Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bumbu Giling
Bumbu adalah tanaman aromatik yang telah ataupun belum diolah yang
ditambahkan pada makanan untuk penyedap dan pembangkit selera makan,
digunakan dalam keadaan segar seperti (cabe, bawang merah, bawang putih, jahe,
sereh, kemangi, paprika, daun suji dan lain-lain). Bumbu merupakan bagian yang
penting dalam pengolahan makanan, dengan penambahan atau penggunaan
bumbu dan rempah maka hasil olahan akan mendapat rasa, aroma, serta warna
yang menarik. Adapun fungsi bumbu :
1) Memberi rasa dan aroma pada makanan.
2) Meningkatkan rasa serta aroma pada makanan yang sedang dimasak.
3) Merangsang nafsu makan.
4) Membantu pencernaan makanan, bumbu yang ditambahkan pada makanan
dapat merangsang usus untuk mencerna makanan lebih banyak.
5) Sebagai bahan pengawet makanan (asam, jeruk, gula, kunir).
Sedangkan bumbu giling adalah bubur hasil penggilingan dari tanaman
aromatik yang ditambahkan pada makanan untuk penyedap dan pembangkit selera
makan, digunakan dalam keadaan segar, dengan atau tanpa bahan tambahan
pangan. Umumnya beberapa bumbu giling diberi garam sampai konsentrasi 20%,

bahkan ada mencapai 30% (Mujianto dkk, 2013).

10

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.1 Pembuatan Bumbu Giling
1. Bahan dan Peralatan
a. Bahan
Pembuatan bumbu giling diperlukan bahan-bahan yaitu cabe merah,
bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe yang biasanya ditambahkan pada
makanan untuk penyedap dan pembangkit selera makan, digunakan dalam
keadaan segar, garam dan air yang membantu penggilingan dari masing masing
bahan tersebut.
b. Peralatan
Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses
penggilingan seperti mesin penggiling, dimana alat ini digunakan untuk
menggiling sampai halus, selain penggiling juga diperlukan ember dan sendok.

2. Proses Pembuatan Bumbu Giling
Tata cara pengolahan cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit,
jahe menjadi produk bumbu giling meliputi langkah-langkah kerja sebagai
berikut:
1. Menyiapkan bahan-bahan yaitu cabe merah, bawang merah, bawang putih,
kunyit, jahe segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan pascapanen.
2. Bahan-bahan tersebut dibersihkan, membuang bagian yang tidak diperlukan
kemudian dicuci hingga bersih.
3. Bahan-bahan yang sudah dibersihkan selanjutnya masing-masing digiling
sampai halus seperti bubur, sambil ditambah dengan garam dan air yang
membantu proses penggilingan.

Universitas Sumatera Utara

12

4. Dari masing-masing bahan yang sudah halus tersebut, setiap hasil penggilingan
ditampung dalam wadahnya masing-masing sambil diaduk rata (Survey, 2016).

2.2 Keamanan Pangan

Menurut PP RI No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi
antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini saling
berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan
manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizinya.
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,
maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah,
ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada
konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan
pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen,
pascapanen/pengolahan, sampai saat produk pangan didistribusikan dan
dikonsumsi (Seto, 2001).

Universitas Sumatera Utara

13


2.3 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Bahan
tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki
kualitas yang meningkat. Bahan tambahan pangan pada umumnya merupakan
bahan kimia yang telah diteliti dan di uji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah
yang ada. Pemerintah sendiri

telah mengeluarkan berbagai aturan yang

diperlukan untuk mengatur pemakaian bahan tambahan pangan secara optimal
(Syah, 2005).
Bahan tambahan pangan merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponenkhas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan
penyimpanan (Cahyadi, 2009).

Menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012, bahan tambahan pangan
(BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pangan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Depkes, 2012) :
a.

BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak
diperlakukan sebagai bahan baku pangan.

Universitas Sumatera Utara

14

b.

BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan,
pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau
pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara

langsung atau tidak langsung.

c.

BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

2.3.1 Tujuan dan Fungsi Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pada umumnya tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan
pangan. Secara khusus tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah (Syah,
2005) :
1.

Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.

2.


Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut.

3.

Memberi warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.

4.

Meningkatkan kualitas pangan.

5.

Menghemat biaya.

