Efek Infusa Bawang Putih (Allium Sativum) Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp. Serta Penentuan LD50-nya.

(1)

ABSTRAK

EFEK INFUSA BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK CULEX SP.

SERTA PENENTUAN LD50-NYA

Ray Burton, 2013. Pembimbing : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc.

Nyamuk merupakan vektor berbagai penyakit menular dengan distribusi paling luas di dunia. Salah satu genus yang paling sukses berkembang biak adalah Culex sp. Culex merupakan vektor penyakit filariasis yang dapat menimbulkan kecacatan pada manusia. Cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penularan penyakit adalah dengan membunuh larvanya (larvasida). Larvasida yang paling umum dipakai adalah temefos. Dosis yang dianjurkan tidak menyebabkan munculnya tanda-tanda klinis pada manusia, tetapi akan muncul pada hewan. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya digunakan larvasida alternatif yang tidak berbahaya bagi hewan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp, dan juga mengetahui berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp.

Metode penelitian bersifat eksperimen sungguhan, dengan hewan coba larva nyamuk Culex sebanyak 3500 ekor. Larva dibagi dalam 7 kelompok yang masing-masing kelompok diberi perlakuan berbeda, yaitu diberikan infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, temefos sebagai kontrol positif, dan air sebagai kontrol negatif yang dimasukkan ke dalam wadah tempat percobaan. Data yang diamati adalah jumlah larva yang mati yang dihitung setelah 24 jam. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD dengan α=0,05. Kemudian LD50 dicari dengan menggunakan analisis probit.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.

Dengan demikian, infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.


(2)

v

ABSTRACT

THE EFFECT OF GARLIC INFUSION (ALLIUM SATIVUM) AS A LARVICIDE AGAINST CULEX MOSQUITO

AND TO FIND OUT ITS LD50

Ray Burton, 2013. Tutor : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc.

Mosquito are the most widespread vectors of communicable diseases. One of their most successful genus is Culex sp. Culex is a filarial vector that can cause disabilities to humans. The effective way to prevent transmission of a mosquito carried disease is by killing the larvae (larvicide), and the most common larvicide used is temephos. The recommended dosage does not cause any clinical signs in humans, but not so for the other animals in nature. Therefore, to prevent this, an alternative larvicide that is not harmful to other animals should be used.

The objective of this research is to find out if garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito, as well as finding out how much is the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae.

The method of this research is a true experimental design, using 3500 Culex mosquito larvae. Larvae were divided into 7 groups. Each group was treated with different treatment, that is 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dose of garlic infusion, temephos as positive control and water as negative control which is filled into the glass. Observed data is the number of dead larvae which is counted after 24 hours. The data was analyzed using one way ANOVA then continued with multiple comparison Fisher’s LSD test with α=0.05, and search LD50 using probit analysis.

The result shows that the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.

The conclusion is the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.


(3)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. ii

SURAT PERNYATAAN ………. iii

ABSTRAK ……… iv

ABSTRACT ………. v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1Latar Belakang ………... 1

1.2Identifikasi Masalah ………... 2

1.3Tujuan Penelitian ………... 2

1.4Manfaat Penelitian ………. 2

1.5Kerangka Pemikiran ………... 3

1.6Hipotesis Penelitian ……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

2.1 Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Pada Manusia ……….. 4

2.1.1 Nyamuk ……… 4

2.1.2 Siklus Hidup Nyamuk ……….. 5

2.1.3 Tempat Pembiakan Nyamuk ……… 7

2.1.4 Morfologi Nyamuk ………... 7

2.1.5 Perilaku Nyamuk ……….. 9


(4)

vii

2.2 Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Cacing ………... 10

2.2.1 Vektor Filariasis ………. 10

2.2.2 Epidemiologi Filariasis ……….. 12

2.3 Nematoda dan Penyakit Filariasis ……… 12

2.3.1 Filariasis Getah Bening (Lymphatic Filariasis) ………. 14

2.3.2 Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE) ……… 15

2.3.3 Pencegahan dan Pengendalian ………... 17

2.3.4 Pengobatan ………. 17

2.4 Nematoda Jaringan ………... 17

2.4.1 Wuchereria bancrofti (Filaria bancrofti) ………... 17

2.4.2 Occult Filariasis (Tropical Pulmonary Eosinophilia) ………... 20

2.5Pemberantasan Arthropoda dan Pengendalian Vektor ………. 21

2.5.1 Pengendalian Vektor ……….. 21

2.5.2 Insektisida ……….. 26

2.5.3 Keracunan Insektisida ……… 29

2.5.4 Resistensi Serangga Terhadap Insektisida ………. 30

2.6 Bawang Putih ………... 31

2.6.1 Gambaran Umum ………... 31

2.6.2 Analisis Kandungan Gizi ………... 36

2.6.3 Efek yang Tidak Diinginkan ……….. 37 2.7 Menelaah Keunggulan Bawang Putih ……….. 37 2.7.1 Bawang Putih Sebagai Sumber Nutrisi ……….. 38 2.7.2 Sumber Fitokimia Unggul ……….. 39

