Perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode reception Learning dan Metode Discovery Learning

(1)

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING

DAN METODE DISCOVERY LEARNING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S-1)

Pendidikan Matematika

Disusun Oleh: IMANUDDIN 102017023993

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009


(2)

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING

DAN METODE DISCOVERY LEARNING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S-1)

Pendidikan Matematika

Yang Mengesahkan, Pembimbing I

Otong Suhyanto, M. Si. NIP. 150 293 239

Pembimbing II

R. Bambang Aryan S. M.Pd NIP. 131 974 684

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul ”Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Metode Reception Learning Dan Metode Discovery Learning” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam munaqasyah pada hari kamis, tanggal 11 Juni 2009 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S-1 (S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 12 Juni 2009 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua panitia (Ketua Jurusan Pendidikan Matematika)

Tanggal Tanda Tangan

Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 150 277 129

Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendididikan Matematika)

Otong Suhyanto, M.Si NIP. 150 293 239 Penguji I

Dr. Kadir, M. Pd NIP.

Penguji II

Abdul Muin, S. Si, M. Pd. NIP.

Mengetahui: Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356


(4)

ABSTRAK

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

YANG DIAJAR DENGAN METODE RECEPTION LEARNING

DAN METODE DISCOVERY LEARNING

MTs MIFTAHUL HUDA TIGARAKSA TANGERANG

Nama : Imanuddin

NIM : 102017023993

Program Studi/Jurusan : Tadris/Pendidikan Matematika Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Nama Lembaga : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Guru sebagai pengarang skenario sekaligus sutradara yang mengatur jalannya proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Pada penelitian ini metode Reception Learning dilakukan dengan menggunakan model Advanced Organizers.. Sample pada penelitian ini adalah 30 siswa pada kelas Reception Learning (model Advanced Organizers) dan 30 siswa pada kelas Discovery Learning. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dan teknik pengambilan sample yang digunakan adalah cluster random sampling.

Instrumen penelitian ini berupa tes essay sebanyak 8 (delapan) soal. Koefisien reliabilitas tes 0,827 dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Pada Uji Normalitas dilakukan dengan uji liliefors. Data yang diperoleh adalah kedua kelas berdistribusi normal, karena Lo pada kedua kelas kurang dari L tabel, yaitu 0,0998 pada Reception Learning dan 0,0997 pada Discovery Learning, sedangkan L tabenya sendiri adalah 0,161. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fisher dan hasil perhitungan diperoleh Fhitung

1,27, sementara Ftabel 1,86 pada taraf signifikansi = 0,05 dengan dk pembilang

29 dan dk penyebut 29, karena Fhitung Ftabel maka dapat disimpulkan kedua kelas

adalah homogen.

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas Reception Learning adalah 72,90 dan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Discovery Learning adalah 67,37. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode Reception Learning dengan menggunakan metode Discovery Learning di MTs Miftahul Huda pada pokok bahasan Teorema Pythagoras.

Kata Kunci :


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam atas nikmat dan anugrahNya-lah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang meniti jalan perjungannya hingga akhir.

Tiada kata yang dapat penulis torehkan lagi, melainkan hanya ucapan terima kasih yang tiada terkira atas bimbingan, dorongan dan masukan-masukan positif atas skripsi ini, lebih khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga tercinta di Pasirnangka-Tigaraksa, teristimewa untuk kedua orang tuaku, Ibunda Siti Bariyyah (Alm) yang telah terlebih dahulu meninggalkan penulis dan keluarga tercinta. Cinta, kasih dan sayangmu Ibu, akan selalu ada dalam jiwa anak-anakmu yang selalu rindu belaianmu. Ayahanda Madsuri, yang selalu sabar dan tegar, mengajari akan arti hidup untuk tetap menjalakan tugas dan kewajiban kepada sang Khalik dan tak henti-henti mendo’akan anaknya, adinda Ahmad Syafi’udin, yang selalu memberi spirit untuk hidup sukses, teruslah belajar “dik” agar ibu disana tenang. Paman, bibi, uwak, serta semua keluargaku yang telah memberi do’a, motivasi kepada penulis untuk tetap semangat dalam menggapai asa di UIN tercinta. Semoga Allah SWT membalas semua yag telah dilakukan. Amin.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si. Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan juga merangkap sebagai pembimbing I, yang telah membimbing serta memberi masukan yang sangat berharga bagi penulis.

5. Bapak R. Bambang Aryan S, M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ibu Tita Khalis Maryati, S. Si. M.Kom., selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Amin.

8. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan, baik perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) maupun Perpustakaan Utama (PU) UIN Jakarta yang telah menyediakan buku-buku refernsi bagi penulis.

9. Bapak Ahmad Dahlan, M. Pd dan Muawanah, M. Pd (Kepala dan Wakil MTs Miftahul Huda Pasirnangka), yng telah memperkenankan dan memfasilitasi penulis untuk melaksanakan penelitian, Bapak Momon Suherman, S. Pd (Guru pamong kelas VIII), yang telah membantu penulis dalam proses penelitian, dan seluruh dewan guru serta karyawan MTs Miftahul Huda Pasirnangka (Bu Delisa, Bu Rahma, Pak Syaiful, Pak Ansori selaku staf harian) yang telah mempermudah penulis melakukan penelitian ini.

10. Sahabat-sahabat terbaikku, Andry, Agus, Dedy, Ery, Wilda, Isfha yang telah memberi motivasi untuk tetap istiqomah, aku akan ingat jasa kalian. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2002 : Ramlah, Sule, Selong,

Khusyairi, Buhchori (Lempher), Aef, Dodi, Ipul, Iiq, Ami, Athi, Susilo, Ela, Desul dan seluruh teman-teman angkatan 2002 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dalam berjuang melewati hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka.


(7)

12. Orang yang bisa mengerti, perhatian dan selalu memberi dorongan dalam penyelesaian skripsi ini adalah Salmah, tak lupa nak kosan alumni TARMUB N’cex, Bancex, Ichanx, Here, Bhafux, Ize, Yeby, Judly yang telah memberikan waktu kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, arahan, dan do’a yang telah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima oleh allah SWT. Serta balasan yang berlipat ganda, amin. Pintu kritik, saran dan ide terkait skripsi ini, akan selalu penulis buka dengan penuh suka cita. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya.

Billahittaufiku Wal Hidayah Wassalamu’alikum. Wr. Wb.

