Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi

(1)

2.1 Kerangka Teori

Wilbur Schramm mengatakan teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan dari padanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi perilaku (Effendy, 2004 : 41). Setiap penelitian membutuhkan landasan berpikir dalam memecahkan masalahnya dan menyelesaikannya. Dengan demikian, perlu disusun kerangka teori yang akan menuntun peneliti untuk mengetahui dari sudut mana peneliti akan menyoroti masalah penelitian. Dalam penelitian ini teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi Antarbudaya, Dinamika Komunikasi Antarbudaya, Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya, dan Komunikasi Antarpribadi.

2.1.1 Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi Antarbudaya merupakan bentuk kegiatan yang berkaitan erat dengan bagaimana aktivitas kebudayaan dan komunikasi saling berkaitan. Komunikasi mempengaruhi aktivitas kebudayaan dan aktivitas kebudayaan dapat berjalan dengan baik melalui komunikasi. Pada dasarnya kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti “budi” dan “akal”. Secara singkat dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Secara formal, budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat, 2005:18).

Berdasarkan pengertian tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah semua kebiasaan, adat istiadat, nilai dan norma,


(2)

kepercayaan dan pengetahuan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat yang mungkin berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang dimilikinya untuk pesan, dan kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sehingga, bila budaya beraneka ragam, maka praktik-praktik komunikasi juga akan beraneka ragam (Mulyana dan Rakhmat, 2005:19)

Kebudayaan erat kaitannya dengan komunikasi sehingga komunikasi antarbudaya penting dipelajari sebagai acuan ketika berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya, dalam keterlibatan suatu konferensi internasional di mana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan, Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya. Banyak pengertian komunikasi antarbudaya yang dijelaskan oleh para ahli, Liliweri (2003) menjelaskan beberapa pengertian lain komunikasi antarbudaya menurut para ahli (Lubis, 2012:12-13), yaitu:

a. Sitaram (1970) : Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan.

b. Stephen Daal dari Luton University : Komunikasi antarbudaya yaitu komunikasi dalam masyarakat yang tidak saja berlangsung dalam dua atau lebih aktor dari kebangsaan yang berbeda (Purwasito, 2003:124).

c. Samovar dan Porter (2003) : Komunikasi antarbudaya terjadi ketika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh kelompoknya.

d. Carley H.Dood (1982) : Komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda.


(3)

e. Lustig dan Koester (1993), “Intercultural Communication Competence”, mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan (Liliweri, 2003:11).

f. Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss (1983:362), komunikasi antarbudaya terjadi di antara orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu).

Pengertian-pengertian komunikasi antarbudaya yang telah disebutkan sebelumnya menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara orang yang berbeda budaya satu dengan lainnya. Pendapat para ahli tersebut juga menekankan perbedaan budaya sebagai faktor penentu dalam kegiatan komunikasi antarbudaya. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan dari komunikator kepada komunikan dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda.

Di dalam komunikasi antarbudaya terdapat beberapa prinsip yang penting untuk dipahami ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Tiga prinsip penting dalam komunikasi antarbudaya yang dikemukakan oleh Sarbaugh (dalam Tubbs dan Moss, 2005:240) , yaitu:

1. Sistem sandi bersama, yang terdiri dari 2 aspek, verbal dan non verbal. Semakin sedikit persamaan sandi yang terbentuk, semakin sedikit komunikasi yang terjalin.

2. Kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respons.

3. Tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai budaya lain berdasarkan nilai-nilai budaya yang kita miliki akan mempengaruhi efektivitas komunikasi yang akan terjadi.


