Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

(1)

Lampiran 1

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

No Jenis Pewarna Alami INS (Acceptable Dairy ADI

Intake)

Batas Maksimum Penggunaan Kategori

(Jam,Jelly dan Marmalad) 1. Kurkumin

CI No.75300

100 0,3 mg/kg -

2. Riboflavin 101 0-0,5 mg/kg 100 mg/kg

3. Karmin dan ekstra

cochineal CI No.75470 120 0-5 mg/kg 200 mg/kg

4. Klorofil CI No.75810 140 Tidak dinyatakan CPPB

5. Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI No.75810

141 0-15 mg/kg -

6. Karamel I plain 150a Tidak dinyatakan -

7. Karamel III ammonia proses

150c 0-200 mg/kg CPPB

8. Karamel IV ammonia sulfit proses

150d 0-200 mg/kg (berbentuk cairan)

0-150 mg/kg (berbentuk padatan)

1500 mg/kg

9. Karbon tanaman CI No.77266

153 Tidak dinyatakan -

10 .

Beta karoten CI No.75130

160d Tidak dinyatakan 1000 mg/kg

11 .

Ekstrak anato CI No.75120

160b 0-12 mg/kg -

12 .

Karatenoid 160a 0-5 mg/kg 300 mg/kg

13 .

Merah bit 162 Tidak dinyatakan -

14 .

Antosianim 163 0-2,5 mg/kg 500 mg/kg

15 .

Titanium dioksida CI No.77891

171 Tidak dinyatakan -


(2)

Tabel jenis pewarna sintesis yang diizinkan pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

No. Jenis Pewarna Sintesis INS ADI (Acceptable Daily Intake) Batas Maksimum Penggunaan kategori pangan

(Jam, Jelly dan Marmalad) 1. Tartazine

CI No.19140

102 0-7,5 mg/kg 300 mg/kg

2. Kuning kuinolin

CI. No.47005 104 0-10 mg/kg -

3. Kuning FCF CI.No.15985

110 0-4 mg/kg 300 mg/kg

4. Kormoisin CI No.14720

122 0-4 mg/kg 300 mg/kg

5. Ponceau 4R CI No.16255

124 0-4 mg/kg 70 mg/kg

6. Eritrosin CI No.45430

127 0-0,1 mg/kg -

7. Merah Allura CI No.16035

129 0-7 mg/kg 300 mg/kg

8. Indigotin CI No.73015

132 0-5 mg/kg 70 mg/kg

9. Biru berlian FCF CI No.42090

133 0-12,5 mg/kg 300 mg/kg

10. Hijau FCF CI No.42053

143 0-25 mg/kg 300 mg/kg

11. Coklat HT CI No.20285

155 0-1,5 mg/kg -


(3)

Lampiran 2. Tabel Zat Pewarna Tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya

Sumber : Permenkes No.239/Menkes/Per/V/85

No Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Warna

(C.I. No)

1. Auramine (C.I Basic Yellow 2) 41000

2. Alkanet 75520

3. Butter Yellow (C.I Solvent Yellow 2) 11020

4. Black 7984 (Food Vlack 2) 27755

5. Bum Unber (Pigment Brown 7) 77491

6. Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) 11270 7. Chrysoine S (C.I. Food Yellow 8) 14270

8. Citrus Red No.2 12156

9. Chocolate Brown FB (Food Brown 2) -

10. Fast Red E (C.I Food Red 4) 16045

11. Fast Yellow AB (C.I. Food Yellow 2) 13015 12. Indantherene Blue Rs (C.I.Food Blue 4) 69800 13. Guinea Green B (C.I Acid Green No.3) 42085

14. Magenta (C.I. Basic Violet 14) 42510

15. Metanil Yellow (Ext.D&C Yellow No.1) 13065 16. Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) 12100 17. Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) 12140 18. Oil Orange AB (C.I. Solvent Orange 5) 11380 19. Oil Yellow AB (C.I Solvent Yellow 6) 11390

20. Orange G (C.I Food Orange 4) 16230

21. Orange GGN (C.I Food Orange 2) 15980

22. Orange RN (Food Orange 1) 15970

23. Orchid and Orcein -

24. Ponceau 3R (Acid Red 1) 16155

25. Ponceau SX (C.I Food Red 1) 14700

26. Ponceau 6R (C.I Food Red 8) 16290

27. Rhodamin B (C.( Food Red 15) 45170

28. Sudan I (C.I Solvent Yellow 14) 12055

29. Scarlet GN (Food Red 2) 14815


(4)

Lampiran 3. Tabel Daftar Zat pengawet yang diizinkan diIndonesia Berdasarkan Kategori Pangan

Sumber : Permenkes RI Nomor 33 Tahun 2012

No Jenis BTP Pengawet INS ADI (mg/kg) BB

Batas Maksimum penggunaan (mg/kg) Kategori jem,jelly,marmalad 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Asam sorbat dan garamnya Asam sorbat

Natrium sorbat Kalium sorbat Kalsium sorbat

Asam benzoat dan garamnya Asam benzoat

Natrium benzoat Kalium benzoat Kalsium benzoat

Etil para-hidroksibenzoat Metil para-hidroksibenzoat

Sulfit

Belerang dioksida Natrium sulfit

Natrium bisulfit Natrium metabisulfit

Kalium metabisulfit Kalsium bisulfit Nisin

Nitrit

Kalium nitrit Natrium nitrit Nitrat

Natrium nitrat Kalium nitrat

Asam propionate dan garamnya Asam propionate

Natrium propionate Kalsium propionate Kalium propionate Lisozim hidroklorida

200 201 202 203 210 211 212 213 214 218 220 221 222 223 224 225 227 228 234 249 250 251 252 280 281 282 283 1105 0-25mg/kg 0-5 mg/kg 0-10 mg/kg 0-10 mg/kg 0-0,7 mg/kg 0-33000 unit/kg 0-0,06 mg/kg 0-3,7 mg/kg Tidak dinyatakan Tidak dinyatakan 500 mg/kg 1000 mg/kg 1000 mg/kg 1000 mg/kg 50 mg/kg - - - 1000 mg/kg -


(5)

Lampiran 4. Tabel zat pengawet makanan sintetik yang dilarang diIndonesia dan pengaruh terhadap kesehatan

Sumber : Permenkes No.1168/Menkes/Per/X/1999

Bahan Pengawet Produk Pangan Pengaruh terhadap kesehatan

Ca-benzoat Sari buah, minuman

ringan, minuman anggur manis, ikan asin

Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis Sulfur dioksida (SO2) Sari buah, cider, buah

kering, sirup, kacang kering, acar

Dapat menyebabkan perlukakan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetic, kanker dan alergi

K-nitrit Daging kornet, daging

kering, daging asin, pikel daging

Nitrit mampu mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen,

menyebabkan kesulitan bernafas, sakit kepala,anemia,radang ginjal dan muntah

Ca-/Na-propinoat Produk roti dan tepung Migran,kelelahan,kesulitan tidur Na-metasulfat Produk roti dan tepung Alergi kulit

Asam sorbat Produk jeruk,pikel,keju dan salad

Pelukaan kulit Natamysin Produk daging dan keju Dapat menyebabkan

mual,muntah,tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit

K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjal

BHA

Daging babi segar dan sosisnya, minyak sayur,kripik kentang, pizza beku, instant teas

Menyebabkan penyakit hati dan kanker


(6)

Lampiran 5. Tabel Syarat Mutu Selai

No Uji Kriteria Satuan Persyaratan

1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 4.1 4.2 4.3 5. 5.1 5.2 5.3 5.4 6 7. 7.1 7.2 7.3 Keadaan Bau Rasa Warna Tekstur Padatan larutan Identifikasi buah (secara mikroskopis)

Bahan Tambahan Makanan Pewarna tambahan Pengawet Pemanis buatan (Sakarin, Siklamat) Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn)

Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka Iempeng Bakteri bentuk coli Kapang & Khamir

- - - - - % b/b - Sesuai SNI 01-0222-1987* mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni APM Koloni Normal Normal Normal Normal Min. 65 Sesuai label

negatif

maks. 1,5 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 40,0 maks. 1,0

maks. 5,102 APM < 3 maks. 50 Sumber : SNI 01-3746-1995


(7)

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Harga Rf Zat Warna Pada Selai Diketahui

Jarak titik pusat bercak dari titik awal = 1,5 cm Jarak tempuh fase gerak dari titik awal = 14 cm Rumus :

Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal Jarak titik tempuh fase gerak dari titik awal Maka Rf = 1,5 = 0,12

14

Kemudian hasil perhitungan disesuaikan dengan lampiran dengan memakai pelarut G. disesuaikan angka yang sama atau mendekati, akan diketahui bahwa harga Rf = 0,12 dengan menggunakan pelarut G ternyata menggunakan pewarna tidak diizinkan yaitu Ponceau 3R.


(8)

(9)

(10)

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Zat Pewarna Pada Selai Buah Tidak Bermerek

Diketahui : a (berat benang wool sebelum perlakuan) = 0,1065 b (berat benang wool sesudah perlakuan) = 0,1123 berat sampel = 10 gr

berat sampel yang digunakan saat pemeriksaan = 100 gr Rumus :

Kadar Zat Pewarna = b - a Berat sampel = 0,1123 – 0,1065

10 gr = 0,00058 gr

Kadar Zat Pewarna = 100 x 0,00058 gr 10

= 0,0058 gr

Terdapat 0,0058 dalam setiap 100 gr selai buah Maka dalam 1 kg = 1000 x 0,0058 gr

100 = 0,058 gr/kg = 58 mg/kg

Jadi, pada sampel A2 kadar zat pewarna yang terkandung pada 1 kg selai buah adalah 58mg/kg zat pewarna sintetik, sehingga memenuhi syarat kesehatan.


