Efektifitas Peer Education Terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal.

(1)

i SKRIPSI

EFEKTIFITAS METODE

PEER EDUCATION

TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN

MENSTRUAL HYGIENE

PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

OLEH:

NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA NIM. 1102105010

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Ni Putu Devie Pratana Riandika NIM : 1102105010

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

EFEKTIFITAS METODE

PEER EDUCATION

TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN

MENSTRUAL HYGIENE

PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA 1102105010

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

(Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes) NIP. 196412311985032010

Pembimbing Pendamping

(Ns. Indah Mei Rahajeng, S.Kep) NIP. 198303152010122003


(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

EFEKTIFITAS METODE

PEER EDUCATION

TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN

MENSTRUAL HYGIENE

PADA SISWI DI SMP NEGERI 3 ABIANSEMAL

OLEH:

NI PUTU DEVIE PRATANA RIANDIKA NIM. 1102105010

TELAH DIUJI DIHADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: SENIN

TANGGAL: 15 JUNI 2015

TIM PENGUJI

1. Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes (Ketua) ___________ 2. Ns. Indah Mei Rahajeng, S.Kep (Sekretaris)___________ 3. Ns. Ika Widi Astuti, M.kep, Sp.Kep.Mat (Pembahas)___________

MENGETAHUI:

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Pt.Astawa, Sp.OT, M.Kes. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF. NIP. 19530131 1980031 004 NIP. 19501231 198003 1 015


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul Efektifitas Metode Peer Education Terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Bali dan Kabupaten Badung karena telah memberikan ijin penelitian.

4. Ns. Dra. I Dewa Ayu Ketut Surinati, S.Kep.M.Kes, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.

5. Ns. Indah Mei Rahajeng,S.Kep. sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.

6. Kepala sekolah dan pembimbing UKS SMP Negeri 3 Abiansemal yang telah memberikan kesempatan penelitian pada institusi yang dipimpin. 7. Orang tua serta dan adik-adik saya serta seluruh keluarga saya yang telah

memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

8. Sahabat dan orang terdekat saya Santi, Sukma Cumut, Baskara, Risna, Ratih Pugu, Dayu Sukma, Gung Amik, Citta, dan Indri yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.


(6)

vi

9. Responden serta fasilitator yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengikuti penelitian ini.

10.PSIK angkatan 2011 (Achillesextavortouz) yang mendukung dalam penyelesaian skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Denpasar, Mei 2015


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.1Rumusan Masalah ... 6

1.2Tujuan Penelitian ... 6

1.3Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengetahuan ... 10

2.2Menstruasi ... 15

2.3Metode Pendidikan Kesehatan ... 23

2.4Metode Peer Education ... 27

2.5Efektivitas metode Peer Education dalam Meningkatkan Pengetahuan Menstrual Hygiene ... 33

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1Kerangka Konsep ... 37

3.2Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional ... 38

3.3Hipotesis ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 40


(8)

viii

4.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

4.4Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ... 42

4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 44

4.6Pengolahan dan Analisa Data ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ... 55

5.2 Pembahasan Penelitian ... 65

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1Simpulan ... 83

6.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel ... 38 Tabel 5.1 Hasil Analisis Perbedaan Pengetahuan Siswi

Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Peer Education pada

Kelompok Perlakuan di SMPN 3 Abiansemal ... 62 Tabel 5. 2 Perbedaan Pengetahuan Siswi Sebelum dan Sesudah

Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Ceramah pada Kelompok Kontrol di SMPN

3 Abiansemal ... 63 Tabel 5.3 Perbedaan Pengetahuan Siswi Sesudah Diberikan

Materi Menstrual Hygiene pada Kelompok Perlakuan dan kelompok Kontrol di SMPN 3


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Jenis Penelitian ... 40

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ... 41

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 58

Gambar 5.2 Distribusi Pengetahuan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode Peer Education di SMPN 3 Abiansemal ... 59

Gambar 5.3 Distribusi Pengetahuan Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene dengan Metode ceramah di SMPN 3 Abiansemal ... 60

Gambar 5.4 Distribusi Pengetahuan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Susudah Diberikan Materi Menstrual Hygiene di SMPN 3 Abiansemal ... 61


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 2: Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 3: Penjelasan Penelitian

Lampiran 4: Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5: Surat Persetujuan Menjadi Fasilitator Lampiran 6: Surat Persetujuan Menjadi Pembicara Lampiran 7: Kisi-Kisi Kuesioner

Lampiran 8: Kuesioner Siswi Lampiran 9: Kuesioner Fasilitator Lampiran 10: Kunci Jawaban Lampiran 11: Lembar Jawaban

Lampiran 12: Pedoman Pelaksanaan Pemberian Materi Menstrual Hygiene Oleh Fasilitator

Lampiran 13: Master Tabel

Lampiran 14: Hasil Analisa Data penelitian Lampiran 15: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 16: Dokumentasi Penelitian

Lampiran 17: Surat Permohonan melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 18: Surat Permohonan Melakukan Uji Validitias

Lampiran 19: Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian oleh Pemerintah Provinsi Bali


(12)

xii

Lampiran 20: Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian oleh Pemerintah Kabupaten Badung

Lampiran 21: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian oleh SMPN 3 Abiansemal

Lampiran 22: Surat Keterangan Telah Melakukan Uji Validitas oleh SMPN 2 Abiansemal


(13)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

ISK : Infeksi Saluran Kemih

KB : Keluarga Berencana

KKR : Kader Kesehatan Remaja

LSS : Lomba Sekolah Sehat

MA : Madrasah Aliyah

MAK : Madrasah Aliyah Kejuruan

pH : Power of Hydrogen (Derajat Keasaman) PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

RA : Roudhotul Athfal

SAP : Satuan Acara Penyuluhan

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

SMP : Sekolah Menengah Pertama

TK : Taman Kanak- Kanak

TV : Televisi


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan munculnya pubertas (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi (Hurlock, 2004). Ciri khas yang menjadi pertanda bahwa telah terjadi pematangan organ reproduksi adalah terjadinya menarche pada wanita. Menarche adalah haid yang pertama kali terjadi pada wanita (Yusuf, 2010). Namun menarche sering kali dianggap oleh beberapa remaja sebagai suatu hal yang tidak normal.