2.8 Uji Khasiat Bawang Putih ……… 40

2.8.1 Identifikasi Senyawa Aktif Bawang Putih ………. 40

2.8.2 Allicin Sebagai Antiparasit ……… 44

2.9 Efek Samping Bawang Putih ………... 45

2.9.1 Ramuan Bawang Putih Aman Untuk Dikonsumsi ………. 47


(5)

viii

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ……….. 49

3.1 Alat dan Bahan ………. 49

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 50

3.3 Desain Penelitian ……….. 50

3.4 Variabel Penelitian ………... 50

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ………. 50

3.6 Penghitungan Besar Sampel ………. 51

3.7 Tata Cara Kerja ……… 51

3.8 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ………... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53

4.1 Hasil dan Pembahasan ……….. 53

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ………. 56

BAB V PENUTUP ………... 57

5.1 Kesimpulan ……….. 57

5.2 Saran ………. 57

DAFTAR PUSTAKA ……….. 58

LAMPIRAN ………. 59


(6)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penyebaran Geografik Vektor Filariasis di Indonesia ………. 11 Tabel 2.2 Kandungan 100 Gram Umbi Allium sativum L. ……….. 36 Tabel 4.1 Mortalitas Larva Nyamuk per Konsentrasi Infusa Bawang Putih …... 53


(7)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Perbedaan Dalam Gambar Siklus Hidup Nyamuk ………. 5

Gambar 2.2 Saluran Pembuangan Air yang Kotor dan Tergenang Tempat Pembiakan Nyamuk Culex ………. 7

Gambar 2.3 Perbedaan Anophelinae dan Culicinae ………... 8

Gambar 2.4 Penderita Elefantiasis (Kaki Gajah) ………. 14

Gambar 2.5 Siklus Hidup Wuchereria bancrofti ………. 16

Gambar 2.6 Wuchereria bancrofti ………... 18

Gambar 2.7 Cara Transmisi Wuchereria bancrofti ke Dalam Tubuh Manusia ……… 19

Gambar 2.8 Bawang Putih ………... 31

Gambar 2.9 Tanaman Bawang Putih ………... 33

Gambar 2.10 Kandungan Alliin dan Allisin Bawang Putih ………. 34

Gambar 2.11 Kandungan Bawang Putih ……….. 36

Gambar 4.1 Persentase Mortalitas Larva Nyamuk Per Konsentrasi Infusa Bawang Putih ………... 54


(8)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Perhitungan Dosis ………. 59

Lampiran 2 ANAVA ……… 60

Lampiran 3 Multiple Comparisons ……….. 61


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia terdapat banyak penyakit menular yang ditularkan melalui nyamuk. Salah satu jenis nyamuk yang distribusinya paling luas adalah genus Culex sp. Nyamuk jenis ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia serta dapat dengan mudah berkembang biak, baik dalam daerah yang sulit mendapatkan air bersih ataupun yang kadar polusi lingkungannya cukup tinggi (Walter Reed Biosystematics Unit, 2010).

Genus Culex dapat menularkan penyakit filariasis (kaki gajah). Infeksi penyakit ini terutama pada bagian tungkai atau tangan yang menyebabkan pembengkakan dan deformasi organ tubuh (Sembel, 2009).

Oleh karena itu, pengendalian populasi nyamuk perlu dilakukan. Salah satu cara pengendalian penyakit dilakukan dengan mengendalikan larva vektornya (Djojosumarto, 2008).

Untuk mengendalikan nyamuk digunakanlah insektisida, akan tetapi penggunaan insektisida sintetis yang berlebihan telah menyebabkan timbulnya masalah baru, yaitu resistensi fisiologis terhadap insektisida tersebut, efek samping yang buruk terhadap lingkungan, serta biaya operasional yang mahal. Bahkan menurut laporan WHO 2008, temefos ternyata memberikan banyak efek negatif terhadap lingkungan dan hewan-hewan kecil, seperti toksisitas akut terhadap ikan, gangguan neurologis, gangguan ginjal terhadap kelinci, dan sebagainya (World Health Organization, 2008).

Pestisida botani dapat menjadi pengganti pestisida sintetik yang efektif, ramah lingkungan, mudah diurai di alam, dan murah. Jenis pestisida ini telah lama dipakai oleh manusia untuk mengontrol hama pengganggu dan vektor penyakit. Salah satu pestisida botani yang potensial adalah bawang putih (Kalu, 2009).

Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman yang tersebar luas di seluruh dunia, dari daerah beriklim dingin hingga daerah beriklim tropis.


(10)

2 Umbinya, yang tersusun dari beberapa deretan umbi yang memanjang, adalah bagian yang paling sering dipakai. Penelitian Drs. Elden L. Reeves dan Shankar V. Amonkar dari Universitas California berhasil menemukan khasiat ekstrak bawang putih untuk mengendalikan larva nyamuk. Pengendalian nyamuk dengan bawang putih tidak hanya berhasil dilakukan dengan menggunakan bawang putih segar saja, namun juga dapat menggunakan bawang putih kering (dehydrated garlic) (Lingga, 2012).

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp?

2. Berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp.

2. Ingin mengetahui berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp.

1.4 Manfaat Penelitian

 Manfaat akademis : menambah pengetahuan peneliti mengenai manfaat bawang putih sebagai larvasida alami terhadap nyamuk Culex sp.

 Manfaat praktis : memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang cara pengendalian nyamuk Culex sp secara alami.


(11)

3 1.5 Kerangka Pemikiran

Bawang putih memiliki suatu komponen organosulfur alami yang bernama allisin. Allisin dihasilkan dari dekomposisi alliin menjadi allisin oleh alliinase. Zat inilah yang menyebabkan timbulnya aktivitas antimikroba, antifungi, antiparasit, serta baunya yang khas. Allisin bekerja dengan mengoksidasi SH-enzyme yang ada pada parasit, sehingga tidak terbentuk GSH dari asam amino. Akibatnya, GSH tidak bisa melaksanakan peran pentingnya dalam kehidupan parasit (Amagase, 2006).

1.6 Hipotesis Penelitian


(12)

57

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Infusa bawang putih dengan dosis 4%, 5%, 6%, 7%, 8% memiliki efek sebagai larvasida nyamuk Culex.

2. LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah 5,748%.

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai efek bawang putih sebagai larvasida terhadap spesies nyamuk lain.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai bentuk sediaan apa yang paling baik untuk larvasida ini.


(13)

58

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.

Amagase, H. 2006. Clarifying the Real Bioactive Constituents of Garlic. American Society for Nutrition, J. Nutr , 716-725.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. Kalu. 2009. Larvicidal Activities of Ethanol Extract of Allium sativum (Garlic Bulb) Against the Filarial Vector, Culex quinquefasciatus. Journal of Medicinal Plants Research , 496-498.

Lingga, L. 2012. Terapi Bawang Putih Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Rahmawati, R. 2012. Keampuhan Bawang Putih Tunggal (Bawang Lanang). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung: CV. YRAMA WIDYA. Sembel, D. 2009. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: ANDI.

Walter Reed Biosystematics Unit. 2010. Mosquito Catalog 2010. Retrieved February 2, 2013, from http://www.mosquitocatalog.org.files/pdfs/ClassComp2010.pdf

World Health Organization. 2008. WHO Specifications and Evaluations for Public Health Pesticides : Temephos. Retrieved February 10, 2013, from http://www.who.int/whopes/quality/Temephos_eval_only_oct_2008.pdf


(14)

Efek Infusa Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp.

serta Penentuan LD50-nya Ray Burton1, Rita Tjokropranoto2 1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha 2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Nyamuk merupakan vektor berbagai penyakit menular dengan distribusi paling luas di dunia. Salah satu genus yang paling sukses berkembang biak adalah Culex sp. Culex merupakan vektor penyakit filariasis yang dapat menimbulkan kecacatan pada manusia. Cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penularan penyakit adalah dengan membunuh larvanya (larvasida). Larvasida yang paling umum dipakai adalah temefos. Dosis yang dianjurkan tidak menyebabkan munculnya tanda-tanda klinis pada manusia, tetapi akan muncul pada hewan. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya digunakan larvasida alternatif yang tidak berbahaya bagi hewan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp, dan juga mengetahui berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp.

Metode penelitian bersifat eksperimen sungguhan, dengan hewan coba larva nyamuk Culex sebanyak 3500 ekor. Larva dibagi dalam 7 kelompok yang masing-masing kelompok diberi perlakuan berbeda, yaitu diberikan infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, temefos sebagai kontrol positif, dan air sebagai kontrol negatif yang dimasukkan ke dalam wadah tempat percobaan. Data yang diamati adalah jumlah larva yang mati yang dihitung setelah 24 jam. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD dengan α=0,05. Kemudian LD50 dicari dengan menggunakan analisis probit.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.

Dengan demikian, infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.


(15)

ABSTRACT

Mosquito are the most widespread vectors of communicable diseases. One of their most successful genus is Culex sp. Culex is a filarial vector that can cause disabilities to humans. The effective way to prevent transmission of a mosquito carried disease is by killing the larvae (larvicide), and the most common larvicide used is temephos. The recommended dosage does not cause any clinical signs in humans, but not so for the other animals in nature. Therefore, to prevent this, an alternative larvicide that is not harmful to other animals should be used.

The objective of this research is to find out if garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito, as well as finding out how much is the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae.

The method of this research is a true experimental design, using 3500 Culex mosquito larvae. Larvae were divided into 7 groups. Each group was treated with different treatment, that is 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dose of garlic infusion, temephos as positive control and water as negative control which is filled into the glass. Observed data is the number of dead larvae which is counted after 24 hours. The data was analyzed

using one way ANOVA then continued with multiple comparison Fisher’s LSD test with α=0.05, and search

LD50 using probit analysis.

The result shows that the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.

The conclusion is the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.