(11)

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat Pada Selai Buah Tidak Bermerek

Diketahui : Vs (Volume titrasi sampel) = 0,4 Vb (Volume titrasi blanko) = 0,1 N (Normalitas NaOH yang dipakai = 0,1

BM Na-Benzoat = 144

B ( Berat sampel (mg) ) = 5019,2 mg

Rumus : (Vs – Vb) x N x BM Na-Benzoat x 100% B (mg)

: (0,4 – 0,1) x 0,1 x 144 x 100% 5019,2 mg

: 0,0860 %

Dikonversikan : 0,0860 x 5019,2 = 4,3165 mg/mg 100

: 4,31 mg x 106 mg/kg 5019,2 mg

: 0,000858 x 106 mg/kg : 859,99 mg/kg = 860 mg/kg

Jadi, pada sampel A1 kadar natrium benzoate yang terkandung pada 1 kg selai buah adalah 860 mg/kg, kadar yang digunakan masih dibawah ambang batas sehingga masih memenuhi syarat kesehatan.


(12)

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Proses Pemanasan sampel di penangas air (waterbath)

Gam bar 2. Sam pel Hasil Pem eriksaan Siklam at (m elihat endapan put ih) Larut an Pem banding (a) Sukrosa (b) Siklam at


(13)

Gambar 3. Proses pemanasan sampel untuk pemeriksaan sakarin yang ditambahkan 5 ml NaOH 5%

Gambar 4. Plat tetes berisi sampel yang telah ditambahkan 10 ml HCL 10% dan FeCl3 1% (pemeriksaan sakarin)


(14)

Gambar 5. Sampel dan bulu domba dalam Labu Erlenmeyer 250 ml dengan larutan asam asetat 10%


(15)

Gambar 7. Bulu domba berisi zat pewarna yang telah melekat


(16)

Gambar 9. Kertas Whatman yang telah ditotol residu pewarna dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen G


(17)

Gambar 11. Sampel hasil pemanasan berisi uap yang melekat pada kapas (untuk mengetahui ada tidaknya natrium benzoat)


(18)

Gambar 13. Proses penguapan lapisan ether di penangas air hingga kering


(19)

Lampiran 12. Hasil Penelitian Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan


(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yaitu menganalisis jenis dan kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet pada selai buah yang tidak bermerek yang dijual dibeberapa pasar tradisional Kota Medan tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada selai buah yang ada dijual di Pasar Helvetia, Pasar Kampung Lalang, Pasar Setia Budi, Pasar Simpang Limun dan Pasar Aksara. Alasan pemilihan lokasi pengambilan sampel adalah hanya pasar-pasar ini menjual produk selai buah. Pasar tersebut merupakan tempat umum yang banyak dikunjungi oleh masyarakat dan juga tempat dimana penjual banyak menjual jenis produk makanan. Pasar-pasar ini sudah mewakili beberapa pasar tradisional yang ada di Kota Medan. Kemudian pemeriksaan zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet pada selai buah dilakukan di Laboraturium Kesehatan Daerah dengan alasan memiliki bahan dan alat yang lengkap dan memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur).

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel


(28)

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalahselai buah yang tidak bermerek yang terdiri dari rasa strawberry, blueberry, nanas yang beredar di Pasar Helvetia, Pasar Kampung Lalang, Pasar Setia Budi, Pasar Simpang Limun dan Pasar Aksara.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian yang di ambil adalah selai buah dengan rasa strawberry, blueberry, dan nanas berasal dari kelima pasar tradisional dengan cara membeli sampel seperti pembeli lainnya yang berasal dari pedagang yang berbeda dalam satu pasar. Sehingga semuanya berjumlah lima belas selai buah yang tidak bermerek yang akan dianalisis. Pemilihan sampel di ambil secara purposive sampling yaitu selai rasa strawberry, blueberry, dan nanas karena selai buah tersebut banyak ditemukan dan dijual dengan harga yang murah, dan memiliki karakterisktik yang berbeda dari selai lainnya dilihat dari organoleptiknya memiliki rasa manis, warna yang mencolok dan daya tahan penyimpanan yang cukup lama serta paling banyak di minati oleh konsumen.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pemeriksaan Laboraturium Kesehatan Medan terhadap jenis dan kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet yang terkandung didalam selai yang tidak bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional di Kota Medan.


(29)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder meliputi data yang berhubungan dengan substansi yang diperoleh dari literatur - literatur yang menjadi bahan masukkan bagi peneliti dan sangat relevan untuk mendukung pnelitian ini.

3.5 Defenisi Operasional

1. Selai adalah produk pangan yang berasal dari buah-buahan yang dihancurkan kemudian dicampur dengan gula dan bahan tambahan pangan.

2. Zat pemanis adalah bahan tambahan makanan berupa sakarin dan siklamat yang digunakan pada makanan untuk memberi rasa manis pada selai buah. Dengan batas kadar penggunaan maksimum pada sakarin sebesar 200 mg/kg dan siklamat sebesar 1000 mg/kg.

3. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan berupa amaranth, indigotine dan tartazine digunakan untuk memberi atau memperbaiki warna pada selai buah agar terlihat menarik. Dengan batas kadar penggunaan 300 mg/kg (amaranth), 70 mg/kg (indigotine) dan 300 mg/kg (tartazine) untuk kategori selai buah.

4. Zat pengawet adalah bahan tambahan makanan berupa natrium benzoat digunakan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme dan memperpanjang daya simpan pada produk selai buah. Dengan batas kadar penggunaan 1000 mg/kg untuk kategori selai buah.

5. Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan mengetahui ada tidaknya pemanis seperti sakarin dan siklamat, zat pewarna seperti amaranth, indogotine dan tartazine dan zat pengawet seperti natrium benzoate dalam selai buah.


(30)

6. Uji kuantitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet yang terdapat dalam selai buah.

7. Memenuhi syarat/ tidak memenuhi syarat adalah apabila zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet kadarnya yang diperiksa sesuai atau tidak sesuai dengan Permenkes 033/Menkes/Per/XI/12 Tentang Bahan TambahanPangan.

3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian 3.7Penentuan Cara Pemeriksaan Siklamat

3.7.1 Analisis Secara Kualitatif Siklamat Pada Selai Buah

Pemeriksaan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan siklamat dengan metode pengendapan (SNI 01-2893-1992), adapun prosedur kerja pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :

Selai Buah

(Strawberry, blueberry, nanas) Pemeriksaan

Laboratorium Zat Pemanis Zat Pewarna Zat Pengawet

Uji Kualitatif

(Memenuhi /tidak memenuhi syarat)

Uji Kuantitatif


(31)

1. Bila sampel bentuk padatan, timbang 50 gr. Lalu masukkan ke dalam tabung reaksi 100 ml tambahkan 50 ml aquadest, saring atau filtrat test. disaring dengan kertas Whatman berukuran 15cm x 15cm.

2. Kemudian tambahkan 10 ml HCl 10% dan 10 ml BaCl2 10%, biarkan selama 30 menit lalu, tambahkan NaNO2 10% 10 ml

3. Dipanaskan diatas penangas air pada suhu 100 – 125oC. Jika setelah dipanaskan berupa endapan putih berarti sampel mengandung siklamat.

3.7.2 Analisis Secara Kuantitatif Siklamat Pada Selai Buah

Pemeriksaan secara kualitatif dilakukan untuk menentukkan kadar yang digunakan bila sampel terbukti menggunakan siklamat pada selai buah diperiksa dengan metode kurva kalibrasi spektrofotometri UV (Cahyadi, 2006) :

a. Prosedur kerja analisis kuantitatif kadar siklamat adalah sebagai berikut :

1. Dipipet sejumlah 50 ml sampel dimasukkan kedalam corong pisah pertama. Lalu, tambahkan 2,5 ml asam asetat pekat

2. Setelah dingin, dikocok selama 2 menit. Dipisahkan lapisan etil asetat dan ambil 40 ml, bagian yang jernihnya. Lalu, masukkan kedalam corong pisah ke-II.Dikocok 3 kali dengan 15 ml air

3. Dikumpulkan lapisan air, lalu dimasukkan kedalam corong pisah ke-III. Ditambahkan 1 ml natrium hidroksida 10 N, 5 ml sikloheksan dan dikocok selama 1 menit.

4. Dipisahkan lapisan air dan dimasukkan kedalam corong pisah ke-IV, ditambahkan 2,5 ml asam sulfat 30%, 5 ml sikloheksan, 5 ml larutan hiploklorit yang mengandung


(32)

3.8 Penentuan Cara Pemeriksaan Sakarin

3.8.1 Analisis Secara Kualitatif Sakarin Pada Selai Buah

Pemeriksaan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan siklamat dengan metode pereaksi ekstraksi uji warna dengan melihat ada atau tidak terjadinya warna ungu pada sampel yang diperiksa. Adapun prosedur kerja pemeriksaan sakarin yaitu :

1. Timbang sampel selai buah 15 gr, larutkan dalam 5 ml NaOH 5% 2. Residu dipanaskan, angkat lalu didinginkan

3. Setelah residu dingin, larutkan dalam 10 ml HCl 13% 4. Kemudian tambahan setetes FeCl3 1%

Apabila larutan berwarna ungu menunjukkan adanya asam salisilat yaitu terbentuk sakarin pada sampel selai buah yang diperiksa.

3.8.2 Analisis Secara Kuantitatif Sakarin Pada Selai Buah

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kadar sakarin yang terdapat pada sampel selai buah jika sampel terbukti mengandung sakarin. Pemeriksaan dilakukan melalui titrasi asam basa. Adapun prosedur kerjanya sebagai berikut :

1. Timbang 15 gr sampel yang sudah dihomogenkan, masukkan kedalam corong pisah dengan bantuan 50 ml aquadest. Tambahkan 5 ml HCl 3N. Ekstraksi endapan sakarin dengan larutan kloroform : etanol (9:1) kocok sampai 15 menit. Pisahkan kedalam Erlenmeyer ( lapisan kloroform berada dibagian bawah).

