PENGARUH IMPLEMENTASI METODE DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR PAI SISWA KELAS X IIS-1 DI SMA AL-FALAH SURABAYA.
PENGARUH IMPLEMENTASI METODE
DISCOVERY
LEARNING
TERHADAP HASIL BELAJAR PAI SISWA
KELAS X IIS-1 DI SMA AL-FALAH SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
NAFILATUR RAHMAH QADARISMAN
NIM. D71212139
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Nafilatur Rahmah Qadarisman, 2015, Pengaruh Implementasi Metode
Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar PAI Siswa Kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
Pembimbing : Yahya Aziz, M.Ag
Penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah, yaitu : (1) Bagaimana
langkah-langkah implementasi metode discovery learning di kelas X IIS-1 di
SMA Al-Falah Surabaya?, (2) Bagaimana hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya?, (3) Bagaimana pengaruh implementasi metode discovery learning terhadap hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya?.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode dokumentasi, observasi, tes dan interview sebagai teknik pengumpulan data. Data yang dikumpulkan yakni gambaran umum dari SMA Al-Falah Surabaya dan hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1. Kemudian data hasil belajar dianalisis
menggunakan SPSS dengan rumus statistik deskriptif dan paired sample t test
agar mendapat hasil analisis yang akurat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari
implementasi metode discovery learning. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan hasil belajar dari sebelum dan sesudah menggunakan metode discovery learning. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 20, ditemukan harga signifikansi 0,05 sebesar 1,694 sedangkan pada taraf signifikansi 0,025 sebesar 2,037 dengan N sebesar 33. T hitung yang diperoleh sebesar -5,664
dengan besarnya tt signifikansi 0,05 sebesar 1,694, signifikansi 0,025 sebesar
2,037, maka dapat diketahui bahwa t hitung (to) adalah lebih besar daripada t tabel
(tt). Sedangkan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,590 adalah lebih besar
daripada 0,05. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan Hipotesis nijil (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini berarti ada pengaruh
implementasi metode discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas X
IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN LOGO ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Alasan Memilih Judul ... 9
F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... 9
G. Definisi Operasional ... 10
H. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II : LANDASAN TEORI A. Discovery Learning ... 13
1. Pengertian Discovery Learning ... 13
2. Konsep Discovery Learning ... 15
3. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning ... 18
B. Hasil Belajar PAI ... 21
1. Pengertian Hasil Belajar ... 21
(7)
a. Ranah Kognitif ... 23
b. Ranah Afektif ... 25
c. Ranah Psikomotorik ... 26
3. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 27
a. Faktor Internal ... 27
1) Faktor Fisiologis ... 27
a) Keadaan Jasmani ... 28
b) Keadaan Fungsi Jasmani/Fisiologis ... 28
2) Faktor Psikologis ... 28
a) Kecerdasan/Intelegensi Siswa ... 29
b) Motivasi ... 31
c) Ingatan ... 32
d) Minat ... 33
e) Sikap ... 35
f) Bakat ... 35
g) Konsentrasi Belajar ... 37
h) Rasa Percaya Diri ... 37
i) Kebiasaan Belajar ... 38
j) Cita-cita Siswa ... 39
b. Faktor Eksternal ... 39
1) Lingkungan Sosial ... 40
a) Keluarga ... 40
b) Sekolah ... 41
c) Masyarakat ... 41
2) Lingkungan Non Sosial ... 41
a) Alamiah ... 42
b) Instrumental ... 42
c) Materi Pelajaran ... 42
C. Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44
(8)
B. Rancangan Penelitian ... 45
C. Populasi dan Sampel ... 47
D. Jenis Data ... 48
E. Pengumpulan Data ... 49
F. Instrumen Penelitian ... 51
G. Analisis Data ... 52
BAB IV : LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 58
1. Data Profil Sekolah ... 58
2. Visi dan Misi ... 59
3. Struktur Organisasi ... 59
4. Data Tenaga Pendidik ... 61
5. Data Siswa ... 62
6. Sarana Prasarana ... 64
7. Program Kegiatan ... 66
8. Ekstrakurikuler ... 67
B. Penyajian dan Analisis Data ... 67
C. Pengujian Hipotesis ... 76
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekecil apapun ilmu yang didapat, kita harus selalu berusaha untuk
menyampaikannya kepada yang lain. Karena setiap individu berhak untuk
dididik dan mendidik, berhak untuk mendapat pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ditopang oleh empat
pilar, yakni 1) learning to know, 2) learning to do, 3) learning to live together,
dan 4) learning to be. Seperti dalam surat Al-Maidah ayat 67,
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(10)
2
Begitu juga dengan PAI. PAI atau pendidikan agama islam adalah
salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi.1
Adanya pendidikan agama islam di madrasah atau sekolah sebenarnya
memiliki banyak fungsi, seperti: meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah swt, pedoman hidup, menyesuaikan diri dengan
lingkungan, sebagai perbaikan diri dan mengangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya.2
Tujuan utama pendidikan agama islam adalah keberagaman, yaitu
menjadi seorang Muslim dengan intensitas keberagaman yang penuh
kesungguhan dan didasari oleh keimanan yang kuat.3
Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti itu tidaklah terwujud
secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan,
khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama. Proses ini
berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat.
Namun saat ini PAI kurang diminati siswa, karena banyak hal. Dari
faktor keluarga dia hidup bisa mempengaruhi. Misalnya, dari cara orang tua
menyampaikan pendidikan agama kepada anak. Setiap orang tua memiliki
pendidikan agama dan cara menyampaikan yang berbeda-beda. Jika orang tua
1
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 2.
2
Ibid., h. 5.
3 Mira Gustina’s Blog,
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut Para Ahli diakses di http://miragustina90.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama.html?m=1 pada tanggal 03 November 2015 pukul 19.06 WIB.