Remaja menganggap menarche sebagai sesuatu yang menakutkan, traumatik, bahkan menjijikan. Anak perempuan yang tidak mengenal tubuhnya dan bagaimana proses reproduksi berlangsung dapat mengira bahwa menstruasi merupakan bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk. Hal ini seringkali menyebabkan anak takut dan gelisah (Marhamatunnisa, 2012).


(15)

1

Respon negatif ini membawa dampak buruk pada perilaku remaja saat menghadapi menstruasi khususnya perilaku menstural hygiene. Hal ini terungkap dalam acara Kampanye Shine With Charm yang menemukan hasil bahwa wanita Indonesia kurang memperhatikan kebersihan di area genital saat sedang menstruasi karena mereka jarang mengganti pembalut atau pantyliner. Berdasarkan penelitian dilakukan beberapa sekolah di Indonesia sedikitnya ada lima alasan yang menyebabkan wanita malas mengganti pembalutnya, seperti; faktor malu, khawatir tidak bersih, malas, hemat, dan lupa. Survei yang dilakukan di kalangan pelajar, menemukan hasil bahwa mereka jarang mengganti pembalut karena faktor malu, bingung harus dimana membuang pembalut bekas pakai, dan takut ketahuan teman lelaki (Wahyu, 2013).

Menstrual hygiene sering dianggap sebagai sesuatu yang sepele padahal buruknya menstrual hygiene dapat menyebabkan Infeksi Saluran kemih (ISK) dan mungkin juga kanker servik oleh karena virus dan bakteri berkembangbiak pada kondisi yang lembab (Proverawati, 2009). Berdasarkan survei kesehatan 62% perempuan di Indonesia mengalami infeksi vagina seperti flour albus, vaginitis, endometritis, dan servisitis penyakit vulvovaginitis pada masa kanak-kanak (Puspitaningrum, Suryaputro, dan Widagdo, 2012).

Banyak anak menghadapi menarche dengan respon negatif, tetapi tetap terdapat kelompok anak yang justru menilai menarche sebagai peristiwa normal. Menurut Penelitian Lee (2008) dalam Marhamatunnisa, 48% responden


(16)

1

menganggap menstruasi merupakan periode normal yang akan dialami setiap wanita untuk menuju kedewasaan dan kewanitaan (feminitas). Kelompok tersebut merupakan kelompok yang sudah memiliki pengetahuan dan persiapan yang cukup terkait menarche.

Pengetahuan dan persiapan yang cukup saat menghadapi menarche merupakan hal yang sangat penting, namun tidak semua remaja mendapatkan informasi yang benar terkait menstrual hygiene karena di Indonesia penjelasan tentang kesehatan reproduksi masih dianggap tabu. Bahkan setelah terjadi menarche mereka menerima beberapa informasi tentang proses fisiologis tubuh mereka tersebut dari rekan (teman sekelas) yang belum tentu memberikan informasi yang benar (Unicef, 2010).

Menurut penelitian Tirtawati (2005), remaja memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari TV (98%), guru (96%), teman (91%), orang tua (40%), petugas kesehatan (24%), petugas KB (16%), dan dari radio (66%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa teman memiliki persentase besar dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi bahkan lebih besar dari orangtua, petugas kesehatan, dan petugas KB yang notabene sudah pasti memberikan informasi yang benar terkait kesehatan reproduksi.

Teman sebaya memberikan pengaruh paling kuat di saat masa remaja awal (usia 12- 13 tahun). Teman sebaya menjadi sumber informasi, kasih sayang, simpati,


(17)

1

pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandiriam dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua (Papalia, Old, Feldman, 2009), padahal informasi yang didapatkan dari teman sebaya belum tentu informasi yang benar (Afifah, 2013). Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan kelompok remaja terlatih yang diharapkan mampu memberikan informasi yang benar kepada teman- temannya.

Kementerian Kesehatan RI mengembangkan strategi baru untuk meningkatkan pengetahuan remaja dengan menggunakan strategi pelatihan teman sebaya dengan pola pembelajaran yang menitik beratkan informasi dari dan untuk siswa itu sendiri, dengan pola ini siswa menjadi lebih aktif (DepKes RI, 2006). Dibandingkan dengan metode ceramah langsung yang dinilai kurang tepat, karena cenderung menyebabkan remaja pasif dan hanya memperhatikan, mendengarkan, dan mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010). Metode pelatihan dengan dengan strategi teman sebaya dikenal dengan metode peer education.

Peer Education adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, ini dapat berarti kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan profesi dan jenis kelamin (Harahap dan Andayani, 2004). Peer education diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan


(18)

1

sehat pada remaja. Peer education merupakan metode pendidikan kesehatan yang dapat diterapkan oleh UKS (Usaha kesehatan Sekolah), namun pada kenyataannya metode ini masih jarang diterapkan oleh UKS.

Berdasarkan hasil survei di Indonesia pengembangan UKS tidak mengalami kemajuan, belum semua sekolah menganggap penting peranan UKS. UKS hanya aktif saat diadakan penilaian Lomba Sekolah Sehat (LSS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, namun setelah perlombaan selesai tidak ada pembinaan lebih lanjut sehingga UKS kembali tidak aktif dan tidak menjalankan program-programnya (Hukormas,2012). Menurut Direktur Eksekutif Daerah

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali peran UKS di provinsi

Balipun perlu dioptimalkan kembali karena UKS selama ini hanya aktif ketika akan diadakan lomba saja padahal keberadaan UKS seharusnya juga dilengkapi dengan info-info yang terkait dengan kesehatan reproduksi (Balipost, 2013).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 3 Abiansemal menunjukkan bahwa 539 siswi dari 842 siswi telah mengalami menstruasi. Sekolah ini pernah mengikuti lomba UKS tingkat nasional tahun 2008, sekolah ini juga pernah melakukan pelatihan Kader Kesehatan Remaja (KKR) untuk memberikan pendidikan kesehatan dengan metode peer education namun metode tersebut sudah tidak diterapkan lagi sejak tahun 2013 sehingga peneliti ingin menerapkan lagi metode peer education di sekolah ini.


