PENGARUH KRIOPROTEKTAN DMA DMF DAN GLYCE

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

PENGARUH KRIOPROTEKTAN DMA, DMF DAN GLYCEROL
PADA PROSES PEMBEKUAN SEMEN AYAM KAMPUNG
(Effect of DMA, DMF, and Glycerol Cryoprotectant on Frizing
of Native Chicken Semen)
S. SOPIYANA1, S. ISKANDAR1, T. SUSANTI1 dan D. YOGASWARA2
1

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
2
Fakultas MIPA, Universitas Pakuan, Bogor

ABSTRACT
One of the conservation efforts in conserving the germ plasma is done by semen conservation. Frozen
semen generally used to lengthen semen live capacity. The problem encount in this process is cold shock and
damage caused by ice crystal formation. Therefore, before frizing process, semen must be given
cryoprotectant to prevent ice crystal formation and stabilize spermatozoa plasma membrane in frizzing The
research aims at finding out the effect of DMA, DMF, and Glycerol cryoprotectant to semen quality of native
chickens. Thirty native chicken were reared intensively in battered cages in Chicken Lab. at RIAP. These
chickens were used as semen source with various treatments. The treatments used were three kinds of

cryoprotectant (DMA, DMF, and Glycerol cryoprotectant) with two levels of concentration (5 and 7%) to get
the highest percentage of frozen spermatozoa with maximum live thawing (about 50%) and motility above
40%. The results showed that the effect of three kinds of cryoprotectant on spermatozoa quality was not
significantly different after being dilluted, equilibrated, and thawed. The average percentage of motility after
thawing were 33.75% in DMA, 32.50% in DMF, and 33.13% in Glycerol, and live spermatozoa percentage in
DMA, DMF, and Glycerol were 50.43, 48.37, and 48.12%, respectively with concentrations of 5 and 7%.
Key Words: Spermatozoa, Cryoprotectant, Glycerol, DMA, And DMF
ABSTRAK
Salah satu upaya pelestarian plasma nutfah ayam Kampung adalah dengan konservasi semen. Proses
pembekuan semen merupakan cara yang umum digunakan untuk memperpanjang daya hidup sperma.
Masalah yang sering dihadapi dalam proses ini adalah cold shock dan kerusakan akibat terbentuknya kristal
es. Oleh karena itu, sebelum proses pembekuan, semen hendaknya diberikan suatu zat pelindung yang disebut
krioprotektan yang berfungsi menjaga terbentuknya kristal es dan menstabilkan membran plasma
spermatozoa selama proses pembekuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh krioprotektan
DMA (Dimethyl Acetamide), DMF (Dimethyl Formamide), dan Glycerol terhadap kualitas semen ayam
Kampung. Sebanyak 30 ekor ayam Kampung dewasa dipelihara intensif dalam kandang batere di
Laboratorium Ayam Balai Penelitian Ternak yang dipakai sebagai sumber semen dengan perlakuan berupa
pemakaian tiga jenis krioprotektan (DMA, DMF, dan Glycerol), dua macam konsentrasi (5 dan 7%) untuk
mendapatkan persentase spermatozoa beku-thawing hidup (di atas 50%) dan tingkat motilitas di atas 40%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tiga jenis krioprotektan (DMA, DMF, dan Glycerol) terhadap

kualitas spermatozoa (motilitas dan spermatozoa hidup) tidak berbeda nyata setelah pengenceran, setelah
ekuilibrasi, dan setelah thawing. Rata-rata persentase motilitas setelah beku-thawing pada masing-masing
krioprotektan adalah DMA (33,75%), DMF (32,50%), dan Glycerol (33,13%), sedangkan persentase
spermatozoa hidup pada berbagai jenis krioprotektan adalah DMA (50,43%), DMF (48,37%), dan Glycerol
(48,12%), pada konsentrasi 5 dan 7%.
Kata Kunci: Spermatozoa, Krioprotektan, DMA, DMF, Glycerol

PENDAHULUAN
Ayam Kampung memiliki potensi tinggi
dalam perkembangan petenakan nasional.