(11)
3
menanamkan pendidikan agama sejak dari dini, besar kemungkinan anak
tersebut akan menyukai pendidikan agama tersebut sampai ia belajar di luar
rumah yakni di sekolah. Begitu juga jika orang tua tidak terlalu mementingkan
pendidikan agama di rumah, bisa jadi anak juga tidak akan menyukai
pendidikan agama di luar rumah. Itulah yang akan tertanam pada anak, karena
setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci tifak terpengaruh apapun. Seperti
dalam hadits riwayat Bukhori Muslim,
دلْ ي ْ لْ م ِلك : ملس هْيلع ه ىلص ه لْ سر لاق : لاق هْ ع ه يضر رْيره ْيبا ْنع
ي ْ ا هنا ْ ي باف رْطفْلا ىلع
ملسم را لا ا ر( ه ْسَجمي ْ ا هنرِص
)
Artinya : Dari Abu Hurairah R. A., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, ayah dan ibunyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Dilihat dari faktor eksternal juga bisa mempengaruhi, misal saja
karena PAI tidak termasuk di dalam mata pelajaran yang di ujikan saat ujian
nasional. Sehingga siswa tidak terlalu bersemangat untuk mempelajari mata
pelajaran PAI. Selain itu mater-materi yang diajarkan hampir semua sama,
mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah. Pelaksanaan PAI
di sekolah masih menunjukkan berbagai permasalahan yang kurang
menyenangkan. Di samping itu kelulusan peserta didik dalam pendidikan
agama islam hanya diukur dengan seberapa banyak hafalan dan kemampuan
(12)
4
karimah kurang mendapat perhatian padahal materi agama Islam syarat
dengan muatan nilai-nilai.4
Kondisi yang demikian dapat disebabkan oleh banyak hal. Misalnya
kualitas sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Kenyataan di
lapangan menunjukkan terdapat berbagai masalah yang berkaitan dengan
kondisi guru, antara lain: 1) adanya keragaman dalam proses pembelajaran
dan penggunan pengetahuan, 2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk
mengetahui kemampuan guru, 3) pembinaan yang dilakukan belum
mencerminkan kebutuhan, dan 4) kesejahteraan guru belum memadai.5
Selain faktor di atas, ada juga masalah lain yang dihadapi yakni
bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta
didik sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin. Kendala yang paling
mungkin dan menonjol yaitu masalah metodologi. Diantaranya seperti
pendekatan yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pendidikan
agama islam. Menurut Roy Kellen terdapat dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered approach), dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).
Selama ini, kebanyakan guru PAI menggunakan pendekatan yang
berpusat pada guru atau teacher centered approach. Yakni segala proses
pembelajaran melibatkan guru. Sehingga aspek yang dicapai hanya pada aspek
4
Ibid., 5
(13)
5
pengetahuan. Sikap dan keterampilan siswa tidak dianggap tidak terlalu
penting. Penggunaan pendekatan ini juga dapat menyebabkan rasa bosan yang
berlebih terhadap minat belajar siswa sehingga berdampak pada hasil belajar
siswa.
Dari pendekatan pembelajaran di atas, ada juga strategi dan metode
yang digunakan guru. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien.6 Dalam setiap strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Artinya bahwa strategi pada dasarnya masih
bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam
suatu pelaksanaan pembelajaran. Strategi pembelajaran sifatnya masih
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode
pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of
operation achieving something” dan metode adalah “a way in achieving something”.7
Sedangkan metode digunakan guru untuk mengkreasi lingkungan
belajar dan mengkhususkan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama
proses pembelajaran berlangsung. Sebut saja metode yang umum digunakan
guru, yakni metode ceramah dan kisah. Metode ini telah digunakan sejak
zaman dahulu, terdapat pada Q.S Al-A’raf ayat 176:
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2008), cet. 5, h.126.
7
(14)
6
Artinya: dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Keberhasilan peserta didik dalam belajar, tidak lepas dari kepintaran
guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru yang cerdas dan hebat
memakai strategi yang tepat dan mempunyai banyak metode pembelajaran.
Sebaliknya, guru yang biasa-biasa saja adalah guru yang hanya mampu
mengajar dengan metode biasa-biasa juga. Karena pada prinsipnya, metode
tersebut memudahkan peserta didik untuk memahami materi pelajaran.
Penggunaan strategi yang akan digunakan dan metode pembelajaran harus
disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.8
Setiap guru PAI harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
berbagai metode yang digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru
8
(15)
7
harus mampu menciptakan satu situasi yang dapat memudahkan tercapainya
tujuan pendidikan.
Pada zaman sekarang, siswa lebih senang untuk berkreasi dengan hasil
belajarnya daripada hanya mendengarkan gurunya berbicara. Oleh karena itu
ada baiknya guru menggunakan strategi yang pendekatannya berpusat pada
siswa. Salah satunya adalah metode discovery learning. Strategi pembelajaran
discovery (penemuan) adalah strategi mengajar yang mengatur pengajaran
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum
diketahuinya. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau
pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Proses
mental yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat
kesimpulan dan sebagainya.9
Berdasarkan sedikit pemaparan permasalahan di atas, maka penulis
akan mengadakan penelitian dan mengkaji lebih lanjut terhadap masalah
tersebut yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul: “PENGARUH
IMPLEMENTASI METODE DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR PAI SISWA KELAS X IIS-1 DI SMA AL-FALAH
SURABAYA”.
B. Rumusan Masalah
9
Nur Hamiyah dan Mohammad Jauhar, Strategi Belajar-Mengajar Di Kelas (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2014), h. 180-181.
(16)
8
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana langkah-langkah implementasi metode discovery learning di
kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya?
2. Bagaimana hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah
Surabaya?
3. Bagaimana pengaruh implementasi metode discovery learning terhadap
hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 SMA Al-Falah Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah implementasi metode discovery
learning di kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
2. Untuk mengetahui hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah
Surabaya.
3. Untuk mengetahui pengaruh implementasi metode discovery learning
terhadap hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 SMA Al-Falah Surabaya.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, diharapkan berguna untuk mengembangkan ilmu
(17)
9
2. Secara praktis, diharapkan mampu memberikan wawasan dan bahan
tambahan referensi kepada pembaca umum.
3. Bagi peneliti, diharapkan mampu memperluas wawasan dan wacana
khususnya tentang metode discovery learning, dan sebagai bentuk
pengamalan teori pembelajaran yang diperoleh saat proses kuliah.