2. Tambahkan 15 ml kloroform : etanol kedalam corong pisah, kocok lagi dan pisahkan larutan kloroform, ulangi sekali lagi dengan menambahkan 10 ml kloroform : etanol.


(33)

3. Hasil penyaringan klorofrom : etanol lalu dimasukkan kedalam corong pisah yang lain, tambahkan 50 ml akuades lalu diaduk. Pisahkan lapisan kloroform ke dalam erlenmeyer lalu kerinkan diatas penangas air.

4. Setelah kering tambahkan 50 ml akuades dan 5 tetes indicator BTB (Brown Thymol Blue)

5. Titrasi dengan NaOH 0,1 N terjadi perubahan warna menjadi biru Perhitungan kadar sakarin (%) : VxNx18,32x100%

B/Vs

Keterangan :

V = Volume pentiter (ml) N = Normalitas NaOH B = Berat Sampel (gram) Vs= Volume Sampel (ml)

3.8 Penentuan Cara Pemeriksaan Zat Pewarna

3.8.1 Analisis Secara Kualitatif Jenis Zat Pewarna Pada Selai Buah

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan dalam selai buah yang akan diperiksa melalui metode kromatografi kertas (SNI, 01-2895-1992). Dilihat dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak dengan cara membagi jarak titik pusat bercak dari titik penotolan oleh jarak rambat eluen dari titik penotolan. Prosedur kerja metode kromatografi kertas yaitu :

1. Ambil dan ukur 10 gr sampel selai roti, kemudian masukkan kedalam gelas kimia 100 ml.

2. Tambahkan10 ml asam asetat 10% kemudian masukkan bulu domba, didihkan selama 30 menit sambil diaduk.


(34)

3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang - ulang hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dengan bulu domba dan ditambahkan ammonia 10 % di atas pemanas air hingga sempurna.

5. Bulu domba dicuci lagi dengan air hingga bebas dari ammonia. Larutan yang didapat, diteteskan diatas kertas kromatografi dengan menggunakan pipet kapiler dan biarkan mengering

6. Setelah itu kertas kromatografi dimasukkan kedalam bejana (Chamber) yang sudah mengandung larutan eluen(pilih salah satu eluen yang cocok). Kemudian bejana ditutup kemudian biarkan dua sampai tiga jam. Jarak rambatan elusi 10 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen G (encerkan 5 ml ammonia pekat dengan air suling hingga 100 ml tambahkan 2 gr trinatrium sitrat dan larutankan).

7. Setelah cairan naik setinggi batas jarak rambat, angkat dari chamber. Keringkan kertas kromatografi diudara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul.

8. Perhitungan penentuan zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari masing–masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak gerak zat pelarut (Cahyadi, 2006).

Rf = Jarak gerak zat terlarut Jarak gerak zat pelarut

3.8.2 Analisis Secara Kuantitatif Kadar Pewarna Pada Selai Buah

Pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan untuk menetapkan kadar zat pewarna yang telah diperiksa pada sampel selai buah melalui metode Gravimetri dengan prinsip


(35)

melakukan penimbangan terhadap benang wool sebelum dan sesudah perlakuan. Prosedur kerja metode gravimetri pada selai :

1. Benang wool (+20 cm) dicuci dengan n-Hexana, lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator dan timbang (berat a).

2. 10 gr sampel selai dimasukkan kedalam gelas ukur dan ditambah 10 ml larutan KHSO4 10% dan air bersih 200 CC.

3. Dimasukkan benang wool yang sudah ditimbang ke dalam larutan sampel lalu dididihkan selama 30 menit.

4. Benang wool diangkat dan dicuci dengan air yang mengalir.

5. Benang wool dikeringkan selama 60 menit dan di oven dan ditimbang kembali (berat b) dan dihitung selisih berat benang wool sebelum dan sesudah perlakuan, itulah sebagai kadar zat warna.

6. Perhitungan kadar zat pewarna yang digunakan adalah sebagai berikut : Kadar zat warna = b - a

Berat Sampel

Ket : a = berat benang wool sebelum perlakuan b = berat benang wool sesudah perlakuan

3.9 Penentuan Cara Pemeriksaan Zat Pengawet

3.9.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan natriu benzoate pada selai buah yang akan diperiksa melalui metode esterifikasi. Adapun prosedur kerja


(36)

1. Masukkan 10 gr sampel selai buah kedalam tabung reaksi (pyrex), tambahkan aquadest secukupnya, lalu aduk hingga rata dengan sendok pengaduk.

2. Tambahkan etanol 1 ml, H2SO4 1 ml. setelah itu panaskan diatas penangas air hingga menguap. Suhu 100oC (<15 menit)

3. Setelah didapatkan uapnya, diamkan beberapa saat. Lalu dicium aroma uapnya, jika sampel aromanya seperti pisang ambon atau afitson menunjukkan hasilnya positif. 3.9.2 Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah

Pemeriksaan dilakukan untuk menetapkan kadar natrium benzoat pada selai buah melalui metode ekstraksi dengan prinsip titrasi. Adapun prosedur kerja pemeriksaan ini sebagai berikut :

1. Timbang ± 5 gr sample selai buah masukkan kedalam corong pisah, tambahkan 50 ml aquadest. Cek pH, buat pH ˂6 dengan menambahkan beberapa tetes H2SO4 4N. 2. Tambahkan 25 ml ether, kocok selama ± 15 menit, lapisan ether dipisahkan, lakukan

ekstraksi 2x lagi dengan menggunakan 15 ml ether tiap penyaringan.

3. Kumpulkan lapisan ether lalu diuapkan diatas penangas air hingga kering kedalam sisa sari ether ditambahkan 10 ml etanol netral dan 50 ml aquadest.

4. Teteskan 3-5 tetes indikator PP. kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi warna merah jambu. Lakukan titrasi blanko

5. Perhitungan kadar natrium benzoat(%): (Vs-Vb)xNxBM Na-Benzoat x 100% B(mg)

Keterangan :

Vb = Volume titrasi blanko Vs = Volume titrasi sampel

N = Normalitas NaOH yang dipakai B = Berat sampel (mg)


(37)

3.10 Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan secara deskriptif yaitu jenis dan kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet yang didapat dari hasil pemeriksaan laboraturium secara kualitatif dan kuantitatif kemudian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi, pembahasan serta diambil kesimpulan. Kemudian hasil tersebut di bandingkan dengan Permenkes RI No.033 /Mekes/Per/XI/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui apakah selai buah tidak bermerek yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Kota Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa. Terletak di antara kabupaten Deli Serdang dan terletak 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Adapun luasnya adalah ±265,10 km2 atau 0,37 persen dari total luas daratan Provinsi Sumatera Utara (BPS Kota Medan, 2015).

Kota Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki 53 pasar tradisional yang secara langsung maupun tidak langsung dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan (PDPKM) dengan jumlah pedagang sebanyak 20.144 orang.

Pasar Helvetia, Pasar Pringgan, Pasar Kampung Lalang, Pasar Simpang Limun dan Pasar Aksara dipilih sebagai lokasi penelitian. Kelima pasar tradisional ini banyak dikunjungi oleh masyarakat karena menyediakan kebutuhan hidup masyarakat banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder seperti beras, ikan, daging, sayur-mayur, buah-buahan, pakaian dan lain-lain. Segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dengan mudah dapat ditemukan di pasar tradisional yang menyediakan segalanya yang dibutuhkan termasuk produk selai buah.


(39)

Gambar 4.1 Selai Buah Tidak Bermerek (a) Rasa Nanas, (b) Strawberry, (c) Blueberry dan (d) Coklat

Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah olahan buah-buahan yang cukup dikenal dan disukai masyarakat dari semua golongan umur dari anak-anak hingga orang dewasa. Selai buah dapat ditemukan di berbagai tempat termasuk pasar tradisional, tetapi tidak semua pasar yang menjual selai buah tidak bermerek. Pasar Helvetia, Pasar Pringgan, Pasar Kampun Lalang, Pasar Simpang Limun dan Pasar Aksara, kelima pasar ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena hanya kelima pasar ini yang menjual produk selai buah yang tidak bermerek.

Selai buah yang dijual di kelima pasar tersebut berasal dari industri rumah tangga dan import, kemudian dijual atau diedarkan melalui penjual toko roti ataupun toko makanan yang ada didalam pasar tradisional maupun berada disekitar pasar tradisional. Toko roti ataupun toko makanan tersebut menjual berbagai macam selai buah seperti rasa strawberry, blueberry, nanas, coklat, srikaya dan pandan. Selai buah tidak bermerek dikemas dengan plastik ukuran 250-500 gram dan dijual dengan harga yang relatif murah.

Sampel yang akan dijadikan objek penelitian yaitu selai buah rasa strawberry, blueberry dan nanas karena selai rasa ini lebih diminati masyarakat dan memiliki


(40)

daya simpan yang cukup lama. Sampel ini diambil dengan cara membeli produk selai buah tidak bermerek sebanyak 250 gram yang terdiri rasa strawberry, blueberry dan nanas yang berasal dari kelima pasar tradisional yang telah disebutkan. Sehingga semua sampel berjumlah lima belas selai buah.

Gambar 4.2 Lima Belas Sampel Selai Buah Tidak Bermerek (a) Rasa Strawberry, (b) Blueberry dan (c) Nanas

Pemeriksaan bahan tambahan makanan dilakukan pada lima belas sampel selai buah yang tidak bermerek untuk mengetahui jenis dan kadar yang terdapat pada sampel, terdiri dari rasa strawberry, blueberry dan nanas. Pemeriksaan zat pemanis seperti siklamat dan sakarin, zat pewarna seperti tartazine, amaranth, indigotine dan zat pengawet seperti natrium benzoat telah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.033/Menkes/Per/XI/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.


