HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh
PUSPO BINATMO
Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(2)
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP AMONG THE PEDAGOGICAL COMPETENCE, WORK MOTIVATION , AND THE PRINCIPEL’S LEADERSHIP WITH THE
TEACHER’S PERFORMANCE OF JUNIOR HIGH SCHOOL TEACHER’S IN THE DISTRICT OF SIDOMULYO
SOUTH LAMPUNG REGENCY By
PUSPO BINATMO
The objective of this reaseart is to describe and analiyze the relationship of :1) the pedagogical competence with teacher performance, 2) the work motivation and the teacher’s performance, 3) the principal’s leadership wit the teacher’s performance, 4) the pedagogical competence, the work motivation and the leadership of the principals altogether with the teacher’s performance from the teacher’s of the Junior High School in the District of Sidomulyo South Lampung Regency.
The methods of the research is correlational survey. The samples of research is obtained by using the formula of Isac Michel from 58 teachers from 156 teachers fro six Junior High School (government and private schools) who teaches in the District of Sidomulyo, South Lampung Regency. The datas ore obtained through the documentation and questionnaires, then are analyzed by using the correlation and contributive techniques either simple or double.Before that prerequisite tst has been carried out that is the normality test, the homogeneity test, and liniearity test
The results of the research that is : 1) there is a positive and significant correlation between the pedagogical competence and the teacher’s performance, pedagogical competence contributed for 53,2% to the teacher’s performance of the Junior High School teachers in the Distric of Sidomulyo; 2) there is a positive and significant correlation between work motivation and teacher’s performance, work motivation contributed for 41,8% to the teacher’s performance of the Junior High School theacher’s in the district of Sidomulyo, 3) there is a positif and significant correlation between the leadership of principals and teacher’s performance the principals leadership contributed for 52,5% to the teacher’s performance of the Junior High School teachers in the district of Sidomulyo; 4) there is a positive and significant correlation between the pedagogical competence and the principal’s leadership altogether with the teacher’s performance, pedagogical competence, work motivation, and the principal’s leadership altogether contributed for 54,5% to the teacher’s performance of the Junior High School teachers in the district of Sidomulyo.
(3)
ABSTRAK
HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
PUSPO BINATMO
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan: 1) kompetensi pedagogik dengan kinerja guru, 2) motivasi kerja dengan kinerja guru, 3) kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, dan 4) kompetensi pedagogik, motivasi kerja dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama dengan kinerja guru pada guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.
Metode penelitian adalah survey korelasional. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Isac Michel sebanyak 58 guru dari populasi 156 guru dari enam Sekolah Menengah Pertama Negeri dan Swasta yang mengajar di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. Data diperoleh melalui dokumentasi dan angket, kemudian dianalisis menggunakan teknik korelasional dan kontribusi baik secara sederhana maupun ganda. Sebelumnya telah dilakukan pengujian prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji linieritas.
Hasil penelitian bahwa: 1) terdapat korelasi positif dan signifikan antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru, kompetensi pedagogik berkontribusi sebesar 53,2% terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamaatan Sidomulyo; 2) terdapat korelasi positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru, motivasi kerja berkontribusi sebesar 41,8% terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamaatan Sidomulyo; 3) terdapat korelasi positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru, Kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi sebesar 52,5% terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamaatan Sidomulyo; 4) terdapat korelasi positif antara kompetensi pedagogik, motivasi kerja, dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama dengan kinerja guru, kompetensi pedagogik, motivasi kerja, dan kepemimpian kepala sekolah secara bersama-sama berkontribusi sebesar 54,5% terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamaatan Sidomulyo.
(4)
(5)
(6)
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
SANWACANA ... v
MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
I.1 Latar Belakang Masalah .……...……….. ... 1
I.2 Identifikasi Masalah ………... 9
I.3 Pembatasan Masalah ……… ………... 10
I.4 Rumusan Masalah ……….…. ………... 10
I.5 Tujuan Penelitian……… ……….... 11
I.6 Kegunaan Penelitian……… .……...…………... 12
I.6.1 Secara Teoritis.………...…………..….………….…... 12
I.6.2 Secara Praktis……….…….... 12
I.7 Ruang Lingkup Penelitian ……….…. 13
1.7.1 Kajian Ilmu ……… 13
1.7.2 Obyek Penelitian ………... 13
1.7.3 Subyek Penelitian ……….. 13
1.7.4 Lokasi Penelitian ……….. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ……….. 14
2.1 Kinerja Guru…..………..…………..………... 14
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja……… 19
2.2. Pengertian Kompetensi……… …... 21
2.2.1 Kompetensi Guru……… ………...………... 22
2.2.2 Kompetensi Pedagogik………... 23
2.3 Teori Motivasi………...……….… 28
2.3.1 Teori Maslow………..……….... 29
2.3.2 Teori Murray………..……….………..…..……… 32
2.3.3 Teori Aldelfer………...………..……… 32
(8)
2.3.5 Motivasi Kerja……….……..…………. 33
2.4 Kepemimpinan………...……….………….. 34
2.4.1 Gaya Dasar Kepenimpinan…….……….…….…... 35
2.4.1.1 Gaya Instruksi Pemimpin……… 36
2.4.1.2 Gaya Konsultatif Pemimpin…………..….……. 36
2.4.1.3 Gaya Partisipasi Pemimpin………..…... 36
2.4.1.4 Gaya Delegasi Pemimpin……… 37
2.4.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah………..…… ..…... 37
2.4.2.1 Kepala Sekolah sebagai Pejabat Formal…... 38
2.4.2.2 Kepala Sekolah sebagai Manajer……….. 39
2.4.2.3 Kepala Sekolah sebagai Seorang Pemimpin…... 40
2.4.2.4 Kepala Sekolah sebagai Pendidik……...………. 41
2.4.2.5 Kepala Sekolah sebagai Staf………...….… 42
2.4.3 Tugas dan Kompetensi Kepala Sekolah..………..….….. 42
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan.………. 44
2.6 Kerangka Pikir……….………...…………. 44
2.6.1 Hubungan Kompetensi Pedagogik dengan Kinerja Guru 45
2.6.2 Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru………. 45
2.6.3 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru………... 46
2.7 Hipotesis………..………... 47
BAB III METODE PENELITIAN ………. 48
3.1 Jenis Penelitian………..……… ……….. 48
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………..………...…... 48
3.3 Populasi dan Sampel………... 49
3.4 Variabel Penelitian ……….….……….…. 51
3.5 Definisi Konseptual Variabel Penelitian………..…….. 52
3.5.1 Definisi Kinerja Guru……….………….……. 52
3.5.2 Kompetensi Pedagogik ……...……… …..… 52
3.5.3 Motivasi Kerja ………...…………..… 53
3.5.4 Kepemimpinan Kepala Sekolah………... 53
3.6 Definisi Operasionl Variabel Penelitian…….………….…... 53
3.6.1. KinerjaGuru ………...……….. 53
3.6.2 Kompetensi Pedagogik……….………... 54
3.6.3 Motivasi Kerja………….….………..….……….. 54
3.6.4 Kepemimpinan Kepala Sekolah….……….….. 55
3.7 Kisi-kisi Instrumen Penelitian……….………...………….... 55
3.7.1 Kisi-kisi Instrumen Kinerja ……….. ……... 55
3.7.2 Kisi-kisi Instrumen Kompetensi Pedagogik………….. 56
3.7.3 Kisi-kisi Instrumen Motivasi Kerja………... . 57
3.7.4 Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah… 58
3.8 Tehnik Pengumpulan Data………...…..… 59
3.9 Kalibrasi Instrumen Penelitian………..…………. 60
3.9.1 Menguji Validitas …..……..………. 60
3.9.1.1 Hasil Uji Validias Kinerja Guru……… 61
3.9.1.2 Hasil Uji Validitas Kompetensi Pedagogik…… 62
3.9.1.3 Hasil Uji Validatas Motivasi Kerja……….…. 63
3.9.1.4 Hasil Uji Validitas Kepemimpinan Kepala Sekolah 64 3.9.2 Menguji Reliabilitas……… 65
(9)
3.9.2.3 Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Kerja ………… 3.9.2.4 Hasil Uji Reliabilitas Kepemimpinan Kepala
