Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

(1)

76

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Tabel Daftar Golongan BTP yang Diizinkan Penggunaannya

No. Nama Golongan

1 Antibuih (Antifoaming Agent) 2 Antikempal (Anticaking Agent) 3 Antioksidan (Antioxidant)

4 Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) 5 Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) 6 Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) 7 Humektan (Humectant)

8 Pelapis (Glazing Agent) 9 Pemanis (Sweetener)

a. Pemanis Alami (Natural Sweetener) b. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener) 10 Pembawa (Carrier)

11 Pembentuk Gel (Gelling Agent) 12 Pembuih (Foaming Agent)

13 Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 14 Pengawet (Preservative)

15 Pengembang (Raising Agent) 16 Pengemulsi (Emulsifier) 17 Pengental (Thickener) 18 Pengeras (Firming Agent).

19 Penguat Rasa (Flavour enhancer) 20 Peningkat Volume (Bulking Agent) 21 Penstabil (Stabilizer).

22 Peretensi Warna (Colour Retention Agent) 23 Perisa (Flavouring)

24 Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) 25 Pewarna (Colour)

26 Propelan (Propellant) 27 Sekuestran (Sequestrant)


(2)

77

Tabel Daftar BTP yang Dilarang Penggunaannya pada Pangan

No. Nama Bahan

1 Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2 Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt) 3 Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 4 Dulsin (Dulcin)

5 Formalin (Formaldehyde)

6 Kalium bromat (Potassium bromate) 7 Kalium klorat (Potassium chlorate) 8 Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9 Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 10 Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11 Dulkamara (Dulcamara) 12 Kokain (Cocaine)

13 Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14 Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate) 15 Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16 Biji tonka (Tonka bean)

17 Minyak kalamus (Calamus oil) 18 Minyak tansi (Tansy oil) 19 Minyak sasafras (Sasafras oil) Sumber : Permenkes RI No.033 Tahun 2012


(3)

78

Lampiran 2. Daftar BTP yang Diizinkan di Indonesia Berdasarkan Kategori Pangan

No Jenis BTP Pengawet INS ADI

(mg/kg) BB

Batas Maksimum penggunaan (mg/kg) Kategori Bumbu/Rempah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Asam sorbat dan garamnya Asam sorbat

Natrium sorbat Kalium sorbat Kalsium sorbat

Asam benzoat dan garamnya Asam benzoat

Natrium benzoat Kalium benzoat Kalsium benzoat

Etil para-hidroksibenzoat Metil para-hidroksibenzoat Sulfit

Belerang dioksida Natrium sulfit

Natrium bisulfit Natrium metabisulfit

Kalium metabisulfit Kalsium bisulfit Nisin

Nitrit

Kalium nitrit Natrium nitrit Nitrat

Natrium nitrat Kalium nitrat

Asam propionate dan garamnya Asam propionate

Natrium propionate Kalsium propionate Kalium propionate Lisozim hidroklorida

200 201 202 203 210 211 212 213 214 218 220 221 222 223 224 225 227 228 234 249 250 251 252 280 281 282 283 1105 0-25mg/kg 0-5 mg/kg 0-10 mg/kg 0-10 mg/kg 0-0,7 mg/kg 0-33000 unit/kg 0-0,06 mg/kg 0-3,7 mg/kg Tidak dinyatakan Tidak dinyatakan 1000 mg/kg 600 mg/kg 600 mg/kg 200 mg/kg - - - - -


(4)

79

Tabel Daftar Zat Pewarna yang Diizinkan di Indonesia Berdasarkan Kategori Pangan

No Jenis BTP Pewarna INS ADI (mg/kg) BB

Batas Maksimum penggunaan (mg/kg) Kategori Bumbu/Rempah I Pewarna Alami

1 Kurkumin 100 0-3 500

2 Riboflavin 101 0-0,5 150

3 Karmin dan ekstrak cochineal

120 0-5 500

4 Klorofil 140 Tidak

dinyatakan

CPPB 5 Klorofil dan Klorofilin

tembaga kompleks

141 0-15 30

6 Karamel I Plain 150a Tidak dinyatakan

CPPB 7 Karamel III amonia

proses

150c 0-200 CPPB

8 Karamel IV amonia sulfit proses

150d 0-200 CPPB

9 Karbon tanaman 153 Tidak dinyatakan

- 10 Beta-karoten 160a Tidak

dinyatakan

-

11 Ekstrak anato 160b 0-12 30

12 Karotenoid 160a(i) 0-5 500

13 Merah bit 162 Tidak

dinyatakan

CPPB

14 Antosianin 163 0-2,5 -

15 Titanium dioksida 171 tidak dinyatakan

- II Pewarna Sintetis

1 Tartrazin 102 0 – 7,5 -

2 Kuning kuinolin 104 0 – 5 -

3 Kuning FCF 110 0-4 -

4 Karmoisin 122 0-4 -

5 Ponceau 4R 124 0-4 -

6 Eritrosin 127 0-0,1 -

7 Merah allura 129 0 – 7 -

8 Indigotin 132 0-5 -

9 Biru berlian FCF 133 0-12,5 -

10 Hijau FCF 143 0-25 100

11 Coklat HT 155 0-1,5 -


(5)

80

Tabel Daftar Zat Penguat Rasa yang Diizinkan di Indonesia Berdasarkan Kategori Pangan

No Jenis BTP Penguat Rasa INS ADI (mg/kg) BB

Batas Maksimum penggunaan (mg/kg) Kategori

Bumbu/Rempah 1 Asam L-glutamat dan

garamnya

Asam L-glutamat (L-Glutamic acid)

Mononatrium L-glutamat (Monosodium L-glutamate) Monokalium L- glutamat (Monopotassium L- glutamate) Kalsium di-L-glutamat (Calcium di-Lglutamate) 620 621 622 623 Tidak dinyatakan CPPB CPPB CPPB CPPB

2 Asam guanilat dan garamnya Asam 5’-guanilat

Dinatrium 5’-guanilat Dikalium 5’-guanilat Kalsium 5’-guanilat 626 627 628 629 Tidak dinyatakan CPPB CPPB CPPB CPPB 3 Asam inosinat dan garamnya

Asam 5’-inosinat Dinatrium 5’-inosinat Dikalium 5’-inosinat Kalsium 5’-inosinat 630 631 632 633 Tidak dinyatakan CPPB CPPB CPPB CPPB 4 Garam-garam dari

5’-ribonukleotida

Kalsium 5’- ribonukleotida Dinatrium 5’-ribonukleotida

634 635

Tidak

dinyatakan CPPB CPPB Sumber : Permenkes RI No.033 Tahun 2012


(6)

81

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian 1. Identifikasi Jenis Zat Pewarna Sintetis

Gambar 1. Penimbangan Sampel


(7)

82

Gambar 4. Benang Wool Dicuci dengan Air

Gambar 5. Benang Wool Tidak Menarik Warna Sampel


(8)

83

Gambar 6. Pengabuan Sampel


(9)

84

Gambar 8. Sampel dari Pedagang III


(10)

85

Gambar 10. Sampel dari Pedagang V

Keterangan :

= Pembanding, kertas kurkumin berubah menjadi merah kecoklatan jika sampel


(11)

86

3. Pemeriksaan Natrium Benzoat Secara Kualitatif

Gambar 11. Penguapan di Penangas Air


(12)

87

4. Pemeriksaan Natrium Benzoat Secara Kuantitatif

Gambar 13. Penimbangan Sampel yang Positif Mengadung Natrium Benzoat


(13)

88

Gambar 15. Sampel yang Sudah Disari dari Pedagang II


(14)

89

Gambar 17. Pentitrasian dengan NaOH 0,1 N


(15)

90

Gambar 19. Sampel yang positif Natrium Benzoat dari Pedagang V

5. Pemeriksaan Monosodium Glutamat Secara Kualitatif

Gambar 20. Sampel Negatif Mengandung MSG dari Pedagang I

Keterangan :


(16)

91

Gambar 21. Sampel Negatif Mengandung MSG dari Pedagang II


(17)

92

Gambar 23. Sampel Negatif Mengandung MSG dari Pedagang IV


(18)

93

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat

Kadar natrium benzoat pada masing-masing sampel dapat dihitung dengan rumus: Kadar Natrium Benzoat = − × × ( . � � )

( �) x 100%

Dimana:

Vs : Volume titrasi untuk sampel Vb : Volume titrasi untuk blanko N : Normalitas NaOH yang dipakai BM: Berat molekul asam benzoat (144) W : Berat sampel yang ditimbang

Contoh: Perhitungan kadar Natrium Benzoat pada Sampel �� dengan Vs= 0,3 ml ; Vb= 0,1 ml ; N= 0,1 ; W= �, � .