E. Alasan Memilih Judul
Dalam memilih judul penelitian di atas penulis memiliki alasan
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penulis ingin meneliti tentang pengaruh implementasi
metode discovery learning terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam
di SMA Al-Falah Surabaya.
2. Secara empiris, penulis ingin membuktikan sejauh mana pengaruh
implementasi metode discovery learning terhadap hasil belajar Pendidikan
Agama Islam di SMA Al-Falah Surabaya.
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah
Agar tidak terjadi pembahasan yang meluas, maka peneliti
memaparkan batasan-batasan masalah. Hal ini berguna agar tidak keluar dari
ruang lingkup permasalahan penelitian. Adapun batasan-batasan tersebut
adalah:
1. Penelitian ini membicarakan tentang pengaruh implementasi metode
(18)
10
2. Penelitian ini difokuskan pada implementasi metode discovery learning
pada siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang judul penelitian
yang penulis susun ini, maka penulis rasa perlu untuk menjelaskan sedikit
teori yang terdapat dalam judul penelitian ini yaitu “Pengaruh Implementasi
Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar PAI Siswa Kelas X IIS-1
di SMA Al-Falah Surabaya”.
1. Pengaruh : Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.10
2. Implementasi : Pelaksanaan, penerapan.11
3. Metode : Suatu upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal digunakan untuk merealisasikan strategi pembelajaran yang sudah
ditemukan.12
4. Discovery Learning : Kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian
rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
melalui proses mentalnya sendiri.13
5. Hasil Belajar : Sebuah perubahan tingkah laku yang tampak setelah
berakhirnya perbuatan belajar baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun
10
Depdiknas, KBBI Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). 11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 377.
12
Wina Sanjaya, op,cit., h. 126. 13
(19)
11
keterampilan karena didorong dengan adanya usaha dari rasa ingin terus
maju untuk menjadikan diri menjadi lebih baik.14
6. Pendidikan Agama Islam : Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber
utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.15
H. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan mengenai permasalahan yang diteliti dalam skripsi
ini mengarah pada tujuan yang akan dicapai, maka peneliti membagi
pembahasan ini dalam bab yang meliputi :
Bab satu, Pendahuluan. Berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup dan
keterbatasan penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.
Bab dua, Landasan Teori. Bab ini memuat hal yang berkaitan dengan
teori-teori yang telah peneliti pelajari dari literatur yang ada. Pada bab ini akan
dibahas mengenai metode discovery learning dan hasil belajar PAI, serta
hipotesis penelitian.
Bab tiga, Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,
rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis data, metode pengumpulan
data, instrumen penelitian, dan teknik analisa data.
14
Skripsi Umi Nur Afiya, Pengaruh Program Sertifikasi Guru Terhadap Hasil Belajar PAI di SMPN 1 Soko Tuban (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 24.
15
(20)
12
Bab empat, Hasil Analisis Data. Berisi tentang laporan hasil
penelitian, yaitu gambaran umum objek penelitian dan penyajian analisis data.
(21)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Discovery Learning
1. Pengertian Discovery Learning
Penting dijelaskan bahwa seringkali istilah diskoveri atau
penemuan (discovery) saling dipertukarkan dengan istilah penelitian atau
penyelidikan (inquiry). Sund, sebagaimana dikutip Kartawisastra (1980),
berpendapat bahwa diskoveri adalah proses mental dimana siswa
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Sedangkan inkuiri menurut
Sund meliputi juga penemuan. Dengan kata lain, inkuiri adalah perluasan
proses penemuan yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri
mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya:
merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan data, menganalisis datam menarik kesimpulan, dan
sebagainya. Akhirnya Sund berpendapat bahwa penggunaan metode
diskoveri baik untuk siswa kelas rendah, sedangkan inkuiri baik untuk
kelas tinggi.16
Strategi pembelajaran discovery (penemuan) adalah strategi
mengajar yang mengatur pengajaran sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya. Dalam pembelajaran
discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran dapat dirancang
16
Singgih Bektiarso, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2015) h. 59-60
(22)
14
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan
konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan
beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek sebelum
sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak
harus berperan aktif dalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery.
Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan
untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang
dimaksud, antara lain mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini, siswa dibiarkan
menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri. Guru hanya
membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian, pembelajaran
discovery adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, berdiskusi, membaca sendiri dan
mencoba sendiri.17
17
(23)
15
2. Konsep Discovery Learning
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode
pengajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar.
Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk
menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.18 Strategi
pembelajaran diskoveri mengutamakan cara belajar siswa aktif (CBSA),
berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan
reflektif.19
Tiga ciri utama belajar menemukan, yaitu:
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
b. Berpusat pada siswa.
c. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada.
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi kebutuhan siswa.
b. Menyeleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep
dan generalisasi pengetahuan.
c. Menyeleksi bahan, masalah/ tugas-tugas.
d. Membantu dan memperjelas tugas/masalah yang dihadapi siswa serta
peranan masing-masing siswa.
18
Ibid., 19
(24)
16
e. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan.
f. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan.
g. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
h. Membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa.
i. Memimpin analisis sendiri (self-analysis) dengan pertanyaan yang
mengarahkan dan mengidentifikasi masalah.
j. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa.
k. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil
penemuannya.20
Ada beberapa alasan tentang mengapa metode ini dipakai, yakni:
a. Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif.
b. Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari,
maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa.
c. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang
betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
d. Dengan menggunakan metode discovery, anak akan belajar tentang
cara menguasai salah satu metode ilmiah yang dapat dikembangkan
sendiri.
e. Siswa belajar berpikir, menganalisis dan mencoba memecahkan
masalah yang dihadapi sendiri, dimana kebiasaan ini akan ditransfer
dalam kehidupan nyata.21
20
(25)
17
Dalam suatu pengajaran, guru menggunakan dua strategi serta
metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan
metode campuran. Sehingga pada suatu waktu,
ekspositorik-discovey/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi
di waktu yang lain, ini juga berungsi sebagai metode belajar-mengajar.22
Sebagai contoh, di taman kanak-kanak (TK), guru menjelaskan
kepada anak-anak tentang aturan untuk menyebrang jalan dengan
menggunakan gambar dengan cara berdiri pada jalur penyebrangan,
mennati lampu lalu lintas sesuai dengan urutan warna, dan sebagainya.
