PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010).

(1)

SKRIPSI

OLEH:

AGUSTYO EKO WASPODO NPM. 05 43010 317

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011 


(2)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur

Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)” dengan

sebaik-baiknya.

Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak – banyaknya kepada Ibu Dra. Diana Amalia, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Suparwati, S.Sos, Dekan FISIP UPN “Veteran” Jatim.

2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi , Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP

UPN “Veteran” Jatim.

3. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan

ilmu dan dorongan.

4. Mama, Papa, Adik beserta keluarga tercinta yang terus memberi motivasi

dan semangat.

5. Terima kasih yang sebanyak - banyaknya kepada Lina Dewi Budiarti yang

selalu memberi dukungan demi terselesaikannya penelitian ini.

6. Teman-teman “The Nyorngat” ( Erwin Doni, Ana, Merly, Qiqhie, Vicha,


(3)

telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di program studi Ilmu Komunikasi.

Surabaya, 2 Maret 2011


(4)

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….... viii

ABSTRAKSI ………. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Media Cetak ... 11

2.1.2. Kartun Dan Karikatur ... 12

2.1.3. Karikatur Dalam Surat Kabar ... 13

2.1.4. Kritik Sosial ... 18


(5)

2.1.9. Wakil Rakyat ……. ……….... 31

2.1.10. Rakyat ………...…… 33

2.1.11. Merdeka!! ……… 35

2.1.12. Pemaknaan Warna ……… 36

2.2. Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 40

3.2. Korpus ... 41

3.3. Unit Analisis Data ... 41

3.3.1. Ikon (Icon) ... 41

3.3.2. Indeks (Index) ... 42

3.3.3. Simbol (Symbol) ... 42

3.4. Penempatan Ikon, Indeks, dan Simbol ... 43

3.5. Teknik pengumpulan Data ... 43

3.6. Teknik Analisis Data ……… 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karikatur Clekit ……… 46


(6)

” Edisi Selasa, 17 Agustus 2010” Di surat Kabar Jawa Pos .... 52

4.3.2. Tanda dan Acuan Tanda ……… 54

4.3.3. Penggambaran Karikatur Editorial Clekit ”Edisi Selasa, 17 Agustus 2010” Di Surat Kabar Jawa Pos ... ... 54

4.3.4. Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Kategori Tanda Pierce ... 55

4.4. Analisis Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Tiga Kategori Tanda Model Semiotik Pierce ... .. 59

4.4.1. Ikon ... 59

4.4.2. Indeks ... 62

4.4.3. Simbol ... 65

4.5. Makna Keseluruhan Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Triangle of Meaning Pierce ……… ….. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………... 70


(7)

(8)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)”. tentang “kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat”. Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos.

Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini antara lain : teori segitiga makna Charles Sanders Pierce, Kritik Sosial, Etika komunikasi, Kartun dan Karikatur, Karikatur dalam Surat Kabar, Konsep Makna, Pemaknaan Warna, Semiotika. Sumber atau teori tersebut digunakan sebagai dasar atau acuan dalam pembahasan penelitian.

Korpus dalam penelitian ini adalah karikatur gambar clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010. Analisis semiotik ini menggunakan penedekatan semiotika model C.S. Pierce. Dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan deskriptif karikatur, yang mengkategorikan tanda tersebut menjadi ikon, indeks, simbol.

Dari hasil interpretasi, maka Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010 membentuk makna semiotik yaitu adanya hubungan sebab akibat diantara seluruh obyek dalam karikatur, hubungan ini membentuk suatu sifat kurang baik dari wakil rakyat dimana dalam gambar karikatur clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 adalah sebagai wakil rakyat yang sepatutnya menjaga amanah rakyat serta memahami aspirasi rakyat kurang menghiraukan jeritan rakyat yang belum mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Kata kunci : Analisis Semiotik, Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010.


(9)

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan di Indonesia semakin lama semakin tidak dirasakan oleh rakyat Indonesia. Berbeda halnya ketika bangsa Indonesia baru memperoleh kemerdekaannya. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, pemerintah begitu memperdulikan nasib rakyat Indonesia yang kondisinya sangat tertindas karena penjajahan bangsa asing. Sedangkan saat ini, pemerintahan di Indonesia tak lagi memperdulikan esensi akan kemerdekaan bagi rakyatnya. Hal ini disebabkan oleh individu-individu di pemerintahan yang kurang bertanggung jawab atas kewajiban dan jabatan yang seharusnya dijalankan dengan dedikasi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan tidak seharusnya wakil rakyat lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya diatas kepentingan rakyat Indonesia.

Mengapa kekuasaan menjadi rebutan, sementara tanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat cenderung diabaikan. Kesombongan intelektual liberalisme menguasai sistem ekonomi yang kita pilih sekarang, akibatnya ekonomi liberal yang liar mencabik-cabik kekayaan bangsa yang terbagi-bagi hanya di kalangan elit. Pemerintah hanya menjadi penagih pajak yang tunduk pada kekuasaan yang telah dikuasai elit politik dan penguasaha. Korupsi belum juga menunjukkan penurunan yang berarti,


(10)

ketidakseimbangan dimana-mana, semangat separatisme masih bergelaora seiring dengan antisipasi otonomi daerah yang miskin persiapan.

Makna kemerdekaan adalah awal terwujudnya mimpi membangun bersama NKRI untuk kesejahteraan rakyat. Menjaga keamanan seluruh warga dalam lindungan sistem hukum yang adil dan kokoh. Bukan personifikasi kekuasaan individual ke dalam sistem seperti terjadi di wilayah Yudikatif dan eksekutif, atau rancangan sikut-menyikut di legislatif. Diperlukan keinsyafan massal tentang pentingnya kesadaran bersama dalam mengelola seluruh potensi bangsa.

Makna kemerdekaan dalam kerangka demokrasi masih bisa menerima segala hiruk pikuk persaingan para elit untuk menjadi pengelola negara, namun semua itu dalam kepatuhan terhadap aturan main. Yang lebih penting lagi adalah keseriusan serta keberanian dalam menempuh jalan pembangunan yang akan berdampak luas dan positif bagi bangsa Indonesia. Segala perdebatan harus bisa dilaksanakan dalam semangat persatuan dan pada saatnya harus berhenti, para pihak harus mengerti dan mampu menerima secara legowo. Meskipun dendam dan sakit hati itu adalah sifat manusiawi, namun bila kebenaran sedang membimbing Indonesia Raya, kita patut mendukungnya. Sebaliknya bila kegelapan sedang berkuasa kita juga wajib menempuh langkah nyata untuk meneranginya.


(11)

Pada saat ini Indonesia banyak problem internal pemerintahan. Seperti halnya pada kasus dana reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp. 404 miliar yang dinilai sebagai pemborosan uang negara. Jumlah tersebut didapat melalui laporan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) DPR tahun 2010.

Anggaran komunikasi anggota DPR mencapai Rp. 580 juta per orang setiap bulan. Dana tersebut cukup untuk membiayai hidup 162.400 warga miskin selama setahun.

Anggaran komunikasi intensif ini ditujukan untuk keperluan penyerapan aspirasi konstituen di daerah pemilihan. Total anggaran komunikasi intensif pada tahun 2010 untuk seluruh anggota DPR (560 orang) mencapai Rp. 230 miliar atau Rp. 412 juta per orang.

Faktanya anggota Dewan sudah mendapat uang komunikasi Rp 14 juta per bulan atau Rp 168 juta per tahun. “Jika ditotal, setiap anggota DPR akan mendapat Rp 580 juta per tahun,” ujar Uchok Sky Kadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Kamis (22/7).

Pada tahun 2009 uang komunikasi intensif anggota DPR mencapai Rp 211.209.191.000. “Ini benar-benar pemborosan. Uang komunikasi bulanan saja sudah sangat berlebih, apalagi ditambah komunikasi intensif untuk penyerapan aspirasi,” kata Uchok.

Menurut Uchok, uang komunikasi intensif ini bagian dari dana reses yang totalnya mencapai Rp 404 miliar. Perincian dana reses adalah Rp 230


(12)

miliar untuk dana komunikasi intensif, Rp 125 miliar untuk kunjungan kerja reses (4 kali setahun), Rp 33 miliar untuk kunjungan kerja sesuai tata tertib (4 kali setahun), dan Rp 13 miliar untuk kunjungan kerja perseorangan (1 kali setahun).

“Istilahnya, uang reses sebanyak itu untuk keperluan pulang kampung anggota DPR saja. Kunjungan kerja DPR tidak pernah ada hasilnya, yang ada hanya meningkatkan kecemburuan sosial dan mempertinggi tingkat kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat dari Negara itu sendiri.” tandas Uchok. (http://www.vhrmedia.com/Pulsa-DPR-=-Biaya-Hidup-162.400-Orang-Miskin-Setahun--berita5010.html)

Dari pembahasan dan fakta-fakta yang terkumpul diatas penulis memilih media cetak Koran harian Jawa Pos dikarenakan Koran harian Jawa Pos memiliki banyak pembaca yang tersebar di nusantara dan didalam Koran harian tersebut terdapat rubrik yang menampilkan gambar karikatur, dimana karikatur tersebut menggambarkan kejadian yang terjadi dan menjadi topik berita.