Jawab:

2 =

0,3−0.1 ×0,1×144

5273 ,3 × 100% = 0.0546 %

Artinya dalam sampel 5,2733 g/kg terdapat 0.0546 % kadar benzoat Dikonversikan:

Dari : 0.0546

100 × 5,2733 g/kg = 0,00287gr

Maka kadar natrium benzoat dalam 2 = 0,00287 gr


(19)

94

Lampiran 5. HasilPemeriksaan Laboratorium a. Zat Pewarna


(20)

95


(21)

96


(22)

(23)

98


(24)

99


(25)

100


(26)

72

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. dan Bambang W., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Anonimus, 2007. Imeediate Ban On Red 2G Food Coloring. http://thestar.com. Diakses 10 April 2016.

Anonimus, 2008. Tartrazine, Erythrosine, Sunset Yellow, Biru Brilliant. http://ebpewarnasintetik.com. Diakses 10 April 2016.

Anonimus, 2015. Penyedap Rasa Menghambat Pertumbuhan Anak. http://kalyanamitra.or.id/.Diakses 12 April 2016.

Armin F., dkk, 2015. Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Untuk Analisis Pewarna Merah Sintetik pada Beberapa Merek Saus Sambal Sachet. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis. Vol.2. No.1; 60-65.http://jsfonline.org. Diakses 10 April 2016.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2011. Laporan Hasil Kegiatan Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah dan Industri Rumah Tangga. http://www.pom.go.id. Diakses 18 Februari 2016.

Baliwati, Yayuk F., dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Cetakan I, Penebar Swadaya. Jakarta.

Cahyadi, W., 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 033/ Menkes/Per/XI/2012, tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2004. Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2004, tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta.

Dixit S., dkk, 2013. All India Survey for Analyses of Colors in Sweets and Savories: Exposure Risk in Indian Population. Jurnal Of Food Science. Vol.78. No.4; T642-T647. http://onlinelibrary.wiley.com. Diakses 02 Mei 2016.

Fardiaz, Srikandi, 2007. Bahan Tambahan Makanan. Institut Pertanian Bogor. Bandung.


(27)

73

Hermitta, 2010. Amankah Pengawet Makanan Bagi Manusia. Staf Pengajar Farmasi FMIPA UI. Depok. http://journal.ui.ac.id. Diakses 20 Februari 2016.

Hidayat, Nur dan Anis Saati, 2006. Membuat Pewarna Alami. Trubus Agrisarana. Jakarta.

Khomsan, Ali, 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Lubis, Helfa, 2009. Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. FKM. USU, Medan.

Maidah. 2015. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat, Boraks dan Formalin Dalam Berbagai Makanan Olahan yang Terdapat Di Lingkungan Sekolah Dasar Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. http://repository.unhas.ac.id. Diakses 10 April 2016.

Mujianto, Bagya, dkk, 2013. Identifikasi Pengawet Dan Pewarna Berbahaya Pada Bumbu Giling. Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, Vol.1. No.1; 34-39. http://ejurnal.poltekkesjakarta.ac.id. Diakses 09 Februari 2016.

Mukono, H.J., 2005. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.

Nasution, Ade S., 2009. Analisa Kandungan Rhodamin B pada cabe Giling di Pasar Tradisonal Kota Medan 2009. Skripsi. FKM. USU, Medan.

Pertiwi, Dian, 2013. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetik Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada Jajanan Anak di SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar. http://repository.unhas.ac.id. Diakses 12 Februari 2016.

Putra, I. R.,dkk, 2014. Gambaran Zat Pewarna Merah pada Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3. No. 3; 297-303. http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses 10 April 2016.

Ratnani, R. D., 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan. Momentum, Vol. 5. No. 1 ; 16 22. http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id. Diakses 24 Maret 2016.

Rohadi, 2002, Menyikapi Banjirnya Produk Produk Pangan di Pasaran Menjelang Lebaran, Natal dan Tahun Baru, Diskusi Ilmiah Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Semarang, Semarang.


(28)

74

Rustian, Ryan, dkk. 2015. Analisis Kuantitatif Pengawet Natrium Benzoat pada Susu Kedelai yang Dijual Di Daerah Cibuntut Menggunakan Spektrofometri Uv Sinar Tampak. http://ejurnal.ac.id. Diakses 10 April 2016.

Saparinto, C. dan Hidayati D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius. Yogyakarta.

Sella, 2013. Analisis Pengawet Natrium Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada Saus Tomat J dari Pasar Tradisional L Kota Blitar. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Universitas Surbaya, Vol. 2. No.2. http://repository.ubaya.ac.id. Diakses 12 April 2016.

Setiawati, SN, 2008. Dampak Penggunaan Monosodium Glutamat Terhadap Kesehatan Lingkungan. Jurnal Orbith, Vol. 4. No.3 ; 453-459. http://repository.unhas.ac.id. Diakses 09 Februari 2016.Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Seto, Sagung, 2001. Pangan dan Gizi. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Siaka, I.M., 2009. Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang Beredar di Wilayah Kota Denpasar. Jurusan Kimia, Vol. 3. No.2; 87-92. http://ejournal.unud.ac.id/pdf. Diakses 12 Februari 2016.

Silalahi, Jansen, dkk. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan. Artikel Penelitian, Vol.60. No. 11; 523.http://digitaljournals.org. Diakses 10 Februari 2016.

Simpus, 2005. Bahaya Boraks. Pengantar Teknologi pangan. Intisari Pustaka Utama. Jakarta.

Syah, D., dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Tatukude, Rico L., 2014 . Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar yang Diberikan Boraks. Jurnal e-Biomedik, Vol.2. No.3. http://ejournal.unsrat.ac.id. Diakses 24 Maret 2016.

Utami,W dan Suhendi, A. 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol.10. No. 2 ;148-155. http://digitaljournals.org. Diakses 24 Maret 2016.


(29)

75

Waheni, 2009, Penentuan Kadar Natrium Benzoat Dalam Kecap Secara Spektrofotometri Ultraviolet, Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Widyalita, Eka, dkk, 2014. Analisis Kandungan Monosadium Glutamat (MSG) pada Pangan Jajanan Anak di SD Komp. Lariangbangi Makassar. http://repository.unhas.ac.id. Diakses 12 Februari 2016.

Widyaningsih, Tri D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Jakarta.

Wijaya, D., 2011. Waspada Zat Aditif dalam Makananmu. Penerbit Buku Biru. Yogjakarta.

Yuliarti, N., 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Zengin N., dkk, 2011. The Evaluation of The Genotoxicity of Two Food Preservatives: Sodium Benzoate and Potassium Benzoate. Food and Chemical Toxicology. Vol.49; 763-769. https://www.researchgate.net. Diakses 02 Mei 2016.


(30)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat dekstriptif yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknyakandungan bahan tambahan pangan meliputi zat pewarna sintetis, pengawet dan peyedap rasa pada beberapa bumbu giling yang dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tahun 2016. Kandungan zat pewarna sintetis, pengawet dan peyedap rasa pada bumbu giling dianalisis dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. Pasar tradisional ini dipilih dari seluruh pasar yang ada di Kota Medan secara sengaja (purposive). Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena pasar tersebut merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Medan yang menjual beragam kebutuhan, ramai dikunjungi, banyak dijumpai pedagang bumbu giling yang memproduksi bumbu giling dalam jumlah yang banyak dan tidak selalu habis dalam satu hari.

3.2.2 Waktu Penelitian


(31)

34

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang bumbu giling di Pusat Pasar TradisionalKota Medan.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan bahwa bumbu giling diambil dari pedagang yang menjual bumbu giling dalam jumlah yang banyak, adanya perbedaan warna yang mencolok pada cabe merah giling yang dijual pedagang tersebut serta paling ramai dikunjungi pembeli. Sampel dalam penelitian ini adalah bumbu giling yang paling banyak diproduksi pedagang dan lebih banyak dibeli oleh pembeli tetapi tidak habis terjual dalam satu hari. Unit analisis bumbu giling yang terdiri dari cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling. Dari 9 pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan terdapat 5 pedagangyangmenjual bumbu giling dalam jumlah yang banyak. Dari lima macam sampel tersebut diambil dari 5 pedagang tersebut, maka jumlah sampel sebanyak 25 sampel.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Medan bagian Toksikologi terhadap zat pewarna sintetis, pengawet


(32)

35

dan penyedap rasa yang terkandung dalam bumbu giling (cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit dan jahe) secara kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu dengan laboran.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder meliputi data yang berhubungan dengan substansi yang diperoleh dari literatur-literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulis dan studi kepustakaan.

3.5Definisi Operasional

1. Bumbu giling adalah bubur hasil penggilingan dari masing-masing cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit dan jahe yang digunakan dalam keadaan segar dengan atau tanpa bahan tambahan pangan.

2. Pewarna sintetis adalah zat pewarna merah yang digunakan untuk memperbaiki warna pada bumbu giling yaitu cabe merah giling agar terlihat menarik.

3. Pengawet adalahzat pengawet meliputi boraks dan Natrium Benzoat yang digunakan untuk semua sampel bumbu giling (cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit dan jahe) untuk memperpanjang daya simpannya.

