PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

(1)

"Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

YUDAS XASA DERA

NPM. 0543010163

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

"

VETERAN

"

JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI

KOALISI OPOSISI

(Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi

"Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010)

Oleh :

YUDAS XASA DERA NPM. 0543010163

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada tanggal 8 Juni 2010.

Pembimbing Utama Tim Penguji :

1. Ketua.

Zainal Abidin, S.Sos, MSi Ir. Didiek Tranggono, MSi

NIP. 3 7303 99 0170 1 NIP. 19581225 19900 1001

2. Sekretaris.

Drs. Saifuddin Zuhri, MSi NIP. 3 7006 94 00351

3. Anggota.

Zainal Abidin, S.Sos, MSi NIP. 3 730399 0170 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi NIP. 1955 0718 198302 2001


(3)

skripsi dengan judul "PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI "KOALISI OPOSISI" (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010)". Penulisan skripsi ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.

Begitu banyak hambatan yang dialami penulis, mulai dari pengumpulan data dsb. Semuanya dapat dinetralisir berkat kerjasama dan bantuan pihak dosen, orangtua, serta teman-temanku semua.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT. yang tiada henti untuk memberikan pencerahan serta kasih sayangNya.

2. Bpk. Juwito, S.sos, Msi. selaku ketua program studi Ilmu Komunikasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur.

3. Bpk. M Zainal Abidin, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan sangat telaten menghadapi mahasiswanya.

4. Mom n’ Dad. Terimakasih atas segala yang telah diberikan baik moril

maupun materiil.

5. SHOPWINDOW team support. Matur nuwun es..

iv   


(4)

v   

6. Seluruh teman seperjuangan. TITO (anak ganteng), THEO (collie), IKRAR

(gundul), INDRA (petot), DONA, VIKAR, DHANI, BINTARI, NADIA, SAMID, mari memberikan contoh yang baik bagi junior.!!!!!

7. Dan semua pihak yang belum tercantum. Terimakasih semua.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran, kritik dan pendapat dari pembaca sangat saya nantikan. Terimakasih.

Surabaya, Juni 2010

Penulis

   


(5)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori ... 10

2.1.1. Karikatur ... 10

2.1.2. Karikatur Dalam Media Massa ... 11

2.1.3. Karikatur Editorial ... 13

2.1.4. Karikatur Sebagai Kritik Sosial ... 14

2.1.5. Karikatur Sebagai Proses Komunikasi ... 16

2.1.6. Surat Kabar ... 18

2.1.7. Koalisi dan Oposisi ... 20

2.1.8. Konsep Makna ... 21

2.1.9. Komunikasi Non Verbal ... 23

2.1.10. Pendekatan Semiotika ... 24

vi   


(6)

2.1.11. Semiotika Charles Sanders Peirce ... 27

2.2. Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Metode Penelitian ... 33

3.2. Corpus ... 34

3.3. Unit Analisis Data ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Karikatur Editorial Clekit ... 41

4.2. Jawa Pos ... 43

4.3. Penyajian Data ... 44

4.3.1. Tanda, Objek, dan Interpretan ... 45

4.3.2. Ikon, Indeks, dan Simbol ... 47

4.4. Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 ... 49

4.5. Interpretasi Tanda Di Dalam Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 Berdasarkan Teori Segitiga Makna ... 51

4.6. Interpretasi Terhadap Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 Berdasarkan Jalinan Tanda Teori Segitiga Makna ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii   


(7)

Gambar 2.2. Model Kategori Tanda Oleh Pierce ... 30 Gambar 2.3. Sistematika Kerangka Berpikir Penelitian ... ... 32 Gambar 2.4. Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010

Berdasarkan Model Semiotika Charles Sanders Peirce ... 40

viii   


(8)

ix   

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Gambar Karikatur Clekit versi "Koalisi Oposisi" edisi 06 Februari 2010 ... 73


(9)

73   


(10)

ABSTRAKSI

YUDAS XASA DERA. (0543010163). PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna karikatur editorial Clekit versi "Koalisi Oposisi" di harian Jawa Pos edisi 6 Februari 2010.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem tanda, dengan pendekatan semiotika milik Charles Sanders Peirce. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui pemaknaan secara menyeluruh karikatur Editorial Clekit versi "Koalisi Oposisi" di harian Jawa Pos edisi 6 Februari 2010.

Metode analisis semiotika yang membagi sistem tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam penelitian saling berhubungan atau terkait.

Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan karikatur Editorial Clekit versi Koalisi Oposisi dengan pendekatan semiotika Peirce, maka dapat disimpulkan : Dalam visualisasi karikatur ini secara jelas mengandung unsur sindiran dan menunjukkan bahwa Presiden SBY sebagai pihak Demokrat kecewa dengan partai oposisi Golkar yang diketuai oleh Abu Rizal Bakrie. Pada karikatur ini menunjukkan ketatnya persaingan dalam dunia perpolitikan.

Kata kunci : Karikatur Editorial Clekit, Semiotika, Charles Sanders Peirce.  

x   


(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak asal-asalan referensi realitasnya mampu membuat yang supernatural, ilusi, fantasi, dan khayal menjadi tampak nyata. Dalam menggambarkan suatu fenomena yang terjadi kedalam sebuah hasil karya seni gambar akan lebih tampak nyata bila ditambahkan dengan tanda (ikon, indeks, dan simbol) untuk mengilustrasikannya.

Tanda tersebut sering digunakan dalam ilustrasi/gambar karikatur. Karikatur itu sendiri dalam penulisan bahasa latin adalah carricare, yang berarti gambar yang didistorsikan, diplesetkan, dan dipletotkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memeletotkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa, Inggris, dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu (Pramoedjo, 2008:13).

Karikatur merupakan deformasi berlebih pada wajah seseorang atau tokoh, biasanya orang terkenal dengan mempercantik bertujuan mengejek. Deformasi itu sendiri adalah penggambaran berlebihan terhadap salah satu fokus dalam objek. Deformasi dikatakan berlebihan dalam arti ukuran bisa besar, menonjol, dan bisa pula diperkecil, sehingga tampak berbeda dari gambar lainnya di dalam

1   


(12)

2   

objek. Objeknya biasanya seperti tokoh terkenal seperti presiden, ketua parpol, ketua DPR dsb. Biasanya bagian yang dideformasi adalah wajah, perut, hidung, mulut, gigi, mata dsb, atau bahkan sosok dari gambar di dalam objek (Sudarta, 1987:49 dalam Sobur, 2006:138).

Gambar karikatur sering dimuat pada media massa cetak, karikatur ini menggambarkan tentang permasalahan yang terjadi di negeri ini. Permasalahan itu merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan pergunjingan di masyarakat. Selama ini kita tahu bahwa media cetak hanya berperan sebagai member informasi yang utama dalam fungsinya. Media cetak juga mempunyai suatu karakteristik yang menarik, dan perlu diperhatikan untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan motivasi dan pola pikir bagi masyarakat untuk semakin kritis dan selektif dalam menyikapi suatu fenomena yang terjadi.

Dalam menyikapi suatu fenomena yang terjadi, manusia dalam kehidupan sehari-hari dimana masing-masing individu satu sama lain saling melakukan interaksi dan saling mempengaruhi demi keuntungan masing-masing individu ataupun pihak-pihak tertentu. Interaksi yang dilakukan bisa dilakukan dengan berbagai cara, dari face to face maupun melalui media massa. Media massa bertanggungjawab atas informasi atau berita yang disiarkan. Di dalam proses pembuatan berita, pers harus menjaga identitasnya sebagai lembaga kemasyarakatan yang dapat melakukan kontrol sosial. Pers dianggap dapat menjalankan kontrol masyarakat terhadap fenomena yang terjadi baik berupa dukungan maupun kritikan. Kontrol sosial di dalam surat kabar dapat dilihat


(13)

pada penulisan tajuk rencana dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dan berkembang. Permasalahan itu yang mendominasi tentang berita-berita yang dipublikasikan oleh media massa dalam waktu tertentu.

Idealisme pers yang identik dengan kebebasan berpendapat dalam menulis berita, sering dipersepsikan dengan pers yang selalu tidak sepaham dengan apa yang dipikirkan oleh pemerintah. Mengingat rezim Soeharto waktu itu pers sempat tidak lagi bebas dalam memberikan informasi.

Pers tidak selalu menentang dan menganggap negatif pemerintah, kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari berita utama. Sedangkan implisit kontrol sosial dapat dilakukan salah satunya dengan tampilan kartun. Keberadaan karikatur dalam surat kabar bukan hanya sebagai pelengkap dalam penyajian berita surat kabar, namun karikatur dapat memberikan informasi secara menarik, setelah pembaca membaca artikel dalam bentuk tulisan yang berjejer maka pembaca dapat menikmati karikatur yang juga memiliki informasi namun dengan penyajian berita yang berbeda. Penyajian berita karikatur dengan gambar dan tulisan-tulisan tetang kritik sosial maupun opini tajam namun dapat menggelitik. Unsur humor yang dikedepankan membuat kelugasan karikatur sehingga membuat pembaca dapat tersenyum dan tertawa (Waluyo, 2000:128).

