JU R U SA N T A R B IY A H PR O G R A M STU D I P E N D ID IK A N A G A M A ISLA M SEK O LA H T IN G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (ST A IN ) SA L A T IG A 2008

  

H UBUNG AN A N T A R A P E R SE P SI D EN G A N

K ETA ATA N M E L A K SA N A K A N T A T A TER TIB

PO N D O K

(Pada Santri Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan

Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2008)

  Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Saijana Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam

  Disusun oleh:

EKA RAHAYU RAKHMANI

  NIM. 11104031

  

JU R U S A N T A R B IY A H

PR O G R A M STU D I P E N D ID IK A N A G A M A ISLA M

SEK O LA H T IN G G I A G A M A IS L A M N E G E R I

(ST A IN )

SA L A T IG A

  

2008

DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website:

  

DEKLARASI

Bism iU ahirrahm anirrohim

  Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

  Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqoysah skripsi.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 21 Maret 2009 Penulis

EKA RAHAYU RAKHMANI

  NIM. 11104031 DEPARTEMEN A G A M A RI SEKOLAH TING GI A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website :

  Drs. H. M. BANANY DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah skripsi

  Saudari EKA RAHAYU RAKHMANI Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

  Assalamu 'alaikunu Wr. Wb.

  Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi sau d ari: Nama : EKA RAHAYU RAKHMANI NIM : 111 04 031 Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam Judul : HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN

  KETAATAN MELAKSANAKAN TATA TERTIB PONDOK (Pada Santri Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2009).

  Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

  W assalam u 'alaikum , Wr, Wb

  Salatiga, Maret 2009 Pembimbing DEPARTEMEN A G A M A RI SEKOLAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706 , 323433 Salatiga 50721 Website :

  

P E N G E S A H A N

  Skripsi Saudari : E K A R A H A Y U R A K H M A N I dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 04 031 yang beijudul : “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI

  

DENGAN KETAATAN MELAKSANAKAN TATA TERTIB PONDOK (Pada Santri

Pondok Pesantren AI-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

  Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tahun 2009)*’. Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada h a ri: Sabtu tanggal 27 Juni 2009 yang bertepatan dengan tanggal 04 Rajab 1430 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah.

  27 Juni 2009 M Salatiga,

  04 Rajab 1430 H Panitia Ujian

  Ketua Sidang Sekretaris Sidang

  \ Imam Sutomo, M A g Dr. H. Muh Saerozi, M A g

  1P. 19580827 198303 1 002 . 19660215 199103 1 001 Penguji I Penguji II

  ' C Suwardi, S.Pd., M.Pd M. Gufron, M.Ag

  N I P .19670121 199903 1 002

  IP. 19720814 200312 1 002 Pembimbing

  

MOTTO

“Karena Sesungguhnya sesudah hesutitan itu ada

kemudahan

  

( Q.S. JlC-Insyiroh: 5)

  

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa hormatku skripsi ini kupersembahkan kepada:

  1. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah menyayangi dan mengasihiku dengan tulus ikhlas juga memberiku kesempatan untuk menuntut ilmu dan selalu membimbing mendoakan serta memberikan segalanya baik moral maupun spiritual bagi terselesaikannya skripsi ini.

2. Adikku semoga lulus dengan nilai yang baik

  KATA PF.NGANTAR A jlf k j jj

  A \ £ L A \

  Seiring salam dan doa semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rosul akhir zaman, Muhammad SAW, yang telah memberikan pencerahan pada dunia.

  Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulisan skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN KETAATAN

  MELAKSANAKAN TATA TERTIB PONDOK (Studi Kasus pada santri Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun

  2008)” ini telah selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini.

  Penulis sadari, bahwa skripsi ini tidak akan pernah terwujud tanpa pertolongan Allah SWT, dan bantuan berbagai pihak yang terkait, juga orang- orang yang mendoakan selesainya skripsi ini. Maka kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengampaikan terima kasih kepada:

  1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Salatiga

  2. Ketua Progdi Pendidikan Agama Islam Bapak Fatchurrohman, M.Pd

  3. Drs. H.M. Banany selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dan penyusunan skripsi sejak awal hingga akhir ini dapat terselesaikan.

  4. Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang menunjang demi tersusunnya skripsi ini.

  Vll

  5. Team perpustakaan STAIN Salatiga, terima kasih atas bantuan penyediaan buku-buku kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

  6. Ketua Pondok Pesantren Al-Manar

  7. Seluruh keluarga besar dewan pendidikan

  8. Semua temanku Ema, Ida, Izah, Novi, dan Zizah yang selalu menyemangatiku

  9. Semua teman-temanku PAI angkatan 2004 selalu membantu dan membelikan motivasi. Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua ini karena keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.

  Salatiga, 21 Maret 2009 Penulis

  Eka Rahayu Rakhmani

  11104031

  V1U

  

DAFTAR ISI

   BABI PENDAHULUAN

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB IV ANALISIS DATA

  

  

  1. Membuat tabel keija koefisien korelasi antara X dan Y

  56

  

  

  

  

  3. Persepsi Santri terhadap Ketaatan Santri di Pondok Pesantren

  

  

  

   DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  

BABI

PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang Dalam sejarah Islam, kedatangan para nabi selalu disertai dengan datangnya syariat Islam yang merupakan peraturan dari Allah. Tanpa adanya peraturan yang mengatur kehidupan manusia, manusia akan masuk ke dalam jaman jahiliyah seperti yang berulang kali terjadi sepeninggal para nabi.

