PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT (1)

PERBAN
DINGAN
PENDIDI
KAN
ISLAM
DAN
BARAT
FISIP
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYA
H JAKARTA
JUNIANTO/2013147005

PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM DAN
BARAT
I.

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan

kehidupan manusia. Dalam alur dan proses kehidupan manusia, tidak
dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mewarnai jalan panjang
kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Allah SWT ketika pertama kali
menurunkan wahyu berupa Alquran kepada Nabi Muhammad SAW,
adalah seruan belajar “Iqra” yang dalam pengertian harfiah adalah
“Membaca” dapat kita terjemahkan kepada makna yang lebih luas yaitu
Pendidikan,Alquran dalam surat Al-Barah : 185 dikatakan bahwa
diturunkannya Alquran adalah sebagai petunjuk bagi manusia, tentang
perkara yang benar dan yang salah beserta penjelasannya,dapat
disimpulkan, Alquran sebagai wahyu Allah merupakan sumber dari
segala sumber pendidikan. Yang mengajak dan membimbing manusia
untuk

memulai

rasionalitasnya,

mengaktifkan

dan


daya

instrumen

intuitifnya

untuk

panca

inderanya,

“membaca”

seluruh

22

fenomena keberadaan yang ditebarkan oleh Tuhan pada alam semesta

(afaq) dan fenomena ketuhanan yang tersembunyi pada diri manusia.
Oleh

karena

itu

salah

satu

tugas

pendidikan

adalah

membangkitkan kesadaran manusia secara keseluruhan pada kesadaran
diri bahwa pada hakekatnya manusia adalah bagian dari semesta
keperadaan (makrokosmos) yang pada puncaknya akan mengajak pada

kesadaran ilahiah (keimanan) yang bersesuaian pada diktum idiologis
yang terkandung pada ayat al-Qur’an yang pertama kali turun (Iqra
Bismirabbikalladzi Khalaq).
B. Pembatasan  Masalah 

Dari paparan latar belakang di atas penulis membatasi beberapa masalah 
untuk dijadikan pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1.      Pengertian Pendidikan Islam. 
2.      Pengertian Pendidikan Barat.
3.      Perbandingan Pendidikan Islam dengan Barat.
4.      Kaitan Pendidikan Islam dan Barat dengan Qaulan

C. Rumusan Masalah 

22

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas penulis mengambil 
beberapa poin­poin masalah tentang konsep dasar perbandingan pendidikan yaitu:
1.      Apa Pengertian Pendidikan Islam?
2.      Apa Pengertian Pendidikan Barat ?

3.      Apa Perbedaan Antara Pendidikan Islam dengan Pendidikan Barat?
4.      Apa Pengertian Qaulan ?
5.      Apa kaitannya antara Qaulan dengan Pendidikan Islam dan Barat?

D. Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan dan kegunaan dari pembuatan makalah ini adalah untuk 
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Al­Islam III, agar 
pembaca dapat mengetahui dan memahami Pendidikan Islam dan Pendidikan 
Barat serta Prinsip­Prinsip Komunikasi Islam (Qaulan).

E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yakni, untuk menghasilkan 
sebuah pemikiran dan pemahaman yang matang, serta menghasilkan pula sumber
daya manusia yang berkualitas, melalui usaha penelitian dan perbandingan 
pendidikan, demi tercapainya kemajuan suatu negara, dalam segala bidang, yang 
awalnya dimulai dalam bidang pendidikan.

22

II. Pembahasan

II.1 Konsep Pendidikan Islam
II.1.1 Pengertian Pendidikan Islam
Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian masing-masing
tentang pendidikan Islam. Salah satunya adalah pandangan modern
seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad S.A Ibrahimy,
mengungkapkan

pengertian

pendidikan

Islam

yang

berjangkauan

luas,:Menurutnya, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim
merupakan elemen vital yang menggerakan perilaku yang diperkokoh
dengan ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu memberikan


22

jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Prof.

DR.