(4)

Prinsip komunikasi antarbudaya tersebut menjelaskan apa-apa saja yang menjadi dasar ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut, akan menjelaskan hal apa saja yang dapat menjadi hambatan ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dan apa sebabnya. Ketika kita memahami prinsip tersebut, maka kita akan lebih memahami bagaimanakah komunikasi antarbudaya itu dan apa yang dapat dilakukan supaya komunikasi antarbudaya berjalan dengan baik (efektif). Berkaitan dengan hal tersebut, banyak ahli yang memberikan pendapatnya tentang bagaimana suatu komunikasi antarbudaya disebut efektif. Namun untuk mendapatkan satu pengertian agar dapat dipahami bersama, maka dapat dikatakan efektivitas komunikasi antarbudaya (dalam Liliweri, 2004 : 257) , meliputi:

1. Kemampuan seseorang untuk menyampaikan semua maksud atau isi hati secara profesional sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dia tampilkan secara prima.

2. Kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara baik, misalnya mampu mengalihbahasakan semua maksud dan isi hatinya secara tepat, jelas dalam suasana yang bersahabat.

3. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan kebudayaan pribadinya dengan kebudayaan yang sedang diahadapinya meskipun dia harus menghadapi berbagai tekanan dalam proses adaptasi tersebut.

4. Kemampuan seseorang untuk memberikan fasilitas atau jaminan bahwa dia bisa menyesuaikan diri atau bisa mengelola tekanan kebudayaan lain terhadap dirinya.

2.1.2 Dinamika Komunikasi Antarbudaya

Di dalam perjalanan waktu dan transformasi multikultur, diibaratkan jika P berinteraksi dengan X dan Q akan lahir kultur dan sub kultur baru yaitu R. Demikian seterusnya komunikan dalam masyarakat multikultur terus berproses tanpa henti untuk menciptakan kultur yang lebih maju dan progresif. Hal inilah yang disebut dinamika multikultur. Itulah sebabnya, kebudayaan berisi tentang cerita perubahan-perubahan, kisah manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Purwasito, 2003:138-139)


(5)

Komunikasi yang berlangsung di antara individu yang berbeda latar belakang budaya mengalami banyak hambatan yang disadari atau tidak disadari. Dengan demikian terlihat adanya dinamika antara peserta yang berkomunikasi tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan (Lubis, 2012:45-52), yaitu:

1. Komunikasi Bersifat Dinamis

Komunikasi bersifat dinamis maksudnya ialah komunikasi merupakan aktivitas orang-orang yang berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dan mengalami perubahan pola-pola, pesan dan saluran. Hal ini disebabkan oleh saling mempengaruhi di antara komunikator dengan komunikan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ekonomi, situasi harmonis dan disharmonis yang berpengaruh terhadap norma dan nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.

Dinamika komunikasi yang berlangsung ini menyebabkan munculnya persoalan dalam keberagaman budaya, seperti muncul berbagai konflik antar suku, bangsa, agama maupun status sosial ekonomi. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya sebuah pemikiran bagaimana mengakomodasi komunikasi antarbudaya tersebut agar berlangsung dengan efektif.

2. Komunikasi Bersifat Interaktif

Komunikasi tidak hanya melibatkan 2 atau 3 orang, melainkan melibatkan beberapa kelompok, organisasi, publik maupun massa. Ketika berkomunikasi, individu maupun kelompok baik ketika menjadi komunikator ataupun komunikan dipengaruhi oleh pengalaman yang berbeda, latar belakang yang berbeda, dan kepribadian yang unik.

3. Komunikasi Bersifat Irreversibel

Komunikasi bersifat irreversibel maksudnya pesan tidak dapat ditarik kembali setelah disampaikan. Sekali penerima telah dipengaruhi oleh pesan pertama, pengaruh dari pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali meskipun dilakukan koreksi melalui penyampaian pesan yang baru. Oleh karena itu,


(6)

perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain.

Gudykunst dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang kita kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap:

1. Pro kontra atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi) 2. Initial contact and impression yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang

muncul dari kontak awal tersebut.

3. Closure, yaitu mulai membuka diri dari yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku atau tindakan kita.

4. Komunikasi Selalu Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial

Faktor lingkungan fisik dianggap mempengaruhi proses komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh konteks sosial menjadi sangat dominan dalam kehidupan paternalistik dan tradisional seperti Jawa dan Asia pada umumnya. Konteks sosial ini agak melemah ketika berada dalam masyarakat egaliter dan demokrasi yang tinggi seperti Amerika Serikat.