(19)

1

Berdasarkan latarbelakang di atas maka peneliti tertarik mengangkat penelitian

“Efektifitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal”.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu “Apakah metode peer education efektif terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada Siswi di SMP Negeri 3 Abiansemal?”

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas metode peer education terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada siswi di SMPN 3 Abiansemal.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sebelum diberikan materi menstrual hygiene dengan metode peer education pada kelompok perlakuan di SMPN 3 Abiansemal.


(20)

1

2. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sebelum diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.

3. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode peer education pada kelompok perlakuan di SMPN 3 Abiansemal.

4. Mengidentifikasi pengetahuan siswi sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.

5. Menganalisis perbedaan pengetahuan siswi sebelum dan sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode peer education pada kelompok perlakuan di SMPN 3 Abiansemal.

6. Menganalisis perbedaan pengetahuan siswi sebelum dan sesudah diberikan materi menstrual hygiene dengan metode ceramah pada kelompok kontrol di SMPN 3 Abiansemal.

7. Menganalisis efektifitas metode peer education terhadap peningkatan pengetahuan menstrual hygiene pada siswi di SMPN 3 Abiansemal.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Ilmu Pengetahuan Khususnya Keperawatan Maternitas

Memperkaya wawasan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan maternitas dan komunitas pada kelompok khusus yaitu remaja awal, yang diharapkan


(21)

1

mampu menjadi langkah preventif terhadap penyakit-penyakit terkait menstrual hygiene yang buruk.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan gambaran tentang metode peer education dan memberikan ide baru untuk mengeksplorasi masalah-masalah yang belum terungkap pada peneliti kali ini, sehingga tertarik untuk melanjutkannya.

3. Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga keperawatan untuk mengetahui peran serta remaja sebagai penggerak perilaku personal hygiene terutama menstrual hygiene dengan pendekatan kelompok teman sebaya (peer group).

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi untuk sekolah yaitu dengan menggunakan metode peer education dalam memberikan intervensi atau materi yang lainnya.


(22)

1 2. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan membantu memberikan pilihan metode pemberian health education pada anak usia remaja khususnya anak yang berada di jenjang pendidikan dasar.


(23)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba) yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu sehingga menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Hidayat, 2007). Seseorang dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki, selain pengalaman, seseorang juga menjadi tahu karena diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). Pengetahuan didapatkan melalui proses belajar, seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo tahun 2007, pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang mencakup dalam domain kognitif, yaitu:


(24)

11

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar. Seseorang yang memahami harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Contohnya mampu mengaplikasikan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.


(25)

12

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria–kriteria yang ada.

2.1.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Erfandi (2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 1. Faktor internal

a. Umur

Umur individu dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan seseorang maka ia akan lebih matang dalam berfikir logis.


(26)

13

b. Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya semakin kurang pendidikan seseorang maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadi seseorang dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

2. Faktor Eksternal a. Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang suatu hal. Informasi memberikan pengaruh kepada seseorang meskipun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan rendah. Informasi yang baik dari berbagai media akan dapat meningkatkan pengetahuan orang tersebut.

b. Lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi di sekitar manusia yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.


(27)

14

c. Sosial Budaya

Sosial budaya mempengaruhi pengetahuan seseorang karena kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain membuat seseorang mengalami proses belajar sehingga ia mendapat suatu pengetahuan.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).

Hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan menjadi (Nursalam, 2003) : 1. 76 %-100 % jawaban benar = tingkat pengetahuan baik.

2. 56 %-75 % jawaban benar = tingkat pengetahuan cukup. 3. ≤55 % jawaban benar = tingkat pengetahuan kurang.


(28)

15

2.2Menstruasi

2.2.1 Pengertian Menstruasi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009). Menstruasi/Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan perempuan setiap bulan akibat gugurnya dinding rahim karena sel telur tidak dibuahi (Hanafiah, 2009).

Menstruasi atau sering disebut haid merupakan ciri pubertas primer yaitu perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Proverawati, 2009). Haid merupakan siklus menstruasi yang normal, dengan menarche (menstruasi pertama kali) sebagai titik awal. Umumnya menstruasi berlangsung setiap 28 hari selama lebih kurang 7 hari. Lama perdarahannya sekitar 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau ke-3 (Manuaba, 2008). Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 – 16 tahun (Jones, 2005).


(29)

16

2.2.2 Menstrual Hygiene

1. Pengertian Menstrual Hygiene

Menstrual hygiene merupakan mamajemen diri saat menstruasi dengan aman dan sesuai aturan mulai dari menggunakan produk- produk yang aman saat menstruasi, air bersih, penggunaan toilet, sampai membuang pembalut dengan benar (Patkar, 2011).

Hygiene pada saat menstruasi merupakan komponen personal hygiene (kebersihan perorangan) yang memegang peranan penting dalam status perilaku kesehatan seseorang, termasuk menghindari adanya gangguan pada fungsi alat reproduksi. Hygiene pada saat menstruasi merupakan hal penting dalam menentukan kesehatan organ reproduksi remaja putri, khususnya terhindar dari infeksi organ reproduksi. Wanita saat menstruasi harus menjaga organ reproduksi dengan baik, terutama pada bagian vagina, karena apabila tidak dijaga kebersihannya dapat menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009).