702

Pemeliharaan dengan cara intensif dapat
mempercepat dewasa kelamin pada ayam.
Ayam Kampung yang dipelihara secara
ekstensif mengalami dewasa kelamin atau

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006


bertelur yang pertama relatif lambat, yaitu
antara 6 – 7 bulan sedangkan bila dipelihara
secara intensif mencapai dewasa kelamin pada
umur 5 bulan, sehingga semennya sudah dapat
ditampung.
Dalam pelestarian ayam Kampung, galur
murninya perlu dijaga diantaranya dengan
melakukan kriopreservasi semen. Pembekuan
semen merupakan cara yang umum digunakan
untuk memperpanjang daya hidup sperma.
Sebelum proses pembekuan, semen hendaknya
diberi suatu zat pelindung (krioprotektan) yang
berfungsi untuk melindungi dari keadaan cold
shock dan kerusakan sel akibat terbentuknya
kristal es.
Di Indonesia upaya kriopreservasi semen
ayam belum banyak dilakukan. Krioprotektan
yang umum digunakan pada pembekuan semen
ayam di negara maju adalah DMA (dimethyl
acetamide), DMF (dimethyl formamide),

DMSO (dimethyl sulfoxide), etilenglikol,
propilenglikol dan gliserol (HAMMERSTEDT
dan GRAHAM, 1992; SURAI dan WISHART,
1996). Gliserol banyak digunakan sebagai
krioprotektan
karena
kemampuannya
memproteksi sangat baik, namun cara kerjanya
bersifat kontraseptif secara in vivo saat
berlangsung inseminasi (HAMMERSTEDT dan
GRAHAM, 1992), maka GAZALI (2001)
menyarankan krioprotektan yang cocok
digunakan untuk pembekuan semen ayam
adalah DMA dan DMF. Tujuan penelitian
adalah
untuk
mengetahui
pengaruh
kriprotektan DMA (Dimethyl Acetamide), dan
DMF (Dimethyl Formamide), dan Glycerol

dengan konsentrasi 5 dan 7% terhadap kualitas
semen ayam Kampung.
MATERI DAN METODE
Sebanyak 30 ekor ayam Kampung jantan
dewasa dipelihara secara intensif dalam
kandang batere jantan, yang diletakkan
berdekatan dengan ayam-ayam betina sebagai
penggairah. Semen dikoleksi dua kali setiap
minggu dengan teknik pengurutan selama
delapan minggu berturut-turut. Evaluasi semen
segar dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis meliputi pemeriksaan warna,
volume, pH, kekentalan, spermatozoa hidup,
motilitas, gerakan massa, konsentrasi, dan
abnormalitas spermatozoa.

Setelah dilakukan evaluasi pada semen
secara individu dalam setiap tabung
penampung, semen-semen yang kualitasnya
baik kemudian dijadikan satu dalam tabung

reaksi steril. Semen ayam diencerkan dengan
larutan pengencer yang telah disiapkan, lalu
dievaluasi motilitas dan spermatozoa hidup.
Larutan pengencer semen dibuat dengan
mencampurkan kuning telur 1,5 ml, glukosa
0,57 g, antibiotik penstrep 0,1 ml dan DMA
atau DMF, atau Glycerol dengan konsentrasi 5
atau 7%. Kemudian pada setiap botol larutan
pengencer ditambahkan air steril sebanyak 7,8
ml, sehingga volume pengencer mencapai 10
ml. Pengenceran kemudian dilakukan dengan
mencampurkan larutan pengencer secukupnya
untuk mendapatkan konsentrasi spermatozoa
400 x 106/ml.
Semen kemudian dikemas dalam ministraw
(bervolume 0,25 ml/straw) dan ujung straw
ditutup dengan serbuk polyvinyl chloride
(PVC). Semen diencerkan dengan krioprotektan
kembali dievaluasi secara makroskopis dan
mikroskopis, setelah itu diekuilibrasi pada suhu