Gambar merupakan media yang lebih cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi berupa gambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi berupa tulisan (orang cenderung suka dengan informasi yang disertai  


(14)

4   

gambar). Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah dikenal.

Dari sedikit uraian di atas maka kita dapat melihat dan mengetahui gambar karikatur bahwa karikatur merupakan perwujudan suatu lambang atau bahasa visual, keberadaanya dikelompokan dalam komunikasi non verbal, karikatur dibedakan dengan bahasa verbal yang perwujudannya disertai tulisan maupun ucapan, karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis pada publik yang dituju melalui simbol yang berupa gambar, tulisan dsb.

Menurut Effendy (2003:93), idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.

1) Fungsi pertama adalah menyebarkan informasi, dimana pers berusaha memenuhi kebutuhan pembaca dengan isi bacaan yang diambil dari suatu peristiwa, adanya gagasan-gagasan atau pemikiran dari orang lain atau narasumber dsb.

2) Fungsi kedua adalah bersifat mendidik, dimana pers bisa sebagai sarana dalam memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan yang luas, fungsi mendidik bisa secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana, cerita bersambung, dan cerita bergambar yang mengandung informasi atau kata-katanya mudah dimengerti.

3) Fungsi ketiga adalah dimana pers bisa sebagai sarana yang bersifat menghibur melalui cerita pendek dan cerita bergambar.

4) Fungsi keempat adalah mempengaruhi, fungsi ini menyebabkan pers memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat, surat kabar yang memegang peranan penting ini adalah surat kabar yang independent, yang bebas menyatakan pendapat.


(15)

Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan melalui media massa seperti surat kabar, radio, televisi dsb. Komunikasi massa merupakan komunikasi dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan perlambang-lambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah gambar karikatur, tidak akan menyebapkan terjadinya evolusi. Dengan kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang sedang hangat dipermukaan.

Dalam penyajiannya di media cetak, karikatur merupakan salah satu unsur penting, bahkan tidak terpisahkan dalam tajuk rencana, opini dan artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca atau setidak-tidaknya bagi para pembaca awam, karikatur membawa arti komunikasi yang cukup penting. Ketika pesan tidak lagi disampaikan dalam bentuk tulisan, maka karikatur seringkali justru bermakna penting karena bisa diinterpretasikan menurut pengalaman personal. Fakta-fakta yang terkadang merupakan peristiwa pahit bisa dikemukakan tanpa menyinggung perasaan (Bintoro, 2002:3)

Keberadaan karikatur dalam surat kabar bukan hanya melengkapi saja, tetapi memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan dan juga memberikan tambahan informasi dan pengetahuan kepada khalayak pembaca.  


(16)

6   

Karikatur merupakan bentuk komunikasi yang mudah terbaca, karena sering diberikan kata-kata tertulis kartun terlihat mudah untuk dimaknai. Namun pada kenyataannya kita harus terlebih dahulu mendeskripsikan jalinan tanda pada karikatur tersebut, yang selanjutnya karikatur tersebut tampil sebagai “tanda” karena ada kedekatan antara gambar dengan obyeknya. Setelah itu kita mengganti unsur-unsur pembentuk karikatur yang tercantum dalam ilustrasi tersebut, dan kemudian mendeskripsikannya mempertimbangkan ikon, indeks, dan simbol.

Karikatur Clekit merupakan penggambaran dari peristiwa yang terjadi di masyarakat yang meliputi peristiwa politik, sosial, ekonomi, budaya, dsb. Karikatur Clekit dalam satu minggu dimuat hanya tiga kali, penyampaian pesan implisit dalam artian karikatur sebagai komunikasi secara tidak langsung (symbolic speech) dimaksudkan untuk mengembangkan kreatifitas dan imajinasi pembaca dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam pesan dan gambar karikatur tersebut. Hasil dari interpretasi tersebut yang diharapkan mampu memberikan solusi, pemecahan, atau koreksi diri bagi kalangan masyarakat, pemerintah, ataupun individu-individu tentang suatu permasalahan.

Dari pemilihan gambar karikatur Clekit yang berurutan tentang permasalahan atau kasus yang terjadi di partai politik Demokrat. Penulis hendak menjabarkan makna yang terkandung dalam karikatur secara semiotika berdasarkan ikon, indeks, dan simbol. Penulis akan mengartikan karikatur “Koalisi, Oposisi” yang termasuk karikatur editorial, karikatur editorial merupakan karikatur yang memiliki sifat mengkritik atau memiliki makna kritik


(17)

sosial. Alasan yang mendasari pemilihan gambar karikatur Clekit adalah adanya deformasi jasmani terhadap pihak-pihak yang menjadi sasaran, penggambaran dalam karikatur Clekit yang menyebapkan keimplisitan pesan, yaitu didalam gambar karikatur terdapat perubahan gambar tokoh yang tidak sesuai lagi dengan gambar atau bentuk asli karena adanya tambahan efek-efek gambar dari kartunis sehingga karikatur tersebut memiliki makna dan pesan yang menimbulkan imajinasi bagi pembaca dalam menyikapi gambar karikatur Clekit. Karikaturis menciptakan sensasi melalui gambar tentang sesuatu yang memiliki peristiwa yang memiliki makna tersembunyi yang menggelitik bagi pembaca.

Yang dimaksud makna tersembunyi merupakan makna konotatif, makna konotatif bersifat subyektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau ada makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya relatif lebih kecil (Sobur. 2003:264).

Dalam persidangan kasus Bank Century tentang penyaluran dana bailout ini, beberapa pekan pemberitaannya mendominasi media massa dan menyita perhatian masyarakat, maka Penulis tertarik mengungkapkan pesan apa yang ingin disampaikan dari karikaturis. Dari pemilihan gambar karikatur Clekit “Koalisi, Oposisi” di surat kabar harian Jawa Pos edisi Sabtu 06 Februari 2010, penulis ingin memaknai karikatur karyanya melalui pendekatan semiotika.

   


(18)

8   

Istilah semiotika yang muncul pada akhir abad ke-19 oleh filosof aliran pragmatisme Amerika, Charles Sanders Peirce merujuk pada doktrin formal tentang tanda-tanda. Yang menjadi dasar bagi semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena jika tidak begitu manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realistis. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya dapat dipandang sebagai jenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur, 2003:13).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemaknaan karikatur editorial Clekit Koalisi Oposisi pada Harian Jawa Pos edisi 6 Februari 2010?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan permasalahan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur editorial Clekit Koalisi Oposisi pada Harian Jawa Pos edisi 06 Februari 2010.


(19)

   

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, referensi, dan sumbangan ilmu atas wawasan bagi mahasiswa komunikasi pada umumnya untuk perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai studi analisis isi dengan pendekatan semiotik, dan dapat digunakan untuk menambah referensi kepustakaan Universitas Pembangunan Nasional mengenai penelitian yang menggunakan pendekatan semiotik.

2. Kegunaan Praktis.

Memberikan landasan pada pengelola media massa dalam hal ini bahwa informasi atau berita tidak hanya bisa dijabarkan melalui tulisan maupun siaran, namun dapat pula berupa bentuk gambar kartun berupa karikatur yang menarik, memiliki nilai humor didalamnya, mengandung kritikan dan mempunya nilai tersendiri.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Karikatur

Gambar Karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, seni melukis, psikologis, maupun bagaimana ia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur merupakan symbolic speech (komunikasi secara tidak langsung) artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain makna yang terkandung dalam karikatur adalah makna yang terselubung. Simbol-simbol dalam karikatur tersebut merupakan simbol yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (komunikator) dan mereka yang menerimanya (komunikan) (Van Zoest, 1996:3).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006:40).

10 


(21)

Sebuah gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial sebagaimana disetiap ruang opini surat kabar biasanya disebut karikatur. Sedangkan gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata tanpa membawa beban kritik sosial apapun biasanya disebut kartun (Sobur, 2006:38).

2.1.2. Karikatur Dalam Media Massa

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain, komunikator kepada komunikan, pada dasarnya pikiran bisa berupa gagasan atau ide, opini, informasi dan lain sebagainya, dimana gagasan, opini, dan informasi muncul dari pemikiran seorang itu sendiri, perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran, kemarahan, kepuasan, dan keberanian dimana hal-hal tersebut bisa muncul dari perasaan masing-masing. Banyak pengertian yang memberi penjelasan tentang komunikasi massa secara umum, komunikasi massa diartikan sebagai penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media massa adalah komunikasi yang pesannya ditujukan untuk sejumlah besar orang anonym, heterogen dan tersebar luas melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak serta tidak mengenal batas geografis kultural. Dengan kata lain kominkasi massa adalah penyaluran pesan-pesan kepada sejumlah orang melalui media massa. Media massa dalam disiplin komunikasi adala sejumlah alat untuk menyampaikan pesan untuk berkimunikasi. Dalam konteks masyarakat modern, ia merupakan instrument dengan apa pelbagai bentuk komunikasi dilangsungkan (Budiman, 2002:57).