Jakarta, Januari 2009


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 7

C. Pembatasan Masalah ………... 8

D. Perumusan Masalah ………... 8

E. Tujuan Penelitian ………... 8

F. Kegunaan Penelitian……… 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Hakikat Pembelajaran Matematika ... 10

1.1. Pengertian Belajar ... 10

1.2. Pengertian Hasil Belajar ... 19

1.3. PengertianMatematika ... 21

1.4. Prinsip-Prinsip Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika 24

1.4.1. Prinsip-Prinsip Belajar ... 24

1.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Matematika ... 27

2. Hakikat Metode Pembelajaran ... 31

2.1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 31 2.2. Pengertian Metode Reception Learning


(9)

(Belajar dengan Menerima) dengan Model

Advanced Organizer... 33

2.3. Pengertian Discovery Learning (Belajar dengan Penemuan) ... 35

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning ... 38

3.1. Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery Learning ……… 38

3.2. Kekurangan Metode Reception Learning dan Discovery Learning ……..………... 39

B. Kerangka Berpikir ... 40

C. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 44

B. Metode Penelitian ……… 44

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47

D. Instrumen Pengumpulan Data ... 49

a. Validitas ... 50

b. Reliabilitas ... 51

c. Taraf Kesukaran ... 52

d. Daya Beda... 53

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 53

1. Pengorganisasian Data ... 53

2. Uji Persyaratan Analisis... 54

a. Uji Normalitas ... 54

b. Uji Homogenitas ... 56

3. Analisis Data ... 56

F. Hipotesis Statistik ... 57

BAB IV HASIL PENELITAN A. Deskripsi Data ... 58


(10)

Reception Learning... 58

2. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Discovery Learning... 59

3. Rekapitulsi Data... 61

B. Pengujian Prasyarat Analisis... 62

1. Uji Normalitas ... 62

2. Uji Homogenitas ... 63

C. Pengajuan Hipotesis ... 64

D. Analisis dan Interpretasi Data ... 65

BAB V KESIMPULAN DA SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kelebihan Metode Reception Learning dan Discovery

Learning ……….. 38 Tabel 2 Kekurangan Metode Reception Learning dan Discovery

Learning……… 39 Tabel 3 Desain Penelitian……….. 47 Tabel 4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian……… 50 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Reception

Learning……… 58 Tabel 6 Distribusi Frekuaensi Nilai Hasil Belajar Discovery

Learning……… 60 Tabel 7 Nilai Hasil Belajar Reception Learning dan Discovery

Learning……… 61 Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Data dengan Menggunakan

Uji Lilifors……… 63 Tabel 9 Hasil Uji Homogenitas Data dengan Menggunakan

Uji Fisher……….. 64 Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis Data dengan Menggunakan Uji-t………. 65


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik Frekuensi Kelas Reception Learning ………. 59 Gambar 2 Grafik Frekuensi Kelas Discovery Learning ………. 60


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 72

Lampiran 2 Instrumen Uji Tes Belajar Matematika Pertama... 73

Lampiran 3 Instrumen Uji Tes Belajar Matematika Final... 75

Lampiran 4 Kunci Jawaban Instrumen Tes... 77

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 80

Lampiran 6 Validitas Butir Soal... 83

Lampiran 7 Rekapitulasi Reliabilitas Butir Soal... 84

Lampiran 8 Skor Jawaban Siswa Secara Kelompok dengan

Prosentase 50 %... 85

Lampiran 9 Indeks Kesukaran dan Daya Beda Butir Soal... 86

Lampiran 10 Hasil Belajar Siswa Kelas Reception Learning... 87

Lampiran 11 Deskripsi Data Statistik Kelompok Reception Learning... 88

Lampiran 12 Hasil Belajar Siswa Kelas Discovery Learning... 92


(14)

Lampiran 13 Deskripsi Data Statistik Kelompok Discovery Learning... 93

Lampiran 14 Uji Normalitas Kelompok Reception Learning... 97

Lampiran 15 Uji Normalitas Kelompok Discovery Learning... 98

Lampiran 16 Perhitungan Uji Homogenitas... 99

Lampiran 17 Perhitungan Uji Hipotesis Penelitian... 101

Lampiran 18 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Reception Learning... ... 104

Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Learning... 117

Lampiran 20 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ... 129

Lampiran 21 Tabel Distribusi Normal Baku (tabel Z)... 130

Lampiran 22 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Lillifors ... 131

Lampiran 23 Tabel Nilai Persentil untuk Distribusi F ... 132

Lampiran 24 Tabel Nilai Persentil untuk Distribusi t ... 134

Lampiran 25 Surat Keterangan Bimbingan Skripsi ... 135

Lampiran 26 Surat Keterangan Izin Penelitian ... 136

Lampiran 27 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 137


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang diperoleh dari orang tua, masyarakat serta lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan dan makna kehidupan ini. Manusia membutuhkan pendidikan melalui penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya melalui metode pengajaran atau dengan cara lainnya yang telah diakui masyarakat.

Pendidikan adalah usaha sadar dan sengaja serta terorganisir guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perubahan-perubahan tingkah laku yang diharapkan, sebagaimana yang terkandung dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah “ilmu struktur yang terorganisasikan”.1 Fungsi mata pelajaran matematika adalah “sebagai alat, pola fikir, dan ilmu atau pengetahuan”.2 Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika di Sekolah. Adapun tujuan pembelajaran matematika sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa, dan memberikan penekanan pada keterampilan dan penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu pelajaran ilmu pengetahuan lainnya.

Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional pada Bab II Pasal 3 yaitu :

1

E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru,

(Bandung: Tarsito, 1980), hal. 146. 2

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2001), hal. 56.


(16)

“Pendidikan nasional berfungsi mengemban kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diperlukan adanya pendidik profesional, keberadaannya dalam dunia pendidikan baik yang bersifat formal maupun non-formal berupaya mengembangkan segala potensi sumber daya manusia secara totalitas (intelektual, rasional, perasaan, cipta dan karya manuisa), sehingga peserta didik dapat mengetahui betul akan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, peranan pendidik sangatlah penting, artinya dalam proses belajar mengajar seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menentukan tujuan pendidikan.

Berbicara tentang pendidikan memang tidak semudah yang dipikirkan, banyak masalah yang ada di dalamnya, misalnya tentang kualitas. Masalah kualitas pendidikan merupakan salah satu masalah yang krusial, dan ini sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, diantaranya masalah kuantitas, efektifitas, efisiensi, dan relevansi. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas. Namun, upaya-upaya tersebut masih bersifat umum dan global, belum menyentuh maslah-masalah yang langsung dihadapi di dalam kelas. Disadari atau tidak bahwa sebaik apapun kurikulum pendidikan yang disiapkan, jika tidak diimplementasikan dengan tepat dan benar oleh guru dan siswa di dalam kelas, maka tidak akan memberikan hasil yang optimal.

Oleh karena itu, agar mendapatkan proses pembelajaran yang lebih optimal, maka guru harus bisa seefektif mungkin dalam menggunakan metode pembelajaran yang dipergunakan. Peran guru dalam pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran akan bisa mendapatkan hasil yang baik bagi siswa.

3

Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7.


(17)

Di dalam dunia pendidikan materi-materi sangatlah banyak, salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU), bahkan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi (PT). Dalam mempelajari matematika, siswa diajak untuk berpikir secara praktis dan sistematis. Dengan memiliki pola pikir seperti itu akan berguna bagi siswa yang menghadapi berbagai permasalan di dunia kerja kelak. Mengingat sebagian besar lapangan pekerjaan yang ada membutuhkan dasar matematika yang kuat, seperti: asuransi, perdagangan, akuntan, dan lain-lain, yang tentunya sangat diharapkan siswa dapat menguasai matematika dengan baik, namun justru sebaliknya, sebagian besar siswa umumnya kurang menguasai matematika bahkan cenderung membencinya.

