PENGARUH PROGRAM RUANG BUSA TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR DAN EMPATI SISWA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK………..

KATA PENGANTAR……….……….... UCAPAN TERIMA KASIH………..………. DAFTAR ISI………..…... DAFTAR TABEL………..…………... DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR LAMPIRAN………... BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang………... B.Rumusan Masalah………..………... C.Tujuan Penelitian..……….... D.Manfaat Penelitian ... E.Asumsi Penelitian ... F.Hipotesis penelitian .………..………... G.Batasan Penelitian………... H.Metode Penelitian ... BAB II TINJAUAN TEORETIS

A.Hakekat Program Ruang Busa ... B. Hakekat Gerak……..…………..…………... C.Keterampilan (Skill) ...

1. Keterampilan Gerak Kasar (gross skill) dan Keterampilan Gerak Kasar ... 2. Keterampilan Gerak Diskrit, Serial dan Kontinus ... 3. Keterampilan terbuka (open skill) dan keterampilan

tertutup (closed skill)... D.Perkembangan gerak dasar anak………... E. Unsur-Unsur Keterampilan Gerak Dasar………... F. Hakekat Empati ...

G.Empati Pada Anak-anak ... H.Hubungan kegiatan Olahraga dengan Sikap Empati ... BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian………... B. Populasi dan sampel………... C. Operasional Variabel ... D. Instrumen Penelitian ... E. Prosedur pengolahan data ………...

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

i ii iii v vii viii ix 1 10 10 10 11 14 13 14 17 20 25 26 27 28 30 32 35 47 53 56 62 62 63 83


(2)

A.Hasil pengolahan data……….. B.Pengujian persyaratan Analisis……… C.Uji Hipotesis tes Empati dan Kemampuan Gerak

Dasar………... D.Pembahasan………... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ………..

B.Rekomendasi..………...

DAFTAR PUSTAKA ……….... LAMPIRAN-LAMPIRAN

88 90 96 101 110 111 112


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bermain merupakan gejala yang menyebar luas dalam macam-macam kalangan masyarakat, baik itu golongan kanak-kanak, remaja, orang dewasa, orang tua, laki–laki maupun perempuan. Tentu saja tidak salah bila dikatakan bahwa manusia mempunyai rasa senang pada saat bermain, siapapun yang melakukan aktivitas bermain pasti memiliki rasa senang. Melalui kegiatan bermain, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial. Hurlock (1999; dalam Nicolina, 2008:89) mengungkapkan bahwa “aspek-aspek perkembangan anak seperti aspek kognitif, emosi, sosial, dan perkembangan fisik secara umum dapat terstimulasi melalui kegiatan bermain.”

Rasa senang pada anak didik merupakan modal utama untuk menimbulkan situasi yang kondusif untuk melaksanakan kegiatan pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Santosa dkk (2007 : 79) dalam buku Ilmu Kesehatan Olahraga bahwa “Olahraga sebaiknya diperkenalkan sebagai satu kegiatan yang menyenangkan dan menggairahkan, menambah pengetahuan mengenai cara dan pola bermain, menambah teman dan meningkatkan persahabatan.”

Keberhasilan perkembangan anak meliputi beberapa aspek, yaitu fisik, kognitif, afektif, kecerdasan emosional, serta aspek sosial. Calhoun (1990; dalam Nicolina, 2008:89) menyebutkan bahwa ‘ bakat seorang anak akan muncul bukan hanya oleh faktor bawaan saja tetapi harus dirangsang serta ditunjang dengan


(4)

pelatihan sejak dini, makanan yang bergizi, kesehatan yang baik, orang tua yang harmonis, dan pendidikan yang cukup serta lingkungan yang menunjang.

Keberhasilan pendidikan di sekolah tidak hanya bisa lihat dari segi prestasi akademis saja, namun membentuk kepribadian juga menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi pendidikan anak di sekolah. Dari data US Department Health and Human Services dalam Anggraeni (2007) terungkap bahwa “faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah adalah rendahnya rasa percaya diri, ketidakmampuan mengontrol diri, rendahnya motivasi, kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerjasama, dan rendahnya rasa empati anak.” Rendahnya empati pada anak akan menimbulkan dampak yang buruk setelah dia beranjak dewasa, pandangan Erik Erikson (1963; dalam Hoedaya, 2009:2) bahwa “pengalaman semasa kanak-kanak meninggalkan bekas yang permanen dalam kepribadian seorang anak setelah ia meningkat dewasa.”

Paul D. Hastings (2007; dalam www.infobunda.com), melakukan penelitian yang memfokuskan diri pada gaya orang tua mengasuh anak. Hasil penelitian telah diterbitkan bulan September dalam jurnal Developmental Psychology. Pada pra sekolah (sekitar usia 4-5 tahun) anak-anak yang agresif dan perusuh menunjukkan rasa peduli yang sama dengan teman-teman mereka. Beberapa tahun kemudian anak-anak dengan masalah perilaku baru menunjukkan kepedulian yang kurang terhadap orang dewasa yang terluka. Pada usia mendekati 7 tahun, mayoritas dari anak-anak bermasalah telah kehilangan hampir seluruh dari rasa peduli mereka. Lebih tragis lagi, anak juga dideskripsikan sebagai pribadi yang antisosial oleh guru, dan diri mereka sendiri.


(5)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh produsen sabun cuci pakaian dan Universitas Chulalangkorn Bangkok, play quotient (kecerdasan bermain) anak Indonesia paling rendah dibandingkan dengan anak-anak Jepang, Thailand, dan Vietnam. Anak-anak di Jepang, misalnya, mampu menyeimbangkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah, bersantai, dan beraktivitas fisik. Sementara anak-anak Indonesia lebih banyak melakukan kegiatan belajar atau bersantai tapi kurang beraktivitas fisik karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk menonton televisi atau bermain game ( Harian Republika, 2009).

Eisenberg, Murkoff dan Hathaway; Toby J.Hindin, Isobel R. Contento, Joan Dye Gussow ; Sheilla G. Troppe (1996 ; dalam Berliana, 2004) mengungkapkan bahwa terlalu banyak menonton televisi berdampak pada:

1) Meningkatnya tingkat kegemukan dan kadar kolestrol dalam diri anak 2) Kurangnya aktifitas fisik

3) Rendahnya tingkat sosialisasi dan berinteraksi dengan anggota keluarga 4) Minimnya kepedulian anak pada hal-hal yang terjadi di lingkungannya,

karena acara-acara yang disuguhkan membuat anak sangat tertarik sehingga anak menjadi terhipnotis dan pasif

5) Penanaman nilai yang membingungkan, misalnya dengan akibat tayangan seseorang yang cenderung menggunakan kekerasan untuk mendapat tujuan dan berbohong atau membesar-besarkan masalah untuk mendapatkan popularitas

6) Mempunyai nilai membaca dan menulis di sekolah yang lebih rendah dari anak-anak yang kurang banyak menonton televisi

7) Mempunyai fantasi yang berlebihan akibat dari teknologi tinggi dan efek khusus (special effect) dari televisi

8) Mengurangi konsentrasi pada saat belajar, karena materi yang dipelajari tidak menarik seperti tayangan-tayangan di televisi

9) Dibandingkan dengan membaca, terlalu banyak menonton televisi akan mengurangi daya imaginasi dan kreatifitas. Dengan membaca seorang anak akan membayangkan dan menggambarkan apa yang dibacanya,


(6)

sedangkan menonton televisi tidak membuat anak untuk mencari ide-ide baru, karena semua sudah ditayangkan secara visual

10) Peniruan terhadap model perilaku negatif seperti kekerasan, kebebasan seks, madat, dan lain-lain.

Pemaparan tersebut di atas membuktikan bahwa dampak negatif teknologi media elektronik seperti permainan video game, apabila dilakukan dengan berlebihan memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan, perkembangan gerak, dan rendahnya jiwa sosial pada anak.

Pendidikan jasmani memiliki peranan penting dalam pendidikan anak di sekolah, keterampilan gerak dan kemampuan sosial merupakan salah satu sasaran dari pendidikan jasmani di sekolah, Departemen Pendidikan Nasional (2007) mengungkapkan tujuan dari pendidikan jasmani bahwa :

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan jasmani memegang peranan penting dalam pengembangan keterampilan gerak dan pendidikan karakter bagi anak, hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Clark Hetherington (Metzler, 2000:4) bahwa :

.... purposes for the “New Physical Education”, drawn directly from

developmentalism. It should include :

1. Organic education – the development of muscular and skeletal vigour. 2. Psychomotor education – the development of skill in neuromuscular


(7)

3. Character education – the development of moral, social, and personal characteristics.

4. Intellectual education – the development of cognitive, expressive knowledge.

Pendidikan jasmani diberikan satu kali dalam satu minggu dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, baik pada sekolah yang menganut sistem full day ataupun sekolah reguler.

Sekolah full day merupakan sekolah yang melaksanakan konsep belajar-mengajarnya sehari penuh, dengan jadwal pembelajaran mulai pagi hingga siang atau sore hari. Bagi siswa, sekolah yang sampai sehari penuh mengurangi waktu mereka untuk bermain dan bersosialisasi dengan lingkungan rumah tempat tinggal, sehingga mengakibatkan kurang terlatihnya jiwa sosial anak terhadap lingkungannya, karena teman yang dimilikinya yang ada di sekolah. Hoedaya (2009:45) mengungkapkan bahwa “pergaulan manusia sehari-hari membutuhkan keterampilan sosial, diantaranya saling membantu, membangun, dan memelihara hubungan baik dengan semua orang”. Keterampilan sosial sangatlah penting bagi setiap manusia untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Rusli Lutan (1988:322) mengungkapkan :

Proses belajar dan penampilan gerak dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi eksternal mencangkup faktor-faktor yang terdapat diluar individu yang memberikan pengaruh langsung atau tak langsung terhadap penampilan gerak seseorang. Kondisi eksternal itu meliputi kondisi lingkungan pengajaran dan bahkan lingkungan sosial-budaya yang lebih luas.