sekolah ... 67
3.10 Tehnik Analisis data………. 67
3.10.1 Analisis Deskrptif…….……… 67
3.10.2 Uji Persyaratan Analisis ………….…….…...… 68
3.10.3 Pengujian Hipotesis…… ………...…….... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………... 73
4.1 Lokasi Penelitian ... 73
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 73
4.2.1 Kinerja Guru……….. 74
4.2.2 Kompetensi Pedagogik……….. 76
8.2.3 Motivasi Kerja Guru……….………. 77
8.2.4 Kepemimpinan Kepala Sekolah………. 79
4.3 Pengujian Persyaratan Hipotesis ……….... 80
4.3.1 Uji Normalitas ……….. 81
4.3.2 Uji Homogenitas ………... 82
4.3.3 Uji Linieritas ………. 83
4.4 Pengujian Hipotesis ………... 85
4.4.1 Hubungan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru ... 86
4.4.2 Hubungan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru… 87
4.4.3 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru ……… ……….. 89
4.4.4 Hubungan Kompetensi Pedgogik, Motivasi Kerja dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru 91
4.5 Pembahasan ………... 94
4.5.1 Pembahasan Hipotesis Pertama……… 94
4.5.2 Pembahasan Hipotesis Kedua……….…………. 95
4.5.3 Pembahasan Hipotesis Ketiga ………. 96
4.5.4 Pembahasan Hipotesis Keempat……….. 98
4.5 Keterbatasan Penelitian... 99
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………….……. 101
5.1 Kesimpulan ……….. 101
5.1.1 Kompetensi Pedagogik ……….. 101
5.1.2 Motivasi Kerja ………..…. 101
5.1.3 Kepemimpinan Kepala Sekolah ……… 101
5.1.4 Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja dan Kepemimpinan Kepala Sekolah ………. 102
5.2 Implikasi ……….. 102
5.2.1 Upaya peningkatan Kompetensi Pedagogik …………... 102
5.2.2 Upaya Peningkatan Motivasi Kerja ……… 103
5.2.3 Upaya peningkatan Kepemimpinan Kepala Sekolah …. 103
(10)
(11)
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan prilaku.Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen, yang masing-masing komponen mempunyai hubungan yang saling kait mengait, tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, serta saling pengaruh mempengaruhi, yang semuanya diarahkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sekolah sebagai suatu sistem pendidikan terdiri atas beberapa komponen, yang antara satu komponen dengan komponen lainnya saling berkaitan dan saling pengaruh mempengaruhi. Sebagai contoh kepala sekolah merupakan salah satu komponen dari pendidikan sekolah. Kepala sekolah akan berhubungan secara timbal balik dengan kompoen yang lain di sekolah itu. Kinerja sekolah akan dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah dan kinerja guru yang mengajar di sekolah itu dan sebaliknya.
Menurut Suparlan (2008:22), Mutu pendidikan sekolah ditentukan secara sinergis oleh komponen-komponen sebagai berikut : (a) komponen masukan kasar (raw input) atau peserta didik, (b) komponen masukan instrumental (instrumental input), (c) komponen masukan
(12)
2
lingkungan(environemental input), (d) proses pendidikan (educational process), (e) output atau keluaran, (f) outcomes atau hasil pendidikan siswa.
Kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi, yang menekankan bahwa pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah pusat (top government) ke pemerintah daerah (district government), yang berpusat di pemerintahan Kota dan Kabupaten sehingga penyelenggaraan pendidikan akan diwarnai oleh kebijakan pemerintah daerah.
Desentralisasi pendidikan digulirkan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah sehingga kewenangannya sampai kepada daerah kota dan kabupaten bahkan sampai ke satuan pendidikan dan sekolah dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Misalnya perubahan kurikulum tidak lagi menjadi tugas-tugas orang-orang pusat, tetapi merupakan pekerjaan setiap satuan pendidikan dan sekolah.
Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kinerja guru dan kepala sekolah, karena kedua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi yang lain. Baik atau buruknya komponen sekolah yang lain sangat ditentukan oleh kualitas guru dan kepala sekolah tanpa mengurangi arti penting tenaga kependidikan lainnya.
Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama adalah merancang,
(13)
mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Salah satu dari tahapan mengajar
yang harus dilalui guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran. Perencanaan adalah langkah-langkah kearah tujuan dan aktivitas yang akan ditampilkan dalam proses pembelajaran. Perencanaan yang dipersiapkan oleh guru pada dasarnya bertujuan untuk menentukan arah kegiatan pembelajaran, memberi makna pembelajaran, menentukan cara mencapai tujuan yang ditetapkan, dan mengukur seberapa jauh tujuan telah dicapai. Untuk melaksanak proses pembelajaran di kelas, guru harus dapat memilih dan menetapkan metode mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik serta kondisi lingkungan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Penggunaan alat peraga dan media pembelajaran dapat mempengaruhi tingkahlaku peserta didik dan dapat mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik serta dapat menumbuhkan motivasi, mudah mengingat dan peserta didik menjadi aktif dalam merespon pelajaran.
Kemandirian guru sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian. Tolok ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru. Kinerja guru dimaksud adalah perilaku yang dihasilkan seseorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika melaksanakan pembelajaran.
Fakta empirik mengenai kinerja guru di Kecamatan Sidomulyo secara umum masih belum optimal. Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti teradap 6 orang guru SMP Negeri 1 dan 6 orang guru SMP Negeri 3 Sidomulyo dapat
(14)
4
diketahui bahwa: (1) terdapat 50% guru kurang mampu menyusun perencanaan pembelajaran dengan baik. Perencanaan yang dibuat
oleh guru cenderung hanya memindahkan rencana pembelajaran dari guru lain yang berasal
dari sekolah berbeda, (2) dalam proses pelaksanaan pembelajaran 50% guru menggunakan metode ceramah sehingga aktivitas peserta didik hanya mendengarkan. Peserta didik cenderung pasif karena tidak ada rangsangan untuk aktif belajar, (3) 41,6% guru dalam proses pembelajaran kurang berinisiatif memanfaatkan dan menggunakan media pembelajaran. Pembelajaran berlangsung tanpa menggunakan media pembelajaran, (4) 33,3% guru mengadakan kegiatan pendalaman materi dan kegiatan pengayaan dilakukan pada kelas 9 karena akan mengahadapi ujian.
Kompetensi Pedagogik guru juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilas sekolah, guru dituntut untuk mengembangkan pembelajaran dalam rangka membentuk kompetensi peserta didik dengan cara memberi makna dan merespon ilmu pengetahuan sebelumnya. Dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru harus mampu merancang interaksi yang harmonis antar komponen sistem pembelajaran sehingga pembelajaran berlangsung dalam suasana fun, demokratis, dan menyenangkan (joyfull teaching and learning).
Pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan menuntut guru untuk lebih sabar, penuh perhatian dan pengertian, serta mempunyai kreativitas dan penuh dedikasi untuk menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Konsidi demikian akan menumbuhkan suasana yang kondusif dalam pembelajaran, yang
(15)
akan menimbulkan rasa persahabatan antara guru dan peserta didik sehingga mereka tidak canggung untuk mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi kepada gurunya. Guru menjadi sahabat dan tempat bertanya,
teman diskusi dan mencurahkan seluruh gagasan dan pengetahuan serta kompetensi peserta didik tanpa rasa takut. Meskipun demikian, hubungan persahabatan yang berlangsung tetap
dalam suasana yang etis dan dinamis. Interaksi yang dinamis seperti ini hanya dapat diwujudkan bila terjadi saling silaturahmi, saling memberi perhatian antara peserta didik dan guru. Hal ini bisa dicapai bila guru mampu berkomunikasi dengan seimbang dan multi arah, dengan menggunakan bahasa yang akrab, bersahabat, ramah, serta luwes dan lugas. Oleh karena itu, guru harus mampu mengembangkan kompetensi dirinya sendiri sebelum membelajarkan peserta didik untuk mencari, menggali, dan menentukan kompetensinya.