(41)

4.2 Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis Siklamat Pada Selai Buah 4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Siklamat

Pemeriksaan zat pemanis berupa siklamat pada lima belas sampel selai buah tidak bermerek dilakukan melalui metode pengendapan dengan melihat ada atau tidaknya endapan putih pada sampel yang diperiksa.Hasil pemeriksaan kualitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Siklamat Pada Selai buah tidak Bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016.

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1= Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas

D = Pasar Simpang Limun (+) = Menggunakan Siklamat E = Pasar Aksara (-) = Tidak menggunakan Siklamat

No Kode Lokasi Sampel

Kode Sampel

Pengamatan Pemeriksaan (Sampel+HCl 2N + BaCl2 10% + NaNO2 10%)

Hasil 1.

A

A1 Tidak ada endapan putih (-)

2. A2 Tidak ada endapan putih (-)

3. A3 Tidak ada endapan putih (-)

4.

B

B1 Tidak ada endapan putih (-)

5. B2 Tidak ada endapan putih (-)

6. B3 Tidak ada endapan putih (-)

7.

C

C1 Tidak ada endapan putih (-)

8. C2 Tidak ada endapan putih (-)

9. C3 Ada endapan putih (+)

10.

D

D1 Tidak ada endapan putih (-)

11. D2 Tidak ada endapan putih (-)

12. D3 Tidak ada endapan putih (-)

13.

E

E1 Tidak ada endapan putih (-)

14. E2 Tidak ada endapan putih (-)


(42)

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa dari lima belas sampel yang diperiksa terdapat satu sampel selai buah yang tidak bermerek yang mengandung siklamat yaitu sampel C3 selai buah rasa nanas terdapat endapan putih yang diperoleh dari Pasar Kampung Lalang. Empat belas sampel lainnya yang tidak mengandung siklamat kemungkinan menggunakan zat pemanis alami seperti sukrosa.

4.3 Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis Sakarin Pada Selai Buah 4.3.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Sakarin

Pemeriksaan zat pemanis buatan berupa sakarin pada lima belas sampel selai buah tidak bermerek melalui metode pereaksi ekstraksi uji warna. Hasil pemeriksaan secara kualitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan, dapat dilihat dari tabel 4.2 dibawah : Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Sakarin Pada Selai buah tidak mermerek yang

Dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016.

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1 = Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas

D = Pasar Simpang Limun (+) = Menggunakan Sakarin E = Pasar Aksara (-) = Tidak menggunakan Sakarin

No Kode Lokasi Sampel Kode Sampel Berat Sampel Pengamatan Pemeriksaan (sampel+ NaOH 5%+ HCl

13% + FeCl3 1%)

Hasil 1.

A

A1 15,018 Tidak terjadi warna ungu (-)

2. A2 15,015 Tidak terjadi warna ungu (-)

3. A3 15,016 Tidak terjadi warna ungu (-)

4.

B

B1 15,024 Tidak terjadi warna ungu (-)

5. B2 15,030 Tidak terjadi warna ungu (-)

6. B3 15,027 Tidak terjadi warna ungu (-)

7.

C

C1 15,012 Tidak terjadi warna ungu (-)

8. C2 15,015 Tidak terjadi warna ungu (-)

9. C3 15,026 Tidak terjadi warna ungu (-)

10.

D

D1 15,028 Tidak terjadi warna ungu (-)

11. D2 15,032 Tidak terjadi warna ungu (-)

12. D3 15,021 Tidak terjadi warna ungu (-)

13.

E

E1 15,017 Tidak terjadi warna ungu (-)

14. E2 15,026 Tidak terjadi warna ungu (-)


(43)

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui dari lima belas sampel yang diperiksa menunjukkan bahwa tidak satupun sampel yang mengalami perubahan warna ungu yang berarti tidak ditemui adanya kandungan zat pemanis berupa sakarin pada selai buah yang tidak bermerek. Kemungkinan sebagian besar sampel menggunakan pemanis alami berupa gula tebu atau sukrosa.

4.4 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Selai Buah Tidak Bermerek 4.4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna

Pemeriksaan zat pewarna pada lima belas sampel selai buah tidak bermerek melalui metode kromatografi kertas, dari ekstraksi zat warna yang telah dipekatkan, kemudian ditotolkan pada kertas kromatografi lalu dimasukkan kedalam bejana yang berisi eluen G untuk dielusi selama ± 1-2 jam, setelah itu kromatografi diangkat dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Bercak yang tampak dilihat secara visual langsung atau menggunakan sinar UV. Setelah itu dihitung nilai Rf yang terdapat pada kertas Whatman Hasil pemeriksaan secara kualitatif dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini :


(44)

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna pada Selai Buah tidak Bermerek yang dijual di beberapa pasar tradisional Kota Medan Tahun 2016

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1= Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas D = Pasar Simpang Limun D= Diizinkan E = Pasar Aksara TD= Tidak Diizinkan

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari lima belas sampel yang diperiksa zat pewarna terdapat dua belas sampel terbukti menggunakan pewarna sintesis, dimana terdapat satu sampel terbukti menggunakan zat pewarna yang dilarang seperti sampel A1 menggunakan Ponceau 3R. Sebelas sampel terbukti menggunakan zat pewarna sintesis yang diizinkan. Tiga sampel diantaranya menggunakan dua jenis zat pewarna dalam satu bahan yaitu sampel A2 dan D2 menggunakan kombinasi warna indigotin dan violet BNP dan E3 menggunakan kombinasi warna Naphatol Yellow dan Tartazine. Tiga sampel lainnya yang hasilnya negatif kemungkinan menggunakan zat pewarna alami .

No Kode Lokasi Sampel Kode Sampel Rf Eluen G

Jenis Zat Pewarna yang

digunakan Keterangan 1.

A

A1 0,12 Ponceau 3R TD

2. A2 0,49

0,33

Indigotin, Violet BNP

D D

3. A3 0,58 Yellow FRS D

4.

B

B1 0,47 Red 2G D

5. B2 0,13 Indigotin D

6. B3 - - -

7.

C

C1 0,09 Eritrosin D

8. C2 0,12 Indigotin D

9. C3 - - -

10.

D

D1 0,39 Amaranth D

11. D2 0,14

0,5

Indigotin, Violet BNP

D

12. D3 - - -

13.

E

E1 0,15 Karmoisin D

14. E2 0,12 Indigotin D

15. E3 0,68

0,36

Naphatol Yellow Tartazine

D D


(45)

4.4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Zat Pewarna

Pemeriksaan zat pewarna sintesis berupa kadar yang digunakan pada 15 sampel selai buah tidak bermerek melalui metode gravimetri dengan prinsip uji penimbangan berat benang wool sebelum dan sesudah perlakuan dibagi dengan berat sampel. Hasil pemeriksaan secara kuantitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dapat dilihat dari tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Zat Pewarna Pada Selai buah tidak Bermerek yang Dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1 = Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas

D = Pasar Simpang Limun MS = Memenuhi Syarat E = Pasar Aksara TMS = Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kadar dari dua belas sampel yang diperiksa, satu sampel mengandung zat pewarna yang dilarang menggunakan kadar sebesar

No Kode Lokasi Sampel Kode Sampel Berat Sampel (gr) Kadar Zat Pewarna (mg/kg) Batas Kadar Maksimum (mg/kg) Keterangan 1.

2. A

A1 A2 100 100 32 58 - 70 - MS

3. A3 100 184 300 MS

4. B B1 100 220 300 MS

5. B2 100 81 70 TMS

6. C C1 100 119 100 TMS

7. C2 100 77 70 TMS

8. D D1 100 309 300 TMS

9. D2 100 66 70 MS

10.

E

E1 100 289 300 MS

11. E2 100 62 70 MS


(46)

yang melebihi ambang batas yaitu sampel B2 sebesar 81 mg/kg, sampel C1 119 mg/kg, sampel C2 77 mg/kg, sampel D1 309 mg/kg. Kadar sampel selai buah lainnya memenuhi syarat sesuai Permenkes RI No.033/ Menkes/Per/XI/ 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Batas maksimum pengguaan untuk indigotin sebesar 70mg/kg. tartazine, amaranth dan karmoisin sebesar 300 mg/kg dan eritrosin sebesar 100 mg/kg untuk kategori selai buah.

4.5 Hasil Pemeriksaan Zat Pengawet Pada Selai Buah 4.5.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat

Pemeriksaan natrium benzoat pada lima belas sampel selai buah tidak bermerek dilakukan melalui metode esterifikasi, dengan menggunakan indra penciuman ada atau tidaknya aroma khas antara afitson atau pisang ambon pada sampel, bau khas ini merupakan hasil reaksi antara etanol dan asam sulfat. Hasil pemeriksaan secara kualitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai buah tidak Bermerek yang Dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

No Kode Lokasi Sampel

Kode Sampel

Pengamatan Pemeriksaan

(Sampel dengan reaksi Esterifikasi) Hasil 1.

A

A1 Berbau Afitson (+)

2. A2 Berbau Afitson (+)

3. A3 Berbau Pisang Ambon (+)

4.

B

B1 Berbau Pisang Ambon (+)

5. B2 Berbau Afitson (+)

6. B3 Berbau Pisang ambon (+)

7.

C

C1 Tidak Berbau Afitson /Pisang Ambon (-)

8. C2 Tidak Berbau Afitson /Pisang Ambon (-)

9. C3 Tidak Berbau Afitson /Pisang Ambon (-)

10.

D

D1 Berbau Afitson (+)

11. D2 Berbau Afitson (+)

12. D3 Berbau Afitson (+)

13.

E

E1 Berbau Afitson (+)

14. E2 Berbau Afitson (+)


(47)

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1 = Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas

D = Pasar Simpang Limun (+) = Menggunakan Na Benzoat E = Pasar Aksara (-) = Tidak menggunakan Na Benzoat

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari lima belas sampel yang diperiksa terdapat 12 sampel yang beraroma atau berbau antara afitson dan pisang ambon yang berarti sampel mengandung natrium benzoat. Sebagian sampel yang diperiksa diketahui tidak menggunakan natrium benzoat seperti sampel C1,C2, dan C3 berasal dari pasar yang sama yaitu Pasar Kampung

Lalang.