Cara yang digunakan anak untuk belajar adalah dengan mengalami hal-hal di sekeliling mereka. Lingkungan anak seperti keluarga, teman bermain, teman


(8)

sekelas dan guru, halaman bermain, televisi, buku, majalah, dan seterusnya merupakan unsur-unsur lingkungan anak yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sosial anak. Anak akan belajar banyak melalui pengalaman dari apa yang dilihat, dirasakan dan dialaminya bersama lingkungan.

Suryani (2011) mengungkapkan bahwa sekolah dengan system fullday yang dituntut hanya belajar di sekolah akan membuat mental siswa tidak berkembang dengan baik, karena berada di sekolah seharian, siswa minim berinteraksi dan bersosialisasi dengan keluarga dan lingkungannya. Karena siswa di paksa untuk belajar agar memenuhi target orang tua dan sekolah untuk berprestasi, Suryani juga mengungkapkan bahwa akan memunculkan kemarahan terpendam dan sikap apatis pada anak. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa peran orang tua sangatlah penting bagi perkembangan sosial anak, kurangnya interaksi orang tua dengan anak yang mengikuti pembelajaran di sekolah fullday menjadi satu permasalahan yang harus menjadi perhatian pendidik di sekolah.

Selain perkembangan sosial anak, aktivitas di sekolah harus memenuhi kebutuhan akan aktivitas fisik untuk mengembangkan perkembangan gerak dan memelihara kebugaran siswa, Menurut WHO, 43% dari penyakit ada kaitannya dengan unsur kurang gerak (http://m.inioke.com). Mengingat pentingnya aktivitas fisik bagi perkembangan gerak dan keterampilan sosial siswa, maka sekolah harus memfasilitasi kebutuhan anak melalui program pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas gerak, terutama bagi siswa sekolah fullday.

Keuntungan dari suatu program pendidikan yang bermuatan pengembangan fisik tidak hanya tertuju pada bagian psikomotor saja. Kohl & Beckman (Bandi


(9)

Delphie, 2002:2) mengungkapkan bahwa “melalui sasaran tertentu suatu program dapat disusun agar dapat mencapai bentuk penguasaan konsep diri (self-consept) dan peningkatan kesempatan untuk interaksi sosial.” Dengan adanya program pengembangan gerak di sekolah diharapkan permasalahan kurangnya aktivitas gerak dan memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan perkembangan gerak dan elemen-elemen esensial pendidikan jasmani anak usia dini, seperti yang tertera pada tabel 1.1

Tabel. 1.1

Elemen-elemen Esensial Pendidikan Jasmani Anak Usia Dini No Kesadaran Gerak Keterampilan Dasar :

Lokomotor

Keterampilan Dasar : Non

Lokomotor

Keterampilan Dasar : Manipulatif Kesehatan yang berkaitan dengan fitness atau kesegaran tubuh 1 2 3 4 5 6 7 8 Tubuh

Mengenai ruang / tempat

Arah

Secara sementara : • Gerak fitness • Mata-tangan • Mata-kaki Bagian depan Visual (penglihatan) Pendengaran Taktil Berjalan Berlari Melompat Meloncat /mendarat Berlompatan; melompat dengan tumpuan satu kaki

Meluncur Meloncati atau skipping Menggulingkan tubuh Memanjat Lari-lari kecil Meregang / Membungkuk Berputar / Menyilang Menyilang Menarik Mendorong Berayunan bergoyang “propulsive” Menggelindingkan bola Melempar Memantulkan Memukul Menendang Receptive : • Menangkap • Menjebak Daya tahan aerobic Kelenturan

Sumber : “Early Childhood Physical Education: The Essential Elements. Oleh: C. Gabbard,

1988. Journalof Physical Educatian, Recreation and Dance ; dalam Edward A. Polloway & James R.Patton-Halaman 398. Di Indonesiakan oleh: Bandi Delphie (2002).


(10)

Sekolah Dasar yang melakukan kegiatan belajar dengan sistem “fullday”, kegiatan anak di sekolah lebih lama dari sekolah lain yang pada umumnya hanya melaksanakan kegiatan belajar-mengajar hanya setengah hari saja. Siswa yang

fullday tidak memiliki banyak waktu luang untuk bermain dan berinteraksi dengan

lingkungan selain di sekolah. Sehingga pengalaman anak tidak mendapatkan pengalaman dari lingkungan dalam hal bersosialisasi dan melakukan aktivitas fisik lainnya. Hal ini akan berakibat buruk bagi perkembangan gerak anak, Seperti yang diungkapkan oleh Singer (1980 ; dalam Ma’mun & Yudha, 2000:96) mengungkapkan bahwa ” keterampilan mengacu pada tugas tertentu yang tugas tertentu serta dicapai dengan adanya latihan dan pengalaman.” Seperti diungkapkan oleh Bo Shen et al (2006:328) sebagai berikut:

According to the U.S. National Standards for Physical Education (National Association for Sport and Physical Education [NASPE], 2004), an important goal in physical education is to provide students with the necessary knowledge, skill, and competence to participate in physical activity outside of school during their leisure time.

Kutipan dari Bo Shen di atas menjelaskan bahwa, mengacu pada standar nasional untuk pendidikan jasmani Amerika (Asosiasi untuk olahraga dan pendidikan jasmani nasional) NASPE 2004, tujuan penting dalam pendidikan jasmani adalah menyediakan kebutuhan pengetahuan siswa, keterampilan dan kompetesinya untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik di luar sekolah selama waktu luang mereka.

Pendidikan di sekolah sangatlah mempengaruhi perkembangan motorik dan perubahan aspek sosial pada seorang anak sekolah dasar, apalagi bagi anak yang


(11)

mempunyai kegiatan belajar-mengajar di sekolah dengan system full day, fasilitas yang lengkap dan materi pembelajaran penjas yang variatif merupakan nilai lebih dalam proses perkembangan gerak dasar dan sikap sosial setiap individu. Program pengembangan gerak di sekolah tentu harus didukung oleh fasilitas yang menunjang dalam perkembangan anak, seperti diungkapkan Anna Rubhasy (2008:50) bahwa “ruang bermain dan alat permainan yang bersifat menyatu (dapat dimainkan bersama) sudah mendukung perkembangan anak usia 2-6 tahun.” Selain itu Anna juga menyebutkan bahwa alat permainan tidak perlu ruang yang terlalu luas namun berisi alat permainan yang bervariasi, karena pada usia tersebut anak cenderung ingin menguji kemampuan dirinya.

Berdasarkan pemaparan dan latar belakang, maka penulis mencoba mengkaji mengenai pengaruh program pengembangan gerak yaitu program ruang busa yang dilakukan di Sekolah Dasar Talenta terhadap keterampilan gerak dasar dan empati siswa. Program ruang busa ini dilakukan di sebuah ruangan yang sekelilingnya dilapisi oleh matras sehingga aman bagi aktivitas anak. Pengembangan program bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat lebih terlibat banyak dalam aktivitas fisik motorik. Fasilitas yang tersedia di ruangan tersebut diantaranya adalah trampolin, flying fox mini, kolam bola, wall

climbing mini, bola karet, dan puzzle yang disusun di dinding ruangan. Dengan

pemikiran bahwa program pengembangan gerak tersebut dapat dijadikan sarana program pendidikan yang bermuatan pengembangan fisik dan dan menjadi sarana bagi anak untuk melatih keterampilan gerak dasar dan empati siswa.


(12)

Penulis mencoba mengkaji mengenai “ Pengaruh Program Ruang Busa Terhadap Keterampilan Gerak Dasar Dan Empati Siswa Sekolah Dasar Kelas Rendah”. Dengan harapan bahwa kurangnya aktivitas gerak dan intraksi sosial siswa di sekolah fullday dapat terpenuhi dengan adanya program pengembangan gerak yang dilakukan di dalam ruang busa ini.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan terfokus pada pokok masalah, maka dirumuskan pertanyaan – pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap keterampilan gerak dasar siswa sekolah dasar kelas rendah?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap empati siswa sekolah dasar kelas rendah?

C. Tujuan penelitian

Ditinjau dari latar belakang dan perumusan masalah yang diajukan di atas dapat ditentukan beberapa tujuan penelitian sebagi berikut:

1. Meneliti pengaruh dari program ruang busa terhadap keterampilan gerak dasar siswa sekolah dasar kelas rendah.

2. Meneliti pengaruh dari program ruang busa terhadap empati siswa sekolah dasar kelas rendah.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis hasil penelitian yang diperoleh dimaksudkan bisa memberikan manfaat sebagai berikut :


(13)

1. Secara teoritis

a. Diharapkan penelitian tentang pembelajaran gerak ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan olahraga dan kesehatan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada masyarakat umum, dinas pendidikan, menteri olahraga dan pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang berhubungan dengan olahraga dan pembelajaran.

2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadikan gambaran yang nyata bahwa program ruang busa untuk siswa kelas rendah dapat dijadikan salah satu media program pendidikan bermuatan pengembangan fisik dan sebagai pembelajaran alternatif yang bisa diterapkan pada sekolah – sekolah untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar serta empati siswa sekolah dasar.

E. Asumsi Penelitian

Angapan dasar merupakan merupakan pegangan dalam melakukan penelitian. Mengenai anggapan dasar ini, Arikunto (1997:22) menjelaskan bahwa “anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.” Berikut ini akan penulis uraikan anggapan dasar yang digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian.