Terkait dengan kompetensi pedagogik guru di Kecamatan Sidomulyo pada umumnya masih belum memadai. Hal tersebut peneliti temukan saat melakukan observasi awal sebagai berikut: (1) pada awal pembelajaran 75% guru memberikan motivasi/apersepsi kepada siswa. Kegiatan apersepsi bertujuan untuk mengarahkan perhatian peserta didik agar fokus pada masaah yang akan dipelajari, (2) 41,6% guru memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaan. (3) 16,6% guru melakukan penelitian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
(16)
6
Aktivitas kerja guru dalam melaksanakan tugasnya masih dipengaruhi oleh motivasi kerja guru.
Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Motivasi juga dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain atau orang-orang yang
dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu.
Menurut Hamzah (2010:10) menyimpulkan bahwa motivasi dorongan internal dan eskternak dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator
sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya likungan yang baik, dan (6) adanya kegiatan yang menarik.
Motivasi tampaknya cukup berpengaruh terhadap kinerja guru, guru yang memiliki motivasi tinggi pada dasarnya menunjukkan komitmen yang penuh pada lembaga tempatnya bekerja.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi kerja guru antara lain: (1) dorongan untuk bekerja. Seseorang akan melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dimaksudkan sebagai upaya merealisasikan keinginan-keinginan dan kebutuhan yang ada, (2) Tanggung jawab terhadap tugas. Sebagai konsekuensi atas jabatan yang diemban guru, maka seorang guru akan mempunyai sejumlah tugas yang
(17)
harus dilakukan sesuai dengan jabatannya. Tugas ini berkaitan dengan kualitas dan kuantitas yang diemban guru. Motivasi kerja guru dalam memenuhi kebutuhannya akan ditentukan besar kecilnya tanggung jawab yang ada dalam melaksanakan tugas di sekolah, ditandai dengan upaya tidak segera puas atas hasil yang dicapainya, selalu mencari cara-cara baru guna mengatasi setiap hambatan yang ada dan mengadakan penyempurnaan cara melaksanakan secara baik dan merasa malu apabila ternyata kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu gagal atau tidak dapat dilaksanakan. Dapat dikatakan bahwa kadar motivasi kerja yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas di sekolah tergantung dari banyak atau sedikitnya beban kerja yang menjadi tanggung jawab yang harus dilakukan guru sehari-hari, (3) minat terhadap tugas. Besar kecilnya minat guru
terhadap tugas akan mempengaruhi kadar atau motivasi kerja guru dalam mengemban tugas di sekolah, (4) penghargaan atas tugas. Penghargaan atas suatu keberhasilan yang dicapai
guru dalam bekerja merupakan salah satu motivasi yang mendorong dalam bekerja karena penghargaan merupakan penghormatan dan pengakuan atas suatu keberhasilan. Dengan adanya penghargaan ini dapat memberikan kepuasan kepada guru sehingga mereka bekerja lebih giat, bekerja dengan bangga sehingga memungkinkan mereka mengoptimalkan pada kerjanya.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa kepala sekolah tidak pernah memberikan penghargaan kepada guru atas keberhasilan
(18)
8
yang telah dicapai dan kurang memberikan kepercayaan kepada guru dalam melaksanakan tugasnya.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah dianggap berhasil apabila dapat meningkatkan kinerja guru melalui berbagai kegiatan pembinaan terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai manager pendidikan, pemimpin pendidikan supervisor pendidikan dan administrator pendidikan.
Keberhasilan kepala sekolah yaitu tercapinya tujuan sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada di dalam lingkungan sekolah, harus mampu dan menguasai peranan organisasi dan hubungan kerjasama antara individu.
Agar kepala sekolah mampu mengorganisasikan sekolah dengan baik, kepala sekolah perlu memahami konsep tentang struktur organisasi, hierarki, kewibawaan dan mekanisme demi pencapaian koordinasi di lingkungan sekolah. Kepala sekolah juga perlu memahami teori organisasi formal yang akan bermanfaat untuk menggambarkan hubungan kerjasama antara struktur dan hasil (outcomes) sebuah sekolah.
Disamping itu kepala sekolah perlu memahami, mengantisipasi dan memperbaiki konflik yang terjadi di lingkungan sekolah, kepala sekolah perlu mempelajari teori dimensi sosial, kepala sekolah juga harus mampu menganalisis terhadap kehidupan informal sekolah dan iklim atau suasana organisasi sekolah.
(19)
Memahami macam-macam teori tersebut, akan sangat membantu kepala sekolah dalam memimpin organisasi dan operasianalisasi sekolah. Kepala sekolah adalah orang yang menentukan fokus dan suasana sekolah, oleh karena itu keberhasilan sekolah adalah sekolah yang memiliki pemimpin yang berhasil, dan kepala sekolah sebagai orang yang memiliki harapan tinggi terhadap staf dan para siswa.
Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus mampu menimbulkan kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri pada para bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing dan memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan, memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dalam mencapai tujuan. Agar kepala sekolah berhasil menggerakkan bawahan, maka kepala sekolah harus menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa dan melakukan tindakan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan semangat dan percaya diri serta mampu membujuk bawahan, sehingga bawahannya yakin bahwa apa yang dilakukan adalah benar.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan mengadakan supervisi kelas hanya sekali terhadap 50% guru, hasil supervisinya tidak ditindaklanjuti, dan kepala sekolah dalam menetapkan keputusan sebagai kebijakan sekolah kurang melibatkan guru dan karyawan, hanya wakil-wakil kepala sekolah yang dilibatkan.
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah :
(20)
10
1.2.1 Kinerja guru masih belum maksimal.
1.2.2 Guru dalam membuat perencanaan pembelajaran masih menyalin dari guru sekolah lain tanpa disesuaikan dengan kodisi tempat guru tersebut mengajar.
1.2.3 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru tidak menggunakan media pembelajaran yang ada di sekolah.
1.2.4 Guru tidak menggunakan metode mengajar yang bervariasi, hanya metode ceramah, sehingga pembelajaran berpusat pada guru.
1.2.5 Kompetensi pedagogik guru dalam penguasaan karakteristik peserta didik masih kurang.
1.2.6 Supervisi kelas oleh kepala sekolah jarang dilakukan, sehingga kepala sekolah kurang mengetahui kelemahan yang ada pada guru di sekolahnya. 1.2.7 Pengambilan keputusan sebagai kebijakan sekolah belum melibatkan guru
dan karyawan.
I.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah dengan mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, maka penelitian ini akan dibatasi pada :
1.3.1 Hubungan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru. 1.3.2 Hubungan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru.,
1.3.3 Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru. 1.3.4 Hubungan secara bersama-sama antara Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru.
(21)
I.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, terdapat hubungan anatara kompetensi pedagogik, motivasi kerja dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan, dan seberapa besar kontribusi masing masing variabel terhadap kinerja guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan, maka permasalahan yang akan diteliti dalampenelitian ini adalah :
1.4.1 Adakah hubungan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan ?
1.4.2 Adakah hubungan Motivasi Kerjaterhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan ?
1.4.3 Adakah hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja GuruSekolah Menengah Pertama di Kecamatan SidomulyoKabupaten
Lampung Selatan ?
1.4.4. Adakah hubungan secara bersama-sama Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja, danKepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung
Selatan ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis :
(22)
12
1.5.1 Hubungan dan kontribusi Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten lampung Selatan.
1.5.2 Hubungan dan kontribusi Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten lampung Selatan. 1.5.3 Hubungan dan kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten lampung Selatan.
1.5.4 Hubungan dan kontribusi secara bersama-sama antara Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja, danKepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.
I.6 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
I.6.1 Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan dan memberikan sumbangan terhadap khasanah ilmu pengetahuan khususnya masalah kinerja guru Disamping itu juga memberikan inspirasi terhadap peneliti lain untuk mengkaji hal-hal lain yang belum dikaji dalam penelitian ini.
(23)
1.6.2 Secara Praktis
1.6.2.1 Bagipeneliti, untuk mengetahui bagaimana hubungan Kompetensi Pedagogik, Motivasi Kerja, dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru.