Universitas Sumatera Utara

15

Disamping tujuan penggunaannya , secara umum fungsi penambahan dari

bahan tambahan pangan tersebut adalah (Saparinto dan Hidayati, 2006) :
1.

Memperbaiki daya tahan makanan agar tidak mengalami perubahan struktur
kimia atau pembusukan, misalnya anti oksidan.

2.

Memperbaiki rasa dan warna.

3.

Menambah gizi makanan dan vitamin.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila

(Cahyadi, 2009) :
1.

Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.


2.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi persyaratan.

3.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.3.2 Jenis Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah
ambang batas yang telah ditentukan. Pada umumnya bahan tambahan pangan
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.


Sengaja ditambahkan (Direct Additives atau Intentional food)
Merupakan bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan pada

makanan. Jumlah penambahannya telah ditentukan untuk menghindari dampak
yang kurang baik bagi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

16

Untuk hal ini dibagi dalam 3 kategori :
1) Bersifat aman atau GRAS (Generally Recognize As Safe), dengan dosis
yang relatif tidak dibatasi, misalnya: pati (sebagai pengental) .
2) Bahan

tambahan

pangan


yang

boleh

digunakan

namun

harus

mendapatpersetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan). Misalnya, zat
warna yang sudahdilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman
dan boleh digunakanpada makanan (Diluar daftar Permenkes RI No.033
tahun 2012).
3) Bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dimana
untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum sesuai Permenkes RI
No.033 tahun 2012.
2. Tidak sengaja ditambahkan (Indirect Additives atau Incidental food Additives)
Merupakan bahan tambahan pangan yang tanpa sengaja masuk pada rantai
makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam
produksi, pembuatan, cara kerja, pengemasan maupun pemasaran makanan.
Beberapa bahan kimia ikutan yang dapat menimbulkan indirect additives
ialah (Fardiaz, 2007) :
1) Residu

pestisida

kimia

yang

terdapat

pada

hasil-hasil

pertanian/perkebunan akibat penggunaan pestisida kimia pada saat
penanaman.

Universitas Sumatera Utara

17

2) Bahan tambahan pangan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan
ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain. Umumnya terbawa
padaproduk daging, telur dan susu.
3) Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.
4) Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya: minyak
pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.
Berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012, terdapat penggolongan
bahan tambahan pangan yaitu bahan tambahan pangan yang diizinkan dan bahan
tambahan pangan tidak diizinkan. Terdapat 27 golonganbahan tambahan pangan
yang diizinkan digunakan dalam pangan, dan 19 bahan tambahan pangan yang
tidak diizinkan digunakan dalam pangan karena bersifat karsinogenik (Lampiran
1) (Depkes, 2012).

2.4 Bahan Pewarna Pangan
Menurut International Food Information Council Foundation (IFIC) 1994,
pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat
produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana,
yaitu bahan tambahan pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna
pada pangan (Wijaya, 2011).
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan,
terutama berbagai jenis produk jajan pasar serta berbagai makanan olahan yang
dibuat oleh industri kecil atau industri rumah tangga meskipun pewarna buatan

Universitas Sumatera Utara

18

juga ditemukan pada berbagai yang dibuat oleh industri besar. Hampir setiap
makanan olahan ditambahkan pewarna sintesis mulai dari jajanan anak, tahu,
kerupuk, terasi, cemilan bahkan buah dingin terutama mangga (Yuliarti, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009)tentang
penggunaan pewarna sintetis padasaus cabe yang dipasarkan di pasar tradisional
Kota Medan, menunjukkan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel
yang positif menggunakan zat pewarna sintetis. Penelitian sejenis juga dilakukan
oleh Nasution (2009) terhadap cabe giling yang beredar di pasar tradisional Kota
Medan, menunjukkan bahwa dari 10 sampel yang diuji terdapat 1 sampel dari
pasar sentral yang positif menggunakan zat pewarna sintetis yaitu Rhodamin B.
Penelitian yang sama juga Mujianto dkk (2013) terdapat Rhodamin B dalam 4
sampel dari 36 sampel cabe giling, penelitian Putra dkk (2014) menunjukkan
bahwa dari 25 sampel saus cabai sebanyak 10 sampel mengandung Rhodamin B
dan 15 sampel mengandung pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya yaitu
Erytrosin yang semua sampel melebihi kadar yang diperbolehkan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa terlihat masih banyak pewarna
sintetis yang dilarang beredar dan digunakan sebagai pewarna dalam berbagai
produk makanan dan minuman, ini merupakan contoh beberapa kasus penggunaan
zat pewarna yang belum diawasi secara penuh oleh BPOM.