Hal ini diindikasikan karena materi-materi yang terdapat di dalam matematika merupakan bahasan yang serba memerlukan daya pikir yang logis, dan sistematis, seperti himpunan, aljabar, trigonometri dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut, nampaknya matematika merupakan pelajaran yang sukar bagi siswa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Suratini, yang dikutip Muslimah Zahro mengatakan bahwa “pelajaran matematika di sekolah merupakan pelajaran yang tergolong sulit, hal ini ditunjukkan dengan hasil pencapaian keberhasilan siswa pada sub pokok bahasan yang ditunjukkan dari hasil ulangan harian dan tes hasil belajar pada akhir caturwulan tidak lebih dari 60%.”4 Alisuf Sabri mengatakan “diperolehnya nilai-nilai yang rendah pada hasil latihan baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan rendahnya hasil ulangan harian atau postest oleh siswa merupakan gejala kesulitan belajar yang nyata. Nilai-nilai rendah yang dicapai siswa inilah yang dapat dijadikan indikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa.”5 Dari sini kemudian timbulah apa yang disebut kesulitan

4

Muslimah Zahro, Efektifitas Reward Terhadap Prestasi Matematika Anak Usia Sekolah Dasar, Laporan Penelitian, Fakultas Pascasarjana, UGM Yogyakarta (Jakarta: Perpus PDII-LIPI, 1990), hal. 4.

5


(18)

belajar (learning difficulty).6 Kesulitan belajar disini adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap suatu pelajaran di sekolah. Hal ini dapat terjadi pada semua tingkat maupun jenjang pendidikan. Kesulitan tidak hanya dialami oleh siswa berkemampuan rendah, siswa berkemampuan tinggi pun mengalaminya, dan tentunya kesulitan belajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor penyebabnya dapat berasal dari internal siswa maupun eksternal siswa yang keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dan yang lainnya. Orang tua, sekolah, guru maupun lingkungan sekitar siswa dapat menjadi faktor eksternal. Guru mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut untuk dapat menyajikan pelajaran yang mampu menarik minat siswa untuk belajar lebih giat, supaya apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

Pencapaian dalam proses pembelajaran harus disesuaikan pula dengan metode pengajaran yang relevan, misalnya pada pokok bahasan yang memerlukan alat peraga, maka guru harus menerangkan dengan alat peraga juga. Hal ini dimaksudkan agar materi yang disampikan dapat diserap dengan baik oleh siswa. Jangan sampai bahasan yang memerlukan alat peraga, tetapi guru hanya menerangkan konsep tersebut secara abstrak, maka kemungkinan besar siswa tidak akan menangkap konsep tersebut. Dengan demikian diperlukan metode pembelajaran matematika yang membuat siswa-siswi merasa mudah dan menyenangkan dalam mempelajari matematika. Untuk selanjutnya diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang memuaskan.

Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik disetiap jenjang pendidikan untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua orang untuk kehidupan sehari-hari.7

6

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 1995), hal. 173.

7

Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Test terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September , 2005), hal. 669.


(19)

Karena matematika adalah cara atau metode berfikir dan bernalar, serta merupakan pelajaran yang banyak sekali mengandung ide-ide/konsep-konsep yang tersusun secara hirarkis, sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudoyo: “Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif”.8

Hal tersebut di atas menegaskan bahwa pemahaman akan satu konsep matematika akan sangat dipengaruhi oleh konsep sebelumnya. Dengan adanya kenyataan seperti ini, guru diharapkan untuk lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar matematika, agar siswa dapat memahami konsep-konsep atau ide-ide matematika, namun kenyataannya masih banyak hambatan-hambatan yang ditemui, salah satunya adalah lemahnya daya ingat siswa terhadap pokok bahasan yang sudah dikuasai sehingga akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya.

Banyak faktor yang menyebabkan lemahnya daya ingat siswa terhadap materi yang sudah dikuasai yang menurut law of disuse dari Higard dan Bower seperti yang dikutip Syah, “lupa terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihapalkan siswa”.9 Gejala ini menjadikan siswa sulit memahami materi yang diajarkan guru, hal ini menyebabkan siswa tersebut menjadi sulit memahami pelajaran matematika sehingga menjadi tidak tertarik serta acuh tak acuh terhadap matematika.

Dalam proses belajar mengajar, daya ingat siswa terhadap materi pelajaran yang sudah dikuasai akan sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa berikutnya. Hal ini dinyatakan oleh Suryabrata: “Pribadi manusia beserta aktifitas-aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses dimasa yang lampau”.10 Maka amat disayangkan apabila sebagian besar siswa tidak bisa mengaitkan informasi-informasi yang telah diberikan guru terhadap pokok bahasan selanjutnya. Berkaitan dengan

8

Herman Hudojo, StrategiMengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 4. 9

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda karya, 1996), hal. 160.

10


(20)

hal tersebut, maka guru perlu menguasai teori belajar matematika. Pemilihan teori berlajar yang tepat akan memperoleh tujuan belajar yang diharapkan.11

Ada banyak metode pembelajaran yang ada dalam matematika, yang bisa membuat siswa senang dan gembira terhadap matematika, metode yang diterapkan oleh guru baru barguna dan berhasil jika mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun realitanya yang ada penggunaan variasi metode yang diterapkan masih sangat kurang berhasil guna, karena hal tersebut masih dianggap sulit untuk diaplikasikannya, baik oleh guru yang mengajarkannya ataupun siswa yang menerimanya.

Dengan demikian, sebagai pendidik perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif kepada peserta didiknya. Setiap metode yang digunakan mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing, tidak ada satu metode pun yang dianggap ampuh untuk segala situasi. Bahkan seringkali terjadi pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode secara bervariasi. Namun dapat pula suatu metode dilaksanakan secara berdiri sendiri, hal ini tergantung kepada pertimbangan situasi belajar mengajar yang relevan. Agar dapat menerapkan suatu metode yang relevan dengan situasi tertentu perlu dipahami keadaan metode tersebut, baik kelebihannya maupun kelemahannya.

Salah satu tokoh yang terkenal akan teori belajarnya yaitu Ausubel yang mengemukakan teori bermakna, artinya bahan belajar itu cocok dengan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Untuk itu akan diteliti dua buah aplikasi tentang teorinya yaitu: Metode Reception Learning (belajar dengan menerima) dengan menggunakan model Advanced Organizer dan metode Discovery Learning (belajar dengan penemuan) untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras.

Yang dimaksud metode Reception Learning (belajar dengan menerima) adalah teknik penyajian pengajaran dimana materi yang disajikan

11

Lisnawaty Simanjuntak, dkk., Metode Mengajar Matematika, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 229.


(21)

kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan. Adapun Ausubel menerangkan konsep ini dengan model Advanced Organizer. Advanced Organizer sendiri merupakan suatu alat pengajaran untuk mengaitkan bahan-bahan pembelajaran baru dengan pengetahuan awal.12 Sedangkan metode Discovery Learning (belajar dengan penemuan) akan dilakukan secara terbimbing, dalam artian guru hanya memberikan petunjuk-petunjuk awal yang akan digunakan siswa untuk menemukan konsep dari pokok bahasan. Dalam penelitian ini akan diteliti tentang ada tidaknya perbedaan metode Reception Learning (khususnya model Advanced Organizer) dan metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras.

Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai seberapa besar perbedaan pembelajaran yang menggunakan metode Reception Learning dengan pendekatan Advanced Organizers dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa, seperti yang dirumuskan dalam skripsi yang berjudul : “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Metode Reception Learning Dan Metode Discovery Learning”.

B. Identifikasi Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

2. Apakah penerapan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning mempengaruhi hasil belajar matematika siswa?

3. Apakah metode Reception Learning dan metode Discovery Learning mempengaruhi hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?

