RELAVANSI PEMIKIRAN AL GHAZALI TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER (AKHLAK) DI ERA SEKARANG (GLOBALISASI)

(1)

RELAVANSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER (AKHLAK) DI ERA SEKARANG (GLOBALISASI)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Oleh :

Martin Aulia NPM:1311010370

Jurusan: Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTANLAMPUNG 1438 H / 2017 M


(2)

RELAVANSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER (AKHLAK) DI ERA SEKARANG (GLOBALISASI)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh : Martin Aulia NPM:1311010370

Jurusan: Pendidikan Agama Islam

Pembimbing 1 Dr. H. Achmad Asrori, MA. Pembimbing II Dr. Imam Syafe’i M. Ag.

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H / 2017 M


(3)

AABSTRAK

RELAVANSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER (AKHLAK) DI ERA SEKARANG (GLOBALISASI)

OLEH MARTIN AULIA

Penelitian ini adalah tentang Relavansi Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Karakter (akhlak) di Era Sekarang (Globalisasi). Kajiannya dilatar belakangi oleh adanya dekadensi moral atau adanya penurunan nilai-nilai akhlak yang akhir-akhir ini terjadi pada sebagian besar dari orang-orang baik di kalangan remaja, dewasa bahkan orang tua termasuk dikalangan para pelajar baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan.

Banyak orang telah mengabaikan pembinaan akhlak, padahal masalah akhlak tidak bisa dianggap remeh, karena akhlak merupakan kunci perubahan individu, sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Di samping itu kajian ini juga dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana relevansi pemikiran karakter (akhlak) Imam Al-Ghazali di era sekrang (globalisasi).

Skripsi ini merupakan jenis penelitian yang bersifat library research atau studi kepustakaan. Data primer dan sekunder diperoleh memlalui penelitian kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa metode dokumentasi. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis.

Dalam menganalisa penulis mengolah data yang diperoleh dari perpustakaan dengan cara mengumpulkan ide-ide, gagasan berpikir, dan menyimpulkan. Analisa yang telah dilakukan teruji dan terbukti kebenaranya dan diperoleh kesimpulan bahwa Relavansi Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Karakter (Akhlak) di Era Sekarang (Globalisasi) adalah pendidikan akhlak yang sangat penting dibandingkan pendidikan lain.

Membimbing seorang muslim berakhlak mulia dan menanamkan pendidikan akhlak dengan baik faktor metode sangat penting, untuk itu seorang pendidik anak baik masih usia dini maupun anak beranjak dewasa. Mempelajari dan memperdalam serta mengamalkan ajaran islam dengan sebaik-baiknya agar dapat mengurangi atau menghilangkan nilai-nilai negative.


(4)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung, Telp (0721)703260

PERSETUJUAN

Tim pembimbing telah membimbing dan memberikan koreksi sebagaimana masalah-masalahnya terhadap skripsi:

Judul Skripsi : RELAVANSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER (AKHLAK) DI ERA

SEKARANG (GLOBALISASI) Nama Mahasiswa : Martin Aulia

NPM : 1311010370

Program Studi : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah Dan Keguruan

DISETUJUI

Untuk dimunaqasyahkan dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Achmad Asrori.MA Dr. Imam Syafe’i M. Ag

195507101985031003 196502191989031002

Ketua Jurusan,

Dr. Imam Syafe’i M. Ag 196502191989031002


(5)

MOTTO





































































Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS.Al-Imran 3 :110).1

1Depertemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahanya, Ahidayah, (Jakarta: Raja Grafindo


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT. Kupersembahkan karya kecilku untuk orang-orang terkasih yaitu :

1. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Amisan A.S dan Ibu Hasroh (Yang slalu ada dihatiku) yang sudah merawat dan mendidikku sampai besar, dengan pengorbanan, materi, ketulusan dan kesabaran keduanya sehingga penulis bisa menyandang S1 dan tidak henti-hentinya berdoa demi kesuksesan dan keberhasilanku. Semoga selalu dalam lindungan dan rahmat Allah SWT di dunia dan di akhirat.

2. Nenek-nenekku nenek Sariyem dan nenek Marhayah yang selalu menyayangiku.

3. Abangku Rizani AS S.Pd, Hefi Azwandi AS, Wahyudi AS, Hafizi AS, Subhhanallah, kakaku Mega Silvia AS A.Md, Ak, Heni Febriantuti AS (alm), mba`iparku Susila Wati, Nur Kholifah S.Kom, Dahlia, dan Susanti yang selalu mendukungku.

4. Keponakan-keponakanku Selfi Utami, Faris Alfaqi, Lingga Fizli Alfisa, Ashila Feblita, Felisa Nur Fadilah, Muhammad Ahza, Muhammad Ahza, Renaldi Tajri yang menyejukkan hatiku dan semua saudara spupuku yang slalu mendukungku.

5. Tiara Yuanitha S.E Kakak kesayanganku yang slalu menyayangi, menyemangati disetiap hariku dialah wanita yang menjadi sember motivator yang menjadi motivasiku untuk menjadi lebih baik lagi.


(7)

6. Bapak. Dr. Imam Syafe’i, M.Ag. yang selalu sabar membimbingku sampai selesai skripsi ini.

7. Bapak. Dr. H. Achmad Asrori MA yang selalu sabar membimbingku sampai selesai skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku tercinta yang slalu bersama dalam suka maupun duka Vina Septia, Annisa Melia, Riski Ramadhani, Resty Syifa, Visca Davita, Yesi Yusita Putri Angraini, Muhammad Saidin Rizal Maulana, Apip Alvero Wiratama, Soni Herdin Utama. Dan yang slalu menasehatiku tidak pernah bosan nya untuk lebih baik lagi Muhammad Rizkin Pratama dan Ary Agus Setiawan.

9. Sahabat kosan yang seperti keluarga sendiri slalu bersama dalam suka duka Selma Purnama Sari, Nur khasanah Eka Yuni, Eku Tusyana, Andriani Pangesti, Nikmatul Mukaromah, Wahunita, Yuni Khanifah, Samsiah, Tina. 10.Sahabat yang slalu menghibur dan menyemangatiku vanny matun zannah,

Gita Violessy, Putri Ananda, Sofiyah ALK, Resa Hermawanti, Rani Angraini, Fitriani, Siti Rohani dan Inta Patika Iwana.

11.Teman-teman PAI D angkatan 2013 yang membuatku semangat kuliah. 12.Semua pihak yang telah membantuku sampai selesai kuliah.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari sebuah keluarga yang alhamdulillah berpijak pada ajaran islam, dari kedua orang tua yang bernama Amisan As dan Hasroh Anak terakhir dari tujuh bersaudara. pendidik hidup dari pemberian rizki Allah melalui kedua orang tua pendidik sosok petani yang bijak bermukim di Gedung Dalom Kec. Waylima Kab. Pesawaran dengan penuh ketentraman, kesejukan, serta terkenal dengan keasrianya.

Pendidik lahir 28 Maret 1995 disebuah pekon yang bisa dikatakan pekon Gedung Dalom, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan yaitu menjadi peserta dalam beberapa seminar, yaitu Seminar Pembutan Makalah pada taggal 21 September 2013, Seminar Nasional dan Lokakarya “Implementasi dan Sistem Penilaian Autentik Kurikulum 2013 pada 22 Desember 2013”, dan Seminar Nasional Spritual Motivatreneur pada 21 Mei 2016, Seminar Nasional Pendidikan Anti Korupsi pada 18 April 2015 dan Seminar Nasional pada 25 Mei 2017.

Pendidikan formalku bermula dari dasar yaitu SDN1 Gedung Dalom Kec. Waylima Kab. Pesawaran 2007, dan sekolah menengah pertama berada di SMPN1 Waylima yang berakhir pada tahun 2010, lalu berlanjut di sekolah menengah kejuruan yaitun SMK Nusantara Tulang Bawang Unit 2 yang berakhir pada tahun 2013. Atas arahan, dorongan serta motivasi dari kedua orang tua, abang dan kakakku, melanjutkan ke IAIN Raden Intan Lampung yang sekarang menjadi UIN


(9)

Raden Intan Lampung pada Fakultas dan Keguruan Jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam).


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunianya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan seperti apa yang diharapkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini bukanlah suatu hal yang mudah dan tak sedikit kesulitan yang penulis alami. Namun berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Alhamdulillah skiripsi ini dapat terselesaikan walaupun masih dipandang jauh dari kesempurnaan.

Pada kesempatan ini penulis hanya mampu mengucapkan rasa terima kasih dan ungkapan haru kepada semua pihak khususnya kepada:

1. Kedua Orang Tuaku Bapak Amisan As, dan Ibu Hasroh yang selalu menyayangi dan membimbingku dalam pembutan skripsi ini

2. Bapak Dr. H. Chairul Anwar, M. Pd. I selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang telah banyak membantu, mendidik, serta memberikan bimbingan kepeda penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

3. Bapak Dr. H. Achmad Asrori, MA. Selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Imam Syafe’i M. Ag. Selaku pembimbing II yang dengan ikhlas meluangkan waktu dan fikiran demi terselesainya skripsi ini


(11)

4. Bapak dan Ibu Dosen Tarbiyah dan Keguruan yang telah mendidik dan mengajarkan kepadaku banyak hal yang berguna kelak bagi diriku 5. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah

membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini. Jazakallah Khoiron Katsir.

Demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis Khususnya dan pada pembaca umumnya. Semoga Allah berkenan melimpahkan balasan pahala yang berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Amin Ya Robbal Alamin.

Gedung Dalom, 03 Mei 2017 Penulis

Martin Aulia 1311010370


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN…... iv

MOTTO...v

PERSEMBAHAN... vi

RIWAYAT HIDUP... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Fokus Masalah... 9

C.Rumusan Masalah ... 9

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 10

E.Kerangka Teori... 10

F. Metode Penelitian... 11

G.Analisis Data... 13

H.Sumber Data... 14

BAB II LANDASAN TEORI PENDIDIKAN AKHLAK A.Pengertian Pendidikan Akhlak... 18

B.Tujuan Pendidikan Akhlak... 22


(13)

D.Materi Pendidikan Akhlak... 27

E.Metode Pendidikan Akhlak... 37

BAB III BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI A.Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali ... 41

B.Karya-karya Imam Al-Ghazali... 56

C.Pokok pemikiran Imam Al-Ghazali... 59

1. Pengertian Pendidikan Akhlak Menurut Al-Ghazali... 59

2. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Akhlak ... 61

3. Orang Tua Bertanggung Jawab Terhadap Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 66

4. Metode Penanaman Pendidikan Akhlak Dalam Kelurga ... 68

5. Usaha Pembinaan Akhlak ... 71

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Akhlak Menurut Al-Ghazali.72 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA A.Karakteristik Pemikiran Imam Al-Ghazali... 74

B.Konsep Pemikiran Imam Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Akhlak..85

C.Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali Dalam Konteks Era Globalisasi... 91

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan... 96

B.Saran... 97

C.Penutup...98 DAFTAR PUSTAKA


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi atau sumber daya insani. Tercapainya self realization (kesadaran diri) yang utuh merupakan tujuan umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagailingkungan atau secara formal, informal maupun non formal.2 Seiring dengan pencapaian masyarakat tujuan

pendidikan yang utuh itu satu haldari aspek pendidikan yang sedikit banyak menjadi problem masyarakatadalah pendidikan akhlak.

Pendidikan akhlak diartikan sebagai sebuah proses pembentukan perilaku lahir dan batin manusia sehingga menjadi manusia seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sekitar.3 Akhlak sendiri merupakan perilaku yang

timbul dari hasilperpaduan antara hati nurani, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang Menyatu membentuk satu kesatuan tindakan yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari.

2Abu Ahmadi, islam Sebagai Paradigma ilmu Pendidikan islam (Yogyakarta : Aditya Media, 1992), h. 63.


(15)

Dan tujuan berakhlak ialah dapat memperoleh irsyad, hidayah dan taufiq sehingga dapat mengetahui batas baik dan buruk.4 Di samping itu pendidikan akhlak

memiliki tujuan langsung yang dekat, yaitu harga diri dan tujuan yang jauh, yaitu ridha Allah SWT.5 Akhlak yang dianjurkan dalam al-Qur’an tertumpu pada aspek

fitrah yang bertumpu pada diri manusia. Maka pendidikan akhlak perlu dilakukan dengan berbagai cara di antaranya: Menumbuh kembangkan dorongan dari dalam yang bersumber pada iman dan taqwa.

Meningkatkan pengetahuan tentang akhlak al-Qur’an lewat ilmu pengetahuan, pengalaman dan latihan-latihan untuk melakukan yang baik serta mengajak orang lain melakukan yang baik, Pembiasan dan pengulangan melaksanakan hal yang baik. Dalam masyarakat pendidikan akhlak sedikit banyak menjadi problem. Masyarakat belum sepenuhnya peduli dengan pendidikan akhlak khususnya bagi putra-putrinya, apalagi dengan adanya era globalisasi ini, pendidikan akhlak sedikit demi sedikit mulai terkikis dari pribadi masyarakat.

Perilaku masyarakat secara umum sudah banyak yang keluar dari norma baik norma agama maupun norma susila. Di sisi lain kita juga menyaksikan banyak tayangan televisi yang tidak senonoh menjadi tuntunan bagi masyarakat, sebaliknya

4Barmawie Umary, Materia Akhlak (Solo : CV Ramadani, 1967), h. 22.

5Zakiyah Daradjat, Pendidikan islam dalam Keluarga dan Sekolah (Bandung: PT._Remaja_Rosdakarya,_1994), h. 10._


(16)

tuntunan yang seharusnya menjadi panutan hanya menjadi tontonan. Problem tersebut perlu dicarikan solusinya, sebab kebahagiaan seseorang tidak akan dapat tercapai tanpa akhlak terpuji yang dapat mengantarkan manusia untuk mencapai kesenangan, keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat.

Dengan demikian tidak berlebihan jika orang yang berkata bahwa yang paling menonjol dalam diri manusia, bahkan sifat-sifatnya yang paling mulia, adalah kekuatan akhlaknya. Selain itu kaitannya dengan ilmu pengetahuan, akhlak juga sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sains. Sains tidak bisa dibiarkan lepas dari etika, kalau tidak ingin senjata makan tuan, sehingga sains harus dilandasi akhlak.

Pendidikan juga merupakan pusat atau pokok dari peradaban dalam kehidupan ini, Penciptaan Manusia oleh Allah SWT sebagai khalifahnya di dunia tidak bisa lepas dari pendidikan. Karena pendidikanlah yang menjadi tolak ukur dari keberhasilan atau tidaknya peran manusia dalam menjadi khalifah di dunia ini. Anugerah Allah SWT berupa akal dan pikiran inilah yang menjadikan pendidikan sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari dari manusia karena adanya pendidikan juga dikarenakan adanya daya pikir oleh akal manusia.6

Manusia dan pendidikan merupakan satu kesatuan penciptaan manusia di dunia ini. Banyak ayat al-Quran yang telah menjelaskan terjadinya manusia dan kemudian

6Fathiyyah, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenal Pendidikan Dan Ilmu, Di Penegoro, (Bandung : Mizan, 2002), h. 31.


(17)

dikaitkan dengan penggunaan akal dalam menjalani hidup ini. Islam sebagai agama SWT mengawali menurunkan Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rasul-Nya, Muhammad SAW untuk membaca dan membaca (iqra’). Iqra’ merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, dengan iqra’ pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kehidupan.7

Globalisasi sebagai sebuah proses bergerak amat cepat dan meresap kesegala aspek kehidupan kita baik aspek ekonomi, politik, sosial budaya maupun pendidikan. Gejala khas dari proses globalisasi ini adalah kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi komunikasi-informasi dan teknologi transportasi. Kemajuan-kemajuan teknologi rupanya mempengaruhi begitu kuat struktur-struktur ekonomi, politik, sosial budaya dan pendidikan sehingga globalisasi menjadi realita yang tak terelakkan dan menantang. Namun, Globalisasi sebagai suatu proses bersifat ambivalen.8

Satu sisi membuka peluang besar untuk perkembangan manusia dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi sisi lain

7Muhammad Atiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami dan Johar Bahry, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 115.

8I. Aria Dewanta, Upaya Merumuskan Etika Ekologi Global (Jakarta : Rineka Cipta,


(18)

peradaban modern yang semakin dikuasai oleh budaya ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tampak semakin lepas dari kendali dan pertimbangan etis.9

Dalam satu sisi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang membuat manusia lebih mudah menyelesaikan persoalan hidup, namun disisi lain berdampak negatif ketika ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lagi berfungsi sebagai pembebas manusia, melainkan justru membelenggu dan menguasai manusia.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berjiwa budi pekerti dan akhlak yang bertujuan untuk mencapai akhlak yang sempurna. Abdullah Nasih Ulwan juga menyatakan bahwa pendidikan akhlak merupakan serangkaian keutamaan tingkah laku dan naluri yang wajib dilakukan anak didik, dibiasakan dan diusahakan sejak kecil.10 Jadi pendidikan bersumber dalam surah Al-Mujadallah ayat 11 sebagai

berikut:

































































9A.Sudiarja, SJ. “Pendahuluan” Dalam Budi Susanto, Et Al. , Nilai-Nilai Etis Dan

Kekuasaan Utopis : Panorama Praksis Etika Indonesia Modern (Yogyakarta : Kanisius, 1992), h. 6.

10Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,( Bandung : Mizan, 1964),


(19)

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.11

Menurut analisis penulis pahami dari ayat diatas adalah berlapang-lapanglah didalam majlis niscaya Allah akan memberi kelapangan dan memudahkan dalam menutut ilmu dan diangkat dalam beberapa derajad dan Allah meninggikan orang yang beriman dan Allah melihat semua apa yang dikerjakan dimuka bumi yang dilakukan oleh manusia.12

Adapun pengertian akhlak menurut “imam al-ghazali” : adalah “Hal ikhwal yang melekat dalam jiwa dari padanya timbul perbuatan dengan mudah tanpa dipikirkan dan teliti”.13 Pendapat yang lain pengertian akhlak dalam Mu’jam

Al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan akhlak adalah : “sifat yang tertanam didalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.14

Pernyataan diatas mengandung pengertian bahwa kepribadian akhlak seseorang dipengaruhi oleh keadaan dirinya. Dan lingkungan yang baik dapat berpengaruh oleh

11Depertemen Agama, Alqur’an dan terjemahanya, Ahidayah, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1986), h. 543.