2.1.3 Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya

Secara sederhana, kata Harmonisasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercapai keselarasan dan kedamaian tanpa ada perselisihan dan ketidaksepahaman. Dalam sebuah tatanan masyarakat sangat diperlukan sebuah harmonisasi struktur, baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dua hal yang menjadi kata kunci adalah faktor suprastruktur dan infrastruktur. Dalam perspektif budaya, kedua faktor ini memiliki relevansi dengan pemaknaan manusia atas karyanya, bahwa manusia mengkonstruksi kebudayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Benjamin Akzin, (1964) (Attamimi, 1991) dalam struktur norma yang termasuk suprastruktur adalah norma hukum publik, sedangkan yang infrastruktur meliputi norma hukum keperdataan dan hukum perikatan.


(7)

Untuk mencapai suatu keadaan yang harmonis, maka dibutuhkan komunikasi antarbudaya yang efektif. Proser dalam Syahra (1983) menyatakan komunikasi antarbudaya juga merupakan komunikasi antarpribadi pada tingkat individu dari anggota kelompok-kelompok budaya yang berbeda, oleh karena itu efektivitas komunikasi antarbudaya pun sama dengan efektivitas komunikasi antarpribadi (Liliweri, 2001:170). DeVito (1978) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi ( dalam Liliweri, 2001:173-174), yakni:

1. Keterbukaan.

Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu.

2. Sikap Empati.

Sikap empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri.

3. Perasaan Positif.

Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan tertantang).

4. Memberikan Dukungan.

Memberikan dukungn ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang.


(8)

5. Memelihara Keseimbangan.

Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan bertindak

2.1.4 Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan proses komunikasi antarpribadi dengan ciri komunikator dan komunikan berada dalam suasana yang dekat. Dalam komunikasi antarpribadi juga terdapat adanya diskusi atau pembicaraan (discourse) dan terdapat tingkat keterhubungan (relationship). Banyak pengertian komunikasi antarpribadi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya, yaitu menurut R. Wayne Pace (1979), “interpersonal communication is communication involving two or more in a face setting”, yaitu suatu proses tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih (Lubis, 2011:32;138). Everett M Rogers menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dari mulut ke mulut yang terjadi di dalam interaksi tatap muka antara beberapa individu (Wiryanto, 2004:35). Menurut Joseph.A. Devito, komunikasi antarpribadi adalah “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam satu pertemuan, misalnya komunikasi di antara penyaji makalah dengan salah satu peserta di dalam seminar (Efendy. 2003:60). Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi (non media massa), seperti telepon. Dalam tataran antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara. Efek komunikasi antarpribadi merupakan yang paling kuat di antara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah


(9)

laku (efek konatif) dari komunikannya, memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal, serta segera merubah atau menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif (Vardiansyah, 2004:30-31).

Komunikasi antarpribadi dianggap lebih ampuh dalam merubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan dibandingkan dengan bentuk –bentuk komunikasi lainnya. Hal ini dikarenakan oleh komunikasi antarpribadi yang berlangsung secara tatap muka. Ketika anda berkomunikasi dengan komunikan secara bertatap muka, maka akan terjadi kontak pribadi di mana anda akan langsung mengetahui tanggapan komunikan terhadap ekspresi wajah, gaya berbicara dan pesan yang anda sampaikan.

Adapun ciri-ciri komunikasi antar pribadi menurut Rogers (Depari dan Mc Andrews, 1995:17-18) adalah: 1). Arus pesan cenderung dua arah, 2). Konteks komunikasinya dua arah, 3). Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi, 4). Kemampuan menghadapi tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi, 5). Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relative lambat, dan 6). Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap (Wiryanto, 2004: 34-35).

Menurut Widjaja (2000) sebagai komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antar pribadi (dalam Lubis, 2011:138) adalah sebagai berikut.