(22)

12 

 

Dalam masyarakat dari yang awam hingga terkompleks komunikasi massa memiliki beberapa fungsi. Menurut laswell ada tiga fungsi komunikasi, Yaitu.

1. The surveilence of the environtment.

Fungsi ini biasa disebut pengamatan lingkungan, yaitu pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui kejadian-kejadian yang akan terjadi.

2. The corelation of part of society in responding to the environment.

Fungsi ini adalah fungsi korelasi, fungsi yang ada dalam masyarakat yang menaggapi lingkungan, yakni dengan menghasilkan atau memiliki alternatif-alternatif solusi dalam menangani masalah sosial.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next.

Fungsi ini biasa disebut sosialisasi dan pendidikan yaitu fungsi transmisi nilai dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya (Winarso, 2005:21).

Karikatur merupakan salah satu dari isi surat kabar yang bersifat hiburan, karena karikatur merupakan gambar lelucon yang bersifat lucu dan mengandung unsur humor dengan membawa pesan sosial. Pada abad XVII di Italia tempat gambar kartun pertama kali muncul di dunia. Perintisnya bernama Amnibale Caricci, seorang karikaturis yang mampu mengubah wajah seseorang menjadi bentuk binatang atau sayuran namun tetap mirip dengan subyeknya yang bertujuan sebagai ungkapan protes ataupun kritik sosial. Di Inggris, karikatur pertama kali muncul oleh Thomas Rowlandson (1756-1872) dan James Gillary (1757-1815). Dalam perkembangan selajutnya karikatur dihubungkan dengan jurnalisme (Panuju, 2005:86).


(23)

2.1.3. Karikatur Editorial

Sebetulnya karikatur adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah total. Karikatur yang sudah diberi beban pesan, kritik dsb. berarti telah menjadi kartun opini. Dengan kata lain, kartun yang membawa pesan kritik sosial, yang muncul disetiap penerbitan surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon, yakni versi lain dari editorial atau tajuk rencana dalam versi gambar humor (Sobur, 2006:139)

Karikatur editorial atau yang disebut juga kartun opini harus dilihat dari cara bagaimana karikatur tersebut dibuat, unsur-unsur apa saja yang perlu dan penting. Semua hal tersebut sangat penting agar karikatur editorial benar-benar baik, cerdas, lucu, kritis, dan tentunya proporsional. Sebagai karikatur editorial yang menyampaikan opini redaksi, karikatur harus mengandung teknis karikatur.

1. Karikatur harus informatif dan komunikatif.

Karikatur pada kriteria ini berlaku sebagai penyampai pesan atau informasi berkaitan dengan fenomena tertentu. Informasi tersebut disampaikan dengan gaya bahasa non verbal yang lucu dan sedikit satu atau dua kata verbal disisipkan sebagai penguat sehingga pesan gambar tersebut komunikatif. Tujuannya agar dalam penyampaian pesan gambar tersebut tidak terjadi salah pengertian, walaupun dalam penafsiran karikatur berbeda-beda dan bila tidak ditafsirkan secara benar maka akan terjadi bias.

2. Karikatur harus mengangkat permasalahan yang fenomenal dan sedang ramai dibicarakan publik.

Artinya fenomena yang diangkat harus baru teknis ini penting sekali karena jika teknis ini tidak ada maka karikatur sama dengan komik. Seperti diketahui, komik adalah gambar kartun humor yang tidak mengangkat tema kritis atupun fenomenal serta tidak aktual, komik hanya mengangkat tema tentang hal-hal lucu saja. Dengan demikian komik tersegmentasi pada


(24)

14 

 

kalangan anak-anak karena isinya yang ringan dan tidak kritis. Berbeda dengan karikatur, muatan isinya lebih pada ranah publik yang fenomenal dan ramai diperbincangkan karena pengaruhnya yang begitu besar bagi semua individu, misalnya karikatur tentang lapindo, BLBI, terorisme, bencana alam dan sebagainya.

3. Supaya karikatur kritis, cerdas, dan lucu adalah memuat kandungan humor.

Kelucuan menjadi penetral sekaligus sebagai identitas karikatur. Sifat atau teknis yang humoris menjadi sarana refreshing atau bersantai khalayak meskipun sadar atau tidak mereka tetap kritis terhadap segala permasalahan yang diangkat.

4. Karikatur memiliki gambar yang baik.

Maksud dari gambar yang baik adalah gambar harus dibuat semirip mungkin dengan tokoh yang disindir dan permasalahan yang diangkat. Karikatur harus mirip dengan objek yang asli meskipun dalam karikatur terdapat deformasi terhadap tokoh-tokohnya (Sobur. 2006 ; 139).

Karikatur editorial sebagai opini surat kabar berbentuk humor visual juga memiliki kata-kata sebagai penegas, kata-kata tersebut merupakan onomatopetica, yaitu penggambaran suara dari objek. Onomatopetica itu biasanya suara orang yang bersiul, harimau yang mengaum, teriakan orang marah dan lain-lain (Sobur, 2006:138).

2.1.4. Kariaktur Sebagai Kritik Sosial

Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi negatif seperti celaan, namun kata “kecaman” mengandung kemungkinan arti yang positif yaitu dukungan, usulan atau saran, definisi kritik menurut kamus oxford


(25)

adalah “one who appraise literary or artistic work” atau suatu hal yang membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan kesalahan terhadap sesuatu. Kritik berasal dari bahasa Yunani yaitu kritike yang artinya pemisahan, dan berkembang dalam bahasa Inggris yaitu critism yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan manusia dalam bermasyarakat seperti interaksi sosial, gaya hidup masyarakat, perubahan sosial yang terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kritik sosial dapat diartikan sebagai evaluasi atau penilaian yang menyangkut kehidupan bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil. Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Masoed, 1999:47).

Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memeperhatikan


(26)

16 

 

kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggungjawab bahwa manusia bersama-sama bertanggungjawab atas perkembangan lingkungan sosialnya (Masoed, 1999:49).

Bagi pers, menjalankan kritik sosial adalah salah satu cara menjalankan salah satu normatifnya, yakni sebagai satu alat kontrol sosial. Menyampaikan kritik sosial bagi pers juga bermakna sebagi cara bagaimana pers menyalurkan aspirasi masyarakat, begitu pula menyampaikan kritik bagi pers adalah salah satu cara bagaimana menggambarkan kegelisahan, keprihatinan, dan bahkan kemarahan masyarakat (Masoed, 1999:50).

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial meriupakan dua sisi mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian. Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Kritik sosial juga merupakan apresiasi dari masyarkat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para designer. Kritik sosial sering kali dijumpai di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka disarankan untuk tidak begitu melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004:4).


(27)

2.1.5. Karikatur Sebagai Proses komunikasi

John Dewey menyatakan bahwa “komunikasi adalah hal yang menakjubkan”. Dalam pandangannya, masyarakat terus berkembang berkat komunikasi. Dengan komunikasi manusia bisa berinteraksi dan bisa saling memahami apa yang telah terjadi maupun apa yang akan terjadi dalam memenuhi tuntutan kebutuhan kehidupan. Karena manusia dapat menciptakan simbol makna, manusia juga mampu mengutarakan suatu minat dan niat dengan komunikasi, dan hal tersebut dapat pula mempengaruhi bentuk kehidupan sosialnya (Rivers, 2003:33).

Dalam kehidupan modern manusia tidak bisa melepaskan simbolisme dalam komunikasi modern karena penggunaan ini begitu jelas ada disekitarnya. Simbolisme adalah ciri universal yang hakiki dari semua kebudayaan agama. Peradaban tergantung kemampuan manusia untuk menggunakan dan menciptakan simbol-simbol, bahasa itu sendiri merupakan sekumpulan simbol yang dimanipulasi untuk menyampaikan ide. Bila tidak diberi nama maka ide tidak diungkapkan dan nama yang diberikan kepadanya adalah suatu simbol. Simbol-simbol perlu digunakan untuk memberi nama kepada suatu objek yang tidak bisa dijangkau lebih jauh lagi oleh pikiran komunikasi manusia tergantung pada simbolnya (Tatt, 1996:3).