Tujuan perkembangan motorik adalah mengkaji proses pentahapan kemampuan gerak, apakah kemampuan gerak individu tersebut sudah sesuai dengan masanya (Saputra, 2006:4). Oleh karena itu perkembangan gerak sangat


(14)

diperlukan untuk dapat memberi dukungan kuat terhadap terbentuknya kualitas gerak yang proporsional pada usianya. Pendidikan fisik atau pendidikan gerak dapat dipakai acuan dan berperan penting dalam suatu kurikulum. Penelitian menyebutkan bahwa perkembangan gerak motorik anak dapat dikembangkan melalui program yang ada, melalui kreativitas dan partisipasi guru setiap aktivitas bermain anak bisa menjadi lebih bermakna ( Muchtiara, 2002).

Kohl & Beckman (Bandi Delphie, 2002:2) mengungkapkan bahwa “melalui sasaran tertentu suatu program dapat disusun agar dapat mencapai bentuk penguasaan konsep diri (self-consept) dan peningkatan kesempatan untuk interaksi sosial.” Dengan adanya program pengembangan gerak di sekolah diharapkan permasalahan kurangnya aktivitas gerak dan memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan perkembangan gerak dan pendidikan jasmani anak usia dini.

Penelitian yang dilakukan oleh Louisa Nicolina (2008) tentang kebutuhan anak akan beraktivitas fisik dan bermain juga memberikan dampak yang baik bagi kecerdasan emosional anak usia 5-6 tahun, menyebutkan bahwa sebagian besar anak yang memiliki kecerdasan emosional yang baik yaitu bermain selama 2,4 – 5,2 jam sehari. Hal ini ditunjang oleh faktor alokasi sewaktu anak bermain seperti: fasilitas bermain, tempat bermain, waktu bermain, dan teman bermain.

Hoedaya (2009:2) menyebutkan bahwa “nilai-nilai kepribadian seperti pengendalian emosi dan kepemilikikan rasa empati perlu ditanamkan pada seseorang sejak usia muda melalui pendidikan di sekolah.” Melalui pendidikan jasmani dan program ruang busa yang diberikan di sekolah dasar diharapkan


(15)

dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan geraknya. Senada dengan hal tersebut Hoedaya (2009:47) juga mengungkapkan bahwa “ Pendidikan olahraga yang diberikan di sekolah mulai tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah amat berpotensi untuk memberikan banyak peluang pada anak dalam mengembangkan keterampilan sosial dan kecerdasan emosi sekaligus empati.”

Program pendidikan fisik atau gerak seperti program pengembangan gerak dan pendidikan jasmani harus disesuaikan dengan perkembangan anak, program latihan gerak atau aktivitas gerak harus mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik dan perubahan kapasitas gerak kearah yang lebih baik dari setiap individu status perkembangan, pengalaman gerak sebelumnya, kondisi kesegaran jasmani dan keterampilan, bentuk badan, dan usia pelaku (Adang Suherman, 1998:10).

Menurut Adang Suherman (1998:137), pengembangan sikap positif pada diri siswa merupakan aspek penting dalam proses belajar-mengajar pendidikan jasmani. Sikap negatif terhadap penjas akan menyebabkan seseorang enggan berpartisipasi dalam kegiatan jasmani, sebaliknya sikap positif akan menyebabkan seseorang lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan . Adang Suherman, juga menuturkan bahwa program penjas yang dapat mengembangkan sikap positif membantu siswa belajar menilai aktivitas fisik yang dilakukannya dan pada akhirnya memberi kontrisbusi terhadap gaya hidup sehat (healthy lifestyle) siswa itu sendiri baik sekarang maupun dimasa yang akan datang (hal.137).


(16)

Dengan demikian, melalui penyelenggaraan program pendidikan fisik atau gerak dimana yang diberikan adalah program ruang busa diharapkan siswa bertambah pengetahuan dan keterampilannya, juga siswa mempunyai sikap positif terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, serta merasa puas dan senang terhadap aktivitas belajar yang dilakukannya dan hasil belajar yang diperolehnya. F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap sementara rumusan masalah komparatif (Sugiyono, 2009:102). Melihat rumusan masalah yang ditulis diatas maka penulis mengemukakan beberapa hipotesis penelitian, yaitu :

1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap keterampilan gerak dasar siswa sekolah dasar kelas rendah.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap empati siswa sekolah dasar kelas rendah.

G. Metode Penelitian

Keberhasilan dalam suatu penelitian, akan sangat tergantung dari metode yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian sehingga tujuan penelitian dapat dicapai, metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Metode penelitian yang digunakan adalah

causal-comparative research. Fraenkel & Wallen (1992:317) mengungkapkan :

Causal-comparative research allows researchers to investigate the possibility of causal relationship among variables that cannot, as in experimental research, be manipulated. In a causal-comparative study, two


(17)

groups that are different on particular variable are compared on another variable.

Penelitian causal-comparative memungkinkan peneliti untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat antara variabel, dalam studi kausal-komparatif. Kelompok yang berbeda pada satu variabel tertentu dibandingkan pada kelompok variabel sampel yang lain. Fraenkel & Wallen juga mengungkapkan, karena kejadian atau variabel bebas yang mempengaruhi telah dilaksanakan atau telah terjadi, penelitian causal-comparative juga disebut juga sebagai ex post facto. Adang Suherman (2002:11) mengungkapkan “oleh karena penyebab dan akibat sudah terjadi dan pengkajian dilakukan dengan mengirinya, maka penelitian kausal komparatif disebut juga sebagai penelitian ex post facto.”

Desain dasar penelitian kausal komparatif adalah sebagai berikut :

Group Variabel independen Variabel dependen

I C

(Group possesses characteristic)

O (measurement)

II -C

(Group does not possesses characteristic)

O (measurement)

Gambar. 1.1

The Basic Causal Comparative Design

Sumber : (Fraenkel & wallen, 1993:321)

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Sekolah Dasar Talenta Taman Kopo Indah III blok F-1 Kecamatan Marga asih, Kabupaten Bandung. Yang menjadi subyek atau populasi dan sampel penelitian adalah siswa Sekolah Dasar Talenta yang


(18)

berjumlah 210 siswa. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Talaenta karena sekolah tersebut merupakan sekolah full day yang menerapkan program ruang busa dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Dengan demikian penggunaan siswa Sekolah Dasar Talenta, sesuai dengan latar belakang permasalahan yang dikemukakan.


(19)

56

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Penggunaan sebuah metode dalam penelitian bertujuan agar dapat memperoleh data yang akhirnya akan mengungkap permasalahan yang hendak diselesaikan. Sugiyono (2009:2) berpendapat: “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Mengenai bentuk dan jenis metode penelitian yang digunakan dalam sebuah penelitian biasanya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

causal-comparative research. Fraenkel & Wallen (1992:317) mengungkapkan :

Causal-comparative research allows researchers to investigate the possibility of causal relationship among variables that cannot, as in experimental research, be manipulated. In a causal-comparative study, two groups that are different on particular variable are compared on another variable.

Penelitian kausal-komparatif memungkinkan peneliti untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat antara variabel, dalam studi kausal-komparatif, dua kelompok yang berbeda pada variabel tertentu dibandingkan pada variabel lain. Fraenkel & Wallen (19922:317) juga mengungkapkan, karena kejadian atau variabel bebas yang mempengaruhi telah dilaksanakan atau telah terjadi, penelitian causal-comparative disebut juga sebagai penelitian ex post


(20)

both the effect(s) and the all alleged cuse(s) have already occurred, and hence are studied in retrospect, causal comparative research is also referred to sometimes as ex post facto (from the latin for "after the fact") research”. Hal ini senada

dengan yang diungkapkan oleh Nazir (2005:59), metode penelitian komparatif adalah bersifat ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian telah selesai atau sudah berlangsung. Peneliti dapat melihat akibat dari satu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia.

Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi), (Sugiyono, 2009:59). Komparatif yaitu membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda. Metode kausal-komparatif dasar melibatkan memilih dua atau lebih kelompok yang berbeda pada variabel tertentu dan membandingkan mereka pada variabel atau variabel lain. (Fraenkel & Wallen, 1993:321).

Desain dasar penelitian kausal komparatif meliputi pemilihan atau lebih kelompok yang berbeda berdasarkan variabel tertentu yang menjadi perhatian dan membandingkannya berdasarkan variabel atau beberapa variabel lainnya (Adang Suherman, 2002:18). Selanjutnya Adang Suherman (2002:18-19) juga menjelaskan bahwa “kelompok dibedakan melalui satu dari dua cara : (a) satu kelompok memiliki karakteristik yang tidak dimiliki kelompok lainnya atau (b) kelompok dibedakan berdasarkan karakteristiknya”. Basic causal-comparative


(21)

berikut :

Dalam penelitian ini penulis membandingkan kelompok siswa yang diberikan program pengembangan gerak dengan kelompok siswa tidak memiliki program pengembangan gerak.

Sedangkan bentuk desain penelitian Fraenkel & wallen menggambarkannya dalam gambar 3.1.