5°C selama 60 menit dan didinginkan dengan
menempatkan straw-straw di atas rak khusus
yang ditempatkan 10 cm di atas permukaan
uap nitrogen cair selama 4 menit, kemudian
langsung dimasukkan dalam nitrogen cair
(suhu -196°C). Evaluasi secara mikroskopis
dilakukan setelah ekuilibrasi dan setelah
thawing meliputi motilitas dan spermatozoa
hidup.
Rancangan percobaan dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial 2 x 3
dengan dua macam konsentrasi krioprotektan
(5 dan 7%) dan tiga macam krioprotektan
(DMA, DMF, dan Glycerol). Setiap perlakuan
diulang 8 kali. Kesimpulan yang diambil
berdasarkan uji Fisher (Fisher test). Apabila
hasil
uji
F
berbeda

nyata,
untuk
membandingkan antar perlakuan dilakukan uji
Duncan (LSR test).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semen segar ayam kampung
Hasil evaluasi semen secara makroskopis
dan mikroskopis disajikan pada Tabel 1.
Warna semen yang diperoleh dari
penelitian, rata-rata berwarna putih bersih

703

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

dengan konsistensi kental dan hanya sebagian
kecil bening dengan konsistensi encer. Warna
dan konsistensi semen ini menentukan
konsentrasi sperma, bila semen kental dan
berwarna putih pekat maka konsentrasi sperma

tinggi, sebaliknya bila semen encer dan
berwarna bening maka konsentrasinya rendah.
Tabel 1. Hasil
evaluasi
makroskopis
dan
mikroskopis semen segar ayam Kampung
Parameter

Rataan + std

Volume (ml)

0,28 ± 0,05

Warna

Putih

Konsistensi


Kental

Motilitas (%)

81,63 ± 3,54

Gerakan massa

(+++/++++)

Sperma hidup (%)

86,13 ± 3,68

Derajat keasaman (pH)
Konsentrasi (juta/ml)

6,87
1.355 ± 128,62


Abnormalitas (%)

15,75 ± 3,15

Normal (%)

84,25 ± 3.74

Volume semen per ejakulasi yang
dihasilkan pada penelitian ini bervariasi antara
0,2 – 0,35 ml/ejakulasi dengan rataan 0,28
ml/ejakulasi. Hasil ini sesuai dengan perolehan
UTAMI (1995) pada ayam buras yaitu berkisar
antara 0,2 – 0,4 ml, namun lebih tinggi
dibandingkan dengan perolehan ABDILLAH
(1996) pada ayam Kampung yaitu 0,27
ml/ejakulasi. Meskipun demikian volume yang
dihasilkan masih dalam kisaran normal untuk
unggas yaitu sebesar 0,25 – 0,5 ml (TOELIHERE,
1985).
Rataan derajat keasaman (pH) semen hasil
penelitian adalah 6,87. Hasil ini menunjukkan
bahwa semen berkualitas baik karena memiliki
kisaran pH yang netral dan sesuai dengan hasil
yang didapat oleh ABDILLAH (1996) pada
semen ayam lokal yaitu pH 7 – 7,5.
Ciri utama spermatozoa adalah motilitas
atau daya geraknya yang dijadikan patokan
paling sederhana dalam penilaian semen untuk
inseminasi buatan. Rataan motilitas yang
diperoleh adalah 81,63%, hasil ini lebih rendah
dibandingkan dengan paparan KHAIRANI
(1999) yaitu 92,98%. Kualitas pergerakan
progresif massa spermatozoa hampir sama
yang dilaporkan ISNAINI (2000) dan ABDILLAH
(1996) dengan pergerakan massa (+++) sampai