Universitas Sumatera Utara

19

2.4.1 Jenis Bahan Pewarna Pangan
Menurut Cahyadi (2009), berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat
pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu :
1.

Pewarna alami, tanaman dan hewan memiliki warna menarik yang dapat
digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Contoh: kunyit, paprika, bit
yang digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman dikonsumsi.

2.

Pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Sebelum mencapai produk akhir,
pembuatan zat pewarna organik harus melalui senyawa antara yang cukup
berbahaya dan senyawa tersebut sering tertinggal dalam produk akhir atau
terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Yang menjadi perbedaan antara zat pewarna sintetik dan alami adalah

sebagai berikut (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Perbedaan antara Zat Pewarna Sintetik dan Alami
No.
Pembeda
Zat
pewarna
Zat
pewarna
sintetis
alami
1
Warna yang dihasilkan
Lebih cerah
Lebih pudar
Lebih homogen
Tidak homogen
2
Variasi warna
Banyak
Sedikit
3
Harga
Lebih murah
Lebih mahal
4
Ketersediaan
Tidak terbatas
Terbatas
5
Kestabilan
Stabil
Kurang stabil
Sumber : Cahyadi (2009)
Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan untuk pangan
di Indonesia diatur melalui Permenkes RI No.033 tahun 2012 mengenai bahan
tambahan pangan (Tabel 2.2).

Universitas Sumatera Utara

20

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
No. Nama BTP Pewarna sintetis (Synthetic colour)
INS
1
Tartrazin CI. No. 19140 Tartrazine
102
2
Kuning kuinolin CI. No. 47005 Quinoline yellow
104
3
Kuning FCF CI. No. 15985 Sunset yellow FCF
110
4
Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine)
122
5
Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R)
124
6
Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine)
127
7
Merah allura CI. No. 16035 (Allura red)
129
8
Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine)
132
9
Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF) 133
10 Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF)
143
11 Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT)
155
Sumber: Permenkes RI No.033 tahun 2012
Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang dilarang untuk pangan
di Indonesia diatur melalui Permenkes RI No.033 tahun 2012 mengenai bahan
tambahan pangan (Tabel 2.3).
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
No. Bahan Pewarna
Nomor Indeks
Warna (C. I. No)
1
Citrus red No. 2
12156
2
Ponceau 3R
(Red G)
16155
3
Ponceau SX
(Food Red No.1)
14700
4
Rhodamine B
(Food Red No. 5)
45170
5
Guinea Green B
(Acid Green No.3)
42085
6
Magenta
(Basic Violet No. 14)
42510
7
Chrysoidine
(Basic Orange No. 2)
11270
8
Butter Yellow
(Solvent Yellow No. 2)
11020
9
Sudan I
(Food Yellow No. 2)
12055
10
Methanil Yellow
(Food Yellow No. 14)
13065
11
Auramine
(Ext. D&C Yellow No. 1) 41000
12
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No. 2)
12100
13
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No. 7)
12140
14
Oil Yellow AB
(Solvent Oranges No. 5)
11380
15
Oil Yellow OB
(Solvent Oranges No. 6)
11390
Sumber: Permenkes RI No.033 tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

21

Penggunaan zat pewarna yang tidak dizinkan diatas dapat meimbulkan
bahaya bagi konsumen, seperti menyebabkan gangguan pada fungsi hati bahkan
kanker hati.
2.4.2 Dampak Bahan Pewarna Pangan Terhadap Kesehatan
Menggunakan bahan pewarna sintetis dalam makanan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan
mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan
bahkan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal
yang mungkin memberikan dampak negatif tersebut terjadi apabila (Cahyadi,
2009) :
1.

Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.

2.

Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.

3.

Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari
dan keadaan fisik.

4.

Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.

5.

Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.
Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal dan

tidak berbau yang biasa digunakan pada industri tekstil, pewarna kertas, wol dan

Universitas Sumatera Utara

22

sutra. Penyalahgunaan Rhodamin B banyak ditemui pada makanan dan minuman
seperti es cendol, permen, saus tomat dan kue. Pengaruh buruk Rhodamin B bagi
kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, mata, kulit,
dan saluran pencernaan serta berpotensi menimbulkan terjadinya kanker hati
(Wijaya, 2011).
Bahan pewarna sintetis yang juga dilarang di Indonesia yang didasarkan
pada Permenkes RI No.033 tahun 2012yaitu methanyl yellow karena pewarna ini
hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan cat, tidak boleh
digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Methanyl yellow dengan
senyawa azo yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan timbulnya gangguan
saluran pencernaan, serta dalam jangka waktu lama dapat merusak jaringan hati
(Pertiwi, 2013).
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah
Rhodamin B dan methanyl yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum
digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan
yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat
karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
kanker. Berdasarkan penelitian uji toksisitas Rhodamin B yang telah dilakukan
terhadap 3 mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B
dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu
timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang
ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti
perubahan anatomi berupa pembesaran organnya (Utami dan Suhendi, 2009).

Universitas Sumatera Utara

23

2.5 Bahan Pengawet Pangan
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus
tepat, baik jenis dan dosisnya. Bahan pengawet pangan adalah senyawa yang
mampu menghambat, memperlambat dan menghentikan proses fermentasi,
pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan(Cahyadi, 2009).
Menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012, pengawet (preservative )
adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan
oleh mikroorganisme.Menurut Hermita (2010), pengawet makanan termasuk
dalam kelompok zat tambahan pangan yang bersifat inert secara farmakologik
atau efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis. Pengawet penggunaannya sangat
luas, hampir seluruh industri menggunakannya termasuk industri makanan,
kosmetik dan farmasi.
Jika pemakaian zat pengawet dan dosisnya tidak sesuai dengan aturan,
kemungkinan besar akan merugikan manusia baik bersifat langsung misalnya
keracunan ataupun bersifat tidak langsung misalnya zat pengawet yang
digunakan bersifat karsinogenik. Pengawet yang banyak dijual dipasaran yang
digunakan di berbagai makanan seperti: saus, mie basah, jelly, minuman ringan
dan lain-lain pada umumnya adalah Natrium Benzoat (Siaka, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohadi dan tim peneliti
Fakultas Teknologi Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa mayoritas saos

Universitas Sumatera Utara

24

tomat mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang
ditentukan (1000 mg/kg), yaitu berkisar 1100 – 1300 mg/kg, penelitian yang sama
yang dilakukan Sella (2013) menunjukkan pada sempel saos tomat J yang beredar
di pasar tradisional Kota Blitar mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi
standar mutu yang ditentukan (1000 mg/kg), yaitu 2240 mg/kg. Dari hasil
penelitian yang dilakukan olehMujianto dkk (2013) pada bumbu giling di pasar
tradisional Kota Jakarta, ditemukan dari 112 sampel bumbu giling, 84 diantaranya
dinyatakan positif mengandung boraks. Penelitian Silalahi dkk (2012) melaporkan
di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa
80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang
ditemukan berkisar antara 0,08-0,29% dari berbagai lokasi yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa terlihat masih banyak pengawet
yang beredar dan digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk makanan
dan minuman, meskipun diizinkan namun masih juga terdapat penggunaan kadar
yang melebihi batas dan penggunaan jenis pengawet yang dilarang, ini merupakan
contoh beberapa kasus penggunaan zat pewarna yang belum diawasi secara penuh
oleh BPOM.
2.5.1 Jenis Bahan Pengawet Pangan
Dibawah ini terdapat dua jenis bahan pengawet pangan yaitu (Cahyadi,
2009) :
1. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na

Universitas Sumatera Utara

25

atau K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet
adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah 3.
Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan
asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim
mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim dan bereaksi dengan keton
membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang

mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet
tidak saja pada produk-produk daging, tetapi pada ikan dan keju.
2. Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik
karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai
bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan
epoksida.
2.5.2 Dampak Bahan Pengawet Pangan Terhadap Kesehatan
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan
sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme
pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari
bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara
penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang

Universitas Sumatera Utara

26

diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang
normal untuk satu jangka waktu tertentu (Mujianto dkk, 2013).
Dari 2 jenis pengawet dibawah ini terdapat beberapa dampaknya terhadap
kesehatan sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :
1. Bahan Pengawet Organik
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik
yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan gangguan keracunan atau
gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet
pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk
bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila penggunaan jenis pengawet dan
dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai. Misalnya,
keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat
karsinogenik.
Efek beberapa pengawet pangan terhadap kesehatan :
a)

Asam benzoat dan garamnya (Ca, K dan Na)
Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif
terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi
lambung.

b) Ester dan asam benzoat (paraben)
Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi
benzoat) memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Ester asam

Universitas Sumatera Utara

27

benzoat (paraben) pada pemakaiannya memberikan efek terhadap kesehatan
dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit.
2. Bahan Pengawet Anorganik
Sebagai contoh belerang dioksida merupakan bahan pengawet yang sangat
luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada
kesehatan, keracunan adanya belerang dioksida dapat menyebabkan luka usus.
Suatu hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma ternyata
hipersinsitivitas atau intoleransinya terhadap pengawet lebih kecil dibandingkan
dengan orang dewasa. Untuk mengurangi resiko kambuhnya penyakit bagi
pengidap asma adalah memilih bahan pangan yang bebas dari belerang dioksida
khususnya dan bahan tambahan pangan lain pada umumnya.
Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet secara berlebih, dapat
mengganggu kesehatan, terutama menyerang syaraf (Rohadi, 2002). Berdasarkan
Siaka(2009) yang mengutip penelitianAlimi, dapat disimpulkan pemberian
Natrium Benzoat kepada tikus mencit selama 60 hari secara terus menerus dan
dilaporkan bahwa pada pemberian benzoat dengan kadar 0,2% menyebabkan
sekitar 6,67% mencit putih terkena radang lambung, usus dan kulit. Sedangkan
pada pemberian kadar 4% menyebabkan sekitar 40% tikus mencit menderita
radang lambung dan usus kronis serta 26,6% menderita radang lambung dan usus
kronis yang disertai kematian.
Boraks dinyatakan dapat mengganggu kesehatan bila digunakan dalam
makanan, misalnya mie, bakso kerupuk. Efek negatif yang ditimbulkan dapat
berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan

Universitas Sumatera Utara

28

boraks dapat mengakibatkan efek pada kerusakan susunan syaraf pusat, ginjal dan
hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ
paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk
dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g (Simpus, 2005).
Berdasarkan penelitianTatukude (2014) tentang pemberian boraks kepada
tikus selama 10 hari secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada pemberian
boraks 20mg, 30mg, dan 40mg dapat menyebabkan kerusakan hati yang
menunjukkan secara mikroskopik sel hati yang terpapar boraks mengalami
degenerasi hidropik, proliferasi fibrolas, dan secara makroskopis sel hati hewan
coba mengalami perbesaran dan berwarna coklat kehitaman.

2.6 Bahan Penyedap Rasa
Menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012,penguat rasa (Flavour
enhancer ) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi

rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa
dan/atau aroma baru. Penyedap rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan pangan
yang dapat

memberikan dan menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan yang terdapat dalam
mulut, termasuk mouth feel. Mouth feel suatu bahan pangan yaitu perasaan kasar
licin, lunak liat dan cair kental (Depkes, 2012).
Penyedap rasa bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu
komponen tertentu yang bersifat khas.Sifat utama pangan seperti flavor jeruk
manis, jeruk nipis, lemon dan sebagainya. Bahan penyedap mempunyai fungsi

Universitas Sumatera Utara

29

dalam bahan pangan sehingga dapat bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai
atau lebih diterima dan lebih menarik. Tujuan penggunaan penyedap rasa dalam
pengolah pangan yaitu mengubah aroma hasil olahan dan penambahan aroma
tertentu selama pengolahan, modifikasi, pelengkap atau penjual aroma, menutupi
atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai, membentuk
aroma baru atau menetralisir atau bergabung dengan komponen dalam bahan
penyedap (Cahyadi, 2009).
Berdasarkan penelitian Widyalita dkk(2014) kandungan monosadium
glutamat (MSG) masih terdapat pada pangan jajanan anak SD dimakassar, yang
menunjukkan terdapat kadar Monosodium Glutamat (MSG) pada 6 sampel uji
yaitu bakso kasar 12,8 mg, bakso halus 15,34 mg, kuah bakso 216 mg, tela-tela
37,35 mg, nugget 23, 25 mg, dan sosis 22,88 mg.
Menurut Nuryani dan Jinap, Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam
natrium yang berikatan dengan asam amino berupa asam glutamat. MSG
berbentuk kristal putih yang stabil, tetapi dapat mengalami degradasi oleh
oksidator kuat. Meskipun diperkenankan sebagai penyedap masakan, penggunaan
MSG berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. MSG pada makanan
yang dikonsumsi sering mengganggu kesehatan karena MSG akan terurai menjadi
sodium dan glutamat. Garam dari MSG mampu memenuhi kebutuhan garam
sebanyak 20-30%, sehingga konsumsi MSG yang berlebihan menyebabkan
kenaikan kadar garam dalam darah (Setiawati, 2008).