Latar belakang penulis memilih permasalahan ini karena dari karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos ini terlihat jelas kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat yang digambarkan, wakil rakyat menggunakan setelan jas berdasi membawa koper serta berteriak “merdeka!!” secara lantang dan rakyat menggunakan pakaian compang-camping yang menjerit “kami belum!!”. Wakil rakyat sebagai elit politik memerdekakan rakyat dengan mental yang masih terjajah.


(13)

Media cetak seperti surat kabar tidak hanya berperan sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi juga mempunyai suatu karakteristik yang menarik. Dari keseluruhan fungsi pers yaitu memberikan informasi, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi pers sebagai kontrol sosial adalah yang terpenting. Karena pada hakekatnya dianggap sebagai kekuatan keempat yakni dalam menjalankan kontrol masyarakat terhadap pemerintah, baik berupa dukungan maupun kritikan.

Kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari penulisan tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari surat kabar tersebut ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu.

Secara implisit kontrol sosial dapat dilakukan salah satunya adalah dengan tampilan karikatur. Keberadaan karikatur pada surat kabar, bukan berarti hanya melengkapi surat kabar dan memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan. Tetapi juga dapat memberikan informasi dan tambahan pengetahuan terhadap masyarakat.

Menurut Nimmo (2000:46) dalam penyajiannya di media cetak, karikatur merupakan salah satu unsur penting, bahkan tak terpisahkan disamping tajuk rencana, opini, dan artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca atau setidak-tidaknya para pembaca awam, karikatur membawa arti komunikasi yang cukup penting. Ketika pesan tak lagi bisa tersampaikan


(14)

dalam bentuk tulisan, maka karikatur seringkali justru bermakna penting karena bisa diinterpretasikan menurut pengalaman personal. Fakta-fakta yang kadang merupakan peristiwa pahit bisa dikemukakan tanpa menyinggung perasaan.

Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologi, maupun bagaimana dia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur merupakan simbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung. Simbol-simbol pada gambar karikatur tersebut merupakan simbol yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima).

Karikatur clekit merupakan pemaknaan dari peristiwa yang terjadi di masyarakat yang meliputi peristiawa politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya yang terjadi. Karikatur clekit dalam satu minggu di muat hanya tiga kali, penyampaian pesan secara implisit dalam artian karikatur sebagai komunikasi tidak langsung (symbolic speech) dimaksudkan untuk mengeembangkan kreatifitas, imajinasi pembaca dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam pesan dan gambar karikatur tersebut. Hasil


(15)

dari makna tersebut yang diharapkan mampu memberikan solusi, pemecahan atau koreksi diri bagi kalangan masyarakat, pemerintah ataupun individu-individu tentang suatu permasalahan.

Berdasarkan latar belakang di atas pemilihan gambar karikatur Clekit tentang permasalahan yang terjadi dimana tergambar dalam karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos, penulis hendak menjabarkan makna yang terkandung dalam karikatur secara semiotik berdasarkan ikon, indek dan simbol. Penulis akan mengartikan karikatur seorang pejabat atau wakil rakyat yang digambarkan sebagai seorang yang merasa merdeka karena telah mendapatkan haknya webagai pejabat pemerintah dan seorang rakyat biasa yang digambarkan sebagai seorang yang belum merdeka karena belum mendapatkan hakya sebagai warga negara, karikatur editorial merupakan karikatur yang memiliki sifat mengkritik atau memiliki makna sosial.

Alasan yang mendasari pemilihan gambar karikatur clekit adalah adanya deformasi jasmani terhadap pihak-pihak yang menjadi sasaran, pembuatan karikatur dalam gambar karikatur clekit yang menyebabkan keimplisitan pesan, yaitu di dalam gambar karikatur terdapat perubahan gambar tokoh yang tidak sesuai lagi dengan gambar atau bentuk asli karena adanya tambahan efek-efek gambar dari kartunis sehingga karikatur tersebut memiliki makna dan pesan yang menimbulkan imajinasi bagi pembaca dalam menyikapi gambar karikatur clekit, dan karikaturis menciptakan sensasi melalui gambar tentang suatu peristiwa yang memiliki makna tersembunyi


(16)

yang menggelitik bagi pembaca. Disamping itu penulis tertarik meneliti gambar karikatur tersebut karena dalam hal ini seorang wakil rakyat dan rakyat biasa menggambarkan adanya terlihat jelas kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat yang digambarkan, wakil rakyat menggunakan setelan jas berdasi membawa koper serta berteriak “merdeka!!” secara lantang dan rakyat menggunakan pakaian compang-camping yang menjerit “kami belum!!”. Dimana dalam gambar karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 adalah sebagai wakil rakyat yang sepatutnya menjaga amanah rakyat serta memahami aspirasi rakyat hanya menikmati hak-haknya secara pribadi dan kurang menghiraukan rakyat yang belum mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Istilah semiotika yang dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh filusuf aliran pragmatic Amerika, Charles Sanders Pierce merujuk pada “Doktrin formal tentang tanda-tanda”. Yang menjadi dasar semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realistis. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya dapat di pandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur, 2003:13). Jadi semiotika


(17)

adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dan lambang. Akhirnya peneliti menemukan ide untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pemaknaan Karikatur Clekit (Studi Semiotik

Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana “Pemaknaan Karikatur Clekit” dalam Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari uraian tentang latar belakang masalah dari perumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah “Pemaknaan Karikatur Clekit” dalam Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos?

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan praktis

Memberikan landasan pada pengelola media massa, dalam hal ini bahwa informasi atau berita tidak hanya bisa dijabarkan melalui tulisan maupun siaran, namun dapat pula berbentuk gambar kartun berupa karikatur yang menarik, memiliki nilai humor didalamnya, mengandung kritikan dan memiliki nilai tersendiri.


(18)

2. Kegunaan teoritis

Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain mengenai studi analisis isi dengan pendekatan semiotik.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial, terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film, dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman hitam putih (Kasali, 1992:99).


(20)

2.1.2. Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur, seperti halnya kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik, dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.

Karikatur (latin: carricare) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar wajah yang didistorsikan, diplesetkan, atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memletotkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa, Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu.

Di Indonesia, konon karikatur mulai berkembang sejak negeri ini dibawah penjajahan Belanda. Yaitu pengaruh dari gambar karikatur yang secara berkala dimuat di surat kabar berbahasa Belanda, misalnya “de locomotif” yang beredar di Indonesia pada saat itu.

Karikaktur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, cara melukis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual dari sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum. (Sobur, 2006:140).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya,


(21)

karikatur dijadikan sarana untuk kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik. (Sobur, 2006:140)

2.1.3. Karikatur dalam Surat kabar

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada komunikan, pada dasarnya pikiran bisa serupa gagasan atau ide, opini, informasi dan lain sebagainya, dimana gagasan, opini dan informasi tersebut muncul dari pemikiran seseorang itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran, kemarahan, kepuasan, keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan tentang komunikasi massa secara umum, komunikasi massa diartikan penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah komunikasi yang pesannya ditujukan oleh sejumlah besar orang anonym, heterogen dan tersebar luas melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis kultural. Dengan kata lain komunikasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada sejumlah orang melalui melaui media massa. Media dalam disipilin bahasa komunikasi adalah sebuah alat untuk menyampaikan pesan untuk berkomunikasi. Dalam konteks masyarakat modern, ia merupakan dengan apa berbagai bentuk komunikasi dilangsungkan (Budiman, 2002: 57).


(22)

Dalam masyarakat dari yang primitif hingga terkomplek komunikasi massa memiliki beberapa fungsi. Menurut Laswell fungsi komunikasi ada tiga, yaitu:

1. The surveillance of the environment

Fungsi ini biasa disebut pengamatan lingkungan, yaitu pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kejadian-kejadian apa yang sedang terjadi.

2. The correlation of part of society in responding to the environment

Fungsi ini adalah fungsi korelasi, fungsi yang menghubungkan bagian-bagian yang ada dalam masyarakat yang menanggapi lingkungan, yakni dengan menghasilkan atau memiliki alternatif-alternatif solusi dalam menangani permasalahan sosial.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next

Fungsi ini biasa disebut sosialisasi dan pendidikan yaitu fungsi transmisi nilai dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnyan (Winarso, 2005: 21)

Media berfungsi sebagai jembatan pengetahuan, pengalaman dan pandangan bagi masyarakat yang dapat membuat kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita tanpa adanya sikap memihak maupun turut campurnya pihak lain. Tugas komunikator dalam media massa ada dua yaitu, mengetahui


(23)

apa yang ingin disampaikan dan mengetahui bagaimana komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. Salah satu komponen media massa adalah media cetak dalam bentuk surat kabar, dan dengan sendirinya media cetak memiliki fungsi-fungsi komunikasi massa. Media cetak berupa surat kabar mempunyai pengaruh besar terhadap pola pemikiran masyarakat dalam menyikapi berita tentang hal-hal yang terjadi di sekitar. Wilbur Schram (Rivers, 2003:34) menggunakan istilah yang lebih sederhana, yaitu sistem komunikasi sebagai penjaga, forum dan guru. Ia dan sejumlah pakar menambahkan fungsi keempat: sumber hiburan.

Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat hiburan karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan mengandung unsur humor dengan membawa pesan sosial. Berasal dari bahasa Italia, caricature tempat kartun pertama muncul didunia pada abad XVII. Perintisnya bernama Amnibale Carrici, seorang karikaturis yang mampu mengubah wajah seseorang menjadi bentuk binatang atau sayuran namun tetap mirip dengan subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik sosial. Akan tetapi kariaktur pertama muncul di Inggris oleh Thomas Rowlandson (1756-1872) dan James Gillary ( 1757-1815). Dalam perkembangan selanjutnya karikatur dihubungkan dengan jurnalisme (Panuju, 2005:86)

Di Indonesia saat ini sendiri karikatur memiliki kedudukan yang cukup berperan khususnya dalam surat kabar, karena karikatur kebanyakan digunakan untuk melengkapi artikel-artikel dalam surat kabar, salah satu


(24)

bentuk karikatur yang didefinisikan oleh Junaedhie “karikatur adalah gambar kartun yang menggambarkan atau memiripkan subyeknya dengan gaya satiris atau mengolok-olok” (Panuju, 2005:85). Memuat karikatur berarti kita dihadapkan pada tanda-tanda visual dan kata-kata. Untuk menguak makna karikatur pada kenyataannya bukan hal yang mudah, para pembaca di ajak untuk berpikir tentang arti dan makna karikatur dan memahami pesan-pesan yang tersirat dalam gambar tersebut.

Karya seni karikatur adalah bagian yang kini tidak dapat dipisahkan dari suatu media terutama media cetak atau surat kabar, karikatur diartikan sebagai opini redaksi media dalam memasukkan unsur lelucon, anekdot dan humor agar siapapun yang melihatnya dapat tersenyum termasuk obyek atau yang dikarikaturkan itu sendiri (Sumandiria, 2004:3). Karikatur penuh dengan perlambangan yang kaya makna, oleh karena itu karikatur diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan bagi informasi pembacanya karena suatu informasi yang disajikan melalui karikatur dapat berfungsi sebagai hiburan yang memiliki nilai bagi pembacanya. Selain dikaji sebagai teks dan gambar juga harus dilakukan menghubungkan karya seni tersebut dengan kejadian yang terjadi disekitar masyarakat yang sedang menonjol atau saat berita tersebut sedang hangat diperbincangkan dan diperdebatkan oleh masyarakat.

Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah karikatur tidak akan menyebabkan revolusi. Karikatur tidak akan menjadi pendobrak, melainkan hanya menyampaikan misi perbaikan untuk suatu keadaan.


(25)

Dengan karikatur kita dapat mengangkat suatu permasalahan yang sedang hangat ke permukaan dengan kemasan yang sangat menarik dan memiliki unsur humor, seorang karikaturis diharapkan berperan sebagai nurani yang bisa diajak berwawancara dengan diri sendiri dan menjadi semacam medium untuk mengungkap suatu permasalahan.

Karikatur merupakan salah satu media yang dapat mengetengahkan suatu masalah yang sedang bergejolak ke permukaan, dapat mengangkat suatu permasalahan yang sedang terjadi, baik masalah tersebut melibatkan seseorang maupun melibatkan beberapa pihak atau sebuah badan, karikatur diharapkan bisa dijadikan sarana penyampaian kritik sosial yang sehat dan tetap tidak melepaskan budaya pers yang bebas namun bertanggung jawab, begitu banyak berita atau “news” yang dapat diketahui dari berbagai literatur, satu sama lain berbeda disebabkan pandangannya dari sudut yang berbeda.

Beberapa tahun lalu, para ahli mendefinisikan berita dengan pandangan dari sudut surat kabar saja. Dan kenyataan menunjukkan bahwa penyiaran radio oleh stasiun radio dan televisi sangat berpengaruh terhadap jurnalistik surat kabar, antara lain dengan kecepatan sampainya berita kepada khalayak. Kalau suatu peristiwa baru dapat diberitakan surat kabar keesokan harinya, lain dengan radio dan televisi hanya dalam hitungan jam saja, bahkan suatu peristiwa nasional dapat disiarkan pada saat kejadian itu sendiri berlangsung, akan tetapi karena ketiga media massa yakni, surat kabar, radio dan televisi masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, maka pada akhirnya masing-masing memiliki upaya saling mengisi.


(26)

Dari puluhan bahkan ratusan definisi berita yang dapat dibaca dalam berbagai buku berkala, ada satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya “Reporting”, yang berbunyi: “News is the timely report of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a considerable number of people” (Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk) (1965:34).

2.1.4. Kritik Sosial

Kritik berasal dari Yunani (kritike = pemisahan, krinoo = memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris “critism” yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia, kritik sosisal adalah suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.

Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem


(27)

sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47). Kritik sosisal juga dapat berarti inovasi sosial, dalam arti bahwa kritik sosial dapat juga membangun gagasan baru yang didapat dari kritik sosial tersebut, perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49).

Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Kritik merupakan bagian essensial dari masyarakat, meskipun teori sosiologi cenderung mengabaikannya. Yang membedakan antara masyarakat satu dengan yang lain hanya cara pernyataannya. Karena dominasi budaya jawa yang sangat kuat, masyarakat Indonesia cenderung menggunakan cara kritik yang tersirat, yang disampaikan secara tidak langsung, misalnya melalui simbol dan sebagainya. Akan tetapi, penyerapan cara kritik jawa itu tidak dapat dilakukan begitu saja, tanpa mempertimbangkan tatanan masyarakat secara keseluruhan.

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahnya. Tidak tertutup mata atas kenyataan bahwa kritik adalah modus sebuah proses input, sehingga otomatis tidak mungkin dihindari. Kritik akan mengingatkan agar masyarakat selalu bertindak sedemikian rupa, sehingga pemikiran, program dan tindakan yang dirancangkan untuk dapat


(28)

mencapai pemecahan terhadap masalah kehidupan dalam masyarakat atau lingkunganya, dilaksanakan dengan akibat yang semanusiawi mungkin.

Kontrol sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktifitas pengendalian, di dalam percakapan sehari-hari sistem pengendalian sosial sering kali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintah (Soekanto, 2002:205). Kritik sosial dapat disampaikan mulai dengan ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra dan melalui media massa seperti karikatur.

Wahana kritik sosial sering kali ditemui di dalam media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Di dalam media ini karikatur biasanya disajikan selingan setelah pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel-artikel yang lebih serius. Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa karikatur sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel tetapi lebih mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004: 04).

2.1.5. Etika Komunikasi

Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami


(29)

oleh pikiran manusia. Tujuan mempelajari etika, untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Pengertian baik Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif), sedangkan pengertian buruk segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.

Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Bila hak itu tidak dijamin akan mengebiri pikiran atau kebebasan berpikir sehingga tidak ada lagi otonomi manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan nurani dan kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002:19). Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya mungkin apabila hak untuk berkomunikasi di publik dihormati. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi tersebut.

Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi (politik). Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik untuk bertangung jawab. Kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnalisme. Tiga prinsip utama deontologi jurnalisme (B. Libois, 1994:6-7) :


(30)

1. Hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan informasi dan sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya. Masuk dalam kategori ini adalah perlindungan atas sumber berita; pemberitaan informasi yang benar dan tepat, jujur dan lengkap; pembedaan antara fakta dan komentar, informasi dan opini; sedangkan metode untuk mendapatkan informasi harus jujur dan pantas (harus ditolak jika ternyata hasil curian, menyembunyikan, menyalahgunakan kepercayaan, dengan menyamar, pelanggaran terhadap rahasia profesi atau instruksi yang harus dirahasiakan)

2. Hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara.

Termasuk dalam hak ini ialah hak akan martabat dan kehormatan; hak atas kesehatan fisik dan mental; hak konsumen dan hak untuk berekspresi dalam media; serta hak jawab. Selain itu harus mendapat jaminan juga ialah hak akan privacy, praduga tak bersalah, hak akan reputasi, hak akan citra yang baik, hak bersuara dan hak akan rahasia berkomunikasi. Jadi, hak akan informasitidak bisa memberi pembenaran pada upaya yang akan merugikan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk menerima atau menolak penyebaran identitasnya melalui media

3. Ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Unsur ketiga deontologi

jurnalisme ini melarang semua bentuk provokasi atau dorongan yang akan membangkitkan kebencian atau ajakan pada pembangkangan sipil.


(31)

Deontologi jurnalisme ini membantu dalam mempertajam makna tanggung jawab. Ia bisa menjadi faktor stabilisasi tindakan yang berasal dari dalam diri aktor komunikasi. (Haryatmoko, 2007 : 45-46)

2.1.6. Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda “ atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak

berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) dalam Sobur (2001:15).

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai “tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. (Sobur, 2006:87)

Tokoh semiotika Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf Amerika. Sedangkan Ferdinand De Saussure adalah pendiri linguistic modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang tanda. (Sobur, 2006:43)

Membuat kajian komik-kartun-karikaur berarti berhadapan dengan tanda-tanda visual dan kata-kata. Maka itu, pembahasan ini menggunakan


(32)

kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkapan makna tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada.