Pada contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia
mengemukakan aturan umum dan berharap anak-anak akan
mengikuti/menaati aturan tersebut.
Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul
“pengamanan jalan menuju sekolah”, guru ingin membantu siswa untuk
merencanakan jalan terbaik dari sekolah ke rumah dan menetapkan
peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.
Film sebagai media merupakan strategi ekspositori untuk
menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat. Mereka
diharapkan daoat menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan
tersebut. Akan tetapi, strategi itu dapat menjadi discovery atau inkuiri bila
guru menyuruh anak-anak merencanakan sendiri jalan dari rumah
masing-masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk menemukan
21
Ibid., h. 183. 22
(26)
18
jalan yang dianggap paling baik bagi dirinya masing-masing, tugas
tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya
paling baik. Mereka mungkin perlu menguji-cobakan penemuannya, dan
mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.23
3. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning
Beberapa keuntungan atau kelebihan belajar menggunakan
metode discovery, yaitu:
a. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
b. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil lainnya.
c. Secara menyeluruh, belajar discovery bisa meningkatkan penalaran
siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus, belajar
penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk
menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.24
d. Siswa belajar bagaimana belajar melalui proses penemuan
e. Pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan sangat kokoh.
f. Strategi penemuan membangkitkan gairah siswa dalam belajar.
g. Strategi penemuan memungkinkan siswa bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
h. Strategi ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya
sehingga ia merasa lebih terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
23
Ibid., h. 151. 24
(27)
19
i. Strategi ini berpusat pada anak dan guru sebagai teman belajar atau
fasilitator.25
Suherman, dkk (2001:179) juga mengungkapkan ada beberapa
keunggulan metode penemuan, yakni:
a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
b. Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih
lama untuk diingat.
c. Menemukan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorongnya untuk melakukan penemuan lagi sehingga minat
belajarnya meningkat.
d. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan
lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
e. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.26
Selain beberapa keuntungan diatas, metode discovery (penemuan)
juga memiliki kelemahan, di antaranya:
a. Membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan
belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, bantuan
guru diperlukan. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan
beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat.
Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja
25
Singgih Bektiarso, op.cit., h.62. 26
(28)
20
siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran
dimulai.27
b. Mempersyaratkan kesiapan mental, dalam arti siswa yang pandai akan
memonopoli penemuan dan siswa yang bodoh akan frustasi.
c. Kurang berhasil untuk kelas besar karena habis waktu guru untuk
membantu siswa dalam kegiatan penemuannya.
d. Dalam pelajaran tertentu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba
ide-ide mungkin terbatas.
e. Terlalu mementingkan untuk memperoleh pengertian, sebaliknya
kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
f. Kurang memberi kesempatan untuk berpikir kreatif kalau
pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi oleh guru, begitu pula
proses-prosesnya dibawah pembinaannya.28
B. Hasil Belajar PAI
1. Pengertian Hasil Belajar PAI a. Hasil Belajar
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), hasil adalah
suatu yang ada (terjadi) oleh suatu kerja, berhasil sukses.29 Sementara
27
Ibid., 28
Singgih Bektiarso, loc.cit. 29
(29)
21
menurut R. Gagne, hasil dipandang sebagai kemampuan internal yang
menjadi milik orang serta orang itu melakukan sesuatu.30
Sedangkan menurut Siahaan (2005:2), belajar merupakan
suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dengan cara bertingkah laku yang baru berdasarkan
pengalaman dan latihan.31
Sadiman (2003:2) juga menambahkan, belajar adalah
menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Dimana yang
dipentingkan adalah pendidikan intelektual, yang mana anak-anak
diberi bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang
dimilikinya.32
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah sesuatu yang didapat oleh seseorang setelah melakukan
suatu proses perubahan perilaku berdasarkan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungannya baik dalam pengetahuan, sikap
maupun keterampilan.
b. PAI
Dalam kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam SD dan MI, pendidikan agama islam adalah
upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak
30
Depag, Pedoman PelaksanaanPembelajaran Tematik (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Islam, 2005), h. 46.
31
Siahaan dalam Nur Hamiyah dan Muhammad Jauhar, Strategi Belajar-Mengajar di Kelas (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2014), h. 1.
32
(30)
22
mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab
suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman.
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam
adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran
Islam (knowing), terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran
Islam (doing), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari (being).33
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka hasil belajar PAI
adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama
atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut
serta dalam membentuk pribadi individu seutuhnya yang selalu ingin
mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir
serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik sesuai dengan
norma-norma Islam.34
2. Tipe-tipe Hasil Belajar
Menurut Gagne, ada lima kategori tipe hasil belajar yaitu verbal
information, intelektual skill, cognivitive strategi, attitude dan motoskill.35
Sedangkan menurut Benyamin Bloom, secara garis besar
33Mira Gustina’s B
log, op.cit. 34
Special Pengetahuan, Pengertian Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Menurut Para Ahli, diakses di http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-hasil-belajar-pendidikan.html?m=1 pada tanggal 03 November 2015 pukul 20.03 WIB.
35
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) h. 22.
(31)
23
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Dalam sistem pendidikan nasional rumus tujuan pendidikan, baik
tujuan kulikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi
hasil Benyamin Bloom.
a. Ranah Kognitif
Pada ranah ini, terdapat beberapa tipe hasil belajar.
Diantaranya:
1) Tipe hasil belajar pengetahuan
Tipe hasil belajar pengetahuan ini merupakan tingkat yang
paling rendah. Namun, tipe ini menjadi prasarat bagi tipe hasil
belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal
ini berlaku bagi semua bidang studi.36
2) Tipe hasil belajar pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan
adalah pemahaman. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga
kategori, yaitu:
a) Pemahaman penerjemahan, yakni kemampuan menerjemahkan
materi verbal dan memahami pernyataan-pernyataan non
verbal.