4. Penyedap rasa adalah zat penyedap rasa yaitu monosodium glutamate (MSG) yang digunakan untuk menimbulkan rasa enak atau menekan rasa yang kurang enak pada semua sampel bumbu giling (cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit dan jahe).

5. Status keamanan pangan adalah apabilaterdapat ada ataupun tidaknya kandunganzat pewarna sintetis, zat pengawet dan zat penyedap rasa yang


(33)

36

dilarang penggunaannya ataupun kadarnya tidak sesuai dengan Permenkes RINo.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang dapat memberi efek terhadap kesehatan.

3.6Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

3.7Metode Pengukuran

3.7.1 Analisis Zat Pewarna Sintetis

1. Pemeriksaan Secara Kualitatif

Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan metode kromatografi kertas. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi jenis zat pewarnayang terdapat di dalam sampel. Prosedur kerja metode kromatografi kertas sebagai berikut :

1. Timbang 50 gr sampel, kemudian masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml. 2. Tambahkan 10 ml asam asetat 10 % kemudian masukkan benang wool,

dididihkan selama 10 menit sambil diaduk.

3. Benang wool diambil dan dicuci dengan air dingin berulang- ulang hingga bersih.

Bumbu giling: - cabe merah - bawang merah - bawang putih - kunyit - jahe Pemeriksaan laboratorium Pewarna Sintetis Pengawet Penyedap Rasa Uji Kualitatif (Diizinkan/tidak diizinkan pemakaiannya) Uji Kuantitatif (Memenuhi /tidak memenuhi syarat) Diizinkan Tidak Ya


(34)

37

4. Pewarna dilarutkan dengan benang wool dan ditambahkan ammonia 10 % di atas penangas air hingga sempurna.

5. Benang wool dicuci lagi dengan air hingga bebas dari ammonia.

6. Larutan yang didapat dan juga zat warna pembanding (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat warna merah), diteteskan di atas kertas kromatografimenggunakan pipet kapiler dan biarkan mengering.

7. Setelah itu kertas kromatografi dimasukkan ke dalam bejana (Chamber) yang sudah mengandung larutan eluen (pilih salah satu eluen yang cocok) eluen I (etilmetilketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) dan eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%). Kemudian bejana ditutup kemudian biarkan dua sampai tiga jam.

8. Elusi dilakukan sampai pelarut merambat naik hingga dengan tinggi 14 cm dari tepi bawah kertas.

9. Elusi dihentikan dan kertas kromatografi dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan di udara.

10.Amati bercak-bercak yang timbul dan tandai dengan pensil

Perhitungan penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara (Cahyadi, 2009) :

Rf = �� � � �� � �

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :


(35)

38

2. Chamber 3. Gelas Ukur 4. Gunting

5. Water Bath (Penangas air) 6. Pensil

7. Pipet Kapiler 8. Timbangan Analitik b. Bahan :

1. Asam asetat 10% 2. Aquadest

3. Benang Wool 4. Cabe Merah Giling 5. Kertas Kromatografi 6. Larutan NH4OH 10%

7. Tri-Natrium citrat

2. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat kadar zat pewarna yang terdapat pada sampel. Kadar zat pewarna yang digunakan dapat diketahui melalui metode gravimetri dengan melakukan penimbangan terhadap benang wool sebelum dan sesudah perlakuan. Prosedur kerjanya :

1. Benang wool dicuci dengan n-Hexana lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (berat a).

2. 20-30 gr sampel ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer. Jika sampel padatan terlebih dahulu dicampurkan 25 gr sampel dengan air kemudian dihomogenkan, lalu diambil 20-30 gr dan ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer.


(36)

39

3. Masukkan benang wool yang sudah ditimbang tersebut ke dalam larutan lalu dididihkan selama 30 menit.

4. Benang wool diangkat dan dicuci dengan air panas.

5. Benang wool dikeringkan dan ditimbang kembali (berat b) dan dihitung selisih berat benang wool sebelum dan sesudah (Cahyadi, 2009).

Perhitungan kadar zat pewarna yang digunakan adalah sebagai berikut : Kadar Zat Warna = b − a

Berat Sampel

Keterangan :

a = Berat benang wool sebelum perlakuan

b = Berat benang wool setelah penyerapan zat pewarna

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :

1. Beaker Glass 2. Botol Aquadest 3. Desikator

4. Gelas Ukur 50 ml 5. Oven

6. Neraca Analitik b. Bahan :

1. Aquadest 2. Benang wool 3. KHSO4

4. Cabe Merah Giling

3.7.2 Analisis Zat Pengawet

Pada penelitian ini analisis pengawet yaitu untuk mengidentifikasi adanya boraks dan Natrium Benzoat.


(37)

40

a. Boraks

1. Analisis kualitatif

Reaksi kurkumin adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah di dalam sampel terdapat boraks atau tidak. Prosedur kerjanya:

1. Sampel dihaluskan dan dihomogenkan di dalam lumpang timbang ± 50 g masukkan ke dalam cawan porselin.

2. Bakar diatas api langsung sampai menjadi abu (dalam lemari asam)

3. Sampel yang sudah menjadi abu larutkan dalam HCL, celupkan kertas kurkumin.

4. Jika terjadi perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan menunjukkan terdapat senyawa boraks.

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :

1. Batang Pengaduk 2. Cawan Porselin 3. Api Bunsen/ Furnace 4. Lumpang

5. Tabung reaksi b. Bahan :

1. Bawang Merah Giling 2. Bawang Putih Giling 3. Cabe Merah Giling 4. Jahe Giling

5. Kunyit Giling 6. HCL


(38)

41

b. Natrium Benzoat

1. Pemeriksaan Secara Kualitatif

Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan reaksi esterifikasi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi Natrium Benzoat yang terdapat di dalam sampel.Prosedur kerjanya :

1. Sampel ditambah etanol kemudian ditambahkan asam sulfat dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dikocok.

2. Mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas yang telah dibasahi dengan air. 3. Uapkan di atas penangas air, jika kapas tercium bau afitson, berarti

terdapat Natrium Benzoat dalam sampel.

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :

1. Batang Pengaduk 2. Labu Erlenmeyer

3. Water Bath (Penangas air) b. Bahan :

1. Asam Sulfat 2. Aquadest

3. Bawang Merah Giling 4. Bawang Putih Giling 5. Cabe Merah Giling 6. Etanol

7. Jahe Giling 8. Kunyit Giling 9. Kapas


(39)

42

2. Pemeriksaan Secara Kuantitatif

Metode titrasi dapat mendeteksi kadar Natrium Benzoat yang terdapat pada sampel, dengan prosedur kerja :

1. Timbang 5 gr sampel lalu pindahan kedalam erlenmeyer.

2. Tambahkan 25 ml heksan lalu diesktrak/disari selama 30 menit hingga terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas (lapisan heksan) dipisahkan ke dalam gelas erlenmeyer.

3. Sari yang telah dipisahkan diuapkan di penangas air pada suhu 600 C tunggu sampe hampir kering.

4. Kedalam sisa sari heksan ditambahkan 10 ml etanol dan 50 ml aquadest dikocok hingga larut sempurna.

5. Tambahkan 2-3 tetes indikator fenolptalein.

6. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu muda.

7. Catat volume pentiter. 8. Lakukan titrasi blanko.

Kadar Natrium Benzoat = 1− 2× ×

( �) x 100%

Keterangan :

V1 : Volume titrasi untuk sampel V2 : Volume titrasi untuk blanko N : Normalitas NaOH yang dipakai BM: Berat molekul asam benzoat (144) W : Berat sampel yang ditimbang Dimana, pembuatan Blanko :

1. Ambil 20 ml aquadest tambahkan 15 ml etanol masukkan kedalam erlenmeyer.


(40)

43

2. Tambahkan indikator fenolptalein 2-3 tetes.

3. Titrasi dengan Natrium hidroksida 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu muda.

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :

1. Buret

2. Beaker Glass 3. Corong 4. Gelas Ukur 5. Labu Erlenmeyer

6. Water Bath (Penangas air) 7. Pipet tetes

8. Timbangan Analitik b. Bahan :

1. Aquadest

2. Bawang Merah Giling 3. Bawang Putih Giling 4. Cabe Merah Giling 5. Etanol

6. Heksan 7. NaOH 8. Indikator PP 9. Jahe Giling 10. Kunyit Giling

3.7.3 Analisis Zat Penyedap Rasa

Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan metode titrasi bebas air. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi zat penyedap rasa yaitu Monosodium Glutamat (MSG) dan kadarnya. Prosedur kerja yaitu sebagai berikut :


(41)

44

2. Tambahkan 25 ml etanol dan 5 tetes indikator kristal violet 3. Kemudian larutan dihomogenkan

4. Titrasi dengan larutan asam perklorat 0,1 N, jika tejadi perubahan warna larutan menjadi biru kehijauan maka (+) mengandung MSG.