4.5.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat

Pemeriksaan zat pemanis berupa kadar natrium benzoat yang digunakan pada lima belas sampel selai buah tidak bermerek melalui metode ekstraksi dengan prinsip titrasi asam basa. Hasil pemeriksaan secara kualitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Selai buah tidak Bermerek yang Dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

No Kode Lokasi Sampel Kode Sampel Berat Sampel (mg) Volume Pentiter (ml) Kadar Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) Ketera ngan 1 A

A1 5019,2 0,4 860 1000

1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 MS

2 A2 5032,5 0,3 572 MS

3 A3 5047,3 0,2 285 MS

4

B

B1 5002,4 0,4 864 MS

5 B2 5049,2 0,5 1141 TMS

6 B3 5035,4 0,2 286 MS

7

D

D1 5013,8 0,5 1149 TMS

8 D2 5086,7 0,5 1134 TMS

9 D3 5080,2 0,2 283 MS

10

E

E1 5067,2 0,3 568 MS


(48)

Keterangan :

A = Pasar Helvetia 1 = Rasa Strawberry B = Pasar Pringgan 2 = Rasa Blueberry C = Pasar Kampung Lalang 3 = Rasa Nanas D = Pasar Simpang Limun MS = Memenuhi Syarat E = Pasar Aksara TMS = Tidak Memenuhi Syarat

Pada tabel 4.6 diketahui bahwa dari 12 sampel yang diperiksa kadar natrium benzoat terdapat 4 sampel menggunakan kadar melebihi ambang batas seperti pada sampel B2 sebesar 1141 mg/kg, sampel D1 sebesar 1149 mg/kg, sampel D2 sebesar 1134 mg/kg dan E2 sebesar 1139 mg/kg. Sedangkan kadar sampel lainnya memenuhi syarat kesehatan atau ambang batas penggunaanya masih diizinkan sesuai perautran Permenkes RI No.33/Menkes/Per/XI/2012 tentang bahan tambahan pangan. Batas maksimum penggunaan natrium benzoat adalah sebesar 1000 mg/kg untuk kategori selai buah.


(49)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Zat Pemanis

5.1.1 Analisis Kualitatif Siklamat Pada Selai Buah

Pemanis sintesis merupakan bahan tambahan yang menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat, aspartam.

Siklamat memiliki rasa manis tanpa diikuti rasa pahit dan intensitas kemanisanya ± 30 kali kemanisan sukrosa. Nilai kalori 0 kkal/g dan ADI untuk siklamat 0mg/kg – 11mg/kg berat badan. Batas maksimum penggunaan untuk kategori pangan jam,jelly dan marmalade yaitu 1000 mg/kg (SNI 01-6993.2004).

Berdasarkan hasil pemeriksaan siklamat yang telah dilakukan secara kualitatif pada lima belas sampel selai buah yang tidak bermerek melalui metode pengendapan. Pengendapan dilakukan dengan cara menambahkan Barium klorida (BaCl2) dalam suasana asam kemudian ditambah natrium nitrit sehingga akan terbentuk endapan putih. Penambahan HCl 10% dalam sampel berfungsi untuk mengasamkan larutan. Larutan dibuat dalam keadaan asam agar reaksi yang akan terjadi dapat lebih mudah bereaksi. Penambahan BaCl2 berfungsi untuk mengendapkan yang ada dalam larutan, seperti adanya ion karbonat. Penambahan NaNO2 berfungsi untuk memutuskan ikatan sulfat dalam siklamat.

Hasil pemeriksaan zat pemanis siklamat dari lima belas sampel selai buah terdapat satu sampel (6,7%) yang menggunakan siklamat yaitu selai buah rasa nanas sampel C3 berasal dari Pasar Kampung Lalang. Hasil penelitian ini menunjukkan masih sedikit ditemukan penggunaan siklamat pada selai buah tidak bermerek yang dijual di beberapa


(50)

Pasar Tradisional Kota Medan. Kemungkinan rasa manis yang digunakan produsen selai buah sebagian besar berasal dari pemanis alami seperti gula tebu atau sukrosa.

Hasil penelitian yang didapat mengenai penggunaan siklamat cukup baik bila dibandingkan dengan penggunaan siklamat pada jamu gendong yang ada di Semarang, dari 32 sampel jamu yang diperiksa terdapat 23 sampel jamu menggunakan siklamat dan kadar 16 sampel jamu diantaranya melebihi ambang batas penggunaan (Lestari, 2011).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah. Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk.

Di Indonesia, Walaupun penggunaannya diperbolehkan dan telah dibatasi pemakaian siklamat dilaporkan sering disalahgunakan dan penggunaanya melebihi batas yang diizinkan. Riset BPOM pada November – Desember 2002 sudah menunjukkan bahwa konsumsi siklamat sudah mencapai 240% ADI (Accaptable Daily Intake) (BPOM,2004). Pemanis buatan siklamat hingga saat ini penggunaannya masih banyak menimbulkan kontroversi karena aspek keamanan jangka panjangnya yang berpotensi karsinogenik jika terkonversi menjadi cyclohexylamine di dalam saluran pencernaan (Cahyadi, 2009).

Hasil penelitian pada manusia yang telah meminum siklamat dengan dosis 40-57 mg/kg berat badan secara teratur selama 18 bulan menyebabkan pertumbuhan tumor. Siklamat mengalami beberapa proses didalam tubuh manusia. Absorpsi siklamat dalam tubuh tergolong lambat yaitu ± 6-8 jam. Siklamat tidak seluruhnya diserap melalui usus halus, sebagian keluar (ekskresi) bersama tinja kira-kira 18-36%. Ini menunjukkan bahwa siklamat tidak diserap di usus (Sinamo, 2004).


(51)

5.1.2 Analisis Kualitatif Sakarin Pada Selai Buah

Hasil pemeriksaan sakarin secara kualitatif pada lima belas (15) sampel selai buah yang tidak bermerek melalui metode pereaksi ekstraksi uji warna dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya sakarin pada sampel. Setelah dilakukan perlakuan dan diteteskan FeCl3 1% apabila larutan berwarna ungu menunjukkan adanya asam salisilat yaitu terbentuk sakarin. Diperoleh bahwa tidak ada satupun sampel yang menggunakan sakarin pada selai buah yang telah diperiksa.

Penggunaan sakarin jarang ditemukan pada selai buah dibandingkan dengan penggunaan siklamat, ini disebabkan sakarin memiliki rasa manis dan meninggalkan rasa pahit. Disamping itu harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan pemanis buatan lainnya. Sakarin dikalangan produsen selai buah mungkin tidak begitu dikenal karena biasanya digunakan pada industri skala besar seperti produk minuman ringan.

Hasil penelitian ini menunjukkan berkurangnya persentase penggunaan sakarin pada produsen makanan dan minuman yang berbeda dari beberapa tahun sebelumnya, seperti penelitian dilakukan pada es krim yang ada di Kota Medan, setelah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terbukti dari lima belas sampel terbukti seluruh sampel menggunakan sakarin dan kadar sakarin melebihi batas yang ditetapkan oleh Permenkes No.722/Menkes/IX/88 yaitu sebesar 300 mg/kg. Kadar sakarin tertinggi 8631 mg/kg dan kadar sakarin terendah 5754 mg/kg (Hernike, 2005).

Sakarin memiliki manis 300-500 kali tingkat sukrosa, sakarin juga memiliki nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kg/g dan ADI 5 mg/kg berat badan. Batas maksimum penggunaan sakarin pada selai yaitu 200 mg/kg. Biasanya sakarin digunakan sebagai


(52)

pengganti gula bagi penderita diabetes mellitus dan diet untuk penderita obesitas (Purba, 2006).

Penambahan kadar sakarin yang berlebih menimbulkan rasa pahit gentir serta menyebabkan gangguan ginjal, kanker kandung kemih, pusing, mual, migran, diare, asma, hipertensi dan lain-lain (Sinulingga, 2011).

Winarno mengatakan bahwa di Indonesia, meskipun ada pembatasan dalam peredaran dan produksi sakarin dan siklamat, tetapi belum ada larangan bagi pemerintah mengenai penggunaannya (Cahyadi,2009). Karena itu kemungkinan setiap hari masyarakat di Indonesia mengonsumsi sakarin dan siklamat dalam jumlah tertentu baik secara terpisah ataupun gabungan dari kedua jenis pemanis tersebut yang ditambahkan kedalam produksi makanan dan minuman dan djual secara bebas di pasaran.

5.2 Zat Pewarna

5.2.1 Analisis Kualitatif Zat Pewarna Pada Selai Buah

Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan masalah yaitu zat pewarna makanan yang sangat sering digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Penelitian mengenai jenis zat pewarna sintetis pada selai buah ini dilakukan karena mengingat seringnya penggunaan zat pewarna yang digunakan oleh produsen makanan dan tidak semua zat pewarna yang digunakan tersebut diizinkan penggunaanya menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033/Menkes/per/XI/2012 tentang bahan tambahan pangan.