Group Variabel independen Variabel dependen

(a) I C

(Group possesses characteristic)

O (measurement)

II -C

(Group does not possesses characteristic)

O (measurement)

(b) I

(Group possesses characteristic 1)

O (measurement) II

(Group possesses characteristic 2)

O (measurement)

Gambar 3.1. The Basic Causal Comparative Design Sumber : (Fraenkel & wallen, 1993:321)

Dalam penelitian ini penulis membandingkan kelompok siswa yang diberikan program pengembangan gerak dengan kelompok siswa tidak memiliki program pengembangan gerak terhadap keterampilan gerak dasar dan empati pada siswa sekolah dasar kelas rendah. Berdasarkan bentuk desain dasar penelitian kausal komparatif tersebut maka penulis mengacu pada cara (a). Sehingga dapat digambarkan sebagai berikut :


(22)

Kelompok Variabel independen Variabel dependen

I C

(Kelompok Program Ruang Busa)

O

(Keterampilan Gerak Dasar & Empati)

II -C

(Kelompok Tanpa Program Ruang Busa)

O

(Keterampilan Gerak Dasar & Empati)

Gambar 3.2 Desain Penelitian

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian maka penulis membuat rancangan kerja untuk mempermudah langkah penulis dalam pelaksanaan penelitian. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut. :

1) Pertama menentukan sampel dari populasi. Langkah pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, di mana dari populasi yang ada diambil sesuai dengan karakteristik sampel yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Melakukan observasi ke lapangan, dilakukan untuk mengetahui kondisi dan situasi program yang dilakukan oleh sekolah.

3) Melakukan tes kemampuan gerak siswa setelah program pengembangan gerak siswa selesai dan memberikan angket empati untuk mengukur empati siswa. 4) Berdasarkan data-data yang telah diperoleh maka dilakukan pengolahan dan

analisis data sehingga hasilnya dapat ditafsirkan, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software pengolah data statistik SPSS. Hasil pengolahan data dapat dilihat di Bab IV.


(23)

hasil pengolahan dan analisis data. Kesimpulannya dapat dilihat di Bab V. B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:117). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Menurut Sudjana (2005:5) populasi adalah keseluruhan subjek atau objek penelitian dapat berupa manusia (siswa, penduduk), benda (buku, gedung), perbuatan (pembelajaran, pengelolaan), peristiwa (kecelakaan lalu lintas, bencana alam). Populasi dalam penelitian ini adalah 210 orang siswa sekolah dasar Talenta Taman Kopo Indah III Kabupaten Bandung yang melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menganut sistem full day.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (subjek atau objek) penelitian (Sudjana 2005 :5). Sugiyono (2009), juga mengungkapkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,


(24)

diambil dari populasi harus betul-betul representatif.

Teknik pengambilan sampling yang digunakan yaitu non probability

sampling. Non probability sampling adalah tehnik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2009:122). Sugiyono (2006:119) menjelaskan bahwa, “teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. ”

Mengenai probability sampling Sugiyono (2009:120) menjelaskan bahwa, “Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.” Cara ini dilakukan agar setiap anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Selain itu juga agar pengambilan sampel tidak ada kerancuan atau berdasakan subjektivitas, tetapi berdasarkan objektivitas. Sedangkan tehnik yang digunakan yaitu sampling

purposive, Sugiyono (2009) mengungkapkan sampling purposive adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas rendah (kelas-2 SD) sekolah dasar Talenta Kabupaten Bandung dan sebagai kelompok pembandingnya adalah siswa sekolah dasar Al-Irsyad Kota Bandung yang sama-sama menganut sistem

fullday. Alasan peneliti menggunakan tehnik sampling purposive adalah sesuai


(25)

merupakan sekolah yang menerapkan program ruang busa dalam kurikulum sekolah.

2. Program ruang busa diberikan hanya untuk siswa kelas rendah yaitu hanya kelas satu & kelas dua, sehingga penulis menetapkan siswa kelas dua sebagai sampel dengan alasan bahwa siswa kelas dua telah mendapatkan program pengembangan gerak selama 2 tahun.

3. Perkembangan gerak dasar dan kemampuan sosial dimulai sejak usia dini, sehingga usia sekolah dasar kelas 2 merupakan usia yang perlu diberikan perhatian yang lebih.

C. Operasional Variabel

Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain, (Hacth dan Farhady 19981, dalam Sugiyono, 2009:60). Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:

1. Variabel independen atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini yaitu program ruang busa.

2. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, (Sugiyono, 2009:61). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keterampilan gerak dasar dan empati siswa sekolah dasar.


(26)

Instrument yang di gunakan penulis untuk kemampuan gerak dasar yaitu teknik observasi dan evaluasi gerak dasar yang berisikan beberapa gerak dasar yang cenderung dilakukan anak dalam kehidupan sehari-hari. Instrumen ini dikembangkan oleh Adang Suherman (2008), dimana terdapat 5 instrumen untuk observasi gerak dasar, yaitu : lari, lompat, lempar, menangkap, dan menendang. Beberapa alasan penentuan gerak dasar di atas Adang Suherman (2008) mengungkapkan sebagai berikut :

1. Gerak dasar tersebut cenderung merupakan gerak dasar utama yang sangat penting untuk perkembangan gerak lebih lanjut.

2. Gerak dasar tersebut cenderung digunakan siswa dalam kehidupan sehari-hari. 3. Gerak dasar tersebut potensial dapat dijadikan item tes objektif

4. Gerak dasar tersebut mampu membedakan perkembangan gerak siswa yang memiliki keterlambatan dan keistimewaan.

Berikut adalah format instrumen observassi gerak dasar : a. Instrumen Obsevasi Gerak Dasar

1) Lari

Nama siswa : ... tgl/bln/th lahir:... • Posisi observasi :

Gerak dasar lari diobservasi dari dua posisi, yaitu dari samping dan dari belakang. Observasi dari samping dilakukan kira-kira berjarak 7 meter ditujukan untuk mengamati gerakan lengan dan tungkai dari samping. Observasi dari belakang ditujukan untuk mengobservasi gerakan tungkai


(27)

ditetapkan. Agar larinya maksimal anak dapat diamati dalam situasi kompetisi. Sebaiknya jarak harus cukup jauh agar mencapai kecepatan maksimal namun jangan sampai anak kelelahan. Waktu istirahat yang cukup harus diberikan diantara waktu percobaan.

• Aba-aba : pada saat mendengar aba-aba “YA”, ibu/bapa ingin anda berlari secepat-cepatnya menuju (pohon,garis, dsb). Siaap, ya!

• Beberapa pertimbangan :

Observasi memiliki cukup banyak waktu mengobservasi gerakan lari siswa (tidak pada saat akselerasi maupun finish)

Untuk menghindari kelelahan, jarak lari anak dibawah enam tahun antara 5-8 meter.

Tabel 3.1

Instrumen Observasi Lari

KOMPONEN

ASPEK OPTION

GERAKAN YA TIDAK

TUNGKAI panjang dan kecepatan langkah maksimal

DARI

SAMPING Fase melayang terlihat jelas

Kaki tumpu merentang secara penuh

betis kaki ayun bergerak sejajar dengan tanah

LENGAN lengan mengayun secara vertikal berlawanan dengan tungkai

kedua lengan membengkok membentuk sudut 90 derajat

TUNGKAI

gerakan memutar pada saat recovery tungkai dan kaki sangat kecil

DARI

BELAKANG

TOTAL SKOR

%


(28)

Gambar. 3.3 Gerakan Berlari • Tingkat kemampuan :

Awal : apabila kemampuannya (total skor) kurang dari 50% Transisi : apabila kemampuannya (total skor) lebih dari 50% dan < 100%

Matang : apabila kemampuannya (total skor) 100% 2) Lompat

Nama siswa : ... tgl/bln/th lahir:... • Posisi observasi :

Observasi gerak dasar melompat dilakukan dari sisi yang dirasakan nyaman bagi observer. Pelaku memulai lompatan dari posisi relaks dengan kedua ujung jari kaki menempel pada garis start. Perhatian harus ditekankan agar siswa tidak start dari posisi yang tidak nyaman.

• Aba-aba : pada saat mendengar aba-aba “ya”, ibu/bapa ingin anda melompat dengan keduan kaki sejauh-jauhnya. Siaaaap ya!


(29)

lunak. Lompatan dimulai dari tanda start, lebih baik apabila diberi gambar dua telapak kaki.

Tabel 3.2

Instrumen Observasi Lompat

Gambar.3.4. Gerakan Melompat

KOMPONEN

ASPEK

OPTION

GERAKAN YA TIDAK

Mengayun tinggi ke belakang untuk memaksimalkan lompatan LENGAN

Selama take off (tinggal landas) ayunan ke depan dan ke atas dengan

menggunakan kekuatan

Lengan dipertahankan tinggi selama gerakan melompat

TOGOK Togok cenderung condong ke depan kira-kira 45 derajat

Melompat ke depan buka ke atas

Bengkokkan tungkai konsisten dengan sudut yang tajam TUNGKAI

DAN PAHA

Take off dilakukan dengan pelurusan sendi paha, lutut, dan angkle secara penuh

Sebelum mendarat, paha parallel dengan tanah sementara kaki bagian bawah menggantung secara vertical

Berat badan saat mendarat berada di depan TOTAL

SKOR

%


(30)

• Tingkat kemampuan :

Awal : apabila kemampuannya (total skor) kurang dari 50% Transisi : apabila kemampuannya (total skor) lebih dari 50% dan < 100%

Matang : apabila kemampuannya (total skor) 100% 3) Lempar

Nama siswa : ... tgl/bln/th lahir:... • Posisi observasi :

Gerak dasar lempar dilakukan dari sisi tangan lempar pelempar. Namun demikian jangan sampai mengganggu kenyamanan pelempar untuk melakukan lemparan.

• Aba-aba : pada saat mendengar aba-aba “YA”, ibu/bapa ingin anda melempar bola ini sejauh-jauhnya. Siaap, ya!