Keywords : Garlic Infusion, Larvicide, Culex Mosquito

PENDAHULUAN

Indonesia terdapat banyak penyakit menular yang ditularkan melalui nyamuk. Salah satu jenis nyamuk yang distribusinya paling luas adalah genus Culex sp. Nyamuk jenis ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia serta dapat dengan mudah berkembang biak, baik dalam daerah yang sulit mendapatkan air bersih ataupun yang kadar polusi lingkungannya cukup tinggi (1).

Genus Culex dapat menularkan penyakit filariasis (kaki gajah). Infeksi penyakit ini terutama pada bagian tungkai atau tangan yang menyebabkan pembengkakan dan deformasi organ tubuh (2).

Oleh karena itu, pengendalian populasi nyamuk perlu dilakukan. Salah satu cara pengendalian penyakit dilakukan dengan mengendalikan larva vektornya (3).

Untuk mengendalikan nyamuk digunakanlah insektisida, akan tetapi

penggunaan insektisida sintetis yang berlebihan telah menyebabkan timbulnya masalah baru, yaitu resistensi fisiologis terhadap insektisida tersebut, efek samping yang buruk terhadap lingkungan, serta biaya operasional yang mahal. Bahkan menurut laporan WHO 2008, temefos ternyata memberikan banyak efek negatif terhadap lingkungan dan hewan-hewan kecil, seperti toksisitas akut terhadap ikan, gangguan neurologis, gangguan ginjal terhadap kelinci, dan sebagainya(4).

Pestisida botani dapat menjadi pengganti pestisida sintetik yang efektif, ramah lingkungan, mudah diurai di alam, dan murah. Jenis pestisida ini telah lama dipakai oleh manusia untuk mengontrol hama pengganggu dan vektor penyakit. Salah satu pestisida botani yang potensial adalah bawang putih(5).

Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman yang tersebar luas


(16)

di seluruh dunia, dari daerah beriklim dingin hingga daerah beriklim tropis. Umbinya, yang tersusun dari beberapa deretan umbi yang memanjang, adalah bagian yang paling sering dipakai. Penelitian Drs. Elden L. Reeves dan Shankar V. Amonkar dari Universitas California berhasil menemukan khasiat

ekstrak bawang putih untuk

mengendalikan larva nyamuk.

Pengendalian nyamuk dengan bawang putih tidak hanya berhasil dilakukan dengan menggunakan bawang putih segar saja, namun juga dapat menggunakan bawang putih kering

(dehydrated garlic) (6).

TUJUAN PENELITIAN

1. Ingin mengetahui apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp. 2. Ingin mengetahui berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp.

ALAT, BAHAN DAN CARA  Alat yang digunakan :

- Pipet tetes untuk mengambil larva. - Gelas ukur.

- Timbangan. - Saringan. - Gelas beker.

- Peralatan / panci infusa.

- Wadah penampung larva nyamuk (200-400 ml).

- Kain kasa untuk menutup wadah. - Pemanas air.

- Pisau.

- Sarung tangan. - Termometer.

- Jam tangan / stopwatch. - Sendok.

 Bahan yang digunakan :

- Bawang putih (Allium sativum).

- Bubuk temefos standar 1%. - Air.

- Makanan ikan yang telah dihaluskan untuk makanan larva.  Hewan coba :

Larva nyamuk Culex sebanyak 3500 ekor.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen sungguhan.

Prosedur kerja :

1. Siapkan 7 kelompok wadah gelas plastik dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 wadah gelas plastik, yang masing-masing gelas akan menjadi tempat percobaan. 2. Pada kelompok I diberikan infusa

bawang putih dengan dosis 12 g/300 ml air (4%).

Pada kelompok II diberikan infusa bawang putih dengan dosis 15 g/300 ml air (5%).

Pada kelompok III diberikan infusa bawang putih dengan dosis 18 g/300 ml air (6%).

Pada kelompok IV diberikan infusa bawang putih dengan dosis 21 g/300 ml air (7%).

Pada kelompok V diberikan infusa bawang putih dengan dosis 24 g/300 ml air (8%).

Pada kelompok VI diberi larutan temefos dengan dosis 0,03 g/300 ml air (1 ppm).

Pada kelompok VII diberi 300 ml air. 3. Masukkan 100 ekor larva Culex pada

masing-masing gelas tersebut.

4. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam, kemudian dicatat jumlah larva yang mati pada tiap-tiap kelompok. Data yang didapat dari percobaan dianalisis dengan menggunakan uji


(17)

Anava satu arah dengan  = 0,05, kemudian dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD dengan  = 0,05. Selain itu, LD50 ditentukan dengan menggunakan analisis probit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Mortalitas Larva Nyamuk per Konsentrasi Infusa Bawang Putih

Rata-rata % Mortalitas Standar Deviasi Konsentrasi Infusa Bawang Putih

4% 31 31 1,581

5% 45,2 45,2 1,483

6% 50,6 50,6 1,140

7% 57,8 57,8 1,483

8% 78,4 78,4 1,140

Kontrol +

100 100 0

Kontrol -

0 0 0

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah larva yang mati pada kelompok yang diberikan infusa bawang putih 4% adalah 31; pada 5% adalah 45,2; pada 6% adalah 50,6; pada 7% adalah 57,8; dan pada 8% adalah 78,4.