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu cara untuk mengenal diri sendiri. Melalui komunikasi antarpribadi, kita memiliki kesempatan untuk membicarakan diri kita sendiri yaitu dengan cara membicarakan diri kita kepada orang lain. Dengan membicarakan tentang diri kita kepada orang lain, maka kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sehingga kita akan lebih memahami diri kita sendiri. Selain untuk mengenal diri kita sendiri, melalui komunikasi antarpribadi kita juga akan mengetahui nilai, sikap, dan perilaku orang lain.

2. Mengetahui dunia luar

Melalui interaksi antarpribadi, kita akan lebih mengetahui informasi seputar objek, kejadian-kejadian, dan orang lain sehingga kita dapat memahami


(10)

ligkungan kita dengan lebih baik. Namun pada asumsinya, nilai, keyakinan, sikap dan perilaku kita banyak dipengaruhi oleh komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan media massa dan pendidikan formal.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

Manusia merupakan mahluk sosial, dimana mereka ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain setiap harinya. Oleh karena itu, banyak waktu dalam komunikasi antarpribadi digunakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antarpribadi kita sering menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya, banyak yang kita gunakan untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi, seperti memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya.

5. Bermain dan mencari hiburan

Pembicaraan-pembicaraan mengenai kesenangan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Meskipun sering dianggap tidak penting, komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena akan memberikan suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Ketika teman kita menghadapi suatu masalah atau persoalan, kita sering memberikan nasehat-nasehat dan saran untuk menyelesaikannya. Dengan adanya hal tersebut, dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi memiliki tujuan untuk membantu orang lain.

Komunikasi antarpribadi harus berjalan dengan baik agar tujuannya tercapai. Ketika tujuan-tujun komunikasi antarpribadi dapat tercapai, maka komunikasi antarpribadi tersebut dapat dikatakan efektif. DeVito (1978) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 2001:173-174), yakni:


(11)

1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan Dukungan 5. Memelihara Keseimbangan.

Berdasarkan sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibagi menjadi komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi triadik (triadic communication). Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni, seorang komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikan yang menerima pesan. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan tersebut, sehingga dialog yang terjadi lebih intens. Sedangkan komunikasi triadik, adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dengan dua orang komunikan, dimana kedua komunikan memusatkan perhatiannya kepada komunikator dan komunikasi yang terjadi di antara mereka secara timbal balik dari masing-masing komunikan kepada komunikator.

2.2 Kerangka Konsep

Burhan Bungin menyatakan konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001:73). Maka model teoritis dari kerangka konsep yang akan diteliti yaitu

Gambar 2.1 Model Teoritis

Variabel Hubungan Harmonis Variabel Komunikasi


(12)

2.3 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka operasional variabel dalam penelitian ini, yaitu:

Variabel Teoritis Operasional Variabel

Variabel Komunikasi Antarbudaya 1. Dinamis 2. Interaktif 3. Irreversibel

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial

Variabel Hubungan Harmonisasi 1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan dukungan 5. Memelihara keseimbangan Karakteristik Responden 1. Usia

2. Suku

3. Jenis kelamin 4. Agama 5. Jurusan

2.4Defenisi Operasional 1. Variabel Komunikator

1. Dinamis : Berlangsung secara terus menerus dan berubah-ubah. Komunikasi tidak pernah statis dan selalu bergerak. Setiap kita bertemu dengan orang yang berbeda, maka kita akan menyesuaikan gaya komunikasi kita dengan komunikan, bahkan ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berbeda latarbelakang budaya dengan kita, dapat memunculkan kebudayaan baru.


(13)

2. Interaktif : melibatkan tidak hanya 2 atau 3 orang tetapi juga melibatkan kelompok dan massa. Komunikasi tidak hanya berlangsung pada beberapa orang dan kelompok kecil saja, tetapi juga dapat berlangsung dalam konteks kelompok dan melibatkan massa yang banyak.

3. Irreversibel : pesan tidak dapat ditarik kembali setelah disampaikan. Ketika kita sudah menyampaikan pesan kepada seseorang, pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Meskipun kita meralat pesan tersebut, yang ditangkap oleh komunikan tetaplah pesan yang pertama kali kita sampaikan.