Hasan

Langgulung

merumuskan

pendidikan

Islam

sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,

memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan
dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di
akhirat. Oleh karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan,
tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa
(pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek
didik

dengan

bahan-bahan

materi

tertentu

dan

dengan

alat


perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.Islam yang diwahyukan kepada
Rasulullah

Muhammad

mengandung

implikasi

kependidikan

yang

bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di dalamnya terkandung
suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan ,
yaitu:

1)


Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia
untuk

menjadi

sosok

pribadi

yang

berkualitas

bijak

dan

menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.


22

2)

Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di
muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap
lingkungan
ijtima’iyah

sekitarnya,
dimana

baik

yang

Tuhan

alamiah

menjadi

maupun

potensi

yang
sentral

perkembangannya.

Dari pendapat-pendapat para tokoh Islam di atas terlihat perbedaan
yang mendasar antara pendidikan pada umumnya dengan pendidikan
Islam.Perbedaan yang menonjol adalah bahwa pendidikan Islam, bukan
hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia,
tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat.Lebih dari itu, pendidikan Islam
berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam,
sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai
agama.

Hal

ini

mendorong

perlunya

mengetahui

tujuan-tujuan

pendidikan Islam secara jelas

Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam
bukan sekedar transfer knowledge tetapi lebih mrupakan suatu sistem
yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan, yaitu suatu sistem
yang terkait secara
langsung dengan Tuhan.

22

pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada
term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut, term
yang populer digunakan dalam praktik pendidikan Islam ialah term altarbiyah.Kendati demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut
memiliki kesamaan makna.Namun secara esensial setiap term tersebut
memiliki perbedaan baik secara tekstual maupun kontekstual.
Istilah at-tarbiyah tidak digunakan dalam leksikologi al-Qur’an,
tetapi yang senada dengannya adalah ar-rabb, rabbayani, murabbi,
ribbiyun, dan rabbani.Pengertian dasar dari kata-kata tersebut bermakna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga
kelestarian atau eksistensinya. Dalam konteks yang luas, pengertian
pendidikan Islam yang terkandung dalam term al-tarbiyah terdiri dari
empat unsur pendekatan, yaitu: (1) memelihara dan menjaga fitrah anak
didik menjelang dewasa (baligh). (2) mengembangkan seluruh potensi
menuju kesempurnaan. (3) mengarahkan fitrah menuju kesempurnaan.
(4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.

2. Pengertian Pendidikan Barat

22

Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak
bisa lepas dari tujuan hidup manusia.Sebab pendidikan hanyalah suatu
alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya

(survival),

baik

sebagai

individu

maupun

sebagai

masyarakat.Dengan begitu tujuan pendidikan harus berpangkal pada
tujuan hidup.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana
apa yang menjadi tujuan pendidikan – secara tidak langsung merupakan
tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain .Di
sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup.Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara,
untuk memperkuat negara.Dan pengertian kuat menurut orang-orang
Sparta adalah kekuatan fisik.Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta
adalah sejajar

dengan

tujuan hidup

mereka, yaitu memperkuat,

memperindah dan mempertegus jasmani.Oleh sebab itu orang-orang
yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa
disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.
Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama,
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan
kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu.Tetapi apakah kebenaran

22

itu?Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan
lainnya bukanlah benda sebenarnya.Dia sekedar bayangan dari benda
hakiki yang wujud di alam utopia.Manusia terdiri dari roh dan jasad.Roh
itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk membersihkan,
memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah
Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua madzhab Yunani lama
tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan
hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari
akhir.

Ada

madzhab

rasionalisme

yang

berpangkal

pada

Plato,

Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada madzhab impirisme yang
dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa);
ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah lebih banyak pendidikan;
ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan
yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi
atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya
bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus
dibubarkan.