Seperti hasil penelitian BPOM yang telah dilakukan di 18 provinsi pada Tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang terhadap


(53)

861 contoh makanan terbukti bahwa 10,45% mengandung Rhodamin B dan Metanil Yellow (BPOM, 2008)

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dengan menggunakan metode kromatografi kertas, dari ekstraksi zat warna dari sampel yang telah dipekatkan, kemudian ditotolkan pada kertas Whatman dengan jarak tepi 2 cm, jarak penotolan 1,5 cm dan jarak elusi 12 cm. zat warna pembanding ditotolkan di samping zat pewarna sampel. Zat warna pembanding yang digunakan adalah rhodamin B dan orange RN kemudian sampel dielusi menggunakan eluen G. setelah selesai dielusi dengan kertas Whatman diangkat dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Bercak yang tampak dilihat secara visual langsung atau menggunakan sinar UV. Kemudian dihitung harga Rf dari tiap bercak dan harga Rf zat warna sampel dibandingkan dengan harga Rf pembanding. Hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan dibandingkan dengan Permenkes RI No.033/Menkes/Per/XI/2012. Hasil penelitian menunjukkan dari 15 sampel terdapat 12 (80%) sampel yang mengandung zat pewarna sintetik. Terdapat satu (6,7%) sampel menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan pada sampel selai buah rasa strawberry yang berasal dari pasar Helvetia yaitu ponceau 3R.Ponceau 3R berbentuk butiran atau serbuk warna merah, mempunyai sifat tidak berbau, dan mudah larut dalam air. Menurut Syah (2005), zat pewarna ponceau 3R ini dalam waktu yang lama (kronis) berpotensi mencetuskan kanker.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ayuningtias pada jajanan roti di Kecamatan Binjai Kota dan Binjai Utara, diperoleh dari 20 sampel roti isi selai yang diperiksa terbukti menggunakan zat pewarna, 2 (16,7%) menggunakan methanil yellow dan


(54)

Menurut LPK2K, zat pewarna berbahaya ini sangat dilarang karena mengakibatkan kemunduran kerja otak sehingga anak malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi belajar (Azizahwati, 2007).

Hasil penelitian ini juga diketahui terdapat 3 sampel (20%) menggunakan dua (2) jenis zat pewarna dalam satu bahan yaitu sampel A2 dan D2 yang berasal dari Pasar Pringgan menggunakan kombinasi warna indigotin dan violet BNP dan E3 menggunakan kombinasi warna naphatol yellow dan tartazine. Biasanya tujuan dari kombinasi zat pewarna seperti ungu dan kuning ini adalah untuk memperoleh tampilan yang lebih stabil dan menarik dari bahan aslinya karena bahan asli selalu memudar warnanya akibat pemanasan atau selama penyimpanan.

Tartrazine atau FD&C Yellow No. 5 (Tartrazine) No. Index 19140 merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam air, dengan larutannya berwarna kuning keemasan. Kelarutannya dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut. Tartrazine tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCl, dan NaOH 10%. NaOH 30% akan menjadi kan warna berubah kemerah-merahan (Anonim, 2006). Penggunaan tartazine dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam benzoate (Yuliarti, 2007).

Indigotin FD&C Blue No. 2 (Indigo carmine) No. Index 73015 merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah-merahan, mudah larut dalam air dan larutannya berwarna biru. Larut dalam gliserol dan glikol, sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat pewarna ini sangat tidak tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat menghilang (Anonim, 2006). Indigotin dalam dosis tertentu hiperaktif pada anak-anak (Yuliarti, 2007).


(55)

Perusahaan - perusahaan pengolahan pangan di Indonesia kebanyakan menggunakan zat warna sintetis yang harganya relatif lebih murah dibanding zat warna alami dan lebih mudah diperoleh. Dari contoh makanan dan minuman yang masuk ke Balai Besar Industri Hasil Pertanian sejak tahun 1979 sampai 1986 (jenis sirup, minuman ringan, sari buah, saos tomat, jem, jeli, kue, mie, terasi kerupuk dan esen) menunjukkan bahwa zat warna sintetis banyak dipakai ialah amaranth, erythrosine, ponceau 4R, tartrazine, quinoline yellow, sunset yellow FCF, fast green FCF, dan brilliant blue, sedangkan zat warna alami kebanyakan hanya pada sirup (Anonim, 2006).

Pada hasil penelitian ini ditemukan 8 sampel (53,3%) yang menggunakan satu jenis zat pewarna dalam satu bahan yaitu Red 2G (6,7%), Eritrosin (6,7%), Amaranth (6,7%), Karmoisin (6,7%), yellow FRS (6,7%) dan Indigotine (20%).

Red 2G dikenal dengan Food Red 2 dan CI 18050 dan termasuk salah satu zat pewarna sintetis yang paling stabil. Biasanya digunakan pada yogurt dan beberapa produk daging (terutama sosis). Red 2G juga dapat digunakan sebagai pewarna pada buah dan sayur yang dikalengkan (Hughes, 1987).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan European Union diketahui bahwa Red 2G dapat membahayakan kesehatan manusia sehingga pada Juli 2007 dikeluarkan larangan penggunaanya secara resmi karena diduga dapat memicu kepada penyakit kanker tetapi sampai saat ini di Indonesia zat pewarna ini masih dizinkan penggunaannya.

Eritrosin FD&C Red No. 3 (Erythrosine) No. Index 45430 Zat pewarna ini tergolong fluorescein. Berupa tepung coklat, larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluorosensi sedangkan larutannya dalam air berwarna merah ceri tanpa


(56)

oksidator, tapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%. Mudah diendapkan oleh asam karena itu tidak dapat dipergunakan dalam produk minuman (Anonim, 2006). Penggunaan Eritrosin secara berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku (Saparianto, 2006).

Amaranth FD&C Red No. 2 (Amaranth) No. Index 16185, berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air menghasilkan larutan berwarna merah lembayung atau merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam propilenglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10 - 30% dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh (Anonim, 2006).

Amaranth zat pewarna yang paling banyak digunakan dan diperkirakan sampai sepertiga dari seluruh pewarna makanan yang sering digunakan, amaranth dinyatakan aman pada tahun 1967 setelah dilakukan pengamatan selama 7 tahun (deMan, 1980). Amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak (Yuliarti, 2007).

Penggunaan zat pewarna hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman, penggunaanya membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa jenis pewarna yang harus dibatasi penggunaannya di antaranya amaranth, allurah merah, citrus merah, caramel, erithrosin, indigotine, karbon hitam, ponceau SX, fest green FCF, chocineal dan kurkumin (Sumarlin, 2010).

Pemakaian zat pewarna buatan dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih


(57)

menarik, mengembalikan warna dari bahan dasar yang telah hilang atau berubah selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak negatif bagi kesehatan konsumen bila bahan pewarna sintetis dimakan dalam jumlah kecil namun berulang serta dalam jangka waktu lama dan digunakan secara berlebihan (Cahyadi, 2009).

Dilihat dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa produk selai buah hampir seluruhnya (80%) menggunakan zat pewarna didalam proses produksinya dan hal ini diperjelas lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan

Agustina pada produk selai yang beredar dibeberapa pasar tradisional Kota Medan, diketahui dari 12 sampel selai yang diperiksa (selai bermerek dan tidak bermerek) ditemukan 4 sampel selai roti bermerek dan 3 sampel selai roti tidak bermerek mengandung zat pewarna yang diizinkan yaitu Amaranth dan Tartrazine (Agustina, 2013).

5.2.2 Analisis Kuantitatif Zat Pewarna Pada Selai Buah

Jumlah kebutuhan zat aditif yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Jika penggunaan bahan-bahan tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu (Irianto,,et.al, 2007).

Berdasarkan pemeriksaan zat pewarna secara kuantitatif ditemukan kadar pewarna yang berbeda-beda pada sampel selai buah. Pemeriksaan ini dilakukan melalui metode gravimetri, dengan penimbangan berat benang wool sebelum dan sesudah dilakukan


(58)

ataupun jumlah kandungan pewarna pada masing-masing sampel masih terdapat sampel yang tidak memenuhi.

Dari 12 (80%) sampel selai buah tidak bermerek terdapat 1 (6,7%) sampel yang menggunakan zat pewarna yang dilarang kadarnya sebesar 32 mg/kg. Dan empat (26,7%) sampel yang kadarnya melebihi batas maksimum yaitu pada sampel B2 sebesar 81 mg/kg dan C2 sebesar 77 mg/kg (batas maksimum indgotine 70 mg/kg) berasal dari Pasar Pringgan dan Kampung Lalang, sampel C1 sebesar 119 mg/kg (batas maksimum eritrosin 100 mg/kg) berasal dari Pasar Kampung Lalang dan sampel D1 sebesar 309 mg/kg (batas maksimum amaranth 300 mg/kg) berasal dari Pasar Simpang Limun dan 8 (53,3%) sampel masih menggunakan kadar dibawah ambang batas penggunaan RI No. 033/ Menkes/ Per/ XI/ 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Penelitian ini sesuai dengan yang telah dilakukan pada sampel selai roti (bermerek dan tidak bermerek) di Kota Medan bahwa kadar yang terdapat pada 12 sampel selai roti bermerek terdapat 2 sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu 346 mg/kg, 205 mg/kg dan 1 sampel selai roti tidak bermerek tidak memenuhi syarat yaitu 295 mg/kg (Agustina, 2013).

Walaupun sebagian besar sampel menggunakan kadar zat pewarna yang diizinkan penggunaanya pada sampel selai buah masih dalam batasan normal, tetapi sebaiknya penggunaan zat pewarna dapat lebih diminimalkan, karena walaupun dalam jumlah sedikit apabila zat pewarna tersebut dikonsumsi secara berulang-ulang dan terus menerus akan dapat terakumulasi di dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Timbulnya gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi zat pewarna sintetis sangat dipengaruhi oleh kadar zat pewarna yang dikonsumsi, lamanya waktu konsumsi, dan dari


(59)

daya tahan tubuh seseorang yang tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, gizi makanan sehari dan keadaan fisik.

Umumnya zat pewarna makanan ditambahkan pada tingkatan 20-100 mg/kg. Jumlah ini telah dihitung di Inggris dimana rata-rata konsumsi 0,5 kg makanan yang mengandung pewarna setiap hari setara dengan konsumsi harian berbagai macam pewarna yang seluruhnya <10 % dari ADI (Acceptable Daily Intake) yang telah ditetapkan oleh para ahli toksikologi (Coltate, 1984).