Gambar 1 Persentase Mortalitas Larva Nyamuk per Konsentrasi Infusa Bawang

Putih

Untuk melihat efek infusa bawang putih sebagai larvasida digunakan analisis uji Anava, sehingga didapat Fhitung sebesar =

3824 pada α = 0,05 dan pada derajat

bebas penyebut 34.

Oleh karena Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak, yang berarti minimal ada sepasang perlakuan yang tidak sama (dengan berbagai perlakuan di atas didapatkan ada perbedaan minimal pada 2 pasang perlakuan).

Sehingga dapat dikatakan, infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, dan 8% memiliki efek larvasida.

Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilakukan uji beda rata-rata LSD.

Dari uji beda rata-rata LSD diperoleh jumlah larva yang mati pada kelompok I, II, III, IV, V dibandingkan dengan kelompok VII (kontrol negatif)

menunjukkan perbedaan yang

bermakna, dan jumlah larva yang mati pada kelompok I, II, III, IV, V dibandingkan dengan kelompok VI (kontrol positif) menunjukkan perbedaan yang bermakna. Artinya, infusa bawang putih mempunyai efek larvasida.

Untuk mendapatkan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex, maka dapat dicari dengan menggunakan analisis probit, jadi didapat LD50 = 5,748%.

DISKUSI

Bawang putih memiliki suatu komponen organosulfur alami yang bernama allisin. Allisin dihasilkan dari dekomposisi alliin menjadi allisin oleh alliinase. Zat inilah yang menyebabkan timbulnya aktivitas antimikroba, antifungi, antiparasit, serta baunya yang khas. Allisin bekerja dengan mengoksidasi SH-enzyme yang ada pada

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00%


(18)

parasit, sehingga tidak terbentuk GSH dari asam amino. Akibatnya, GSH tidak bisa melaksanakan peran pentingnya dalam kehidupan parasit (7).

Glutathione (GSH) adalah thiol intraseluler yang memiliki berat molekul kecil. GSH disintesis dari asam amino oleh gamma-glutamylcysteine synthetase (gamma-GC-ase) dan GSH synthetase. Pada kebanyakan eukariot, termasuk serangga GSH memiliki peranan penting. GSH bersama-sama dengan sistem enzim berperan dalam melindungi sel melawan

oxidative stress, menjaga keseimbangan

reaksi reduksi-oksidasi intrasel, dan mencegah detoksifikasi peroksida dan radikal bebas. Namun tidak semua serangga memiliki GSH dalam jumlah banyak. Culex hanya memiliki GSH dalam jumlah sedikit(6).

Allisin sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan parasit. Allisin juga dapat menyebabkan toksik pada sel mamalia tetapi dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Allisin bekerja dengan mengoksidasi SH-enzyme yang ada pada parasit. Sensitivitas sel terhadap allisin dipengaruhi juga oleh kadar GSH. Pada organisme yang memiliki kadar GSH tinggi kurang sensitif terhadap allisin dibandingkan dengan yang memiliki kadar GSH rendah. Oleh sebab itu, Culex yang memiliki kadar GSH rendah sangat sensitif terhadap allisin (6).

Drs. Elden L. Reeves dan Shankar V. Amonkar dari Universitas California berhasil menemukan khasiat ekstrak bawang putih untuk mengendalikan larva nyamuk. Dalam percobaan yang dilakukan terhadap lima spesies nyamuk membuktikan bahwa penyemprotan ekstrak bawang putih segar sebanyak 200 ppm ke lingkungan yang banyak dihuni nyamuk mampu membunuh larva dari

nyamuk-nyamuk tersebut hingga sebesar 100%.

Pengendalian nyamuk dengan bawang putih tidak hanya berhasil dilakukan dengan menggunakan bawang putih segar saja, namun juga dapat menggunakan bawang putih kering (dehydrated garlic). Formulasi seperti itu telah lama ada di Amerika, misalnya Methanolic. Aplikasi penyemprotan Methanolic sebanyak 200 ppm terbukti ampuh mematikan larva nyamuk Culex peus, Aedes nigromaculis, dan spesies Aedes lainnya.

SIMPULAN

1. Infusa bawang putih dengan dosis 4%, 5%, 6%, 7%, 8% memiliki efek sebagai larvasida nyamuk Culex. 2. LD50 infusa bawang putih terhadap

larva nyamuk Culex adalah 5,748%. SARAN

1. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai efek bawang putih sebagai larvasida terhadap spesies nyamuk lain.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai bentuk sediaan apa yang paling baik untuk larvasida ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Walter Reed Biosystematics Unit.

Mosquito Catalog 2010. [Online] 2010. [Cited:

February 2, 2013.]

http://www.mosquitocatalog.org.files/pdfs /ClassComp2010.pdf.

2. Sembel, Dantje. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta : ANDI, 2009.

3. Djojosumarto, Panut. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka, 2008.

4. World Health Organization. WHO Specifications and Evaluations for Public Health Pesticides : Temephos. [Online] 2008.


(19)

http://www.who.int/whopes/quality/Tem ephos_eval_only_oct_2008.pdf.

