toksik, maka harus segera dilakukan pemuntahan.


(23)

b. Sesudah pemuntahan berhasil, berikan karbon aktif yang khusus untuk penderita keracunan (norit) berikan tiga sendok makan norit yang dilarutkan dalam segelas air

c. Bawa segera penderita keracunan pestisida tersebut kedokter atau puskesmas. Bila penderita tidak sadar, jangan dilakukan pemuntahan. Longgarkan pakaian dan segera bawa kedokter. Bila pernapasan terhenti lakukan pernapasan buatan (Djojosumarto, 2000).

4. Melalui Mata

Dapat terjadi secara kontak langsung dan dapat menghasilkan air mata, pelipatan pada kelopak mata, kontraksi atau pengucupan anak mata, kehilangan fokus, pengaburan penglihatan, dilasi atau pembesaran anak mata. Bila terjadi kontak pada mata maka yang dilakukan adalah :

a.Buka mata dan cuci segera dengan air bersih yang mengalir selama kurang lebih dari 15 menit . Jangan gunakan obat tetes mata lainnya.

b.Tutup mata dengan kain atau kain kassa yang bersih

c.Bila dengan cara tersebut dirasa masih sakit, maka segeralah berobat kedokter (Wudianto, 2001).

2.5Faktor Pertimbangan Dalam Penggunaan Pestisida 2.5.1 Faktor cuaca

1. Gerakan Udara

Gerakan udara mencakup gerakan udara kearah samping (horizontal) yang sehari-hari disebut angin dan gerakan udara keatas (vertikal) atau termal. Angin yang bertiup pelan sangat diperlukan pada aplikasi insektisida dan fungisida untuk membantu menyebarkan droplet semprotan


(24)

kebagian-bagian yang sulit dijangkau oleh semprotan langsung. Misalnya kebagian-bagian dalam kanopi daun dan bagian bawah helaian daun (Djojosumarto, 2000).

2. Presipitasi

Penyemprotan jangan dilakukan jika hari hujan atau diperkirankan akan hujan. Penyemprotan yang segera diikuti oleh hujan akan mengakibatkan pestisida (terutama insektisida , fungisida dan herbisida pasca-tumbuh) tercuci sehingga efikasi berkurang. Kecuali efikasi berkurang, pestisida yang tercuci akan mencemari lingkungan (Djojosumarto, 2000).

3. Kelembapan Udara

Disebagian besar wilayah Indonesia, kelembapan udara umumnya tidak menjadi hambatan bagi aplikasi pestisida, terutama untuk penyempotan didarat. Akan tetapi didaerah beriklim kering atau dimusim kemarau yang ekstrem, kelembapan dapat turun hingga kurang dari 30%. Bila udara kering, droplet semprotan dari formulasi pestisida akan mudah menguap dan hilang tidak mengenai sasaran (Djojosumarto, 2000).

4. Suhu Udara

Suhu udara mempengaruhi gerakan udara keatas (termal atau termik) dan penguapan. Ketika udara sangat panas dan tidak ada angin, udara cenderung bergerak keatas, sehingga droplet yang berukuran sangat halus berpotensi hilang sebagai drift (Djojosumarto, 2000).

2.5.2 Faktor Penggunaan Pestisida

Penggunaan pestisida dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :


(25)

2. Gunakan pestisida yang diperuntukkan bagi organisme pengganggu tanaman sasaran yang diizinkan untuk tanaman yang dimaksud.

3. Sedapat mungkin gunakan pestisida yang spesifik untuk sasaran tertentu, selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme nontarget.

4. Gunakan pestisida yang tidak persisten agar mudah diurai.

5. Gunakan pestisida dengan takaran penggunaan sesuai dengan rekomendasi. Bila mungkin, gunakan pestisida yang takarannya rendah, agar tidak terlalu berat membebani lingkungan.

6. Aplikasikan pestisida dengan volume aplikasi secukupnya.

7. Jangan menyemprot bila hari akan hujan karena pestisida akan tercuci air hujan dan mencemari lingukungan.

8. Jangan mencampur pestisida, mencuci alat-alat aplikasi dan mencuci pakaian kerja yang terkontaminasi diair yang mengalir.