Jadi menstrual hygiene merupakan perilaku menjaga kebersihan diri selama menstruasi terutama kebersihan organ reproduksi untuk mencegah penyakit yang dapat mengganggu fungsi organ reproduksi.


(30)

17

2. Tujuan Menstrual Hygiene

Tujuan melakukan perilaku higienis pada saat menstruasi yaitu agar terhindar dari penyakit seperti kanker rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri dan bersemangat, tidak dijauhi teman-teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos-mitos yang beredar di masyarakat karena sudah memiliki pengetahuan tentang menstrual hygiene, serta memiliki kepedulian akan kebersihan alat reproduksinya (Indriastuti, 2009).

3. Cara Melakukan Menstrual Hygiene

Menurut Salim dalam Maulida (2013), Laksamana (2002), dan Siswono (2001) menyatakan bahwa ada beberapa cara mudah dalam merawat alat kelamin saat menstruasi yaitu sebagai berikut:

a. Menjaga kebersihan diri dengan mandi minimal dua kali sehari dan keramas. Saat menstruasi wanita lebih berkeringat dibandingkan hari-hari biasa, agar tubuh tetap segar dan bebas dari bau maka wanita wajib mandi yang bersih dan mencuci rambut. Mandi dilakukan minimal dua kali sehari dan mencuci rambut satu kali/ hari untuk rambut berminyak sedangkan untuk rambut normal dua sampai tiga kali/ minggu.

b. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah mengganti pembalut. c. Menggunakan pembalut yang bersih dan berbahan lembut, menyerap dengan

baik serta tidak membuat alergi dan merekat baik pada celana dalam.

d. Membersihkan bekas keringat yang ada di sekitar alat kelamin secara teratur dengan air bersih, dan sabun lembut dengan kadar soda rendah terutama setelah


(31)

18

Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Membasuh kelamin dari arah depan (vagina) ke belakang (anus) agar bakteri di sekitar anus tidak terbawa ke vagina karena dapat menimbulkan infeksi.

e. Menggunakan air yang bersih untuk mencuci organ reproduksi.

f. Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari, menggunakan pakaian dalam berbahan katun untuk mempermudah penyerapan keringat dan tidak ketat. Celana yang ketat seperti celana jeans membuat kulit susah bernafas dan akhirnya menyebabkan daerah kewanitaan menjadi lembab, berkeringat, dan mudah menjadi tempat berkembang biak jamur yang dapat menimbulkan iritasi dan infeksi.

g. Mengganti pembalut secara teratur 4-5 kali perhari atau setiap enam jam sekali. h. Menurut Ali dalam Fitriyah (2014) menggunakan pembalut (sanitary pad) yang siap pakai, bukan pembalut kain karena pembalut kain kurang hygiene akibat perawatannya yang kurang baik, seperti mengeringkan di tempat tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari yang meneyabkan risiko tumbuhnya mikroorganisme atau larva.

i. Mencukur rambut disekitar daerah kemaluan untuk menghindari tumbuhnya bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah reproduksi. Mencukur lebih baik dari mencabut karena mencabut bulu kemaluan dapat menyebabkan tertumpuknya kuman dan bakteri pada lubang bekas pencabutan.

j. Jika menggunakan toilet umum siram dahulu toilet yang akan dipakai dan gunakan air dari keran bukan yang berada dalam bak air.


(32)

19

k. Keringkan area vulva dengan handuk atau tisu bila selesai buang air kecil atau buang air besar agar vagina tidak lembab.

l. Tidak menggunakan bedak, minyak dan produk pembersih vagina karena vagina otomatis akan membersihkan dirinya. Vagina memiliki mekanisme alami untuk mempertahankan keasamannya yaitu adanya kuman Doderlin yang hidup di vagina dan berfungsi memproduksi asam sehingga terbentuk suasana masam yang mampu mencegah bakteri masuk ke dalam vagina. Menggunakan produk pembersih vagina hanya akan membuat PH atau keasaman vagina terganggu dan membunuh bakteri baik yang dapat menyebabkan infeksi ke organ reproduksi bagian dalam.

m.Menurut Nada dalam Fitriyah (2014) membuang pembalut bekas dengan dibungkus dengan kantong kertas kemudian di buang ke tempat sampah limbah padat.

n. Mengkonsumsi sayur dan buah karena antioksidan didalam sayur dan buah bermanfaat tinggi. Meningkatkan konsumsi makanan mengandung banyak zat besi dan vitamin seperti hati ayam/ sapi, daging, telur, sayur dan buah. Olahraga teratur, kurangi konsumsi lemak dan idealkan berat badan.

o. Tidak mempercayai mitos seperti larangan memotong kuku, rambut, dan keramas selama menstruasi karena larangan tersebut tidak memiliki penjelasan secara medis, justru perempuan harus menjaga kebersihan diri saat menstruasi (Suharti, 2008).

p. Konsultasikan ke dokter apabila ada perubahan warna, gatal dan gangguan pada vagina.


(33)

20

4. Cara menghindari Alergi Kulit saat Menstruasi

Menurut Dwikarya (2005) cara menghindari alergi kulit saat menstruasi adalah sebagai berikut:

a. Mengganti jenis atau merek pembalut jika terjadi alergi atau iritasi kulit. b. Daerah iritasi dibilas dengan air aquadest bukan air ledeng saat mandi. c. Menghindari penggunaan sabun.

d. Menggunakan sabun lunak yang ber- PH rendah.

e. Mencuci celana dalam dengan sabun cuci pakaian yang lembut.

f. Mengoleskan krim anti alergi dengan lembut dan hati- hati pada vagina. g. Jika gatal kompres dengan menggunakan handuk yang dicelupkan air es,

jangan menggaruk bagian yang gatal. h. Hindari penyebab alergi dan iritasi.