Setiawan mengakui bahwa untuk menguak makna kartun pada kenyataannya bukan pekerjaan mudah, mengingat berbagai persoalannya menyangkut permasalahannya yang berkembang dalam masyarakat, khususnya mengenai masalah sosial dan politik. Selain itu, elemen pembentuk kartun-komik pun cukup kompleks, yakni terdiri atas unsur-unsur berbagai disiplin. (Sobur, 2006:132)

Bagaimana persisnya bisa menganalisis kartun, dalam hal ini ada contoh menarik yang dikemukakan Tomy dengan catatan bahwa kartun yang dibuat pada tahun 2001 ini ini harus diletakkan dalam konteks ketika Abdurrahman Wahid masih menjabat presiden RI, dan Megawati sebagai wakil presiden RI, Amien Rais ketua MPR dan Akbar Tanjung ketua DPR. (Sobur, 2006:133)

Langkah pertama, menurut Tomy, kita mesti dapat mendeskripsikan jalinan tanda di kartun tersebut. Upamanya, kita bisa menandai berdasarkan pola : gesture, komposisi ruang dan hubungan diantara objek. Berdasarkan pengamatan sekilas kita menemukan suatu ruangan dibagi secara diagonal dan disetiap ujung diletakkan empat gambar tokoh politik, keempat tokoh tersebut secara diametral menatap ke arah yang berbeda dengan mata mereka tidak saling memandang. (Sobur, 2006:134)


(33)

Lanjut Tomy, mungkin bisa mengatakan bahwa gambar kartun tersebut tampil sebagai “tanda” karena ada kedekatan antara gambar dengan objeknya. Ada hubungan ikonis antara gambar itu. Dengan demikian

menurutnya, kartun itu memiliki pola: proposition indexical type

(legysign). Suatu pernyataan (proposisi) yang mengacu pada objeknya secara indeksikal dan menjadi “tanda” karena hukum / tradisi / kesepakatan. (Sobur, 2006:134)

Berikutnya, kita bisa mengamati aspek bahasa yang tercantum di bawah ilustrasi tersebut, kemudian mendeskripsikannya dengan mempertimbangkan sign, object, dan interpretant.

Apabila dicermati wacana yang terdapat dalam kartun terkait melalui frase “tokoh”. Acuan dari proposisi tersebut dapat ditemukan di dalam kartun. Dengan demikian proposisi sudah mendapatkan acuan dari teks kartun sendiri.

Sudut interpretan, kalimat tersebut, dalam penilaian Tomy, adalah sebuah proposisi. Artinya, suatu teks yang terbuka dan siap untuk dikonfrontasikan dengan realitas atau tanda lainnya. Teks bahasa diperhadapkan dengan ilustrasi kartun.

Demikian, kata Tomy, secara formal kita bisa mengatakan bahwa proses semiosis yang dominan dalam kartun tersebut gabungan atau proposisi (visual dan verbal) yang dibentuk oleh kombinasi tanda argumen indexical


(34)

Dalam menganalisa kartun atau komik-kartun, kita seyogyanya menempatkan diri sebagai kritikus, agar bisa secara leluasa melakukan penilaian dan memberi tafsiran terhadap komik-kartun tersebut. Melihat

entitas tanda-tanda visual dalam komik, dapat dianggap sebagai “teks”

tersebut. Akan tetapi guna mempertajam interpretasi makna serta menjaga validitas kajian, diperlukan data yang berfungsi sebagai penguat tafsiran.

Hal lain yang cukup berperan adalah adanya narasi penyerta gambar. Narasi-narasi tersebut kadang berupa rangkaian kata-kata, kadang juga berupa

onomatopea suara binatang, bunyi benda jatuh, desiran angin, dan

sebagainya. Berkaitan dengan teks narasi tentu akan menyentuh bidang kesusastraan. (Sobur, 2006:136)

Pada dasarnya, kartun mengungkapkan masalah sesaat secara ringkas namun tajam dan humoritis sehingga tidak jarang mebuat pembaca tersenyum sendirian. Karena itu, pada umumnya satu “kisah” kartun hanya terbit satu kali di dalam surat kabar atau majalah meskipun beberapa kartun yang telah dimuat media massa dapat juga kemudian dihimpun dan diterbitkan kembali. (Sobur, 2006:140)

2.1.7. Analisis Semiotik Charles Sanders Pierce

Menurut Pierce, semiotik adalah suatu tindakan, pengaruh atau kerja sama antara tiga subjek yang terdiri dari tanda (sign), objek (object) dan

interpretant (Sobur, 2001:109).  Beberapa pengertian dalam SEMIOTIK


(35)

1. MODEL ANALISIS CHARLES S.PIERCE

Semiotik berangkat dari elemen utama yang disebut Pierce teori segitiga makna (Triangle meaning):

 Tanda : adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap

oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk / merepretasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.

 Acuan tanda (objek): adalah konteks social yang menjadi referensi

dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

 Pengguna tanda (interpretan): adalah konsep pemikiran dari orang

yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hubungan tanda, Objek dan

Interpretan: 

Tanda merupakan pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan. Sedangkan objek adalah produk yang merupakan fokus peran. Interpretant merupakan pengertian yang diturunkan. Model semiotk menurut Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga makna, seperti berikut:


(36)

Gambar 2.1 : Model Semiotik Pierce

Dengan mengacu pada segitiga elemen makna Pirece, maka dapat diketahui mengenai persoalan bagaimana makna yang muncul dari sebuah tanda (sign) ketika tanda itu digunakan orang pada waktu orang itu berkomunikasi (Sobur, 2003:115).

Pierce mengelompokkan tanda (sign) menjadi tiga komponen, antara lain : ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol). Ketiga kategori tanda tersebut, digambarkan dalam sebuah model segitiga berikut :

Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Pierce

Ikon (ikon) adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan atau sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia

Sign

Object  Interpretant

Icon

Symbol  Index 


(37)

dan merupakan sesuatu yang merujuk / merepretasikan hal lain di luar tanda

itu sendiri. Misal : Patung Sukarno adalah ikon Sukarno.

Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang mempunyai hubungan eksistensi. Misal : awan gelap adalah indeks hujan yang akan turun.

Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama. Misal : Bendera (Mulyana, 2000: 84).

2.1.8. Konsep Makna

Makna dari makna (meaning) merupakan gabungan semiotik dari sisi teoritis maupun terminologis. Akan tetapi banyak ahli semiotikan mendefinisikan istilah makna (meaning) dalam pengertian yang sempit yang meniadakan aspek acuan.

Ogden dan Richard membedakan tidak kurang dari dua puluh tiga makna tentang makna. Pemahaman tentang makna-makna itu dan makna lain dari makna memerlukan penjelasan termonologis. Pedoman yang diambil dalam menentukan istilah-istilah itu yang merupakan marke orientasi adalah tiga istilah yakni makna, arti dan acuan.


(38)

Makna (meaning) telah diadopsi sebagai istilah umum yang mencakup arti (sense) dan acuan (reference) dalam linguistik dan dalam filsafat bahasa.

Menurut Greimas & Courtes, makna “bisa ditetapkan”, dan “ muncul lebih dahulu dibandingkan pemroduksian semiotik”: ”Tidak ada sesuatu pun yang bisa dikatakan tentang makna, kecuali diperkenalkannya pra anggapan metaforis yang penuh implikasi”. Bersinggungan dengan makna, dan efek ini merupakan realitas tunggal yang bisa dipahami, namun tidak bisa dilihat secara langsung. Argumen-argumen mengenai sulit dimengertinya makna itu jelas dinyatakan dalam tradisi perdebatan filsafat tentang kesulitan pemahaman atas acuan.

Makna, merupakan konsep abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dari para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para pemkir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respons yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi, kata Jerold Katz (dalam Fisher) setiap usaha untuk meberikan jawaban yang langsung telah gagal”. Beberapa, seperti misalnya jawaban Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif yang lainnya memberikan jawaban yang salah.


(39)

2.1.9. Wakil rakyat

Wakil rakyat adalah para individu utusan rakyat yang terpilih di antara yang terpilih yang duduk sebagai anggota badan perwakilan rakyat. Wakil Rakyat memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Sebuah tanggung jawab yang tidak bisa diberikan begitu saja kepada sembarang orang yang dinilai dewasa secara umur. Sebuah tanggung jawab yang besar yang diberikan kepada orang yang dewasa dalam bertindak dan berpikir, seorang yang mampu memegang amanah dan kompetensi didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut. (http://kamusbahasaindonesia.org)

Hak Wakil Rakyat :

1. Interpelasi ; (penjelasan Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003 menyatakan

bahwa hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara).

2. Angket ; (penjelasan Pasal 27 UU No. 22 Tahun 2003 menyatakan, hak

angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


(40)

Hak Anggota Wakil Rakyat :

1. Mengajukan rancangan peraturan daerah.

2. Mengajukan pertanyaan.

3. Menyampaikan usul dan pendapat.

4. Memilih dan dipilih.

5. Membela diri.

6. Imunitas ; (penjelasan UU No. 22 Tahun 2003, bahwa hak imunitas adalah hak untuk tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat rapat DPR dengan pemerintah dan rapat- rapat DPR lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Protokoler.