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial : berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi tidak dapat terlepas dari kehidupan kita sebagai individu maupun kehidupan sosial kita. Kita selalu berkomunikasi di mana pun kita berada dan hal apa pun yang kita lakukan mengacu kepada sebuah pesan.

2. Variabel Komunikan

1. Keterbukaan. Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, sangat dibutuhkan sifat keterbukaan. Karena hal tersebut penting untuk memahami komunikan dan kelancaran pesan yang kita sampaikan. Jika kita tidak saling terbuka, tujuan dari pesan yang kita sampaikan akan sulit dipahami oleh komunikan, begitu juga sebaliknya.

2. Sikap Empati, ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri. Jika dalam berkomunikasi kita mampu bersifat empati, maka


(14)

komunikasi yang kita jalin dapat berjalan dengan lancar karena di antara kounikator dan komunikan terdapat sikap saling memahami.

3. Perasaan Positif, ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan tertantang). Ketika kita berkomunikasi dengan perasaan yang positif, maka pesan dapat tersampaikan dari komunikator kepada komunikan karena tidak ada perasaan curiga atupun tidak percaya dari kedua belah pihak.

4. Memberikan Dukungan, ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang. Ketika keadaan saling mendukung tercipta ketika kita berkomunikasi, maka kita dapat menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan dengan baik, karena kita merasa diterima dan dihargai oleh komunikan.

5. Memelihara Keseimbangan, ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan bertindak. Ketika kita berkomunikasi, hendaknya antara komunikator dengan komunikan memiliki kesempatan yang sama untuk mendengar dan didengar agar komunikai dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan konflik.

3. Karakteristik responden

1. Usia : satuan waktu yang mengukur waktu keberadan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Pada penelitian ini dibatasi pada usia 18-22 tahun.

2. Suku : unit sosial adat tertinggi, yang terdiri dari satu atau lebi penelitian ini suku yang akan diteliti yaitu: suku batak (termasuk toba, karo, mandailing, tapanuli, dan pak-pak), suku jawa, suku padang, suku aceh, sunda, melayu, nias dan tionghoa.

3. Jenis Kelamin : kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suat sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya pros mempertahankan keberlangsungan spesies itu.


(15)

4. Agama : sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.


(1)

ligkungan kita dengan lebih baik. Namun pada asumsinya, nilai, keyakinan, sikap dan perilaku kita banyak dipengaruhi oleh komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan media massa dan pendidikan formal.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

Manusia merupakan mahluk sosial, dimana mereka ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain setiap harinya. Oleh karena itu, banyak waktu dalam komunikasi antarpribadi digunakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antarpribadi kita sering menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya, banyak yang kita gunakan untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi, seperti memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya.

5. Bermain dan mencari hiburan

Pembicaraan-pembicaraan mengenai kesenangan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Meskipun sering dianggap tidak penting, komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena akan memberikan suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Ketika teman kita menghadapi suatu masalah atau persoalan, kita sering memberikan nasehat-nasehat dan saran untuk menyelesaikannya. Dengan adanya hal tersebut, dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi memiliki tujuan untuk membantu orang lain.

Komunikasi antarpribadi harus berjalan dengan baik agar tujuannya tercapai. Ketika tujuan-tujun komunikasi antarpribadi dapat tercapai, maka komunikasi antarpribadi tersebut dapat dikatakan efektif. DeVito (1978) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 2001:173-174), yakni:


(2)

1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan Dukungan 5. Memelihara Keseimbangan.

Berdasarkan sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibagi menjadi komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi triadik (triadic communication). Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni, seorang komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikan yang menerima pesan. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan tersebut, sehingga dialog yang terjadi lebih intens. Sedangkan komunikasi triadik, adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dengan dua orang komunikan, dimana kedua komunikan memusatkan perhatiannya kepada komunikator dan komunikasi yang terjadi di antara mereka secara timbal balik dari masing-masing komunikan kepada komunikator.

