PENGERTIAN ILMU KALAM DAN RUANG LINGKUP

PENGERTIAN ILMU KALAM DAN RUANG LINGKUP ILMU
KALAMA.
Pengertian
Ilmu Kalam adalah salah satu bentuk ilmu keislaman
Kajian dalam ilmu kalam terfokus pasa aspek ketuhanan
atau bentuk karena itu disebut dialetika (hasil pemikiran
dan pendapat yang berkaitan) dan teologi rasional.
Secara harfiah kata kalam artinya pembicaraan tetapi
bukan dalam arti pembicaraan sehari-hari (omongan)
melainkan pembicaraan yang bernalar dan logika (akal).
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana
menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan
(agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu Kalam
adalah Ilmu yang membahas soal-soal keimanan yang
sering juga disebut Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuluddin.
1. Rasionalitas
2. Logis
Beberapa ulama memberikan pendapat yang berbedabeda sesuai dengan argument mereka masing-masing
tentang definisi Ilmu Kalam :
Menurut Al-‘iji Ilmu Kalam adalah Ilmu yang memberi
kemampuan untuk menetapkan aqidah agama (Islam)

dengan mengajukan argument untuk melenyapkan
keraguan-keraguan.
Menurut Ibnu Khaldun Ilmu Kalam adalah Ilmu yang
mengandung argument-argument rasional untuk membela
Aqidah-aqidah Imanya dan mengandung penolakan
terhadap golongan bid’ah (perbuatan-perbuatan baru
tanpa contoh) yang didalam aqidah menyimpang dari
mazhab salah dan ahli sunnah.
Menurut Fu’at Al-Ahwani Ilmu Kalam adalah memperkuat
aqidah agama dengan ajaran-ajaran yang rasional.

Sumber utama ilmu kalam adlah Al- Qur'an dan
Hadist Rasulullah SAW. yang berisi tentang
penjelasan tentang wujud Allah, keesaan-Nya , dan
persoalan-persoalan lainnya.
Ilmu kalam sebagai disiplin ilmu , baru muncul
setelah Rasullah saw. wafat. Banyak sumber yang
menyebutkan bahwa munculnya ilmu kalam adalah
berawal dari persoalan politik. Persoalan politik
yang paling hangat yang telah menimbulkan

munculnya ilmu ini adalah perang saudara antara
kelompok Ali bin Abu Thalib melawan kelompok
Muawiyah bin Abi Sofyan. BErawal dari inilah
muncul beberapa kelompok yang mempersoalkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan Tuhan.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah munculnya ilmu kalam terdapat dua
aliran pokok, yaitu aliran rasional dan tradisional.
Aliran rasional di cetuskan oleh kaum Muktazilah
dengan tokohnya Abu Huzil Al-Allaf, An-Nazzam,
Muamar bin Abbad, Al- Jahiz Abu Usman bin Bahar,
dan Al- Jubba'i. Tokoh-tokoh kaum Muktazilah ini
telah mempelajari dan memanfaatkan fi lsafat
dalam menangkis argumen-argumen fi losofi s yang
dikemukakan oleh lawan mereka.
Akal, menurut aliran Muktazilah dapat mengetahui
adanya Allah, kewajiban berterima kasih kepada
Allah, perbedaan antara yang baik dan jahat, serta
kewajiban manusia untuk melakukan kebaikan dan
menjauhi kejelekan.

Dengan demikian akal dalam aliran ini menempati
kedudukan paling tinggi. Di pihak lain aliran
tradisional tidak memberikan kedudukan dan
kemampuan terhadap akal. Hal ini disebabkan
sebelum lahirnya agama, kemampuan akal hanya
terbatas mengetahui adanya Allah dan untuk
mengetahui selain itu adalah di luar kemampuan
akal.Kaum Asy'ariah termasuk yang mempelopori

aliran tradisional dengan tokoh-tokohnya, antara
lain Al-Baqilani, Al- Juwaini dan Al- Gazaali.
Selain dua aliran tersebut, terdapat aliran lain,
yaitu aliran Maturidiah. Aliran ini mencoba
menempuh jalan tengah dari kedua aliran pokok di
atas. Meskipun kurang populer aliran ini banyak
dianut oleh masyarakat muslim.
PENGARUH SOSIAL POLITIK TERHADAP ILMU KALAM
Pada masa awak Khulafaur Rasyidin, umat islam
tetap berpegang teguh pada pangkal aqidah yang
diwarisi dari masa nabi Muhammad saw., meskipun