1.6.2.2 Bagi Kepala Sekolah, untuk memberikan masukan berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru.
1.6.2.3Bagi Dinas pendidikan, untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam upayamewujudkan pendidikan yang lebih baik.
I.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Kajian Ilmu
Penelitian ini merupakan bagian dari kajian ilmu manajemen pendidikan, khususnya mengkaji perilaku individu dalam organisasi pendidikan.
1.7.2 Objek Penelitian.
Objek pada penelitian ini adalah komptensi pedagogik, motivasi kerja, kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru.
1.7.3 Subjek Penelitian.
Subjek pada penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar di SMP Negeri dan Swasta di kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan Tahun pelajaran 2011/2012. 1.7.4 Lokasi Penelitian.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Kinerja Guru
Kinerja dalam bahasa Inggris adalah “Performance ” atau unjuk kerja. Kinerja dapat diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. (W. Smith dalam Rusman, 2011:50), performance is output derives from proceses, human or therwise, yaitu kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan konstribusi pada ekonomi. (Amstrong dan Baron dalam Wibowo, 2011:7). Dengan demikian kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil kerja yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Berdasarkan tahapan pelaksanaannya, aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dikelompokkan dalam empat kapabilitas dalam Sudjana (2005:26) yaitu; merencanakan kegiatan pembelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran, menilai kegiatan pembelajaran, menguasai bahan pelajaran. Keempat hal tersebut merupakan satu kesatuan tugas yang selalu dilakukan oleh guru yang secara keseluruhan akan tampak dalam pelaksanaan tugas yang selanjutnya disebut kinerja guru.
(25)
Pembelajaran merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan, yaitu membuat skenario untuk pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dari pengertian itu dapat diketahui bahwa perencanaan sangat diperlukan suatu tujuan. Menjalankan tugas pembelajaran dengan baik, diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam setiap kegiatan yang akan dikerjakan. Tanpa perencanaan yang baik, kita tidak dapat mengharapkan suatu kegiatan yang dilaksanakan akan berjalan lancar serta mempunyai tujuan.
Guru akan memiliki kinerja yang baik dalam pembelajaran di sekolah apabila ia memiliki sikap dan mental yang positif, bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, senantiasa konsisten, memiliki komitmen tinggi, bersikap terbuka, toleransi dan solideritas, bersifat obyektif, memiliki integritas diri dan teman sekerja, mengutamakan kebersamaan dan berusaha untuk menjadi lebih baik.
Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran mencakup empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional secara terintegrasi. Dengan demikian kualitas pembelajaran di kelas sangat dipengaruhi oleh kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran.
Usman (2009:66) memberikan beberapa hal terkait dengan keterampilan mengajar, yaitu (1) keterampilan bertanya, (2) keterampilan menjelaskan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan memberikan penguatan, (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (6) keterampilan mengelola kelas,
(26)
16
(7) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (8) keterampilan mengajar kelompok kecil.
Selanjutnya Usman juga mengemukakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki guru, meliputi: (1) melibatkan siswa secara aktif, (2) menarik minat dan perhatian siswa, (3) membangkitkan motivasi siswa, (4) mengembangkan prinsip individualisme dan (5) memperkaya peragaan.
Tahapan pelaksanaan aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dikelompokkan dalam tiga kemampuan yaitu : (1) merencanakan pembelajaran, (2) mengelola pembelajaran dan (3) menilai kegiatan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran karena akan menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan dan menentukan kualitas pendidikan. Oleh karena itu dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai pelaksanaa pembelajaran.
Kemampuan membuat perencanaan merupakan langkah awal yang harus dimiliki guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang obyek belajar dan situasi pembelajaran. Perencanaan merupakan suatu perkiraan guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun oleh peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam perencanaan harus jelas kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana
(27)
mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tersebut.
Guru profesional harus mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang baik, logis, dan sistematis. Karena di samping untuk melaksanakan pembelajaran, perencanaan tersebut mengemban prosesional accountability sehingga guru dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Rencana pembelajaran yang dikembangkan guru memiliki makna yang cukup mendalam, bukan hanya kegiatan rutinitas untuk memenuhi kelengkapan administratif, tetapi merupakan cermin dari pandangan, sikap, dan keyakinan professional guru mrngenai apa yang terbaik untuk peserta didiknya.
Cynthia dalam Mulyasa (2010:158) mengemukakan bahwa proses pembelajaran yang dimulai dengan fase pengembangan rencana pembelajaran, ketika kompetensi dan metodologi telah diidentifikasi, akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar, serta mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran. Sebaliknya, tanpa rencana pembelajaran, seorang guru akan mengalami hambatan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya.
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Sumantri dalam Mulyasa (2010:159) bahwa perencanaan yang baik sangat membantu pelaksanaan pembelajaran, karena baik guru maupun peserta didik mengetahui dengan pasti tujuan yang ingin dicapai dan cara mencapainya. Dengan demikian, guru dapat mempertahankan situasi agar peserta didik memusatkan perhatiannya pada pembelajaran yang telah diprogramkan.
Gagne dan Briggs dalam Mulyasa (2010:161) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan rencana pembelajaran perlu memperhatihan 4 asumsi yaitu : (1) Rencana pembelajaran perlu dikembangkan dengan baik menggunakan pendekatan sistem, (2) Rencana pembelajaran harus dikembangkan berdasarkan
(28)
18
pengetahuan tentang peserta didik, (3) Rencana pembelajaran harus dikembangkan untuk memudahkan peserta didik belajar dan membentuk kompetensi dirinya, (4) Rencana pembelajaran hendaknya tidak dibuat asal-asalan, hanya untuk memenuhi sarat administrasi, tetapi harus disusun sesuai prosedur ilmiah.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus berupaya agar peserta didik dapat membentuk kompetensi dirinya sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perencanaan pembelajaran. Dalam kegiatan ini akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga kegiatan, yaitu pembukaan, pembentukan kompetensi, dan penutup.
1) Pembukaan
Pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan guru untuk memenuhi atau membuka pembelajaran. Membuka pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya untuk belajar.
2) Pembentukan kompetensi
Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang materi pokok, membahas materi untuk membentuk kompetensi peserta didik, serta melakukan tukar pengalaman dan pendapat dalam membahas materi atau membahas masalah yang dihadapi bersama. Pembentukan kompetensi peserta
(29)
didik perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, sehingga menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan akhir yang dilakukan guru untuk mengakhiri pembelajaran. Dalam kegiatan penutup ini guru harus berupaya untuk mengetahui pembentukan kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran, serta pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari, sekaligus mengakhiri kegiatan pembelajaran.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang dilakukan, serta untuk mengetahui apakah kompetensi dan tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai oleh peserta didik melalui pembelajaran. Hasil penilaian dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, memberikan penilaian terhadap peserta didik dan juga sebagai balikan untuk memperbaiki program pembelajaran.
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Kinerja, antara lain kemampuan dan kemauan. Kemampuan tanpa adanya kemauan tidak akan mengasilkan kinerja, demikian pula sebaliknya kemauan tanpa disertai kemampuan juga tidak akan menghasilkan kinerja yang optimal.
Sedarmayanti (2001:67) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yamg mempengaruhi kinerja antara lain: (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja); (2) pendidikan; (3) keterampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9) sarana prasarana; (10) tehnologi; (11) kesempatan berprestasi.
(30)
20
Menurut Mangkunegara (2000:67) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: (1) Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan poensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan), (2) Faktor motivasi yang terbentuk dari sikap (atittude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Hasibuan (2001:126) berpendapat bahwa dalam penilaian perilaku yang secara mendasar meliputi hal-hal sebagai berikut (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan, (5) keputusan yang diambi, (6) perencanaan kerja, dan (7) daerah organisasi kerja.
Jika kinerja adalah kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh seseorang, maka kerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja berhubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indicator dalam menentukan bagaimana upaya untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam organisasi.
Yamin dan Maisah (2010:89) berpendapat bahwa kinerja guru menyangkut semua kegiatan atau tingkah laku yang dialami guru, jawaban yang mereka buat untuk memberi hasil atau tujuan. Kinerja guru dapat tercapai dengan baik pada suatu instansi terlihat dari kehadiran guru di kelas, kesungguhan mengajar dengan disertai dedikasi dan semangat yang tinggi, serta diiringi rasa senang. Tolol ukur kinerja dikatakan baik jika dapat ditunjukkan dengan kinerja yang baik ditinjau dari beberapa faktor.