12Imam Abu Daud, Sunan, Abu Daud, An Nasyir, Maktabah Dahlan, (Jakarta : Rineka

Cipta, 2013), h. 133.

13Imam Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Bandung : Karisma, 1994), h. 26.


(20)

keadaan dirinya. Dan lingkungan yang baik dapat berpengaruh positif bagi perkembangan pribadi dan akhlak anak, begitu pula sebaliknya bahkan lingkungan yang buruk dapat mereduksi nilai-nilai yang telah ada nilai pada diri anak.

Dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 Allah berfirman :









































































Artinya : bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.15

Pada prinsipnya pendidikan memikul amanah pendidikan akhlak untuk masa depan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa setiap manusia akan menjalani kehidupan di masa akan datang bersama yang lainnya. Akhlak masa depan menuntut


(21)

manusia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah ditanamnya pada alam sekarang. Di sisi lain, manusia dituntut untuk merencanakan dan merumuskan nilai-nilai kearifan untuk mempersiapkan kehidupan berikutnya. Dalam konteks akhlak masa depan, visi pendidikan diharuskan untuk menyiapkan atau merencanakan perbaikan akhlak yang telah mulai rapuh di masa sekarang.16

Seperti contoh yang terjadi saat ini adalah kenakalan remaja. Hal ini sudah menjadi masalah klasik yang menjadi bahan bahasan atau pemikiran bagaimana mengatasinya secara bijaksana dan sesuai dengan nilai moral yang berlaku di dunia dan Indonesia secara khusus. Terkait dengan hal ini, visi pendidikan sebagai institusi harus solid dalam menyelesaikan permasalahan akhlak yang pelik ini.

Sebenarnya hal ini juga dipicu karena kurangnya penghayatan atas nilai-nilai ke-Tuhan-an yang telah ada kaida-kaidah yang mengaturnya sesuai dengan norma yang berlaku. Permasalahan yang terjadi di masyarakat pada umumnya seperti kurangnya kedisiplinan dalam bekerja, berumahtangga yang kurang harmonis, mendidik anak tidak dengan nilai keislaman atau kerukunan bersosial yang kurang dan banyak lagi dikarenakan akhlak yang mulia.17

Bukanlah tidak mungkin menyelesaikan masalah-masalah tersebut, harus ada kesadaran individu maupun institusi dalam menyelesaikan permasalahn yang pelik

16AminAbdullah,Antara al- Ghazali dan Kant: Filsatat Etika Islam, Penerj. Hamzah,(Bandung : Mizan, 2002), h. 73.

17Jamauddin Al-Qasimi, Ihya ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali, (Bekasi : Darul Falah, 2010), h. 125.


(22)

ini. Yaitu dengan mengetahui penyebab utamanya yang kemudian diadakan usaha kolektif dalam mencari solusinya. Salah satu solusinya adalah dengan penanaman akhlak yang mulia dimanapun anak berada. Baik di rumah, sekolah, masyarakat dan berbangsa. Misalnya di keluarga, orang tua mengajarkan akan keimanan, ketakwaan dan sopan santun. Di sekolah bisa dilakukan dengan mengajarkan peserta didik akhlak kepada guru, buku dan temannya.

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan setiap urusan manusia, salah satunya yaitu tata cara dalam menjalani kehidupan ini. Banyak tokoh Islam yang memiliki kepedulian dan menyumbangkan pemikirannya tentang aktifitas belajar dan pembelajaran, di antaranya adalah imam Al-Ghazali. Tokoh ini banyak mewarnai pendidikan masyarakat Islam Indonesia, terutama pendidikan di kalangan pesantren.18

Imam al-Ghazali merupakan pemikir Islam yang terkemuka. Kitab-kitab karangan beliau telah tersebar di seluruh penjuru dan banyak juga yang telah menggunakan atas apa yang telah diijtihadkan beliau. Salah satu kitab karangan beliau yang fenomenal adalah kitab Ihya Ulumuddin. Kitab tersebut membahas beberapa pokok bahasan tentang beragama. Salah satu yang menarik adalah

18Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rineka Cipta, 2002), h. 156-157.


(23)

pembahasan tentang konsep beliau tentang pendidikan akhlak. Beliau banyak menyinggung permasalahan tentang akhlak.19

B.Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas agar tidak terjadi penyimpangan dan penafsiran yang tidak sesuai, maka peneliti membatasi masalah pada Relavansi Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Karakter (Akhlak) di Era Sekarang (Globalisasi) dikarnakan banyak Tokoh-tokoh lain yang memiliki pandangan berbeda maka peneliti membatasi masalah penelitian hanya pada pandangan Al-Ghazali saja.

C.Rumusan Masalah

Menurut Sugiono, Masalah dapat di artikan sebagai penyimpangan antara yang seharus nya dan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan peraktik, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan.20 sedangkan

menurut pendapat lain menyatakan bahwa masalah atau permasalahan ada kalau terdapat kesenjangan antara das sollen dan das sain ada perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara harapan dan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Dari latar belakang masalah diatas, permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

19Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazi Tentang Pendidikan, (Madiun :

Jaya Star Nine, 2013), 16.


(24)

a.Bagaimana Relavansi Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Karakter (Akhlak) di Era Sekarang (Globalisasi) ?

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a.Untuk mengetahui Relavansi Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Pendidikan Karakter (Akhlak) di Era Sekarang (Globalisasi).

b.Untuk mengetahui bagaimana karakteristik pemikiran Imam Al-Ghazali. c.Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Imam Al-Ghazali tentang konsep

pendidikan akhlak. 2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya pendidikan ilam dalam pembinaan akhlak menurut Imam Al-Ghazali sehingga anak-anak remaja Islam bisa berjalan dalam bimbingan ajaran yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan dapat terhindar dari azab Allah dan dapat menjadi seorang muslim yang sejati atau tawaduk kepada perintah Allah dan Rasulnya, serta menjalankannya serta mendapatkan RidhoNya.

E.Kerangka Teori

Penulis memandang perlu kiranya melihat hal-hal yang melandasi munculnya pengertian akhlak dan teori-teori tentang pendidikan akhlak, sebagai pisau analisa untuk membedah pengertiaan pendidikan akhlak menurut al-Ghazali. Masalah atau pengertian akhlak selama ini menjadi bahan perdebatan para pemikir. Hal ini


(25)

disebabkan oleh latar belakang pendidikan, kecenderungan, pengalaman, pengetahuan dan kondisi sosial budaya yang berbeda. Untuk melihat pengertian tentang akhlak, banyak teori-teori yang telah dihasilkan oleh para ahli yang mendasari lahirnya pengertian aklak tersebut.21

Diantara teori tersebut antara lain:

1.Teori Darwin (Survival of the Fittest) kelangsungan hidup bagi yang kuat, Teori ini berintikan bahwa kehidupan itu bagi mereka yang kuat.

2.Teori Sosiologi, yang menegaskan bahwa baik bukan nilai mutlaq. Hal yang baik dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat.

3.Teori Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Freud (1856-1939) menerangkan bahwa semua tingkah laku manusia muncul dari dalam dirinya dan timbul dari pengendapan pengalaman yang sudah-sudah.

F. Metode Penelitian

Kajian skripsi ini seluruhnya berdasar atas kajian pustaka atau studi literatur. Oleh karena itu sifat penelitiannya adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Data yang dikumpulkan dan dianalisis seluruhnya berasal dari literatur maupun bahan dokumentasi lain, seperi tulisan di jurnal, maupun media lain yang relevan dan masih dikaji. Data yang dikumpulkan dalam studi ini adalah dua jenis data yaitu data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder.

21Zaiduddin, Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h.


(26)

Adapun metode analisis yang digunakan adalah: 1. Metode Historis

Metode historis dimaksudkan untuk menyingkap, menggali dan menelaah serta menganalisis persoalan-persoalan yang menjadi obyek studi ini dari kacamata kesejarahan sehingga didapatkan kesimpulan yang obyektif karena didasari analisis latar belakang peristiwa yang obyektif.

Metode ini berpijak pada pendekatan historis yang digunakan bukan untuk menampilkan aspek kesejarahan pemikiran al-Ghazali secara kronologis dari waktu ke waktu, tetapi digunakan terfokus pada kajian mengenai biografi al-Ghazali, pendidikan dan karir intelektualnya. latar belakang sosio-kultural, latar belakang pemikirannya, karya-karyanya dan hal lain yang relevan.

2. Metode Deskriptif

Metode deskriptif merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka representasi obyektif tentang realitas yang terdapat di dalam masalah yang di teliti. Atau dapat juga diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan, melacak dan mensistematisir sedemikian rupa.