  Dalam sejarah tiap umat, selalu ada seorang nabi yang diutus untuk mengajarkan mengenai ajaran-ajaran ketuhanan. Ajaran-ajaran tersebut pada dasarnya merupakan peraturan yang harus dipatuhi oleh umat tersebut. Di dalamnya terdapat tata tertib yang mengatur kehidupan umat tersebut mulai dari hal paling sederhana sampai masalah paling kompleks. Setiap nabi mendapatkan mukjizat berupa peraturan ilahi melalui wahyu Allah memerintahkan agar umat penerima wahyu tersebut mematuhi syariat (peraturan) yang diturunkan olehNya. Sebagaimana firman Allah dalam QS.

  Al-Jaatsiyah: 18

  o j h

  ^ Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.1

1 Departemen Agama, A l-Q ur’an dan Terjemah, Surya Cipta Aksara,! 989, hal. 817.

  2 Demikian pula dengan umat Nabi Muhammad. Umat Muhammad juga memiliki peraturan-peraturan yang bersumber dari Al-Qur’an sebagai kitab sucinya dan Al-Hadits yang merupakan perkataan maupun perbuatan nabi yang menjadi sumber hukum. Sepeninggal nabi Muhammad SAW, umat Islam seluruh dunia mendapatkan warisan paling agung, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits dari Nabi Muhammad SAW agar kehidupan mereka tetap berada dalam jalur yang digariskan oleh Allah SWT. Dalam kenyataannya, umat Islam sepeninggal nabi menghadapi berbagai macam persoalan hidup yang harus dipecahkan oleh mereka sendiri dengan cara berijtihad dengan tetap berpatokan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Oleh sebab itu, agar dari waktu ke waktu tetap eksis, maka perlu adanya pendidikan secara kontinyu mengenai kedua hal peraturan ini.

  Di Indonesia, pendidikan mendalam mengenai ilmu agama diterapkan di dalam sebuah tempat bernama pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang telah memiliki partisipasi aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, secara historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian

  Indonesia, Indigenous menurut istilah yang dipopulerkan oleh Nurcholis Madjid.2 Pesantren merupakan lembaga pendidikan Indonesia yang tradisinya telah mengakar kuat pada tingkat grass root masyarakat kita Seiring dengan bergulirnya waktu pesantren turut andil mewarnai babakan sejarah bangsa, karena itu, semakin memantapkan posisinya di mata komponen bangsa

2 Nur Cholis Madjid, B ilik-B ilik Pesantren; Potret Sebuah Perjalanan, Paramadina, Jakarta, Cet 1, 1997, him. 3.

  3 lainnya. Berbekal kemampuan dalam mengelola warisan tradisi salafi dan budaya lokal pesantren mampu menjadi kekuatan alternatif. Atas dasar itu pula, pesantren mengemban tugas mulia “mengamankan” warga bangsa dari ancaman dan penetrasi budaya manca yang dapat merusak moralitas dan nilai luhur bangsa3

  Sebagai bagian dari fenomena sosial, pesantren senantiasa mengalami dinamika dan hidup bergumul bersama realitas sosial yang tak pernah berhenti berubah. Dinamika itu berupa pertarungan antara keyakinan, ide, nilai dan tradisi yang dianggap luhur dengan tantangan kehidupan dan masalah sosial yang selalu bergulir yang semua itu mesti dijawab oleh pesantren. Tantangan baru yang muncul ini antara lain adalah modernitas.4

  Dalam proses perubahan tersebut, nampaknya pesantren dihadapkan pada keharusan merumuskan kembali sistem pendidikan yang diselenggarakan. Disini pesantren telah ada dalam proses pergumulan antara identitas dan keterbukaan. Disatu pihak pesantren dituntut untuk menemukan identitasnya kembali sebagai lembaga pendidikan Islam. Sementara di pihak lain, ia juga harus bersedia membuka diri terhadap sistem pendidikan modem yang bersumber dari luar pesantrea

  Layaknya sebuah masyarakat kecil, maka pesantren juga memiliki peraturan dalam bentuk tata tertib. Tata tertib ini mengatur mengenai apa yang wajib dilakukan oleh penduduk pesantren, dalam hal ini adalah seluruh santri,

3 Samsul Hadi, Pesantren Dalam Lintasan Sejarah Bangsa, Majalah Pesantren; Edisi: XII/Th. 1/2003; hlm.31.

  4 Teguh Prawiro, M enggugat Al-Kutub Al-M uktabaroh di Pesantren, Majalah Pesantren; Edisi: VII/Th. 1/2002; hal.27

  4 dan juga mengatur mengenai apa yang tidak boleh dilakukan oleh santri. Hal mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan seluruhnya diambil dari aturan Islam yang ada di dalam Al-Qur’an dan Al-hadits. Hal ini agar tercipta masyarakat yang hidup terbiasa dengan peraturan Allah sehingga nantinya di masyarakat, mereka akan mempraktikkan aturan-aturan tersebut dengan benar.

  Walaupun demikian, adanya tata tertib di pesantren seringkah justru dianggap sebagai pengekang, penghambat, ataupun penghalang bagi santri untuk maju. Oleh karena itu, muncullah istilah “penjara suci” yang dimaksudkan untuk menyebut pondok pesantren. Jika sudah demikian yang tertanam di benak para santri, maka mereka tidak akan mampu untuk menciptakan kehidupan yang aman, nyaman dan tenteram di dalamnya Pesantren akan cenderung menjadi penjara, yang walaupun suci namun tetap saja penjara Dimana semua penghuninya adalah orang-orang yang “bersalah”.

  Tata tertib di pondok bermetamorfosis menjadi hukuman, bukannya didikan.