(28)

18 

 

Simbol-simbol digunakan untuk menyampaikan ide, makna dan simbol juga dikombinasikan untuk membentuk ungkapan-ungkapan baru. Simbolisme kuno dalam bentuk gambaran yang pada akhirnya melahirkan tulisan abjad. Simbolisme adalah sesuatu yang hidup. Simbolisme telah mengambil bentuk baru dengan penggunaan yang baru pula. Dari awal munculnya peradaban hingga masa kontemporer ini simbol merupakan bagian yang hakiki kehidupan sehari-hari. Tanda-tanda lalulintas dan petunjuk arah membimbing seseorang untuk mencapai tujuannya, simbol dilarang merokok atau dilarang membuang sampah memberikan ancaman bagi mereka yang melanggarnya, orang bisa saja melaggar peraturan berupa simbol-simbol atau larangan-larangan yang dapat membahayakan, namun ia harus siap menaggung resiko yang terjadi terhadap simbol-simbol atau larangan-larangan tersebut.

2.1.6. Surat kabar

"Setiap masyarakat membutuhkan berita" kata penulis Inggris Dame Rebecca West, "seperti orang membutuhkan mata, ia ingin tahu segala sesuatu yang terjadi". Tapi berita tidak selamanya demikian, menurut William Radolf Hearts salah satu tokoh penerbitan di Amerika punya sinisme. Berita, menurutnya ialah seseorang yang menghentikan sesuatu yang hendak dicetak karena iklan Iebih penting.

Dua hal tersebut menyertai perkembangan dunia persurat kabaran modern. Sejalan dengan daya rengkuhnya terhadap jutaan pembaca diberbagai belahan dunia, serta persaingannya dengan radio dan televisi. Teknologi elektronik yang memasok televisi hampir disetiap rumah, ikut mendorong perkembangan proses


(29)

pencetakan surat kabar. Kehadiran televisi membuat kemunculan koran atau surat kabar dibagikan secara gratis (di negara-negara Eropa dan Amerika). Iklan telah menutup biaya produksi cetak.

Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain, karena kesegarannya, karakteristik headlinenya dan keaneka ragaman liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. Hal ini terkait dengan kebutuhan pembaca, akan sisi menarik informasi yang ingin dibacanya dari surat kabar yang menjadi langganannya. Walau demikian surat kabar bukan sekedar pelapor kisah-kisah human interest dari berbagai peristiwa.

Pada abad ke-19, surat kabar independent pertama memberikan kontribusi signifikan bagi penyebaran keaksaraan. Membuat khalayak keluar dari buta huruf dan berbagai konsep hak asasi manusia dan kebebasan demokratis. Surat kabar terus menerus mengasah pandangan-pandangan ihwal "global village", perkampungan dunia di akhir abad ke-20. Setiap kejadian international terkait erat dengan kepentingan tiap orang di belahan dunia manapun ia berada. Setiap kisah tragedi perseorangan menjadi milik tiap orang untuk mempersoalkannya ke dalam drama persoalan internasional.

Asumsinya, setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala pernak-pernik kejadian. Karena dari bekal informasi itulah setiap orang dapat turut urun, rembug, dan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan tersebut, tiap orang membutuhkan wartawan surat kabar yang bertugas sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan memberi tahu tentang segala peristiwa yang terjadi dan dibutuhkan masyarakat. Pada sisi inilah, mengapa wartawan memiliki hak untuk tahu pada


(30)

20 

 

segala informasi publik dan diberi keleluasaan untuk mencari ke mana pun informasi itu berada. Sebab, wartawan bertanggung jawab pada kebutuhan masyarakat akan informasi yang ada di lingkungannya.

Surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan tersebut. Informasi menjadi instrumen penting dari masyarakat industri. Maka itulah, surat kabar harian bisa disebut sebagai produk dari industri masyarakat. Di samping itu, dalam bentuknya yang independen (dalam kemandirian), surat kabar biasanya integral dengan perkembangan paham demokrasi di sebuah masyarakat. Hal itu bisa terlihat dari kondisi kebebasan pers yang terdapat pada suatu masyarakat, dan tingkat keaksaraan membuat khalayak keluar dari buta huruf masyarakat (Santana, 2005:87).

2.1.7. Koalisi dan Oposisi

Koalisi.

Koalisi dalam kamus partai politik merupakan kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara mayoritas dalam parlemen dalam membentuk satu kabinet atau pemerintah. Koalisi biasanya dibentuk antara partai-partai yang memiliki suara yang hampir sama, bukan partai yang memiliki suara mayoritas.

Koalisi multi partai merupakan kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh suara mayoritas di parlemen. Koalisi semacam itu biasanya merupakan pemerintahan yang dipimpin perdana menteri, dengan perajanjian bahwa masing-masing partai yang bergabung dengan koalisi memiliki kesempatan atau peluang untuk menentukan arah kebijakan negara, dan


(31)

memiliki peluang untuk menduduki pos-pos pemerintahan yang penting sesuai dengan perimbangan dalam koalisi.

Oposisi.

Oposisi diartikan sebagai kelompok yang mempunyai pendirian yang bertentangan dengan garis kebijakan kelompok yang menjalankan pemerintahan atau pengurusan/perusahaan. Tujuan jangka panjang kedua kelompok itu, yakni yang membentuk pemerintah dan yang beroposisi adalah sama : kemajuan dan kemakmuran negara atau organisasi, tetapi terdapat perbedaan tentang cara dan tahap-tahap mencapainya. Maka oposisi bukan musuh, melainkan lawan dalam percaturan politik. Dalam demokrasi, oposisi dianggap sesuatu yang sangat diperlukan, sehingga oposisi dalam parlemen melembaga secara resmi. Sebap, oposisi menjalankan suatu fungsi yang penting, yaitu mengontrol pemerintahan yang didukung oleh mayoritas, menguji kebijaksanaan pemerintah dengan memperlihatkan titik kelemahannya, menganjurkan alternatif.

2.1.8. Konsep Makna

Para ahli mengakui, makna (mean) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya Ogden dan Richards yang berjudul “The Meaning of Meaning” telah mengumpulkan telah mengumpulkan tidak kurang dari dua puluh dua batasan mengenai makna (Kurniawan, 2008:27).

Makna merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama dua ribu tahun silam (Fisher


(32)

22 

 

dalam Sobur, 2004:248). Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan ultrarealitas, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon yang dikeluarkan oleh Skinner. Berbeda dengan Jerold Katz, menurutnya “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah” (Kurniawan, 2008:47).

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah: menjelaskan makna secara alamiah, mendeskripsikan secara alamiah, dan menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Sobur, 2004:258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna, model konsep makna sebagai berikut.

1. Makna dalam diri manusia.

Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi di benak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.

2. Makna berubah.

Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan 200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini berubah dan ini khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna.


(33)

Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana komunikasi mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. 4. Penyingkatan berlebihan akan merubah makna.

Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita persahabatan, kebahagiaan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya.

Pada saat-saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian.

Makna yang kita peroleh dari suatau kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003:285-289).

2.1.9. Komunikasi Non Verbal

Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal (Mulyana, 2001:312).

Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi beberapa bagian, antara lain.


(34)

24 

 

1. Isyarat Tangan.

Isyarat tangan atau berbicara dengan tangan termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, atau isyarat fisiknya berbeda namun maksudnya sama.

2. Postur Tubuh.

Postur tubuh sering bersifat simbolik. Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan Wiliam misalnya menunjukan hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen.

3. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata.

Secara umum dapat dikatakan bahwa maknaekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya.

2.1.10. Pendekatan Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda, berbicara tentang ilmu berarti berbicara tentang teori. Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda, atau seme yang berarti penafsiran tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda. Tanda-tanda merupakan perangkat yang kita kaji dalam upaya mencari jalan di sekitar kita. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai


(35)

hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal-hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).

Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolatik atas seni logika, retorika, dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dsb. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari komunikator. Semiotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi kehidupan manusia. Menurut Derrida “there is nothing outside language” yang artiya tidak ada sesuatu di dunia ini diluar bahasa. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia, sehingga manusia yang tidak mampu mengenal tanda tidak dapat hidup (Kurniawan, 2008:34).

Menurut Peirce, semiotika merupakan kata yang sudah digunakan sejak abad ke-18 oleh ahli filsafat Jerman yaitu Lambert, yang merupakan sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran menurut hipotesis Peirce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda membuat manusia menjadi berpikir, berinteraksi dengan orang lain dan


(36)

26 

 

memberikan makna tentang apa yang akan ditampilkan oleh alam. Semiotika bagi Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerjasama antara tiga subyek yaitu. Tanda (sign), obyek (object), dan interpretant (interpretant).

Semiotik dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tanda, proses penanda, dan proses menandai. Bahasa merupakan jenis tanda tertentu, dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik. Saussure menggunakan kata “semiologi” yang mempunyai pengertian sama dengan semiotika pada aliran Peirce. Kedua kata ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotika. Tradisi linguistik menunjukan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan nama Saussure sampai Hejamslev dan Barthes yang menggunakan istilah semiologi. Sedangkan yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda yang dikaitkan dengan nama-nama Peirce dan Morris menggunakan istilah semiotika. Kata semiotika kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semiologi (Sobur, 2003:13).

Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotika. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar suatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah struktur.