Selanjutnya dengan keyakinan tertentu diambilah kesimpulan umum dari bahan-bahan tentang obyek permasalahannya. Dalam hubungannya dengan pembahasan penelitian ini, metode deskriptif


(27)

digunakan untuk mendeskripsikan pemikiran-pemikiran al-Ghazali yang berkaitan tentang pendidikan akhlak dari berbagai karyanya.

3. Metode Analisis

Metode analisis ini digunakan untuk menelaah pemikiran pendidikan akhlak al-Ghazali yang telah dijelaskan dengan metode deskriptif. Cara yang digunakan adalah analisis isi (content analisis), yaitu menganalisis konsep dari pemikiran berbagai tulisan yang berkait dengan pendidikan akhlak, terutama yang dikemukakan oleh al-Ghazali.

4. Metode Komparatif

Metode komparatif ini menggunakan logika perbandingan. Komparasi yang dibuat adalah komparasi fakta-fakta replikatif. Tata pikir yang digunakan adalah tata pikir relevansi yang menunjuk pada keterhubungan yang bersifat fungsional tertentu dengan dimensi yang dipertanyakan.22

G.Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif analitik. (Sumargono,1983:14), yaitu mengambarkan pemikiran al-Ghazali secara sistematis, sehubungan dengan latar belakang kehidupan dan pemikirannya, pendapat para ahli yang relevan juga digunakan. Tahap berikutnya adalah interpretasi (Sartono, 1992:77), yaitu memahami seluruh pemikiran al-Ghazali untuk memperoleh kejelasan

22Syaifuddin Azwar, Metodologi Penelitian,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), h. 91.


(28)

mengenai pendidikan akhlak. Dalam penelitian ini digunakan cara berpikir deduktif (Hadi,1989:36-37).

Metode yang digunakan untuk menjelaskan konsep pendidikan akhlak adalah metode deduktif sesuai dengan yang telah direncanangkan pemerintah yaitu tentang pendidikan karakter. Yang dimaksud Metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus. (Hadi, 1987:42). Induktif Kemudian metode yang digunakan adalah metode induktif guna mengkaji data yang telah didapat yang terkait dengan relavansi pemikiran pendidikan akhlak yang telah dipaparkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin dan dikaitkan dengan relevansi kekinian.

Metode Induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1987: 42).

H.Sumber Data

Sumber Data Primer, merupakan bahan utama atau rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisis penelitian tersebut.Adapundataprimeryangpenulis gunakanadalah :

dalam penelitian ini yaitu kitab hasil karya Imam Al-Ghazali yaitu Ihya Ulumuddin. Kitab ini merupakan karya Imam Al-Ghazali didalamnya memuat beberapa hal meliputi pedoman, landasan pendidikan, alat pendidikan, lembaga


(29)

pendidikan, dan kajian tentang konsep pendidikan akhlak. Dalam buku ini fokus utama tentang ilmu agama dan filsafat. Imam Al-Ghazali menekankan pada suatu pemahaman tentang ilmu-ilmu agama yang setelah sekian lama menurut beliau ilmu agama kurang diminati oleh para ilmuan Islam.

Meskipun ada tidak banyak yang menyinggung masalah secara keseluruhan. Dalam kitab tersebut, Imam Al-Ghazali juga menjelaskan beberapa akhlak seseorang dengan ilmu itu sendiri. Adapun konsep pendidikan akhlak merupakan pokok pendidikan bangsa Indonesia dewasa ini, karena akhlak sebagai tiang penyangga akhlak bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang bermartabat, Jamauddin Al-Qasimi, Ihya ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali, Bekasi : Darul Falah, 2010, Safuan Alfandi, Ihya Ululuddiin Imam Al-Ghazali, Solo : Sendang Ilmu, 2011, Abu Muhammad Iqbal “Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan” penerbit Jaya Star Nine tahun 2013.

Sumber data sekunder, yaitu buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh lain yang berkaitan dengan kajian ini yaitu : data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek penelitian. Sumber sekunder berupa buku-buku, yang memiliki relevansi dengan obyek penelitian yang dikaji dalam penelitian.

ini diantaranya : Buku Ahmad D. Marimba “Pengantar Filsafat Pendidikan Islam” penerbit Mizan tahun 1964, Atiyah al-Abrasyi, Muhammad”Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam”penerbit Bulan Bintang tahun 1970, Sugiono”Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan D&R” penerbit Erlangga tahun


(30)

2009, Abuddin Nata “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan islam” Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2000, Asri Budiningsih “Pembelajaran Akhlak” Jakarta : Rineka Cipta2004, Alial-Jumbulati “AbdulFutuhat-Tuwanisi” Dirasatan Al-Muqaranatanfi Al-TabiyatAl-islamiyahterj.MArifin Jakarta:RinekaCipta1994, AbidinIbnuRusn “Pemikiran al-GhazaliTentang PendidikanYogyakarta:PustakaPelajar1998.


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI PENDIDIKAN AKHLAK

Pemikiran Imam al-Ghazali sudah tidak asing lagi bagi para ilmuan maupun para penuntut ilmu. Tidak sedikit kitab-kitab yang ditulis beliau digunakan dalam dunia akademisi maupun di dunia pesantren. Kitab yang paling fenomenal adalah kitab Ihya Ulumuddin yang dikatakan sebagai kitab penyempurna dari karya-karya imam al-Ghazali. Dalam karya beliau ini, banyak pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan akhlak. Dari bab ini akan dibahas pemikiran Imam al-Ghazali terutama tentang pendidikan akhlak.23

Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata-mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memaami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang-ulang dengan kecenderungan hati (sadar).


(32)

A. Pengertian Pendidikan Akhlak

Banyak pendapat tentang definisi pendidikan. Ilmuan muslim maupun non muslim pun memberi pengertian yang berbeda-beda tentang pendidikan sesuai dengan alasan masing-masing dalam memberi pengertian kata pendidikan. Pendidikan dilihat dari istilah bahasa Arab maka pendidikan mencakup berbagai pengertian, antara lain tarbiyah, tahzib, ta’lim, ta'dib, siyasat, mawa’izh, 'ada ta'awwud dan tadrib.24

Sedangkan untuk istilah tarbiyah, tahzib dan ta'dib sering dikonotasikan sebagai pendidikan. Ta'lim diartikan pengajaran, siyasat diartikan siasat, pemerintahan, politik atau pengaturan. Muwa'izh diartikan pengajaran atau peringatan. ‘Ada Ta'awwud diartikan pembiasaan dan tadrib diartikan pelatihan. Istilah tersebut sering dipergunakn oleh beberapa ilmuwan sebagaimana Ibn Miskawaih dalam bukunya berjudul Tahzibul Akhlak, Ibn Sina memberi judul salah satu bukunya kitab Al Siyasat, Ibn al-Jazzar al-Qairawani membuat judul salah satu bukunya berjudul Siyasat al-Shibyan wa Tadribuhum, dan Burhan al-Islam al-Zarnuji memberikan judul salah satu karyanya Ta'lim al-Mula'allim Tharik at-Ta'alum.

Perbedaan itu tidak menjadikan penghalang dan para ahli sendiri tidak mempersoalkan penggunaan istilah di atas. Karena, pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam suatu kesimpulan awal, bahwa pendidikan

24Jamauddin Al-Qasimi, Ihya ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali, (Bekasi : Darul Falah, 2010), h. 301.


(33)

merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih baik.25

Secara istilah, tarbiyah, ta’dib, dan ta’lim memiliki perbedaan satu sama lain dari segi penekanan, namun apabila dilihat dari segi unsur kandungannya, terdapat keterkaitan kandungannya yang saling mengikat satu sama lain yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak. Kata ta’dib, lebih menekankan pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.

Sedangkan pada at-Tarbiyah, difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya dan tumbuh kelengkapan dasarnya juga dapat berkembang secara sempurna. Sedangkan kata ta’lim, menekankan pada penyampaian ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan pemahaman anamah kepada anak. Dari pemaparan ketiga istilah, maka terlihat bahwa proses ta’lim mempunyai cakupan yang lebih luas dan sifatnya lebih umum dibanding dengan proses tarbiyah dan ta’dib. Sedangkan akhlak didapat dari bahasa arab dari kata “khuluqun” bentuk jama’ dari kata “khuluq” yang mempunyai arti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatrian, kejantanan, agama dan kemarahan (al Ghodhob).

25Abu Ahmadi, islam Sebagai Paradigma ilmu Pendidikan islam (Yogyakarta : Aditya Media, 1992), h. 35.


(34)

Dari kata khulqun, hal ini sangat memungkinkan bahwa tujuan dari akhlak adalah ajaran yang mengatur hubungan dari manusia kepada sang Khalik dan makhluk lain. Menurut Imam Al Gazali dalam Ihya Ulumuddin sebagai berikut: "Akhlak adalah sebuah bentuk ungkapan yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan yang gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

Menurut istilah akhlak diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada diri manusia yang darinya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.26 Apabila yang keluar merupakan perbuatan

yang baik, maka disebut dengan akhlak mahmudah atau akhlak yang terpuji. Namun sebaliknya, apabila yang dilahirkan adalah perbuatan yang buruk maka disebut akhlak madhmumah atau akhlak tercela.