pada masa itu muncul persoalan yang menimbulkan
pertentangan diantara umat islam, yaitu masalah
khilafah. Perbedaan pendapat ini masih belum
menonjol ke masalah politik. Selain itu,
pembahasan yang menyangkut aqidah secara
ilmiah pada masa tersebut belum menonjol karena
kesibukan dalam menghadapi musuh dalam
mempertahankan keutuhan kesatuan umat.
A.
SEJARAH MUNCULNYA ILMU KALAM DALAM
ISLAM.
Munculnya Ilmu Kalam dipicu oleh persoalan politik
yang menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Utsman
bin Aff an yang berbuntut pada penolakan
Mu’awiyah atas kekholifahan Ali bin Abi Thalib.
Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi
Tholib mengkristal menjadi Perang Shiffi n yang
berakhir dengan keputusan tahkim yakni tawaran
yang diusulkan untuk memecah kubu Sayyidina ali
menjadi dua bagian yaitu Syi’ah dan Khowarij

(arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat
Amr bin Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah dalam
tahkim, ia dalam keadaan terpaksa, itu tidak
disetujui oleh sebagian tentaranya dalam arti
menentang. Mereka memandang Ali bin Abi Tholib
telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan
barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal
dengan sebutan Khawarij, yaitu orang yang keluar
dan memisahkan diri atau secerders.Sedangkan,
sebagian besar pasukan yang membela dan tetap
mendukung Ali menamakan dirinya sebagai

kelompok Syi’ah.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
Ilmu Kalam dapat dibagi menjadi dua , yaitu faktor
dari dalam ( intern) dan faktor dari luar ( extern).
1.
Faktor Intern
Adapun faktor-faktor intern dari ilmu kalamada tiga
macam, yaitu:

a.
Sesungguhnya Al- Qur’an itu sendiri disamping
merupakan seruan dakwahnya kepada tauhid dan
mempercayai kenabian, terdapat pula perkara yang
berhubungan soal menyinggung golongan-golongan
dan agama yang tersebar pada masa Nabi
Muhammad SAW.lalu Al- Qur’an itu menolaknya dan
membatalkan pendapat-pendapatnya.
b.
Sesungguhnya kaum muslimin telah selesai
menaklukkan negeri-negeri baru, dan keadaan
mulai stabil serta melimpah ruah
rezekinya,disinilah akal pikiran mereka mulai
memfi lsafatkan agama.
c.
Masalah –masalah politik, yakni pada detikdetik saat Rasullullah wafat, beliau tidak
memberikan satu isyaroh pun tentang siapa yang
akan menggantikan beliau dalam masalah Khilafah
dan Imamah, sehingga terjadilah pro dan kontra di
kubu umat Islam pada waktu itu.

2.
Faktor Extern
Adapun faktor-faktor extern ada tiga, yaitu:
a.
Sesungguhnya kebanyakan orang-orang
memeluk islamitu sesudah kemenangannya, semula
mereka memeluk berbagai agama, yaitu: Agama
Yahudi, Kristen, Manu, Zoroaster, Brahmana,
Sabiah, Atheisme dan lain-lain.
b.
Sesungguhnya golongan islam yang terdahulu
terutama golongan Mu’tazilah telah memutuskan
perhatiannya yang terpenting yaitu untuk dakwah
islamiah dan bantahan alasan orang-orang yang
memusuhi islam.
c.
Faktor ketiga ini merupakan kelanjutan faktor
yang kedua. Yaitu sesungguhnya kebutuhan para
mutakallimin terhadap fi lsafat itu adalah untuk
mengalahkan (mengimbangi) musuh-musuhnya,