Selama periode 1963-1970, dari hasil penelitian oleh FAO/WHO telah ditetapkan batas konsumsi perhari dari beberapa zat pewarna yang sering disebut dengan ADI. Hanya ada beberapa jenis pewarna yang sudah ditetapkan batas ADI yang dapat diserap oleh tubuh yaitu : Sunset Yellow sebesar 5,0 mg/kg, eritrosin sebesar1,25 mg/kg, amarant 1,5 mg/kg, indigotine sebesar 2,5 mg/kg, fast green sebesar 12,5 mg/kg dan tatrazine sebesar 7,5 mg/kg.

5.3 Zat Pengawet

5.3.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah

Penelitian ini dilakukan mengingat penggunaan natrium benzoat sebagai pengawet makanan yang memiliki batas penggunaan sebesar 1g/kg. Pemberian batas maksimum terhadap natrium benzoat dilakukan karena penggunaan pengawet ini tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah yang besar.

Hasil pemeriksaan zat pengawet natrium benzoat secara kualitatif pada sampel selai buah yang tidak bermerek melalui metode ekstrasifikasi, pada reaksi ini akan tercium bau khas pisang ambon atau afitson yang menunjukkan adanya pengunaan natrium benzoate dalam sampel . Bau khas ini merupakan hasil reaksi antara etanol dan asam sulfat.


(60)

menunjukkan natrium benzoat tidak dipergunakan dalam sampel. Dari lima belas sampel yang diperiksa di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan ditemukan diantaranya dua belas sampel yang menggunakan natrium benzoat dan tiga sampel tidak menggunakan natrium benzoat.

Natrium Benzoat memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir dengan cara menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang (Nurhayati et.al, 2012).

Benzoat yang digunakan pada makanan akan lebih efektif bila makanan itu asam, sehingga sebagai pengawet banyak digunakan dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah (2,5-4,0) (Patong, 2013). Asam benzoat dan natrium benzoat juga biasanya dimanfaatkan untuk mengawetkan jus buah, sirup apel, makanan yang mudah rusak, minuman berkarbonasi, produk tepung yang dimasak, salad saus, salad margarin, saus tomat, buah, selai, dan jeli (Delavar et.al, 2012).

Konsumsi natrium benzoate secara berlebihan dapat menyebabkan keram perut, rasa kebas dimulut, bagi mereka yang mengalami lelah atau penyakit ruam kulit (seperti urtikaria dan eksema). Pengawet ini dapat mempernuruk keadaan, juga bersifat menumpuk dihati yang dapat menimbulkan kanker dalam jangka panjang dan merusak sistem saraf dan serta penurunan berat badan dan akhirnya dapat menyebabkan kematian (Nurcahyani, 2005).

5.3.2 Analisis Kuantitif Natrium Benzoat Pada Selai Buah

Untuk mengetahui kadar natrium benzoate diperlukan analisis kuantitatif melalui metode ekstraksi melalui prinsip titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi warna merah jambu pada lapisan ether yang telah di tetes oleh indikator PP.


(61)

Berdasarkan analisis natrium benzoate pada selai buah yang tidak bermerek diperoleh kadar natrium benzoat dari dua belas (80%) sampel yang diperiksa kadarnya didapat empat (26,7%) sampel yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sampel B2 rasa blueberry yang diperoleh dari Pasar Pringgan kadarnya sebesar 1141 mg/kg, sampel D1 rasa strawberry sebesar 1149 mg/kg dan sampel D2 rasa blueberry sebesar 1134 mg/kg, kedua sampel ini berasal dari pasar yang sama yaitu Pasar Simpang Limun. Sampel E2 blueberry sebesar 1139 mg/kg diperoleh dari Pasar Aksara. Menurut Permenkes RI 033/Menkes/Per/XI/2012 batas maksimum penggunaan natrium benzoat pada selai buah yaitu sebesar 1000 mg/kg untuk kategori jam, jelly dan marmalade.

Sejalan dengan itu hasil penelitian dilakukan pada susu kedelai Tahun 2015, melalui metode ekstrasi cair dan instrumen spektrofometri UV-Vis pada panjang gelombang 276 nm. Hasil kualitatif menunjukkan seluruh sampel mengandung natrium benzoate. Kadar tertinggi di dapat dari sampel A yaitu 611,67 mg/kg, sampel B yaitu 589,91 mg/kg dan sampel C yaitu 605,78 mg/kg. ketiga kadar pengawet natrium benzoat dalam sampel A,B,C melebihi batas sesuai peraturan Kepala BPOM No.36 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan natiru benzoate pada produk susu yaitu 600 mg/kg (Rustian et.al, 2015)

Menurut WHO, 2000 Bagi penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah berlebih akan mengiritasi lambung (Manurung, 2012).

Garam benzoat dalam bahan pangan yang terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak


(62)

oleh Rohadi dan tim peneliti Fakultas Teknologi Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa mayoritas saos tomat mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (1000 mg/kg), yaitu berkisar 1100 – 1300 mg/kg. Oleh sebab itu maka pada diskusi ilmiahnya dihimbau agar masyarakat berhati-hati mengkonsumsi saos tomat.

Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet ini secara berlebih, dapat mengganggu kesehatan, terutama menyerang syaraf (Rohadi, 2002).

Penggunaan pengawet benzoat yang ditemukan pada selai buah yang tidak bermerek melebihi dari kadar maksimum yang diperbolehkan, menunjukkan bahwa ada beberapa kemungkinan yang mendasari hal itu seperti: (1) Kurangnya kontrol terhadap produsen karena produknya tidak memiliki ijin DepKes RI,

(2) ketidaktahuan produsen terhadap efek yang ditimbulkan oleh benzoat yang berlebih terhadap orang yang mengkonsumsinya, (3) adanya keinginan produsen agar produknya awet dalam kurun waktu cukup lama sehingga penambahan bahan pengawet tidak memperhatikan ketentuan yang berlaku (Siaka, 2009).


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan jenis dan kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet pada selai buah yang tidak bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan tahun 2016 meliputi Pasar Helvetia, Pasar Pringgan, Pasar Kampung Lalang, Pasar Simpag Limun dan Pasar Aksara, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari lima belas sampel yang diperiksa jenis kandungannya bahwa terdapat penggunaan zat pemanis sintetis berupa 1 sampel mengandung siklamat dan tidak ada satupun sampel mengandung sakarin. Kemudian terdapat dua belas sampel yang mengandung zat pewarna sintetis dimana satu diantaranya mengandung zat pewarna terlarang yaitu Ponceau 3R. terdapat dua belas sampel yang menggunakan zat pengawet sintesis berupa natrium benzoate.

2. Kadar yang digunakan pada dua belas sampel yang mengandung zat pewarna sintetis dan zat pengawet sintesis berupa natrium benzoate terdapat empat yang melebihi ambang batas sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu pada sampel sampel B2 sebesar (81 mg/kg) dengan natrium benzoate 1141 mg/kg berasal dari Pasar Pringgan, C2 sebesar (77 mg/kg), C1 (119 mg/kg) berasal dari Pasar Kampung Lalang dan D1 (309 mg/kg) dengan natrium benzoate 1149 mg/kg berasal dari Pasar Simpang Limun. Sedangkan D2 dan E2 mengandung benzoate 1134 mg/kg dan 1139 mg/kg berasal dari Pasar Aksara.


(64)

masih diizinkan atau masih memenuhi syarat kesehatan, sementara kadar yang digunakan masih ditemukan yang melebihi batas penggunaan sehingga penggunaan kadar harus diminimalkan untuk menghindari dampak kesehatan.

6.2 Saran

1. Disarankan kepada konsumen agar lebih selektif dalam memilih makanan dan diharapkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang mengandung zat pemanis sintesis, zat pewarna sintesis dan zat pengawet sintesis.

2. Disarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) agar mengadakan pemantauan secara berkala terhadap pengunaan zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet pada selai buah tidak bermerek yang beredar di Kota Medan serta berkerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai dampak penggunaan yang melebihi batas maksimum yang dapat membahayakan kesehatan.

3. Disarankan kepada produsen selai buah yang tidak bermerek untuk menggunakan zat pewarna yang diizinkan dan kadar sesuai batas maksimum. yang dianjurkan untuk menghindari dampak buruk bagi kesehatan konsumen.


(65)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keamanan Pangan

Undang - undang No.18 Tahun 2012 tentang pangan menyatakan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakann dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan dan minuman (Depkes RI, 2012).

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lainnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (Permenkes RI, 2012).

Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasaan masyarakat (Saparinto dan Hidayati, 2006). Pangan tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne diasease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengonsumsi pangan yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau organisme patogen (Baliwati, et.al. 2004).

Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Salah satu aspek yang harus dipehatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan pangan,


(66)

Sejalan dengan itu penelitian BPOM yang telah dilakukan di 18 provinsi pada Tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang terhadap 861 contoh makanan terbukti bahwa 39,95% (344 sampel) tidak memenuhi syarat keamanan pangan (BPOM, 2008).

Hasil ini menunjukkan masalah keamanan pangan yang masih memerlukan penyelesaian adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang banyak dilakukan pada industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan berbagai pangan jajanan yang umumnya dilakukan oleh industri kecil atau industri rumah tangga (Cahyadi, 2009).

Terkait dengan hal tersebut BPOM melakukan pemeriksaan terhadap 307 industri rumah tangga tidak terdaftar. Dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa 206 (67,10%) sarana menerapkan cara produksi yang baik untuk industri rumah tangga, 92 (29,97%) sarana belum menerapkan cara produksi yang baik dan 9 (2,93%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup (BPOM, 2011).