36
(32)
24
b) Pemahaman penafsiran, yakni kemampuan untuk
mengungkapkan pikiran suatu karya dan menafsirkan berbagai
tipe data sosial.
c) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk
mengungkapkan dibalik pesan tertulis dalam suatu keterangan
atau lisan.37
3) Tipe hasil belajar aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret
atau situasi khusus. Abstrakasi tersebut mungkin berupa ide, teori,
atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru
disebut aplikasi.38
b. Ranah Afektif
Ranah ini berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil
belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, mengahargai
guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain.
Sekalipun bahan pelajaran berisikan ranah kognitif, namun
bidang afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan
harus nampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa.
37
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Ciputra Press, 2005), cet. 3, h. 102-104.
38
(33)
25
Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe
hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkat dasar atau
sederhana sampai tingkat yang kompleks.
(1) Reciving. Yakni semacam kepekaan dalam menerima stimulus
dalam menerima stimulus dari luar yang datang kepada siswa
dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam hal ini,
termasuk kesadaran keingnan untuk menerima stimulus, kontrol
dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
(2) Responding atau jawaban. Yakni reaksi yang diberikan kepada
seseorangterhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini
mencakup ketetapan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
(3) Valueing atau penilaian. Yaitu berkenaan dengan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk
didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
(4) Organisasi. Yakni pengembangan dari nilai pengembangan satu
sistem, termasuk hubungan satu nilai kenilai yang sama,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
(5) Karakteristik nilai (interalisasi nilai). Yakni keterpaduan dari
(34)
26
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk
keseluruahn nilai dan karakteristiknya.39
c. Ranah Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak. Ada 6 tingkatan
keterampilan, yaitu:
(1) Gerakan Refleks, keterampilan pada gerak yang tidak sadar.
(2) Keterampilan pada gerakan-gerakan
(3) Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motorik, dan lain-lain
(4) Kemampuan dibidang fisik, mesalnya kekuatan, keharmonisan dan
ketetapan.
(5) Gerakan-gerakan skill, muali dari keterampilan sederhana pada
keterampilan yang kompleks
(6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunilasi seperti gerakan
ekspresif dan interpretatif.40
Tipe hasil belajar di atas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
tetap berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam praktiknya, hasil belajar yang didapat siswa tentu tidak
terlepas dari beberapa faktor. Baik faktor secara internal maupun eksternal.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
39
Ibid., h. 29. 40
(35)
27
a. Faktor Internal
Adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal
ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1) Faktor Fisiologis
Yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yakni:
a) Keadaan Jasmani
Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi
aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar
individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain
adalah menjaga pola makan yang sehat, rajin berolahraga dan
istirahat yang cukup.
b) Keadaan Fungsi Jasmani/Fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil
belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik
(36)
28
Panca indera yang berperan besar dalam proses
pembelajaran adalah mata dan telinga. Oleh karena itu baik
guru maupun siswa harus menjaganya dengan baik seperti
dengan cara penyediaan sarana prasarana yang memenuhi
persyaratan, rajin memeriksakan keadaan mata dan telinga, dan
lain sebagainya.
2) Faktor Psikologis
Adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang
utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap dan bakat.
a) Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi
kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar peluangnya
untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan
intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh kesuksesan.
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya
menyadari bahwa keluarbiasaan intelijensi siswa , baik yang
positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline,
lajimnya menimbulkan kesuksesan belajar siswa yang
(37)
29
tidak mendapat perhatian yang memadai dari sekolah karena
pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatny
dia enjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan
keinginanya merasa dibendung secara tidak adil. Disisi lain,
siswa yang bodoh akan merasa payah mengikuti sajian
pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu
sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti
yang dialami rekannya yang luar biasa positif.41
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam,
salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes
Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut:
(1) Kelompok kecerdasan amat superior yaitu antara IQ 140–
169
(2) Kelompok kecerdasan superior yaitu antara IQ 120 – 139
(3) Kelompok rata-rata tinggi (high average) yaitu antara IQ
110 – 119
(4) Kelompok rata-rata (average) yaitu antara IQ 90 – 109
(5) Kelompok rata-rata rendah (low average) yaitu antara IQ 80
– 89
(6) Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada
pada IQ 70 – 79
41
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 147-148.
(38)
30
(7) Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective)
berada pada IQ 20 - 69, yang termasuk dalam kecerdasan
tingkat ini antara lain debil, imbisil, dan idiot.
b) Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang
terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan
(kebutuhan).42
Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton
Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan
kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai
prestasi hasil belajar sebaik mungkin.43
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak
perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik
42
Djali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 101. 43
Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran (Jakarta: Delia Press, 2004), h. 42.
(39)
31
relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar
(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen, dalam Hayinah (1992)
yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara
lain adalah:
(1) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang
lebih luas
(2) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk maju
(3) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga
mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan
orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.
(4) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan
yang berguna baginya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar
diri individu tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan
untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan
guru, orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar
seseorang menjadi lemah.
(40)
32
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan
berfungsinya ingatan, yakni : (I) Menerima kesan, (II)
Menyimpan kesan, dan (III) Memproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan”
selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan
sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang
dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik
pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran
yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam
pada siswa.
Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran
yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan
bagi siswa, terutama untuk material pembelajaran berupa
rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh
kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada
G (gudeg), D (dan), A (ayam), B (bebek) dan sebagainya.
d) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
(41)
33
yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang
disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena
perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan
rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang
dan dari situlah diperoleh kepuasan.44
Secara sederhana, minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Namun lepas dari kepopulerannya,
minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu,
dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik
lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik
terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau
dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak
cara yang bisa digunakan. Antara lain:
(1) Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik
mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku
materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa
mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik)
44
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 57.
(42)
34
sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru
yang menarik saat mengajar.
(2) Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini,
alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih
sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
e) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat
mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah
gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif .45
Sikap juga merupakan kemampuan memberikan
penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuia dengan
penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa
memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa
dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan
belajar tersebut.
f) Bakat
45
(43)
35
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses
belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan
potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu
bidang atau kemampuan tertentu.46
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang
sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses
belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada
dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk
mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan
dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung
upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai
bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang
berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa
yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga
dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan
memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta
didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
46
Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 101.