Tolo ukur kinerja yang tertuang pada standar proses meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil, dan pengawasan proses pembelajaran.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru adalah merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan atau kemampuan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin secara kuantitas maupun kualitas yang didasari oleh pengetahuan, sikap,
(31)
keterampilan, dan motivasi yang meliputi perencanaan, evaluasi dan hubungan antarpribadi.
2.2 Pengertian Kompetensi.
Sumber daya manusia akan menjadi sumber kekuatan yang makin penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Apabila sumber daya manusia memiliki kompetensi yang handal dan relevan dengan tuntutan pekerjaan yang akan dikerjakan, maka pencapaian tujuan akan tercapai secara efektif dan efisien yang terwujud dalam kinerja yang dijalaninya atau dalam peran dan tugas yang dijalaninya.
Menurut Uhar Suharsaputra (2010:194) kompetensi adalah karakteristik utama dari individu untuk menghasilkan kinerja superior dalam melakukan pekerjaan yang mencakup motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan keahlian.
Mulyasa (2003:37) mengatakan kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan , keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan bekerja dan bertindak.
Willy Susilo dalam Uhar Suharsaputra (2010:195) mengatakan bahwa kombinasi pengetahuan, kemampuan/keterampilan dan sikap yang dimiliki seseorang sehingga mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun dimasa yang akan datang.
Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari perilaku seseorang dalam melaksanakan
(32)
22
suatu pekerjaan, baik pengetahuan, keterampilan, sikap maupun motif yang mempengaruhi pada kinerja seseorang.
2.2.1 Kompetensi Guru.
Guru merupakan sebuah profesi, oleh karena itu untuk menjadi guru yang professional harus memiliki kompetensi yang disyaratkan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai pendidik sesuai dengan PP No 19 Tahun 2005 pada pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan PP No 19 Tahun 2005 pasal 8 ayat 3 menyatakan kompetensi yang harus dimiliki guru adalah: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional dan (d) kompetensi sosial.
Kompetensi tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Keempat kompetensi tersebut adalah: (1) Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, evaluasi hasil belajar, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, (2) Kompetensi kepribadian mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, (3) Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar, (4) Kompetensi professional
(33)
merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan. Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru yang akan diteliti dalam tulisan ini adalah kompetensi pedagogik guru.
2.1.2 Kompetensi Pedagogik.
Guru merupakan seseorang yang akan menentukan keberhasilan implementasi kurikulum, bahkan menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru dituntut untuk menguasai penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pembelajaran, pembagiann waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan kriteria kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pembelajaran dan pengisian waktu jam kosong.
Sehubungan dengan itu, kemampuan mengelola pembelajaran sebagaimana telah dikemukakan, dapat dianalisis kedalam beberapa kompetensi yang mencakup pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi dan hasil belajar.
Menurut Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2007 tentang Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Mata Pelajaran diuraikan bahwa kompetensi pedagogik guru meliputi: (1) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu, (4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (7) berkomunikasi efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, (8) Menyelenggarakan penelitian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (9)
(34)
24
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembalajaran, (10) melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Terdapat empat hal yang berkaitan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik yang harus dipahami oleh guru, yaitu pertumbuhan dan perkembangan kognitif, tingkat kecerdasan, kreatifitas, serta kondisi fisik.
Pertumbuhan dan perkembangan kognitif berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi karakteristik manusia, yang merupakan suatu proses kematangan. Perubahan-perubahan ini tidak bersifat umum, melainkan merupakan hasil interaksi antara potensi bawaan dan lingkungan. Baik peserta didik yang cepat maupun lambat, memiliki kepribadian yang menyenangkan atau menggelisahkan, tinggi maupun rendah, sebagian besar bergantung pada interaksi antara kecenderungan bawaan dan pengaruh lingkungan.
Klasifikasi tingkat kecerdasan menurut Till dalam Mulyasa (2010:55)
a. Golongan IQ antara 0-50. Golongan ini dinyatakan sebagai keterbatasan mental, lemah pikiran atau cacat mental. Juga disebut dengan idiot dan imbicil.
b. Golongan IQ antara 50-70.
Anak dengan IQ 50-70 dikenal dengan golongan moron yaitu keterbatasan mental atau kelambatan mental.
c. Golongan IQ antara 70-90.
Anak dengan IQ 70-90 disebut sebagai anak lambat. Kelompok anak ini bisa dibantu dengan pemanfaatan metode, bahan dan alat yang tepat, disamping kesabaran guru.
d. Golongan IQ antara 90-110.
Anak dengan IQ antara 90-110 merupakan anak yang bisa belajar secara normal.
e. Golongan IQ antara 110-130.
Anak dengan IQ 110-130 adalah anak yang cepat mengerti dan superior. f. Golongan IQ diatas 140.
Anak dengan IQ diatas 140 disebut genius, mereka mampu belajar jauh lebih cepat dari golongan lainnya.
(35)
Menurut Craig, dkk dalam Mulyasa (2010:56), ciri-ciri anak genius adalah 1. Belajar dengan cepat dan mudah;
2. Mempertahankan (menyimpan) apa yang dipelajari; 3. Menunjukkan rasa ingin tahu;
4. Memiliki perbendaharaan kata yang baik, membuat generelisasi, dan melihat hubungan-hubungan;
5. Lebih sehat dan lebih mampu menyesuaikan diri dari pada anak-anak kelompok normal;
6. Mencari teman yang lebih tua.
Kreatifitas dapat dikembangkan dengan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreatifitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan. Anak yang kreatif belum tentu pandai, demikian pula sebaliknya anak yang pandai belum tentu kreatif. Kondisi-kondisi yang diciptakan oleh guru juga belum menjamin timbulnya prestasi belajar yang baik.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar, namun dalam pelaksanaannya seringkali banyak kegiatan pembalajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik. Dalam proses pembelajaran di kelas pada umumnya lebih menekankan pada aspek kognitif sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman pengetahuan dan ingatan. Dalam situasi yag demikian, biasanya peserta didik dituntut untuk menerima hal-hal yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Guru pada umumnya kurang menyenangi suasana pembelajaran yang para peserta didiknya banyak bertanya mengenai hal-hal diluar
(36)
26
konteks yang dibicarakannya. Dengan kondisi yang demikian, aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat atau tidak berkembang secara optimal.
Konsidi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan bicara, dan lumpuh karena kerusakan otak. Terhadap peserta didik yang memiliki kelainan fisik diperlukan sikap dan layanan yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka. Guru harus bersikap lebih sabar dan telaten, tetapi dilakukan secara wajar sehingga tidak menimbulkan kesan negatif. Perbedaan layanan antara lain dalam bentuk jenis media pendidikan yang digunakan serta membantu dan mengatur posisi tempat duduk.
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran, guru harus mampu melakukan inovasi dalam proses pembelajarannya. Inovasi pembelajaran yang dikenal saat ini adalah model pembelajaran PAIKEM.
Pendekatan PAIKEM merupakan konsep pembelajaran yang berpusat pada anak didik (student centered learning) dan bersifat menyenangkan (learning is fun). Pendekatan PAIKEM merupakan gabungan dari beberapa pendekatan siswa aktif (active learning) yaitu: (1) pendekatan berbasis masalah (problem-based learning), (2) pembelajaran kooperatif (cooperative learning), (3) pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).
Ivor K. Davis dalam Rusman (2011:229) mengemukakan bahwa “ Salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru”.
(37)
Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berfikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah pembelajaran berbasis masalah.
Menurut Tan dalam Rusman (2011:229) pembelajaran berbasis masalah dalam kemampuan berfikir siswa benar-benar dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikir secara berkesinambungan.
Belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan. Belajar kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi . Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil memberikan hasil belajar yang lebih maksimal dari pada mendengarkan penjelasan guru.
Menurut Nurulhayati dalam Rusman (2011:231) Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab , yaitu siswa belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.