5. Jika larutan sudah berubah menjadi biru kehijauan catat volume titrasinya, kemudian hitung kadar MSG

Menghitung kadar MSG dengan rumus:

Kadar MSG % = Vol titrasi ×N perklorat × BM (MSG )×100% � �� ( �)

Dimana, BM (MSG) = 147,13

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah : a. Alat :

1. Beaker Glass 2. Labu Erlenmeyer 3. Timbangan 4. Pipet Tetes 5. Buret b. Bahan :

1. Asam Perklorat 2. Etanol

3. Indikator Kristal Violet 4. Bawang Merah Giling 5. Bawang Putih Giling 6. Cabe Merah Giling 7. Jahe Giling


(42)

45

3.8Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian, data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif diolah dan dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk tabel, narasi dan pembahasan serta diambil kesimpulan apakah bumbu giling (cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling) yang dijual di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi mengacu pada Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.


(43)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Pusat Pasar

Kota Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki 53 unit pasar tradisional yang secara langsung maupun tidak langsung dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan (PDPKM).

Pusat Pasar (juga dikenal dengan nama Pajak Sentral) adalah sebuah pasar besar yang berdiri sejak tahun 1918 terletak di Medan Kota, Kota Medan, Indonesia. Pusat Pasar merupakan pasar yang pertama berdiri di Kota Medan. Gedung Pusat Pasar ini terhubung langsung dengan gedung Medan Mall, sebuah pusat perbelanjaan modern. Pasar ini mengalami perubahan pembangunan sebanyak dua kali akibat terjadi kebakaran pada tahun 1978 dan tahun 1984. Luas wilayah ± 20.000 m2, dengan luas bangunan 9.000 m2. Lokasi berada di kelurahan Pusat Pasar kecamatan Medan Kota, Medan. Saat ini terdapat 2048 kios dan 496 stan/meja pedagang yang terdaftar dan jumlah pedagang bumbu giling sebanyak 9 pedagang.

4.2. Deskripsi Sampel

Sampel bumbu giling yang terdiri dari cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling, masing-masing diambil sebanyak 100 gr dari pedagang di pusat pasar tradisional, dimana sampel yang dipilih merupakan bumbu giling yang paling banyak diproduksi dan paling


(44)

47

banyak dibeli oleh pembeli tetapi tidak habis terjual dalam satu hari yang berasal dari 5 pedagang yang mana memproduksi sendiri dalam jumlah yang banyak berkisar 15-25 kg yang ditampung dalam wadah besar yaitu berupa ember. Waktu yang diperlukan agar bumbu terjual habis dari masing-masing pedagang bumbu giling hampir sama ± 2-4 hari; pedagang I (2-3 hari), pedagang II (3-4 hari), pedagang III (2-3 hari), pedagang IV (2-3 hari), pedagang V (2-3 hari). Waktu produksinya dilakukan setelah bumbu giling sebelumnya hampir terjual habis. Pada umumnya, bumbu giling dapat bertahan paling lama empat hari sampai akhirnya membusuk. Jika bumbu giling masih tersisa maka akan dicampurkan dengan bumbu giling yang baru diproduksi.

Berdasarkan hasil observasi langsung di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan, kelima macam bumbu giling yang dijual mempunyai warna yang berbeda. Perbedaan warna pada bumbu giling bisa dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini.


(45)

48

4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

4.3.1 Identifikasi Jenis Zat Pewarna Sintetis yang Terdapat dalam Cabe Merah Giling

Identifikasi jenis zat pewarna sintetis terhadap sampel cabe merah giling secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi kertas dengan prinsip uji menghitung nilai Rf yang terdapat pada kertas kromatografi dan membandingkannya kepada standar zat warna dengan menggunakan eluen sebagai pelarutnya. Identifikasi kualitatif ini dilanjutkan dengan metode kromatografi kertas jika bulu domba yang dimasukkan pada sampel dengan ditambahkannya asam asetat yang kemudian dididihkan berubah warna seperti warna sampel tersebut karena warna sampel yang ditariknya yang artinya bahwa pada sampel tersebut terdapat zat pewarna sintetis.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Sintetis pada Cabe Merah Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 No. Kode Sampel Pengamatan Pemeriksaan

(Sampel+Bulu Domba)

Hasil

1 CM1 Bulu DombaTidak Menarik Warna Sampel Negatif (-) 2 CM2 Bulu DombaTidak Menarik Warna Sampel Negatif (-)

3 CM

3 Bulu DombaTidak Menarik Warna Sampel Negatif (-) 4 CM4 Bulu DombaTidak Menarik Warna Sampel Negatif (-) 5 CM5 Bulu DombaTidak Menarik Warna Sampel Negatif (-) Keterangan:

CM1 : Cabe Merah Giling dari Pedagang I

CM2 : Cabe Merah Giling dari Pedagang II

CM3 : Cabe Merah Giling dari Pedagang III

CM4 : Cabe Merah Giling dari Pedagang IV


(46)

49

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif, tidak adawarna sampel yang ditarik bulu domba sehingga kelima sampel dari lima pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan zat pewarna sintetis pada cabe merah giling yang mereka jual.

4.3.2 Pemeriksaan Boraks yang Terdapat dalam Bumbu Giling

Hasil pemeriksaan bumbu giling secara kualitatif terhadap penggunaan boraks dilakukan dengan menggunakan metode reaksi kurkumin dengan prinsip adanya perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan jika terdapat boraks dalam sampel.

Berdasarkan Tabel 4.2 di bawah dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif dengan reaksi kurkumin, terlihat dari hasil pemeriksaan pada semua sampel bahwa kertas kurkumin tidak mengalami perubahan dari kuning ke merah kecoklatan sehingga semua sampel dari lima pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan boraks sebagai pengawet pada bumbu giling yang mereka jual.


(47)

50

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Boraks pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

No. Pedagang Kode Sampel Pengamatan Pemeriksaan Warna Kertas Kurkumin

Hasil

1

I

CM1 Warna Kuning Negatif (-)

2 BM

1 Warna Kuning Negatif (-)

3 BP

1 Warna Kuning Negatif (-)

4 J1 Warna Kuning Negatif (-)

5 K

1 Warna Kuning Negatif (-)

6

II

CM2 Warna Kuning Negatif (-)

7 BM

2 Warna Kuning Negatif (-)

8 BP

2 Warna Kuning Negatif (-)

9 J

2 Warna Kuning Negatif (-)

10 K

2 Warna Kuning Negatif (-)

11

III

CM3 Warna Kuning Negatif (-)

12 BM3 Warna Kuning Negatif (-)

13 BP

3 Warna Kuning Negatif (-)

14 J

3 Warna Kuning Negatif (-)

15 K

3 Warna Kuning Negatif (-)

16

IV

CM4 Warna Kuning Negatif (-)

17 BM

4 Warna Kuning Negatif (-)

18 BP4 Warna Kuning Negatif (-)

19 J

4 Warna Kuning Negatif (-)

20 K4 Warna Kuning Negatif (-)

21

V

CM5 Warna Kuning Negatif (-)

22 BM

5 Warna Kuning Negatif (-)

23 BP

4 Warna Kuning Negatif (-)

24 J5 Warna Kuning Negatif (-)

25 K5 Warna Kuning Negatif (-)

Keterangan :

CM1,2,3,4,5 : Cabe Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V BM1,2,3,4,5 : Bawang Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

BP1,2,3,4,5 : Bawang Putih Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

K1,2,3,4,5 : Kunyit Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V J1,2,3,4,5 : Jahe Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

4.3.3 Pemeriksaan Natrium Benzoat yang Terdapat pada Bumbu Giling

Hasil pemeriksaan bumbu giling secara kualitatif terhadap penggunaan Natrium Benzoat dilakukan dengan menggunakan metode reaksi esterifikasi


(48)

51

dengan prinsip jika timbul aroma afitson menandakan adanya pemakaina Natrium Benzoat pada sampel.

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

No. Pedagang Kode Sampel Pengamatan Pemeriksaan Sampel dengan reaksi Esterifikasi

Hasil

1

I

CM1 Tidak Berbau Negatif (-)

2 BM

1 Tidak Berbau Negatif (-)

3 BP

1 Tidak Berbau Negatif (-)

4 J

1 Tidak Berbau Negatif (-)

5 K

1 Tidak Berbau Negatif (-)

6

II

CM2 Berbau Afitson Positif (+)

7 BM2 Berbau Afitson Positif (+)

8 BP

2 Berbau Afitson Positif (+)

9 J2 Berbau Afitson Positif (+)

10 K

2 Berbau Afitson Positif (+)

11

III

CM3 Tidak Berbau Negatif (-)

12 BM

3 Tidak Berbau Negatif (-)

13 BP3 Tidak Berbau Negatif (-)

14 J3 Tidak Berbau Negatif (-)

15 K3 Tidak Berbau Negatif (-)

16

IV

CM4 Tidak Berbau Negatif (-)

17 BM

4 Tidak Berbau Negatif (-)

18 BP4 Tidak Berbau Negatif (-)

19 J

4 Tidak Berbau Negatif (-)

20 K4 Tidak Berbau Negatif (-)

21

V

CM5 Berbau Afitson Positif (+)

22 BM

5 Berbau Afitson Positif (+)

23 BP

4 Berbau Afitson Positif (+)

24 J

5 Berbau Afitson Positif (+)

25 K

5 Berbau Afitson Positif (+)

Keterangan :

CM1,2,3,4,5 : Cabe Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V BM1,2,3,4,5 : Bawang Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

BP1,2,3,4,5 : Bawang Putih Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

K1,2,3,4,5 : Kunyit Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V J1,2,3,4,5 : Jahe Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif dengan reaksi esterifikasi, ada 10 sampel yang tercium


(49)

52

berbau afitson dari dua pedagang yaitu pedagang II dan V sehingga diperlukan pemeriksaan kuantitatif terhadap 10 sampel tersebut apakah kadar zat pengawet yang digunakan yaitu Natrium Benzoat masih memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan Permenkes RI No.033 tahun 2012.