704

(++++), persentase motilitas 81% dan
persentase spermatozoa hidup 86%. Hasil
penelitian juga masih dalam batas normal
menurut GARNER dan HAFEZ (2000), dimana
motilitas pada unggas berkisar 60 – 80%.
Lebih jauh dijelaskan bahwa gerakan massa
berkisar antara baik (+++) sampai dengan
sangat baik (++++) dimana pergerakan
spermatozoa progresif dan membentuk
gelombang massa yang tebal dan bergerak
cepat, adalah termasuk kriteria baik sampai
sangat baik (TOELIHERE, 1985). Hasil ini sama
dengan perolehan MARDALESTARI (2005),
pada ayam Arab. Gerakan massa spermatozoa
mencerminkan gerakan individu spermatozoa.
Semakin aktif dan semakin banyak spermatozoa
yang bergerak, maka gerakan massa pun
semakin
bagus
(semakin
tebal
dan
pergerakannya semakin cepat).
Warna dan konsistensi semen menentukan
konsentrasi sperma, bila semen kental dan
berwarna putih keruh maka konsentrasi sperma
tinggi, sebaliknya bila sperma encer dan
berwarna bening maka konsentrasinya rendah.
Rataan konsentrasi sperma hasil penelitian
1.355 ± 128,62 juta/ml semen. Hasil ini
ternyata lebih rendah dibandingkan dengan
yang dilaporkan ISNAINI (2000) yaitu 2.100
juta/ml semen dan ABDILLAH (1996) yaitu
2.960 juta/ml semen. Juga lebih rendah
dibandingkan dengan perolehan STURKIE
(1976) yaitu 1.700 – 3.500 juta/ml semen.
Rataan persentase sperma hidup sebesar
86,13%. Hasil ini lebih rendah dari perolehan
ABDILLAH (1996) dan MARDALESTARI (2005)
yaitu 91 dan 88%. Penyimpangan morfologi
spermatozoa yang normal dipandang sebagai
spermatozoa
abnormal.
Abnormalitas
spermatozoa hasil penelitian rataan 15,75%.
Hasil ini hampir sama dengan MARDALESTARI
(2005) pada ayam Arab yaitu 14%, dan
perolehan KHAIRANI (1999) yaitu 15 - 17,33%
pada ayam Sentul. Salah satu faktor penyebab
abnormalitas selain pada waktu proses
pembentukan spermatozoa, juga waktu
penanganan setelah penampungan dimana
semen tercampur kotoran dan urine. Namun
demikian, secara umum hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa secara keseluruhan semen
yang diperoleh dalam penelitian ini, layak
untuk digunakan baik untuk inseminasi buatan
ataupun untuk dijadikan semen beku.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

krioprotektan Glycerol dengan konsentrasi 7%
memperlihatkan persentase motilitas yang
sama baiknya, mengingat secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk
DMA 7%, hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan SETIOKO et al. (2002)
pada entog yaitu 76,41%. Tingginya hasil
penelitian ini diduga disebabkan bedanya
bahan semen yang dipakai. Laporan UTAMI
(1995) pada ayam Buras dengan pengencer
NaCl kuning telur menghasilkan motilitas
80,70%.

Kualitas spermatozoa setelah pengenceran
Pengamatan kualitas spermatozoa setelah
pengenceran meliputi persentase motilitas dan
spermatozoa hidup.
Motilita
Persentase motilitas spermatozoa setelah
pengenceran rata-rata mengalami penurunan
baik itu dengan pemberian krioprotektan DMA,
DMF, maupun Glycerol yang masing-masing
konsentrasinya 5 dan 7% bila dibandingkan
semen segar. Persentase motilitas spermatozoa
ayam Kampung setelah pengenceran disajikan
pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa
setelah pengenceran, persentase motilitas
spermatozoa pada perlakuan jenis krioprotektan
DMA (71,88%), DMF (75,63%), dan Glycerol
(78,13%) secara statistik menunjukkan hasil
tidak berbeda nyata. Diantara ketiga
krioprotektan tersebut, perlakuan dengan
Glycerol relatif lebih baik dibandingkan dengan
DMA dan DMF. Persentase motilitas
spermatozoa pada perlakuan konsentrasi 5%
(71,58%) lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan 7% (75,835%), namun secara
statistik tidak berbeda nyata. Untuk pengaruh
interaksi
jenis
krioprotektan
dan
konsentrasinya,
ternyata
pemberian