5. Larvicidal Activities of Ethanol Extract of Allium sativum (Garlic Bulb) Against the Filarial Vector, Culex quinquefasciatus. Kalu. 2009, Journal of Medicinal Plants Research, pp. 496-498.

6. Lingga, Lanny. Terapi Bawang Putih Untuk

Kesehatan. Jakarta : PT Elex Media

Komputindo, 2012.

7. Clarifying the Real Bioactive Constituents of Garlic. Amagase, Harunobu. 2006, American Society for Nutrition, J. Nutr, pp. 716-725.


(1)

Efek Infusa Bawang Putih (

Allium sativum

)

Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp.

serta Penentuan LD50-nya

Ray Burton

1

, Rita Tjokropranoto

2

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha 2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Nyamuk merupakan vektor berbagai penyakit menular dengan distribusi paling luas di dunia. Salah satu genus yang paling sukses berkembang biak adalah Culex sp. Culex merupakan vektor penyakit filariasis yang dapat menimbulkan kecacatan pada manusia. Cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penularan penyakit adalah dengan membunuh larvanya (larvasida). Larvasida yang paling umum dipakai adalah temefos. Dosis yang dianjurkan tidak menyebabkan munculnya tanda-tanda klinis pada manusia, tetapi akan muncul pada hewan. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya digunakan larvasida alternatif yang tidak berbahaya bagi hewan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa bawang putih berefek sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp, dan juga mengetahui berapa LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex sp.

Metode penelitian bersifat eksperimen sungguhan, dengan hewan coba larva nyamuk Culex sebanyak 3500 ekor. Larva dibagi dalam 7 kelompok yang masing-masing kelompok diberi perlakuan berbeda, yaitu diberikan infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, temefos sebagai kontrol positif, dan air sebagai kontrol negatif yang dimasukkan ke dalam wadah tempat percobaan. Data yang diamati adalah jumlah larva yang mati yang dihitung setelah 24 jam. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD dengan

α=0,05. Kemudian LD50 dicari dengan menggunakan analisis probit.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.

Dengan demikian, infusa bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, 8% berefek sebagai larvasida nyamuk Culex dan LD50 infusa bawang putih terhadap larva nyamuk Culex adalah sebesar 5,748%.


(2)

ABSTRACT

Mosquito are the most widespread vectors of communicable diseases. One of their most successful genus is Culex sp. Culex is a filarial vector that can cause disabilities to humans. The effective way to prevent transmission of a mosquito carried disease is by killing the larvae (larvicide), and the most common larvicide used is temephos. The recommended dosage does not cause any clinical signs in humans, but not so for the other animals in nature. Therefore, to prevent this, an alternative larvicide that is not harmful to other animals should be used.

The objective of this research is to find out if garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito, as well as finding out how much is the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae.

The method of this research is a true experimental design, using 3500 Culex mosquito larvae. Larvae were divided into 7 groups. Each group was treated with different treatment, that is 4%, 5%, 6%, 7%, 8% dose of garlic infusion, temephos as positive control and water as negative control which is filled into the glass. Observed data is the number of dead larvae which is counted after 24 hours. The data was analyzed using one way ANOVA then continued with multiple comparison Fisher’s LSD test with α=0.05, and search LD50 using probit analysis.

The result shows that the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.

The conclusion is the 4%, 5%, 6%, 7%, 8% of garlic infusion have larvicidal effect against Culex mosquito and the LD50 of garlic infusion to Culex mosquito larvae is 5.748%.

Keywords : Garlic Infusion, Larvicide, Culex Mosquito

PENDAHULUAN

Indonesia terdapat banyak penyakit

menular yang ditularkan melalui

nyamuk. Salah satu jenis nyamuk yang distribusinya paling luas adalah genus Culex sp. Nyamuk jenis ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia serta dapat dengan mudah berkembang biak, baik dalam daerah yang sulit mendapatkan air bersih ataupun yang kadar polusi lingkungannya cukup tinggi (1).

Genus Culex dapat menularkan penyakit filariasis (kaki gajah). Infeksi penyakit ini terutama pada bagian tungkai atau tangan yang menyebabkan pembengkakan dan deformasi organ tubuh (2).

Oleh karena itu, pengendalian

populasi nyamuk perlu dilakukan. Salah

satu cara pengendalian penyakit

dilakukan dengan mengendalikan larva vektornya (3).

Untuk mengendalikan nyamuk

digunakanlah insektisida, akan tetapi

penggunaan insektisida sintetis yang berlebihan telah menyebabkan timbulnya masalah baru, yaitu resistensi fisiologis

terhadap insektisida tersebut, efek

samping yang buruk terhadap

lingkungan, serta biaya operasional yang mahal. Bahkan menurut laporan WHO 2008, temefos ternyata memberikan banyak efek negatif terhadap lingkungan dan hewan-hewan kecil, seperti toksisitas

akut terhadap ikan, gangguan

neurologis, gangguan ginjal terhadap kelinci, dan sebagainya(4).