12


(22)

4. Apakah terdapat perbedaan antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah perbedaan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras di kelas VIII MTs. Dalam penelitian ini metode Reception Learning diterapakan dengan model Advanced Organizer.

D. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Untuk guru dan calon guru bidang studi matematika sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan alternatif metode mengajar dalam mengajarkan Teorema Pythagoras pada siswa kelas VIII MTs.

2. Untuk siswa diharapkan mampu mempermudah siswa dalam mempelajari Teorema Pythagoras yang kelak dipergunakan pada pokok-pokok bahasan selanjutnya sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar di sekolah.


(23)

3. Untuk sekolah sebagai salah satu usaha untuk menyempurnakan pembelajaran matematika di sekolah sehingga hasil belajar matematika siswa meningkat.


(24)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

G. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Matematika 1.1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan manusia yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan pada diri manusia baik untuk kemampuan intelektual, afektif, kenestetik, bahkan lebih dari itu orientasi utama dari belajar bagi sebagaian besar masyarakat Indonesia diarahkan untuk terciptanya perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan manusia belajar itu sendiri yang meliputi segenap kehidupannya, seperti sosial yang dengan belajar mereka memiliki pengakuan dalam masyarakat, ekonomi yang dengan belajar dapat memberikan pendapatan atau kepemilikikan barang yang memadai untuk kehidupan, atau juga politik yang dengannya manusia dapat memiliki kekuasaan.

Belajar berlangsung terus menerus dari sejak ia lahir sampai tua. Kegiatan ini sangat penting bagi manusia, dan ini merupakan karakteristik yang dimiliki manusia, hampir semua kecakapan, keterampilan, kegemaran terbentuk dan berkembang disebabkan belajar, dengan belajar manusia akan mampu mengambil keputusan dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan harapan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakatnya.

Kehidupan manusia, sejak lahir hingga dewasa takkan terlepas dari perubahan-perubahan, baik dari segi fisik, cara berfikir, sifat-sifat pribadi, dan lain-lain. Perubahan-perubahan ini dapat bersifat menetap tetapi ada juga yang sementara.

Perubahan-perubahan yang bersifat menetap atau relatif konstan ini dinilai sebagai belajar sebagaimana dikemukakan oleh Winkel yaitu: “Belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan


(25)

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relatif tetap konstan.13 Hal yang sama juga dikatakan oleh Hudoyo bahwa seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Belajar merupakan perubahan pada diri seseorang yang berlaku relatif sama disertai dengan usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakan sesuatu.14

Belajar dalam konsepsi tersebut berarti suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan seluruh potensi diri, mental, emosional, fisik, rasa dan sebagainya untuk melatih potensi tersebut sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan yang telah dipelajari, sehingga menjadi kepribadian atau kemampuan yang dimiliki. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang tidak bersifat sementara dan dalam perwujudannya tidak memerlukan pikiran yang relatif lama sehingga terdapat kecenderungan bahwa kemampuan tersebut suatu kemampuan yang manipulatif.

Proses tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman dapat pula dikatakan dari arti belajar, sebagaimana ditegaskan oleh Hilgard dan Bower dalam bukunya theories of learning, yang dikutip oleh Purwanto: “Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya: kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”.15 Sikap yang lahir dari proses belajar adalah perubahan menetap yang dicapai setelah terjadinya pelatihan dan bimbingan secara berkelanjutan, tidak setengah-setengah apalagi parsial, sehingga sikap yang dimiliki tersebut bukan pengaruh dari faktor internal yang ada dalam diri seseorang sekalipun menjadi bagian yang manusiawi, bahwa dengan kekurangan yang dimiliki lantas membenarkan seseorang untuk tidak dapat menguasai kemampuan

13

W. S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Grasindo, 1996), hal. 53 14

Herman Hudojo, StrategiMengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 1. 15


(26)

tertentu jadi selama proses latihan dan atau bimbingan itu terjadi dimungkinkan terjadi perubahan pada diri seseorang dan menetap dalam diri sehingga dapat disebut sebagai sikap.

Di samping itu, ada pula sebagian orang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi seperti ini, biasanya mereka cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, berikut akan disajikan beberapa definisi mengenai belajar dari para ahli, yaitu:

a. Ahli belajar modern berpendapat: belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau percobaan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.16

b. Skiner (Educational Psycology: The Teaching-Learning Process), belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.

c. Chaplin (Dictionary of Psycology), memberikan dua rumusan tentang belajar, yaitu:

Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai

akibat adanya latihan khusus.

d. Hintzman, (The Psicology of Learning and Memory), belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.17

16

Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 21.

17


(27)

Pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan demikian proses belajar mengajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.18

Belajar juga merupakan kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa, baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah. Oleh karenanya pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik, khusunya para guru.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa pada diri individu yang belajar telah terjadi:19

a. Perubahan secara aktual dan potensial.

b. Perubahan yang dapat dijadikan dasar bagi diperolehnya kemampuan baru yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang baik dalam jangka waktu yang relatif lama maupun singkat.

c. Perubahan itu terjadi karena adanya usaha.

Menurut Purwanto, dalam buku Psikologi Pendidikannya, terdapat beberapa pendapat tentang pengertian belajar, yaitu :20

a. Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning mengemukakan “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam

18

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: FP MIPA UPI, 2003), Edisi Revisi, hal. 7.

19

Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Pess, 2003), hal. 13.

20


(28)

situasi itu, perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan seseorang sesaat”.

b. Gagne dalam buku The Conditional of Learning menyatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi”.

c. Morgan dalam bukunya Introduction of Psychology menyatakan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

d. Wetherington dalam bukunya Educational Psychology

mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.

Belajar berarti berubah, dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mampu menjadi mampu. Perubahan akibat hasil belajar tersebut meliputi semua aspek yang ada dalam diri manusia baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Cronbach bahwa seseorang dikatakan belajar jika telah mampu menunjukkan perubahan tertentu pada dirinya.21

Muara belajar adalah perubahan yang setidaknya terukur dari perubahan kemampuan intelektual orang yang belajar, baik atas dasar tidak tahu menjadi tahu, tidak paham menjadi paham. Perubahan itu pula terukur dari sikap yang diwujudkan dari tidak dapat berbuat menjadikan siswa dapat menilai sesuatu dan akhirnya dapat bertingkah

21


(29)

laku atau bersikap. Perubahan pula dapat terukur dari keterampilan pisik atau kenestetik, dari tidak kompoten atas suatu keterampilan kemudian menjadi sangat terampil melakukan sesuatu dengan anggota pisik yang dimiliki yang semua ketera,pilan tersebut dimiliki setelah proses pelatihan, bimbingan dari proses belajar.

Pembelajaran memiliki dua kata yang sangat erat yaitu belajar dan mengajar. Menurut Sudjana belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep tersebut menyatu dalam suatu kegiatan yang terjadi di lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Pembelajaran (instruction) itu sendiri berpusat kepada tujuan yang hendak dicapai berdasarkan perencanaan. Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah diprogramkan.22

Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkungan persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber, fasilitas, dan teman sesama, yang dapat difahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif siswa.

Proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa. Menurut Morgan suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri sebagai berikut :

1. Belajar adalah perubahan tingkah laku

22


(30)

2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan.