Spermatozoa hidup
Spermatozoa hidup yang diamati dengan
pewarnaan eosin nigrosin akan tetap berwarna
jernih, sedangkan spermatozoa mati akan
menyerap zat warna eosin nigrosin sehingga
spermatozoa akan berwarna pink. Hal ini
disebabkan pompa Na pada spermatozoa hidup
bekerja dengan baik sedangkan pada
spermatozoa mati pompa Na tidak bekerja.
Rataan persentase spermatozoa hidup
setelah pengenceran disajikan pada Tabel 3.
Persentase hidup spermatozoa ayam Kampung
setelah pengenceran pada perlakuan jenis
krioprotektan DMF (84,81%) hasilnya sama
baik dibandingkan dengan DMA (78,50%) dan
Glycerol (80,31%) karena secara statistik tidak
memberikan perbedaan yang nyata diantara

Tabel 2. Rataan persentase motilitas spermatozoa ayam Kampung setelah pengenceran
Waktu evaluasi
Setelah pengenceran

Krioprotektan

Konsentrasi

Rataan

DMA

DMF

Glycerol

5%

71,25 ± 6,41

76,25 ±5,18

76,25 ± 5,18

71,58 ± 2,89a

7%

72,50 ± 7,07

75,00 ± 5,35

80,00 ± 0,00

75,83 ± 3,83a

a

a

a

Rataan

71,88 ± 0,88

75,63 ± 0,88

78,13 ± 2,65

Huruf sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Tabel 3. Rataan persentase spermatozoa hidup setelah pengenceran
Waktu evaluasi
Setelah pengenceran
Rataan

Krioprotektan

Konsentrasi

Rataan

DMA

DMF

Glycerol

5%

77,75 ± 11,62

86,50 ± 4,20

82,88 ± 4,39

82,37 ± 8,11a

7%

79,25 ± 9,58

83,13 ± 4,18

77,75 ± 7,40

80,04 ± 7,43a

a

a

a

78,50 ± 10,32

84,81 ± 4,41

80,31 ± 6,44

Huruf sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

705

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

ketiga perlakuan tersebut. Begitu juga pada
perlakuan
konsentrasi
perlakuan
5%
(82,37%)dan 7% (80,04%) secara statistik
tidak berbeda nyata. Interaksi antara jenis
krioprotektan dan konsentrasipun secara
statistik tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap persentase hidup spermatozoa.
Hasil penelitian ini tidak jauh dari perolehan
MARDALESTARI (2005) pada ayam Arab, yaitu
DMF dan DMA dengan konsentrasi 7%
masing-masing 80,50 dan 83,38%.

Kualitas spermatozoa setelah thawing
Thawing adalah tingkat pencairan kembali
setelah mengalami penyimpanan dalam
nitrogen cair. Metode thawing yang umum
digunakan adalah dengan menggunakan air
hangat (35° selama 30 detik), air es (5° selama
5 menit), dan air panas (65° selama 5 detik).
MARDALESTARI (2005) menyatakan bahwa
metode thawing dengan air hangat nyata lebih
baik dalam mempertahankan kualitas semen
ayam Arab dibandingkan dengan air es.