mendebat mereka dengan mempergunakan alasan-

alasan yang sama, maka mereka terpaksa
mempelajari fi lsafat Yunani dalam mengambil
manfaat logika, terutama dari segi Ketuhanan.
E.
ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM DAN TOKOHTOKOHNYA
1.
Khawarij
Aliran khawarij muncul setelah terjadinya peristiwa
Tahkim pada perang Shifin. Para pendiri aliran ini, semula
pendukung kuat khalifah Ali Bin Abi Tholib. Namun,
mereka tidak setuju dengan terjadinya peristiwa arbitrase
tersebut. Oleh karena itu, mereka memisahkan diri atau
keluar dari barisan pasukan Ali.
Adapun pandangan-pandangan Khawarij antara lain :
a)
Orang yang memutuskan dengan hukum Allah
adalah kafir, dan halal darahnya.
b)

Orang yang banyak melakukan maksiat (berdosa)
adalah kafir, dan halal harta dan darahnya.
c)
Al-Qur’an adalah qadim (dahulu) dan bukan hadits
(baru). Oleh karena itu, Al-Qur’an bukan makhluk.
2.

Murji’ah
Murji’ah muncul sebagai aliran setelah terjadinya
peristiwa Tahkim, bersama-sama dengan Khawarij mereka
menyatakan siri kelular dari barisan perang Shifin. Mereka
memilih menghimpun kekuatan sendiri dan tidak
bergabung dengan Ali atau Mu’awiyah pada mulanya.
Adapun pandangan kaum Murji’ah ialah “orang yang
berdosa, seberapa besar atau banyak apa pun ia tidak
akan disiksa didunia ini, sebab dosa itu hanya akan
diperhitungkan Allah kelak di akhirat”. Jadi di dunia ini,
tidak ada calon ahli surga atau neraka karena semuanya
belum dapat diketahui.
3.


Syi’ah
Aliran Syi’ah didirikan oleh para pendukung setia Ali bin
Abi Thalib, setelah terjadinya peristiwa Tahkim, mereka

tetap setia kepada imam Ali. Untuk mengimbangi gerakan
aliran Khawarij dan Murji’ah, mereka membentuk
komunitasnya sendiri dan membuat doktrin dan paham
yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan mereka.
Adapun pandangan kaum Syi’ah yang paling terkenal
adalah para imam (pemimpin) itu harus ditunujuk dan
diangkat bukan diplih, para imam juga harus bebas dari
perbuatan dosa (Ma’sum), sebagaiman para nabi-nabi
Allah juga terbebas dari perbuatan dosa.
4.

Jabariyah
Jabariyah adalah paham yang menganggap semua
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, semata-mata
dikendalikan oleh Allah Swt. Menurut mereka, manusia

tidak mempunyai kekuatan apa pun untuk melakukan
suatu perbuatan. Oleh karena itu, segala yang terjadi
pada manusia, baik atau buruk merupakan ketentuan
Allah semata.
Adapun pandangan kaum Jabariyah antara lain
manusia tidak mampu berkehandak, sebab kehendaknya
akan kalah dengan kehendak Allah. Allah Maha
Berkehendak atas semua makhluk-Nya. Manusia cukup
duduk manis, jika Allah menghendaki, ia akan bahagia
hidupnya, dan jika tidak maka ia harus rela menderita.

5.

Qadariyah
Qadariyah merupakan salahsatu aliran dalam
pemikiran Islam. Ia merupakan indung semang dari
Mu’tazilah. Aliran ini pada mulanya merupakan bagian dari
paham Ahlu Sunah, namun karena ada perbedaan
mengenai konsep Jabbar dan Ikhtiar, maka membentuk
aliran tersendiri.
Adapun pandangan kaum Qadariyah antara lain
manusia memiliki kebebasan berbuat dan berkehendak,
sebab Allah telah membekali akal budi baginya. Manusia

yang tidak mau berbuat (fatalisme) adalah bertentangan
dengan perintah Allah sebagaimna yang terdapat dalam
Surah Ar-Ra’d ayat 11.
6.