3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk jangka waktu yang cukup lama.23

Sementara itu menurut Wittig yang dikutip oleh Syah proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu :24

1. Acquasistion (tahap perolehan/penerimaan informasi), pada tahap ini siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia memiliki pamahaman atau perilaku baru. Tahap ini merupakan tahapan yang paling mendasar, bila pada tahap ini kesulitan siswa tidak dibantu maka ia akan mengalami kesulitan untuk tahapan berikutnya.

2. Storage (tahap penyimpanan informasi), pemahaman dan perilaku baru yang diterima siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang disebut ingatan jangka pendek atau ingatan jangka panjang.

3. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), jika seorang siswa mendapatkan pertanyaan mengenai materi yang telah diperolehnya maka ia akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang dihadapinya. Tahapan ini merupakan peristiwa mental dalam rangka mengungkapkan kembali informasi, pemahaman, pengalaman yang telah diperolehnya.

Gambaran tersebut memberikan arah yang tegas bahwa proses yang terjadi bukanlah proses yang dengan sendirinya terjadi, tetapi proses dengan tahapan-tahapan yang sangat kompleks sehingga membutuhkan pendampingan, bimbingan, dan pengarahan sehingga informasi, pesan, dan pengetahuan baru yang dimiliki siswa dapat diterima dengan baik dan dapat

23

http://www.ut.ac.id/ol-supp/fkip/pgsm3803/hakikat.htm. 24

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendidikan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) hal. 112-113.


(31)

tinggal lama dalam memori siswa dan pada akhirnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam diri.

Menurut Sudjana dalam proses belajar mengajar ada 4 (empat) unsur utama, yaitu:

1. Tujuan merupakan arah dari proses belajar mengajar.

2. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan.

4. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki perencanaan yang matang yang meliputi seluruh rangkaian yang akan akan dilaksanakan selama proses interaksi edukasi berlangsung serta langkah-langkah dan strategi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Perencanaan pembelajaran yang dalam prakteknya diwujudkan dalam bentuk RPP atau perangkat pembelajaran, piranti inilah yang secara keseluruhan menggambarkan mekanisme pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam kelas, diantara perangkat pembelajaran yang dirumuskan dalam RPP tersebut adalah ditentukannya pendekatan, model, metode, strategi, alat, media, materi, dan penilaian pembelajaran.

Metode merupakan salah-satu bagian yang terpenting diantara sekian banyak piranti yang ditentukan, karena dengan metode inilah guru selaku fasilitator pembelajaran melakukan proses transpormasi pengetahuan kepada siswa. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut dengan metode pembelajaran.

Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan


(32)

bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik.25

Dalam kenyataannya metode mengajar yang dipergunakan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa berbeda dengan cara ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan. Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri di dalam menghadapi segala persoalan.

Metode mengajar apapun akan efektif bila dipakai tepat sesuai dengan kemampuan siswa serta tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian maka tujuan pembelajaran yang terarah pada kognitif, afektif, dan psikomotorik masing-masing memiliki kesesuaian dengan metode pembelajaran yang ada berarti tidak semua metode relevan dengan semua ranah tujuan pembelajaran yang ada. Dari situlah kemudian guru harus merefleksikan pembelajaran yang diampuh untuk dapat menguasai sebanyak mengkin metode pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak hanya bersifat dinamis tetapi juga mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Banyak tokoh pendidikan yang mengemukakan teori belajar yang tujuannya untuk membantu mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa.26 Salah satunya bernama Ausubel, ia mengajukan pendapat tentang bagaimana cara guru atau instruktur dapat mengatur kondisi yang dapat memfasilitasi pembelajaran kepada siswa. Menurutnya, bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna, artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Struktur kognitif yaitu organisasi, kejelasan, dan stabilitas pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain, pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada sedemikian hingga konsep-konsep

25

Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 1 26


(33)

baru dapat dipelajari dengan baik. Dengan demikian, intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Jelas pula kiranya, matematika sebagai suatu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, disajikan kepada siswa dengan cara yang lebih bermakna sebagaimana diutarakan oleh Ausubel.

Belajar yang bermakna tidak sama dengan belajar dengan menghapal. Belajar dengan menghapal berarti bahwa belajar dikerjakan dengan mekanis, sekedar suatu latihan mengingat tanpa pengertian, jika matematika dipelajari dengan hapalan, maka siswa akan menjumpai kesulitan, sebab bahan pelajaran yang diperoleh dengan hapalan belum “siap pakai” untuk menyelesaikan masalah, bahkan juga dalam situasi-situasi yang mirip dengan bahan pelajaran yang dipelajari. Ausubel yakin bahwa belajar harus secara deduktif yaitu belajar dari hal yang umum kepada hal yang khusus dan bukan secara induktif (dari hal yang khusus kepada yang umum) seperti yang dikemukakan Bruner.

1.2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang respons hasil pengukurannya tergolong pendapat, yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah.

Soedijarto, menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Briggs, berpendapat bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.27

27


(34)

Menurut Sudjana “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.”28 Menurut Nasution, “Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada tingkah laku individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri pribadi individu yang belajar.”29

Selanjutnya hasil pembelajaran adalah suatu hasil dari proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan siswa, dan pembelajaran akan dapat dikatakan berhasil apabila materi yang disampaikan dapat diterima oleh siswa dan dapat diaplikasikan pada suatu hasil yang maksimal. Bila proses belajar dan mengajar dapat dioptimalkan sesuai dengan teorinya maka hasil belajar dapat diharapkan akan meningkat.

Hasil belajar menurut Sudjana adalah kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah memperoleh pengalaman belajar.30 Pengalaman belajar tersebut dapat diperoleh dari suatu proses kegiatan penyampaian pengetahuan atau pengalaman yang disebut mengajar.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar matematika adalah prestasi yang diperoleh dalam mempelajari mengenai konsep-konsep dan struktur yang terdapat di dalam matematika. Akan tetapi hasil belajar tidak dimaksudkan hanya untuk menunjukan kemampuan-kemampuan, tetapi juga memberikan umpan balik bagi siswa maupun guru. Bagi siswa umpan balik ini akan memberikan informasi untuk mengetahui apakah dirinya telah berhasil ataupun gagal dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Adapun bagi guru, hasil belajar diharapkan dapat memberikan informasi mengenai suksesnya metode pembelajaran yang telah disampaikan. Hal ini sebagai masukan bagi guru untuk mengetahui metode pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran selanjutnya.

28

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 3 29

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Jemmars, 1986), hal. 82 30


(35)

1.3. Pengertian Matematika

Matematika adalah “ilmu tentang struktur yang terorganisasi”.31 Matematika merupakan kata yang universal, seperti mathematich (Inggris), mathamatik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Italy), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) yang semuanya itu berasal dari bahasa latin “mathematica” yang diambil dari perkataan Yunani “matematike” yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata “matehema” yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Istilah “mathematike” sangat berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu “mathanein” yang mengandung arti belajar dan berfikir.32

Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pemahaman yang masing-masing yang berbeda. Ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu adalah bahasa simbol, matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berfikir logis, matematika adalah sarana berfikir, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran, matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, matematika adalah aktifitas manusia.