8. Keuangan dan administrative.

Kewajiban Wakil Rakyat :

1. Mengamalkan Pancasila.

2. Melaksanakan UUD RI Tahun 1945, serta mentaati segala peraturan perundang-undangan.

3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.


(41)

4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak-lanjuti aspirasi masyarakat.

7. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.

8. Memberi pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih di daerah pemilihannya.

9. Mentaati Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD.

10. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

2.1.10. Rakyat

Rakyat adalah bagian dari suatu negara atau elemen penting dari suatu pemerintahan.Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi sama dan tinggal di daerah/pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan. Elemen rakyat terdiri dari wanita , pria , anak-anak , kakek dan nenek. Rakyat akan dikatakan rakyat jika telah disahkan oleh negara yang ditempatinya dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai rakyat/warga negara.


(42)

Rakyat diambil dari kata Rahayat artinya yang mengabdi, pengikut, pendukung. Konotasinya sangat merendahkan karena dianggap sebagai "hamba,budak dan sejenisnya". Sehingga agak berbeda dengan maksud dari kata people ( Inggris ), apalagi kalau dengan konotasi rakyat sebagai sebuah kekuatan atau pemilik sebuah negara.

Rakyat mempunyai kewajiban sebagai berikut :

 Ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum.

 Ikut mengkritik dan membangun roda pemerintahan.

 Menjadi elemen penting dalam aspek politik.

 Berkewajiban mengikuti politik praktis.

 Berkewajiban mengikuti peraturan-peraturan politik yang telah ditetapkan

negara dan siap menerima sanksi jika melanggar.

 Menjadi fundamental ekonomi pemerintahan.

 Menjadi fundamental sosial kenegaraan.

 berkewajiban membayar pajak.

 Berkewajiban mengikuti aturan-aturan hukum yang berlaku tentang

pembelaan tanah air dan menjalankan hak dan kewajibannya yang telah tertulis di undang undang dasar.

Adapun hak-hak rakyat adalah :

 Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34, Bab XIV,


(43)

 Rakyat berhak meminta penghidupan yang layak (Pasal 27, Bab X, UUD 1945).

 Rakyat berhak meminta layanan kesehatan , pendidikan , dan hiburan

kepada negaranya.

 Rakyat berhak didampingi pengacaranya jika dituduh melakukan tindak

kriminal.

 Rakyat berhak untuk membela dan menjaga kestabilitas negara.

(http://id.wikipedia.org)

2.1.11. Merdeka!!

Merdeka adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang berarti kemerdekaan atau kebebasan . Ini adalah berasal dari bahasa Sansekerta Maharddhika yang berarti "kaya, makmur dan kuat". Di kepulauan Melayu, istilah ini telah memperoleh arti budak dibebaskan. Para

Mardijker Istilah korupsi Belanda versi Portugis dari kata-kata Sanskerta asli

dan digunakan untuk menunjuk budak Portugis dan Belanda mantan dari India di Hindia Timur, yang dikenal sebagai Mardijkers, dimana arti Melayu "free (dom)" berasal. Kemerdekaan adalah saat di mana seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi serta saat di mana sebuah negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya. Tanda seru adalah tanda bahasa yang digunakan untuk penegasan, penekanan, dan perintah dari suatu kata ataupun kalimat.


(44)

(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.or g/wiki/Merdeka&ei=vRbRTKbyIZD6swP67qS4Cw&sa=X&oi=translate&ct =result&resnum=4&ved=0CDQQ7gEwAw&prev=/search%3Fq%3Dmerdek

a%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26hs%3DWME%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26prmd%3Dinl)

2.1.12. Pemaknaan Warna

Warna merupakan aspek visual dari tanda, seperti masalah corak dan kejernihannya. Dalam beberapa masalah kejernihan warna mungkin lebih penting dari pada warna itu sendiri dalam menyampaikan pesan. (Berger Arthur Asa, 2005 : 39). Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai suatu fenomena psokologis, warna juga sering digunakan untuk menunjukan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik dan bahkan keyakinan. Berikut respon psikologi dari masing – masing warna :

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi,

bahaya, menggairahkan, merangsang

2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, tekhnologi,

kebersihan, keteraturan, kenyamanan

3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan,

kalem, kedamaian, ketentraman

4. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidak jujuran,


(45)

5. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, kewibawaan, keagungan

6. Orange : Energy, keseimbangan, kehangatan

7. Coklat : Tanah atau bumi, reliability, daya tahan

8. Abu - abu : Intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan

9. Putih : positif, steril, kebersihan serta netral dan fleksibel.

10. Hitam : power, seksualitas, kecanggihan, kematian,

misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, patah hati. (http://.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)

2.2. Kerangka Berpikir

Manusia adalah homo semioticus di mana masing-masing individu mempunyai latar belakang pemikiran yang berbeda, dalam memaknai suatu objek atau peristiwa. Manusia dapat memproklamasikan sesuatu, apa saja, sebagai tanda karena hal itu dapat dilakukan oleh semua manusia. Makna yang akan diidentifikasi pertama adalah makna denotatif yaitu, mencatat semua tanda visual yang ada atau makna mengambang dan bisa dibaca di permukaan. Selanjutnya akan diidentifikasi makna-makna yang tersembunyi yaitu makna konotatif atau kita membaca yang tersirat yang memungkinkan terbacanya nilai-nilai yang digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna karikatur.


(46)

Peneliti tertarik untuk meneliti Karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Karena menurut analisis peneliti, unsur kesenjangan sosial yang seharusnya sudah hilang sejak kemerdekaan telah didapatkan oleh Indonesia masih terlihat di Negara kita dan tergambar dalam karikatur tersebut.

Dalam Karikatur ” Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos, terdapat beberapa gambar yang memperlihatkan unsur kesenjangan sosial yang ditunjukkan dengan gambar wakil rakyat dan rakyat yang digambarkan, wakil rakyat menggunakan setelan jas berdasi membawa koper serta berteriak “merdeka!!” secara lantang dan rakyat menggunakan pakaian compang-camping yang menjerit “kami belum!!”.

Penelitian pemaknaan Karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos, menggunakan kategori tersebut diatas yang ditentukan oleh penulis berdasarkan isi Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Adapun hasil kerangka berfikir diatas dapat digambarkan dalam bentuk bagan :


(47)

Gambar 2.3 : Kerangka Berfikir Pemaknaan Karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos.

Analisis Kualitatif dengan pendekatan semiotika Pierce :

Icon :

 Pria gemuk mengenakan

setelan jas dan bersepatu hitam

 Koper

 Dasi

 Pria kurus mengenakan

pakaian compang-camping

 Pria kurus tak beralas kaki

Index :

 Merdeka!!

 Wakil rakyat

 Kami belum!!

 Rakyat

 Bentuk Elips

 Bentuk Lingkaran

 Bentuk Zig-zag

Symbol :

 Ekspresi wajah pria gemuk

 Pria gemuk tertawa lebar

 Lirikan mata besar pria gemuk

 Gaya rambut jambul pria

gemuk

 Mengangkat tangan pria

gemuk dan pria kurus

 Menggenggam tangan pria

gemuk dan pria kurus

 Ekspresi wajah dan mata kecil

pria kurus

 Pria kurus menolehkan wajah

ke pria gemuk

 Kebotakan rambut pria kurus

 Ukuran celana pria kurus

Karikatur

Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos.

Hasil Interpretasi Peneliti.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif interpretative (interpretation) yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada “tanda dan teks” sebagai objek serta bagaimana memahami dan menafsirkan kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut, karikatur dalam penelitian ini merupakan kartun editorial, kartun jenis ini merupakan kartun yang memiliki makna kritikan. Sesuai dengan pandangan “paradigma” kritis, analisis semiotik bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Dalam hal ini akan diinterpretasikan untuk mengetahui makna pesan yang disampaikan oleh karikaturis mengenai Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos. Interpretasi yang didapat diperkuat oleh data-data yang berguna untuk memperkuat tafsiran tersebut.

Alasan digunakannya metode kualitatif ini dikarenakan menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda (multipretable). Selain itu metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002:5).


(49)

3.2. Korpus

Dalam penelitian kualitatif perlu adanya pembahasan masalah yang disebut dengan korpus. Korpus adalah suatu himpunan terbatas atau berbatas dari unsur yang memiliki sifat bersama, tertentu atau tunduk pada aturan yang sama dan karena itu dapat dianalisa secara keseluruhan. Korpus dalam penelitian ini adalah karikatur gambar clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos yang terlihat jelas kesenjangan sosial antara wakil rakyat dan rakyat. Sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah pesan yang tidak ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu.

3.3. Unit Analisis Data

Unit analisis data pada penelitian ini adalah tanda-tanda yang ada dalam karikatur gambar Clekit di Jawa Pos, edisi Selasa, 17 Agustus 2010 yang dimaknai dengan menggunakan ikon, indeks, simbol pada karikatur gambar clekit. Pada karikatur gambar Clekit tersebut dalam kaitannya menggunakan metode Charles Sanders Pierce.