(37)

Para ahli semiotik yang beraliran ekspansionis menelaah dengan menggunakan konsep yang terdapat di dalam linguistik ditambah dengan konsep semiotik yang beraliran behavioris mengembangkan teori semiotik dengan jalan memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam psikologi (misalnya pandangan skinner) yang tentu saja berpengaruh dalam dunia linguistik. Kaum behavioris dalam linguistik membahas bahasa sebagai siklus stimuli , respon yang jika ditelaah dari segi semiotika adalah persoalan sistem tanda yang berproses pada pengirim dan penerima (Pateda, 2001:33).

Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, semiotika menurut Charles Morris, memiliki tiga cabang, yakni sintatika yang artinya studi relasi formal tanda-tanda, semantika yang artinya studi relasi dengan penfsirannya, dan pragmantika yang artinya cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan kebahasaan (Wijana, 1996:5). Paham mengenai semiotika atau ilmu tentang tanda ini telah menjadi salah satu konsep yang paling bermanfaat di dalam kerja kaum strukturalis sejak beberapa dasawarsa lalu. Basisnya adalah pengertian tanda, yakni segala sesuatu yang secara konvensional dapat menggantikan atau mewakili sesuatau yang lain. Semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematika menjelaskan esensi (ciri-ciri dan bentuk suatu tanda, proses signifikansi yang menyertainya). Menurut Jhon Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi semiotika yaitu.

1. Tanda itu sendiri.

Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menhubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem lambang-lambang disusun.


(38)

28 

 

Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat di dalam sebuah kebudayaan.

3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi.

Maka bisa dikatakan semiotik adalah suatu teori dan analisa dari berbagai tanda (sign) dan pemaknaan (signification). Semiotik mengkaji tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Semua jelas tidak ada yang tidak dapat dijadikan topik penelitian semiotik. Dengan kata lain perangkat-perangkat pengertian semiotik dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratan dipenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan, dan ada interpretasi (Cristomy, 2004:79).

2.1.11. Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotika untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:83). Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna (triangel of meaning) menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce disebut “ground”. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object, & interpretant (Sobur, 2004:41).

Menurut Barthes interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dakam benak seseorang, maka muncul makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul


(39)

dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Kurniawan, 2008:37).

Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga-tiganya adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebap akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvesi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004:42).

Peirce membagi tanda atas sepuluh jenis. 1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda.

2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan sesuatu.

4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu.

5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum.

6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu.

7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.


(40)

30 

 

8. Rhematic Symbol, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.

9. Dicent Symbol atau Proposition, yakni tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferent seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu (Sobur, 2004:42-43).

Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, jadi adanya tanda menajadikan adanya suatu bentuk pemikiran dari seseorang akan tanda tersebut, hasil dari pemikiran seseorang menjadikan adanya komentar dari seseorang berbentuk pemaknaan dari tanda tersebut. Maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas dalam teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna tersebut muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan seseorang pada waktu berkomunikasi (Sobur, 2002:115).

Gb. 1.1. Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce (Triangle of meaning). Charles S. Peirce membagi antara objek menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model


(41)

Gb. 1.2. Model Kategori Tanda Oleh Peirce.

2.2. Kerangka Berpikir

Menurut Van Zoest, manusia adalah homo semioticus dimana masing-masing individu mempunyai latar belakang pemikiran yang berbeda, dalam memaknai suatu objek atau peristiwa. Manusia dapat memproklamasikan sesuatu, apa saja, sebagai tanda karena hal itu dapat dilakukan oleh semua manusia (Sobur, 2003:13). Pada penelitian ini melakukan pemaknaan atau menginterpretasikan dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan. Makna yang akan diidentifikasi pertama adalah makna denotatif, yaitu mencatat semua tanda visual atau makna mengambang dan bisa dibaca di permukaan. Selanjutnya akan diidentifikasi makna-makna yang tersembunyi yaitu makna konotatif atau kita membaca yang tersirat yang memungkinkan terbacanya nilai-nilai yang digunakan sebagai referensi untuk mengkonstruksikan makna karikatur.


(42)

32 

 

Alur pemikiran ini akan dianalisa menggunakan metode semiotika Peirce untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai gambar karikatur Clekit “Koalisi, Oposisi” pada surat kabar Jawa Pos. Yang diutamakan disini adalah pemaknaan yang mendalam dari karikatur tersebut, sehingga peristiwa yang melatar belakangi pembuatan karikatur ini terungkap. Peirce menggunkan istilah sign yang merupakan representasi dari sesuatu di luar tanda, yaitu objek dan dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).

Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui makna-makna yang terdapat dalam karikatur Clekit tersebut baik dari makna denotatif maupun dari konotatif. Maka dari itu tanda-tanda yang akan diuraikan berdasarkan struktur penanda dan petanda, agar dapat diperoleh dan terbaca makna denotatif maupun makna konotatif.

Dari hasil interpretasi tersebut akan dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur tersebut, apa saja kandungan faktual yang terdapat dalam karikatur, siapa yang menjadi sasaran kritik serta bagaimanakah pandangan seorang karikaturis dalam menanggapi permasalahan atau fenomena yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang tertuang dalam karikatur yang diciptakannya.


(43)

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotika. Yang melatar belakangi digunakannya metode deskriptif kualitatif ini adalah terdapat beberapa faktor pertimbangan. Pertama, metode deskriptif kualitatif akan mudah lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda. Kedua, metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara objek dengan peneliti. Ketiga, metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 2002:33).

Pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Marliani, 2004:48).

Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam penelitian ini. Pertama, konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Di sini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua, proses bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga, pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

33 


(44)

34 

 

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mangkaji tanda. Dengan menggunkan metode semiotika, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan mealui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang dalam gambar karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengkaji pemaknaan karikatur Clekit “Koalisi Oposisi” pada harian Jawa Pos edisi 06 Februari 2010.

3.2. Corpus

Di dalam penelitian kulaitatif diperlukan adanya suatu batasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun taraf waktu (Kurniawan, 2001:70).

Corpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, corpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Corpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.

   


(45)

Corpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur Clekit “Koalisi, Oposisi” pada harian Jawa Pos edisi 06 Februari 2010.

3.3. Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam karikatur “Koalisi, Oposisi”, yang diinterpretasikan menggunakan ikon, indeks, dan simbol tersebut dalam kaitannya menggunkan metode model Charles Sanders Peirce.

Ikon, sebuah tanda bersifat ikonik apabila terdapat kemiripan rupa (resemblance) antara tanda dan hal yang diwakilinya. Di dalam ikon hubungan antara tanda dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas yakni kesesuaian rupa yang terungkapkan oleh tanda dan dapat dikenali oleh penerimanya (Budiman, 1999:49). Pada gambar karikatur Clekit ini ditunjukan dengan pria tambun berambut jambul dan pria tambun berkepala botak.

Indeks, sebuah tanda disebut sebagai indeks apabila terdapat hubungan fenomenal atau eksternal diantara tanda dan hal yang ditandainya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual, dan biasanya melalui cara yang sekuensial atau kausal (Budiman, 1999:50). Pada gambar karikatur Clekit ini ditunjukan dengan. Garis tengah, tiga garis lekuk disebelah siku dan punggung, warna hitam di bawah kaki, ekspresi wajah, mulut, lirikan mata, alis, mata tertutup, kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang, tangan yang saling merangkul, tangan kanan dilipat kebelakang, dan tangan kiri terbuka, jas yang terbuka, gambar depan dan belakang.

   


(46)

36 

 

Simbol, merupakan salah satu jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Dengan demikian, berdasarkan pengertian ini simbol merupakan pengertian tentang tanda. Istilah simbol bisa dipergunakan secara luas dengan pengertian yang beraneka ragam dan dengan demikian tentu harus selalu dipahami secara hati-hati (Budiman, 1999:108). Pada gambar karikatur Clekit ini ditunjukan dengan. Lambang partai demokrat yang ada di jas putih, tulisan Koalisi yang ada di kaos warna putih dan tulisan Oposisi di jas warna gelap di punggung jas dan celana warna putih, jas dan celana warna gelap, dan kaos warna putih, rambut jambul, rambut botak, badan dan hidung besar.

Penempatan tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak (point of interest) yang memaknainya. Sehingga penempatan tanda-tanda dalam karikatur “Koalisi, Oposisi” di atas, yang mana sebagai ikon, mana sebagai indeks, dan mana yang sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak. Hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang memaknai karikatur Clekit “Koalisi, Oposisi” pada harian Jawa Pos edisi 06 Februari 2010 sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

   


(47)

Gb. 2.4. Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 Berdasarkan Model Semiotika Charles Sanders Peirce.

   


(48)

38 

 

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berasal dari data-data primer dan data-data sekunder.

Data Primer.