  Padahal, kenyataan bahwa pesantren adalah tempat untuk memperbaiki akhlak manusia telah diketahui oleh masyarakat umum. Pada akhirnya, tata tertib yang dibuat di pondok pesantren tidak lagi mampu merubah akhlak para santri menjadi lebih baik melainkan menjadi semakin buruk.

  Sebanyak apapun peraturan dibuat dan disusun, namun jika hanya dipandang sebagai pengekang, penghambat dan penghalang bagi santri sendiri, maka ia tidak akan berjalan sebagaimana mestinya Hal ini seringkah terjadi. Bagaimana pun pengurus sebuah pondok pesantren berusaha untuk

  5 membuat peraturan demi tercapainya ketertiban dan keamanan serta kenyamanan kondisi pondok, namun usaha mereka sia-sia Tetap saja teijadi banyak pelanggaran. Tetap saja para santri susah diatur. Mereka tidak menjadi semakin baik, namun sebaliknya menjadi semakin buruk.

  Cara pandang atau persepsi santri sendiri sering negatif terhadap tata tertib atau peraturan pondok. Santri menganggap peraturan yang ada dibuat untuk menghukum mereka karena mereka masuk ke pondok sebagian besar karena latar belakang kenakalan mereka saat di rumah. Karena latar belakang itulah, lantas mereka memiliki persepsi bahwa tata tertib itu justru untuk menghukum mereka Tata tertib menjadi momok bagi mereka Selain itu mereka juga memiliki persepsi bahwa peraturan diciptakan untuk dilanggar. Persepsi inilah yang menyebabkan tingkat pelanggaran cukup tinggi teijadi di pondok pesantren.

  Monty P. Satiadarma memandang bahwa persepsi berperan besar dalam membentuk perilaku anak. Beliau menjelaskan di dalam bukunya bahwa “persepsi mendorong seseorang untuk memperoleh apa yang dipersepsikannya.” 3 Jadi jika santri memiliki persepsi buruk terhadap tata tertib di pondok, maka tata tertib tersebut akan benar-benar menjadi buruk baginya, sehingga pada akhirnya tata tertib tersebut tentunya tidak lagi ditaati sebagai sebuah tata tertib.

  Tingkat pelanggaran yang tinggi mengindikasikan bahwa ketaatan mereka terhadap tata tertib pondok pesantren kurang. Kurang taatnya santri 5

5 Monty P. Satiadarma. Perpsepsi Orang Tua M em bentuk Perilaku A nak: Dampak Pygmalion d i dalam Keluarga.

  Ed.l. Jakarta: Pustak Populer Obor, 2001. him. 42

  6 terhadap tata teriib pondok pesantren tersebut merupakan hal lain yang menyebabkan kurang efektifnya tata tertib yang ditetapkan di pondok pesantrea Pada akhirnya, rendahnya ketaatan santri terhadap tata tertib pondok pesantren menyebabkan gagalnya tata tertib yang ditetapkan dalam mencapai tujuan yang sebenarnya

  Dari latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mencoba mengenai hubungan antara persepsi santri dan ketaatan santri terhadap tata tertib pondok, dengan mengambil judul skripsi, “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN KETAATAN TERHADAP TATA TERTIB PONDOK (Pada Santri Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2008)”.

B. Penegasan Istilah

  Seringkah penafsiran yang tidak sama menjadi pokok permasalahan terhadap suatu masalah. Penafsiaran yang berbeda tentu menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula Oleh sebab itu, perlu sekali Dijelaskan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam skripsi ini. Hal ini agar tidak menimbulkan salah penafsiran dan sebagai pembatasan masalah.

  Adapun istilah-istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut.

  1. Persepsi

  a. Tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan

  7 b. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.6 7

  8

  2. Ketaatan Ketaatan adalah: “ 1. Kepatuhan; kesetiaan; 2. Kesalehan; 3. Fungsi untuk tidak membahayakan atau mengganggu Kedamaian dan keadilan.”/ Sedangkan yang penulis maksudkan dengan kata ketaatan adalah kepatuhan.

  3. Tata Tertib Tata tertib adalah “Peraturan-peraturan yang harus ditaati atau

  s dilaksanakan; disiplin;”.

  4. Pondok Pesantren

  a. Bangunan untuk tempat sementara (seperti yang didirikan di ladang, di hutan, dsb); teratak b. Rumah (sebutan untuk merendahkan diri)

  c. Bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia (untuk tempat tinggal beberapa keluarga) d. Madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam).9

  e. Pesantren adalah “asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji; dsb; pondok.”10

  6 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

  Ed.2.-cet.iv. Jakarta: Balai Pustaka. 1999. him. 75?.

  7 Ibid , hal. 986.

  8 Ibid, hal. 1014.

  9 Ibid., hal. 781.

  '° Ibid., hal. 762.

  8

C. Rumusan Masalah

  Penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  1. Bagaimana persepsi santri terhadap tata tertib Pondok Pesantren Al-manar Tahun 2008?

  2. Bagaimana tingkat ketaatan santri dalam melaksanakan tata tertib Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2008?

  3. Bagaimana hubungan antara persepsi santri dengan ketaatan terhadap tata tertib Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2008? D. Tujuan Penelitian

  Dari beberapa pokok permasalahan di atas, penulis dapat menyusun tujuan penelitian sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui persepsi santri terhadap tata tertib Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2008?