3.3.1. Ikon (Icon)

Ikon (ikon) adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan. Pada karikatur gambar “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos” ditunjukkan dengan :


(50)

Pria gemuk menggunakan setelan jas dan bersepatu hitam, Dasi, Koper, Pria kurus menggunakan pakaian compang-camping, Pria kurus tak beralas kaki.

3.3.2. Indeks (Index)

Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang mempunyai hubungan eksistensi. Pada karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos” ditunjukkan dengan :

Merdeka!!, Wakil rakyat, Kami belum!!, Rakyat, Bentuk elips, Bentuk lingkaran, Bentuk zig-zag.

3.3.3. Simbol (Symbol)

Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama. Pada karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos” ditunjukkan dengan :

Ekspresi wajah pria gemuk, Pria gemuk tertawa lebar, Lirikan mata besar pria gemuk, Gaya rambut jambul pria gemuk, Mengangkat tangan pria gemuk dan pria kurus, Menggenggam tangan pria gemuk dan pria kurus, Ekspresi wajah dan mata kecil pria kurus, Pria kurus menolehkan wajah ke pria gemuk, Kebotakan rambut pria kurus, Ukuran celana pria kurus.


(51)

3.4. Penempatan Ikon, Index, dan Symbol

Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan sudut pandang khalayak (point of interest) yang memaknainya. Sehingga penempatan-penempatan tanda-tanda dalam karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos” di atas, yang mana sebagai ikon, mana indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang menginterpretasikan karikatur clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos” sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung karikatur Clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos”. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti surat kabar, studi kepustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran gambar karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos”.


(52)

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).

Dengan studi semiotik peneliti dapat memakai gambar dan pesan yang terkandung dalam karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos” serta membentuk berbagai interpretasi terhadap karikatur ini. Karikatur clekit “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos” akan di interpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur.

Untuk mengetahui antara tanda, penggunaan tanda dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar,warna,perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan deskriptif karikatur “Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 pada surat kabar Jawa Pos”.


(53)

Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda, dan realitas eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan Model Semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar, kata-kata, warna, perilaku nonverbal, dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.


(54)

4.1. Karikatur Clekit

PADA HARIAN Jawa Pos dalam memuat karikatur tidak dilakukan secara periodik atau bertahap dan karikatur dalam muatannya di Jawa Pos tidak memiliki nama yang khusus, seiring berjalannya pemuatan karikatur di Jawa Pos pada bulan Oktober 1994 karikatur dimuat secara rutin yaitu dalam satu minggu sekali karikatur dimuat di Jawa Pos dan terletak di halaman empat dengan nama clekit. Beberapa bulan kemudian atas berbagai pertimbangan, salah satunya para pembaca Jawa Pos yang sangat antusias dalam menerima karikatur clekit, maka dengan kesepakatan redaksi karikatur clekit di Jawa Pos ditambah pemuatannya, yaitu dari pemuatan satu minggu sekali menjadi dua kali satu minggu setiap hari rabu dan sabtu. Januari 1997 pemuatan karikatur clekit di Jawa Pos ditambah menjadi tiga kali dalam satu minggu tiap hari selasa, kamis, dan sabtu.

Karikatur clekit adalah nama yang diberikan seorang karikaturis yang bernama Leak Koestiya, Leak Koestiya juga adalah sang karikaturis yang menciptakan gambar karikatur Clekit, Leak menciptakan karikatur di Jawa Pos dan diberi nama clekit dengan maksud dia ingin menyapa teman-temannya sesama karikaturis dan memberitahukan kepada mereka bahwa Leak masih aktif sebagai karikaturis, karikatur ciptaan Leak “Clekit” ini


(55)

diwakili oleh tokoh sentral anak kecil bercelana pendek menggunakan kaos oblong dengan menggunakan topi terbalik berwarna merah. Leak Koestiya dulu adalah mahasiswa di IKIP PGRI di Semarang, dan selama Leak kuliah dia juga mengerjakan rubrik yang bernama clekit di majalah “FOKAL” majalah mahasiswa IKIP PGRI Semarang. Leak Koestiya menggambar karikatur sampai Desember 2002 dan setelah itu Leak menjabat sebagai redaktur pelaksana Jawa Pos dan jabatan itu masih disandangnya sampai sekarang.

Wahyu Kokkang adalah ilustrator dan karikaturis Radar Surabaya (Jawa Pos Group) sejak 1998, dan di tahun 2003 Wahyu Kokkang dipercaya untuk mengerjakan karikatur clekit. Clekit yang digambar Wahyu Kokkang menggunakan tokoh sentral seorang pemuda berambut gondrong mengenakan kaos lengan panjang yang dilipat sebatas siku lengan dengan menggunakan topi sebagai penutup rambutnya yang gondrong dan menggunakan celana

jeans. Nama clekit diambil dari bahasa daerah yaitu bahasa Jawa yang berarti

rasa sakit dikarenakan gigitan serangga, cubitan yang kecil, badan yang kotor karena keringat, tidak mandi dan lain sebagainya. Clekit pada Jawa Pos tidak dimaksudkan untuk menyakiti hati orang lain atau pihak tertentu, karikatur clekit ini hanya ditujukan sebagai media yang mengingatkan kepada masyarakat bahwa di negara kita atau di masyarakat kita telah terjadi sesuatu, namun dalam penyampaiannya diharapkan tidak membuat orang mengernyitkan kening.


(56)

Karikatur clekit memiliki misi yaitu ingin menyampaikan kepada masyarakat luas tentang hal apa yang telah dan sedang terjadi di sekitar kita, namun clekit ingin menyajikan berita melalui sesuatu yang berbeda yaitu berupa gambar karikatur, jadi masyarakat yang membacanya tidak hanya mendapatkan berita namun juga mendapatkan sajian humor segar yang dapat membuat orang yang membacanya tersenyum, topik yang diangkat clekit merupakan cerminan dari masalah yang sedang terjadi baik itu masalah politik, pemerintahan, sosial, budaya, ekonomi, moral masyarakat, kejahatan, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, seni, olah raga, dan human interest. Clekit dalam fungsinya hanya ingin mengingatkan seluruh pihak agar tidak lupa terhadap tugas dan kewajibannya, misalnya : Presiden, Menteri, Lembaga serta publik figur lain. Clekit bertindak sebagai penyalur keinginan politis dari surat kabar, keinginan politis suatu peristiwa dapat berupa kritikan atau komentar suatu kejadian dan isu yang sedang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dikatan karikatur clekit merupakan tajuk rencana suatu surat kabar yang dituangkan dalam bentuk gambar kartun yang bersifat humor dan memiliki bobot kritik yang membangun.

Pada dasarnya karikatur clekit mewakili suara rakyat kecil dan masyarakat bawah tentang kejadian-kejadian yang berkembang ditengah masyarakat untuk diangkat ke permukaan. Dengan begitu, penelitian terhadap karikatur ini juga harus dipahami sebagai sebuah studi komunikasi melalui media massa. Artinya isi komunikasi yang disampaikan Wahyu Kokkang


(57)

selaku karikaturis dalam karikatur clekit sendiri sebenarnya sangat dipengaruhi oleh media dimana sang karikaturis berada.

4.2. Surat Kabar Jawa Pos

Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949. Seorang WNI kelahiran Bangka yang awalnya hanyalah pegawai bagian iklan sebuah gedung bioskop di Surabaya. Karena setiap hari harus memasang iklan bioskop di surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar, dari sinilah kemudian muncul pemikiran bahwa surat kabar sangat menguntungkan, maka didirikannya Jawa Pos sebagai surat kabar harian yang terbit pagi hari dengan berita-berita umum sebagai ciri utama. Harian ini tentu pada awal mulanya sebagai harian melayu-tionghoa pada saat itu karena sebelumnya sudah ada Pewarta Soerabaia, Trompet Masyarakat dan Perdamaian.

Dalam perkembangan selanjutnya The Chung Shen bisa disebut sebagai raja surat kabar di Surabaya. Dialah yang di tahun 1950-an memiliki tiga perusahaan surat kabar berbahasa Indonesia, berbahasa Tionghoa, bebahasa Belanda. Yang terakhir ini kemudian diubah menjadi Indonesian Daily News yang berbahasa Inggris. Hal-hal yang berbau Belanda diminta untuk diubah termasuk The Chung Shen, Vrije Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa malah tidak terbit sama sekali, jadi tinggalah Jawa Pos. Terbitan pertama Jawa Pos sendiri dicetak di percetakan Agil Jl. Kyai Mas Mansyur di Surabaya dengan oplah 1.000 eksemplar sejak 1 April 1954, Java Post berganti ejaan menjadi Djava Post, kemudian sejak tahun 1956


(58)

nama Djava Post disempurnakan menjadi Jawa Pos. Pada saat itu perkembangan Jawa Pos semakin membaik dengan oplah mencapai 20.000 eksemplar tahun 1965-1970. Seperti air laut, bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar mengalami pasang surut. Jawa Pos sempat mengalami penurunan oplah pada tahun 1971-1981 menjadi 10.000 eksemplar, jalur distribusinya di Surabaya hanya sampai 2.000 eksemplar, sedangkan di beberapa kota di Jawa Timur pada saat itu Malang hanya beredar 350 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu mati.