Dalam pendidikan karakter yang berorientasi pada akhlak mulia kita wajib untuk berbuat baik dan saling membantu serta dilatih untuk selalu sabar, menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana firman Allah SWT.

َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ

ﻮُﻘِﻔﻨُﯾ

ﻲِﻓ َن

ِءٓاﱠﺮﱠﺴﻟٱ

َو

ِءٓاﱠﺮﱠﻀﻟٱ

َو

َﻦﯿِﻤِﻈ َٰﻜۡﻟٱ

َﻆۡﯿَﻐۡﻟٱ

َو

َﻦﯿِﻓﺎَﻌۡﻟٱ

ِﻦَﻋ

ِۗسﺎﱠﻨﻟٱ

َو

ُﱠ ٱ

ﱡﺐِﺤُﯾ

َﻦﯿِﻨِﺴ ۡﺤُﻤۡﻟٱ

١٣٤

Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.


(35)

Dari uraian di atas maka tujuan pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk pribadi yang berakhlak mulia, karena Akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Orang yang berakhlak mulia akan segera melakukankebaikan dan meninggalkan keburukan.27

Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibn Miskawaih merupakan upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunah sebagai sumber tertinggi dalam ajaran Islam. Dengan demikian maka pendidikan akhlak dapat dikatakan sebagai pendidikan moral dalam pendidikan Islam.28

Kajian lebih dalam terhadap konsep akhlak yang telah dirumuskan oleh para tokoh pendidikan Islam masa lalu seperti Ibnu Miskawaih, Qabisi, Ibn Sina, al-Ghazali dan al-Zarnuji, menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia. Namun

27AminAbdullah,Antara al- Ghazali dan Kant: Filsatat Etika Islam, Penerj. Hamzah,(Bandung : Mizan, 2002), h. 23.


(36)

demikian dalam implementasinya, pendidikan akhlak yang dimaksud memang masih tetap cenderung pada pengajaran benar dan salah seperti halnya pendidikan moral.29

B. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan merupakan sebuah proses manusia untuk menjadi makhluk yang berakal, sehingga pengukuran dari pendidikan tersebut adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai. Tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam diri pribadi manusia. Terbentuknya nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam perencanaan kurikulum pendidikan sebagai landasan dasar operasional pelaksanaan itu sendiri.

Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia yang mempunyai fungsi untuk membantu perkembangan manusia untuk mencapai manusia yang seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Zahara Idris dalam bukunya “Pengantar Pendidikan”, bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Dalam arti, supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral, pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa.30

29Fathiyah Hasan Sulaiman, Alam pikiran Al-Ghazali Mengenal Pendidikan dan Ilmu, (Bandung: Diponogoro, 1986), h. 6


(37)

Kemudian di sisi lain, kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, dalam pembentukan akhlak yang mulia, Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.

Mengkaji sejarah perkembangan Islam pada masa Rosulullah SAW maka didapatkan satu tujuan yaitu pencapaian kebahagian hidup umat manusia dalam kehidupannya. Perubahan dari kondisi masyarakat yang mengalami demoralisasi menuju ke arah masyarakat madani menunjukkan bahwa akhlak dapat dibentuk dengan jalan latihan atau proses Pendidikan. Pandangan imam al-Ghazali terkait tentang dinamika akhlak sangat mungkin. Perubahan sikap seseorang bisa sewaktu-waktu dan bukanlah pembawaan dari lahir. Seperti orang yang dulunya malas kemudian menjadi rajin, itu sangat mungkin terjadi. Ini merupakan kritik dari imam al-Ghazali kepada aliran nativisme yang menyebutkan bahwa tidak adanya perubahan pada akhlak manusia.

Hadits nabi yang berkaitan dengan konsep pendidikan karakter adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari-Muslim sebagai berikut,

لﻮﻘﯾ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر ﺖﻌﻤﺳ ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ﺪﯾز ﻦﺑ ﺔﻣﺎﺳأ لﺎﻗ

َﺎﮭِﺑ ُروُﺪَﯿَﻓ ُﮫُﺑﺎَﺘْﻗَأ ُﻖِﻟَﺪْﻨَﺘَﻓ ِرﺎﱠﻨﻟا ﻲِﻓ ﻰَﻘْﻠُﯿَﻓ ِﺔَﻣﺎَﯿِﻘْﻟا َمﻮَﯾ ِﻢِﻟَﺎﻌﻟﺎِﺑ ﻰَﺗْﺆُﯾ

ُرَﺎﻤِﺤْﻟا ُروُﺪَﯾ َﺎﻤَﻛ

َو ِﮫْﯿِﺗآ َﻻ َو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ُﺮُﻣآ ُﺖْﻨُﻛ ُلﻮُﻘَﯿَﻓ ؟َﻚَﻟ ﺎَﻣ َنﻮُﻟْﻮُﻘَﯿَﻓ ِرﺎﱠﻨﻟا ُﻞْھَأ ِﮫِﺑ ُﻒْﯿِﻄُﯿَﻓ ﻰَﺣﱢﺮﻟﺎِﺑ

ِﮫْﯿِﺗآ َو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟا ِﻦَﻋ ﻰَﮭْﻧا

)

ﮫﯿﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ

(

Artinya: “Usamah bin Zaid ra. Berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Akan dihadapkan orang yang berilmu pada hari kiamat, lalu keluarlah


(38)

semua isi perutnya, lalu ia berputar-putar dengannya, sebagaimana himar yang ber-putar-putar mengelilingi tempat tambatannya. Lalu penghuni neraka disuruh mengelilinginya seraya bertanya: Apakah yang menimpamu? Dia menjawab: Saya pernah menyuruh orang pada kebaikan, tetapi saya sendiri tidak mengerjakan-nya,dan saya mencegah orang dari kejahatan, tetapi saya sendiri yang mengerjakannya”. (Muttafaq Alaih)

Dalam kutipan yang diberikannya dalam kitab Ihya Ulumuddin : “jika akhlak itu tidak menerima perubahan, maka semua nasihat, wasiat, dan pendidikan mental menjadi tidak berarti lagi” Dari pernyataan imam al-Ghazali tersebut mengindikasikan bahwa akhlak sangatlah arif dan bijak yang bisa menyesuaikan dengan zamannya.31 Sedangkan pendidikan adalah usaha untuk membantu atau

menolong pengembangan manusia sebagai mahluk individu social, mahluk susila dan mahluk keagamaan.

Mengingat pendidikan adalah sebuah proses maka tujuannya juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Menurut Bloom dan kawan-kawannya. Menetapkan bahwa untuk menjabarkan tujuan pendidikan, mereka merujuk pada tiga ranah, antara lain:

1. Pembinaan daerah kognitif 2. Pembinaan daerah afektif dan

31Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazi Tentang Pendidikan, (Madiun : Jaya Star Nine, 2013), 255.


(39)

3. Pembinaan daerah motor skill

Dari penjelasan di atas dapat diambil benang merah bahwa tujuan pendidikan untuk mengarahkan manusia pada tempat yang lebih baik. Apabila dikaitkan pada ajaran Islam maka tujuan pendidikan tidak dapat lepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan di akhirat.32

Rumusan tujuan pendidikan dan akhlak di atas hakekatnya dapat dilakukan melalui membangun motivasi pribadi dan orang lain untuk mencontoh akhlak nabi. Artinya, bahwa berbagai aktivitas kehidupannya selalu melakukan sesuatu dengan mengikuti akhlak nabi, baik dalam rangka pembentukan sebagai seorang pribadi maupun terhadap orang lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah terciptanya manusia yang beriman perilaku lahir dan batin yang seimbang (seperti Nabi).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menjadikan manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, yang mengantarkan dia kepada kebahagiyaan di dunia dan di akhirat. Di samping itu, sebagai umat Rasullullah SAW, manusia dituntut untuk berprilaku sesuai dengan

32Zaiduddin, Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 132.


(40)

panutan umat manusia atau suri tauladan (Uswatun Hasanah) demi mencapai kebahagiaan yang hakiki.33

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Dalam ilmu ushul fiqh yang menjadi rujukan pencarian hukum maka dikenal prinsip Maqasid Al Syari’ah yang tidak lain merupakan salah satu prinsip fiqh yang mengkaitkan dengan akhlak. Segala sesuatu menjadi benar apabila tidak bertentangan dengan lima prinsip utama kemaslahatan (al-Maslahalih al dharuriyah). Maka merujuk pada prinsip tersebut, didapatkan ruang lingkup akhlak harus berpedoman pada :

1. Hifdu ad-Din (Menjaga Agama), tidak boleh suatu ketetapan yang menimbulan rusaknya keberagamaan seseorang

2. Hifdu an-Nafs (Menjaga Jiwa), tidak boleh suatu ketetapan yang menggangu jiwa orang lain atau menyebabkan orang lain menderita

3. Hifdu al-Aql (Menjaga Akal), tidak boleh ada ketetapan mengganggu akal sehat, menghambat perkembangan pengetahuan atau membatasi kebebasan berfikir

4. Hifdu an-Nasl (Menjaga Keluarga), tidak boleh ada ketetapan yang menimbulkan rusaknya sistem kekeluargaan seperti hubungan orang tua dan anak

33Ibid., h. 135.