2.2Bahan Tambahan Makanan

2.2.1 Defenisi Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan pangan merupakan bahan yang di tambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Keberadaan bahan tambahan pangan sudah meluas dimasyarakat. Kebutuhan bahan tambahan pangan yang meluas tidak membuat masyarakat mengetahui penggunaan dan pemanfaatan bahan tambah pangan. Berdasarkan. Peraturan Mentri Kesehatan.Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/XI/1998 dan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 bahan tambahan makanan merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan


(67)

kedalam makanan untuk tujuan teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pengepakan, pembungkusan, penyimpanan (Cahyadi, 2009). Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua kelompok yaitu bahan tambahan yang diizinkan dan bahan tambahan yang dilarang atau tidak diizinkan.

Semakin berkembangnya zaman, peranan dan penggunaan bahan pangan semakin meluas. Banyaknya bahan pangan dalam bentuk murni dan tersedia secara komersial dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan. Ditambah dengan majunya teknologi produksi pangan sekarang ini penggunaan bahan tambahan pangan juga akan semakin meluas (Lestari, 2011). Pemakaian bahan tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum dari pengaruh yang dikehendaki (Simatupang, 2009).

Suatu bahan dikatakan bisa masuk dalam kategori bahan tambahan pangan jika memiliki syarat-syarat seperti bahan tambah pangan bersifat aman, digunakan sesuai dengan batas maksimum penggunaannya dan telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi dengan sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

2.2.2Tujuan Penggunaan Bahan Tambah Makanan

Tujuan penggunaan bahan tambah makanan adalah meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat pangan lebih mudah disajikan, mempermudah preparasi bahan makanan (Cahyadi, 2009). Selain itu tujuan penggunaan bahan tambahan pangan menurut Robert dalam bukunya Food Additives, untuk


(68)

fungsi pangan, pelengkap dalam proses pengolahan pangan dan meningkatkan kepercayaan konsumen (Lestari, 2011).

Disamping tujuan penggunaannya, secara umum bahan tambahan makanan mempunyai berbagai fungsi seperti mempertahankan konsistensi produk makanan, memperbaiki nilai gizi, mempertahankan bahkan meningkatkan kandungan gizi yang kemungkinan hilang akibat pemrosesan, menjaga cita rasa dan sifat produk makanan secara keseluruhan, menjaga tingkat keasaman atau kebasaan makanan yang diinginkan dan memperkuat rasa atau memberikan warna tertentu yang dikehendaki (Dzalfa, 2007).

Mengetahui tujuan penggunaan bahan tambahan pangan, akan mampu mengarahkan seseorang untuk menggunakan dan memposisikan bahan tambah pangan secara tepat, sehingga bahan pangan yang mampu memberi manfaat, tidak berubah menjadi bahan tambahan pangan yang merugikan (Lestari, 2011).

Pada umumnya bahan tambahan pangan dibagi dua golongan besar yaitu bahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja dimaksud untuk mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan seperti pengawet, pewarna, pemanis dan bahan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut dan dapat berupa residu dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah seperti residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon polisklis (Cahyadi, 2009).


(69)

2.3 Zat Pemanis

Pemanis merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk memberikan rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut, biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak mempunyai nilai gizi (Winarno, 1997). Zat pemanis juga merupakan senyawa kimia sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri untuk menciptakan rasa manis. Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan lebih menggunakan pemanis sintesis karena selain harganya relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintesis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Dilihat dari data pemakaian selama 5 tahun ada peningkatan pemakaian pemanis buatan rata-rata sebesar 13,5% (Cahyadi, 2009).

Biasanya zat pemanis memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula pasir. Rasa manis sangat digemari banyak orang dari semua golongan usia, terutama anak-anak. Pemanis ini umumnya dicampurkan pada berbagai produk olahan, seperti kue, minuman ringan, selai, dan sirup (Yuliarti, 2007).

Berdasarkan proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu pemanis alami (Natural Sweetener) dan pemanis buatan atau sintesis (Artifical Sweetner). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu dan bit. Bahan pemanis yang dihasilkan oleh kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa (Cahyadi, 2009). Gula tidak mengandung vitamin, tidak ada serat kasar, hanya sejumlah kecil mineral, akan tetap mengandung kalori 394 kkal dalam 100 gram bahan. Gula alami merupakan sumber kalori, sumber bahan yang bernilai sepertti


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Keamanan Pangan... 10

2.2 Bahan Tambahan Makanan ... 11

2.2.1 Defenisi Bahan Tambahan Makanan ... 11

2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 13

2.3 Zat Pemanis ... 14

2.3.1 Siklamat ... 17

2.3.2 Dampak Siklamat Terhadap Kesehatan... 20

2.3.3 Sakarin ... 21

2.3.4 Dampak Sakarin Terhadap Kesehatan... 24

2.4 Zat Pewarna ... 25

2.4.1 Pembagian Zat Pewarna ... 27

2.4.2 Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan ... 29

2.5 Zat Pengawet ... 30

2.5.1 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan ... 35

2.6 Selai ... 36

2.6.1 Bahan dan Alat yang digunakan ... 37

2.6.2 Proses Pembuatan Selai ... 37

2.7 Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1 Populasi ... 41

3.3.2 Sampel ... 41


(2)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1 Data Primer ... 41

3.4.2 Data Sekunder ... 42

3.5 Defenisi Operasional Variabel ... 42

3.6 Alur Penelitian ... 43

3.7 Penentuan Cara Pengujian Siklamat ... 43

3.7.1 Analisis Kualitatif Siklamat Pada Selai buah ... 44

3.7.2 Analisis Kuantitatif Siklamat Pada Selai Buah ... 44

3.8 Penentuan Cara Pengujian Sakarin ... 45

3.8.1 Analisis Kualitatif Sakarin Pada Selai buah ... 45

3.8.2 Analisis Kuantitatif Sakarin Pada Selai Buah ... 45

3.9 Penentuan Cara Pengujian Zat Pewarna ... 46

3.9.1 Analisis Kualitatif Pewarna Pada Selai buah ... 46

3.9.2 Analisis Kuantitatif Pewarna Pada Selai Buah ... 48

3.10 Penentuan Cara Pengujian Zat Pengawet ... 49

3.10.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai buah ... 49

3.10.2 Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah ... 49

3.11 Metode Analisa Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 51

4.2 Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis Siklamat Pada Selai Buah ... 54

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Siklamat ... 54

4.3 Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis Sakarin Pada Selai Buah ... 55

4.3.1 Hasil Pemerikaan Kualitatif Sakarin ... 55

4.4 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Selai Buah ... 56

4.4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna ... 57

4.4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Zat Pewarna ... 58

4.5 Hasil Pemeriksaan Zat Pengawet Pada Selai Buah ... 59

4.5.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat ... 59

4.5.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat ... 60

BAB V PEMBAHASAN ... 62

5.1 Zat Pemanis ... 62

5.1.1 Analisa Kualitatif Siklamat Pada Selai Buah ... 62

5.1.2 Analisa Kualitatif Sakarin Pada Selai Buah ... 64

5.2 Zat Pewarna ... 65

5.2.1 Analisa Kualitatif Pewarna Pada Selai Buah ... 65

5.2.2 Analisa Kuantitatif Pewarna Pada Selai Buah ... 71

5.3 Zat Pengawet ... 73

5.3.1 Analisa Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah ... 73

5.3.2 Analisa Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Selai Buah ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 78

viii


(3)

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 84

x


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Pemanis Buatan Berdasarkan Kategori Pangan ... 15

Tabel 4.1Hasil Pemeriksaan Kualitatif Siklamat Pada Selai buah tidak Bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 54 Tabel 4.2Hasil Pemeriksaan Kualitatif Sakarin Pada Selai buah tidak Bermerek yang

dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 55 Tabel 4.3Hasil Pemeriksaan Kualitatif Pewarna Pada Selai buah tidak Bermerek yang

dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 57 Tabel 4.4Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Pewarna Pada Selai buah tidak Bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 58 Tabel 4.5Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat Pada Selai buah tidak Bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 60 Tabel 4.6Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Selai buah tidak bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 ... 57

xi


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 39

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 43

Gambar 4.1 Selai Buah Tidak Bermerek (a) Rasa Nanas, (b) Strawberry,

(c) Blueberry dan (d) Coklat ... 52

Gambar 4.2 Lima Belas Sampel Selai Buah Tidak Bermerek (a) Rasa Strawbery, (b)Blueberry dan (c) Nanas ... 53

xii


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1. Tabel jenis pewarna alami dan pewarna sintesis pada produk makanan

dan batas maksimum penggunaannya ... 84

Lampiran.2. Tabel zat pewarna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya ... 86

Lampiran.3. Tabel daftar zat pengawet yang diizinkan diindonesia berdasarkan kategori Pangan ... 87

Lampiran.4. Tabel zat pengawet makanan sintetik yang dilarang di Indonesia pada produk pangan dan pengaruh terhadap kesehatan ... 88

Lampiran 5. Tabel syarat mutu selai ... 89

Lampiran 6. Contoh perhitungan harga Rf zat warna pada selai ... 90

Lampiran 7. Tabel pelarut dalam percobaan kromatografi... 91

Lampiran 8. Harga Rf untuk berbagai macam pelarut ... 92

Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar zat pewarna pada selai ... 93

Lampiran 10. Contoh perhitungan kadar natrium benzoate pada selai ... 94

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian ... 95

Lampiran 12. Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan ... 101

Lampiran 13. Surat Keterangan Permohonan Izin Penelitian ... 108

Lampiran 14. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 109

xiii


Dokumen yang terkait

ANALISIS KANDUNGAN ZAT ADDITIVE (PENGAWET, PEWARNA, DAN PEMANIS) PADA GETUK PISANG YANG DIJUAL DI PASAR INDUK KOTA KEDIRI

1 23 1

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

20 109 117

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 8

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 28

Analisis Kandungan Zat Pemanis, Zat Pewarna dan Zat Pengawet Pada Selai Buah Tidak Bermerek yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 26

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 1

Analisis Penggunaan Zat Pewarna Sintetis, Zat Pengawet, Zat Penyedap Rasa Pada Beberapa Bumbu Giling yang Dipasarkan Di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016

0 0 9