Penurunan jumlah oplah ini diakibatkan sistem manajemen yang ditetapkan semakin kacau, selain itu juga semakin tertinggalnya teknologi cetak yang dimiliki Jawa Pos. Rendahnya oplah ini mengakibatkan kecilnya pendapatan sehingga ketika usianya menginjak 80 tahun The Chung Shen memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi untuk mengurus perusahaannya, sementara tiga anaknya memilih tinggal di London, Inggris. Maka di tahun 1982, Eric FH. Samola yang ketika itu menjabat Direktur Utama PT. Grafitti Pers (penerbit majalah TEMPO) mengambil alih Jawa Pos. Untuk menjalankan ide-idenya, Eric memilih Dahlan Iskan yang ketika itu merupakan Kepala Biro TEMPO di Surabaya.

Ditangan Dahlan Iskan Jawa Pos yang hampir mati dengan oplah yang tinggal 6000 eksemplar, dalam waktu hanya lima tahun berkembang menjadi koran dengan oplah lebih dari 30.000 eksemplar, sejak saat itu perkembangan harian Jawa Pos semakin membaik. Lima tahun berikutnya, terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN) jaringan surat kabar terluas di Indonesia.


(59)

Kini JPNN memiliki lebih dari 80 koran dan majalah serta 40 jaringan percetakan. Lima tahun setelah itu telah berdiri pabrik kertas dan dua gedung yang menjulang tinggi di Surabaya dan Jakarta. Dan pada tahun 2002, Jawa Pos memasuki bisnis penyiaran televisi : JTV di Surabaya, Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Dahlan Iskan memulai karier sebagai reporter kecil di kota Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1957. Setahun kemudian, dia menjadi wartawan majalah terkemuka di Indonesia “TEMPO” sebelum ditunjuk untuk memimpin Jawa Pos pada tahun 1982.

4.3. Penyajian Data

Dari hasil peneliti yang telah dilakukan pada gambar karikatur Clekit surat kabar Jawa Pos yang terbit tiga kali dalam satu minggu pada hari Sabtu, Senin, dan Selasa. Dari hasil pengamatan peneliti akan disajikan gambar karikatur clekit yang dilatari dengan situasi yang sedang terjadi dinegara kita selama beberapa periode ini. Dalam penelitian ini, kartun editorial atau Karikatur Editorial Clekit Edisi “Selasa, 17 Agustus 2010” akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran karikatur secara keseluruhan. Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui makna-makna yang direkontruksi dalam karikatur tersebut. Hal ini memungkinkan terbacanya nilai-nilai atau belief sistem yang digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna sebuah karikatur. Karikatur tersebut akan dianalisis dengan model semiotik Charles Sanders Pierce. Pierce membagi tanda bedasarkan obyek, yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).


(60)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada gambar Karikatur Editorial Clekit Edisi “Selasa, 17 Agustus 2010” di surat kabar Jawa Pos, maka berikut ini akan disajikan hasil analisis terhadap keseluruhan tanda dan lambang yang terdapat dalam Karikatur editorial Clekit edisi “Selasa, 17 Agustus 2010” di surat kabar Jawa Pos. Selanjutnya gambar Karikatur editorial Clekit Edisi “Selasa, 17 Agustus 2010” di surat kabar Jawa Pos tersebut diinterpretasikan berdasarkan landasan teori dari Charles Sanders Pierce untuk mengetahui makna dari keseluruhan tanda dan lambang yang terdapat di dalam gambar karikatur tersebut.

4.3.1. Ikon, Indeks, dan Simbol Dalam Karikatur ” Edisi Selasa, 17 Agustus 2010” Di surat Kabar Jawa Pos

Dalam pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce terdapat tiga komponen atau teori segitiga makna (Triangle Meaning) Pierce yang terdiri atas tanda (sign), obyek (object), dan interpretan (interpretant). Yang dikupas dalam teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di surat kabar Jawa Pos yang dijadikan sebagai Corpus (sampel terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda model Charles Sanders Pierce yang membagi tanda ke dalam tiga kategori yaitu, ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol)


(61)

sehingga akan diperoleh interpretasi dari karikatur melalui kategori tanda tersebut. Berdasarkan obyeknya, Pierce membagi tanda sebagai berikut:

1. Ikon

Ikon (ikon) adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan. Pada Karikatur editorial Clekit “EDISI SELASA, 17 AGUSTUS 2010” pada surat kabar Jawa Pos ditunjukkan dengan :

Pria gemuk menggunakan setelan jas berdasi membawa koper dan pria kurus kering tak beralas kaki menggunakan pakaian compang-camping.

2. Indeks

Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang mempunyai hubungan eksistensi. Pada Karikatur editorial Clekit edisi “EDISI SELASA, 17 AGUSTUS 2010” pada surat kabar Jawa Pos ditunjukkan dengan :

Merdeka!!, Wakil rakyat, Kami belum!!, Rakyat, Wahyu Kokkang.

3. Simbol

Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang


(62)

maknanya disepakati bersama. Pada karikatur Karikatur editorial Clekit edisi “EDISI SELASA, 17 AGUSTUS 2010” di surat kabar Jawa Pos ditunjukkan dengan :

Kerapian rambut pria kurus, Ekspresi wajah pria gemuk, Kerapian rambut pria gemuk, Mengangkat tangan, Menggenggam tangan, Ekspresi wajah pria kurus.

4.3.2. Tanda dan Acuan Tanda

Dalam menganalisa hubungan antara tanda dan acuannya, karikatur edisi Selasa, 17 Agustus 2010 dianalisa berdasarkan model Charles Sanders Pierce yang membagi tanda menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol), maka peneliti akan mengkaji tanda yang berupa gambar karikatur tersebut.

4.3.3. Penggambaran Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos

Tampilan pada karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di Surat Kabar Jawa Pos dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Gambar Obyek

Pada karikatur editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010, kartunis yang membuat karikatur tersebut menampilkan sosok pria gemuk menggunakan setelan jas berdasi membawa koper serta berteriak “merdeka!!” secara lantang serta mengangkat tangan kanan tergenggam yang digambarkan sebagai sosok wakil rakyat dan pria kurus kering tak


(63)

beralas kaki menggunakan pakaian compang-camping yang menjerit “kami belum!!” seraya menggenggamkan tangan kanan yang terangkat yang digambarkan sebagai sosok rakyat.

b. Warna

Warna yang ada pada karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 tersebut dominan hitam dan putih dengan warna dasar putih sebagai latar belakang karikatur tersebut.

c. Tulisan

Pada karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 terdapat tulisan ”WAKIL RAKYAT”, tulisan ”MERDEKA!!”, tulisan ”RAKYAT”, tulisan ”KAMI BELUM!!”.

4.3.4. Karikatur Editorial Clekit Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Di Surat Kabar Jawa Pos Dalam Kategori Tanda Pierce

Dalam pendekatan semiotik model Charles Sanders Pierce diperlukan adanya tiga unsur utama yang bisa digunakan sebagai metode analisis yaitu obyek, tanda, dan interpretan. Salah satu bentuk tanda adalah kata, sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.


(64)

Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 yang terdapat pada surat kabar Jawa Pos ini akan menjadi korpus penelitian terlebih dahulu akan dibagi menjadi unsur-unsur (komponen) berdasarkan unit analisis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Tanda (Sign), dalam karikatur ini adalah setiap bentuk pemaknaan yang dapat ditimbulkan oleh karikatur tersebut baik itu makna yang bersifat konotatif maupun yang bersifat denotatif.

2. Obyek (Object), dalam penelitian ini adalah keseluruhan badan gambar karikatur, mulai dari jenis gambar karikatur, bentuk gambar dan bentuk dari penyajian gambar karikatur tersebut.

3. Interpretan (Interpretant), sebagai interpretan peneliti akan menganalisa gambar karikatur yang akan dijadikan corpus, yaitu ” Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” secara keseluruhan dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model kategori tanda yang dimiliki Pierce, yaitu : ikon, indeks, dan simbol sehingga akan dieroleh makna dalam karikatur tersebut.

Apabila digambarkan hubungan antara obyek, tanda, dan interpretan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(65)

Gambar 4.3.1

Gambar Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Dalam Elemen Makna Pierce

Dalam menganalisis hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan tiga kategori tanda Charles S. Pierce yaitu ikon, indeks, dan simbol, maka peneliti akan berusaha menginterpretasikan segala bentuk pemaknaan yang terdapat dalam gambar karikatur ”Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” baik berupa makna denotatif maupun yang berupa makna konotatif.