Data Primer adalah sesuatu yang diberikan bentuknya bisa berupa angka, kata-kata, dan juga cerita yang selanjutnya dapat diolah, data primer dari penelitian ini adalah karikatur gambar Clekit yang diambil dari surat kabar Jawa Pos pada edisi Sabtu 6 Februari 2010, pada gambar karikatur edisi ini mengangkat tema tentang Partai Demokrat memprihatinkan manuver politik mitra koalisinya yang dianggap tak bisa diandalkan sebagai ”benteng pertahanan”. Selain mengancam mengusulkan reshuffle kabinet terhadap menteri yang berasal dari Parpol koalisi, Sekjen Partai Demokrat Amir Syamsuddin juga mempersilakan mitra koalisi jadi oposisi. Dia mengatakan, warning ini bukan untuk mengancam, melainkan agar mitra koalisi menyadari posisinya.

”Kalau tidak takut silakan saja. Kalau merasa bukan mereka, memang tidak perlu takut. Kalau mereka mau jadi oposisi malah bagus,” kata Amir, Kamis kemarin.

Dengan tegas Amir mengatakan, Demokrat tak persoalan jika koalisi mengubah jalur menjadi oposisi. ”Kami tidak pernah takut mereka mau jadi oposisi, silakan saja. Oposisi yang kuat malah bagus untuk pemerintahan,” ujarnya.

   


(49)

Peringatan keras Demokrat ini dikeluarkan menyusul gerak-gerik koalisi di parlemen, khususnya Pansus Century. Amir mengungkapkan, salah satu alasannya karena mitra koalisi tidak pernah menunjukkan empati dan simpatinya terhadap ”serangan” yang dilayangkan kepada pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Data Sekunder.

Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari buku literatur sebagai bahan referensi, internet (wahyukokkang.wordpress.com, demokrat.or.id, dan jawapos.com), koran yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

3.5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode model Charles Sanders Peirce, metode data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati gambar karikatur secara langsung dari hasil pengamatan dan berdasarkan landasan teori semiotika milik Peirce, maka akan ditemukan pemaknaan melalui sistem tanda dan lambang dalam gambar karikatur Clekit yang berupa ikon, indeks, dan simbol.

Data-data berupa tanda visual maupun verbal yang dapat dianalisis dengan menggunakan kerangka tripihak yang ditunjukan oleh Peirce, yaitu sign, object, & interpretant. Cara yang dilakukan adalah dengan mengamati tanda-tanda yang terdapat dalam kartun tersebut untuk kemudian diinterpretasikan melalui proses semiosis yang menggunakan proses getok tular dimana pemaknaan yang dibuat tidak berhenti pada satu makna tetapi dapat berkembang atau berkelanjutan, dan  


(50)

40 

 

   

kedua melalui pengkombinasian tanda (tipologi tanda). Interpretasi yang dilakukan juga ditunjang oleh frame of reference serta field of experience yang dimiliki oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat tafsiran yang dibuat sekaligus untuk mengutuhkan pemaknaan.


(51)

4.1. Karikatur Editorial Clekit

Karikatur Editorial Clekit Jawa Pos awalnya hanya terbit rutin satu minggu satu kali, yaitu pada hari sabtu. Clekit muncul secara periodik sejak bulan Oktober 1994. Beberapa bulan kemudian, atas kesepakatan rapat dewan redaksi maka periode penerbitan clekit sebagai opini visual ditambah dua kali dalam satu minggu, yaitu pada hari Rabu dan Sabtu. Namun terjadi kembali perubahan setelah beberapa tahun berjalan, tepatnya sejak bulan Januari 1997. Sejak saat itu, opini visual clekit waktu terbitnya ditambah menjadi tiga kali, dalam satu minggu yaitu hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Sejak waktu itu hingga kini waktu terbit editorial clekit tetap yaitu setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.

Karikaturis clekit adalah Wahyu Kokkang. Dia masuk menjadi karikaturis sejak tahun 2003. Karya Wahyu Kokkang ini memakai tokoh seorang laki-laki tidak terlalu tua tetapi juga tidak terlalu muda. Laki-laki ini mengenakan kemeja lengan panjang dengan bagian ujungnya dilipat hingga di bawah siku, celana jeans dan topi sebagai penutup rambutnya yang sedikit gondrong.

Wahyu Kokkang bermaksud memperlihatkan bahwa karikatur clekit ini adalah bentuk kontrol sosial dan keberpihakannya pada rakyat kecil.

Sebelum tahun 2003 karikaturis clekit adalah Leak Koestiya. Leak adalah karikaturis pertama Jawa Pos sekaligus yang memberi nama karikatur opini Jawa Pos itu clekit. Clekit adalah nama salah satu rubrik yang pernah dikerjakan Leak semasa masih berada di majalah mahasiswa "Fokal" IKIP PGRI Semarang.

41 


(52)

42 

 

Clekit berasal dari bahasa jawa yang berarti rasa sakit akibat cubitan atau gigitan serangga. Begitu pula dengan pesan yang disampaikan Clekit bermaksud memberikan kritik yang membangun. Misi Clekit sendiri adalah memberikan peringatan atau mengingatkan pembaca dan pemerintah sebagai khalayak bahwa diantara mereka telah terjadi sesuatu, dan membutuhkan perhatian. Sesuai dengan namanya clekit, maka dari editorial tersebut diharapkan dapat memberikan kesadaran terhadap pihak-pihak terkait peristiwa.

Clekit disini sebagai penyalur kontrol sosial, dimana kontrol sosial merupakan salah satu fungsi surat kabar. Dengan fungsi ini surat kabar dapat menyebarkan suatu pesan tentang suatu peristiwa dengan konsep visual humoris.

Dengan pesan yang disampaikan berbentuk visualisasi humor. Sadar atau tidak, dengan humor pembaca sebagai khalayak dapat menanggapi pesan yang disampaikan karikatur Editorial Clekit Jawa Pos. Dengan kemasan humor yang baik clekit mampu "memaksa" khalayak mengamati kejadian atau peristiwa yang sedang hangat di masyarakat. Konsep karikatur yang humoris, maka peristiwa penting menjadi tampak ringan dihadapan khalayak. Kemasan yang menonjolkan kelucuan sebagai salah satu faktor utama, merupakan salah satu strategi Jawa Pos agar khalayak tetap kritis meskipun dikemas dalam bentuk humor. Topik yang menjadi bahan penyampaian opini pesan terhadap khalayak merupakan cermin dari segala peristiwa yang terjadi, baik di pemerintahan,

DPR, instansi-instansi maupun sosial masyarakat (http//www.jawapos.co.id/cv/l.html/230208).

   


(53)

4.2. Jawa Pos

Didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik membuat surat kabar sendiri. Sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda.

Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami penurunan. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar. saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.

Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT. Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola meninggal dunia pada tahun 2000. Dahlan Iskan menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 eksemplar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.

Lima tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, memiliki lebih dan 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada  


(54)

44 

 

tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saat ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.

Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini PT. Adiprima Sura Perinta mampu memproduksi kertas koran 450 ton per hari. Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya. Sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, tahun 2002 Jawa Pos Grup mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, diikuti Batam TV di Batam, Riau TV di Pekanbaru, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, Parahiyangan TV di Bandung.

Memasuki tahun 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru, yaitu Independent Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kalimantan Timur (http//www.jawapos.co.id/cv/l.html/230208).

4.3. Penyajian Data

Penyajian data berdasarkan hasil penelitian pada Karikatur Editorial Clekit edisi 6 Februari 2010. Pengamatan tersebut dilakukan Peneliti dengan menggunakan interpretasi dan analisa Peneliti berdasarkan landasan teori Charles Sanders Peirce.

Tiga tipe tanda menurut Peirce yaitu ikon, indeks, dan simbol. Untuk pengungkapan makna pesan yang disampaikan dalam karikatur tersebut, sistem  


(55)

tanda yang ada dalam Karikatur Editorial Clekit edisi 6 Februari 2010 itu akan disegmentasikan berdasarkan fungsi tanda sebagaimana yang telah diungkapkan oleh teori Charles Sanders Peirce.

4.3.1. Tanda, Objek, dan Interpretan

Dalam analisa semiotika Charles Sanders Peirce, terdapat triangle of meaning yang terdiri dari tanda, objek dan interpretan. Ketiganya merupakan bentuk hubungaa triadik dalam produksi tanda untuk memperoleh makna yang berada di dalam jalinan tanda.

Interpretan disini adalah tafsiran peneliti terhadap objek berdasarkan makna tanda yang ada. Sebagai interpretan, peneliti menganalisa Karikatur Editorial Clekit edisi 6 Februari 2010 yang dijadikan korpus. Analisa tersebut dengan menghubungkan tanda dengan acuannya berdasarkan model semiotik Charles Sanders Peirce. Peirce membagi tanda yang terdapat di dalam objek yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol.

Objek pada penelitian ini adalah Karikatur Editorial Clekit edisi 6 Februari 2010, tanda pada penelitian ini adalah tanda-tanda yang ada di dalam objek.