(44)
36
g) Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan
memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian
tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses
memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran,
guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi
belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan
istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker,
kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia
menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan
beberapa menit.
h) Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan
diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa
percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk
prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang
diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil
menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh
pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri
(45)
37
Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang
berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila
rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan
menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara
komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru
sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus,
memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan
pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
i) Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya
kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut
antara lain:
(1) Belajar pada akhir semester
(2) Belajar tidak teratur
(3) Menyia-nyiakan kesempatan belajar
(4) Bersekolah hanya untuk bergengsi
(5) Datang terlambat bergaya seperti pemimpin
(6) Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
(7) Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di
sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, pedesaan dan
sekolah-sekolah lain. Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar
(46)
38
belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki dengan
pembinaan disiplin membelajarkan diri.
j) Cita-cita Siswa
Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita
dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik.
Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh
teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya
berperilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan.
Penanaman memiliki cita –cita harus dimulai sejak sekolah
dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian
cita – cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud
eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan
dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari
kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke
yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan
kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani
bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
b. Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor endogen,
faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Dalam
(47)
39
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan
faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa
dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar
siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak
mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa
itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk
terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
a) Lingkungan sosial keluarga
Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga
(letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat
memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Semakin
sering terjadi ketegangan dalam suatu keluarga, anak semakin
tertekan sehingga anak menjadi malas belajar atau terburuknya
menjadi depresi. Oleh karena itu, hubungan antara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Selain itu, penerapan agama yang baik dalam keluarga
juga dapat mempengaruhi. Misalnya dari seberapa sering orang
(48)
40
bersama dan melakukan kegiatan keagamaan bersama-sama.
Karena dengan banyaknya kegiatan bersama yang dilakukan
oleh orang tua dan anak, akan menciptakan suatu hubungan
keluarga yang harmonis dan nyaman bagi anak. Selain itu juga
akan membangkitkan kepercayaan diri seorang anak sehingga
ia mau untuk melakukan kegiatan positif seperti belajar dengan
sangat baik.
b) Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan
dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat
menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
c) Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa
akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa
kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau
meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
2) Lingkungan non sosial
(49)
41
a) Lingkungan alamiah
Adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup,
dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan
kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak
didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara
yang segar. Dari kenyataan tersebut, orang cenderung akan
lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya serap
ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan
udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan.
Karena belajar dalam keadaan suhu panas, tidak akan
maksimal.47
b) Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar
guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena
47
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: CV Rineka Cipta, 2002), h. 143-144.
(50)
42
itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif
terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai
materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban atau kesimpulan sementara
terhadap masalah yang diteliti dan diuji dengan data yang terkumpul melalui
kegiatan penelitian.48 Menurut Suharsimi Arikunto, penelitian mempunyai dua
hipotesis, yakni:
1. Hipotesis kerja/hipotesis alternatif yang berlambangkan (Ha). Hipotesis ini
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara variabel Independent (X)
dengan variabel Dependent (Y). Yakni adanya pengaruh yang signifikan
antara implementasi metode discovery learning dengan hasil belajar PAI
kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
2. Hipotesis nol/hipotesis nihil yang berlambangkan (Ho). Hipotesis ini
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel independent
(X) dengan variabel dependent (Y). Yakni tidak adanya pengaruh antara
implementasi metode discovery learning dengan hasil belajar PAI kelas X
IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya.
48
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.49 Oleh karena itu dalam
suatu penelitian, metode penelitian menjadi sangat penting bagi seorang peneliti
agar dapat memperoleh data sesuai kebutuhan.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dimana data
penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.50 Sebagian
besar melibatkan faktor jumlah barang atau nominal angka yang dimunculkan.
Metode kuantitatif banyak melibatkan unsur hitungan (hukum matematika)
daripada hubungan sebab akibat atau aksi-reaksi.51 Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Wiersma mendefinisikan eksperimen sebagai suatu situasi penelitian
yang sekurang-kurangnya satu variabel bebas, yang disebut variabel
eksperimental, sengaja dimanipulasi oleh peneliti.52
Eksperimen merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu
dengan mengubah-ubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal
lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh atau hubungan
49
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 2.
50
Ibid., h. 7. 51
Jasa Ungguh Muliawan, Metodologi Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Gava Media, 2014) cet.1, h. 60.
52
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet.&, h. 63.
(52)
44
akibat (cause and effect relationship) dengan cara membandingkan hasil
kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan kelompok kontrol
yang tidak diberikan perlakuan.53
Penelitian ini memliki tujuan yakni mencari pengaruh implementasi
metode discovery learning terhadap hasil belajar PAI. Sesuai tujuan tersebut,
maka variabel bebas adalah metode discovery learning (X) dan variabel terikat
adalah hasil belajar (Y).
B. Rancangan Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam penelitian eksperimen kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Meliputi kegiatan seperti penentuan objek dan sasaran utama
penelitian. Pencarian cara dan jalan terbaik yang bisa ditempuh untuk
mencapainya.54
Objek dari penelitian ini adalah siswi kelas X IIS-1 di SMA
Al-Falah Ketintang Surabaya. Sedangkan sasaran utama dalam penelitian ini
adalah aspek kognitif siswa.
2. Persiapan teknis
Persiapan teknis meliputi tindakan-tindakan seperti pengamatan
awal (disebut juga pengamatan prakondisi), koordinasi dengan pihak-pihak
53
Zainal Arifin, Penelitian Metode dan Paradigma Baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 68.
54
(53)
45
terkait, sampai pada penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk simulasi yang akan dilakukan.55
Maka dalam tahap kedua ini peneliti berkoordinasi dengan guru
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk menentukan teknis yang
akan digunakan di kelas. Untuk pertemuan pertama menggunakan metode
biasa seperti ceramah dan pertemuan kedua menggunakan metode
discovery learning.
3. Pengkondisian
Pada tahap pengkondisian atau pelaksanaan eksperimen, jika
terjadi kegagalan, maka seluruh rangkaian penelitian menjadi gagal total.56
Dalam tahap ini peneliti dengan guru mulai melaksanakan proses
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode discovery
learning.