Pestisida botani dapat menjadi

pengganti pestisida sintetik yang efektif, ramah lingkungan, mudah diurai di alam, dan murah. Jenis pestisida ini telah lama dipakai oleh manusia untuk mengontrol hama pengganggu dan vektor penyakit. Salah satu pestisida botani yang potensial adalah bawang putih(5).

Bawang putih (Allium sativum)


(3)

di seluruh dunia, dari daerah beriklim dingin hingga daerah beriklim tropis. Umbinya, yang tersusun dari beberapa deretan umbi yang memanjang, adalah bagian yang paling sering dipakai. Penelitian Drs. Elden L. Reeves dan Shankar V. Amonkar dari Universitas California berhasil menemukan khasiat

ekstrak bawang putih untuk

mengendalikan larva nyamuk.

Pengendalian nyamuk dengan bawang putih tidak hanya berhasil dilakukan dengan menggunakan bawang putih

segar saja, namun juga dapat

menggunakan bawang putih kering (dehydrated garlic) (6).

TUJUAN PENELITIAN

1. Ingin mengetahui apakah infusa

bawang putih berefek sebagai

larvasida terhadap nyamuk Culex sp.

2. Ingin mengetahui berapa LD50 infusa

bawang putih terhadap larva

nyamuk Culex sp.

ALAT, BAHAN DAN CARA

 Alat yang digunakan :

- Pipet tetes untuk mengambil larva. - Gelas ukur.

- Timbangan. - Saringan. - Gelas beker.

- Peralatan / panci infusa.

- Wadah penampung larva nyamuk (200-400 ml).

- Kain kasa untuk menutup wadah. - Pemanas air.

- Pisau.

- Sarung tangan. - Termometer.

- Jam tangan / stopwatch. - Sendok.

 Bahan yang digunakan :

- Bawang putih (Allium sativum).

- Bubuk temefos standar 1%. - Air.

- Makanan ikan yang telah

dihaluskan untuk makanan larva.

 Hewan coba :

Larva nyamuk Culex sebanyak 3500 ekor.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen sungguhan.

Prosedur kerja :

1. Siapkan 7 kelompok wadah gelas

plastik dimana masing-masing

kelompok terdiri dari 5 wadah gelas plastik, yang masing-masing gelas akan menjadi tempat percobaan.

2. Pada kelompok I diberikan infusa

bawang putih dengan dosis 12 g/300 ml air (4%).

Pada kelompok II diberikan infusa bawang putih dengan dosis 15 g/300 ml air (5%).

Pada kelompok III diberikan infusa bawang putih dengan dosis 18 g/300 ml air (6%).

Pada kelompok IV diberikan infusa bawang putih dengan dosis 21 g/300 ml air (7%).

Pada kelompok V diberikan infusa bawang putih dengan dosis 24 g/300 ml air (8%).

Pada kelompok VI diberi larutan temefos dengan dosis 0,03 g/300 ml air (1 ppm).

Pada kelompok VII diberi 300 ml air.

3. Masukkan 100 ekor larva Culex pada

masing-masing gelas tersebut.

4. Pengamatan dilakukan setelah 24

jam, kemudian dicatat jumlah larva yang mati pada tiap-tiap kelompok. Data yang didapat dari percobaan dianalisis dengan menggunakan uji


(4)

Anava satu arah dengan  = 0,05, kemudian dilanjutkan dengan uji beda rata-rata LSD dengan  = 0,05. Selain itu, LD50 ditentukan dengan menggunakan analisis probit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Mortalitas Larva Nyamuk per Konsentrasi Infusa Bawang Putih

Rata-rata

% Mortalitas

Standar Deviasi Konsentrasi

Infusa Bawang Putih

4% 31 31 1,581

5% 45,2 45,2 1,483 6% 50,6 50,6 1,140 7% 57,8 57,8 1,483 8% 78,4 78,4 1,140 Kontrol

+

100 100 0

Kontrol -

0 0 0

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah larva yang mati pada kelompok yang diberikan infusa bawang putih 4% adalah 31; pada 5% adalah 45,2; pada 6% adalah 50,6; pada 7% adalah 57,8; dan pada 8% adalah 78,4.

Gambar 1 Persentase Mortalitas Larva Nyamuk per Konsentrasi Infusa Bawang

Putih

Untuk melihat efek infusa bawang putih sebagai larvasida digunakan analisis uji Anava, sehingga didapat Fhitung sebesar =

3824 pada α = 0,05 dan pada derajat

bebas penyebut 34.

Oleh karena Fhitung > Ftabel maka H0

ditolak, yang berarti minimal ada sepasang perlakuan yang tidak sama (dengan berbagai perlakuan di atas didapatkan ada perbedaan minimal pada 2 pasang perlakuan).

Sehingga dapat dikatakan, infusa

bawang putih 4%, 5%, 6%, 7%, dan 8% memiliki efek larvasida.

Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilakukan uji beda rata-rata LSD.

