Ekstremis Cinta.

Pikiran Rakyat
o Selasa o Rabu
4

5

6

20

o Mar

21
OAJr

7
22

9

6)


OMei

OJun

~FOKUS
EkstremisCinta
Oleh MIRANDA RISANG AYU

... B

ANGUN pagi hari ini,
tampaknya indah dengan
berandai-andai
menjadi
ekstremis cinta. Hidup yang dialami adalah serangkaian pembelajaran untuk memahami, menerima, dan memberi cinta.
Sinar matahari selepas fajar
atau menjelang malam adalah
metafora nyata Sang Maha Esa
yang tanpa diskriminasi, menghangati semesta tubuh dan alamo

Nyamannya seperti pendiangan,
semangkuk sup hangat, atau peraduan berselimut ketika hujan.
Sayang memeluk tubuh seperti
bayi berketuban mengamankan
janin. Ia menjaga hidup dan kehidupan.
Jika enibun menyapa ujung daun pagi ini, itu bahasakasih-Nya
yang pertama, yang lirih bagi bening kesadaran. Siang nanti,
mungkin hujan turun melembapkan yang kerontang, atau angin
berembus mendinginkan yang terik. Kasih sejuk'lagi lembut. Pepohonan yang tumbuh saling berdampingan dan meneduhkan padajaral< yang terjaga adalah huruf-huruf-Nya yang selalu berkata
bahwa kasih itu teduh. Ia mengembuskan hidup seperti rahim
yang juga menghidupijanin tanpa henti, lewat ari-ari.
Para spiritualis Islam membedakan kasih dan sayang Tuhan karena kasih lebih memilih. Hampir tak kentara saking lembutnya,
ia wujud tangan-Nya yang pelan-pelan tetapi pasti menarik ubunubun manusia untuk kembali kepada-Nya. Tidak setiap orang tahan untuk ditarik dengan cara yang sarna, karena meski lembut,
tarikan itu bisa berarti penanggalan harta hingga nyawa, demi kehidupan yang lebih muda"dan utama. Semesta sudah menunjukkan, sementara makhluk lain terlelap, pepohonan bekerja keras
menyaring udara sepanjang malam untuk kehidupan di sekitarnya. Dalam ringkihnya, tubuh seorang ibu tersedot banyak demi
kehidupan janinnya. Kasih memberi karena pengorbanan sang
pemberi, seperti lilin menyala yang memberi sinar dengan menghabisi dirinya sendiri. Dan dalam hal pengorbanan diri, setiap persona punya kadar sendiri-sendiri. Meski demikian, kasih itu lembut.
..

Kliping


Humas
-

o Jumat

C Kamis
8

-

24

25
OJul

o Sabtu
12

11


10

26
8Ags

.

13
27

OSep

Mlnggu

14
28

OOkt


15
29
ONov

16
30

31

ODes

Lalu, bagaimana dengan cinta? Konon, cinta lebih utama.,Kasih
sayang hanya salah satu bahasanya. Saya teringat suatu anekdot
sufi tentang seorang arif yang menghalangi seorang musafir yang
tengah menyerbu oase. Musafir itu sudah berjalan berhari-hari kehabisan bekill dan hampir mati kehausan. Kesal oleh perlakuan
itu, musafir itu berontak dan perkelahian. pun terjadi. Sulit ditundukkan, sang arif memukul sang musafir. Ketika penolakan berhenti, baru temyata bahwa oase itu beracun. Sang musafir lantas
mendapatkan air sang arif sebagai ganti. Jika tak ada kekerasan
dalam kasih dan sayang, lantas orang arif itu tengah melakukan
apa? Yang pasti,jika kasih dan sayang hanya merawat kehidupan
agar terns berkembang, cinta tidak hanya merawat, tetapi juga bersikeras untuk mempertahankan kehidupan.

Lebih dari itu., cinta memiliki kekuatan untuk menghasilkan
yang semula tidak ada. Ia bukan hanya penjaga, tetapi alasan sebuah janin mewujud dalam rahim. Tidak hanya memberi tanpa
henti, tetapi cintajuga mengisi yang kosong agar cukup untuk
menghasilkan sesuatu yang sarna sekali baru. Cinta mengutuhkan yang berserak, menggerakkan semesta kesadaran manusia
dan bahkan alam raya, bukan hanya untuk turut bertasbih, tetapi juga berkelindan bersama dalam ajang kreativitas penciptaanNya.
Ekstremis cinta, karenanya, bukan seseorang yang merasa dirinya paling taat, paling tahu kehendak Tuhan, lalu merasa berjuang
dengan menyemat born bunuh diri di tubuhnya hanya untuk
membenarkan kemarahannya kepada dunia. Sebaliknya, ekstremis cinta adalah seseorang yang hatinya telah dipenuhi oleh kasih
sayang dan ampunan terhadap segala bentuk kekurangan9.unia,
hinggajika pun ia harus bertindak keras, kek~rasannya adalah untuk, dengan segenap daya upaya, memeluk, mempertahankan, dan
melanjutkan kehidupan. Ia bukan tidak takut mati, tetapi berani
hidup dan berpihak kepada kehidupan, dengan diri sebagai bayarannya.
Yang menarik, Rasulullah sang pencinta tidak memilih hidup
abadi dengan semua kunci dunia di tangannya, meski sebagai RasuI, kemungkinan itu langsung ditawarkan oleh-Nya. Iajuga tidak mati sebagai pahlawan di medan perang yang diciptakanIlya
sendiri. Ia justru rela mati karena sakit demam seperti semua
manusia biasa, yang ringkih tubuhnya dan hancur alamiah pada
akhimya. Ia tahu, hanya dengan cara itu ia dapat langsung berjumpa dengan Kekasihnya. Ketika harus hidup ia menghidupi hidup dengan penuh kasih sayang dan perjuangan, tetapi ketika
alam telah memanggilnya untuk istirahat, ia istirahat. Iasempurna justru karena ia memilih,. untuk menjadi manusia biasa saja,
yang hanya punya cinta. Ramadan ini, sudahkah cinta seperti itu
ada?***

Penulis,

Un pad

esais.

2009-

--

---