4. Pengamatan atau penilaian
Tahap pengamatan dan penilaian berlangsung bersamaan dengan
terjadinya pengkondisian.57 Dalam langkah ini peneliti melakukan
penilaian kondisi dengan cara mengamati/observasi dan melakukan
penilaian materi dengan cara tes tulis atau lisan. Dengan demikian dapat
diketahui perubahan yang terjadi ketika menggunakan metode discovery
learning.
55
Ibid., h. 80. 56
Ibid., h. 81. 57
(54)
46
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dapat dimaknai sebagai keseluruhan objek/subjek yang
dijadikan sebagai sumber data dalam suatu penelitian dengan ciri-ciri
seperti orang, benda, kejadian, waktu dan tempat dengan sifat atau ciri-ciri
yang sama. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.58 Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA
Al-Falah Surabaya kelas X yang berjumlah 118 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau
keadaan tertentu yang akan diteliti. Sampel merupakan sebagian atau wakil
populasi yang diteliti.59 Sampel digunakan karena peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi sebab keterbatasan dana,
tenaga dan waktu.
Siswa kelas X SMA Al-Falah Surabaya terbagi menjadi 4 kelas,
dan yang menjadi sampel adalah kelas X IIS-1 yang berjumlah 33 siswa.
D. Jenis Data
Data adalah sesuatu yang digunakan atau dibutuhkan dalam penelitian
dengan menggunakan parameter tertentu yang telah ditentukan. Misalnya
58
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtitatif dan R&D, op.cit., h. 80. 59
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 109.
(55)
47
jumlah data penduduk, data berat badan, data sikap konsumen, data laporan
keuangan dan lain-lain. Jenis data penelitian dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk bukan
angka, tetapi berbentuk kata, kalimat, atau gambar atau bagan.60 Dalam hal
ini, data yang dimaksud antara lain gambaran umum objek penelitian,
sejarah berdirinya SMA Al-Falah Surabaya, serta pendeskripsian hasil
analisis. Data kualitatif ini hanya sebagai penunjang terhadap data
kuantitatif yang diperoleh.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk
angka.61 Dalam penelitian ini, data yang dimaksud adalah daftar nilai tes
soal pada pembelajaran PAI menggunakan metode biasa dan daftar nilai
tes soal yang terdapat pada eksperimen simulasi pembelajaran PAI
menggunakan metode discovery learning.
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal
atau keterangan sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang
60
Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-1, h. 152.
61
(56)
48
atau mendukung penelitian.62 Adapun metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Metode Interview (Wawancara)
Metode wawancara atau interview adalah alat pengumpul data
atau informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk
dijawab secara lisan pula.63 Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa
wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam dua orang atau lebih dengan bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi dan keterangan.64
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun
dengan menggunakan telepon.65 Dalam penelitian ini, wawancara
dilakukan dengan kepala sekolah, guru dan siswa dengan interview secara
tidak terstruktur untuk mengetahui tentang gambaran objek penelitian.
2. Metode Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Jika wawancara dan
kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak
terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
62
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Sinar Grafika Ofset, 2003), h. 197.
63
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), cet. 6, h. 165.
64
Narbuko Chalid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 83.
65
(57)
49
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan
non participant observation.66 Dalam observasi berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian. Sedangkan observasi non
partisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.
Pada penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi
partisipan. Karena peneliti akan menggunakan metode discovery learning
dalam pembelajaran PAI di SMA Al-Falah.
3. Tes
Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes atau ujian
adalah teknik pengumpulan data dimana objek yang diteliti diminta
mengerjakan tgas atau pekerjaan tertentu yang diberikan peneliti. Teknik
ini umumnya dipakai untuk evaluasi hasil belajar siswa. Tujuannya
mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah
dilakukan.67
Teknik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh impelementasi
metode discovery learning terhadap hasil belajar melalui nilai daripada tes
soal evaluasi yang sudah diberikan di setiap pembelajaran.
66
Ibid., h. 145. 67
(58)
50
4. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai benda-benda
tertulis yang berupa buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
rapat, catatan harian, dan sebagainya.68
Metode ini digunakn untuk memperoleh data dokumentasi yang
ada, seperti sejarah, visi misi, sarana dan prasarana, data guru dan
pegawai, data siswa, struktur organisasi, serta data hasil belajar PAI siswa
di SMA Al-Falah Surabaya.
F. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran. Maka harus
ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan
instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati,
dimana fenomena ini disebut variabel penelitian.69 Instrumen penelitian yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode interview, observasi, tes
dan dokumentasi.
1. Instrumen pedoman wawancara, instrumen ini digunakan dalam
pengumpulan data melalui metode interview yaitu berupa pertanyaan yang
akan ditanya.
68
Suharsimi Arikunto, op.cit., h. 135. 69
(59)
51
2. Instrumen observasi, sama dengan instrumen wawancara, instrumen
observasi ini juga berisi tentang poin-poin yang harus dan akan diamati
langsung oleh peneliti.
3. Instrumen tes berupa soal-soal atau kuis yang terkait dengan materi yang
telah diajarkan dalam pembelajaran menggunakan metode biasa maupun
pembelajaran menggunakan metod discovery learning. Terdapat dua jenis
soal yang akan dikerjakan oleh siswa, yaitu:
a. Soal yang diberikan pada pembelajaran menggunakan metode biasa.
b. Soal yang diberikan pada pembelajaran menggunakan metode
discovery learning.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden
atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi
data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang
telah diajukan.70
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan statistik deskriptif dan
statistik paired sample t test. Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi
70
(60)
52
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.71
Beberapa hal yang dicari dalam statistik deskriptif ini ialah meliputi
Modus, Median, Mean, Rentang Data dan Varians. Berikut penjelasan dari
masing-masing poin tersebut.
1) Modus (Mode)
Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan
atas nilai yang sedang populer (yang sedang menjadi mode) atau nilai yang
sering muncul dalam kelompok tersebut.72
2) Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun
urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya.