Dari uji beda rata-rata LSD diperoleh jumlah larva yang mati pada kelompok I, II, III, IV, V dibandingkan dengan

kelompok VII (kontrol negatif)

menunjukkan perbedaan yang

bermakna, dan jumlah larva yang mati pada kelompok I, II, III, IV, V dibandingkan dengan kelompok VI (kontrol positif) menunjukkan perbedaan yang bermakna. Artinya, infusa bawang putih mempunyai efek larvasida.

Untuk mendapatkan LD50 infusa

bawang putih terhadap larva nyamuk Culex, maka dapat dicari dengan

menggunakan analisis probit, jadi

didapat LD50 = 5,748%.

DISKUSI

Bawang putih memiliki suatu

komponen organosulfur alami yang bernama allisin. Allisin dihasilkan dari dekomposisi alliin menjadi allisin oleh alliinase. Zat inilah yang menyebabkan

timbulnya aktivitas antimikroba,

antifungi, antiparasit, serta baunya yang

khas. Allisin bekerja dengan

mengoksidasi SH-enzyme yang ada pada 0.00%

20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00%


(5)

parasit, sehingga tidak terbentuk GSH dari asam amino. Akibatnya, GSH tidak bisa melaksanakan peran pentingnya dalam kehidupan parasit (7).

Glutathione (GSH) adalah thiol intraseluler yang memiliki berat molekul kecil. GSH disintesis dari asam amino oleh gamma-glutamylcysteine synthetase (gamma-GC-ase) dan GSH synthetase. Pada kebanyakan eukariot, termasuk serangga GSH memiliki peranan penting. GSH bersama-sama dengan sistem enzim berperan dalam melindungi sel melawan

oxidative stress, menjaga keseimbangan reaksi reduksi-oksidasi intrasel, dan mencegah detoksifikasi peroksida dan radikal bebas. Namun tidak semua serangga memiliki GSH dalam jumlah banyak. Culex hanya memiliki GSH dalam jumlah sedikit(6).

Allisin sangat efektif dalam

menghambat pertumbuhan parasit.

Allisin juga dapat menyebabkan toksik

pada sel mamalia tetapi dalam

konsentrasi yang sangat tinggi. Allisin

bekerja dengan mengoksidasi

SH-enzyme yang ada pada parasit.

Sensitivitas sel terhadap allisin

dipengaruhi juga oleh kadar GSH. Pada organisme yang memiliki kadar GSH tinggi kurang sensitif terhadap allisin dibandingkan dengan yang memiliki kadar GSH rendah. Oleh sebab itu, Culex yang memiliki kadar GSH rendah sangat sensitif terhadap allisin (6).

Drs. Elden L. Reeves dan Shankar V. Amonkar dari Universitas California berhasil menemukan khasiat ekstrak bawang putih untuk mengendalikan larva nyamuk. Dalam percobaan yang dilakukan terhadap lima spesies nyamuk

membuktikan bahwa penyemprotan

ekstrak bawang putih segar sebanyak 200 ppm ke lingkungan yang banyak dihuni nyamuk mampu membunuh larva dari

nyamuk-nyamuk tersebut hingga sebesar 100%.

Pengendalian nyamuk dengan

bawang putih tidak hanya berhasil

dilakukan dengan menggunakan

bawang putih segar saja, namun juga dapat menggunakan bawang putih kering (dehydrated garlic). Formulasi seperti itu telah lama ada di Amerika,

misalnya Methanolic. Aplikasi

penyemprotan Methanolic sebanyak 200 ppm terbukti ampuh mematikan larva nyamuk Culex peus, Aedes nigromaculis, dan spesies Aedes lainnya.

SIMPULAN

1. Infusa bawang putih dengan dosis

4%, 5%, 6%, 7%, 8% memiliki efek sebagai larvasida nyamuk Culex. 2. LD50 infusa bawang putih terhadap

larva nyamuk Culex adalah 5,748%.

SARAN

1. Diperlukan penelitian lanjutan

mengenai efek bawang putih sebagai larvasida terhadap spesies nyamuk lain.

2. Perlu penelitian lebih lanjut

mengenai bentuk sediaan apa yang paling baik untuk larvasida ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Walter Reed Biosystematics Unit. Mosquito Catalog 2010. [Online] 2010. [Cited: February 2, 2013.] http://www.mosquitocatalog.org.files/pdfs /ClassComp2010.pdf.

2. Sembel, Dantje. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta : ANDI, 2009.

3. Djojosumarto, Panut. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka, 2008.

4. World Health Organization. WHO Specifications and Evaluations for Public Health Pesticides : Temephos. [Online] 2008. [Cited: February 10, 2013.]


(6)

http://www.who.int/whopes/quality/Tem ephos_eval_only_oct_2008.pdf.

5. Larvicidal Activities of Ethanol Extract of Allium sativum (Garlic Bulb) Against the Filarial Vector, Culex quinquefasciatus. Kalu. 2009, Journal of Medicinal Plants Research, pp. 496-498.

6. Lingga, Lanny. Terapi Bawang Putih Untuk Kesehatan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2012.

7. Clarifying the Real Bioactive Constituents of Garlic. Amagase, Harunobu. 2006, American Society for Nutrition, J. Nutr, pp. 716-725.