5. Hal – Hal yang Dilarang Saat Menstruasi

Suharti (2008) menyebutkan hal- hal yang dilarang saat menstruasi adalah sebagai berikut:

a. Berhubungan Seksual

Berhubungan seksual saat menstruasi dilarang karena saat menstruasi organ reproduksi wanita tidak steril, dapat menyebabkan infeksi dari kuman yang ada di darah. Bahaya sudden death karena saat menstruasi pembuluh darah membuka dan saat hubungan intim bisa berakibat terbawanya udara dari luar masuk melalui pembuluh darah yang terbuka sampai ke jantung yang dapat


(34)

21

menyebabkan kematian. Selain itu, berhubungan seksual saat menstruasi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman karena saat menstruasi suasana hati perempuan sering terganggu.

Hubungan seksual dapat menimbulkan perlukaan, darah menstruasi atau sperma yang tidak steril bisa masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. Kuman-kuman yang keluar saat menstruasipun dapat masuk kembali saat melakukan hubungan seksual dan menyebabkan infeksi (Kissanti, 2008).

b. Olahraga Berat

Olahraga berat dikhawatirkan menyebabkan perdarahan berat karena banyaknya pembuluh darah yang terbuka saat menstruasi, sehingga perempuan disarankan memilih olahraga yang sesuai dengan kemampuannya salah satunya olahraga ringan seperti jalan santai. Olahraga berat dapat menimbulkan keringat berlebih. Keringat dan minyak berlebih membuat vagina semakin lembab dan makin rentan pula terkena infeksi (Kusmiran, 2011).

c. Berenang

Kontak dengan air seperti berenang, menyelam, berendam di bath tub, whirlpool, dan sejenisnya dapat menyebabkan infeksi karena ketika berada di dalam air bisa jadi air kolam renang atau air laut mengandung banyak kuman


(35)

22

yang dapat menyebabkan infeksi karena saat menstruasi pembuluh darah terbuka.

6. Dampak Tidak melakukan Menstrual Hygiene

Kebersihan diri saat menstruasi sangat diperlukan agar terhindar dari penyakit. Asma (2009) menyatakan pemakaian pembalut yang terlalu lama dapat menyebabkan kanker serviks karena pembalut mengandung zat dioksin (zat pemutih kertas), pembalut yang mengandung zat dioksin juga menyebabkan bagian intim organ kewanitaan mengalami masalah seperti keputihan, gatal-gatal dan iritasi. Menurut WHO dalam KabarNet (2011),

Indonesia merupakan negara dengan penderita kanker mulut rahim nomor satu di dunia dan 62% diakibatkan oleh penggunaan pembalut yang kurang berkualitas.

Menurut Proverawati (2009) kurangnya pengetahuan wanita dalam menjaga personal hygiene saat menstruasi menyebabkan organ kewanitaan menjadi lembab sehingga bakteri dan virus mudah berkembang biak hal ini dapat menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan kanker servik. ISK juga disebabkan karena praktik mencuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah dari belakangang ke depan setelah berkemih atau defekasi (Potter dan Perry, 2005).


(36)

23

2.3Metode Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Achjar, 2010). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) tujuan penggunaan metode adalah adanya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa (kognitif), sikap (afektif), maupun tindakan (motorik) atau kombinasi dari komponen tersebut. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk memberikan pengetahuan karena pengetahuan akan mengubah perilaku dan perubahan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng, oleh karena itu pengetahuan merupakan domain terpenting dalam membentuk perilaku tertutup maupun terbuka (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2007), metode pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :

1. Metode perorangan (individual)

Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain:


(37)

24

a. Bimbingan dan penyuluhan

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.

b. Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode kelompok

Dalam memilih metode kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup:

a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.


(38)

25

1) Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah :

a)Persiapan

Keberhasilan ceramah dipengaruh penguasaan materi oleh penceramah. Penceramah harus mempersiapkan materi, mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Materi dapat disusun dalam bentuk diagram atau skema. Penceramah juga harus mempersiapkan alat bantu pembelajaran agar materi yang diberikan dapat lebih mudah diterima.

b)Pelaksanaan

Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran. Untuk dapat menguasai sasaran penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas. Selain itu dalam pelaksanaan penceramah diharapkan memiliki pandangan yang tertuju ke seluruh peserta, berdiri di depan atau di pertengahan, tidak duduk, dan menggunakan kacamata jika memiliki gangguan penglihatan.

Metode ceramah merupakan metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi serta efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta didik (Roymond dan


(39)

26

Simamora, 2008). Namun penyampaian informasi dengan metode ceramah murni hanya efektif sekitar 15 menit pertama, menit-menit berikutnya daya serap siswa terhadap ceramah mulai menurun karena siswa mengalami kejenuhan pada selang waktu tertentu (Gulo, W, 2005).

2) Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi, dan metode pendidikan sebaya (peer education).

3.Metode penyuluhan massa

Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya. Pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan


(40)

27

media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan di majalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.

2.4Metode Peer Education

2.4.1 Pengertian Peer Education

Menurut Negara (2006) peer education merupakan pendidikan sebaya yang dilaksanakan antar kelompok sebaya dengan dipandu fasilitator yang juga berasal dari kelompok itu sendiri atau yang mengerti kelompok itu. Peer Education efektif dalam mengatasi berbagai masalah remaja, karena penjelasan yang diberikan oleh seorang kelompoknya sendiri akan lebih mudah dipahami. Pendidikan lebih bermanfaat, karena alih pengetahuan dilaksanakan oleh antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi menjadi lebih terbuka dan masalah yang dihadapipun diselesaikan secara bersama.

Peer education merupakan proses untuk melatih dan memotivasi sekelompok anak melaui aktifitas pendidikan informal maupun formal yang dilakukan dalam satu kelompok sebaya (memiliki kesamaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, status kesehatan, minat dan lain-lain) dalam jangka waktu tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap keyakinan dan


(41)

28

keterampilan sehingga mampu untuk bertanggung jawab dan menjaga kesehatan dirinya (Mcdonald,et al., 2003).