9. Jangan membuang sisa pestisida disembarang tempat.

10.Perhatikan arah angin dan jangan menyemprot bila angin terlalu kuat.

11.Gunakan droplet ukuran sedang untuk segala keperluan penyemprotan. Bila perlu gunakan ukuran droplet sangat halus dan aplikasikan dengan ekstra hati-hati.

12.Jangan membuang bekas kemasan pestisida disembarang tempat. 13.Wadah berupa kertas/karton dan plastik sebaiknya dibakar.

14.Wadah berupa gelas sebaiknya dipecah dan dikubur ditempat yang aman. 15. Kemasan dari kaleng sebaiknya dilubangi, dihancurkan, dan dikubur

ditempat yang aman (Djojossumarto, 2000).


(26)

Untuk menekan resiko dan menghindari dampak negatif penggunaan pestisida bagi petani, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni :

1. Peraturan Perundangan

Banyak peraturan yang mengatur pestisida, termasuk cara penggunaanya serta tindakan keselamatan yang perlu diambil dan dilaksanakan serta ditaati (Mukono,2005).

2. Pendidikan dan Latihan

Pengguna pestisida perlu dibekali informasi yang memadai dan jujur tentang seluk-beluk pestisida dan cara penggunaannya yang legal, benar dan bijaksana. Latihannya dapat disisipkan pada penyuluhan-penyuluhan pertanian (Mukono,2005).

3. Peringatan Bahaya

Setiap kemasan pestisida atau brosur yang menyertainya selalu memuat petunjuk penggunaannya, peringatan bahaya dan petunjuk serta syarat-syarat keselamatan yang harus dipenuhi oleh pengguna (Wudianto,2001).

4. Penyimpanan Pestisida

Pestisida sebaiknya disimpan ditempat khusus dan aman bagi siapapun, terutama anak-anak. Tempat untuk menyimpan pestisida harus terkunci dan tidak mudah dijangkau oleh anak-anak atau bahkan hewan peliharaan (Wudianto, 2001).

5. Tempat Kerja

Tempat kerja untuk mencampur pestisida harus bersih, terang dan berventilasi baik. Pencampuran pestisida harus dilakukan diluar ruangan. Sediakan pasir atau serbuk gergaji dan air didekat tempat kerja yang berfungsi untuk


(27)

menyerap atau membersihkan pestisida yang tumpah dan air yang digunakan untuk mencuci tangan bila terkena pestisida.

6. Kondisi Kesehatan Pengguna

Badan yang sehat, kuat dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan pestisida , tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan.

7. Penggunaan Pakaian/Peralatan Pelindung

Pakaian dan peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah aplikasi selesai. Beberapa peralatan pelindung yang harus digunakan adalah :

a. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh, seperti celana panjang dan dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunnannya rapat.

b. Adanya celemek (appron) yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.

c. Penutup Kepala, misalnya topi lebar atau helm khusus untuk menyemprot. d. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau

sapu tangan.

e. Pelindung mata, misalnya kaca mata, goggle atau face shield f. Sarung tangan yang tidak tembus air.

g. Sepatu boot untuk menyemprot dilahan basah (sawah) serta dilahan kering juga dipergunakan . Ketika menggunakan sepatu boot, ujung celana panjang


(28)

jangan dimasukkan kedalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot (Djojosumarto, 2000).

2.7 Alat Pelindung Diri

2.7.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri, Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang disekelilingnya. Alat pelindung diri sering disebut juga Personal Protective Equipment (PPE). Perlengkapan pelindung pribadi harus digunakan dalam bersamaan dengan kontrol ini untuk memberikan keselamatan dan kesehatan karyawan di tempat kerja. Perlengkapan pelindung pribadi termasuk semua pakaian dan aksesoris pekerjaan lain yang dirancang untuk menciptakan sebuah penghalang terhadap bahaya ditempat kerja.