Di bawah ini beberapa para ahli matematika yang mengungkapkan definisi tentang matematika, diantaranya:

1. Johnson dan Rissing dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis,

31

E. T. Ruseffendi, Pembelajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru,

(Bandung: Tarsito, 1980), hal. 146. 32


(36)

matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.33

2. James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu: aljabar, analisis, dan geometri.34 3. Lerner mengatakan bahwa matematika sebagai bahasa simbolis dan juga

merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.35 4. Johnson danMyklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi

praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berfikir.36

5. Reys dkk dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.37

Berdasarkan etimologis, matematika berarti “Ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih penekanan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran) siswa dengan menggunakan logika, sedangkan dalam ilmu lain lebih penekanan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.

Siswa yang mempelajari matematika berarti mempelajari suatu bahasa khusus yang dilambangkan dengan simbol-simbol khusus pula yang berbeda

33

Ismail, dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), hal. 1.3

34

Ismail, dkk, Kapita Selekta..., hal. 1.3

35

Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet. ke-2, hal. 252.

36

Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., hal. 252 37


(37)

dari bahasa verbal yang biasa. Dalam hal ini Suriasumantri berpendapat bahwa “Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan”. Lambang-lambang matematika bersifat ‘atifisial’ yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.38 Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika.

Matematika adalah ilmu dasar yang tidak pernah lepas dari kehidupan, dengan simbolnya maka manusia dengan mudah dapat melihat matematika sebagai bagian dalam kehidupan dengan logikanya maka matematika dapat menjelma sebagai suatu paradigma berfikir yang dapat menuntun manusia mengarungi kehidupan. Banyak moment yang terjadi sehingga setiap manusia memiliki persepsi yang beragam akan matematika. Di lembaga pendidikan, matematika memiliki karakternya sendiri sehingga siswa yang belajar atau mengkajinya pun memiliki asumsi yang berbeda, ada diantara siswa berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, adapula yang berasumsi bahwa matematika adalah pelajaran yang mudah, tetapi tidak sedikit diantara para pelajar memberikan asumsi bahwa matematika juga merupakan pola berfikir yang akan memberikan tuntunan kepada setiap orang yang mengkajinya sehingga memiliki panduan dalam menjalankan hidup.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya dalam matematika itu sesungguhnya terdapat simbol, bentuk, susunan, konsep, besaran yang pada hakikatnya memberikan sebuah acuan untuk dapat mengorganisasikan sesuatu, dapat memikirkan sesuatu, dan dapat memberikan bukti atau realita dari persoalan yang ada dalam kehidupan. Manusia dapat berfikir cermat dan mudah memecahkan masalah serta tidak mudah berputus asa apabila persoalan hidup datang menghadang.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika

38

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1990), hal. 190.


(38)

mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep yang satu sama lain saling berhubungan, juga merupakan pola proses berfikir, pengorganisasian, dan pembuktian yang logis.

1.4. Prinsip-Prinsip Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajar Matematika

1.4.1. Prinsip-prinsip Belajar

Untuk memperoleh pengertian belajar lebih jauh, berikut ini akan dikemukakan beberapa prinsip-prinsip belajar antara lain sebagai berikut:

a. Kematangan Jasmani dan Rohani

Salah satu prinsip utama belajar adalah harus mencapai kematangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu telah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya telah cukup kuat untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar, misalnya kemampuan berfikir, ingatan, fantasi dan sebagainya.

Dalam konteks pembelajaran dewasa ini kematangan jasmani dan rohani terwujud dalam kerangka kecerdasan spiritual dan kenestetik, dengan demikian dalam diri siswa semua bagian dalam diri dimungkinkan berubah karena proses pendidikan. Oleh karena itu maka dalam rencana strategi (renstra) pendidikan nasional poin kecerdasan sritual dan kenestetik ini mendapatkan prioritas yang utama selain kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual.

b. Memiliki Kesiapan

Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan belajar harus memiliki kesiapan yakni dengan kemampuan yang cukup, baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup dan kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental


(39)

berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan kegiatan belajar. Belajar tanpa kesiapan fisik, mental dan perlengkapan akan banyak mengalami kesulitan, akibatnya tidak memperoleh hasil belajar yang baik.

Menjadi catatan penting bagi guru dalam proses pembelajaran termasuk diantaranya pembelajaran matematika, bahwa guru harus dapat mengidentifikasi secara personal kesiapan siswa tersebut sehingga menjadi sebuah informasi yang valid untuk dapat melakukan proses pembelajaran dengan kesiapan yang dimiliki siswa.

c. Memahami Tujuan

Setiap orang yang belajar harus memahami apa tujuannya, ke mana arah tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang yang belajar agar proses yang dilakukannya dapat cepat selesai dan berhasil. Belajar tanpa memahami tujuan dapat menimbulkan kebingungan pada orangnya, hilang gairah, tidak sistematis, atau asal ada saja. Orang yang belajar tanpa tujuan ibarat kapal berlayar tanpa tujuan, terombang-ambing tak tentu arah yang dituju sehingga akhirnya bisa terlanggar batu karang atau terdampar di suatu pulau.

Rumusan tujuan yang akan dicapai dalam setiap proses pembelajaran harus pula memperhatiakn kondisi siswa dalam artian bahwa ada singkronisasi antara proses pelajar yang dijalani siswa dengan capaian yang belajar, yaitu tujuan pembelajaran. Tidaklah berlebihan atau mungkin menjadi salah satu strategi pembelajaran apabila guru berinisiatif memulai proses pembelajaran dengan menguraikan terlebih dahulu tujuan yang akan dihasilakn dari proses pembelajaran serta manfaat yang dapat dirasakan siswa setelah mencapai tujuan pembelajaran yang dimaksudkan.


(40)

d. Memiliki Kesungguhan

Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya. Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Selain itu akan banyak waktu dan tenaga terbuang percuma. Sebaliknya, belajar dengan sungguh-sungguh serta tekun akan memperoleh hasil yang maksimal dan penggunaan waktu yang efektif. Prinsip kesungguhan sangat penting, artinya biarpun seseorang itu sudah memilik kematangan, kesiapan serta mempunyai tujuan yang kongkret dalam melakukan kegiatan belajarnya, tetapi tidak memiliki kesungguhan sama juga sia-sia, akibatnya akan memperoleh hasil yang kurang maksimal.

Kesungguhan ini dapat dilihat dari kesiapan siswa serta tingkat konsentrasi siswa selama mengkuti proses pembelajaran. Terdapat beberapa siswa yang dapat bertahan dengan konsentrasi yang baik dalam menerima pelajaran, namun demikian dimungkinkan pula terdapat beberapa siswa yang akhirnya menurun konsentrasinya sebagai dampak dari beberapa faktor seperti, jenuh, lelah, tidak siap, kurang sehat, kurang mampu dalam kognitif atau bentuk lainnya sebagai manifestasi dari kurangnya kesungguhan pada diri siswa.

Kesungguhan atau motivasi ini harus diperhatikan dengan baik oleh guru, sebab hasil akhir pembelajaran juga dapat dicapai dengan senantiasa memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa sehingga kesungguhannya dalam belajar senantiasa terpacu.

e. Ulangan dan Latihan

Prinsip yang tak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan. Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Sebaliknya belajar tanpa diulang, hasilnya akan kurang memuaskan. Bagaimanapun pintarnya seseorang jika tidak mengulang apa yang telah didapatkan


(41)

lambat laun akan sirna apa yang telah ada dalam ingatannya. Karena mengulang pelajaran adalah salah satu cara untuk membantu berfungsinya ingatan.39

Mengulang materi pelajaran kontribusi yang sangat besar terhadap kesuksesan belajar, dalam sebuah prinsip psikologi dikenal sebuah pemahaman bahwa (5 x 3) lebih baik dari pada (3 x 5) dengan makna bahwa lima kali mengulang pelajaran dalam tiga hari lebih baik dari pada tiga kali mengulang dalam lima hari. Proses mental dalam mengulang pelajaran akan memberikan daya ingat lebih lama bagi memori siswa, oleh karenanya semakin sering siswa mengulang pelajaran yang telah diberikan memungkinkan siswa untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam proses pembelajaran, demikian pula dengan latihan.