Tanda-tanda yang mengarah kepada Presiden SBY adalah pria bertubuh gemuk dengan rambut berjambul sedang menggunakan dasi, celana dan jas berwarna putih yang di jas bagian depan bergambar lambang partai Demokrat, pria ini sedang merangkul dan melirik pria di sampingnya yang bertuliskan Koalisi sambil tertawa.

   


(56)

46 

 

Sedangkan tanda-tanda yang mengarah kepada Abu Rizal Bakrie adalah pria berkepala botak sedang memakai jas yang terbuka dengan kaus putih yang bertuliskan Koalisi dan celana berwarna gelap, dan terdapat tulisan Oposisi di jas gelap bagian punggung yang dipakai pria botak, pria ini sedang tertawa dan merangkul pria yang menggunakan jas putih.

(Gambar 4.1)

Hubungan tanda, objek, dan interpretan.

   


(57)

4.3.2. Ikon, Indeks, dan Simbol

Ikon dalam Karikatur editorial Clekit edisi 6 Februari 2010 ini terdiri dari. Pria tambun berambut jambul dan Pria tambun berkepala botak.

Indeksnya adalah. Badan, mulut, mata, alis, dan rambut pria berjambul, Garis tengah, Tiga garis lekuk disebelah siku dan punggung, Warna hitam di bawah kaki, Ekspresi mulut, lirikan mata, alis, mata tertutup, Kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang, Tangan yang saling merangkul, tangan kanan dilipat kebelakang, dan tangan kiri terbuka, Jas yang terbuka, Gambar depan dan belakang.

Simbolnya adalah. Lambang partai demokrat yang ada di jas putih, Tulisan Koalisi yang ada di kaos warna putih dan tulisan Oposisi di jas warna gelap di punggung, Jas dan celana warna putih, Jas dan celana warna gelap, dan kaos warna putih, Rambut jambul, rambut botak, badan dan hidung besar.

   


(58)

48 

 

Gb. 2.4. Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 Berdasarkan Model Semiotika Charles Sanders Peirce.

   


(59)

4.4. Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010

Karikatur Editorial Clekit dalam edisi 6 Februari ini menampilkan pesannya berupa visual dan verbal. Pesan visualnya mendominasi dengan penggambaran utama sosok dua orang bertubuh gemuk, yang satunya pria tambun berambut jambul yang memakai jas putih bergambar lambang Partai Demokrat di perutnya, dan orang yang satunya berkepala botak memakai jas gelap. Pesan verbal pada karikatur ini berupa tulisan “Koalisi” dan “Oposisi”.

Karikatur Editorial Clekit edisi ini menampilkan pria tambun berambut jambul yang memakai jas putih dan serba rapi sedang merangkul orang yang berkepala botak. Pria berambut jambul ini melirik sambil tertawa melihat pria botak yang jasnya terbuka yang di dalamnya memakai kaos warna putih bertuliskan “oposisi”.

Karikatur editorial Clekit yang humoris dan kritis memperlihatkan penampilan rapi pria berjambul sebagai simbol dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menertawakan pria botak sedang mamakai kaos putih yang bertuliskan “koalisi” dan jas gelap yang bertuliskan “oposisi”.

Pria berjambul sebagai simbol menggambarkan perilaku pimpinan Partai Demokrat yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang merasa prihatin dengan manuver mitra koalisi yang dianggap dapat dijadikan benteng pertahanan dalam sidang tersebut. Mitra koalisi malah memilih opsi C, yang menyatakan proses pengaliran dana “bail out” bank Century bermasalah dipilih oleh 325 anggota dari 537 anggota yang hadir. Sedangkan opsi A, yang

   


(60)

50 

 

menyatakan proses prosedur bailout tidak bermasalah, dipilih oleh 212 anggota DPR.

Dengan hasil voting itu bisa membuat posisi Partai Demokrat di pemerintahan mulai goyah. Pria yang menggunakan celana dan jas putih itu identik dengan orang yang suci bersih bersih. Maksud dari suci atau bersih disini, yang dapat menjaga hubungan baik dengan orang sekitarnya. Baik dalam kondisi apapun, yang namanya teman sedang dalam masalah itu hendaknya dibantu bukan malah diserang balik.

Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan pria yang berkepala botak. Pada awalnya pria botak ini yang notabene adalah mitra koalisi partai Demokrat. Tetapi ketika pihak Demokrat sedang membutuhkan bantuan darinya, mitra koalisi malah menyerang partai Demokrat.

Penggambaran yang demikian ini merupakan karya kreatif karikaturis dalam mempresentasikan situasi nyata pada hasil sidang Paripurna kasus Bank Century. Karikaturis mengangkat tema sidang kasus Bank Century tersebut guna membawa khalayak pembaca untuk kritis dan aktif melihat perkembangan sidang kasus Bank Century yang semakin kontroversial. Kontroversi yang muncul adalah para pihak koalisi tidak mendukung (mempunyai maksud di balik perkara ini) tentang kebijakan `bailout` (penggelontoran dana talangan dari uang negara senilai Rp. 6,7 triliun) kepada Bank Century yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani (Pihak Demokrat). Sri Mulyani, selain Menkeu, juga merupakan kekuatan reformasi pemerintah yang sudah terbukti selama lima tahun. keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai Sri  


(61)

Mulyani dengan salah seorang anggota Wapres Boediono (dulu gubernur BI) pastilah diambil dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan karena saat itu Bank Century dinilai berpotensi sebagai sumber sistemik. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar Rp. 6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank Indonesia. Padahal, dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp.1,3 triliun. Misteri itulah yang ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun meminta BPK mengaudit proses bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada 18 Desember 2008 telah menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu. Kasus Bank Century telah memperlihatkan bahwa ada bank kecil yang mendapatkan dukungan besar dari otoritas keuangan dan bank sentral.

4.5. Interpretasi Tanda Di Dalam Objek Karikatur Editorial Clekit Edisi 6 Februari 2010 Berdasarkan Teori Segitiga Makna

Tanda yang menjadi pusat analisis penelitian terdapat di dalam objek yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol.

Ikon

Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan.

   


(62)

52 

 

Misalnya, gambar Susilo Bambang Yudhoyono adalah ikon dari SBY, lukisan Abu Rizal Bakrie adalah ikon dari Abu Rizal Bakrie.

Ikon yang pertama adalah Pria tambun berambut jambul. Pria tambun berambut jambul sebagai ikon merupakan persamaan dengan wujud asli Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tubuh yang tambun sebagai orang yang suka makan, tubuhnya besar, dan secara fisik mempunyai kekuatan lebih daripada orang yang bertubuh kecil. Hal ini ditunjukan dengan kekuatan partai Demokrat yang mendominasi pemerintahan, karena dalam hasil pemilihan umum kemarin, partai Demokrat memenangkan lebih dari 60% suara dan sisanya dibagi menjadi milik partai yang lainnya. Partai Demokrat secara mulus memenangkan pemilihan presiden, SBY sebagai presiden dan wakilnya Boediono. Ciri-ciri fisik Presiden SBY adalah badan gemuk dan padat (tambun), belah sisiran rambutnya di sebelah kiri dan poninya ke atas (jambul). Dari penampilannya, karena SBY ini merupaka pemimpin tertinggi Negara Republik Indonesia rambutnya selalu rapi dan pakainnya selalu yang eksklusif dan formal. Ditemukannya presiden SBY menjadi sosok pria tambun berjambul dalam karikatur menjadi ikon. Ciri tersebut berbanding lurus dengan sosok pria berjambul, bertubuh tambun, dan memakai jas, dasi, kemeja, dan celana putih.

Ikon yang kedua adalah Pria tambun berkepala Botak. Pria tambun berkepala Botak sebagai ikon merupakan persamaan dengan wujud Abu Rizal Barie (ical). Rambut botak yang menyerupai rambut asli Ical, badan gemuk sebagai representasi kekayaan yang dimiliki oleh Ical. Kekayaan ini tidak hanya berupa meteriil, tetapi juga kekuatan dari partai Golkar. Hal ini merujuk pada

   


(63)

perolehan surat suara dalam pemilu, Golkar memperoleh surat suara terbanyak nomor dua setelah Demokrat. Kesamaan ini membentuk makna ikonik bahwa pria tambun berkepala botak pada karikatur memiliki wujud yang sama dengan realitas nyata.

Indeks

Indeks adalah tanda yang merujuk pada hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat.