  2. Untuk mengetahui ketaatan santri terhadap tata tertib Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2008?

  3. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi santri dengan ketaatan terhadap tata tertib Pondok Pesantren Al-Manar Tahun 2008? E. Hipotesis

  Hipotesis adalah “pernyataan yang mungkin masih lemah kebenarannya dan masih perlu dibuktikan kebenarannya.” 11 Berdasarkan

11 Sutrisno Hadi, Statistik / / , Andi Offset, Yogyakarta, 1988, hal. 257

  9 permasalahan di atas, maka penulis dapat membuat hipotesis sebagai berikut:

  “Ada Pengaruh positif antara persepsi dan ketaatan terhadap tata tertib pondok.” Apabila hipotesis ini benar, maka makin baik persepsi santri terhadap tata tertib pondok makin baik pula ketaatan santri terhadap tata tertib pondok dan demikian pula sebaliknya, makin buruk persepsi santri makin buruk pula ketaatan santeri terhadap tata tertib pondok.

  F. Metode Penelitian

  1. Variabel Penelitian Di dalam penelitian ini, terdapat dua buah variabel yang penulis pakai:

  a. Variabel 1 Adapun yang menjadi variabel adalah “Persepsi santri” (X) yang memiliki beberapa indikator yaitu:

  1) Beranggapan bahwa tata tertib yang dibuat adalah untuk kebaikan santri 2) Beranggapan bahwa tata tertib yang dibuat adalah untuk ditaati 3) Mengucapkan kata-kata yang meremehkan tata tertib

  4) Berpikir bahwa tata tertib yang baru tidak akan ditaati para santri 5) Berkeyakinan bahwa tata tertib sekalipun tidak akan mampu merubah kondisi buruk yang ada

  6) Baranggapan bahwa hidup akan lebih baik tanpa adanya tata tertib 7) Beranggapan bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak akan ketahuan

  10 8) Beranggapan bahwa kewajiban bersekolah tidaklah penting

  9) Beranggapan bahwa peraturan kamar adalah khusus untuk santri tertentu 10) Beranggapan bahwa peraturan pondok adalah khusus untuk santri tertentu b. Variabel 2

  Variabel dalam penelitian ini yaitu “Ketaatan Santri Terhadap Tata Tertib Pondok” (Y) yang juga memiliki beberapa indikator yaitu:

  1) Tata tertib justru merugikan santri 2) Banyak tata tertib yang tidak ditaati santri 3) Banyak mendengar kata-kata yang meremehkan tata tertib yang dibuat

  4) Tata tertib baru selalu tidak pemah dilanggar 5) Terbukti bahwa kondisi umum pesantren membaik dengan adanya tata tertib 6) Tanpa adanya tata tertib, kondisi pondok semakin buruk 7) Banyak pelanggaran yang dilakukan santri tidak diketahui pengurus 8) Sering tidak masuk sekolah

  9) Sering melanggar aturan kamar 10) Sering melanggar aturan umum pondok

  11

  2. Populasi dan sampel

  a. Populasi Seluruh santri Pondok Pesantren Al-Manar dimaksudkan untuk diteliti. Adapun populasi yang penulis ambil adalah para santri Pondok

  Pesantren Al-Manar Tahun 2008 sejumlah 127 laki-laki dan 111 perempuan (total 238 santri).

  b. Sampel Sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”.12

  Suharsimi berpendapat bahwa “jika subjeknya besar dapat diambil antara 10 - 15% atau 20 - 25% sebagai sampelnya atau lebih, tetapi jika subjeknya kecil dapat diambil seluruhnya” 13 1

  4 Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis mengambil 25% dari jumlah populasi, mengingat jumlah santri pondok pesantren Al-Manar 0 25 . . adalah 238 santri, jadi —— x238 = 59,5 dan dibulatkan menjadi 60

  100

  santri. Adapun pengambilan sampel menggunakan cara random sampling.

  Random sampling ialah sampling dimana elemen-elemen

  sampelnya ditentukan atau dipilih berdasarkan nilai probabilitas dan pemilihannya dilakukan secara acak.,4

  12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar Praktis, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal. 104

13 Ibid. hal. 107

  14 J. Supranto, M. A., Teknik Sam pling, U ntuk Survei dan Eksperim en, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 55

  12 Dalam menentukan sampel dari populasi tersebut, penulis menggunakan sistem lolere. Cara ini adalah dengan menuliskan nama- nama seluruh anak dalam populasi, kemudian mengambil satu persatu secara acak hingga mencapai jumlah sampel (60) anak. Nama yang telah diambil tidak dikembalikan lagi ke dalam populasi, dan pengambilan dilakukan secara acak, bukan disengaja

  3. Metode Pengumpulan Data Skripsi ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Angket / Kuesioner

  Yaitu usaha pengumpulan informasi dengan menampilkan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden15 Angket ini dibagikan kepada 60 santri yang menjadi responden untuk mengetahui persepsi santri dan ketaatan melaksanakan tata tertib pondok.

  b. Dokumentasi Yaitu cara pengumpulan data melalui peninggalan atau data tertulis, terutama berupa arsip-arsip, agenda, buku legger, dan sebagainya16 Dokumentasi ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang jumlah santri, jumlah ustadz, sejarah pondok, dan lain sebagainya

  15 Hadari Nawawi, M etode Penelitian B idang Sosial, UGM Press Yogyakarta, 1991, hal. 133

16 Suharsimi Arikunto, Op.Cit, hal. 108

  13

  4. Metode Analisis Data Dalam pengolahan data yang bersifat statistik penulis menggunakan tiga tahap analitis yaitu sebagai berikut: a. Analisis Pendahuluan

  Pada tahap ini data yang ada dikelompokkan kemudian dimasukkan dalam distribusi variabel penelitian selanjutnya.