Hasil pemeriksaan bumbu giling secara kuantitatif terhadap penggunaan Natrium Benzoat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi dengan prinsip titrasi dihentikan hingga larutan sampel berubah menjadi warna merah jambu dan kemudian dilakukan perhitungan terhadap kadar Natrium Benzoat.

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 No. Kode

Sampel Berat Sampel (gr) Volume Pentiter (ml) Kadar Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) Keterangan

1 CM

2 5,2733 0,3 546 600 MS

2 BM2 5,1397 0,2 281 600 MS

3 BP

2 5,4356 0,3 530 600 MS

4 J2 5,0907 0,2 283 600 MS

5 K

2 5,3810 0,2 267 600 MS

6 CM

5 5,3160 0,4 812 600 TMS

7 BM

5 5,1062 0,3 564 600 MS

8 BP

5 5,2133 0,4 828 600 TMS

9 J

5 5,1611 0,3 558 600 MS

10 K5 5,2018 0.3 553 600 MS

Keterangan :

CM2,5: Cabe Merah Giling dari Pedagang II, V MS : Memenuhi Syarat BM2,5: Bawang Merah Giling dari Pedagang II, V TMS : Tidak Memenuhi Syarat

BP2,5: Bawang Putih Giling dari Pedagang II, V

K2,5: Kunyit Giling dari Pedagang II, V J2,5: Jahe Giling dari Pedagang II, V


(50)

53

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 10 sampel yang diperiksa secara kuantitatif dengan metode titrasi, ada 2 sampel yaitu cabe merah giling dan bawang putih giling yang berasal dari pedagang V yang kadar zat Natrium Benzoatnya melebihi kadar yang ditentukan berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012 sehingga dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

4.3.4 Pemeriksaan Zat Penyedap Rasa yang Terdapat dalam Bumbu Giling

Hasil pemeriksaan bumbu gilingdilakukan dengan metode titrasi bebas airuntuk mendeteksi zat penyedap rasa yaitu Monosodium Glutamat (MSG) dan kadarnya dengan prinsip jika dilakukan titrasi terjadi perubahan larutan menjadi biru kehijauan maka pada sampel mengandung Monosodium Glutamat dan kemudian dilakukan pengukuran kadar.

Berdasarkan Tabel 4.5 di dibawah dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif dengan titrasi bebas air, terlihat dari hasil pemeriksaan pada semua sampel bahwa larutan tidak mengalami perubahan menjadi warna biru kehijauan sehingga semua sampel dari lima pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan penyedap rasa yaitu monosodium glutamat pada bumbu giling yang mereka jual.


(51)

54

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Monosodium Glutamat (MSG) pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

No. Pedagang Kode Sampel Pengamatan Pemeriksaan Warna Larutan

Hasil

1

I

CM1 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

2 BM

1 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 3 BP1 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

4 J

1 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

5 K

1 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 6

II

CM2 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 7 BM2 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 8 BP2 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

9 J

2 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

10 K

2 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 11

III

CM3 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 12 BM3 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

13 BP

3 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 14 J3 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

15 K

3 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 16

IV

CM4 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

17 BM

4 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

18 BP

4 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

19 J

4 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 20 K4 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) 21

V

CM5 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

22 BM

5 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

23 BP

5 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

24 J

5 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-)

25 K

5 Tidak Berubah Menjadi Biru Kehijauan Negatif (-) Keterangan :

CM1,2,3,4,5 : Cabe Merah Giling dari pedagang I, II, III, IV, V

BM1,2,3,4,5 : Bawang Merah Giling dari pedagang I, II, III, IV, V

BP1,2,3,4,5 : Bawang Putih Giling dari pedagang I, II, III, IV, V K1,2,3,4,5 : Kunyit Giling dari pedagang I, II, III, IV, V


(52)

55

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hasil Identifikasi Zat Pewarna Sintetis

Penelitian ini dilakukan mengingat bumbu giling yaitu cabe merah giling yang dijumpai pada beberapa pedagang memiliki warna bervariasi, kemungkinan ada pedagang yang menambahkan bahan tambahan seperti wortel atau papaya dengan tujuan untuk menambah berat cabe merah giling tetapi dapat membuat warna cabe merah giling kelihatan pudar sehingga untuk mendapatkan warna yang lebih bagus ditambahkan pewarna.

Pada penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya zat pewarna sintetis sekaligus mengetahui jenis zat pewarna yang terdapat di dalam sampel menggunakan metode kromatografi kertas. Hasil pemeriksaan sampel terhadap penggunaan zat pewarna yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Medan dengan menggunakan bulu domba bebas lemak yang dimasukkan ke dalam 50 gr sampel dan asam asetat 10%. Campuran tersebut dididihkan selama 10 menit kemudian didinginkan, lalu dibersihkan dengan aquades. Kemudian bulu domba diamati, apabila bulu domba berwarna seperti warna sampel menunjukkan bahwa adanya penggunaan zat pewarna sintetis pada sampel yang diamati.

Pengamatan yang dilakukan terhadap bulu domba yang dimasukkan kedalam masing-masing sampel cabe merah giling ternyata tidak berwarna. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pada kelima sampel cabe merah giling yang berasal dari 5 pedagang di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan zat pewarna sintetis. Sehingga proses pemeriksaan dengan uji


(53)

56

kromatografi kertas untuk mengetahui jenis zat warna yang digunakan pada sampel tidak dilanjutkan lagi. Adanya perbedaan warna dari masing-masing cabe merah giling yang dicurigai ditambahkan pewarna sintesis, yang nyatanya negatif terhadap penambahan warna sintetis mungkin dikarenakan perbedaan waktu produksinya dan kematangan ataupun warna dari cabe segar yang diproduksi.

Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan diantaranya beberapa bahan tambahan pangan ditambahkan pada makanan tidak memenuhi syarat, salah satunya zat pewarna. Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-menerus. Oleh sebab itu suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan pemakaiannya jika masih sesuai dengan batas ketentuan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan (Hidayat, 2006).

Penelitian yang dilakukan Dixit dkk (2013), tentang upaya yang telah dilakukan untuk memahami penilaian paparan dari warna makanan di India, bahwa sebagian besar pangan yang dijual di India menunjukkan 80,3% menggunakan pewarna yang diizinkan seperti Tartrazine dan Sunset Yellow yang merupakan zat pewarna yang paling banyak digunakan, tetapi 72,3% diantaranya telah melebihi batas yang diizinkan seperti ditemukannya kandungan Sunset Yellow sebesar 47,8 % (telah melebihi batas yang diizinkan yaitu 100 mg/kg). Sedangkan pada penggunaan pewarna yang tidak diizinkan sebesar 28,7%, Rhodamin B yang merupakan pewarna yang paling banyak digunakan pada


(54)

57

kelompok ini yang merupakan penyebab keprihatinan karena dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti kanker.

Penelitian mengenai identifikasi zat pewarna sintetis pada bumbu giling ini dilakukan karena mengingat seringnya penggunaan zat pewarna yang digunakan oleh produsen-produsen pangan dan tidak semua zat pewarna yang digunakan tersebut sesuai dengan kadar yang ditentukan dan juga diizinkan penggunaanya menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Seperti pada beberapa hasil penelitian di bawah ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2009) terhadap 1 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis yaitu Rhodamin B dari 10 sampel cabe giling yang diuji yang beredar di pasar tradisional Kota Medan, penelitian yang sama juga Mujianto dkk (2013) terdapat Rhodamin B dalam 4 sampel dari 36 sampel cabe giling, penelitian Putra dkk (2014) menunjukkan bahwa dari 25 sampel saus cabai sebanyak 10 sampel mengandung Rhodamin B dan 15 sampel mengandung pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya yaitu erytrosin yang semua sampel melebihi kadar yang diperbolehkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Armin dkk (2015) tentang analisis pewarna merah sintetis pada beberapa merek saus sambal sachet di tiga tempat makan cepat saji di Kota Padang, terdapat salah satu merek sampel yang positif Ponceau 4R dengan kadar 11,9520 mg/kg yang artinya tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) tentang penggunaan pewarna sintetis pada saus cabe yang dipasarkan di pasar tradisional


(55)

58

Kota Medan, menunjukkan bahwa dari 18 sampel yang diuji, terdapat 14 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis seperti Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartrazine,Red 2G. Dari 14 sampel tersebut terdapat 1 sampel yang menggunakan 3 jenis zat pewarna dalam 1 bahan sekaligus yaitu Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartrazine. Biasanya tujuan dari kombinasi zat pewarna jingga, kuning dan merah ini adalah untuk memperoleh tampilan yang lebih stabil dan menarik dari bahan aslinya karena bahan asli selalu memudar warnanya akibat lama penyimpanan.