• Beberapa pertimbangan :

Lemparan dilakukan di tempat luas, tidak licin, dengan menggunakan bola yang nyaman dipegang siswa. Bola dapat diganti dengan bola yang


(31)

Gambar .3.5 Gerakan Melempar • Tingkat kemampuan :

Awal : apabila kemampuannya (total skor) kurang dari 50% Transisi : apabila kemampuannya (total skor) lebih dari 50% dan < 100%

Matang : apabila kemampuannya (total skor) 100%

KOMPONEN

ASPEK

OPTION

GERAKAN YA TIDAK

LENGAN Lengan lempar diayunkan ke belakang dalam proses persiapan

Sikut lengan yang satu lagi diangkat untuk mengimbangi gerakan lengan

lempar

Sikut lempar bergerak merentang ke depan secara horizontal

Lengan bagian atas berputar membentuk gerakan lacutan diakhiri dengan

ibu jari menghadap ke bawah

TOGOK

Togok bergerak menyamping sejajar dengan arah lempar pada saat

gerakan persiapan

Bahu lengan lempar turun lebih rendah pada saat persiapan

Putaran tubuh diawali dari panggul, paha, tungkai, dan bahu pada saat

gerakan melempar

TUNGKAI Berat badan berada pada kaki belakang pada saat gerakan persiapan DAN KAKI

Segera setelah berat badan pindah ke kaki depan dilanjutkan dengan

gerakan langkah oleh kaki belakang

TOTAL

SKOR

%


(32)

Nama siswa : ... tgl/bln/th lahir:... • Posisi observasi :

Observasi gerak dasar menengkap dilakukan dari depan siswa dengan posisi menghadap siswa. Observer melakukan lemparan dari bawah, bola yang dilempar kecil dan lunak, lemparan kira-kira setinggi dada siswa dengan jarak kira-kira 3 m.

• Aba-aba : ibu/bapa ingin anda menangkap bola ini manakala ibu/bapa lemparkan bola pada anda. Siaap, ya!

• Beberapa pertimbangan :

Berat dan besar bola merupakan factor penting, untuk itu gunakan bola yang lunak, tidak terlalu berat, kurang lebih sebesar bola tenis, lemparan terlalu tinggi atau rendah harus diulang.

Tabel 3.4

Instrumen Observasi Menangkap

KOMPONEN

ASPEK

OPTION

GERAKAN YA TIDAK

KEPALA

Kepala menghadap ke depan dengan mata fokus pada gerakan bola

yang akan ditangkap

Kedua lengan bagian atas rilek di samping badan sementara itu lengan

bagian bawah menjulur di depan badan

LENGAN Kedua lengan mengeper untuk menyerap berat bola

Gerakan kedua lengan sesuai dengan gerakan bola

Kedua ibu jari sejajar bersebelahan satu sama lainnya TANGAN Kedua tangan menangkap bola dengan tepat secara bersamaan

Semua jari tangan bergerak menangkap bola secara efektif

TOTAL

SKOR

%


(33)

Gambar.3.6 Gerakan Menangkap • Tingkat kemampuan :

Awal : apabila kemampuannya (total skor) kurang dari 50% Transisi : apabila kemampuannya (total skor) lebih dari 50% dan < 100%

Matang : apabila kemampuannya (total skor) 100% 5) Menendang

Nama siswa : ... tgl/bln/th lahir:... • Posisi observasi :

Observasi gerak dasar menengkap dilakukan dari sisi kaki tending siswa dengan jarak yang dirasakan nyaman bagi observer.

• Aba-aba : pada saat mendengar aba-aba “ya”, ibu/bapa ingin anda menendang bola ini sekeras-kerasnya dan sejauh-jauhnya. Siaaaap ya! • Beberapa pertimbangan :

Gunakan bola yang lunak agar anak tidak merasa takut dalam melakukan geralan menendang. Besar bola kira-kira sebesar bola voli. Tempatkan


(34)

harus diawali dengan lari awalan Tabel 3.5

Instrumen Observasi Menendang

Gambar.3.7. Gerakan Menendang • Tingkat kemampuan :

Awal : apabila kemampuannya (total skor) kurang dari 50% Transisi : apabila kemampuannya (total skor) lebih dari 50% dan < 100%

Matang : apabila kemampuannya (total skor) 100%

KOMPONEN

ASPEK

OPTION

GERAKAN YA TIDAK

Kedua lengan mengayun secara berlawanan pada proses gerak menendang LENGAN

DAN

TOGOK Togok membengkok pada bagian pinggang pada proses gerak lanjut

Gerakan kaki tending dimulai dari pangkal paha

TUNGKAI Kaki tumpu ditekuk sedikit pada saat kaki tending kontak bola Kaki tendang mengayun maksimal

Gerak lanjut kaki tendang tinggi, tumit kaki tumpu terangkat

TOTAL

SKOR

%


(35)

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang dilakukan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif ( Sugiyono, 2009:133). Sedangkan untuk mengukur aspek-aspek psikologis dengan menggunakan angket empati dari (Albert Mehrabian dan Norman Epstein) yang sudah dimodifikasi dengan skala Guttman, dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju” atau “Ya” atau “Tidak”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan (Sugiyono, 2009:139). Skala guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0, Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.

Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen penelitian, penulis merumuskannya sebagai berikut:

1. Membuat dan menyusun kisi-kisi angket tes sikap terhadap aktivitas jasmani. 2. Membuat dan menyusun skala penilaian dari tes sikap yang berpatokan

kepada sub komponen yang telah dibuat. Mengenai pembuatan soal yang mengacu pada sub komponen, Surakhmad (1989:184) mengemukakan sebagai berikut:

a. Rumuskan setiap pernyataan sejelas-jelasnya dan seringkas-ringkasnya.

b. Mengajukan pernyataan-pernyataan yang memang dapat dijawab oleh responden, pernyataan mana yang menimbulkan kesan agresif.


(36)

dari sumber lain.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa untuk instrument angket empati, penulis mengacu pada skala yang di kembangkan oleh Albert Mehrabian dan Norman Epstein. Skala yang diutarakan oleh Albert Mehrabian dan Norman Epstein (1971) adalah sebagai berikut ; (1) Kerentanan terhadap pengaruh emosional, (2) Apresiasi terhadap perasaan orang lain yang tidak dikenal, (3) Reaksi emosional yang berlebihan, (4) Kecenderungan untuk tergerak berdasarkan pengalaman emosional positif orang lain, (5) Kecenderungan untuk tergerak berdasarkan pengalaman emosional negatif orang lain, (6) Kecenderungan memiliki rasa simpati, dan (7) Kesediaan untuk berhubungan dengan orang lain yang memiliki masalah.

Penulis menyusun angket sebanyak 42 butir pernyataan, yang terdiri atas 21 pernyataan positif dan 21 pernyataan negatif. Setiap nomor soal pada setiap komponen di random atau diacak untuk mencegah terjadinya bias dalam pengumpulan data.

Tabel 3.6

Kisi-kisi Angket Empati

Teori Albert Mehrabian dan Norman Epstein

Variabel Sub Variabel NO SOAL

+ -

Empati Kerentanan terhadap pengaruh emosional


(37)

yang tidak dikenal

Reaksi emosional yang berlebihan 8,9,17 23,2,34 Kecenderungan untuk tergerak

berdasarkan pengalaman emosional positif orang lain

14,7,35 22,6,36

Kecenderungan untuk tergerak berdasarkan pengalaman emosional negatif orang lain

16,19,37 30,13,38

Kecenderungan memiliki rasa simpati 31,29,39 26,33,40 Kesediaan untuk berhubungan dengan

orang lain yang memiliki masalah

12,25,41 21,32,42

c. Uji Coba Instrumen

Sebuah instrumen dapat digunakan dalam penelitian apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang dibuat dengan cara diuji coba. Uji coba dilakukan pada tanggal 15 Desember 2010 di SDN Cibiru, uji coba diberikan pada 30 orang responden .

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Empati

Setelah pelaksanaan uji coba angket, selanjutnya penulis menentukan kadar validitas dan reliabilitas terhadap setiap butir pernyataan dari responden. Mengenai validitas ini Sugiyono (2009:173) menjelaskan bahwa, “Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa


(38)

dipercaya dan diakui oleh banyak orang bahwa alat ukur tersebut layak digunakan untuk mengukur.

Adapun langkah yang ditempuh dalam menentukan validitas dan reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dan menyeleksi angket dari kemungkinan adanya butir soal yang tidak dijawab oleh responden.

2. Memberikan skor pada masing-masing pernyataan setiap responden.

3. Memasukkan atau meng-input data yang diperoleh pada program komputer Microsoft Excel.

4. Selanjutnya data tersebut diolah dengan teknik person correlation pada

Statistical Product and Service Solution (SPSS) Seri 17

Pengujian validitas tiap butir soal digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Masrun (1979) dalam Sugiyono (2009:188) menyatakan bahwa, “Teknik korelasi untuk menentukan validitas item ini sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan.” Korelasi yang digunakan adalah korelasi

Pearson Moment, yaitu mengkorelasikan antara skor tiap butir dengan skor total.