(38)
28
Pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan beberapa kecakapan hidup yaitu kecakapan berkomunikasi dan kecakapan bekerjasama.
Pembelajaran kontekstual adalah mengajar dan belajar yang menghubungkan isi pelajaran dengan lingkungan. Dalam pembelajaran kontekstual, isi pelajaran dihubungkan dengan lingkungan fisik, personal, sosial dan budaya.
Menurut Dharma Kesuma (2010:6) terdapat delapan komponen dalam pembelajaran kontekstual yaitu: (1) membuat hubungan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pekerjaan yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar tinggi, (8) melakukan penilaian otentik.
2.3 Teori Motivasi
Setiap orang memiliki motivasi untuk bertindak sesuai dengan keinginan, minat, dan kebutuhannya. Motivasi merupakan penyebab yang diduga telah mendorong seseorang ke arah perilaku atau tindakan tertentu.
Uno (2010:1) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya.
Kretch dalam Mulyana (2004:127) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan psikis yang mendorong seseorang untuk memulai atau mempertahankan tingkah lakunya.
(39)
Gray dalam Winardi (2001:2) menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Motivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik) maupun dari luar diri sendiri. Motivasi intrinsik biasanya lebih bertahan lama dan efektif dibandingkan motivasi ekstrinsik
2.3.1 Teori Maslow
Menurut teori kebutuhan Maslow terdapat lima tingkatan kebutuhan dari kebutuhan manusia dari yang paling rendah sampai pada kebutuhan yang paling tinggi. Urutan motivasi yang paling rendah sampai ke motivasi yang paling tinggi digambarkan sebagai berikut:
Aktuali sasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan memiliki Kebutuhan keselamatan
(rasa aman) Kebutuhan fisiologikal
(40)
30
a. Kebutuhan Fisiologikal ( Fisiological Needs)
Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan dasar atau kebutuhan yang paling rendah dari manusia. Sebelum seseorang menginginkan kebutuhan di atasnya, kebutuhan ini harus dipenuhi terlebih dahulu agar dapat hidup secara normal. Kebutuhan ini adalah kebutuhan sandang, pangan, istirahat, rekreasi, tidur. Untuk memenuhi kebutuhan ini manusia biasanya berusaha keras untuk mencari rizeki.
b. Kebutuhan keselamatan ( Safety Needs, Security Needs)
Setelah kebutuhan fisiologikal terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman. Contoh kebutuhan ini antara lain menabung, mendapat tunjangan pensiun, memiliki asuransi, memasang pagar dan lain-lain
c. Kebutuhan berkelompok (Social Needs, love needs, belonging needs, affection needs)
Setelah kebutuhan keselamatan atau rasa aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan hidup berkelompok, bergaul, bermasyarakat, ingin mencintai dan dicintai, serta ingin memiliki dan dimiliki. Contoh kebutuhan ini antara lain membina keluarga, bersahabat, bergaul, bercinta, menikah dan mempunyai anak, bekerjasama, menjadi organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa dan berusaha untuk memenuhinya.
(41)
d. Kebutuhan penghargaan (Esteem Nedds, Egoistic Needs)
Setelah kebutuhan berkelompok terpenuhi, maka muncul kebutuhn baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan akan penghargaan atau ingin berprestasi. Contoh kebutuhan ini antara lain ingin mendapat ucapan terima kasih, ucapan selamat jika berjumpa, menunjukkan rasa hormat, mendapat tanda penghargaan (hadiah), menjadi legislative, mendapat ijazah sekolah, menjadi pahlawan, menjadi pejabat (pahlawan), status simbol, dan promosi. Untuk memenuhi kebutuhan ini, manusia biasanya berdoa ditinggikan derajatnya dan berusaha untuk memenuhi aturan seperti yang diinginkan orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-aktualization Needs, Self-realization Needs, Self-fulfilment Needs, Self-expression Needs)
Setelah kebutuhan penghargaan terpenuhi, maka muncul kebutuhan baru yang diinginkan manusia, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri atau realisasi diri atau pemenuhan kepuasan atau ingin berprestasi. Contoh kebutuhan ini antara lain memiliki sesuatu bukan hanya karena fungsinya tetapi juga karena gengsi, mengoptimalkan potensi diri secara kreatif dan inovatif, ingin mencapai taraf hidup sempurna atau derajat yang setinggi-tingginya, melakukan pekerjaan yang kreatif (menulis buku dan artikel), ingin pekerjaannya menantang. Untuk memenuhi kebutuhan ini biasanya manusia berdoa dan berusaha untuk memenuhinya.
(42)
32
2.3.2 Teori Murray
Teori kebutuhan menurut Murray dalam Usman (2009:259) berasumsi bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang memotivasinya untuk berbuat. Kebutuhan-kebutuhan manusia itu menurut Murray antara lain (1) pencapaian hasil kerja, (2) afiliasi, (3) agresi, (4) otonomi, (5) pamer, (6) kata hati, (7) memelihara hubungan baik, (8) memerintah (berkuasa), (9) kekuatan dan (10) pengertian.
2.3.3 Teori Alderfer
Menurut teori Alderfer dalam Usman (2009:259) disebutkan bahwa manusia itu memiliki kebutuhan yang disingkat ERG (Existence, Relatedness, Growth). Manusia menurut Alderfer pada hakekatnya ingin dihargai dan diakui keberadaannya (eksistensi), ingin diundang, dan dilibatkan. Di samping itu manusia sebagai makhluk sosial ingin berhubungan atau bergaul dengan manusia lainnya (relasi). Manusia juga ingin selalu meningkat taraf hidupnya menuju kesempurnaan.
2.3.4 Teori McClelland
McClelland mengetengahkan teori motivasi yang berhubungan erat dengan teori belajar. McClelland dalam Usman (2009:264) berpendapat bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan. Tiga kebutuhan McClelland ialah: (1) kebutuhan akan prestasi (need of achievement) (2) kebutuhan akan afiliasi (need of affiliation) (3) kebutuhan akan kekuasaan (need of power). Motivasi berprestasi ialah dorongan dari dalam diri untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi afiliasi ialah dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atau dorongan untuk memiliki sahabat sebanyak
(43)
banyaknya. Motivasi berkuasa ialah dorongan untuk memengaruhi orang lain agar tunduk kepada kehendaknya.
Berdasarkan uraian diatas tentang teori motivasi dapat disimpulkan bahwa
mengetahui motivasi individu dalam bekerja dapat dilihat dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi, penghargaan pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan perkembangan.
2.3.5 Motivasi Kerja.
Menurut Usman (2009:250) Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatar belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja. Motivasi tidak perlu diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari tingkah lakunya.
Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling, dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Sardiman,1996:73) Pernyataan ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu, (2) motivasi ditandai oleh adanya rasa atau feeling afeksi seseorang, (3) motivasi dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi juga dapat dinilai sebagai suatu daya dorong (driving force) yang menyebabkan orang dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan. Jadi motivasi sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia tetapi kemunculanya karena rangsangan atau dorongan oleh adanya unsur lain dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini menyangkut masalah kebutuhan.
(44)
34
Fungsi motivasi bagi manusia adalah: (1) sebagai motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar pada kendaraan, (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan suatu tujuan cita-cita, (3) mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan, (4) menyeleksi perbuatan diri, artinya menentukan jalan mana yang harus dilakukan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu (Purwanto, 1998:71)
Berdasarkan pandangan beberapa konsep tentang motivasi, terdapat tiga unsur yang merupakan kunci dari motivasi yaitu: (1) upaya, (2) tujuan organisasi, dan (3) kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas. Dalam hal ini apabila seseorang termotivasi dalam melakukan tugasnya ia mencoba sekuat tenaga, agar upaya yang tinggi tersebut menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Unsur tujuan organisasi merupakan hal yang sangat penting, sebab segala upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang semuanya diarahkan pada pencapaian tujuan. Tujuan organisasi dalam suatu organisasi haruslah ditetapkan secara jelas, Kejelasan tujuan akan mengarahkan segala aktivitas dan perilaku personal untuk tercapainya tujuan organisasi.