  Pengelompokan data tersebut dilakukan dengan menyusun tabel-tabel distribusi frekuensi atau pembagian kekerapan, keseringan secara sederhana, untuk setiap variabel yang terdapat dalam penelitian. Perlu disampaikan disini bahwa untuk merubah data yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif penulis menggunakan kriteria tertentu, baik dari segi peijenjangan maupun dari segi alternatif jawaban. Dalam hal ini digunakan peijenj angan 1 - 5 dengan standar penyekoran sebagai berikut:

  1) Jawaban responden a diberi skor 5 2) Jawaban responden b diberi skor 4 3) Jawaban responden c diberi skor 3

  4) Jawaban responden d diberi skor 2 5) Jawaban responden e diberi skor 1

  b. Analisis Uji Hipotesis Dalam analisis ini penulis mengadakan perhitungan lebih lanjut pada tabel distribusi frekuensi dilanjutkan dengan menguji hipotesis.

  14 Dalam analisis ini penulis menggunakan rumus korelasi product

  moment , sebagai berikut: n Y x y - ( Y x - Y y)

  Keterangan: r*y : korelasi antara xy xy : product dari x dan y

  N : jumlah subyek yang diteliti X : nilai persepsi santri

  Y : nilai ketaatan santri

  c. Analisis Lanjut Yaitu pengolahan lebih lanjut dari uji hipotesis. Dalam hal ini penulis menginterpretasikan hasil analisisi uji hipotesis, jika rxy > rt berarti signifikan, yaitu ada pengaruh yang positif antara persepsi santri dan ketaatan terhadap tata tertib pondok, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan diterima Tetapi bila r^ < rt berarti tidak signifikan atau tidak ada hubungan atau pengaruh yang positif antara persepsi santri dan ketaatan terhadap tata tertib pondok, dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan ditolak atau tidak diterima.

G. Sistematikan Skripsi

  Sistematika yang penulis ketengahkan di sini terdiri dari 5 (lima) bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub atau bagian.

  15 Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:

  BAB

  I Pendahuluan Berisi antara lain: alasan pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan, tujuan penelitian, hipotesis, metode penelitian dan sistematika skripsi. BAB

  II Persepsi, Ketaatan dan Tata Tertib Terdiri dari empat bagian meliputi:

  Yang berhubungan dengan Persepsi meliputi: pengertian persepsi, Persepsi Pygmalion, Persepsi dan perilaku, perhatian, Menyakiti, Ketakutan dan Ketidak berdayaan, Komunikasi dan Bahasa

  Yang berhubungan dengan Ketaatan meliputi: pengertian Ketaatan, Macam-macam ketaatan, Kriteria ketaatan, Fungsi ketaatan

  Yang berhubungan dengan Tata Tertib meliputi: pengertian tata tertib, tujuan tata tertib, urgensi tata tertib serta macam dan pembagian tata tertib

  BAB

  III Laporan Hasil Penelitian Yang meliputi dua bagian yaitu:

  Keadaan Umum Pondok Pesantren Al-Manar yang meliputi: sejarah berdirinya, letak geografis, data keadaan ustad z, struktur organisasi dan sarana prasarana yang ada

  Data khusus yang meliputi: data persepsi santri dan data ketaatan santri Pondok pesantren Al-Manar.

  16

  BAB IV Analisis Data Pada bab ini berisi tentang penyajian data dan pengolahannya BAB V Penutup Pada bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran, kata penutup, dan berikutnya adalah kepustakaan dan lampiran-lampiran.

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Persepsi Tata Tertib

  1. Pengertian Persepsi Menurut kamus besar bahasa Indonesia, persepsi adalah “tanggapan

  (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya”1 Monty P. Satiadarma dalam bukunya mengatakan bahwa “persepsi adalah deteksi dan interpretasi stimulus yang ditangkap oleh penginderaan (Solso, 1995).”2 Persepsi mengandung pengertian hal-hal yang kita tangkap melalui penginderaan, kemudian kita transformasikan ke susunan saraf pusat di otak, lalu diintrepretasikan sehingga mengandung arti tertentu bagi kita. Seringkah persepsi kita akan sebuah hal didasari pada pengalaman-pengalaman hidup dan ingatan-ingatan mengenai hal-hal yang berkaitan atau peristiwa- peristiwa yang mengandung kesamaan.

  Secara lebih sederhana, persepsi diartikan sebagai “cara pandang”. Cara pandang kita terhadap sesuatu pada dasarnya dilatarbelakangi oleh pengalaman-pengalaman penginderaan kita. Keseringan kita dalam mengalami sesuatu yang buruk mengakibatkan kita memiliki cara pandang yang buruk terhadap hal-hal yang mirip atau memiliki kesamaan.

  1 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Ifesar Bahasa Indonesia. Ed.2.-cet.iv. Jakarta: Balai Pustaka. 1999. him. 759.

  

2 Monty P. Satiadarma, Persepsi Orang Tua M em bentuk Perilaku A nk; Dampak

Pygm alion dalam Keluarga

, Jakarta, Pustak Populer Obor, 2001, hal. 45.