2.7.2 Jenis Alat Pelindung Diri adalah :

Adapun beberapa jenis alat pelindung diri, diantaranya adalah :

1. Safety Helmet : Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung. Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja pada mesin-mesin yang berputar, topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran mesin bor atau rambut terkena percikan api pada saat mengelas. Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindug kepala dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk mengunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini digunakan untuk


(29)

melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas.

2. Sabuk Keselamatan (safety belt) : Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain). Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower. 3. Sepatu Karet (sepatu boot) : Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di

tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan dilapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan. 4. Sepatu pelindung (safety shoes) : Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit

dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia.

5. Sarung Tangan : Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan. 6. Tali Pengaman (Safety Harness) : Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di

ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.


(30)

7. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff) : Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses): Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas). Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan debu. Berbagai jenis kacamata pengaman mempunyai kegunaan yang berbeda. Kacamata debu berguna melindungi mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda, memahat dan mengebor. Kacamata las berguna melindungi mata dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan retina mata) pada saat melaksanakan pengelasan. Kacamata las dapat dibedakan terutama pada kacanya, antara pekerjaan las asetilin dan las listrik. Kacamata las listrik lebih gelap dibandingkan dengan kacamata las asetilin. Selain kacamata las terdapat juga kedok yang lazim disebut helm las atau kacamata las yang dipadukan dengan topi.

9. Masker (Respirator): Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb) (Achmadi,2008).

10. Pelindung wajah (Face Shield) : Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda, menyemprotkan pestisida)

11. Jas Hujan (Rain Coat) : Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L : Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan)


(31)

2.8 Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

2.8.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, diantaranya adalah :

1) Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).


(32)

4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5) Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) adalah berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2003).

2.8.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadaap objek. Menurut Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen kelompok.


(33)

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak ( tend to behave).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003) .

2.8.3 Tindakan(Practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas serta diperlukan faktor dukungan (support) dari berbagai pihak. Tindakan

( Practice) memiliki beberapa tingkatan, yaitu ;

1) Persepsi (Perception) mengenal dan memilih bebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respon terpimpin (Guided Response) dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3) Mekanisme (Mecanism) dapat diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4) Adopsi (Adoption) adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).


(34)

2.9 Dampak Kesehatan Penggunaan Pestisida

Berdasarkan UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Adapun dampak kesehatan yang disebabkan oleh bahan aktif Pestisida yaitu :

a. Golongan Organofosfat: cara kerjanya bersifat merusak sistem saraf dan bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase (ChE) dan mempengaruhi fungsi hidrolisa asetilkolin. Apabila asetilkolin telah terhidrolisis, pengaruhnya terhadap sel-sel efektor tidak dapat berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Akibatnya asetilkolin akan berkumpul diujung-ujung saraf dan menyebabkan sel-sel efektor menerima sinyal-sinyal yang berterusan. Keracunan akibat senyawa organofosfat akan menyebabkan otot-otot menjadi kejang dan penderita akan menggelepar. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernapasan. Adapun gejala keracunan seperti : pening, gemetar, penglihatan kabur, kepenatan, lemah, mual, kejang , diare , sakit dada, mata berair, air liur banyak keluar, detak jantung menjadi cepat, muntah-muntah. Jika keracunannya sangat serius akan menyebabkan penderita menggelepar, kehilangan refleks dan tidak sadarkan diri.

b. Golongan Organoklorin : kandungan golongan ini bersifat menginduksi enzim didalam hati yang memetabolisme steroid-steroid (salah satu kelompok lemak) dan merangsang hidrosilasi mikrosomal steroid termasuk hormon endrogen dan estrogen juga menghambat enzim karbonat anhidrase yang juga mempengaruhi mineral kalsium (Ca). Golongan ini bersifat karsinogen (memicu timbulnya kanker). Cara kerja racun ini mempengaruhi sistem syaraf


(35)

pusat, misalnya ; DDT, BHC, dieldrin, endosulfan dan klordan. Adapun gejala keracunan seperti : sakit kepala, mual, pusing, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gemetar, gugup, kejang-kejang dan hilangnya kesadaran (Sastroutomo, 1992).