Hal

ini

tercermin

dalam

firman

Allah

SWT

yang

menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), “Mereka berkata
tidak ada hidup kecuali hidup kita di dunia ini.Kita mati kita hidup, tidak

22

ada yang membinasakan kita kecuali masa.Sedangkan mereka dalam
hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangka-nyangka”
(QS.45:23).
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan
pendidikan berdasarkan pada pandangan hidup, “Since there is nothing
to which growth is relative save more growth, there is nothing to which
education is subordinate save more education. The education process
has no end beyond itself – it is its own end”.
Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama
Pragmatisme dalam falsafah, sedangkan dalam pendidikan disebut
Progressivisme

yang

terlalu

menitik

beratkan

kepada

kegunaan

(utilitarian).
Hegemoni peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama
sekali dalam bidang pendidikan.Volume penyelidikan dalam berbagai
aspek pendidikan sangat mengagumkan.Disamping itu kemajuan yang
telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya –
hal

yang

membanggakan

kalangan

elit

yang

memerintah

dan

masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini, orientasi tujuan pendidikan Barat
mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa pun,
yang

bermakna

eksploitasi,

kekuasaan,

pertarungan,

teror

dan

pembunuhan.

22

Melalui pendidikan, kaum pemodal (kapitalis) dan pedagang
menyebarkan paham rasionalisme dan liberalisme untuk melawan
tatanan feodal (kerajaan) yang ada dan menghalangi perkembangan
kapital untuk mencari keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik
dewasa ini, begitu mudahnya suatu kelas sosial mendapatkan apa saja
yang menjadi kebutuhannya dan kehendak bebasnya (free will), dan
hampir dengan cara apa pun.

Pemaparan mengenai epistemologi Barat menujukkan konsep ilmu
dalam peradaban Barat hampa dari Agama.Ilmu yang kosong dari
Agama (ilmu sekular) merupakan fondasi utama dari peradaban Barat
saat ini.Dengan berdasarkan uraian di atas bahwa epistemologi Barat
berangkat

dari

praduga-praduga,

atau

prasangka-prasangka,

atau

usaha-usaha skeptis tanpa didasarkan pada wahyu. Yang mengakibatkan
lahirnya sains-sains yang hampa akan nilai-nilai spiritual dan akhirnya
seperti yang disimpulakan oleh al Attas epistemologi Barat tidak dapat
mencapai kebenaran, apalagi hakekat kebenaran itu sendiri.
Kazuo

Shimogaki

menyebutkan

kecendrungan

epistemologi

Barat

modern menjadi lima macam, yaitu pemisahan antara bidang sakral dan
bidang duniawi, kecendrungan ke arah reduksionisme, pemisahan
antara

subjektivitas

dan

objektivitas,

antroposentrisme,

dan

22

progresivisme.

Sedangkan

Ziauddin

Sardar

menyatakan,

adanya

perbedaan antara yang subjektif dan objektif, antara pengamat dan
dunia luar (yang diamati), antara keadaan-keadaan subjektif serta emosi
dan “realitas” yang terdapat di luar pengamat, yakni realitas yang hanya
dapat

diketahui

melalui

observasi

dan

penalaran,

maka

dapat

disebutkan bahwa pendekatan epistemologi Barat itu adalah skeptis,
rasional-empiris, dikotomik, posotivis-objektivis, dan menentang dimensi
spiritual (antimetafisika).

ASPEK-ASPEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN ISLAM

BARAT
Proses Belajar
Mengajar

Tanggungjawa
b belajar
mengajar

Karena sekularistikmaterialistik, maka
motif dan objek
belajar-mengajar
semata-mata
masalah keduniaan

Aktivitas belajar-mengajar ialah
amal ibadah, berkaitan erat
dengan pengabdian kepada Allah

Semat-mata urusan
manusia

Disamping tanggungjawab
kemanusiaan, juga
tanggungjawab keagamaan.
Karena dalam belajar mengajar,
terdapat hak-hak Allah dan hakhak makhluk lainnya pada setiap
individu, khususnya bagi orang

22

yang berilmu
Kepentingan

Belajar hanyalah

Belajar tidak hanya untuk

Belajar

untuk kepentingan

kepentingan hidup dunia

dunia, sekarang dan

sekarang, tetapi juga untuk

di sini

kebahagiaan hidup di akhirat
nanti

Barat pada
umumnya tidak
mengaitkan
pendidikan dengan
pahala dan dosa.
Ilmu itu bebas nilai
(values free).

Islam mengaitkannya dengan
pahala dan dosa karena kebajikan
dan akhlak mulia merupakan
unsur pokok dalam pendidikan
Islam.