(41)

5. Hifdu al-Mal (Menjaga Harta), tidak boleh ada ketetapan menimbulkan perampasan kekayaan tanpa hak

Akhmad Azhar Basyir menyebutkan bahwa cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Dengan demikian Basyir merumuskan bahwa ruang lingkup akhlak sebagai berikut:

a. Akhlak terhadap Allah SWT b. Akhlak terhadap Keluarga c. Akhlak terhadap Masyarakat d. Akhlak terhadap Makhluk lain.

Apabila dipadukan, antara prinsip maqasid al Syari’ah dengan rumusan Akhmad Azhar Basyir tentang ruang lingkup akhlak maka terlihat ada salah satu aspek yang tertinggal yaitu aspek pemeliharaan terhadap Harta. Akhlak bagaimana manusia bersikap terhadap harta sangat diperlukan mengingat banyak manusia tergelincir pada lubang kesesatan dikarenakan oleh harta.34

D. Materi Pendidikan Akhlak

Secara umum lingkup materi pendidikan Islam itu menurut Abdullah Nasikh Ulwan dalam bukunya fikih Pendidikan terdiri dari tujuh unsur :

34Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rineka Cipta, 2002), h. 15.


(42)

1. Pendidikan Keimanan

Pendidikan ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi/Rasul, Hari Akhirat dan Takdir. Termasuk didalamnya adalah materi tata cara ibadah, baik ibadah mahdlah seperti salat, zakat, puasa, dan haji. maupun ibadah ghairu mahdlah seperti berbuat baik kepada sesama. Tujuan dari materi ini adalah agar anak/peserta didik memiliki dasar-dasar keimanan dan ibadah yang kuat.

2. Pendidikan Moral/Akhlak

Materi pendidikan ini merupakan latihan membangkitkan nafsu-nafsu rububiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu-nafsu-nafsu syaithaniyah. Pada materi ini peserta didik dikenalkan mengenai: (a) Perilaku/akhlak yang mulia (akhlakul karimah/mahmudah) seperti Al-amanah (setia, jujur, dapat dipercaya), al Sidqu (benar, jujur), al-Adl (adil), al-Afwu (pemaaf), al-Alifah (disenangi), al-Wafa (menepati janji), al-Haya (malu), ar-Rifqu (lemah lembut), aniisatun (bermuka manis). dan (b) Perilaku/akhlak yang tercela (akhlakul madzmumah) seperti Buhtan (dusta), ananiah (egois), Bahyu (melacur), Khiyanah (khianat), az-Zulmu (aniaya), Ghibah (mengumpat), al-Hasd (dengki), al-Kufran (mengingkari nikmat), ar-Riya’ (ingin dipuji), al-Namimah (adu domba) at-Takabur (sombong) dan sebagainya.


(43)

3. Pendidikan Jasmani

Rasulullah pernah memerintahkan kepada umatnya agar mengajarkan memanah, berenang, naik kuda dan bela diri kepada putra-putrinya. Ini merupakan perintah kepada kita agar mengajarkan pendidikan jasmani kepada anak-anak (peserta didik). Tentu hal ini dengan memperhatikan batasan umur, kemampuan, aurat dan memisahkan antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan terutama ketika pelajaran berenang. Tujuan dari materi ini adalah agar anak didik memiliki jasmani yang sehat dan kuat, serta memiliki ketrampilan dasar seperti berlari, lompat dan renang.

4. Pendidikan Rasio

Manusia dianugerahkan oleh Allah kelebihan, di antaranya berupa akal. Supaya akal ini dapat berkembang dengan baik maka perlu dilatih dengan teratur dan sesuai dengan umur atau kemampuan anak/peserta didik. Contoh materi ini adalah berupa pelajaran berhitung atau penyelesaian masalah (problem solving). Tujuan materi ini adalah agar peserta didik dapat menjadi cerdas dan dapat menyelesaikan permasalaan-permasalahan yang dihadapinya.

5. Pendidikan Kejiwaan / Hati Nurani

Selain nafsu dan akal yang harus dilatih/dididik pada diri manusia adalah kejiwaan atau hati nuraninya. Pada materi ini peserta didik dilatih agar dapat membina hati nuraninya sehingga menjadi “tuan”


(44)

dalam dirinya sendiri dan dapat menyuarakan kebenaran dalam keadaan apapun. Selain itu diharapkan agar peserta didik memiliki jiwa atau hati nurani yang kuat, sabar, dan tabah dalam menjalani kehidupan ini. 6. Pendidikan Sosial/Kemasyarakatan

Sebagaimana diketahui bahwa manusia memiliki dua tugas hubungan yang harus dilakukan dalam hidupnya, yaitu hubungan dengan Allah (hablumminallah) berupa ibadah mahdlah dan hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas) berupa ghairu mahdlah atau kemasyarakatan.

7. Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual di sini berbeda dengan yang disuarakan secara makin gencar oleh orang-orang sekuler. Pendidikan seksual yang dimaksud di sini adalah yang Islami dan sesuai dengan perkembangan usia serta mental peserta didik. Contoh pendidikan seksual dalam Islam misalnya dengan memisahkan tempat anak tidur dari kamar orang tua, memisahkan kamar tidur anak lelaki dan kamar tidur anak perempuan, mengenalkan dan menjelaskan perbedaan jenis kelamin anak, menjelaskan batas-batas pergaulan antara lelaki dan perempuan menurut Islam dan sebagainya.35

Islam memandang ilmu sebagai suatu yang suci, sebab pada akhirnya semua pengetahuan menyangkut semacam aspek dari manifestasi Tuhan kepada manusia.


(45)

Oleh karena itu, akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk penghuni dan yang memperoleh bahan dari kehidupan dari alam serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Adapun ruang lingkup akhlak adalah sebagai berikut :

a. Akhlak Terhadap Allah SWT a) Takut kepada Allah SWT

Takut kepada Allah SWT merupakan ungkapan hati terhadap sesuatu yang tidak disukai yang akan terjadi di masa yang akan datang dan mengetahui sebab-sebab yang akan menimbulkan sesuatu yang tidak disukai itu. Maksudnya bahwa segala perbuatan manusia itu nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat.

Maka hal seperti itulah yang menjadikan seseorang takut kepada Allah SWT. Takut kepada-Nya bukan berarti menjauh, akan tetapi sebaliknya harus berusaha dekat kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang menjadi larangan-Nya. Firman Allah SWT :

ﺎَﮭﱡﯾَﺄَٰٓﯾ

َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ

ْاﻮُﻘﱠﺘَﺗ نِإ ْآﻮُﻨَﻣاَء

َﱠ ٱ

ﱢﯿَﺳ ۡﻢُﻜﻨَﻋ ۡﺮﱢﻔَﻜُﯾَو ﺎٗﻧﺎَﻗ ۡﺮُﻓ ۡﻢُﻜﱠﻟ ﻞَﻌ ۡﺠَﯾ

َٔ

ۡﺮِﻔ ۡﻐَﯾَو ۡﻢُﻜِﺗﺎ

َو ۗۡﻢُﻜَﻟ

ُﱠ ٱ

وُذ

ِﻞ ۡﻀَﻔۡﻟٱ

ِﻈَﻌۡﻟٱ

ِﻢﯿ

٢٩

Artinya: “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahankesalahanmu, dan mengampuni


(46)

(dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar tersebut”. (Qs. Al-Anfaal : 29.).36

Ayat di atas menjelaskan kepada setiap muslim agar jangan melebihkan dirinya dari orang lain, selain dari jasa-jasa baiknya atau takwa yang berarti budi kebaikannya kepada sesama manusia. Karena itu Rasulullah Saw tidak dapat menunjukkan selain dari itu, bahwa kemuliaan itu tetap berdasarkan kepada takwa semata-mata.

Hadits di atas merupakan doa yang demikian singkat yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, tetapi meliputi segala kepentingan hidup. Hidayah meliputi segala jalan ihtiar sehingga selamat dari kesesatan. Takwa berarti waspada dan hati-hati serta teliti. Kesopanan berarti menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjerumus ke dalam lembah kerendahan. Kekayaan meliputi kekayaan hati maupun kekayaan harta. Keempat macam permintaan itu merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat ditinggalkan.

b) Taubat

Taubat adalah kembali kejalan kebenaran atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Taubat merupakan aktifitas menghapus dosa dengan cara menyesali dan memohon ampun dan berhenti dari kemaksiatan

36Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Karya Toha Putra, (Semarang: 1998), h. 265.


(47)

dan menutup dengan perbuatan baik. Taubat tidak hanya cukup berhenti dari kemaksiatan tanpa menutupi dengan kebaikan.