Jika jumlah individu dalam kelompok tersebut adalah genap,
maka nilai tengahnya adalah dua angka yang ditengah dibagi dua, atau
rata-rata dari dua angka yang tengah.73
3) Mean
Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan
atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Berikut rumus dari mean:
�� =∑ ���
�� : Mean (rata-rata)
71
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2015), cet. ke-26, h. 29. 72
Ibid., h. 47. 73
(1)
74
diketahui perbedaan serta pengambilan keputusan untuk menjawab rumusan masalah yang akan dijelaskan pada sub bab pengujian hipotesis.
C. Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui apakah Hipotesis alternatif (Ha) ditolak atau diterima dan Hipotesis nihil (Ho) ditolak atau diterima, maka dalam hal ini harus dilakukan perbandingan antara t hitung dengan nilai t tabel.
Jika dilihat pada t tabel dengan df sebesar 32 diperoleh harga signifikansi 0,05 sebesar 1,694 sedangkan pada taraf signifikansi 0,025 sebesar 2,037.
Dengan membandingkan besarnya t hitung (to) yang diperoleh melalui
SPSS (to = -5,664) dengan besarnya “t” yang tercantum pada tabel nilai t (tt =
signifikansi 0,05 sebesar 1,694, signifikansi 0,025 sebesar 2,037) maka dapat diketahui bahwa t hitung (to) adalah lebih besar daripada t tabel (tt).
Sedangkan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,590 adalah lebih besar daripada 0,05 maka Hipotesis nihil (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Karena t hitung lebih besar daripada t tabel dan nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka Hipotesis nihil (Ho) yang diajukan di awal ditolak. Hal ini tersebut berarti bahwa ada pengaruh implementasi metode discovery
(2)
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, baik yang bersifat teoritis maupun empiris, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan dan memberikan beberapa saran yang akan penulis kemukakan pada bab ini. 1. Implementasi discovery learning yang dilakukan oleh guru mata pelajaran
PAI kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya pada dalam tahap cukup baik. Pada implementasinya, siswa mendiskusikan cara membaca dan menerjemahkan Q.S. Al-Isra ayat 32 sesuai dengan hukum bacaan tajwid, lalu menganalisis asbabun nuzul/wurud serta kandungannya. Kemudian siswa mengumpulkan informasi yang didapat dan menganalisis semua informasi yang ada pada Q.S. Al-Isra ayat 32 dan dibuat kesimpulan dalam bentuk makalah/laporan tertulis kemudian dipresentasikan. Setelah proses pembelajaran, guru memberi tes tulis pada siswa untuk mendapatkan hasil belajar.
2. Hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Surabaya mengalami peningkatan setelah implementasi metode discovery learning. Hal ini bisa dilihat dari nilai minimum dan maksimum dari masing-masing hasil metode. Nilai minimum dan maksimum dari metode biasa adalah 75 dan 85. Sedangkan setelah implementasi metode discovery learning
(3)
76
Total keseluruhan nilai yakni masing-masing 2619 dan 2800. Yang berarti nilainya mengalami peningkatan sebesar 6,9%.
3. Ada pengaruh yang siginifikan antara implementasi metode discovery learning dengan hasil belajar PAI siswa kelas X IIS-1 di SMA Al-Falah Sidoarjo. Ini dibuktikan dengan hasil analisis nilai siswa yang dianalisis menggunakan SPSS. Dari hasil penghitungan, ditemukan df sebesar 32 dengan harga signifikansi 0,05 sebesar 1,694 dan pada taraf signifikansi 0,025 sebesar 2,037. Teknik analisis yang digunakan adalah paired sample t test yang memiliki hasil 5,664 dari N sebanyak 33 siswa, dimana hasil tersebut memiliki jumlah yang lebih besar daripada t tabel yang berarti memiliki pengaruh yang besar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di SMA Al-Falah Ketintang Surabaya dapat diketahui bahwa implementasi metode discovery learning mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar PAI.
Melihat pentingnya penggunaan suatu strategi dalam proses pembelajaran sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, maka peneliti memberikan masukan sebagai saran dalam penelitian ini, yaitu:
1. Dalam pembelajaran PAI melalui metode discovery learning hendaknya dipersiapkan dengan matang agar lebih efektif dengan mempertimbangkan beberapa hal:
(4)
77
a. Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan waktu yang terbatas karena penggunaan metode ini dibutuhkan waktu yang lama.
b. Data-data dan referensi yang diperlukan harus mudah dipahami siswa serta mudah didapatkan.
c. Sarana dan prasarana ditentukan serta dipersiapkan dengan matang. 2. Untuk pihak sekolah dan guru agar selalu memberikan pelayanan sarana
dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, agar kreatifitas siswa selalu dikembangkan di setiap prosesnya.
3. Untuk orang tua agar selalu mendukung segala kegiatan siswa dengan memberikan lingkungan keluarga, masyarakat dan belajar yang sehat, karena lingkungan di sekitarnya baik akan memberikan pengaruh positif bagi hasil belajar siswa.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
A. Z., C. Mulyana. 2010. Rahasia Menjadi Guru Hebat. Jakarta: PT Grasindo. Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prraktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Sinar Grafika Ofset.
Bahri Djamarah, Drs. Syaiful. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: CV Rineka Cipta. Bektiarso, Singgih. 2015. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.
Chalid dan Abu Ahmadi, Narbuko. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta. cet ke-1.
Depag. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam.
Depdiknas. 2005. KBBI Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Djali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Emzir. 2013. Metodologi Pendidikan Pendidikan Kuantitaif & Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. cet ke-7.
Hamiyah, Nur dan Mohammad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar Di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Hartono. 1996. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Konsistensi Panduan Olah Data Penelitian dengan SPSS. Diakses di http://www.konsistensi.com/2014/03/uji-paired-sample-t-test-dengan-spss.htm
(6)
79
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. cet 6.
Mira Gustina’s Blog. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut
Para Ahli. Diakses di
http://miragustina90.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama.html?m=1
Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan
Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.
Nurdin, Syarifuddin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputra Press.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Special Pengetahuan. Pengertian Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Menurut
Para Ahli. Diakses di
http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-hasil-belajar-pendidikan.html?m=1
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syaodih, Nana. 2006. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ungguh Muliawan, Jasa. 2014. Metodeologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media. cet 1.