2.4.2 Metode dalam Peer Education

Menurut Mcdonald et al., (2003) dalam melakukan edukasi sebaya perlu disesuaikan dengan karakteristik partisipan yaitu, meliputi:

1. Planned Group Sessions

Planned Group Sessions lebih dikenal dengan forum diskusi atau sesi tanya jawab dalam kelompok yang terencana. Sesi ini kelompok ini dipimpin oleh edukator sebaya dan bersifat lebih iteraktif, partisipatif, dan praktis dibandingkan dengan sesi kelompok yang dipimpin oleh guru atau tenaga profesional. Sesi kelompok pada umumnya digunakan untuk menggali nilai atau pendapat serta penyampaian informasi oleh edukator sebaya.

2. Dissemination of Resources and Information

Metode ini dilakukan dalam bentuk pemberian informasi melalui berbagai sumber seperti: leaflet, poster, booklet, balon berisikan pesan kesehatan dan sebagainya. Edukator sebaya juga memiliki peluang untuk melakukan komunikasi, memberikan penjelasan, serta anjuran kepada anggota kelompok sebaya secara interaktif dengan menggunakan sumber yang ada. Penggunaan model atau objek tambahan yang relevan dalam memberikan penjelasan akan meningkatkan interaksi spontan dan patisipasi yang lebih besar dari anggota kelompok sebaya.


(42)

29

3. Opportunistic Interactions

Metode ini bersifat informal, berupa pemberian edukasi oleh edukator sebaya secara spontan yang terjadi dalam interaksi sehari-hari. Edukator sebaya akan memberikan informasi yang diperoleh dari pelatihan kepada kelompok sebayanya. Proses dari metode ini diidentifikasi sebagai difusi budaya berupa penyebaran pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui jaringan sosial.

4. Pendekatan kreatif dengan budaya popular

Pendekatan kreatif dengan budaya popular dalam edukasi sebaya sangat diperlukan untuk menarik minat anggota kelompok sebaya. Bentuk dari metode ini antara lain, seperti: permainan interaktif, musik, bermain peran (role play), seni gambar/visual art, video drama, majalah serta pemanfaatan web site dalam pengembangan jaringan kelompok.

2.4.3 Kriteria menjadi Peer Educator

Menurut Pusat Kajian Perlindungan Anak (2008) peer educator atau fasilitator merupakan pendidik sebaya yang akan menjadi narasumber dalam kelompoknya. Syarat untuk menjadi peer educator adalah sebagai berikut:

1. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya. 2. Berminat pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan. 3. Lancar membaca dan menulis.


(43)

30

4. Memiliki ciri-ciri kepribadian antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong. 5. Memiliki kemampuan untuk mempengaruhi teman sebayanya, memiliki

perilaku yang cenderung tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan dan mempunyai rasa percaya diri (Imron, 2012).

Fasilitator memposisikan kedudukannya setara dengan peserta, berkontribusi untuk memberikan informasi, menarik kesimpulan, memberikan feedback dan respon sesuai dengan pendidik sebaya (Rahardjo, 2008).

2.4.4 Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education

Ford dan Collier (2006) menyatakan mekanisme atau tahapan kegiatan edukasi sebaya, antara lain:

1. Perencanaan (planning)

Perencanaan edukasi sebaya meliputi beberapa tahan aktifitas, berupa: tahap pertama yaitu, mengidentifikasi isu yang berkenaan dengan masalah, menentukan kelompok target dan menentukan tujuan yang jelas; tahap kedua yaitu menentukan edukator sebaya; tahap ketiga yaitu merancang kegiatan edukator sebaya dalam kelompok sebaya; dan tahap keempat yaitu merencanakan strategi untuk monitoring dan evaluasi.


(44)

31

2. Pelatihan (training)

Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Pelatihan edukator sebaya untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh fasilitator terkait informasi atau isu permasalahan yang akan dibahas, keterampilan dalam melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman kelompok yang sulit diatur.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training, pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi materi), dan pemberian atau pelaksanaan training.

Tempat training edukator sebaya akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya. Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya, karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada. Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi pendek).

Menurut Hayati (2009) menyatakan bahwa pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama 30-40 menit secara berkala untuk memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang diberikan.


(45)

32

3. Implementasi

Aktifitas edukasi sebaya digambarkan dalam bentuk kegiatan formal atau informal. Aktifitas edukasi sebaya formal harus terencana dan terstruktur, biasanya dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang dilakukan oleh fasilitator (McDonlad, et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktifitas: diskusi grup yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran); aktifitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Evaluasi

Mekanisme kegiatan dari edukasi sebaya yang terakhir adalah evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan, juga memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi edukator sebaya dalam menjalankan perannya. Evaluasi merupakan aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan menilai dampak dari sesuatu (McDonald, et al., 2003).


(46)

33

2.5Efektivitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan

Menstrual Hygiene

Perilaku hygiene yang buruk saat menstruasi banyak terjadi pada remaja yang baru mengalami menstruasi karena belum siap dan belum memiliki pengetahuan banyak tentang menstruasi dan kebersihan yang perlu diterapkan saat menstruasi (Hidayat, 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun (Lestari, 2011).

Teman sebaya memberikan pengaruh paling kuat di saat masa remaja awal (usia 12- 13 tahun) serta menurun selama remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknya hubungan mereka dengan orangtua. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandirian dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua. Teman sebaya juga merupakan tempat berlatih membentuk hubungan dekat sebagai latihan membina hubungan di masa dewasa. (Papalia, Old, Feldman, 2009).