Indeks yang pertama adalah terdiri dari Badan, mulut, mata, alis, dan rambut pria berjambul. Dalam karikatur ini badan pria berjambul digambarkan gemuk dan besar. Badan tersebut memiliki makna bahwa mempunyai kekuatan yang besar. Badan ini menyerupai bentuk fisik pemain sumo. Dengan mempunyai kekuatan yang besar, segala sesuatu yang menjadi kendala akan dilawan. Ibarat pesumo, biarpun musuhnya mempunyai bentuk fisik yang sama atau lebih besar maka tetap akan dilawan sekuat tenaga, tergantung bagaimana tekhniknya melawan musuh tersebut. Hal ini memperlihatkan kekuatan pria berjambul, kekuatan pria berjambul merupakan representasi dari dominasi demokrat di pemerintahan ataupun di parlemen. Selain itu, dapat diartikan sebagai kuatnya pertahanan Demokrat terhadap serangan mitra koalisi dalam sidang paripurna kasus Bank Century. Mulut yang terbuka lebar, lirikan mata, ekpresi alis bagian dalam yang naik keatas dan rambut jambul memperlihatkan ekspresi tawa meremehkan dan kekecewaan. Demokrat tidak terlalu mempersoalkan tentang diangkatnya penyaluran dana bailout ke dalam sidang paripurna, karena Demokrat merasa pengaliran dana tersebut memang sesuai

   


(1)

terbuka lebar. Sedangkan pihak koalisi dilukiskan sebagai pria botak, memakai pakaian yang kurang pantas (jas terbuka yang dibelakangnya bertiliskan oposisi dengan kaus rangkap bertuliskan koalisi). Penampilan ini memperlihatkan bahwa mitra koalisi sedang berusaha untuk menunjukan gelagat maksud atau tujuannya di belakang semuanya itu, sehingga dapat menyerang pihak Demokrat.

Ikon pada karikatur ini berfungsi sebagai simbol bahwa sikap mitra koalisi yang menyerang Demokrat dalam proses sidang paripurna kasus Bank Century. Hal ini tampak pada ikonik hidung besar, kepala botak, dan pakaian yang tidak rapi. Sedangkan ikon pria berjambul yang memakai pakaian serba rapi merupakan perbandingan lurus dari pihak Demokrat yang dihianati oleh mitra koalisi. Karena dalam proses persidangan kasus Bank Century mitra koalisi membelot dan memilih opsi C agar domonasi Demokrat di parlement dan pemerintahan tergoyahkan.

Dengan demikian dapat dimunculkan suatu pemaknaan dari keseluruhan objek karikatur, yaitu pria berjabul sebagai Demokrat, merasa dikecewakan mitra koalisi yang digambarkan sebagai pria botak. Kekecewaan itu disebapkan pria botak mempunyai pengaruh buruk seperti pakaian yang tidak rapi, dan mempunyai tujuan untuk menjadi oposisi dibelakang itu. Dengan keadaaan yang demikian, maka hubungan kemitraan keduanya yang sudah berjalan dapat terputus. Karena jika tidak, Demokrat akan dirusak dan di tusuk lewat belakang oleh mitra koalisi.

   


(2)

68   

Penggambaran yang demikian membentuk suatu makna simbolis indexial legisign yaitu adanya hubungan sebap akibat antara dua tokoh dalam karikatur. Hubungan ini membentuk suatu sifat kurang baik yang berupa rendahnya harga diri atau kredibilitas hubungan kemitraan dalam partai politik saat ini di mata khalayaknya (pengamat politik, para mitra koalisi, dan seluruh rakyat Indonesia), karena perbedaan pemikiran dalam hubungan kemitraannya.


(3)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada hubungan jalinan tanda di dalam karikatur Edtorial Clekit edisi 6 Februari 2010, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pria berjambul sebagai presiden SBY (Demokrat), merasa dikecewakan mitra koalisi Golkar (Abu Rizal Bakrie) yang digambarkan sebagai pria botak. Kekecewaan itu disebabkan pria gundul mempunyai pengaruh buruk seperti hidung besar, pakaian yang tidak rapi, dan mempunyai tujuan untuk menjadi oposisi dibelakang itu. Dengan keadaaan yang demikian, maka hubungan kemitraan keduanya yang sudah berjalan dapat terputus. Karena jika tidak, Demokrat akan dirusak dan di tusuk lewat belakang oleh mitra koalisi.

Pemaknaan yang demikian membentuk suatu makna simbolis yaitu adanya hubungan sebab akibat antara dua tokoh dalam karikatur. Hubungan ini membentuk suatu sifat kurang baik yang berupa rendahnya harga diri atau kredibilitas hubungan kemitraan dalam partai politik saat ini di mata khalayaknya (pengamat politik, para mitra koalisi, dan seluruh rakyat Indonesia), karena perbedaan pemikiran dalam hubungan kemitraannya.

Dengan demikian Jawa Pos melalui karikatur Editorial Clekitnya, ikut memberikan kritik terhadap para partai koalisi. Dalam kritikan Editorial Jawa

69   


(4)

70   

Pos yang menjadi objek penelitian, peneliti menganalisis berdasarkan semiotika Charles Sanders Peirce dengan teori segitiga makna.

Teori segitiga makna mengetengahkan ikon, indeks, dan simbol sebagai tanda yang ada di dalam objek. Tanda dan objek tersebut merupakan sesuatu yang dimaknai atau ditafsirkan oleh intrepretan sehingga terbentuk suatu makna tertentu.

5.2 Saran

Saran peneliti terhadap Jawa Pos dan karikaturisnya Wahyu Kokkang agar terus berkarya dalam fungsi persnya sebagai kontrol sosial, sehingga masyarakat menjadi lebih kritis terhadap segala permasalahan yang muncul.

Bagi partai koalisi peneliti menyarankan agar mengetahui posisinya dalam hubungan kemitraannya. Tetap berterima kasih atas kebaikan yang diberikan oleh Demokrat. Jangan mudah terpengaruh dengan intervensi yang dibuat mitra koalisi yang lain, karena dapat membuat renggangnya hubungan kemitraan yang sudah terjalin. Bantulah partai yang telah berbuat baik kepadamu, karena untuk menuju Indonesia yang maju diperlukan hubungan kemitraan yang solid.


(5)

Amir Piliang, Yasraf, 2003, Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra.

Assegaf, H. Djafar, 1991, Jurnalistik Masa Kini, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Budiman, Kris, 2005, Ikonisitas, Semiotika Sastra, dan Komunikasi Visual, Yogyakarta : Buku Baik.

Effendy. Onong Uchjana, 2000, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fiske, Jhon, 1990, Introduction To Communication Studies, New York : Routledge. Junaedhi, Kurniawan, 1991, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta : Erlangga. McQuail, Denis, 1987, Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Erlangga.

Moleong, Lexy, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy, 2002, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nimmo, Dan, 1983, Komunikasi Politik Khalayak dan Efek, Bandung : CV. Remaja Karya.

Nimmo, Dan, 1989, Komunikasi Politik, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, 2004, Analisa Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, 2004, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex, 2006, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Van Zoest, Aart, 1996, Semiotika : Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa Yang

Kita Lakukan Dengannya, Jakarta : Yayasan Sumber Agung.

71   


(6)

Non Buku.

(http://wahyukokkang.wordpress.com/2010/02/06/clekit-jawa-pos-06-februari-2010/) (14.00 07-01-2010).

(http://www.demokrat.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=2084&I temid=6) (14.22 07-01-2010).

(http://ruanghati.com/2009/12/04/wimar-witoelar-dan-anies-baswedan-dukung-sri-mulyani-dalam-kasus-century-ada-apa/) (13.04 04-02-2010).

(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/09/09/93403/70/13/Transparansi-dalam-Kasus-Bank-Century) (13.10 04-02-2010).

(http://berita.liputan6.com/mendalam/200909/244438/Mengurai.Lagi.Kasus.Bank.C entury) (15.00 06-02-2010)

(http://www.bapepamlk.depkeu.go.id/reksadana/) (15.02 01-03-2010) (http://www.bapepam.go.id/e-monitoring/Default.asp) (15.21 01-03-2010) (http://portalreksadana.com/node/350) (16.03 01-03-2010).

(http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/14/brk,20091114-208353,id.html) (16.20 01-03-2010)

(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0701/31/opi01.html) (16.43 01-03-2010). (http://www.kompascybermedia.com) (14.09 03-03-2010).


Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pers Yang Berkuasa”Edisi 09 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 103

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika tentang Pemaknaan Karikatur Clekit “Belepotan Lumpur” Edisi 11 Februari 2012 di Harian Jawa Pos).

0 0 96

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 1 94

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010).

0 0 81

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT LPI VS PSSI DI HARIAN JAWA POS (Studi semiotika tentang pemaknaan karikatur editorial Clekit LPI vs PSSI edisi 8 Januari 2011 di Harian Jawa Pos).

0 0 92

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Pada Media Jawa Pos Edisi 17 Agustus 2010)

0 0 18

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010).

0 0 19

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika tentang Pemaknaan Karikatur Clekit “Belepotan Lumpur” Edisi 11 Februari 2012 di Harian Jawa Pos)

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pegawai Honorer” Edisi 21 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos).

0 0 23

PEMAKNAAN KARIKATUR CLEKIT PADA HARIAN JAWA POS (Studi Semiotika Pemaknaan Karikatur Clekit “Pers Yang Berkuasa”Edisi 09 Februari 2012 Pada Harian Jawa Pos)

0 0 22