Tujuan Akhir

Hidup sejahtera di

Terwujudnya insan kamil

Pendidikan

dunia secara

(manusia sempurna dan

maksimal baik

paripurna), yang

sebagai warga

pembentukannya selalu dalam

Negara maupun

proses sepanjang hidup (has a

sebagai warga

beginning but not an end).

Konsep
Pendidikan

masyarakat.

3. Perbedaan Ciri-ciri dari Filsafat Pendidikan Islam
Dan Barat
4. Kaitan 5 Qaulan Terhadap Pendidikan Islam dan
Pendidikan Barat

1. QAULAN SADIDA

22

Qaulan  Sadida  berarti   pembicaran,  ucapan,  atau  perkataan  yang   benar dan
tegas, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).
Dari   segi   substansi,   komunikasi   Islam   harus   menginformasikan   atau
menyampaikan  kebenaran,  faktual, hal   yang  benar  saja, jujur,  tidak  berbohong,
juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. 

Seperti Firman Allah:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang­orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang   mereka   anak­anak   yang   lemah,   yang   mereka   khawatir   terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan   hendaklah   mereka   mengucapkan   Qaulan   Sadida   –   perkataan   yang   benar”
(QS. 4:9)

“Dan jauhilah perkataan­perkataan dusta” (QS. Al­Hajj:30).

Dalam   dunia   pendidikan   Islam   dan   Barat,   Qaulan   Sadida   dapat   dicontohkan
dengan   memberikan     pengetahuan   yang   benar.   Dalam   artian   sebagai   pendidik
harus benar­benar menguasai materi yang akan diajarkan. Sehingga tidak terjadi
kebohongan, kesalahan yang nantinya menyesatkan.

22

Contoh Kasus Kebohongan Pendidikan Barat :
Pemahaman asal-usul alam dan segala penghuninya bekerja dengan
sendirinya tanpa ada peran dari sebuah kekuatan yang sering disebut
sebagai “Sang Pencipta”. Alam tercipta dan terjadi secara mandiri
melalui prinsip evolusi dan revolusi, dimana kedua prinsip tersebut
merupakan sebuah proses alamiah yang semakin lama berkembang
semakin komplek tanpa ada akhir dari proses tersebut.
Jika dikaji secara mendalam, banyak sekali kelemahan yang disajikan
dalam ilmu pengetahuan barat tersebut yang justru seolah-olah
dimunculkan untuk menjauhkan diri manusia dari konsep penciptaan
alam yang sebenarnya. Perlu diingat bahwa ilmu pengetahuan barat
juga merupakan hasil karya manusia, oleh karena itu, ilmu tersebut juga
muncul dari segala keterbatasan manusia.
Ilmu pengetahuan barat diperkenalkan terhadap kita melalui kurikulum
pendidikan yang ada sekarang ini. Padahal sebenarnya, banyak hal
dalam ilmu pengetahuan tersebut merupakan sebuah kebohongan
publik yang dilegalisir oleh semua umat manusia yang ada di dunia
sekarang ini. Berbagai hal yang disebutkan sebagai hasil observasi
dengan didukung oleh fakta ternyata hanya berupa praduga yang
diragukan kebenarannya. Bahkan ilmu pengetahuan barat seolah-olah

22

menafikan adanya peran sang pencipta dalam perwujudan kehidupan di
alam semesta ini. Yang lebih parahnya, ajaran sang pencipta seolah-olah
dipaksakan untuk mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan barat yang
tidak jelas sumbernya.
Manusia sekarang ini seolah-olah dijejali dengan pemahaman bahwa
sejarah bergerak dari titik nol sampai tak terhingga. Pemahaman asalusul alam dan segala penghuninya bekerja dengan sendirinya tanpa ada
peran dari sebuah kekuatan yang sering disebut sebagai “Sang
Pencipta”. Alam tercipta dan terjadi secara mandiri melalui prinsip
evolusi dan revolusi, dimana kedua prinsip tersebut merupakan sebuah
proses alamiah yang semakin lama berkembang semakin komplek tanpa
ada akhir dari proses tersebut.
Padahal kalau kita mau mengkajinya secara mendalam, banyak sekali
kelemahan yang disajikan dalam ilmu pengetahuan barat tersebut yang
justru seolah-olah dimunculkan untuk menjauhkan diri kita dari konsep
penciptaan

alam

yang

sebenarnya.