Berdasarkan model semiotik Pierce dapat digambarkan hubungan ikon, indeks, dan simbol sebagai berikut :

Tanda

Setiap bentuk pemaknaan yang bisa

ditimbulkan oleh hambar karikatur tersebut

Interpretan

Hasil interpretasi peneliti dalam melihat hubungan antara tanda dan penanda

Obyek

Keseluruhan Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 di Surat Kabar Jawa Pos


(66)

Gambar 4.3.2

Gambar Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010 Dalam Tiga Kategori Tanda Pierce

Interpretasi gambar yang dilakukan terhadap gambar ”Karikatur Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” di surat kabar Jawa Pos terlihat makna yang tersirat di dalam gambar karikatur tersebut. Gambar karikatur ” Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” merupakan suatu bentuk sistem yang merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dimana hal tersebut tersirat di dalam gambar ” Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” yang terdapat dalam surat kabar Jawa Pos. Gambar karikatur ”Editorial Clekit edisi Selasa, 17 Agustus 2010” dalam surat kabar Jawa Pos tersebut digunakan oleh peneliti untuk menginterpretasikan sistem tanda dalam penelitian ini. Dengan analisis dan interpretan yang dilakukan peneliti

Ikon

Pria gemuk menggunakan setelan

jas dan bersepatu hitam, Dasi, Koper, Pria kurus menggunakan pakaian compang-camping, Pria kurus tak beralas kaki.

Indeks

Merdeka!!, Wakil rakyat, Kami belum!!, Rakyat,

Bentuk elips, Bentuk lingkaran, Bentuk zig-zag.

Simbol

Ekspresi wajah pria gemuk, Pria gemuk tertawa lebar, Lirikan mata besar pria gemuk, Gaya rambut jambul pria gemuk, Mengangkat tangan pria gemuk dan pria kurus, Menggenggam tangan pria gemuk dan pria kurus, Ekspresi wajah dan mata kecil pria kurus, Pria kurus menolehkan wajah ke pria gemuk, Kebotakan rambut pria kurus, Ukuran celana pria kurus.


(1)

Wakil rakyat sebagai pelaku politik dalam sistem pemerintahan seaharusnya menjalankan amanah yang telah diberikan oleh rakyat sebagaimana pengertian dasar dari demokrasi yang dianut oleh negara kita. Rakyat yang telah terdoktrin pengertian dari demokrasi ”dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” telah mempercayakan amanah mereka kepada wakil rakyat. Dan yang terjadi pada negara kita sekarang ini adalah pemusatan kekuasaan berlebihan yang dilakukan para elite politik atau yang menyebut diri mereka wakil rakyat. Pemusatan kekuasaan yang dilakukan oleh wakil rakyat tersebut berdampak buruk terhadap rakyat, yaitu melumpuhnya daya hidup rakyat. Lembaga pemerintahan yang diduduki oleh para wakil rakyat ternyata menjadi ladang subur bagi wakil rakyat “nakal” yang seharusnya menjadi acuan bagi wakil rakyat dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat untuk mengembangkan ideologi rakyat agar mereka dapat menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak mereka sebagai warga negara.

Saat ini wakil rakyat tersebut menunjukkan sosok yang berkuasa dan dominan dalam segala wewenang yang ada dan berpengaruh banyak kepada


(2)

69 

 

 

rakyat berusaha untuk menstabilkan anggapan-anggapan miring dalam menunjang kredibilitas seorang elit politik, hal tersebut dilakukan dengan cara menangkis isu-isu politik seperti tuntutan dinaikannya tunjangan komunikasi, rumah dinas mewah, dan kenaikan gaji yang sesuai dengan tuntutan mereka. Pada kenyataannya rakyat belum menerima kemerdekaannya, hanya para elit politik saja yang telah merasakannya. Hal ini dibuktikan dengan masih ada dan bahkan masih banyak kebodohan, kemiskinan, dan pengangguran. Demokrasi yang seharusnya berpijak pada kebebasan dan kesejahteraan masih belum tercapai hingga kini.

Wakil rakyat dengan segala fasilitas yang telah diberikan, telah terbuai oleh nikmatnya jabatan dan kekuasaan. Memanfaatkan kekuasaan yang mereka miliki, mereka seakan lupa dengan tugas dan amanah yang menjadi tanggung jawab utamanya. Disisi lain, rakyat merasa hanya diberi janji yang tak pasti, kesejahteraan dan kehidupan yang layak belum mereka dapatkan melainkan rasa sakit hati dan kekecewaan yang dituai karena melihat para wakil rakyat ”menari-nari” riang gembira diatas panggung jabatannya tanpa mempedulikan nasib rakyat. Fenomena ini menggambarkan kurangnya perhatian wakil rakyat akan kesejahteraan taraf hidup rakyat yang masih dibawah rata-rata garis kemakmuran dari sebuah negara.


(3)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi dari gambar karikatur editorial clekit pada edisi Selasa, 17 Agustus 2010 yang dimuat surat kabar Jawa Pos diperoleh kesimpulan, Wakil Rakyat dengan segala fasilitas yang telah diberikan kepada mereka, mereka telah terbuai oleh nikmatnya jabatan dan kekuasaan. Memanfaatkan kekuasaan yang mereka miliki, mereka seakan lupa dengan tugas dan amanah yang menjadi tanggung jawab utamanya. Disisi lain, rakyat merasa hanya diberi janji yang tak pasti, kesejahteraan dan kehidupan yang layak belum mereka dapatkan melainkan rasa sakit hati dan kekecewaan yang dituai karena melihat para wakil rakyat ”menari-nari” riang gembira diatas panggung jabatannya tanpa mempedulikan nasib rakyat. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa betapa tidak pedulinya para wakil rakyat terhadap hak-hak rakyat yang seharusnya layak didapatkan oleh rakyat dan kurangnya perhatian dari wakil rakyat akan kesejahteraan taraf hidup rakyat yang masih dibawah rata-rata garis kemakmuran dari sebuah negara.


(4)

71 

 

5.2. Saran

Munculnya gambar karikatur yang dibentuk dengan konsep-konsep yang dapat memercikkan suatu ultimasi pada sasaran yang dituju oleh tampilan gambar karikatur tersebut khususnya gambar Karikatur Editorial Clekit pada Edisi Selasa, 17 Agustus 2010 yang dimuat surat kabar Jawa Pos dapat menjadi penggerak hati pemerintah agar lebih dewasa dalam menghadapi isu-isu politik dan mendahulukan problem rakyat seperti kesejahteraan masyarakat yang seharusnya lebih penting daripada mementingkan isi perutnya sendiri. Kemerdekaan atau kebebasan yang ada harus dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan pemerataan pembangunan dibidang sosial dan ekonomi.

Diharapkan Wakil Rakyat atau para elit politik dikeseluruhan sistem struktur organisasinya dapat memberikan solusi terbaik baik untuk dirinya sendiri maupun untuk rakyat demi terciptanya negara yang bersih dari kejahatan korupsi, dan terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Hikmat, 2002, Lubang Hitam Kebudayaan, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Haryatmoko, 2007, Etika Komunikasi, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Kasali, Renald, 1992, Manajemen Periklanan Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti.

Libois, Boris, 1994, Ethique De I’information, Bruxelles : ED. De L’universite de Bruxelles.

Libois, Boris, 2002, La Communication Publique, Paris : L’Harmattan.

Masoed, Mohtar, 1999, Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta : UII Press.

Moleong, Lexy. J, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy, 2000, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nimmo, Dan, 2000, Komunikasi Politik, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Panuju, Redi, 2005, Nalar Jurnalisme : Dasarnya Dasar jurnalistik, Malang : Banyu Media Publishing.

Rivers, William. C, 2003, Media Massa Dan Masyarakat Modern, Jakarta : Prenada Media.

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik Dan Framing, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. __________, 2003, Semiotika komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(6)

73 

 

Wijana, I Dewa Putu, 2004, Kartun : Studi Tentang Permainan Bahasa, Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Winarso, Heru, 2005, Sosiologi Komunikasi Massa, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Non Buku

Halim, Kausar, 2010, “Representasi Kelambatan Kerja” dalam karikatur clekit “100 Hari Pemerintahan SBY-Budiono” edisi Kamis, 28 Januari 2010 di surat kabar Jawa Pos, Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Doni, Erwin. K, 2010, pemaknaan bintang sepakbola Indonesia pada iklan

HONDA SupraX 125 versi “Sang Raja Tampil Makin Keren dengan Warna Baru” di media cetak, Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Internet

http://www.vhrmedia.com/Pulsa-DPR-=-Biaya-Hidup-162.400-Orang-Miskin-Setahun--berita5010.html (Diakses tanggal 14 Sepember, jam 22:50)

http://kamusbahasaindonesia.org (Diakses tanggal 16 Oktober, jam 23:56) http://id.wikipedia.org (Diakses tanggal 16 Oktober , jam 01:43)

http://.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html (Diakses tanggal 17 Oktober, jam 22:30)


Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pers Yang Berkuasa”Edisi 09 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 103

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA KOLOM OPINI JAWA POS (Studi Semiotik tentang Pemaknaan Karikatur Clekit pada Kolom Opini di Jawa Pos Edisi 3 April 2012).

0 0 81

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 1 94

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT VERSI RUMAH ASPIRASI DI JAWA POS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Clekit versi Rumah Aspirasi Edisi 5 Agustus 2010 di Jawa Pos).

0 1 75

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

0 2 82

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)

0 0 18

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT VERSI RUMAH ASPIRASI DI JAWA POS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Clekit versi Rumah Aspirasi Edisi 5 Agustus 2010 di Jawa Pos)

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA KOLOM OPINI JAWA POS (Studi Semiotik tentang Pemaknaan Karikatur Clekit pada Kolom Opini di Jawa Pos Edisi 3 April 2012)

0 0 16