2.4. Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerja sama antar manusia dalam organisasi. Kepemimpinan menjadikan suatu organisasi dapat bergerak secara terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Koontz dalam Wahyosumijo (2005:103) menyatakan: Kepemimpinan merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga mereka dengan penuh kemauan berusaha kearah tercapainya tujuan organisasi.
(45)
Kartono (2005:17) berpendapat bahwa pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga ia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain melakukan usaha guna mencapai sasaran tertentu.
Dari pendapat di atas terlihat bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas membujuk orang lain dalam suatu kelompok agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang kegiatanya meliputi membimbing, mengarahkan, memotivasi, mengawasi tindakan atau tingkah laku orang lain.
2.4.1. Gaya Kepemimpinan.
Pasolong (2008:50) berpendapat bahwa dalam teori kepemimpinan situasional ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya, yaitu: (1) perilaku mengarahan dan (2) perilaku mendukung.
Perilaku mengarahkan adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain : menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan bawahan, memberitahukan bawahan tentang apa yang seharusnya dikerjakan, di mana, bagaimana melakukannya, dan melakukan pengawasan secara ketat kepada bawahannya.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikutnya dalam pengambilan keputusan.
(46)
36
Adapun gaya kepemimpinan situasional adalah sebagai berikut:
2.4.1.1Gaya Instruksi pemimpin, yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan yang rendah. Dalam hal ini bawahan yang tidak mampu dan tidak mau memikul tanggung jawab untuk melaksanakan tugas karena kuranganya pengetahuan dan pengalaman bawahan. Dengan demikian gaya pengarahan yang cocok diterapkan oleh pemimpin yang menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaimana dan di mana harus melakukan sesuatu tugas.
2.4.1.2Gaya konsultatif pemimpin, yaitu diterapkan kepada bawahan yang mempunyai tingkat kematangan rendah ke sedang. Dalam hal ini bawahan yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab, yaitu memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan, Dengan demikian gaya konsultasi yang memberikan perilaku mengarahkan. Gaya konsultatif dirujuk karena pengarahan masih diperlukan namun pemimpin melibatkan bawahan dengan mencari saran dan jawaban atas permasalahan.
2.4.1.3Gaya Partisipasi pemimpin, yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Bawahan pada tingkat ini memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakinginan bawahan karena kurangnya keyakinan. Dalam hal ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah untuk mendengar dan mendukung asaha-usaha bawahan untuk menggunakan kemampuan yang telah dimiliki. Perilaku mendukung tanpa
(47)
mengarahkan yaitu partisipasi mempunyai tingkat keberhasilah yang tinggi untuk diterapkan, dimana pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam melaksanakan tugas, dengan peranan pemimpin yang utama memberikan fasilitas dan berkomunikasi.
2.4.1.4Gaya Delegasi pemimpin, yaitu diterapkan kepada bawahan yang memiliki kematangan tinggi. Dalam hal ini bawahan memiliki kemampuan dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dengan demikian gaya delegasi yang sedikit memberikan pengarahan atau dukungan memiliki tingkat keefektifan yang palig tinggi. Bawahan diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan, dan di mana melakukan pekerjaan. Mereka secara psikologi adalah matang, oleh karena itu tidak memerlukan banyak komunikasi dua arah atau perilaku mendukung.
2.4.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat komplek karena sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki cirri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses pembelajaran, tempat terselenggaranya pembudayaan umat manusia.
(48)
38
Karena sifatnya yang komplek dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.
Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang komplek dan unik, serta mampu melaksanakan peran kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mencapai tujuan sekolah disebabkan oleh faktor kekuatan yang berupa kewibawaan, perilaku dan fleksibelitas.
Wahyosumijo (2005:441) berpendapat bahwa perilaku sebagai salah satu potensi atau kekuatan pendorong penampilan kepala sekolah meliputi perilaku pemimpin yang mengutamakan tugas, perilaku pemimpin yang mementingkan hubungan kerjasama, dan perilaku pemimpin yang mengutamakan hasil.
Sesuai dengan ciri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks dan unik, tugas dan fungsi kepala sekolah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi tertentu kepala sekolah dipandang sebagai pejabat formal, sedang dari sisi yang lain kepala sekolah dapat berperan sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik dan berperan sebagai staf.
2.4.2.1 Kepala Sekolah sebagai Pejabat Formal.
Schermerhorn dalam Wahyosumijo (2005:84) menyatakan: di dalam organisasi, kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk, yaitu kepemimpinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership). Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedangkan kepemimpinan informal terjadi dimana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan
(49)
berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus yang dimiliki atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan Sebagai seorang pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tugas tanggung jawab terhadap atasan, terhadap sesama rekan kepala sekolah, dan kepada bawahan. Kepada atasan, seorang kepala sekolah wajib loyal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan, wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara kepala sekolah dan atasan.
Kepada sesama rekan kepala sekolah, kepala sekolah wajib memelihara hubungan kerjasama yang baik dan memelihara hubungan dengan instansi terkait.
Kepada bawahan, kepala sekolah wajib menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru, staf dan para siswa.
2.4.2.2 Kepala Sekolah sebagai Manajer
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumberdaya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Merencanakan, dalam arti bahwa kepala sekolah harus memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan yang harus dilakukan. Mengorganisasikan, berarti bahwa kepala sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan sumber daya manusia dan sumber-sumber material sekolah sebab keberhasilan sekolah sangat bergantung pada kecakapan dalam mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai tujuan.
(50)
40
Memimpin, dalam arti kepala sekolah mampu mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumberdaya manusia untuk melakukan tugas-tugasnya yang esensial. Mengendalikan, dalam arti bahwa kepala sekolah memperoleh jaminan bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan di sekolah tersebut, kepala sekolah harus memberikan petunjuk dan meluruskan.
Menurut Stoner dalam Wahyosumijo (2005:96) ada delapan fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organisasi yaitu: (1) bekerja dengan, dan melalui orang lain, (2) bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan, (3) dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi persoalan, (4) berfikir secara realistik dan konseptual, (5) adalah juru penengah, (6) adalah seorang politisi, (7) adalah diplomat, dan (8) pengambil keputusan.
2.4.2.3 Kepala Sekolah sebagai Seorang Pemimpin.
Memimpin mempunyai arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan di depan. Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan.
Menurut Hick dalam Wahyusumijo (2005:106) ada delapan rangkaian peranan kepemimpinan (leadership functions), yaitu adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan menghargai.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikkan delapan fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah.
(51)
2.4.2.4. Kepala Sekolah sebagai Pendidik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1987:250), Pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Menurut Siagian (2000:22) menyatakan bahwa: pendidikan secara klasik merupakan usaha sistematik untuk mengalihkan pengetahuan seseorang kepada orang lain.
Peranan kepala sekolah sebagai seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan nilai-nilai mental, moral, fisik dan artistik yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Hal yang perlu mendapat perhatian oleh kepala sekolah terhadap peranannya sebagai pendidik, mencakup dua hal pokok yaitu sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik diarahkan dan bagaimana peranan sebagai pendidik dilaksanakan. Kelompok sasaran utama, yaitu para guru, tenaga administratif (staf) dan para peserta didik.
Kepala sekolah juga harus memberi contoh keteladanan melalui sikap, perbuatan dan perilaku, penampilan kerja dan penampilan fisik. Penampilan kerja kepala sekolah yang patut dan baik dicontoh oleh para guru, staf dan peserta didik dapat berupa disiplin, jujur, penuh tanggung jawab, bersahabat, termasuk penampilan fisik seperti sikap berbicara, berkomunikasi, berpakaian yang bersih dan rapi, sehat jasmani dan energik.
(52)
42
2.4.2.5 Kepala Sekolah sebagai Staf.
Peranan kepala sekolah sebagai staf, karena keberadaan kepala sekolah dalam organisasi yang lebih luas atau di luar sekolah berada di bawah kepemimpinan pejabat lain, baik langsung maupun tidak langsung, yang berperan sebagai atasan kepala sekolah. Oleh karena itu sebagai bawahan seorang kepala sekolah juga melakukan tugas-tugas staf, artinya seseorang yang bertugas membantu atasan dalam proses pengelolan organisasi.