c. Golongan Karbamat : menurut Kemenkess RI, 2012 bahan aktif ini bila masuk kedalam tubuh akan menghambat enzim kholinesterase, namun bersifat reversible ( pulih kembali ) sehingga relatif aman dibandingkan organoposphat. Cara kerja senyawa golongan ini menyerupai golongan organofosfat. Karena senyawa karbamat mudah terurai maka pengaruhnya terhadap kolinesterase tidak berlarutan. Adapun sejalanya sama yang seperti golongan organofosfat yaitu : pening , gemetar, penglihatan kabur, kepenatan, lemah, mula, kejang , diare, sakit dada, mata berair, air liur banyar keluar, detak jantung menjadi cepat, muntah-muntah (Sastroutomo, 1992).

d. Golongan/Senyawa Bipiridilium : Adapun gejala keracunan yang terjadi pada bahan aktif Bipiridilium seperti : 1-3 jam akan timbul sakit perut, mual, muntah dan diare, 2-3 hari akan terjadi kerusakan ginjal yang ditandai dengan albunuria, proteinnura, haematuria ( urin mengandung darah ) karena ginjalnya rusak dan peningkatan kreatinin lever serta kerusakan pada paru-paru akan terjadi antara 3-24 hari berikutnya (Isnaini, 2006).

e. Golongan Arsen : Umumnya masuk dalam tubuh melalui mulut, walaupun bisa juga terserap kulit dan terhisap pernapasan. Cara kerjanya yaitu meracuni sel-sel serta mempengaruhi fungsi enzim-enzim tertentu dan memperlambat fungsi tubuh. Adapun gejala keracunan seperti : tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, diare, tekanan darah turun, pening sedangkan keracunan


(36)

semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah (Sastroutomo, 1992).

f. Golongan Antikoagulan : Senyawa golongan ini mencegah pembekuan darah . Gejalanya akan terlihat jika senyawa ini terminum dan jika tertelan dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kematian. Selain mencegah pembekuan darah, senyawa ini juga merusak serabut- serabut pembuluh darah. Adapun gejala keracunan seperti : nyeri punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, pendarahan hidung dan gusi, kulit berbintik-bintik merah, air seni dan tinja berdarah, lebam disekitar lutut, siku dan pantat serta kerusakan ginjal (Wudianto, 1999).


(37)

2.10 Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK PETANI Umur

Jenis Kelamin Pendidikan

Frekuensi pemakaian Pestisida Waktu pemakaian Pestisida

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida

Pengetahuan Sikap Tindakan

KELUHAN KESEHATAN

PETANI

KARAKTERISTIK PESTISIDA

Formula Jenis Golongan Dosis


(1)

4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5) Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) adalah berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2003).

2.8.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadaap objek. Menurut Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen kelompok.


(2)

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak ( tend to behave).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003) .

2.8.3 Tindakan(Practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas serta diperlukan faktor dukungan (support) dari berbagai pihak. Tindakan

( Practice) memiliki beberapa tingkatan, yaitu ;

1) Persepsi (Perception) mengenal dan memilih bebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respon terpimpin (Guided Response) dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3) Mekanisme (Mecanism) dapat diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4) Adopsi (Adoption) adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).


(3)

2.9 Dampak Kesehatan Penggunaan Pestisida

Berdasarkan UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Adapun dampak kesehatan yang disebabkan oleh bahan aktif Pestisida yaitu :

a. Golongan Organofosfat: cara kerjanya bersifat merusak sistem saraf dan bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase (ChE) dan mempengaruhi fungsi hidrolisa asetilkolin. Apabila asetilkolin telah terhidrolisis, pengaruhnya terhadap sel-sel efektor tidak dapat berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Akibatnya asetilkolin akan berkumpul diujung-ujung saraf dan menyebabkan sel-sel efektor menerima sinyal-sinyal yang berterusan. Keracunan akibat senyawa organofosfat akan menyebabkan otot-otot menjadi kejang dan penderita akan menggelepar. Pestisida ini masuk kedalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernapasan. Adapun gejala keracunan seperti : pening, gemetar, penglihatan kabur, kepenatan, lemah, mual, kejang , diare , sakit dada, mata berair, air liur banyak keluar, detak jantung menjadi cepat, muntah-muntah. Jika keracunannya sangat serius akan menyebabkan penderita menggelepar, kehilangan refleks dan tidak sadarkan diri.