Asya’ariyah (Ahlus sunah Wal Jama’ah)
Asy’ariyah sering disebut dengan aliran Ahlu sunah
Wal Jama’ah atau paham Shifatiyah karena mereka
meyakini bahwa Allah Swt. itu memiliki sifat dan dzat. Jika
mu’tazilah menolak keras tentang sifat Allah, maka aliran
ini malah sebaliknya. Menurut mereka, selain mempunyai
dzat, Allah Swt. juga memiliki sifat-sifat tertentu,
meskipun sifat-sifat-Nya itu berbeda dengan sifat
makhluk-Nya. Orang yang mengingkari sifat-sifat Allah,
berarti tidak memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik,
sebab didalam Al-Qur’an sifat-sifat Allah tersebut paling
dominan disebut, dibandingkan dengan dzat-Nya.
Adapun pandangan Asy’ariyah yang menonjol
antaralain Al-Qur’an itu qadim (dahulu) bukan hadits
(baru), manusia antara dua pilihan, yaitu boleh berbuat
dan berkehendak, namun kehendak Tuhan yang
menentukan.
7.

Al-Maturidiyah
Aliran ini merupakan pecahan dari paham Asy’ariyah.
Pendiri paham ini menganut paham Shifatiyah yang dianut
oleh Asy’ariyah. Namun, karena ada perbedaan mendasar
atas konsep qada dan qadar, kedudukan Al-Qur’an dan
lainnya, mereka memisahkan diri. Di antara tokoh pendiri
aliran ini adalah Muhammad bin Muhammad Abu Mansur
Al-Maturidy. Ia dilahirkan di kota Samarkand, Uzbekistan
sekarang, dan wafat di kota itu pada tahun 332 H.
Di antara pandangan Maturidiyah ialah bahwa
manusia wajib mengetahui Tuhannya berdasarkan akal
pikiran, baik dan buruk perbuatan manusia buan
ditentukan oleh takdir Tuhan, melainkan baik dan buruk itu
sendiri telah terdapat dalam sifat perbuatan.

8.
Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah salahsatu aliran dalam ilmu kalam yang
muncul pada abad ke-2 hijriah. Dinamakan Mu’tazilah
karena tokoh utamanya yang bernama Washil bin Atha
telah memisahkan diri (I’tizal) dari gurunya, Imam Hasan
Al-Bashri. Sesungguhnya kaum Mu’tazilah tidak senang
disebut dengan nama itu, mereka lebih menyukai disebut
dengan nama Ahlul ‘Adil Wat-Tauhid (ahli keadilan dan
keimanan).
Adapun pandangan kaum Mu’tazilah yang paling
fenomenal adalah bahwa Al-Qur’an itu Hadits (baru) dan
bukan yang qadim (dahulu). Allah tidak memaksakan
kehendak-Nya (Jabbari), dan manusia wajib melakukan
usaha (ikhtiar). Manusia harus menggunakan akalnya
untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
9.

Teologi transformatif
Teologi transformatif merupakan pengembangan dari
teologi rasional. Teologi transformatif lahir pada abad ke20, khususnya di negara-negara yang berpenduduk
muslim. Teologi ini muncul dari kesadaran kaum muslimin
dunia akan ketertinggalan, kemiskinan, kebidihan, dan
merajalelanya kezaliman dli berbagai tempat.
Di antara pandangan teologi transformatif adalah
seorang muslim sejati bukan sekedar percaya kepada
Alloh dan rasul-Nya, tetapi ia juga seorang mujahid yang
berjuang menegakkan keadilan, melawan kezaliman dan
penindasan. Sebaliknya, orang kafir yang sesungguhnya
adalah mereka yang sibuk menumpuk-numpuk harta dan
kekayaan, tetapi membiarkan kezaliman dan penindasan
terjadi di masyarakat.