Sunset Yellow merupakan jenis pewarna jingga sintetik yang sangat mudah larut dalam air. Pewarna ini biasa digunakan bahan-bahan pangan lain yang mengandung warna kuning, oranye dan kemerahan seperti saus. Tartrazin merupakan pewarna kuning lemon yang umum digunakan sebagai pewarna makanan di Afrika, Swedia dan Indonesia. Jika terakumulasi dengan tembaga (Cu) akan mengubah warna kuning menjadi kemerah-merahan. Zat pewarna lain adalah Ponceau 4R, pewarna ini merupakan pewarna sintetis yang berwarna merah sangat umum digunakan untuk produk makanan karena termasuk pewarna yang stabil sehingga hampir seluruh produk makanan yang memiliki penampilan warna merah menggunakan pewarna Ponceau 4R ini sebagai campurannya. Red 2G dikenal dengan Food Red 2 termasuk salah satu zat pewarna sintetis yang paling stabil. Biasanya digunakan pada yogurt dan beberapa produk daging (terutama sosis). Red 2G juga dapat digunakan sebagai pewarna pada buah dan sayur yang dikalengkan (Anonimus, 2008).


(56)

59

Berdasarkan penelitian yang dilakukan European Union diketahui bahwa Red 2G, Sunset Yellow, Ponceau 4R dan Tartrazine dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga pada Juli 2007 dikeluarkan larangan penggunaanya secara resmi karena diduga dapat memicu kepada penyakit kanker tetapi sampai saat ini di Indonesia zat pewarna ini masih dizinkan penggunaannya (Anonimus, 2007).

Penggunaan zat pewarna yang diizinkan hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman, jika penggunaannya berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa jenis pewarna yang harus dibatasi penggunaannya diantaranya Amaranth, Allurah Merah, Citrus Merah, Caramel, Erithrosin, Indigotine, Karbon Hitam, Ponceau SX, Fest Green FCF, Chocineal dan Kurkumin (Sumarlin, 2010).

5.2 Hasil Identifikasi Zat Pengawet Boraks

Penelitian terhadap boraks pada bumbu giling ini dilakukan karena mengingat bumbu giling yang dijual di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak selalu habis dalam satu hari, sehingga dicurigainya digunakannya pengawet seperti boraks untuk mempertahankan daya simpannya. Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, cukup sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium.


(57)

60

Pada penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya boraks di dalam sampel bumbu giling yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling yang diambil dari 5 pedagang yang ada di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. Pengujian ini menggunakan metode reaksi kurkumin dengan penambahan HCL pada sampel yang telah diabukan terlebih dahulu, kemudian dimasukkankan kertas kurkumin. Jika terjadi perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan menunjukkan terdapat boraks dalam sampel. Hasil penelitian pada semua sampel menunjukkan tidak ada perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua sampel negatif mengandung boraks.

Pada saat ini banyak bahan pengawet yang sudah dilarang untuk digunakan dalam makanan seperti boraks dan formalin. Larangan tersebut dikeluarkan karena bahan tambahan tersebut sangat berbahaya untuk kesehatan, terutama boraks yang bersifat antiseptik (anti jamur) dan pembunuh kuman pada kayu awetan dan kosmetik (Mukono, 2005).

Kesalahan fatal yang sering ditemukan adalah pada produk olahan rumah tangga sering ditambahkan dengan pengawet yang tidak diizinkan seperti boraks salah satu pemicu pengolah untuk menggunakan boraks adalah karena harga boraks yang jauh dibawah harga zat pengawet lainnya yang diizinkan.

Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak


(58)

61

berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).

Penelitian dilakukan karena boraks sering disalah gunakan sebagai bahan tambahan pangan, boraks tidak diizinkan penggunaannya dalam makanan yang disesuaikan dengan Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Seperti pada beberapa penelitian berikut, Silalahi dkk (2012) melaporkan di Kota Medan didapati adanya kandungan boraks pada jajanan bakso, bahwa 80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Kadar boraks yang ditemukan berkisar antara 0,08-0,29% dari berbagai lokasi yang diteliti, Mujianto dkk (2013) pada bumbu giling di pasar tradisional di Jakarta, ditemukan dari 112 sampel bumbu giling, 84 diantaranya dinyatakan positif mengandung boraks, salah satunya 1 sampel cabe merah giling.

Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

5.3 Hasil Identifikasi Zat Penyedap Rasa

Kehidupan modern sekarang ini, kehidupan masyarakat semakin berkembang, berbagai kebutuhan terus berkembang dan semakin kompleks. Begitu juga dengan kebutuhan makan yang sudah pasti makanan yang enak dan lezatlah yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Para produsen mulai berpikir


(59)

62

bagaimana menciptakan makanan yang enak dan lezat tersebut menjadi semakin praktis dalam membuatnya. Maka lahirlah produk penyedap masakan yang lebih dikenal dengan produk vetsin (Monosodium Glutamat/MSG).

Pada penelitian ini pemeriksaan kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya Monosodium Glutamat di dalam sampel bumbu giling yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling yang diambil dari 5 pedagang yang ada di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. Pengujian ini menggunakan metode reaksi titrasi bebas air dengan penambahan etanol dan indikator kristal violet pada masing-masing sampel yang kemudian dititrasi dengan asam perklorat. Jika terjadi perubahan warna larutan menjadi warna biru kehijauan maka sampel tersebut positif mengandung Monosodium Glutamat. Hasil penelitian pada semua sampel menunjukkan tidak ada perubahan warna larutan menjadi biru kehijauan. Sehingga semua sampel terbukti negatif mengandung Monosodium Glutamat. Kemudian perhitungan kadar Monosodium Glutamat tidak dilanjutkan mengingat hasil uji kualitatif terhadap semua sampel negatif.

Berdasarkan penelitian Widyalita dkk (2014) kandungan Monosadium Glutamat (MSG) masih terdapat pada pangan jajanan anak SD di makassar, yang menunjukkan terdapat kadar Monosodium Glutamat (MSG) pada 6 sampel uji yaitu bakso kasar 12,8 mg, bakso halus 15,34 mg, kuah bakso 216 mg, tela-tela 37,35 mg, nugget 23, 25 mg, dan sosis 22,88 mg, batas ini masih aman untuk dikonsumsi.


(60)

63

Meskipun diperkenankan sebagai penyedap masakan, penggunaan MSG yang berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. Gejala itu disebut Chinese Restaurant Syndrome. Laporan masyarakat ke Food Drug Administration (FDA), 2% dari seluruh pengguna MSG mengalami masalah kesehatan, sehingga WHO menetapkan ADI (Acceptable daily intake) untuk manusia sebesar 120 mg/ kg.

Pemeriksaan penyedap rasa berupa Monosodium Glutamat dilakukan mengingat penggunaan Monosodium Glutamat sebagai penyedap makanan yang diizinkan memiliki batas maksimum penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan dan tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jangka waktu yang lama dan jumlah berlebihan.

Secara umum MSG aman dikonsumsi, tetapi ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku pada otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3-5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua kelompok


(61)

64

tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5–2,5 gr MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG (Setiawati, 2008).

Penelitian Tim Riset di Amerika terbaru menyebutkan, setelah menyuntikkan Monosodium Glutamat yang overdosis ke dalam tubuh tikus, mereka lalu menemukan bahwa selang beberapa waktu, pada retina tikus dan beberapa bagian sistem syaraf utama terlihat gejala kerusakan. Fungsi alamiahnya menurun, juga nampak penyakit kegemukan. Karena jumlah sel darah merah dan putih dalam tulang berkurang, dimana garam kalsium yang masuk ke sel mengalami kerusakan, jadi akan mempengaruhi sintesa sel-sel, sehingga pertumbuhan tulang juga ikut terhambat.

Riset selanjutnya menunjukkan bahwa seorang anak yang terlalu banyak mengkonsumsi Monosodium Glutamat atau makanan yang mengandung asam glutanik akan menghambat pertumbuhan tulang dan perkembangan tubuh si anak (Anonimus, 2015).

5.4Hasil Identifikasi Zat PengawetNatrium Benzoat

Kualitas bahan pangan dapat dijaga dengan berbagai cara antara lain dengan pendinginan, pemanasan, penggaraman, pemanisan, pengeringan, dan penambahan bahan pengawet. Meningkatkan kualitas bahan pangan dengan cara penambahan bahan pengawet lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cara pengawetan yang lain, karena relatif murah dan terutama kemudahannya. Penelitian pengawet pada bumbu giling ini dilakukan karena mengingat bumbu


(62)

65

giling yang dijual di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak selalu habis dalam satu hari, sehingga dicurigainya digunakannya pengawet untuk mempertahankan daya simpannya.