Hasil riset yang dilakukan oleh Slamet dalam Muhaimin (2009:36) adalah: Karakteristik kepala sekolah yang tangguh adalah kepala sekolah yang memiliki (1) visi, misi , dan strategi, (2) kemampuan mengordinasikan sumber daya dan tujuan, (3) kemampuan mengambil keputusan, (4) toleransi terhadap perbedaan, (5) memobilisasi sumber dana, (6) memerangi musuh-musuh kepala sekolah,(7) menggunakan sistem sebagai cara berfikir, mengolah dan menganalisa, (8) menggunakan input manajemen, (9) menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, administrator, pembaharu dan pembangkit motivasi, (10) melaksanakan dimensi tugas, proses dan keterampilan, (11) melakukan analisis, (12) menggalang teamwork yang cerdas dan kompak, (13) mendorong kegiatan kreatif, (14) menerapkan manajemen berbasis sekolah, (15) pengelolaan pembelajaran, (16) memberdayakan sekolah.
2.4.3 Tugas dan Kompetensi Kepala Sekolah
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standart Kepala Sekolah, kepala sekolah harus memiliki kompetensi sebagai berikut: (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi supervisi, (5) kompetensi sosial.
Kompetensi kepribadian, Sebagai pemimpin kepala sekolah harus memiliki sifat jujur, percaya diri, bertanggung jawab berani mengambil resiko dan keputusan,
(53)
berjiwa besar, emosi yang stabil, menjadi teladan dan memiliki bakat sebagai pemimpin pendidikan.
Kompetensi manajerial, Kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan guru dan tenaga kependidikan melalui persaingan dalam kebersamaan, memberikan kesempatan guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh guru dan tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Kepala sekolah juga perlu memiliki kemampuan dalam mewujudkan penyusunan program, mengorganisasikan personalia dan memberdayakan guru dan tenaga kependidikan serta mendayagunakan sumberdaya sekolah.
Kompetensi kewirausahaan, kepala sekolah harus mampu menganalisa peluang, memanfaatkan peluang serta menciptakan keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu, mampu mengondisikan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara produktif, selalu berorientasi pada nilai tambah dan memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi sebagai sumber belajar peserta didik.
Kompetensi supervisi, Kepala sekolah memiliki kemampuan merencanakan program supervisi akademik, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan tehnik supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil supervisi untuk meningkatkan profesionalisme guru. Kemampuan memanfatkan hasil supervisi diwujudkan dalam pemanfaatan hasil
(54)
44
supervisi untuk meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.
Kompetensi sosial, kepala sekolah harus memiliki kemampuan bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan memiliki kepekaan terhadap orang lain atau kelompok lain.
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan
2.5.1. Abdul Karim Masaong (2004) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara semangat kerja guru dengan perilaku kepemimpinan kepala sekolah .
2.5.2. Husaini Usman (2009) menemukan bahwa ada hubungan positif antara sifat kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, iklim kekuasaan, kriteria sukses, dan komitmen pemimpin secara bersama-sama dengan kepemimpinan primal kepala SMK .
2.5.3. Syukran Maksum (2005) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antar perilaku kepemimpinan, iklim organisasi, dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja di kantor pusat Universitas Mataram.
(1)
104
menjalankan tugas, memberikan pengakuan dan penghargaan kepada guru yang berhasil, dan meembuat rencana dan menetapkan tahap pencapaian yang dituju.
5.3 Saran
Dari hasil penelitian telah terbukti bahwa kinerja guru diantaranya dipengaruhi oleh kompetensi pedagogik, motivasi kerja, dan kepemimpinan kepala sekolah. Dari hasil tersebut penulis dapat sarankan :
5.3.1 Bagi Dinas Pendidikan
- Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap kinerja guru, pengawasan hendaknya dilakukan secara berkala agar kinerja guru meningkat.
- Pemerintah perlu mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik.
- Untuk memotivasi guru hendaknya pemerintah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi dan memberikan hukuman kepada guru yang malas dalam melaksanakan tugasnya.
- Pengangkatan seorang guru menjadi kepala sekolah hendaknya berdasarkan jenjang karier, memberikan kesempatan kepada guru yang memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin.
5.3.2 Bagi Kepala Sekolah
- Kepala sekolah hendaknya memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada guru untuk berinovasi dan berkreasi dalam rangka meningkatkan kinerjanya. - Kepala sekolah hendaknya memberikan kesempatan yang sama kepada guru untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan atau kegiatan musyawarah guru mata
(2)
pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan kompetensi guru.
- Kepada kepala sekolah hendaknya memotivasi guru untuk meningkatkan kinerjanya, memberikan penghargaan kepada guru yang menunjukkan
kinerjanya baik dan memberikan pembinaan kepada guru yang kinerjanya tidak baik.
- Kepala sekolah hendaknya meningkatkan pengetahuan kompetensi kepala sekolah agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
5.3.3 Bagi Guru
- Guru hendaknya menyadari akan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada dirinya, karena tugas dan tanggungjawab menuntut seorang guru harus bekerja dengan profesional.
- Guru hendaknya selalu menambah pengetahuan dan kompetensinya dengan cara banyak membaca, melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi,
mengikuti pelatihan profesi guru, dan membuat refleksi pembelajaran untuk perbaikan kegiatan pembalajaran yang akan datang
- Guru hendaknya yakin bahwa dirinya mampu dalam menyelesaikan tugas yang diamanatkan, memiliki kebanggaan diri bahwa dirinya berpotensi dan berguna, berusaha menjalankan tugas dengan baik, memiliki tanggung jawab yang besar, melakukan umpan balik atas kelebihan dan kekurangan yang dia miliki.
(3)
106
- Guru hendaknya menerima tugas-tugas yang diamanahkan oleh kepala sekolah dan memberikan sumbangan pemikiran kepada kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Depdiknas, 2003, Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas Jakarta.
_______, 2005. Undang-undang Guru No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Depdiknas. Jakarta.
_______, 2007. Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas. Jakarta. _______, 2008. Peraturan Pemerintah RI No 74 tahun 2008 tentang Guru.
Depdiknas Jakarta.
Juliansyah, 2011. Metodologi Penelitian. Kencana, Jakarta.
Kartono, 2005. Pengantar Ilmu Mendidik. Mandar maju. Bandung.
Kesuma, Dharma, 2010. Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal Pengembangan PBM. Rahayasa .Yogyakarta.
Maksum, Syukran, 2005. Hubungan Perilaku Kepemimpinan, Iklim Organisasi, dan Motivasi kerja terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2000. Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep, dan Issu. Bandung Program Pasca Sarjana UPI.
Masaong, Abdul Karim. 2004, Keterkaitan antara Semangat Kinerja Guru
dengan Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Muhaimin, 2009. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah. Kencana Prenada Mediaa. Jakarta. Mulyasa, 2003. Menjadi Kepala Sekolah Pofesional . Remaja aaarosda Karya. Bandung
(5)
108
_______, 2010. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bumi Aksara Jakarta.
Mulyana, Rohmat. 2004. Pendidikan Nilai. Alfabeta. Bandung.
Pasolong, Harbani. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. Alfabeta. Bandung.
Purwanto, M Ngalim. 1998. Psykologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya Bandung. Poerwadarminta, 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Rusman, 2011. Model-model Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Siagian Sondang. 2000. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi.
Gunung Agung. Jakarta.
Sardiman, AM. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Jakarta. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Suparlan, 2008. Pakem, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Genesindo. Bandung.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandang.
Suharsaputra, Uhar, 2010 Administrasi Pendidikan . PT Refika Aditama. Bandung.
Sudjana, 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Susetyo, Budi. 2010. Statistika Untuk Analisa Data Penelitian. Refika Aditama. Bandung.
Sukardi, 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Bumi Aksara. Jakarta.
Uno, Hamzah, 2010. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis Bidang Pendidikan. Bumi Aksara . Jakarta.
Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Bumi Aksara. Jakarta.
(6)
Wahjosumidjo, 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Raja Grafindo. Jakarta. Wibowo, 2011. Manajemen Kinerja, Rajawali. Jakarta.
Winardi, 2001. Motivasi dan Pemotivasian. Rajawali Pers Jakarta.