1.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

Matematika

Pembelajaran secara umum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi yang ada diluar individu.

Menurut Slameto dalam bukunya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, membagi faktor internal ke dalam tiga faktor: faktor jasmaniyah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor eksternal dikelompokan juga tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut di atas: a. Faktor Internal

1) Faktor Jasmaniyah 1.1) Faktor Kesehatan

39


(42)

Kesehatan adalah “keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya.”40 Kesehatan merupakan penunjang keberhasilan dalam belajar seseorang, sehingga haruslah setiap orang untuk mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi, dan ibadah.

1.2) Cacat Tubuh

Cacat tubuh ialah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan.41

2) Faktor Psikologis 2.1) Intelegensi

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

2.2) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat, besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat siswa, akan berdampak terhadap proses belajar yang kurang baik bagi siswa, karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya pelajaran yang sesuai dengan minatnya maka akan timbul untuk mencapai keberhasilan dalam belajarnya.

40

Purwadarnimta, W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) 41

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2, hal. 55.


(43)

2.3) Bakat

Pengertian yang dikemukakan oleh Purwanto dalam bukunya psikologi pendidikan menyebutkan bahwa bakat berarti kecakapan pembawaan yaitu mengenai kesanggupan (potensi) tertentu.42

2.4) Motivasi

Motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.43 Dari alasan timbulnya motivasi terdapat dua macam motivasi, yaitu:

2.4.1) Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya stimulus dari luar.

2.4.2) Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang timbulnya dari dalam diri sendiri.

2.5) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

3) Faktor Kelelahan

Kelelahan dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelalahan rohani. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu.

42

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57 43

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 129.


(44)

Sedangkan kelalahan rohani dapat dilihat dari adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

b. Faktor Eksternal 1) Faktor Keluarga

Hubungan antara anggota keluarga yang kurang harmonis dapat membuat suasana yang kurang komunikatif, sehingga anak kurang semangat dalam belajar. Misalnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasan rumah, dan pengertian orang tua.

2) Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode belajar mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, alat pelajaran dan tugas rumah yang diberikan oleh guru.

3) Faktor Masyarakat 3.1) Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak yang lain, untuk mengembangkan sosialisasi diri, tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapat teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan yang tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.


(45)

Mas media yang baik memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dan belajarnya. Sebaliknya mas media yang buruk akan berdampak buruk pula terhadap siswa dan belajarnya. Maka dari itu perlu kiranya siswa mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari orang tua dan pendidik baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

3.3) Bentuk Kehidupan Masyarakat

Bentuk kehidupan masyarakat adalah keadaan lingkungan tempat tinggal yang ada di sekitar siswa. Siswa akan mudah terpengaruh oleh berbagai bentuk kehidupan masyarakat sekitar, pengaruh itu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Untuk menghindari kepada dampak yang negatif, maka perlu mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.

3.4) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat adalah kegiatan siswa yang diikuti siswa dalam lingkungan masyarakat. Seperti les olahraga, kesenian les piano dan sebagainya. Hal itu baik terhadap perkembangan pribadi siswa. Hanya saja yang perlu diperhatikan jangan sampai mengabaikan jadwal belajarnya.

2. Hakikat Metode Pembelajaran 2.1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode menurut bahasa adalah suatu cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu, sedangkan metode mengajar merupakan cara penyampaian materi ajar yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya di


(46)

dalam kelas. Sebagaimana Hudoyo mengatakan yang telah dikutip oleh Baso Lintang Sappaile bahwa metode mengajar adalah suatu cara atau teknik mengajar topik-topik tertentu yang disusun secara teratur dan logis.44

Metode pembelajaran juga merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik.45 Sehingga siswa dapat lebih mudah menguasai materi ajar dan proses pembelajaran pun dapat lebih menyenangkan.

Lebih lanjut Surakhmad menegaskan sebagaimana yang telah dikutip oleh B. Suryosubroto dalam bukunya bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pembelajaran atau soal bagaimana teknisnya suatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-muridnya di sekolah.46 Hal ini harus dilakukan oleh guru atau pemateri yang tujuannya agar apa yang akan disampaikan tepat dengan tujuan pembelajaran, siswa lebih menyenangkan dalam belajar, fokus terhadap materi yang pada akhirnya dapat menyerap dan diterapkan untuk kehidupan sehari-hari.

Jelaslah bahwa metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan tertentu. Semakin tepat metodenya, diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Penerapan suatu metode atau strategi dalam belajar mengajar yang tepat bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Oleh karenanya, untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik, tugas guru adalah memilih metode yang tepat. Ketepatan penggunaan metode mengajar harus sesuai atau relevan dengan tujuan, isi atau materi, kemampuan guru, keadaan siswa, dan perlengkapan atau fasilitas sekolah.

44

Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September, 2005), hal. 672.

45

Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal 1 46


(47)

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapatlah ditarik benang merang tentang metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien, dan metode tersebut tentu harus dapat menarik perhatian siswa serta menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar sehingga mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.

2.2. Pengertian Metode Reception Learning (Belajar dengan Menerima) dengan Model Advanced Organizer.

Metode Reception Learning (belajar dengan menerima) adalah metode pembelajaran dengan pola materi yang disajikan kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir berupa rumus atau pola bilangan.47 Menjabarkan metode Reception Learning, Ausubel menggunakan model Advanced Organizer. Ausubel berpendapat48 bahwa setiap pelajaran harus selalu dimulai dengan Advanced Organizer, yakni sebuah pernyataan perkenalan yang berkaitan dengan konsep-konsep sebelumnya, akan tetapi cukup untuk sebagai pengantar dari materi yang akan dibahas. Model Advanced Organizer ini mempunyai tiga tujuan, yakni:

a. Model ini langsung memberikan perhatian atas apa yang paling penting pada materi selanjutnya.

b. Model ini memberikan garis besar hubungan antara ide-ide yang akan dipresentasikan.

c. Model ini juga mengingatkan bahwa mengenai informasi relevan yang telah ada diingatan.

Dengan demikian, sebelum guru menerangkan suatu konsep baru, sebelumnya guru harus mampu mengaitkan konsep itu ke dalam konsep yang telah diajarkan sebelumnya, dan guru juga mampu membuat garis-garis besar dari konsep materi baru sehingga ketika menerangkan kepada siswa menjadi terorganisir dan terarah.

47

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,... hal. 204. 48


(1)

PERTEMUAN KEENAM

a dan b merupakan sisi siku-sikunya sedangkan c merupakan sisi terpanjang.

b. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk menemukan tripel Pythagoras.

c. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah

3. Penutup

d. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. e. Siswa dan guru melakukan refleksi

f. Guru memberikan tugas (PR).