Berdasarkan analisis validitas instrumen dari setiap butir penelitian yang berjumlah 42 butir pertanyaan dan pernyataan, diperoleh 25 butir soal yang valid yang mewakili. Berikut penulis sajikan hasil uji coba instrument:


(39)

No Pernyataan Pernyataan Pearson Correlation

Sig.(2-tailed) Keterangan +/-

1 Saya turut merasa sedih melihat korban banjir pada acara televise

+ 0.509 0.004 Valid

2 Saya marah ketika seseorang mencorat-coret buku saya

- 0.325 0.080 Tidak Valid

3 Orang –orang yang saya lihat di tempat umum terlihat tenang dan ramah

- 0.391 0.033 Tidak Valid

4 Saya biasa saja ketika teman sedih - 0.303 0.104 Tidak Valid 5 Saya turut merasa risau ketika

teman-teman di kelas merasa gelisah

+ 0.518 0.003 Valid

6 Saya merasa tidak senang ketika teman-teman tertawa

- 0.312 0.93 Tidak Valid

7 Saya suka melihat orang membuka hadiah + 0.285 0.127 Tidak Valid 8 Lagu yang dinyanyikan itu membuat saya

merasa bersemangat

+ 0.508 0.004 Valid

9 Saya merasa ikut bersedih ketika menyampaikan kabar buruk kepada teman

+ 0.520 0.003 Valid

10 Teman-teman sekelas membuat saya merasa senang dan sedih

+ 0.484 0.007 Valid

11 Teman penyendiri mungkin punya sifat tidak ramah

- 0.312 0.093 Tidak Valid

12 Saya senang menghibur teman yang sedang sedih

+ 0.432 0.017 Valid

13 Saya akan membenci teman ketika ia berbuat tidak baik terhadap orang lain

- 0.124 0.545 Tidak Valid

14 Saya gembira ketika sahabat saya menjadi juara kelas

+ 0.275 0.141 Tidak Valid

15 Saya tidak suka melihat orang manja terhadap orang tuanya

- 0.055 0.131 Tidak Valid

16 Saya ikut bersedih melihat orang lain menangis

+ 0.444 0.014 Valid

17 Saya sangat senang karena menjadi juara kelas

+ 0.512 0.004 Valid

18 Mengikuti prilaku dalam film Upin-Ipin adalah sesuatu yang agak bodoh

+ 0.540 0.002 Valid

19 Saya sangat marah ketika melihat orang diperlakukan tidak baik

+ 0.430 0.018 Valid

20

Ketika tidak mengerjakan pekerjaan rumah saya tidak takut dimarahi ibu guru meskipun semua teman-temanku merasa


(40)

21 Saya malas menghibur teman yang sedang sedih

- 0.524 0.003 Valid

22 Saya merasa tidak senang melihat teman mendapatkan nilai ulangan yang bagus

- 0.462 0.010 Valid

23 Saya tidak suka jika seorang teman menirukan gaya bicara Upin-Ipin

- 0.444 0.14 Valid

24 Saya tidak menghiraukan permintaan teman yang meminta bantuan

- -0.022 0.909 Tidak Valid

25 Saya menanyakan kabar teman karena ia tidak masuk sekolah karena sakit

+ 0.638 0.000 Valid

26 Saya tidak mengerti mengapa seorang teman merasa sangat sedih

- 0.415 0.022 Valid

27 Saya sangat sedih ketika melihat seekor binatang kesakitan

+ 0.214 0.256 Tidak Valid

28 Saya turut sedih melihat orang yang mengemis di tengah keramaian

+ 0.378 0.040 Tidak Valid

29 Saya sedih melihat seorang kakek yang sudah tidak berdaya

+ 0.192 0.308 Tidak Valid

30

Saya merasa biasa saja ketika ada teman yang mengganggu saat saya mengerjakan tugas

- 0.298 0.109 Tidak Valid

31 Saya sangat sedih melihat seorang pengemis dijalan

+ 0.447 0.013 Valid

32 Ketika akan bermain saya tidak mengajak teman yang terlihat murung dan sedih

- 0.295 0.113 Tidak Valid

33

Membantu teman mengerjakan pekerjaan rumah sama saja dengan membiarkan ia mencontek

- 0.366 0.047 Tidak Valid

34 Saya marah ketika teman sekelas mengganggu

- 0.247 0.188 Tidak Valid

35 Saya ikut gembira ketika tim sepakbola sekolah saya menang

+ 0.488 0.006 Valid

36 Saya tidak senang mendengar teman sekelas bernyanyi

- 0.407 0.026 Valid

37 Saya tidak senang melihat teman sekelas merusak pohon di halaman sekolah

+ -0.059 0.757 Tidak Valid

38 Saya tidak peduli melihat teman sekelas membuang sampah sembarangan

- 0.447 0.013 Valid

39 Saya senang membantu korban banjir dengan menyumbang uang

+ 0.571 0.001 Valid

40 Saya tidak senang melihat teman sekelas menangis

- 0.136 0.473 Tidak Valid

41 Saya merasa senang membantu teman yang mengalami kesulitan


(41)

Keterangan:

1) Jika koefisien korelasi (Pearson correlation) > 0,3 dinyatakan valid 2) Jika koefisien korelasi (Pearson correlation) < 0,3 dinyatakan tidak valid 3) Jika nilai Sig. (2-tailed) > 0,05 maka item tes tidak valid

4) Jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05 maka item tes valid

Hasil analisis secara lengkap mengenai uji validitas instrumen angket, penulis sajikan pada bagian lampiran.

Selanjutnya item pernyataan yang valid tersebut diuji tingkat reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik belah dua, yaitu membagi item soal yang valid ke dalam dua kelompok ganjil dan genap atau belah dua (split half). Selanjutnya skor total kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya.

Adapun hasil uji reliabilitas pada uji coba instrumen yang ke-1 diperoleh reliabilitas dengan Cronbach’ Alpha 0.816 yang terdiri atas 25 item soal. Berdasarkan kriteria keputusan bahwa apabila Cronbach’ Alpha > 0,6 maka instrumen dinyatakan reliabel. Berikut adalah tabel 3.4 hasil uji reliabilitas ke-1 dengan analisis data SPSS Serie-17.

Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(42)

Nilai r hitung Cronbach's Alpha 0,816

Jika r hitung Cronbach's Alpha 0,4 > 0,6 maka tingkat reliabilitas cukup baik Jika r hitung Cronbach's Alpha lebih dari 0,6 maka tingkat reliabilitas sangat baik

Jika reliabilitas nilai Cronbach’ Alpha semakin mendekati angka 1 (satu), maka instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka instrumen yang diujicobakan layak untuk digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Selanjutnya butir yang valid tersebut akan digunakan sebagai alat tes yang hendak penulis teliti kepada sampel yang sebenarnya.

Berikut adalah kisi-kisi dan angket setelah dilakukan ujicoba angket. Tabel. 3.9

Tabel Angket Empati Setelah Ujicoba

Variabel Sub Variabel Pernyataan

No Soal

+ -

Empati

Kerentanan terhadap pengaruh emosional

1. Saya turut merasa risau ketika teman-teman di kelas merasa gelisah. (+)

2. Teman-teman sekelas membuat saya merasa senang dan sedih. (+) 3. Saya biarkan permintaan teman

yang meminta bantuan. (-)

1,3 6

Apresiasi terhadap perasaan orang lain yang tidak dikenal

1. Mengikuti perilaku dalam film Upin-Ipin adalah sesuatu yang agak bodoh. (+)

2. Saya turut sedih melihat orang yang


(43)

3. Saya turut merasa sedih melihat korban banjir di televise. (+)

4. Saya tidak suka melihat orang yang manja terhadap orang tuanya (-)

Kemampuan reaksi emosional yang berlebihan

1. Saya sangat senang karena menjadi juara kelas. (+)

2. Saya merasa ikut bersedih ketika menyampaikan kabar buruk kepada teman. (+)

3. Lagu yang dinyayikan itu membuat saya merasa bersemangat. (+) 4. Saya marah ketika teman

mencorat-coret buku saya. (-)

25,13,2 11

Kecenderungan untuk tergerak berdasarkan pengalaman emosional positif orang lain

1. Saya ikut gembira ketika tim sepakbola sekolah saya menang. (+) 2. Saya tidak senang mendengar teman

sekelas saya bernyanyi. (-)

3. Saya merasa tidak senang melihat teman mendapatkan nilai ulangan yang bagus. (-)

12 20,7

Kecenderungan untuk tergerak berdasarkan pengalaman emosional 80negatif orang lain

1. Saya ikut bersedih melihat orang lain menangis. (+)

2. Saya sangat marah ketika melihat orang diperlakukan tidak baik. (+) 3. Saya tidak peduli melihat teman

sekelas membuang sampah sembarangan. (-)

16,21 8

Kecenderungan memiliki rasa simpati

1. Saya sangat sedih melihat seorang


(44)

banjir dengan menyumbang uang. (+)

3. Membantu teman mengerjakan PR sama saja dengan membiarkan ia mencontek. (+)

4. Saya tidak mengerti mengapa seorang teman merasa sangat sedih. (-)

Kesediaan untuk berhubungan dengan orang lain yang memiliki masalah

1. Saya senang menghibur teman yang sedang sedih. (+)

2. Saya menanyakan kabar teman karena ia tidak masuk sekolah karena sakit. (+)

3. Saya malas menghibur teman yang sedang sedih. (-)

4. Saya tidak suka belajar dengan orang teman yang bodoh. (-)

10,14 15,22

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Keterampilan Gerak Dasar Sedangkan untuk instrumen gerak dasar juga diujicobakan terhadap responden dan dianalisis dengan menggunakan spss. Kriteria validitas dapat ditentukan dengan melihat nilai pearson correlation (nilai r-hitung) dan Sig. (2-tailed). Jika Nilai pearson correlation (r-hitung) > nilai pembanding berupa r-tabel, maka item tersebut valid. Atau jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05 berarti item tersebut valid dan berlaku sebaliknya. r-kritis bisa menggunakan tabel r atau dengan uji -t.