  18 Cara pandang kita terhadap sebuah masalah yang kita hadapi juga menentukan bagaimana kita bersikap. Apabila kita memandang diri kita tidak akan mampu mengatasi masalah tersebut, maka secara tidak sadar, kita melakukan tindakan-tindakan yang membuat kita tidak mampu menyelesaikan masalah. Seperti kurang semangat, karena merasa tidak akan mampu, padahal kita belum benar-benar melakukannya semaksimal mungkin. Di dalam konteks pesantren, peraturan diciptakan untuk memperbaiki kondisi dan membentuk kondisi yang kondusif dalam pendidikan kepesantrenan. Apabila masyarakat yang diikat oleh peraturan itu memiliki cara pandang negatif dan buruk terhadap peraturan tersebut, maka peraturan atau tata tertib tersebut tidak akan beijalan maksimal. Karena pada hakikatnya peraturan atau tata tertib hanyalah alat yang dibuat oleh manusia Manusialah yang menjadi pelaku aktifnya

  Pygmalion adalah nama seorang pemahat bangsa Yunani yang sangat handal namun hidup sendirian. Suatu saat ia membuat sebuah patung gadis yang amat indah yang terbuat dari gading. Di dalam legenda Yunani tersebut, Pygmalion memiliki anggapan bahwa patung tersebut benar-benar seorang gadis yang menjadi istrinya. Sehingga karena anggapannya tersebut, akhirnya ia memperlakukannya seperti manusia, bahkan patung tersebut dibaringkannya di ranjang tempatnya tidur. Akhir dari legenda ini adalah bahwa patung tersebut diberi nafas kehidupan oleh dewi Venus.

  19 Rosenthal, seorang pakai psikologis terkenal pernah mengajukan padangan yang dikenal dengan “The Pygmalion Effect” yang oleh banyak pakar pendidikan serta peneliti bidang psikologis dikenal dengan istilah

  Inti dari pandangan ini adalah bahwa ‘‘persepsi “The Rosenthal E ffect. orang tua, baik yang diucapkan dengan menggunakan label tertentu pada anak atau yang tidak diucapkan tetapi ditanamkan di dalam diri mereka bisa menjadi kenyataan yang sesungguhnya pada diri anak/'1

  Persepsi Pygmalion pada dasarnya menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada diri sebagian besar orang. Cara berpikirnya adalah cara berpikir yang benar dan tindakannya adalah tindakan yang benar pula. Kita sering menganggap bahwa jalan pikiran kita adalah jalan pikiran yang benar. Kita menganggap bahwa persepsi kita terhadap suatu hal merupakan persepsi yang benar, dan tindakan kita terhadap hal tersebut adalah tindakan yang benar pula

  Hal tersebut tidaklah salah, akan tetapi banyak diantara kita yang sesungguhnya menyadari akan adanya kesalahan yang dilakukan tetapi tidak bersedia memperbaikinya, sebaliknya justru mencari pembenaran akan tindakan yang keliru. Persepsi demikian cenderung membentuk sikap kaku terhadap perubahan sehingga individu yang bersangkutan akan mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Cara pandang demikian sesungguhnya didasari oleh sikap tertutup, tidak mau menerima hal-hal baru. Cara pandang demikian juga biasanya disertai

3 Ibid., him. viii

  20 sikap tidak bersedia mendengarkan. Dan jika seseorang enggan mendengarkan orang lain bagaimana mungkin dapat memahami orang lain.

  Bila kita mempersepsikan sesuatu maka kita memiliki pandangan tertentu tentang hal yang kita persepsikan. Bila kita memiliki persepsi tertentu mengenai perilaku seseorang, maka kita memiliki pandangan tertentu mengenai apakah hal tersebut pantas dilakukan atau tidak. Dalam hal ini kita melakukan evaluasi spesifik atas suatu keadaan. Adapun cara kita mengevaluasi keadaan tertentu sangat terpengaruh oleh pengalaman- pengalaman masa lalu, “berbagai pengalman masa lalu kita membentuk suatu sistem organisasi di dalam diri dalam proses berpikir, merasa dan bertingkah laku.”4 Dalam psikologis kognitif hal ini disebut skema.

  Ketika kita menilai suatu keadaan tertentu, kita pun menarik berbagai kesimpulan sejumlah kemungkinan yang mungkin terjadi tapi belum tentu juga akan terjadi. Hal tersebut seperti peramalan sehingga menghasilkan tindakan antisipasi. Dengan skema yang kita miliki kita memberikan respons tertentu terhadap suatu keadaan tertentu. Selanjutnya respons tersebut kemudian lebih memperkuat skema yang sudah terbentuk di dalam diri kita Kemudian kita menyimpulkan atribut khusus misalnya “berbahaya”, “nakal” dan lain sebagainya Pada kenyataannya pengalaman itu unik sifatnya, artinya keadaan memiliki spesifikasi tertentu dan tidak demikian mudah untuk disamakan begitu saja Kita tidak dapat demikian 4 Ibid., him. 29.

  21 mudah meng-generaJisasikan pengalaman-pengalaman kita ke dalam pengalaman-pengalaman orang lain karena sifat spesifik ini.

  Harapan merupakan sasaran perilaku manusia Harapan awalnya timbul dari angan-angan yang dipicu oleh persepsi kita sendiri. Harapan membuat manusia lebih mampu menghadapi kehidupan. Manusia yang hidup tanpa adanya harapan akan menjalani kehidupan ini tanpa semangat juang.

  Persepsi melahirkan standar tersendiri bagi setiap orang. Standar tersebut terbentuk selama bertahun-tahun dari pengalaman-pengalaman pribadinya. Oleh karena pengalaman bersifat spesifik antara satu orang dengan orang lain, maka standar tersebut juga bersifat spesifik. Pada akhirnya akan melahirkan harapan spesifik dengan cara spesifik untuk mewujudkannya Hal ini menimbulkan cara-cara kreatif yang tidak sama antara satu orang dengan orang lain dalam usahanya mewujudkan harapan pribadinya

  Persepsi dalam diri terbentuk melalui proses yang lama dalam hidup seseorang. Oleh sebab itu, persepsi yang telah terbentuk tersebut akan sangat sulit diubah. Namun demikian, bukan berarti persepsi tersebut tidak dapat diubah. Kita dapat mengubah persepsi kita dengan membuka diri.