Menurut al-Qusyairi taubat adalah : “Taubat adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara’ menuju kepada sesuatu yang dipuji oleh syara”.37 Orang yang bertobat berarti telah menyadari bahwa

perbuatannya merugikan orang lain. Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa tingkatan orang yang bertobat ada empat:

a) Orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya, yakni dengan taubat nashuha;

b) Orang yang bertaubat dengan meninggalkan dosa-dosa besar, namun masih sering melakukan dosa-dosa kecil, tetapi ia cepat menyadarinya dan kembali kepada Allah SWT.

(QS. An-Najm : 32)

َﻦﯾِﺬﱠﻟٱ

َﺮِﺌَٰٓﺒَﻛ َنﻮُﺒِﻨَﺘ ۡﺠَﯾ

ِﻢۡﺛِ ۡﻹٱ

َو

َﺶِﺣ َٰﻮَﻔۡﻟٱ

ﱠﻻِإ

َۚﻢَﻤﱠﻠﻟٱ

ُﻊِﺳ َٰو َﻚﱠﺑَر ﱠنِإ

ِۚةَﺮِﻔ ۡﻐَﻤۡﻟٱ

َﻦﱢﻣ ﻢُﻛَﺄَﺸﻧَأ ۡذِإ ۡﻢُﻜِﺑ ُﻢَﻠ ۡﻋَأ َﻮُھ

ِض ۡرَ ۡﻷٱ

ﻲِﻓ ٞﺔﱠﻨِﺟَأ ۡﻢُﺘﻧَأ ۡذِإَو

َﻮُھ ۖۡﻢُﻜَﺴُﻔﻧَأ ْآﻮﱡﻛَﺰُﺗ َﻼَﻓ ۖۡﻢُﻜِﺘَٰﮭﱠﻣُأ ِنﻮُﻄُﺑ

ِﻦَﻤِﺑ ُﻢَﻠ ۡﻋَأ

ٰٓﻰَﻘﱠﺗٱ

٣٢

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”.38

37 al-Risalah, al-Qusyairiyyah, (Juz I, al-Bab : al-Taubat), h. 44.


(48)

c) Orang yang bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi, tetapi ia tidak berdaya melawan hawa nafsunya untuk berbuat dosa. Orang yang bertaubat, tetapi setelah itu ia berbuat dosa lagi dan tidak ada penyesalan dalam dirinya.

d) Orang yang bertaubat, tetapi setelah itu ia berbuat dosa lagi dan tidak ada penyesalan dalam dirinya.

Masih menurut al-Ghazali, proses taubat meliputi adanya pengetahuan (Ilm) kemudian muncul situasi atau kondisi kejiwaan dan perbuatan. “Ketahuilah bahwa taubat merupakan ungkapan tentang kualitas yang terdiri dari tiga hal yang berurutan, yaitu ilmu, hal (situasi kejiwaan), dan tindakan. Ilmu adalah yang pertama kali, hal yang kedua hal dan tindakan adalah yang ketiga. Yang pertama menyebabkan yang kedua dan yang kedua menyebabkan yang ketiga”.39

b. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW

Berakhlak terhadap Rasulullah berarti taat dan cinta kepadanya. Setiap muslim wajib untuk mentaati segala perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi SAW. Mentaati dan mencintai Rasulullah SAW dapat dilakukan dengan cara :

39Muhammad Al-Ghazali, Akhlak seorang Muslim, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 19), h. 61.


(49)

1) Mencintai dan memuliakan Rasul. Setiap orang yang beriman kepada Allah SWT tentulah harus mengakui Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir (khatamul anbiyaa’).

2) Mengikuti Rasulullah SAW. Ini adalah salah satu bukti kecintaan seorang hamba kepada Alah SWT. Ketaatan kepada Rasulullah Saw bersifat mutlak, karena taat kepada beliau merupakan bagian taat kepada Allah. Apa saja yang datang dari Rasulullah Saw harus diterima, apa yang diperintahkannya harus diikuti dan apa yang dilarangnya harus ditinggalkan.

3) Mengucapkan salawat dan salam. Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi, bukan karena Nabi membutuhkannya. Sebab tanpa doa dari siapapun beliau sudah pasti akan selamat dan akan mendapatkan tempat yang paling mulia dan terhormat di sisi Allah SWT.

c. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Berakhlak terhadap diri sendiri berarti berbuat baik terhadap dirinya, ini berarti tidak mencelakakan atau menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan dosa. Akhlak tersebut meliputi :

1) Sabar

Sabar berarti mengekang dan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah SWT. Menurut al-Ghazali, sabar merupakan ciri khas manusia. Binatang dan


(50)

malaikat tidak memerlukan sifat sabar. Macam-macam sabar antara lain :

a) Sabar menerima cobaan hidup b) Sabar dari keinginan hawa nafsu c) Sabar dalam taat kepada Allah SWT d) Sabar dalam berdakwah

e) Sabar dalam berperang f) Sabar dalam pergaulan 2) Pemaaf

Pemaaf adalah sikap lapang dada terhadap segala persoalan, baik yang menimpa dirinya maupun orang lain. Memberi maaf terlebih dahulu kepada orang lain memang dirasakan sangat berat, apalagi yang harus diberi maaf adalah orang yang pernah menyakiti. Tetapi jika kita sanggup melaksanakannya berarti kita telah mengikuti apa yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau selalu memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya bahkan mau membunuhnya.

3) Tawadhu’

Artinya rendah hati. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Meski dalam pelaksanaannya orang yang rendah hati terkadang


(51)

cenderung merendahkan dirinya di hadapan orang lain, tetapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri. Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan sebagainya semua itu adalah karunia dari Allah SWT.

4) Istiqamah

Adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Istiqamah apabila dipandang sekilas kelihatannya merupakan suatu hal yang remeh dan tidak berarti. Maka jarang sekali orang yang menghayati dan mengamalkan isi dari istiqamah tersebut. Padahal sudah terbukti banyak orang yang bisa menghasilkan cita-cita mereka dengan melakukan istiqamah dan tabah dalam menanggulangi segala cobaan dan rintangan.40

E. Metode Pendidikan Akhlak

Berkaitan dengan pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang dapat digunakan :

1. Metode Ceramah

40Ibid., h. 65.


(52)

Yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap anak didik dikelas. Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa metode ceramah atau lecturing itu adalah suatu cara penyajian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya.

2. Metode Keteladanan (Uswah Hasanah)

Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh atau teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan sebagainya. Maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini cara sebenarnya sehingga dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. Firman Allah SWT :

ۡﺪَﻘﱠﻟ

ِلﻮُﺳَر ﻲِﻓ ۡﻢُﻜَﻟ َنﺎَﻛ

ِﱠ ٱ

ْاﻮُﺟ ۡﺮَﯾ َنﺎَﻛ ﻦَﻤﱢﻟ ٞﺔَﻨَﺴَﺣ ٌةَﻮ ۡﺳُأ

َﱠ ٱ

َو

َم ۡﻮَﯿۡﻟٱ

َﺮِﺧٓ ۡﻷٱ

َﺮَﻛَذَو

َﱠ ٱ

ا ٗﺮﯿِﺜَﻛ

٢١

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33 : 21).41

3. Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan atau perilaku positif. Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik / positif ini dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain ditempuh dengan


(53)

proses bimbingan dan latihan serta dengan cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat dialam raya yang bentuknya amat teratur.

4. Metode Nasihat

Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat tentang kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban setiap muslim, seperti tertera dalam (QS. Al-Ashr ayat : 3)

ۡﺢﱢﺒَﺴَﻓ

َو َﻚﱢﺑَر ِﺪ ۡﻤَﺤِﺑ

ُۚه ۡﺮِﻔ ۡﻐَﺘ ۡﺳٱ

ُﮫﱠﻧِإ

ۥ

ﺎَۢﺑاﱠﻮَﺗ َنﺎَﻛ

٣

Artiny : “kecuali orang-orang yang beriman da mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.42

5. Metode Kisah atau Cerita

Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya ataupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang diharapkan melalui metode ini adalah : agar anak atau peserta didik dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan.

6. Metode pemberian hadiah dan Hukuman

Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan baik dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan


(54)

hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta didik agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi. Agama Islam memberikan arahan dalam memberi hukuman terhadap anak atau peserta didik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Jangan menghukum ketika marah, karena ketika marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah.

b. Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang dihukum.

c. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat, misalnya dengan menghina dan memaki didepan umum

d. Jangan menyakiti secara fisik.

e. Bertujuan merubah perilaku yang kurang baik atau tidak baik menjadi perilaku yang terpuji.


(55)

BAB III

BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI

A.Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali

Al-Ghazali dan Lingkungan Keluarganya Al-Ghazali dikenal sebagai seorang teolog Muslim, ahli pendidikan, dan sufi abad pertengahan. Lahir pada 1058 M/450 H di desa Ghazalah, di Thus (sekarang dekat Meshed), sebuah kota di Persia. Sekarang daerah tersebut termasuk dalam propinsi Khurasan, Iran. Ia meninggal dunia di kampung halamannya, Thus pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H atau 19 Desember 1111 M pada usia 55 tahun dan dimakamkan di Thaburan, wilayah Thus.