2.2 Kerangka Konsep

Burhan Bungin menyatakan konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001:73). Maka model teoritis dari kerangka konsep yang akan diteliti yaitu

Gambar 2.1 Model Teoritis

Variabel Hubungan Harmonis Variabel Komunikasi


(3)

2.3 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka operasional variabel dalam penelitian ini, yaitu:

Variabel Teoritis Operasional Variabel

Variabel Komunikasi Antarbudaya 1. Dinamis 2. Interaktif 3. Irreversibel

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial

Variabel Hubungan Harmonisasi 1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan dukungan 5. Memelihara keseimbangan Karakteristik Responden 1. Usia

2. Suku

3. Jenis kelamin 4. Agama 5. Jurusan

2.4Defenisi Operasional

1. Variabel Komunikator

1. Dinamis : Berlangsung secara terus menerus dan berubah-ubah. Komunikasi tidak pernah statis dan selalu bergerak. Setiap kita bertemu dengan orang yang berbeda, maka kita akan menyesuaikan gaya komunikasi kita dengan komunikan, bahkan ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berbeda latarbelakang budaya dengan kita, dapat memunculkan kebudayaan baru.


(4)

2. Interaktif : melibatkan tidak hanya 2 atau 3 orang tetapi juga melibatkan kelompok dan massa. Komunikasi tidak hanya berlangsung pada beberapa orang dan kelompok kecil saja, tetapi juga dapat berlangsung dalam konteks kelompok dan melibatkan massa yang banyak.

3. Irreversibel : pesan tidak dapat ditarik kembali setelah disampaikan. Ketika kita sudah menyampaikan pesan kepada seseorang, pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Meskipun kita meralat pesan tersebut, yang ditangkap oleh komunikan tetaplah pesan yang pertama kali kita sampaikan.

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial : berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi tidak dapat terlepas dari kehidupan kita sebagai individu maupun kehidupan sosial kita. Kita selalu berkomunikasi di mana pun kita berada dan hal apa pun yang kita lakukan mengacu kepada sebuah pesan.

2. Variabel Komunikan

1. Keterbukaan. Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, sangat dibutuhkan sifat keterbukaan. Karena hal tersebut penting untuk memahami komunikan dan kelancaran pesan yang kita sampaikan. Jika kita tidak saling terbuka, tujuan dari pesan yang kita sampaikan akan sulit dipahami oleh komunikan, begitu juga sebaliknya.

2. Sikap Empati, ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri. Jika dalam berkomunikasi kita mampu bersifat empati, maka


(5)

komunikasi yang kita jalin dapat berjalan dengan lancar karena di antara kounikator dan komunikan terdapat sikap saling memahami.

3. Perasaan Positif, ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan tertantang). Ketika kita berkomunikasi dengan perasaan yang positif, maka pesan dapat tersampaikan dari komunikator kepada komunikan karena tidak ada perasaan curiga atupun tidak percaya dari kedua belah pihak.

4. Memberikan Dukungan, ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang. Ketika keadaan saling mendukung tercipta ketika kita berkomunikasi, maka kita dapat menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan dengan baik, karena kita merasa diterima dan dihargai oleh komunikan.

5. Memelihara Keseimbangan, ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan bertindak. Ketika kita berkomunikasi, hendaknya antara komunikator dengan komunikan memiliki kesempatan yang sama untuk mendengar dan didengar agar komunikai dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan konflik.

3. Karakteristik responden

1. Usia : satuan waktu yang mengukur waktu keberadan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Pada penelitian ini dibatasi pada usia 18-22 tahun.

2. Suku : unit sosial adat tertinggi, yang terdiri dari satu atau lebi penelitian ini suku yang akan diteliti yaitu: suku batak (termasuk toba, karo, mandailing, tapanuli, dan pak-pak), suku jawa, suku padang, suku aceh, sunda, melayu, nias dan tionghoa.

3. Jenis Kelamin : kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suat sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya pros mempertahankan keberlangsungan spesies itu.


(6)

4. Agama : sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.