Kualitas spermatozoa setelah ekulibrasi
Motilitas
Motilitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase motilitas spermatozoa yang
diperoleh pada perlakuan jenis krioprotektan
DMA (68,75%), DMF (70,63%), dan Glycerol
(73,75%) tidak berbeda nyata. Begitu pula
pengaruh konsentrasi 5% (70,00%) dengan 7%
(72,08%)
dan
interaksi
antara
jenis
krioprotektan dengan konsentrasi secara
analisis statistik tidak memberikan hasil yang
nyata. Setelah proses ekuilibrasi, dengan
perlakuan Glycerol memberikan hasil relatif
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
Glycerol memiliki peranan yang penting untuk
menjaga kualitas motilitas spermatozoa alam
proses ekuilibrasi. Menurut FERADIS (1999),
secara tradisi, ekuilibrasi telah dianggap
sebagai total waktu spermatozoa tetap kontak
dengan Glycerol. Selama itu terjadi penetrasi
Glycerol ke dalam spermatozoa untuk menjaga
keseimbangan konsentrasi intraseluler dan
ekstraseluler.
Hasil
penelitian
juga
menunjukkan bahwa rataan persentase
motilitas di atas 50%, menunjukkan kualitas
spermatozoa dinilai memenuhi syarat motilitas
yang baik sehingga dapat dilanjutkan ke tahap
pembekuan semen.

Motilitas spermatozoa setelah proses
thawing mengalami penurunan yang sangat
besar dibandingkan setelah proses ekuilibrasi.
Hal ini sangat wajar terjadi karena spermatozoa
mengalami perjalanan yang sangat berat pada
saat proses pembekuan, dimana pada proses ini
terjadi perubahan suhu yang sangat tajam.
Perubahan ini memungkinkan terjadinya cold
shock pada spermatozoa tersebut dan
pembentukan kristal-kristal es yang dapat
membahayakan kelangsungan hidup dari
spermatozoa. Rataan persentase motilitas
spermatozoa setelah thawing disajikan pada
Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa
pengaruh jenis krioprotektan, konsentrasi, dan
interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Pada perlakuan jenis krioprotektan DMA
(33,75%) menghasilkan rataan motilitas yang
lebih tinggi daripada DMF (32,50%) dan
Glycerol (33,13%). Hasil perlakuan DMA
mengindikasikan adanya interaksi dengan
membran sel spermatozoa lebih baik dan dapat
menjaga keseimbangan konsentrasi larutan di
dalam dan di luar sel, serta memiliki
kemampuan berdifusi yang lebih baik, yaitu

Tabel 4. Rataan persentase motilitas spermatozoa ayam Kampung setelah ekuilibrasi
Waktu evaluasi
Setelah ekuilibrasi
60 menit
Rataan

Krioprotektan

Konsentrasi

Rataan

DMA

DMF

Glycerol

5%

66,25 ± 9,16

70 ± 10,69

73,75 ± 5,18

70,00 ± 3,75a

7%

71,25 ± 6,41

71,25 ± 3,54

73,75 ± 5,18

72,08 ± 1,44a

68,75 ± 3,54a

70,63 ± 0,88a

73,75 ± 0,00a

Huruf sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

706

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Tabel 5. Rataan persentase motilitas spermatozoa setelah thawing
Waktu evaluasi

Konsentrasi

Setelah thawing

Krioprotektan

Rataan

DMA

DMF

Glycerol

5%

33,75 ± 5,17

35,00 ± 5,34

31,25 ± 6,40

33,33 ± 5,64a

7%

33,75 ± 5,17

30,00 ± 0,00

35,00 ± 5,34

32,91 ± 4,64a

a

a

a

Rataan

33,75 ± 5,00

32,50 ± 4,47

33,13 ± 6,02

Huruf sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Tabel 6. Rataan persentase spermatozoa hidup setelah thawing
Waktu evaluasi