(45)

0.444, dengan demikian makna dari data yang diperoleh penulis sajikan sebagai berikut :

Tabel.3.10

Tabel Uji Validitas Instrumen Keterampilan Gerak Dasar

r- hitung

r- tabel N20 = 0.444

Keterangan

melompat 0.597 0.444 Valid

menendang 0.701 0.444 Valid

menangkap 0.562 0.444 Valid

berlari 0.463 0.444 Valid

melempar 0.701 0.444 Valid

Adapun hasil uji reliabilitas pada uji coba instrumen diperoleh reliabilitas dengan Cronbach’ Alpha 0.806. Berdasarkan kriteria keputusan bahwa apabila Cronbach’ Alpha > 0,6 maka instrumen dinyatakan reliabel. Berikut adalah tabel 3.11 hasil uji reliabilitas dengan analisis data SPSS Serie-17.

Tabel 3.11 Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(46)

Nilai r hitung Cronbach's Alpha 0,806

Jika r hitung Cronbach's Alpha 0,4 > 0,6 maka tingkat reliabilitas cukup baik Jika r hitung Cronbach's Alpha lebih dari 0,6 maka tingkat reliabilitas sangat baik

Jika reliabilitas nilai Cronbach’ Alpha semakin mendekati angka 1 (satu), maka instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka instrumen yang diujicobakan layak untuk digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Selanjutnya butir yang valid tersebut akan digunakan sebagai alat tes yang hendak penulis teliti kepada sampel yang sebenarnya.

E. Prosedur Pengolahan Data

Untuk mengetahui hasil dari data yang telah diperoleh, selanjutnya penulis lakukan pengolahan terhadap data. Adapun proses pengolahan data penulis tempuh dengan melakukan proses penghitungan secara statistika. Penghitungan dan analisis data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

a) Menyeleksi data angket dan hasil tes observasi yang terkumpul. Proses ini dilakukan karena mungkin saja pada sebagian butir pernyataan dalam angket, terdapat jawaban yang tidak diisi oleh responden.

b) Memberikan nilai pada tiap-tiap butir pernyataan (penskoran) dalam angket dan hasil tes observasi sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan.


(47)

komputer Microsoft Excel.

d) Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis, dengan tujuan dapat memperoleh kesimpulan penelitian.

Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) Serie 17. Adapun langkah-langkah yang

ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi mengenai distribusi kenormalan data. Selain itu, uji normalitas data juga akan menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistik apa yang harus digunakan, apakah statistik parametrik atau non-parametrik. Langkah yang dilakukan adalah dengan menginput dan menganalisa menggunakan deskripsi explore data pada menu SPSS Serie. 17. Adapun untuk pengujian normalitas data mengacu pada uji kolmogorov smirnov.

2. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas data dilaksanakan setelah uji normalitas data. Tujuan uji homogenitas data adalah untuk mengetahui apakah data tersebut berasal dari sampel atau populasi yang homogen atau tidak. Selain itu juga untuk menentukan jenis analisis statistik apa yang selanjutnya digunakan dalam uji hipotesis data. Karena syarat dari uji satistik parametrik, data penelitian harus berdistribusi normal dan homogen.


(48)

sama dengan uji normalitas data. Output yang dihasilkan dari descriptive explore data tersebut sekaligus menghasilkan dua analisis, yaitu normalitas dan homogenitas data. Untuk uji homogenitas data mengacu pada penghitungan

Lavene Statistik hasil output dari SPSS.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis data dilakukan guna mendapatkan kesimpulan dari data yang diperoleh. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh hasil uji normalitas dan homogenitas data.

Pada uji hipotesis ini penulis mengajukan dua pengujian hipotesis, yaitu uji hipotesis data empati dan data keterampilan gerak dasar. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

a) Hipotesis 1

H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara empati siswa kelompok

program pengembangan gerak dan kelompok tanpa program pengembangan gerak.

H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara empati siswa kelompok program

pengembangan gerak dan kelompok tanpa program pengembangan gerak. b) Hipotesis 2

H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keterampilan gerak dasar

kelompok program pengembangan dan kelompok tanpa program pengembangan gerak.


(49)

kelompok program pengembangan dan kelompok tanpa program pengembangan gerak.

Untuk menguji hipotesis tersebut, penulis melakukan pengolahan data dengan membandingkan data empati dan data keterampilan gerak dasar kelompok siswa yang melaksanakan program gerak dan tidak melaksanakan program pengembangan gerak (kontrol). Uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan antara dua kelompok sampel, digunakan pengolahan dengan independent sampel t-test.

Output yang dihasilkan setelah pengolahan, diperoleh dua uji, yaitu uji-f (Varians)

dan uji-t (Uji rata-rata).

a) Uji-f kesamaan varians (lavene)

Uji-f bukan merupakan uji yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Uji ini merupakan cara untuk menentukan nilai t-hitung pada kolom mana yang harus digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Apabila berdasarkan uji-f tidak ada perbedaan varians, maka nilai-t yang digunakan adalah pada kolom asumsi varians sama (equal variance assumed). Sebaliknya apabila berdasarkan uji-f terdapat perbedaan varians, maka nilai t yang digunakan adalah pada kolom asumsi varians tidak sama (equal variance not assumed). b) Uji Dua Rata-rata (Uji-t)

Uji-t atau uji dua rata-rata digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata data empati dan keterampilan gerak dasar. Uji-t ini juga sekaligus merupakan uji yang digunakan untuk menguji hipotesis seperti dikemukakan di atas.


(50)

atau signifikansi (Sig.). Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: a) Jika probabilitas (Sig.) > 0,05 maka H0 diterima.

b) Jika probabilitas (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak.

.

4. Analisis dan deskripsi data

Dalam kegiatan analisis dan deskripsi data yang dilakukan adalah menganalisis serta mendeskripsikan angka-angka yang ada, hasil dari penghitungan statistik. Angka atau nilai probabilitas yang dihasilkan dibandingkan dengan derajat kebebasan (dk) yang digunakan yaitu 0,05 mengacu pada kriteria keputusan di atas. Selanjutnya analisis didasarkan pada hipotesis yang dibuat untuk dapat memaknai nilai dan angka yang dihasilkan dari penghitungan. Selain itu juga dibahas berbagai temuan selama pelaksanaan penelitian di lapangan, serta dianalisis berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang ada yang telah dilaksanakan peneliti lainnya.


(51)

110 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah diuraikan pada bab IV, dapat dijabarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap keterampilan gerak dasar siswa sekolah dasar kelas rendah.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap empati siswa sekolah dasar kelas rendah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan selama pelaksanaan penelitian, penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi sekolah dasar yang melakukaan kegiatan belajar mengajar dengan sistem

fullday di harapkan mempunyai program kegiatan gerak atau aktivitas fisik

yang lain selain mata pelajaran olahraga, karena kegiatan ini bisa dijadikan alternatif bagi siswa yang kurang aktivitas geraknya apalagi di sekolah yang melaksanakan kegiatan belajar dengan sistim fullday. Program ruang busa bisa menjadi salah satu pilihan di sekolah karena program ini dapat mengembangkan kemampuan gerak dasar siswa dan menumbuhkan empati siswa siswa sekolah dasar kelas rendah.


(52)

2. Bermain bagi anak usia sekolah dasar sangat besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan gerak dasar dan sikap sosial. Berikan anak usia sekolah dasar lebih banyak beraktivitas fisik dan bermain, denngan bentuk-bentuk permainan yang mengandung unsur-unsur perkembangan gerak anak dan persembangan sosial anak.

3. Bagi peneliti lainnya, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode causal comparative design, bagi peneliti yang lainnya diharapkan menggunakan metode yang lebih relevan untuk meneliti variabel ini dengan lebih mendalam.


(53)

Daftar Pustaka

Ahmadi Abu, H .2009. Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta.

Adang Suherman. 1998. Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani. CV Andira Bandung.

Amaia Lasa Aristu.2008. The Structure of Bryant’s Empathy Index for Children:

A Cross-Validation Study. The Spanish Journal of Psychology2008.

Azwar Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar.Yogyakarta Berliana M Syaom. 2004. Pengaruh siaran televisi dan video/computer game

terhadap pendidikan anak: implikasi bagi pengembangan teknologi dan strategi pembelajaran. Univesitas Pendidikan Indonesia.

Brazelton Berry, & Sparrow Joshua,D. 2005. Disiplin Anak. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Charlotte L. Ridgway, Ken K. Ong, & Tuija H. Tammelin (2009) “Infant Motor

Development Predicts Sports Participation at Age 14 Years: Northern Finland Birth Cohort of 1966”. Journal of Universidad Europea de Madrid, Spain

Clersida Garcia. 2011. Motor Development Research Laboratory (MDRL) . http://www.cedu.niu.edu/knpe/outreach/mdrl.shtml

Dagun Save M. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta

Dahlan M Djawad. 2010. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Rosda. Bandung.

Desmita.2008. Psikologi Perkembangan. Rosda. Bandung

Goleman Daniel.2007. Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Gramedia Pustaka Utama.

---. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Working With Emotional Intelligence). PT. Gramedia. Jakara

Gray Jhon. 2000. Chindren Are From Heaven (cara membesarkan anak secara positif untuk membuat anak menjadi kooperatif, percaya diri, dan mengerti perasaan orang lain). PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hay, Peta, Hoekman, Katherine, Rogers, & Karen B. 2007. Prosocial Reasoning


(54)

Education.http://search.informit.com.au/documentSummary;dn=79729856 0695748;res=IELHSS

Gunarsa Singgih. 1989. Psikologi Olahraga. BPK Gunung Mulia. Jakarta

Hanson Rick. 2007. Article of Empaty. drrh@comcast.net Emotional

Intelelligence. www.WiseBrain.org

Hidayat Yusuf. 2008. Bahan Ajar Psikologi Olahraga. FPOK UPI. Bandung. Hoedaya Danu. 2009. Empati Dalam Kehidupan Bermasyarakat (Tinjauan

Pendidikan Jasmani Dalam Watak Pendidikan Jasmani). FPOK UPI. Janda Louis. 2009. Personality Test (Tes Kepribadian Untuk Semua Orang).