Waktu yang dihabiskan dengan teman meningkat drastis, remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman- teman sebaya mereka daripada anggota keluarga atau sendiri (Slavin, 2008). Remaja cenderung memilih teman yang sama dalam hal gender, suku bangsa, dan lain-lain. Remaja lebih mengandalkan teman


(47)

34

dibandingkan orangtua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan serta lebih berbagi rahasia dengan teman mereka. Pertemanan remaja perempuan cenderung lebih dekat dibandingkan remaja laki-laki. Pertemanan menyediakan tempat yang aman untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah (Papalia, Old, feldan, 2009).

Terdapat metode pendidikan kesehatan yang merupakan metode baru dalam pemberian informasi yaitu metode Peer Education (Pendidikan Sebaya) (Unicef, 2012). Peer education (pendidikan sebaya) adalah suatu proses komunikasi, informasi, dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat berarti kelompok sebaya pelajar atau memiliki jenis kelamin sama. Kegiatan sebaya dipandang sangat efektif dalam membrikan health education karena penjelasan mudah dipahami (Wahyuningsih, 2000).

Metode peer education lebih efektif digunakan dalam menyampaikan informasi pada kelompok remaja karena penyampaian materi yang disampaikan oleh kelompok itu sendiri membuat informasi lebih mudah dipahami dan diserap oleh kelompok tersebut (Wati, 2010).

Menurut Ciceklioglu dan Soyer dalam penelitian Rizky Amelia (2014) teman sebaya lebih efektif sebagai penyampai informasi kesehatan karena penyampaian informasi oleh teman sebaya membuat responden lebih terbuka walaupun yang dibicarakan merupakan sesuatu yang sensitif. Menurut Mellanby, Phelps,


(48)

35

Crichton, and T Ripp dalam penelitian Rizky Amelia (2014) pendidikan kesehatan semakin baik jika diberikan di sekolah oleh teman sebaya karena remaja lebih mudah memahami informasi yang diberikan oleh teman sebaya dibandingkan oleh orang tua dan guru karena antar teman sebaya komunikasi menjadi lebih terbuka.

Beberapa penelitian menunjukkan metode peer education efektif untuk meningkatkan pengetahuan. Penelitian Rizky Amelia (2014) menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan sindrom pramenstruasi sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya. Pengetahuan responden menjadi lebih meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo pada tahun 2013 mengenai perbandingan pengaruh metode pendidikan sebaya dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap pengendalian HIV/AIDS pada mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha menunjukkan hasil bahwa metode pendidikan sebaya meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam pencegahan HIV/AIDS secara signifikan dibandingkan metode ceramah.

Menurut Notoatmodjo (2007) metode oleh peer group memberikan kesempatan kepada peserta untuk aktif berperan melalui diskusi dan tanya jawab sehingga terjadi komunikasi dua arah. Sedangkan pada metode ceramah cenderung menyebabkan remaja pasif dan hanya memperhatikan, mendengarkan, dan


(49)

36

mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010).

Teman sebaya menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga meningkatkan minat responden untuk menggali informasi lebih dalam dan menciptakan suasana yang nyaman untuk melakukan diskusi terbuka (Nisma, 2008). Sedangkan dalam metode ceramah suasana cenderung membosankan, siswa tidak aktif, informasi hanya satu arah, feer back relatif rendah, tidak mengembangkan kreatifitas siswa, dan menghalangi daya kritis siswa sehingga ilmu yang diberikan kurang melekat pada ingatan siswa (Hisyam Zaini, dkk, 2001).


(1)

2. Pelatihan (training)

Pelatihan edukator sebaya adalah tahap awal yang harus dilakukan sebelum kegiatan edukasi sebaya berjalan. Pelatihan edukator sebaya untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh fasilitator terkait informasi atau isu permasalahan yang akan dibahas, keterampilan dalam melaksanakan dan memfasilitasi diskusi, menyajikan informasi dan mengatasi teman kelompok yang sulit diatur.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pelatihan edukator sebaya adalah tempat pelaksanaan training, lama waktu training, pelatihan (trainer) edukator sebaya, persiapan pre-training, konten (isi materi), dan pemberian atau pelaksanaan training.

Tempat training edukator sebaya akan lebih baik jika dilakukan di tempat pelaksanaan edukasi sebaya. Waktu pelaksanaan training sangat ditentukan dari tujuan edukasi sebaya, karakteristik edukator sebaya yang ingin dicapai dan sumber daya yang ada. Waktu yang ditentukan harus dapat memenuhi kebutuhan untuk penyampaian isi materi melalui interaksi dan diskusi yaitu berkisar dua sampai dengan tiga hari (sesi panjang) atau 10 sampai dengan 20 jam dalam seminggu (sesi pendek).

Menurut Hayati (2009) menyatakan bahwa pelatihan edukasi sebaya dilaksanakan selama 30-40 menit secara berkala untuk memotivasi kelompok dalam setiap sesi yang diberikan.


(2)

3. Implementasi

Aktifitas edukasi sebaya digambarkan dalam bentuk kegiatan formal atau informal. Aktifitas edukasi sebaya formal harus terencana dan terstruktur, biasanya dilakukan berupa edukasi sebaya di ruang kelas berupa pemberian informasi kepada kelompok sebaya yang dilakukan oleh fasilitator (McDonlad, et al., 2003). Edukasi informal meliputi aktifitas: diskusi grup yang tidak terstruktur; diseminasi sumber-sumber dan saran (anjuran); aktifitas melalui budaya popular, seperti musik, drama, kesenian serta percakapan atau interaksi yang terjadi secara spontan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Evaluasi

Mekanisme kegiatan dari edukasi sebaya yang terakhir adalah evaluasi. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan, juga memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi edukator sebaya dalam menjalankan perannya. Evaluasi merupakan aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan menilai dampak dari sesuatu (McDonald, et al., 2003).


(3)

2.5Efektivitas Metode Peer Education terhadap Peningkatan Pengetahuan Menstrual Hygiene

Perilaku hygiene yang buruk saat menstruasi banyak terjadi pada remaja yang baru mengalami menstruasi karena belum siap dan belum memiliki pengetahuan banyak tentang menstruasi dan kebersihan yang perlu diterapkan saat menstruasi (Hidayat, 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun (Lestari, 2011).