Perlu

diingat

bahwa

ilmu

pengetahuan barat juga merupakan hasil karya manusia, oleh karena
itu, ilmu tersebut juga muncul dari segala keterbatasan manusia.
Manusia dengan segala keterbatasannya adalah makhluk yang tidak
bisa mencipta ilmu. Apapun yang dilakukan oleh manusia adalah hasil

22

yang diserap melalui pendidikan yang ditempuhnya (formal dan non
formal) dengan menggunakan indra yang disediakan oleh sang pencipta
untuk menanggapi. Tanpa adanya informasi yang masuk terlebih dahulu
ke dalam penanggapan manusia, tidak akan tercetus sebuah ide yang
akan membawanya ke arah sebuah pencerahan yang disebut sebagai
ilmu pengetahuan.
Teori penciptaan bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya, teori evolusi
yang menyebutkan bahwa manusia merupakan hasil akhir dari proses
evolusi dari makhluk primata, teori tentang alam yang tak terhingga
hingga teori tentang makhluk lain yang setara dengam manusia yang
berada di luar tata surya diperkenalkan dalam kurikulum pendidikan
yang kita terima di sekolah. Bahkan teori-teori tersebut juga masuk ke
dalam kurikulum-kurikulum pendidikan yang berbasis agama, yang
sebenarnya isi dari teori tersebut sangat berlawanan dengan konsep
ajaran yang diperkenalkan di dalam ajaran agama. Hal yang semakin
parah lagi, justru konsep ajaran agama yang seolah-oleh menyesuaikan
diri

dengan

teori-teori

tersebut

yang

semakin

lama

semakin

bulan

bergerak

menghilangkan konsep ajaran keagamaan itu sendiri.
Teori

bahwa

matahari

berputar

pada

porosnya,

mengelilingi matahari dan bumi yang diungkapkan oleh Nicolaus

22

Copernicus sebagai hasil penelitiannya pada abad XV apakah bukan
sebagai hasil mengutip dari yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Yasin
ayat 38 dan 39 yang merupakan ajaran bagi penganut agama Islam
yang menyebutkan bahwa matahari itu berputar pada porosnya serta
bulan bergerak pada garis edarnya membentuk kalenderisasi yang kita
kenal sekarang ini.

2. QAULAN BALIGHA

Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha
artinya  menggunakan kata­kata  yang  efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit­
belit atau bertele­tele.

Seperti Firman Allah:

“Mereka itu adalah orang­orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran,
dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha – (perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.)“ (QS An­Nissa :63).

22

Agar   komunikasi   tepat   sasaran,   gaya   bicara   dan   pesan   yang   disampaikan
hendaklah   disesuaikan   dengan     kadar     intelektualitas   komunikan   dan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

”Tidak   kami   utus   seorang   rasul   kecuali   ia   harus   menjelaskan   dengan   bahasa
kaumnya” (QS.Ibrahim:4)
Gaya   bicara   dan   pilihan   kata   dalam   berkomunikasi   dengan   orang   awam
tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan.
Berbicara   di   depan   anak   TK   tentu   harus   tidak   sama   dengan   saat   berbicara   di
depan mahasiswa. Dalam konteks Pendidikan Islam maupun Barat guru dituntut
menggunakan  bahasa   akademis dan   baku   saat  berkomunikasi   di   depan   murid­
murid.

3. QAULAN MA’RUFA

Kata Qaulan Ma`rufan disebutkan Allah dalam QS An­Nissa :5 dan 8, QS.
Al­Baqarah:235  dan   263,  serta   Al­Ahzab: 32.  Qaulan  Ma’rufa  artinya  perkataan
yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar),

22

dan   tidak   menyakitkan   atau   menyinggung   perasaan.   Qaulan   Ma’rufa   juga
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).

Seperti Firman Allah:

“Dan   janganlah   kamu   serahkan   kepada   orang­orang   yang   belum   sempurna
akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)
dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa( kata­kata yang baik.)”  (QS An­
Nissa :5)

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin,
Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
Qaulan Ma’rufa­ (perkataan yang baik)” (QS An­Nissa :8).