16.Pendahuluan

4. Guru mengingatkan kembali syarat-syarat berlakunya dalil Pythagoras. 5. Untuk mengawali materi ini, guru menjelaskan maksud dan tujuan

pembelajaran dari materi sebagai pengantar. 6. Guru membahas PR.

17.Kegiatan Inti

i. Melalui beberapa contoh soal, guru membimbing siswa untuk mengerjakan soal-soal cerita yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras dengan cara membuat sketsa segitiga siku-sikunya dan dikerjakan dengan rumus Teorema Pythagoras.

ii. Guru memberikan latihan soal dan pekerjaan rumah

18.Penutup

d. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman. e. Siswa dan guru melakukan refleksi


(2)

PERTEMUAN KETUJUH

l. Guru memberikan ulangan

m. Guru mengawasi jalannya ulangan

JJ.Media yang Dipakai

Buku teks, papan tulis berpetak, buku berpetak dan model-model segitiga

KK. Penilaian

1. Jenis Tagihan : Individu 2. Bentuk Instrumen : Essay

LL. Sumber Belajar

1. Cunayah Cucun, S. Pd, Kompetensi Matematika untuk SMP/MTs VIII, Bandung; Yrama Widya, 2005, hal. 132 – 158.

2. Tim Matematika, Matematika SLTP, Jakarta; Yudistira, 1995, hal. 44 – 57. 3. Tampomas Husein, Matematika untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta;

Yudistira, 2005, hal 135 – 153.

4. Harta Idris, Matematika Bermakna VIII, Surakarta; Mediatama, 2007, hal. 119 – 124.

5. Fauzi M. Ihsan, LKS Matematika, ...,Suara Media Sejahtera, 2008, hal. 50 – 54.

Mudirul Madrasah

Muawanah, M. Pd

Tigaraksa, 13 Nopember 2008 Guru Bidang Studi


(3)

UJI REFERENSI

PARAF N

O BUKU Pemb.

I

Pemb. II

1

E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung : Tarsito, 1980), hal. 146.

2 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : UPI, 2001), hal. 56.

3 Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7.

4 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 88-89.

5 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Rosda Karya, 1995), hal. 173.

6

Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Test terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September , 2005), hal. 669.

7 Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 4.

8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : Rosda karya, 1996), hal. 160.

9 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : CV Rajawali, 1987), hal 43.

10 Lisnawaty Simanjuntak, dkk., Metode Mengajar Matematika, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 229.

11 W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta ; Grasindo, 1996), hal. 53

12 Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang), hal 1.

13 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung ; Remaja Karya, 1984), h. 80.

14 Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung : Tarsito, 1990), h. 21.

15 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos), hal. 60-61.

16

Erman Suherman, StrategiPembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : FP MIPA UPI, 2003), Edisi Revisi, hal. 7.

17 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta; Uhamka Pess, 2003), hal. 13.


(4)

Rosda Karya, 1991), hal. 85

19 http://www.ut.ac.id/ol-supp/fkip/pgsm3803/hakikat.htm. 20 Roestiyah. N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta :

Rineka Cipta, 2001), hal. 1

21 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran ...2003, h. 27. 23 Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar..., hal.

671.

24 Nana Sudjana, Penilaian hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 3

25 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Jemmars, 1986), hal. 82

26 Nana Sudjana, Penilaian hasil ..., hal. 2 27

E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, (Bandung : Tarsito, 1980), hal. 146.

28 Erman Suherman, StrategiPembelajaran ..., hal.. 15 – 16. 29 Ismail, dkk, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), hal. 1.3 30 Ismail, dkk, Kapita Selekta...., hal. 1.3 31

Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet. ke-2, hal. 252.

32 Dr. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., hal. 252 33 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer,...hal. 16 – 17.

34 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Sinar Harapan, 1990), hal. 190.

35 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, hal. 51-54

36 Purwadarnimta, W. J. S, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976)

37

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2, hal. 55.

38 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 56. 39 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57 40 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor..., hal. 57

41 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 129.

42

Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, (September, 2005), hal. 672.


(5)

Rineka Cipta, 1998), hal 1

44 Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam..., hal. 670-671

45 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,... hal. 204.

46 http://www.duq.edu//~tomei/ed711psy/c_ausub.htm

47 Baso Intang Sapaile, Pengaruh Metode Mengajar...., h. 674-675

48 Jhon M. Echols, dkk,. Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 2000), hal. 185

49

Fredirick H. Bell, Teaching and Learning Mathematich (In Secondary School), (Lowa: Wm. C. Brown Company, 1981), hal. 241

50 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan..., hal. 41

51 Erman Suherman, dkk ,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer...., hal. 93-94

52 Erman Suherman, dkk ,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer...., hal 123-124

53 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..., hal. 6.20

54 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..., hal. 6.20-6.21

55 Ismail, dkk., Kapita Selekta Pembelajaran Matematika..., hal. 6.20-6.21

56 Roetiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hal. 126

57 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 7

58

Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh, Introduction to Research in Education, (Terjemahan: Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Arief Furchan), (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal. 50.

59 1Ibnu Hajar, Dasar-dasar Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 321 60 1Donal Ary, Lucy Cheser Jacobs, Asghar Razavieh,

Introduction to Research in Education...., hal. 320 61 Ibnu Hajar, Dasar-dasar Penelitian Kwantitatif dalam

Pendidikan..., hal. 322

62 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 108.

63 Masri Singaribun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet. 1, hal. 152.

64 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi..., hal, 90 65 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta:


(6)

66 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi..., hal, 91 67 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1995), hal. 120.

68 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi..., hal, 92 69 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,..., hal. 158 70 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., hal 144-145 71 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah,

(Bandung; CV Pustaka Setia, 2001), h. 130

72 Anas Sudijono, Pengantar EvaluasiPendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 208

73 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi...,. hal. 208

74 Suharsismi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Hal. 210

75 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi ...., hal. 213 76 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi ...., hal. 218


Dokumen yang terkait

Perbandingan hasil belajar matematika siswa yang diajar mengunakan pendekatan pembelajarn kooperatif dengan metode grop investigation dengan siswa yang diajar dengan metode ekspositori

1 12 105

Pengaruh Model guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (quasi eksperimen di SMAN 72 Jakarta Utara)

5 19 165

Perbedaan Hasil belajar bahasa Indonesia siswa yang diajar dengan metode konvensional dan siswa yang diajar dengan metode maternal Reflektif di SDLB Negeri 01 Lenteng agung Jakarta Selatan

0 6 119

Pengaruh metode pembelajaran inkuiri-discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia

6 62 106

Penerapan metode e-learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas vii pada mata pelajaran IPS terpadu: penelitian tindakan kelas di SMP IT Al-Atiqiyah Cipanengah-Sukabumi.

0 6 139

EKSPERIMEN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN DISCOVERY LEARNING (DL) DALAM PEMBELAJARAN Eksperimen Metode Contextual Teaching And Learning (CTL) Dan Discovery Learning (Dl) Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika D

0 5 21

DAMPAK METODE PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP Eksperimen Metode Contextual Teaching And Learning (CTL) Dan Discovery Learning (Dl) Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dar

0 8 16

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING DAN METODE EKSPOSITORI PADA MATERI BANGUN DATAR SEGIEMPAT DI KELAS VII SMP NEGERI 1 PANGURURAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 2 24

TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING DAN ...

0 1 11

Perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode drill dan ekspositori

0 1 8