  Artinya “kesediaan membuka diri, kesediaan mendengarkan berbagai masukan adalah penting melalui proses ini kita akan lebih memahami skema yang kita miliki yang menjadi dasar tindakan kita.”3

5 Ibid., him. 36

  22

  2. Persepsi dan PeriJaku Persepsi seseorang tentang suatu hal melandasi bagaimana cara orang tersebut menghadapi hal yang dimaksud. Bila seseorang memiliki persepsi bahwa seorang anak adalah baik, maka orang tersebut akan memiliki sikap yang baik terhadap anak tersebut. Demikian pula mengenai hal yang sifatnya abstrak, misalnya mengenai peraturan pemerintah. Apabila rakyat memiliki persepsi negatif terhadap peraturan pemerintah, maka rakyat akan berperilaku tidak sesuai dengan peraturan tersebut.

  Persepsi mendorong seseorang untuk memperoleh apa yang dipersepsikannya. Sebagai contoh, jika seseorang mempersepsikan dirinya tidak akan mampu mengeijakan sesuatu, maka segala tindakannya akan mengarah pada ketidak mampuannya itu. Apabila seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang mampu mengerjakan sesuatu, maka demikian pula tindakan-tindakannya.

  Bila kita mempersepsikan seorang anak itu baik, maka kita bersikap baik kepada orang tersebut Demikian pula sebaliknya Persepsi positif bukan berarti harus menurut tanpa alasan apa pun. Adakalanya hal-hal tersebut tidak baik, maka dalam hal ini kita harus kritis terhadap segala sesuatu. 3

  3. Perhatian Jika kita memusatkan perhatian pada suatu hal tertentu, maka kita cenderung mengabaikan hal-hal lain di luar pusat perhatian kita, jika ada

  23 dua haJ yang menarik perhatian kita secara bersamaan, maka perhatian kita akan terpecah dan menimbulkan kebingungan sesaat. Kemampuan kita untuk membagi perhatian adaJah terbatas, kapasitas untuk memusatkan perhatian kepada suatu keadaan juga terbatas.

  Arah perhatian seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama adalah kuatnya Stimulus, seperti misalnya tangis anak yang keras lebih menarik perhatian orang tua daripada suara musik di radio, kedua adalah ketertarikan atau keterpikatan seseorang akan menentukan proses seleksi yang dilakukannya dalam memusatkan perhatian ke suatu objek tertentu. Ketiga adalah kapasitas seseorang, apakah ia mampu memberikan tanggapan pada suatu stimulus tertentu. Misalnya jika seorang santri telah sibuk belajar materi-materi pelajaran yang ada di pesantren, maka kapasitasnya untuk memperhatikan hal-hal lain akan berkurang.

  Seorang profesor dari Universitas Hirosima, profesor Sukemune pernah mengadakan penelitian mengenai dampak keberadaan orang tua terhadap perkembangan anak. Sukemune membandingkan dua kelompok keluarga Kelompok pertama adalah keluarga yang ayahnya sering meninggalkan keluarga untuk bekeija jauh di luar negeri. Kelompok pembanding adalah kelompok yang sehari-hari pulang ke rumah setelah bekerja. Hasil penelitiannya, menemukan bahwa anak-anak yang sering ditinggal oleh ayahnya menunjukkan gejala kecemasan yang lebih tinggi dibanding anak-anak dari kelompok lainnya.

  24 Anak-anak yang kurang diperhatikan karena jauh dari orang tua, seperti hasil penelitian profesor Sukemune tersebut akan memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi. Dalam hal ini, anak-anak yang hidup di pesantren merupakan anak-anak yang jauh dari orang tua. Memang pada batas tenentu seiring dengan berlangsungnya proses pematangan dan pendewasaan, seolah-olah mereka mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Hal ini sama sekali tidak menghilangkan kecemasan yang ada pada dirinya Kecemasan tersebut mungkin akan timbul dalam perilaku mereka, dalam membina hubungan hidup, dan dalam membuat keputusan. Dampak kecemasan seolah-olah tidak terlalu terasa tetapi dalam kurun waktu yang panjang masalah perilaku akibat hal ini akan tampak.

  Persepsi dan perhatian memiliki hubungan yang timbal balik. Persepsi kita akan suatu hal akan mengarahkan kita untuk memperhatikan hal-hal tertentu. Sebaliknya bila kita menaruh perhatian kepada suatu hal tertentu maka perhatian kita tersebut akan mempengaruhi persepsi kita.0

  4. Menyakiti Menyakiti merupakan terjemahan umum dari istilah “abuse”, walaupun keduanya berbeda. Tindakan abusive merupakan tindakan- tindakan yang menimbulkan rasa sakit.' Hal ini berkaitan dengan adanya hukuman dalam sebuah tata tertib di pesantren. Hukuman yang ditetapkan karena adanya tata tertib yang dilanggar oleh para santri seringkah menyakiti santri itu sendiri baik fisik maupun psikis. Apabila hal ini 6

  6 Ibid., him.

  6 A ' Ibid., him. 6 k

  25 terjadi, maka fungsi hukuman tersebut lebih cenderung bersifat negatif daripada bersifat positif yaitu mendidik Di sinilah perlunya dibuat hukuman yang mendidik.