Teman sebaya memberikan pengaruh paling kuat di saat masa remaja awal (usia 12- 13 tahun) serta menurun selama remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknya hubungan mereka dengan orangtua. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral, tempat untuk melakukan eksperimen, serta sarana untuk mencapai otonomi, dan kemandirian dari orangtua karena remaja awal memiliki sifat ingin mandiri dan bebas dari orangtua. Teman sebaya juga merupakan tempat berlatih membentuk hubungan dekat sebagai latihan membina hubungan di masa dewasa. (Papalia, Old, Feldman, 2009).

Waktu yang dihabiskan dengan teman meningkat drastis, remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman- teman sebaya mereka daripada anggota keluarga atau sendiri (Slavin, 2008). Remaja cenderung memilih teman yang sama dalam hal gender, suku bangsa, dan lain-lain. Remaja lebih mengandalkan teman


(4)

dibandingkan orangtua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan serta lebih berbagi rahasia dengan teman mereka. Pertemanan remaja perempuan cenderung lebih dekat dibandingkan remaja laki-laki. Pertemanan menyediakan tempat yang aman untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah (Papalia, Old, feldan, 2009).

Terdapat metode pendidikan kesehatan yang merupakan metode baru dalam pemberian informasi yaitu metode Peer Education (Pendidikan Sebaya) (Unicef, 2012). Peer education (pendidikan sebaya) adalah suatu proses komunikasi, informasi, dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, dapat berarti kelompok sebaya pelajar atau memiliki jenis kelamin sama. Kegiatan sebaya dipandang sangat efektif dalam membrikan health education karena penjelasan mudah dipahami (Wahyuningsih, 2000).

Metode peer education lebih efektif digunakan dalam menyampaikan informasi pada kelompok remaja karena penyampaian materi yang disampaikan oleh kelompok itu sendiri membuat informasi lebih mudah dipahami dan diserap oleh kelompok tersebut (Wati, 2010).

Menurut Ciceklioglu dan Soyer dalam penelitian Rizky Amelia (2014) teman sebaya lebih efektif sebagai penyampai informasi kesehatan karena penyampaian informasi oleh teman sebaya membuat responden lebih terbuka walaupun yang dibicarakan merupakan sesuatu yang sensitif. Menurut Mellanby, Phelps,


(5)

Crichton, and T Ripp dalam penelitian Rizky Amelia (2014) pendidikan kesehatan semakin baik jika diberikan di sekolah oleh teman sebaya karena remaja lebih mudah memahami informasi yang diberikan oleh teman sebaya dibandingkan oleh orang tua dan guru karena antar teman sebaya komunikasi menjadi lebih terbuka.

Beberapa penelitian menunjukkan metode peer education efektif untuk meningkatkan pengetahuan. Penelitian Rizky Amelia (2014) menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan sindrom pramenstruasi sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan sebaya. Pengetahuan responden menjadi lebih meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo pada tahun 2013 mengenai perbandingan pengaruh metode pendidikan sebaya dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap pengendalian HIV/AIDS pada mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha menunjukkan hasil bahwa metode pendidikan sebaya meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam pencegahan HIV/AIDS secara signifikan dibandingkan metode ceramah.

Menurut Notoatmodjo (2007) metode oleh peer group memberikan kesempatan kepada peserta untuk aktif berperan melalui diskusi dan tanya jawab sehingga terjadi komunikasi dua arah. Sedangkan pada metode ceramah cenderung menyebabkan remaja pasif dan hanya memperhatikan, mendengarkan, dan


(6)

mencatat saja sehingga pengetahuan yang didapat juga relatif sedikit (Surantoro, 2010).

Teman sebaya menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga meningkatkan minat responden untuk menggali informasi lebih dalam dan menciptakan suasana yang nyaman untuk melakukan diskusi terbuka (Nisma, 2008). Sedangkan dalam metode ceramah suasana cenderung membosankan, siswa tidak aktif, informasi hanya satu arah, feer back relatif rendah, tidak mengembangkan kreatifitas siswa, dan menghalangi daya kritis siswa sehingga ilmu yang diberikan kurang melekat pada ingatan siswa (Hisyam Zaini, dkk, 2001).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Peer Education Kesehatan Tulang Terhadap Tingkat Pengetahuan Pada Siswa SMP 17 Ciputat

1 24 136

Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Booklet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Menstrual Hygiene Pada Siswi di SDI Al-Falah I Jakarta

3 8 139

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HYGIENE SAAT MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWI REMAJA PUTRI KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

0 4 81

PENGARUH PENYULUHAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERSONAL Pengaruh Penyuluhan Personal Hygiene Terhadap Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Saat Menstruasi Pada Siswi Kelas VII Di SMP Negeri 5 Karanganyar.

0 4 17

PENDAHULUAN Pengaruh Penyuluhan Personal Hygiene Terhadap Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Saat Menstruasi Pada Siswi Kelas VII Di SMP Negeri 5 Karanganyar.

0 3 5

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Penyuluhan Personal Hygiene Terhadap Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Saat Menstruasi Pada Siswi Kelas VII Di SMP Negeri 5 Karanganyar.

0 5 4

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS II SMP DI PONDOK TA’MIRUL ISLAM SURAKARTA.

0 0 13

PENGARUH METODE PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI SMP DI PONDOK TA’MIRUL ISLAM SURAKARTA

0 2 8

PENGARUH PENYULUHAN MELALUI PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN DAN KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V DAN VI DI SD NEGERI TAMANSARI II YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Melalui Peer Education terhadap Pengetahuan dan Kesiapan

0 1 14

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERSONAL HYGIENE GENITALIA TERHADAP PERILAKU HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI KELAS VII SMP NEGERI 3 TEMPEL SLEMAN

0 0 10