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita­wanita itu dengan sindiran atau
kamu   Menyembunyikan   (keinginan   mengawini   mereka)   dalam   hatimu.   Allah
mengetahui   bahwa   kamu   akan   menyebut­nyebut   mereka,   dalam   pada   itu

22

janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekadar   mengucapkan   (kepada   mereka)   Qaulan   Ma’rufa   –   (perkataan   yang
baik…)” (QS. Al­Baqarah:235).

“Qaulan   Ma’rufa   –   (perkataan   yang   baik)   dan   pemberian   maaf   lebih   baik   dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al­Baqarah: 263).

Qaulan Ma’rufa bagi seorang pendidik akan menjadi sebuah keteladanan. Tutur
kata   seorang   guru   mencerminkan   dirinya.   Seorang   peserta   didik   akan   merasa
segan karena wibawa seorang pendidik berawal dari tutur katanya. Dalam situasi
apapun   seorang   pendidik   harus   mampu   mengendalikan   perkataannya   kepada
siapa saja.

4. QAULAN KARIMA

Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia dibarengi dengan rasa hormat dan
mengagungkan,   enak   didengar,   lemah­lembut,   dan   bertatakrama.   Dalam   ayat

22

tersebut   perkataan   yang   mulia   wajib   dilakukan   saat   berbicara   dengan   kedua
orangtua.   Kita   dilarang   membentak   mereka   atau   mengucapkan   kata­kata   yang
sekiranya menyakiti hati mereka.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan   hendaklah   kamu   berbuat   baik   pada   kedua   orangtuamu   dengan   sebaik­
baiknya.   Jika   salah   seorang   di   antara   keduanya   atau   kedua   duanya   sampai
berumur  lanjut  dalam   pemeliharaanmu,  seklai   kali   janganlah   kamu   mengatakan
kepada   kedanya   perkatan   ‘ah’   dan   kamu   janganlah   membentak   mereka   dan
ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima   (ucapan yang mulia)”  (QS. Al­Isra:
23).

Qaulan   Karima   harus   digunakan   khususnya   saat   berkomunikasi   dengan   kedua
orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam dunia pendidikan islam dan
pendidikan barat, seorang pendidik mengharapkan dihormati oleh peserta didiknya
haruslah ia terlebih dahulu yang memberi contoh bagaimana menghormati orang
lain. 

5. QAULAN LAYINA

22

Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah­lembut, dengan suara yang enak
didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir
Ibnu   Katsir   disebutkan,   yang   dimaksud   layina   ialah   kata   kata   sindiran,   bukan
dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –( kata­kata
yang lemah­lembut…)” (QS. Thaha: 44).

Ayat   di   atas   adalah   perintah   Allah   SWT   kepada   Nabi   Musa   dan   Harun   agar
berbicara lemah­lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati
komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya
tergerak untuk menerima  pesan  komunikasi  kita. Dalam dunia pendidikan barat
kata­kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi masih sering
digunakan. Berbeda dengan dunia pendidikan islam dimana kata­kata yang lemah­
lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat
menyentuh hati.

22

III. Penutup
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan
adanya kesenjangan pola berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka

22

sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan
metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah
empiris, rasional dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan
memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab
suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari
kitab suci al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw,
serta ijtihad para ulama. Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan
ilmu-ilmu

sekular

yang

cenderung

menjauhkan

manusia

dengan

agamanya sehingga terjadi kekalutan di dalamnya, maka Islamisasi ilmu
justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara
aspek rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi
keimanannya kepada Allah SWT. Islam mempunyai sifat eksklusif
sekaligus inklusif. Ketika berhadapan dengan masalah teologi, hakikat
sifat-sifatNya, seorang muslim tidak boleh berkompromi dengan persepsi
agama lain, kecuali yang berhubungan dengan masalah rubbûbiyyah.
Sebaliknya ketika membicarakan masalah nilai-nilai moral dan etika,
maka pintu komunikasi, dialog dan kerjasama dapat dibuka seluasluasnya.

22