Islam sebagai teology pembebasan

“Islam adalah Agama yang realistis dan mencintai alam,
kekuatan, keindahan, kelimpahan, kemajuan, dan
keterpenuhan segala kebutuhan manusia”.
Ali Syari’ati
Akar pokok Agama Islam adalah Tauhid atau pernyataan
monoteistis bahwa Allah itu Esa. menurut Syari’ati, Tauhid
juga merupakan pandangan dunia yang melihat seluruh
dunia sebagai sistem yang utuh-menyeluruh, harmonis,
hidup, dan sadar diri, yang melampaui segala dikotomi,
dibimbing oleh tujuan Ilahi yang sama.
Dalam dataran historis-empiris, Islam hadir ditengahtengah masyarakat yang kacau, yang ditandai dengan
manipisnya penghargaan manusia pada nilai-nilai
kemanusiaan mereka sendiri. Kehadiran Islam di bumi
Arab pada satu sisi merupakan risalah pentauhidan,
pengesaan Tuhan sebagai sesembahan Tunggal. Risalah
pentauhidan ini disampaikan oleh seorang manusia
sempurna, Muhammad kepada masyarakat Arab Jahiliyah
yang telah menciptakan objek sesembahan baru berupa
patung-patung berhala seperti Latta dan Uzza. Di sisi
lainnya, kehadiran Islam di tengah masyarakat Arab
Jahiliyah juga diyakini sebagai awal lahirnya risalah
pembebasan manusia dari ketertindasan, kebodohan,
perbudakan dan diskriminasi struktur sosial di masyarakat
Arab Jahiliyah. Islam sebenarnya hadir mengajak
ummatnya untuk tunduk kepada Allah dan didorong untuk
memberontak
melawan
penindasan,
ketidak-adilan,
kebodohan, serta ketiadaan persamaan (ketimpangan).
Konteks kesejarahan pada waktu Nabi Muhammad SAW
diangkat sebagai rasul, adalah dengan suasana dan
keyakinan
politheistik
yang
mengabaikan
arti
kemanusiaan. Nabi muhammad hadir untuk membawakan
kembali ajaran tauhid. Ajaran tauhid yang dibawa itu
merupakan pernyataan yang menegasikan segala bentuk
politheisme atau kemusyrikan, bukan hanya pada tataran
ritualistik yang lebih berdimensi personal belaka, seperti

menyembah berhala, patung, api, dan sebagainya; tetapi
juga pada bentuk kemusyrikan sosial dan politik, seperti
memaha-agungkan dan memuja kepentingan-kepentingan
pribadi, golongan, etnis dan sebagainya.
Hal ini bukanlah sekedar pernyataan verbal individual
semata, melainkan juga seruan untuk menjadikan keesaan
itu sebagai basis utama pembentukan tatanan sosialpoliitik-kebudayaan. Pada dimensi individual, tauhid
berarti pembebasan manusia dari sifat-sifat individualistik
serta pembebasan dari segala bentuk belenggu
perbudakan dalam arti yang luas, yaitu; perbudakan
manusia atas manusia, perbudakan diri terhadap bendabenda dan perbudakan diri terhadap segala bentuk
kesenangan-kesenangan
pribadi,
kebanggan
dan
kesombongan diri dihadapan orang lain serta hal-hal lain
yang menjadi kecenderungan egoistik manusia.
Islam berarti sebagai ketundukan kepada prinsip-prinsip
kebenaran, kesetaraan sosial, cinta, dan prinsip-prinsip
lain yang melandasi berdirinya suatu komunitas yang
bebas dan setara. Islam bukanlah hanya sebuah ide baku
atau suatu sistem ritual-ritual, upacara-upacara dan
lembaga-lembaga yang kaku belaka, melainkan suatu
prinsip progresif yang selalu menghapuskan tatanantatanan lama yang sudah tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat, memelihara segala sesuatu yang
masih relevan serta merevisi dan merenovasi dengan
menghadirkan hal-hal baru yang lebih maslahat dan
manfaat.
Islam merupakan sebuah teologi pembebasan yang
membumi dan humanis, dari Tuhan untuk manusia
penghuni bumi. Teologi pembebasan menemukan
momentumnya, khususnya ketika marak dan gencarnya
pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan ditanah
air maupun di belahan dunia ketiga umumnya. Dalam
momen itulah Teologi alternatif diperlukan, yaitu Teologi
Pembebasan, teologi populis atau teologi padanan lainnya
sebagai antitesis Teologi Elitis, rumit, dan melangit. Teologi
yang dibutuhkan pada masa kini adalah Teologi yang

membumi, yang mampu mendobrak supremasi tirani dan
rezim
lalim,
mengenyahkan
belenggu-belenggu
kebebasan,
mengejar
berbagai
ketertinggalan,
mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pesan
Teologi tersebut sangat luhur, humanis, dan mulia.