b. Golongan Organoklorin : kandungan golongan ini bersifat menginduksi enzim didalam hati yang memetabolisme steroid-steroid (salah satu kelompok lemak) dan merangsang hidrosilasi mikrosomal steroid termasuk hormon endrogen dan estrogen juga menghambat enzim karbonat anhidrase yang juga mempengaruhi mineral kalsium (Ca). Golongan ini bersifat karsinogen (memicu timbulnya kanker). Cara kerja racun ini mempengaruhi sistem syaraf


(4)

pusat, misalnya ; DDT, BHC, dieldrin, endosulfan dan klordan. Adapun gejala keracunan seperti : sakit kepala, mual, pusing, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gemetar, gugup, kejang-kejang dan hilangnya kesadaran (Sastroutomo, 1992).

c. Golongan Karbamat : menurut Kemenkess RI, 2012 bahan aktif ini bila masuk kedalam tubuh akan menghambat enzim kholinesterase, namun bersifat reversible ( pulih kembali ) sehingga relatif aman dibandingkan organoposphat. Cara kerja senyawa golongan ini menyerupai golongan organofosfat. Karena senyawa karbamat mudah terurai maka pengaruhnya terhadap kolinesterase tidak berlarutan. Adapun sejalanya sama yang seperti golongan organofosfat yaitu : pening , gemetar, penglihatan kabur, kepenatan, lemah, mula, kejang , diare, sakit dada, mata berair, air liur banyar keluar, detak jantung menjadi cepat, muntah-muntah (Sastroutomo, 1992).

d. Golongan/Senyawa Bipiridilium : Adapun gejala keracunan yang terjadi pada bahan aktif Bipiridilium seperti : 1-3 jam akan timbul sakit perut, mual, muntah dan diare, 2-3 hari akan terjadi kerusakan ginjal yang ditandai dengan albunuria, proteinnura, haematuria ( urin mengandung darah ) karena ginjalnya rusak dan peningkatan kreatinin lever serta kerusakan pada paru-paru akan terjadi antara 3-24 hari berikutnya (Isnaini, 2006).

e. Golongan Arsen : Umumnya masuk dalam tubuh melalui mulut, walaupun bisa juga terserap kulit dan terhisap pernapasan. Cara kerjanya yaitu meracuni sel-sel serta mempengaruhi fungsi enzim-enzim tertentu dan memperlambat fungsi tubuh. Adapun gejala keracunan seperti : tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, diare, tekanan darah turun, pening sedangkan keracunan


(5)

semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah (Sastroutomo, 1992).

f. Golongan Antikoagulan : Senyawa golongan ini mencegah pembekuan darah . Gejalanya akan terlihat jika senyawa ini terminum dan jika tertelan dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kematian. Selain mencegah pembekuan darah, senyawa ini juga merusak serabut- serabut pembuluh darah. Adapun gejala keracunan seperti : nyeri punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, pendarahan hidung dan gusi, kulit berbintik-bintik merah, air seni dan tinja berdarah, lebam disekitar lutut, siku dan pantat serta kerusakan ginjal (Wudianto, 1999).


(6)

2.10 Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK PETANI Umur

Jenis Kelamin Pendidikan

Frekuensi pemakaian Pestisida Waktu pemakaian Pestisida

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida

Pengetahuan Sikap Tindakan

KELUHAN KESEHATAN

PETANI

KARAKTERISTIK PESTISIDA

Formula Jenis Golongan Dosis


Dokumen yang terkait

Hubungan Personal Hygiene dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Petani Dengan Infeksi Cacing di Desa Paribun Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2004

2 46 76

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

5 44 184

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

1 3 16

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 2

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

0 0 5

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014

0 2 2

Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Dan Alat Pelindung Diri (Apd) Serta Keluhan Kesehatan Petani Di Desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2014 Appendix

0 0 74

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 15

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

0 0 2

Personal Hygiene, Alat Pelindung Diri (APD) serta keluhan penyakit kulit pada petani di Desa Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

1 3 6