Pada pangan kategori bumbu, Natrium Benzoat memiliki batas maksimun yaitu 600 mg/kg sesuai Permenkes RI No.033 tahun 2012. Pemberian batas maksimum terhadap Natrium Benzoat dilakukan karena penggunaan bahan pengawet ini tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah berlebihan. Pemeriksaan kualitatif pada sampel pada penelitian ini menggunakan reaksi esterifikasi. Pada reaksi ini akan tercium bau khas afitson yang menunjukkan adanya penggunaan Natrium Benzoat dalam sampel. Bau khas afitson ini dihasilkan dari reaksi antara Natrium Benzoat, etanol dan asam sulfat yang dipanaskan, akan terbentuk metil salisilat (menghasilkan bau afitson). Sebaliknya jika tidak tercium bau afitson maka hal ini menunjukkan tidak digunakannya Natrium Benzoat pada sampel. Dari 25 sampel yang diperiksa ditemukan diantaranya 10 sampel yang berasal dari 2 pedagang positif mengandung Natrium Benzoat dan 15 sampel negatif mengandung Natrium Benzoat.

Pada penelitian ini dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar dari Natrium Benzoat yang terdapat pada 10 sampel yang positif mengandung Natrium Benzoat menggunakan metode titrasi. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa kandungan Natrium Benzoat yang terendah terdapat pada sampel yang berasal dari pedagang II yaitu pada kunyit giling sebesar 267 mg/kg dan semua sampel yang besar dari pedagang II tidak melebihi kadar yang diizinkan (Tabel 4.4). Kandungan Natrium


(63)

66

Benzoat yang tertinggi terdapat pada sampel yang berasal dari pedagang V yaitu pada bawang putih giling sebesar 828 mg/kg.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kandungan Natrium Benzoat di dalam kunyit giling dan sampel yang lainnya yang berasal dari pedagang II jika dibandingkan dengan batas maksimum penggunaan Natrium Benzoat pada kategori bumbu berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012 sebesar 600 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi masyarakat karena besar kandungannya masih berada dibawah batas maksimum yang telah ditentukan, tetapi cabe merah giling dan bawang putih giling yang berasal dari pedagang V tidak aman lagi dikonsumsi karena telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan.

Penambahan pengawet Natrium Benzoat pada bumbutidak dilarang menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012. Namun, produsen hendaknya tidak menambahkan pengawet dengan ukuran sesuka hati, karena bahan pengawet tersebut akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Pemeriksaan Natrium Benzoat dilakukan mengingat penggunaannya sebagai pengawet makanan yang diizinkan memiliki batas maksimum penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan. Namun masih banyak ditemukan makanan yg menggunakan Natrium Benzoat sebagai pengawetnya melebihi kadar seperti pada penelitian-penelitian berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Rohadi dan tim peneliti Fakultas Teknologi Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa mayoritas saos tomat mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (1000 mg/kg),


(64)

67

yaitu berkisar 1100 – 1300 mg/kg, penelitian yang sama yang dilakukan Sella (2013) menunjukkan pada sempel saos tomat J yang beredar di pasar tradisional Kota Blitar mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (1000 mg/kg), yaitu 2240 mg/kg. Penelitian Rustian (2015) yang menunjukkan pada sampel susu kedelai mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (600 mg/kg), yaitu 611,67 mg/kg dan 605,78 mg/kg. Penelitian Maidah (2015) yang menunjukkan pada sampel berbagai merek kecap mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (600 mg/kg), yaitu berkisar 660 – 1120 mg/kg.

Pemakaian asam benzoat relatif menguntungkan karena dapat mempertahankan mutu bahan pangan dengan memberikan daya tahan kualitas pangan lebih lama. Akan tetapi pemakaian Natrium Benzoat yang berlebih dapat menimbulkan efek atau pengaruh tertentu bagi yang mengkonsumsinya seperti: penyakit kulit dermatitis (penyakit kulit yang ditandai dengan gatal-gatal dan bentol-bentol), asma, artikaria (biduran yang ditandai dengan timbulnya cairan pada permukaan disertai rasa gatal-gatal), angio edema (penimbunan cairan pada lapisan kulit yang lebih dalam yang dapat terjadi pada saluran pernafasan atau pencernaan) (Waheni, 2009).

Meskipun peraturan hanya mengizinkan dalam jumlah yang sedikit dari Natrium Benzoat yang ditambahkan dalam bumbu giling, namun efek dari dosis Natrium Benzoat dari waktu ke waktu tidak dapat diketahui. Karena melihat fenomena yang ada, berapa banyak Natrium Benzoat yang dikonsumsi setiap individu dalam sehari yang dapat menyebabkan penumpukan Natrium


(65)

68

Benzoatdalam tubuh, yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan. Berdasarkan penelitian Zengin dkk (2011) tentang evolusi gen dari dua bahan pengawet makanan yaitu Natrium Benzoat dan kalium benzoat, bahwa efek genotoksik Natrium Benzoat dan kalium benzoat yang diselidiki dalam limfosit perifer manusia menunjukkan bahwa Natrium Benzoat merusak DNA mitokondria (Mitokondria adalah elemen yang mengambang bebas dalam sel dengan beberapa fungsi saling berkaitan dengan metabolisme sel dan penuaan sel). Salah satu bahaya kanker diketahui ada hubungannya dengan Natrium Benzoat.

Bahan pengawet yang dikatakan aman, akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi melebihi dosis maksimum. Ada beberapa alasan mengapa para pedagang mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan produk yang dijual kebanyakan memang sangat terbatas dan mudah rusak. Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Namun dari hasil survei yang telah dilakukan terhadap pedagang II dan V, bahwa mereka mengaku tidak menambahkan pengawet pada bumbu giling mereka tetapi hasil laboratorium menyatakan bahwa bumbu giling yang mereka jual positif mengandung Natrium Benzoat. Kemungkinan mereka (Pedagang II dan V) menambahkan pengawet Natrium Benzoat karena bumbu giling yang mereka jual kurang laku dibandingkan dengan pedagang I, III dan IV yang disebabkan lokasi yang kurang srategis dan kurang bersih dan kurang menariknya tempat mereka berjualan.


(66)

69

Dampak akan bahaya konsumsi bumbu giling yang mengandung bahan pengawet Natrium Benzoat dapat dihindari yaitu dengan memperhatikan besarnya kadar Natrium Benzoat yang terkandung dan batasan ADI (Acceptable Daily Intake) untuk kategori bumbu (0-5mg/kg). Konsumsi yang terlalu sering sebaiknya dihindari karena akan menimbulkan penumpukan bahan pengawet dalam tubuh. Langkah pemilihan bumbu giling yang aman dari bahaya bahan pengawet Natrium Benzoat dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan fisik bumbu giling dari segi warna yaitu bumbu giling yang aman dikonsumsi memiliki warna yang tidak terlalu mencolok (Gambar 4.1). Sedangkan yang mengandung Natrium Benzoat yaitu bumbu giling dari pedagang II dan V memiliki warna yang lebih cerah atau mencolok seperti warna bawang putih giling terlihat jelas berwarna putih cerah begitu juga dengan jenis bumbu giling lainnya yang memiliki warna lebih cerah dibandingkan yang negatif mengandung Natrium Benzoat.


(67)

70 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai zat pewarna sintetis, pengawet dan penyedap rasa pada bumbu giling yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling yang dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tahun 2016, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang mengandung zat pewarna sintetis, boraks dan penyedap rasa berupa Monosodium Glutamat.

2. Seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif menunjukkan bahwa ada 10 sampel yang mengandung Natrium Benzoat yang berasal dari pedagang II dan V.

3. Berdasarkan uji kuantitatif dari 10 sampel yang mengandung Natrium Benzoat, ada 2 sampel yang melebihi kadar yang ditentukan yaitu CM5 812 mg/kg dan BP5 828 mg/kg , sehingga tidak memenuhi syarat (tidak aman) untuk dikonsumsi berdasarkan kadar maksimum yang ditentukan Permenkes RI No.033 tahun 2012 untuk kategori bumbu sebesar 600 mg/kg, namun 8 sampel lainnya masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi.


(68)

71

6.2 Saran

1. Masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih makanan khususnya produksi industri rumah tangga yang siap saji seperti bumbu giling untuk dikonsumsi.

2. Diharapkan kepada instansi terkait khususnya BPOM Kota Medan untuk tetap mengadakan pembinaan, pengawasan, pemeriksaan laboratorium secara periodik serta evaluasi secara berkala terhadap produk industri rumah tangga yang beredar di pasar-pasar tradisional.