Universitas Sumatera Utara

30

2.6.1 Jenis Bahan Penyedap Rasa
Jenis Bahan Penyedap terdiri dari (Cahyadi, 2009) :
1.

Penyedap alami yaitu bumbu, herbal dan daun, minyak esensial, oleoresin,
isolat penyedap, penyedap dari sari buah, ekstrak tanaman atau hewan.

2.

Penyedap sintetis merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai
aroma penyedap alami. Komponen aroma yang dipergunakan untuk
pembuatan penyedap sintesis dapat digolongkan menjadi empat golongan
yaitu :
b. Komponen yang secara alami terdapat dalam tanaman, seperti minyak
cengkih, minyak kayu manis dan minyak jeruk.
c. Zat yang diisolasi dari bahan penyedap alami, seperti benzeldehid dari
minyak almond, sinamat aldehid dari minyak cassia dan sebagainya.
d. Zat yang dibuat secara sintetis, tetapi zat yang juga identik dengan zat
yang terdapat secara alami.
e. Zat-zat sintetis yang terdapat secara alami, contoh: allyl kaproat dan etil
fenil glisidat.
Beberapa senyawa sintesis tidak dapat menimbulkan aroma, tetapi dapat

menimbulkan rasa enak atau menekan rasa yang kurang enak dari suatu bahan
pangan. Sebagai contoh: Monosodium Glutamat (MSG).

Universitas Sumatera Utara

31

2.6.2 Dampak Bahan Penyedap Rasa Terhadap Kesehatan
Beberapa bahan penyedap rasa yang banyak beredar dipasaran yang bila
dipakai berlebihan

dapat menyebabkan gangguan bagi kesehatan adalah

(Cahyadi, 2009) :
a) Monosodium Glutamat (MSG) dapat menyebabkan kesemutan pada punggung,
leher, rahang bawah, wajah berkeringat, sesak dada dan kepala pusing.
b) Potasium

hydrogen

L-glutamat

(mono

potassium

glutamat)

dapat

menyebabkan mual, muntah dan kejang perut.
Pada beberapa kasus Monosodium Glutamat (MSG) dapat memicu reaksi
alergi seperti gatal-gatal, bintik-bintik merah di kulit, keluhan mual, muntah, sakit
kepala dan migren. Selain itu, ada istilah “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu
gejala pusing dan sesak bila mengonsumsi Monosodium Glutamat (MSG) yang
berlebih. Monosodium Glutamat (MSG) juga sangat berpengaruh terhadap
kesehatan dalam jangka panjang seperti hipertensi, obesitas, kanker, gangguan
spermatogenesis, parkinson, dan stroke (Widyalita dkk, 2014).
Penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi MSG dosis tinggi yaitu
sekitar 0,5 g/kg BB/hari akan memberikan efek kerusakan sel hipotalamus (otak)
pada mencit. Pada binatang percobaan akan mengakibatkan gejala kerusakan sel
syaraf otak, kerusakan retina mata , memicu cacat lahir, menginduksi kanker.
Secara epidemiologis MSG dapat memicu terjadinya hipertensi, asma, diabetes
militus, kelematan otot dan tulang (Ratnani,2009).

Universitas Sumatera Utara

32

2.7 Kerangka Konsep

Kandungan Zat :
Pewarna Sintetis
Pengawet
Penyedap Rasa

Status
Keamanan
Pangan

Bumbu giling

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel yang diteliti

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009.

3 64 72

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

4 77 118

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

20 109 117

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 1

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 1 4

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 25