Imam al-Ghazal, nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi, tapi dalam dunia Islam ia lebih dikenal dengan sebutan al-Ghazali saja. Al-Ghazali juga populer dengan sebutan Hujjatul Islam, Zainuddin at-Tusi (Penghias agama), al-Faqih asy-Syafi’i, dan Bahrun Mugriq. Ia juga dijuluki the Spinner yang berarti pemintal atau penenun. Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan ‘Abbasiyah II. Ia lahir di tengah-tengah keluarga yang tinggi religiusitasnya. Ayahnya, Muhammad, adalah seorang penenun dan pemintal kain wol dan menjualnya di tokonya sendiri di Thus, di luar kesibukannya, ia senantiasa menghadiri majelis-majelis pengajian yang diselenggarakan para ulama.43

43Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar (Yogyakarta:1998), h. 15.


(56)

Al-Ghazali juga mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at-Thusi al-Ghazali yang dikenal dengan julukan Majduddin (w.520). Kondisi keluarga yang religius mengarahkan keduanya untuk menjadi ulama besar. Hanya saja saudaranya lebih cenderung kepada kegiatan dakwah dibanding al-Ghazali yang menjadi penulis dan pemikir.

Ayah al-Ghazali adalah seorang pencinta ilmu, bercita-cita tinggi, dan seorang muslim yang saleh yang selalu taat menjalankan agama. Tetapi sayang, ajalnya tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan segala keinginan dan do’anya tercapai. Ia meninggal sewaktu al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad masih kecil. Margaret Smith mencatat bahwa ibu al-Ghazali masih hidup dan berada di Baghdad sewaktu ia dan saudaranya Ahmad sudah menjadi terkenal.

Dengan kehidupannya yang sederhana itu, ayahnya menggemari pola hidup sufi. Sehingga ketika dia sudah merasa ajalnya segera tiba, dia sempat berwasiat kepada seorang sufi, teman karibnya yang bernama Ahmad bin Muhammad ar-Razakani at-Thusi, ahli tasawuf dan Fiqh dari Thus, untuk memelihara dua orang anaknya yang masih kecil-kecil, Yaitu Muhammad dan Ahmad, dengan bekal sedikit warisannya. Sufi itu pun menerima wasiatnya.

Setelah harta tersebut habis, sufi yang hidup faqir itu tak mampu memberinya tambahan. Maka al-Ghazali dan adiknya diserahkan ke sebuah madrasah di Thus untuk bisa memperoleh pakaian, makan, dan pendidikan. Di sinilah awal mula perkembangan intelektual dan spiritual al-Ghazali yang penuh arti sampai akhir


(57)

hayatnya. Tidak diragukan lagi, bahwa al-Ghazali adalah salah seorang pemikir besar Islam dan filsafat kemanusiaan, disamping sebagai salah seorang pribadi yang memiliki berbagai kegeniusan dan banyak karya. Al-Ghazali adalah pakar ilmu syari’ah pada dekadenya, disamping itu dia juga menguasai ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, Kalam, Mantiq, Filsafat, Tasawuf, Akhlak, dan sebagainya.

Pada tiap-tiap disiplin ilmu tersebut, Al-Ghazali telah menulisnya secara mendalam, murni dan bernilai tinggi. Banyak tokoh yang mengungkapkan pujian dan kekagumannya pada al-Ghazali. Imamal-Haramain (seorang mantan gurunya) misalnya, ia berkata “Al-Ghazali adalah lautan tanpa tepi”. Sementara salah seorang muridnya, yaitu Imam Muhammad bin Yahya berkata, “Imam Al-Ghazali adalah asy-Syafi’i kedua”. Pujian juga diungkapkan oleh salah seorang ulama sezamannya, yaitu Abu al-Hasan ‘Abdul Ghafir al-Farisiy, beliau mengatakan, “Imam al-Ghazali adalah Hujjatul Islam bagi kaum Muslimin, imam dari para imam agama, pribadi yang tidak pernah dilihat oleh mata pada diri tokoh-tokoh selainnya, baik lisannya, ucapannya, kecerdasan maupun tabiatnya”.44

Pendidikan dan Karier Intelektual Imam Al-Ghazali Pendidikan al-Ghazali di masa anak-anak berlangsung dikampung halamannya. Setelah ayahnya meninggal dunia ia dan saudaranya dididik oleh Ahmad bin Muhammad ar-Razakani at-Thusi, seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka. Dan kepadanyalah kali pertama al-Ghazali mempelajari Fiqh. Namun setelah sufi tersebut tidak sanggup lagi mengasuh mereka, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di


(1)

3. Pemikiran Imam al-Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak sampai saat ini tetap relevan terbukti dengan banyaknya pendidik yang masih menggunakan konsep beliau. Hanya saja berbeda dalam penyajian pemikiran dan kasus yang dihadapi. Seperti halnya Imam al-Ghazali dalam mendidik sesuai dengan zaman anak tersebut dan tidak bersifat yang mutlak. Dari ini pendidikan akhlak bersifat dinamis dan dapat diimplikasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan akhlak tersebut pada zaman era dlobalisasi dan masih relevan.

B.Saran

Dari hasil kesimpulan di atas, perlu kiranya penulis memberikan saran konstruktif bagi dunia pendidikan, baik bagi pendidik maupun instansi yang menangani pendidikan. Pertama, Sebagai seorang guru hendaknya dapat menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya, sehingga seorang guru harus dapat “digugu dan ditiru” oleh anak didiknya.

Kedua, perlunya sosialisasi terhadap para pendidik ataupun masyarakat luas bahwa kekerasan, penindasan, serta penekanan-penekanan terhadap peserta didik dalam proses belajar akan berimplikasi terhadap kondisi perkembangan psikisnya dan hanya akan melahirkan pribadi-pribadi yang tidak percaya diri, keras dan kasar, yang menyebabkan semakin jauh dari nilai-nilai luhur agama (Islam) yang sangat mengagungkan rasa cinta dan kasih sayang sebagai cerminan akhlak yang mulia.


(2)

C.Penutup

Alhamdulillah atas Ridho dan izin dari Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yan konstruktif guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai ilmu dan pengalaman berharga.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 1998.

--- Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Ahmad Syafi’i Ma’arif, Masalah Pembaruan Pendidikan Islam, dalam Ahmad Busyairi dan Sahil, Azharuddin,Tantangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: LPM UII, 1997.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

--- Ahmad Tafsir, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Mizan 1964. Amin Abdullah, Antara al- Ghazali dan Kant: Filsatat Etika Islam, Penerj. Hamzah,

Bandung: Mizan, 2002.

Alawiyah Abdurrahman, Ajaran Islam Tentang Perawatan Anak, Bandung: Albayan, 1994.

Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Ali’Abdul Hamid Mahmud, Akhlak Mulia, terj Abdul Hayyie Alkattani, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Atiyah al-Abrasyi, Muhammad, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami dan Johar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

A.Sudiarja SJ, “Pendahuluan” dalam Budi Susanto, et al. , Nilai-Nilai Etis Dan Kekuasaan Utopis : Panorama Praksis Etika Indonesia Modern, Yogyakarta : Kanisius, 1992.

Basyuni Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filsuf Muslim, cet. I, Yogyakarta: Al Amin Press, 1997.


(4)

Chang, William, Pendidikan Nilai-nilai Moral, Jakarta: Kompas, 1999. Depertemen Agama, Alqu’ran dan Terjemahanya, Ahidayah, Jakarta: 1986.

Eko Wijayanto, Etika Global untuk masyarakat Global, dalam Kompas, 20 Januari, 2003.

Esposito, John L, Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, (alih bahasa, Eva Y.N), dkk., cet. I, Bandung: Mizan, 2001.

F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme Dan Modernisasi, Diskursus Filosofis Tentang Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, Yogyakarta : Kanisius, 2003.

---, Kritik Ideologi, Pertautan pengetahuan dan Kepentingan, Yogyakarta : Kanisius, 1993.

Frans Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius,1991. ---, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta :

Kanisius, 1994.

Faisal Ismail, Percikan Pemikiran Islam, Yogyakarta : CV Bina Usaha, 1984.

Fathiyyah, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenal Pendidikan Dan Ilmu, Di Penegoro, Bandung: Mizan, 2002.

--- Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-aliran Dalam Pendidikan, Tej. Ahmad Hakim dan Imam Aziz, Jakarta: P3M, 1990..

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1985.

Hasan Sulaiman, Fatiyah, Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali, (terj. Ahmad Hakim dan Imam Aziz), Jakarta: P3M,1990.

Imam Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, Bandung: Karisma, 1994.


(5)

Jamauddin Al-Qasimi, Ihya ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali, Bekasi : Darul Falah, 2010.

Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Muhammad Al-Ghazali, Akhlak seorang Muslim, Bandung : PT Al-Ma’arif, 19.

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubhan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 1984. Safuan Alfandi, Ihya Ululuddiin Imam Al-Ghazali, Solo: Sendang Ilmu, 2011.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan D&R, Jakarta: Erlangga, 2009.

Syamsu Yusuf, psikologi: Perkembangan Anak Dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Thomas Gardon, Guru yang Efektif, Jakarta: Rajawali Press, 1986.

Zaiduddin, Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.


(6)