(69)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bumbu Giling

Bumbu adalah tanaman aromatik yang telah ataupun belum diolah yang ditambahkan pada makanan untuk penyedap dan pembangkit selera makan, digunakan dalam keadaan segar seperti (cabe, bawang merah, bawang putih, jahe, sereh, kemangi, paprika, daun suji dan lain-lain). Bumbu merupakan bagian yang penting dalam pengolahan makanan, dengan penambahan atau penggunaan bumbu dan rempah maka hasil olahan akan mendapat rasa, aroma, serta warna yang menarik. Adapun fungsi bumbu :

1) Memberi rasa dan aroma pada makanan.

2) Meningkatkan rasa serta aroma pada makanan yang sedang dimasak. 3) Merangsang nafsu makan.

4) Membantu pencernaan makanan, bumbu yang ditambahkan pada makanan dapat merangsang usus untuk mencerna makanan lebih banyak.

5) Sebagai bahan pengawet makanan (asam, jeruk, gula, kunir).

Sedangkan bumbu giling adalah bubur hasil penggilingan dari tanaman aromatik yang ditambahkan pada makanan untuk penyedap dan pembangkit selera makan, digunakan dalam keadaan segar, dengan atau tanpa bahan tambahan pangan. Umumnya beberapa bumbu giling diberi garam sampai konsentrasi 20%, bahkan ada mencapai 30% (Mujianto dkk, 2013).


(70)

11

2.1.1 Pembuatan Bumbu Giling

1. Bahan dan Peralatan

a. Bahan

Pembuatan bumbu giling diperlukan bahan-bahan yaitu cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe yang biasanya ditambahkan pada makanan untuk penyedap dan pembangkit selera makan, digunakan dalam keadaan segar, garam dan air yang membantu penggilingan dari masing masing bahan tersebut.

b. Peralatan

Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses penggilingan seperti mesin penggiling, dimana alat ini digunakan untuk menggiling sampai halus, selain penggiling juga diperlukan ember dan sendok.

2. Proses Pembuatan Bumbu Giling

Tata cara pengolahan cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe menjadi produk bumbu giling meliputi langkah-langkah kerja sebagai berikut:

1. Menyiapkan bahan-bahan yaitu cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan pascapanen. 2. Bahan-bahan tersebut dibersihkan, membuang bagian yang tidak diperlukan

kemudian dicuci hingga bersih.

3. Bahan-bahan yang sudah dibersihkan selanjutnya masing-masing digiling sampai halus seperti bubur, sambil ditambah dengan garam dan air yang membantu proses penggilingan.


(71)

12

4. Dari masing-masing bahan yang sudah halus tersebut, setiap hasil penggilingan ditampung dalam wadahnya masing-masing sambil diaduk rata (Survey, 2016).

2.2 Keamanan Pangan

Menurut PP RI No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizinya.

Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan, sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001).


(72)

13

2.3 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. Bahan tambahan pangan pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan di uji lama sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian bahan tambahan pangan secara optimal (Syah, 2005).

Bahan tambahan pangan merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponenkhas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009).

Menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012, bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Depkes, 2012) :

a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.


(73)

14

b. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

2.3.1 Tujuan dan Fungsi Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat

meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Secara khusus tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah (Syah, 2005) :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut. 3. Memberi warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera. 4. Meningkatkan kualitas pangan.


(74)

15

Disamping tujuan penggunaannya , secara umum fungsi penambahan dari bahan tambahan pangan tersebut adalah (Saparinto dan Hidayati, 2006) :

1. Memperbaiki daya tahan makanan agar tidak mengalami perubahan struktur kimia atau pembusukan, misalnya anti oksidan.

2. Memperbaiki rasa dan warna.

3. Menambah gizi makanan dan vitamin.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila (Cahyadi, 2009) :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.3.2 Jenis Bahan Tambahan Pangan

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Sengaja ditambahkan (Direct Additives atau Intentional food)

Merupakan bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan pada makanan. Jumlah penambahannya telah ditentukan untuk menghindari dampak yang kurang baik bagi kesehatan.


(75)

16

Untuk hal ini dibagi dalam 3 kategori :

1) Bersifat aman atau GRAS (Generally Recognize As Safe), dengan dosis yang relatif tidak dibatasi, misalnya: pati (sebagai pengental).

2) Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan namun harus mendapatpersetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan). Misalnya, zat warna yang sudahdilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman dan boleh digunakanpada makanan (Diluar daftar Permenkes RI No.033 tahun 2012).

3) Bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dimana untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum sesuai Permenkes RI No.033 tahun 2012.

2. Tidak sengaja ditambahkan (Indirect Additives atau Incidental food Additives) Merupakan bahan tambahan pangan yang tanpa sengaja masuk pada rantai makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam produksi, pembuatan, cara kerja, pengemasan maupun pemasaran makanan.

Beberapa bahan kimia ikutan yang dapat menimbulkan indirect additives ialah (Fardiaz, 2007) :

1) Residu pestisida kimia yang terdapat pada hasil-hasil pertanian/perkebunan akibat penggunaan pestisida kimia pada saat penanaman.


(76)

17

2) Bahan tambahan pangan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain. Umumnya terbawa padaproduk daging, telur dan susu.

3) Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.

4) Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya: minyak pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.

Berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012, terdapat penggolongan bahan tambahan pangan yaitu bahan tambahan pangan yang diizinkan dan bahan tambahan pangan tidak diizinkan. Terdapat 27 golonganbahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam pangan, dan 19 bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan karena bersifat karsinogenik (Lampiran 1) (Depkes, 2012).

2.4 Bahan Pewarna Pangan

Menurut International Food Information Council Foundation (IFIC) 1994, pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana, yaitu bahan tambahan pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan (Wijaya, 2011).

Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai jenis produk jajan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil atau industri rumah tangga meskipun pewarna buatan


(1)

ix

2.7 Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2Waktu penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1Populasi ... 34

3.3.2Sampel ... 34

3.4Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1Data Primer ... 34

3.4.2 Data Sekunder ... 35

3.5Definisi Operasional ... 35

3.6 Alur Penelitian ... 36

3.7Metode Pengukuran ... 36

3.7.1Analisis Zat Pewarna Sintetis ... 36

3.7.2Analisis Zat Pengawet ... 39

3.7.3Analisis Zat Penyedap Rasa ... 43

3.8Analisis Data... 45

BAB IV HASIL PENELITAN ... 46

4.1 Deskripsi LokasiPenelitian ... 46

4.1.1Gambaran Pusat Pasar ... 46

4.2 Deskripsi Sampel ... 46

4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium... 48

4.3.1Identifikasi Jenis Zat Pewarna Sintetis yang Terdapat dalam Cabe Merah Giling ... 48

4.3.2 Pemeriksaan Boraks yang Terdapat dalam Bumbu Giling ... 49

4.3.3 Pemeriksaan Natrium Benzoat yang Terdapat dalam Bumbu Giling ... 50

4.3.4 Pemeriksaan Zat Penyedap Rasa yang Terdapat dalam Bumbu Giling ... 53

BAB V PEMBAHASAN ... 54

5.1 Hasil Identifikasi Zat Pewarna Sintetis ... 54


(2)

5.2 Hasil Identifikasi Zat Pengawet Boraks ... 58

5.3 Hasil Identifikasi Zat Penyedap Rasa ... 60

5.4 Hasil Identifikasi Zat Pengawet Natrium Benzoat ... 63

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 70 DAFTAR LAMPIRAN


(3)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan antara Zat Pewarna Sintetik dan Alami ... 19 Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia ... 20 Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia ... 20 Tabel 4.1Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Sintetis pada Cabe Merah Giling yang

Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 47 Tabel 4.2Hasil Pemeriksaan Boraks pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di

Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 49 Tabel 4.3Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling

yangDipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan

Tahun 2016 ... 50 Tabel 4.4Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling

yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan

Tahun 2016 ... 51 Tabel 4.5Hasil Pemeriksaan Kualitatif Monosodium Glutamat (MSG)pada

Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 53


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 32 Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 36 Gambar 4.1Bumbu Giling dari Kelima Pedagang ... 47


(5)

xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rutseylina Sinambela

Tempat Lahir : Baribahorbo

Tanggal Lahir : 13 Februari 1993

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Giling Sinambela

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Menterina Tampubolon

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SDN 173758 Sitonggi-tonggi : Tahun 1999-2005

2. SMP Swasta Karya Murni Sidihoni : Tahun 2005-2008

3. SMA Swata Katolik Budi Murni 2 Medan : Tahun 2008-2011

4. Lama Studi Di FKM USU : Tahun 2012-2016


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 74

Lampiran 2.Daftar BTP yang Diizinkan di Indonesia Berdasarkan Kategori Pangan ... 76

Lampiran 3.Dokumentasi Penelitian ... 79

Lampiran 4.Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat ... 91

Lampiran 5.Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 92

Lampiran 6.Surat Izin Penelitian ... 97


Dokumen yang terkait

Analisa Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Sentral Dan Pasar Simpang Limun Kota Medan Tahun 2009.

3 64 72

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

4 77 118

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 1

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 1 23

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 1 4

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 25