Flaminggo. Jogjakarta.

Jawwad Abdul. 2010. The Empathy Power. Rahma Media Pustaka. Surakarta. Lutan Rusli.1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.

P2LPTK. Jakarta

Lewis A Barbara. 2004. Character Building Untuk Anak-anak. Karisma Publishing grup.

Mahendra Agus. 2007. Teori Belajar Mengajar Motorik. FPOK UPI.

Makmun Syamsudin A. 2007. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. PT Rosdakarya.

Metzler Michael W r. 2000. Intructional Models For Physical Education. Allyn &

Bacon A Person Education Company Needham Heights. Massachusetts.

Nazir M. 2005 . Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nurhasan, dkk. 2000. Pengembangan Sistem Pembelajaran Modul Mata Kuliah Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga.FPOK UPI. Bandung

Oktiasari Tris A. Journal “Empati dan Perilaku Merokok di Tempat Umum”.

www.Oktiasari.org

Rusli Lutan.1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. P2LPTK. Jakarta

Santosa HYS, dkk.2007. Ilmu kesehatan Olahraga Sports Medicine. FPOK UPI. Bandung

Setiawati dkk. 2007. Social Life Skill Untuk Anak Usia Dini, EMPATI. Tiara Wacana. Jogjakarta


(55)

Severe Sal. 2002. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Stein J Steven & Howard E. Book,. 2002. Ledakan EQ (15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses). KAIFA. Bandung.

Stephanie D. Prestona & Frans B. M. de Waalb. (2002). Empathy: Its ultimate and

proximateBases. Journal of BEHAVIORAL AND BRAIN SCIENCES 2002. stephanie-d-preston@uiowa.edu dewaal@rmy.emory.edu

Sudjana D .2005. Handout Dasar-dasar Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. SPS UPI. Bandung

_____________________. 2008. Pedoman Obsevasi dan Evaluasi Gerak Dasar. FPOK UPI.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). CV Alfabeta

Sukintaka.1992. Teori Bermain untuk D2 PGSD Penjaskes. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Vanden Auweele Yves, dkk. 1999. Psychology for Physical Educators. Human

Kinetics. United States of America

Yudha M Saputra. 2006. Perkembangan Motorik.Universitas Pendidikan Indonesia

www.pikirdong.com, artikel keluarga. Mengembangkan empati pada anak.


(1)

87

Pengujian hipotesis didasarkan pada kriteria keputusan nilai probabilitas atau signifikansi (Sig.). Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:

a) Jika probabilitas (Sig.) > 0,05 maka H0 diterima. b) Jika probabilitas (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak.

.

4. Analisis dan deskripsi data

Dalam kegiatan analisis dan deskripsi data yang dilakukan adalah menganalisis serta mendeskripsikan angka-angka yang ada, hasil dari penghitungan statistik. Angka atau nilai probabilitas yang dihasilkan dibandingkan dengan derajat kebebasan (dk) yang digunakan yaitu 0,05 mengacu pada kriteria keputusan di atas. Selanjutnya analisis didasarkan pada hipotesis yang dibuat untuk dapat memaknai nilai dan angka yang dihasilkan dari penghitungan. Selain itu juga dibahas berbagai temuan selama pelaksanaan penelitian di lapangan, serta dianalisis berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang ada yang telah dilaksanakan peneliti lainnya.


(2)

110 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah diuraikan pada bab IV, dapat dijabarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap keterampilan gerak dasar siswa sekolah dasar kelas rendah.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari program ruang busa terhadap empati siswa sekolah dasar kelas rendah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan selama pelaksanaan penelitian, penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi sekolah dasar yang melakukaan kegiatan belajar mengajar dengan sistem

fullday di harapkan mempunyai program kegiatan gerak atau aktivitas fisik

yang lain selain mata pelajaran olahraga, karena kegiatan ini bisa dijadikan alternatif bagi siswa yang kurang aktivitas geraknya apalagi di sekolah yang melaksanakan kegiatan belajar dengan sistim fullday. Program ruang busa bisa menjadi salah satu pilihan di sekolah karena program ini dapat mengembangkan kemampuan gerak dasar siswa dan menumbuhkan empati siswa siswa sekolah dasar kelas rendah.


(3)

111

2. Bermain bagi anak usia sekolah dasar sangat besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan gerak dasar dan sikap sosial. Berikan anak usia sekolah dasar lebih banyak beraktivitas fisik dan bermain, denngan bentuk-bentuk permainan yang mengandung unsur-unsur perkembangan gerak anak dan persembangan sosial anak.

3. Bagi peneliti lainnya, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode causal comparative design, bagi peneliti yang lainnya diharapkan menggunakan metode yang lebih relevan untuk meneliti variabel ini dengan lebih mendalam.


(4)

Daftar Pustaka

Ahmadi Abu, H .2009. Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta.

Adang Suherman. 1998. Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani. CV Andira Bandung.

Amaia Lasa Aristu.2008. The Structure of Bryant’s Empathy Index for Children:

A Cross-Validation Study. The Spanish Journal of Psychology2008.

Azwar Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar.Yogyakarta Berliana M Syaom. 2004. Pengaruh siaran televisi dan video/computer game

terhadap pendidikan anak: implikasi bagi pengembangan teknologi dan strategi pembelajaran. Univesitas Pendidikan Indonesia.

Brazelton Berry, & Sparrow Joshua,D. 2005. Disiplin Anak. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Charlotte L. Ridgway, Ken K. Ong, & Tuija H. Tammelin (2009) “Infant Motor

Development Predicts Sports Participation at Age 14 Years: Northern Finland Birth Cohort of 1966”. Journal of Universidad Europea de Madrid, Spain

Clersida Garcia. 2011. Motor Development Research Laboratory (MDRL) . http://www.cedu.niu.edu/knpe/outreach/mdrl.shtml

Dagun Save M. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta

Dahlan M Djawad. 2010. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Rosda. Bandung.

Desmita.2008. Psikologi Perkembangan. Rosda. Bandung

Goleman Daniel.2007. Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Gramedia Pustaka Utama.

---. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Working With Emotional Intelligence). PT. Gramedia. Jakara

Gray Jhon. 2000. Chindren Are From Heaven (cara membesarkan anak secara positif untuk membuat anak menjadi kooperatif, percaya diri, dan mengerti perasaan orang lain). PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hay, Peta, Hoekman, Katherine, Rogers, & Karen B. 2007. Prosocial Reasoning


(5)

112

Education.http://search.informit.com.au/documentSummary;dn=79729856 0695748;res=IELHSS

Gunarsa Singgih. 1989. Psikologi Olahraga. BPK Gunung Mulia. Jakarta

Hanson Rick. 2007. Article of Empaty. drrh@comcast.net Emotional

Intelelligence. www.WiseBrain.org

Hidayat Yusuf. 2008. Bahan Ajar Psikologi Olahraga. FPOK UPI. Bandung. Hoedaya Danu. 2009. Empati Dalam Kehidupan Bermasyarakat (Tinjauan

Pendidikan Jasmani Dalam Watak Pendidikan Jasmani). FPOK UPI. Janda Louis. 2009. Personality Test (Tes Kepribadian Untuk Semua Orang).

Flaminggo. Jogjakarta.

Jawwad Abdul. 2010. The Empathy Power. Rahma Media Pustaka. Surakarta. Lutan Rusli.1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.

P2LPTK. Jakarta

Lewis A Barbara. 2004. Character Building Untuk Anak-anak. Karisma Publishing grup.

Mahendra Agus. 2007. Teori Belajar Mengajar Motorik. FPOK UPI.

Makmun Syamsudin A. 2007. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. PT Rosdakarya.

Metzler Michael W r. 2000. Intructional Models For Physical Education. Allyn &

Bacon A Person Education Company Needham Heights. Massachusetts.

Nazir M. 2005 . Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nurhasan, dkk. 2000. Pengembangan Sistem Pembelajaran Modul Mata Kuliah Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga.FPOK UPI. Bandung

Oktiasari Tris A. Journal “Empati dan Perilaku Merokok di Tempat Umum”.

www.Oktiasari.org

Rusli Lutan.1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. P2LPTK. Jakarta

Santosa HYS, dkk.2007. Ilmu kesehatan Olahraga Sports Medicine. FPOK UPI. Bandung

Setiawati dkk. 2007. Social Life Skill Untuk Anak Usia Dini, EMPATI. Tiara Wacana. Jogjakarta


(6)

Severe Sal. 2002. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Stein J Steven & Howard E. Book,. 2002. Ledakan EQ (15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses). KAIFA. Bandung.

Stephanie D. Prestona & Frans B. M. de Waalb. (2002). Empathy: Its ultimate and

proximateBases. Journal of BEHAVIORAL AND BRAIN SCIENCES 2002. stephanie-d-preston@uiowa.edu dewaal@rmy.emory.edu

Sudjana D .2005. Handout Dasar-dasar Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. SPS UPI. Bandung

_____________________. 2008. Pedoman Obsevasi dan Evaluasi Gerak Dasar. FPOK UPI.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). CV Alfabeta

Sukintaka.1992. Teori Bermain untuk D2 PGSD Penjaskes. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Vanden Auweele Yves, dkk. 1999. Psychology for Physical Educators. Human

Kinetics. United States of America

Yudha M Saputra. 2006. Perkembangan Motorik.Universitas Pendidikan Indonesia

www.pikirdong.com, artikel keluarga. Mengembangkan empati pada anak.