  Hal-hal yang tergolong menyakiti baik secara fisik maupun psikis tergolong abusive. Sebagai contoh; perlakuan tindak kekerasan terhadap santri yang melakukan pelanggaran. Karena sistem yang ada di pesantren merupakan sistem yang dibuat sendiri oleh penghuninya, maka tindakan main hakim sendiri dapat saja terjadi di pesantren. Tindakan tersebut merupakan tindakan menyakiti secara fisik yang tergolong tindakan kekerasan. Di samping aspek fisik, terkait pula aspek verbal. Penggunaan kata-kata umpatan, atau menyumpahi merupakan tindakan yang tergolong abusive.

  Santri yang merasa kurang diperhatikan oleh lingkungannya cenderung melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri baik secara sadar maupun tidak. Tindakan merokok dapat saja timbul karena hal ini. Walaupun mereka tahu bahwa merokok dapat menyakiti diri mereka sendiri karena bahaya nikotin yang dikandungnya, sebagian besar santri di pondok pesantren, terutama yang beraliran salafi merupakan perokok berat. Hal ini bukan berarti tidak ada larangan merokok di pesantren. Namun mereka memang sengaja melakukan pelanggaran.

  Menyakiti juga dapat dilakukan karena didasari oleh adanya kecenderungan menunjukkan superioritas. Hal ini merupakan bentuk dari ketidakberdayaan dalam mencari solusi atas suatu masalah.

  26 Ketidakberdayaan mencari solusi yang layak atas sebuah masalah dapat menimbulkan tindakan kekerasan yang menyakiti pihak lain. Pada umumnya tindakan superioritas ini terjadi pada santri yang telah lama bermukim di pesantren terhadap santri yang relatif tergolong santri baru.

  Umumnya dilakukan oleh mereka yang memiliki wewenang mengatur santri lain, namun karena rasa frustasi akibat ketidakberdayaan membenahi situasi yang dianggapnya tidak baik, maka ia cenderung melampiaskan kekesalannya dengan tindakan kekerasan seperti pukulan fisik, maupun umpatan.

  Dampak dari perihal menyakiti ini adalah adanya trauma Trauma ini teijadi karena sebuah peristiwa negatif yang teijadi padanya membekas dan selalu teringat sepanjang hidupnya Para santri umumnya adalah anak- anak SD hingga SMA. Mereka masih membutuhkan perhatian dari orang tuanya. Mereka membutuhkan perlindungan, bukan justru disakiti. Apabila hal ini teijadi, maka mereka akan cenderung menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui orang lain karena takut akan disakiti. Hal ini justru menimbulkan sikap tidak jujur pada diri anak.

  Atribut-atribut negatif dari orang tua atau orang yang lebih tua kepada anak dapat menyebabkan anak bersifat tertutup dan tidak jujur.

  Atribut-atribut seperti “goblok”, “tolol”, dan atribut negatif dari orang tua karena persepsi yang negatif ini menyebabkan lama kelamaan menimbulkan perasaan bahwa dirinya benar-benar seperti atribut-atribut

  27 tersebut. Ia telah disakiti secara verbal dan berakibat keliru mempersepsikan dirinya sendiri.

Dokumen yang terkait

D E S A I N M OT I F M O Z A I K P A D A R E G U L E R D E C A G O N B E R B A S I S G O L D E N T R I A N G L E

0 6 19

E N G A R U H M O D E L P E M B E L A JA R A N P R O B L E M B A S E D L E A R N IN G D A N M E D IA A N IM A S I G A M B A R T E R H A D A P A K T IV IT A S D A N H A S IL B E L A JA R S IS WA

0 8 19

E N I N G K A T A N H A S I L B E L A J A R M E N U L I S K A L I M A T E F E K T I F D A L A M P A R A G R A F A R G U M E N T A S I M E L A L U I K E G I A T A N P E E R C O R R E C T I O N P A D A S I S W A K E L A S X 1 S M A N E G E R I R A M B I P U

0 2 17

E V A L U A S I T E R H A D A P P E L A K S A N A A N R U JU K A N B E R JE N JA N G K A S U S K E G A WA T D A R U T A N M A T E R N A L D A N N E O N A T A L P A D A P R O G R A M JA M P E R S A L D I P U S K E S M A S K E N C O N G T A H U N 2012

0 2 19

I D E N T I F I K A S I P E N G A R U H L O K A S I U S A H A T E R H A D A P T I N G K A T K E B E R H A S I L A N U S A H A M I N I M A R K E T W A R A L A B A D I K A B U P A T E N J E M B E R D E N G A N S I S T E M I N F O R M A S I G E O G R A F I S

0 3 19

I N V E S T A S I B I D A N G E N E R G I M I N Y A K D A N G A S B U M I P E R U S A H A A N M U L T I N A S I O N A L P E T R O C H I N A D I I N D O N E S I A

0 4 16

Muhammad Agus Widiyanto 111 01 042 JU R U SA N T A R B IY A H P R O G R A M ST U D I PE N D ID IK A N A G A M A ISLAM SE K O L A H T IN G G I A G A M A ISL A M N E G E R I (ST A IN ) SA L A T IG A 2006

0 3 91

J U R U S A N T A R B IY A H P R O G R A M S T U D I P E N D ID IK A N A G A M A IS L A M S E K O L A H T IN G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (ST A IN ) S A L A T IG A

0 0 95

F A K U L T A R T A R B IY A H SE K O L A H T IN G G I A G A M A ISL A M N E G R I (ST A IN ) SA L A T IG A 2008

0 0 94

Perpustakaan STAIN Salatiga P E N G A R U H P E M A H A M A N P E N D ID IK A N A G A M A ISL A M T E R H A D A P K E S A L E H A N S O S IA L SIS W A DI S M K N E G E R I 1 S A L A T IG A T A H U N 2007

0 2 127