Konsentrasi

Setelah thawing
Rataan

Krioprotektan

Rataan

DMA

DMF

Glycerol

5%

51,62 ± 4,47

46,37 ± 5,62

51,00 ± 6,23

49,66 ± 5,76a

7%

49,25 ± 6,27
50,43 ± 5,40a

50,37 ± 4,81
48,37 ± 5,46a

45,25 ± 12,16
48,12 ± 9,79a

48,29 ± 8,31a

Huruf sama pada kolom dan baris sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

bisa larut dengan air dan asam lemak tak jenuh
sehingga kemungkinan untuk memproteksi
membran sel spermatozoa lebih besar. Hal ini
akan mencegah pembentukan kristal-kristal es
intraseluler maupun ekstraseluler yang
berukuran besar. Sementara itu, rendahnya
motilitas pada perlakuan Glycerol dibandingkan
dengan DMA dikarenakan Glycerol dapat
mengakibatkan proses peroksidasi lipid yang
lebih besar sehingga mengakibatkan kehilangan
motilitas spermatozoa. Bila dilihat dari
konsentrasi,
dengan
5%
(33,33%)
menghasilkan motilitas yang lebih baik dari
7% (32,91%).

keseimbangan elektrolit-elektrolit interna dan
eksterna
spermatozoa,
maka
proses
metabolisme spermatozoa tersebut tidak
terganggu
sehingga
dapat
menjaga
kelangsungan hidup spermatozoa. Hasil ini
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
MARDALESTARI (2005) pada ayam Arab, untuk
DMA dan DMF menghasilkan spermatozoa
hidup yang masing-masing 46,75% dan
41,72%, dan SETIOKO et al. (2002) pada entog
untuk DMA dan DMF menghasilkan
spermatozoa hidup yang masing-masing 48,04
dan 39,88%.
KESIMPULAN DAN SARAN

Spermatozoa hidup
Pengaruh perlakuan terhadap rataan
persentase spermatozoa hidup setelah thawing
disajikan pada Tabel 6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh yang nyata antara ketiga jenis
krioprotektan, konsentrasi, dan interaksi
keduanya.
Untuk
pengaruh
perlakuan
krioprotektan DMA (50,43%) memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
DMF (48,37%) dan Glycerol (48,12%). Hasil
ini membuktikan bahwa kemampuan DMA
dalam
memproteksi
membran
plasma
spermatozoa lebih baik. Terlindunginya
membran plasma spermatozoa dan terjaganya

Pengaruh tiga jenis krioprotektan (DMA,
DMF, dan Glycerol) terhadap kualitas
spermatozoa (motilitas dan spermatozoa hidup)
tidak berbeda nyata setelah tahap pengenceran,
ekuilibrasi, dan thawing. Peningkatan kualitas
semen beku-thawing masih perlu dikaji dengan
mencari jenis krioprotektan dan konsentrasi
yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
ABDILLAH. 1996. Pengaruh Beberapa Pengencer
Semen, Lama Penyimpanan Semen dan Waktu
Inseminasi terhadap Fertilitas Spermatozoa
Ayam Buras. Thesis. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

707

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

FERADIS. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam
Pengencer Semen Beku dan Metode
Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi
Buatan Domba ST. Croix. Thesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
GARNER, D.L. and E.S.E. HAFEZ. 2000. Spermatozoa
and Seminal Plasma. In: Reproduction in
Farm Animal. 7th ed. Lea and Febringer,
Philadelphia.
GAZALI, M. 2001. Kriopreservasi Semen Entog
dalam
Upaya
Produksi
Itik
Serati
Menggunakan Teknologi Inseminasi Buatan.
Thesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
HAMMERSTEDT, R. And J.K. GRAHAM. 1992.
Cryopreservation of Poultry Semen: The
Enigma of Glycerol. Cryobiol. 29: 26 – 38.
ISKANDAR, S., S. SOPIYANA, R. HERNAWATI, E.
MARDIAH dan E. WAHYU. 2005. Kualitas
Sperma Pasca Beku-Thawing Ayam Pelung,
Sentul, dan Kedu pada Larutan Krioprotektan
Dimethyl Acetamide (DMA) dan Dimethyl
Formamide (DMF). Pros. Lokakarya Unggas
Lokal. Universitas Diponegoro, Semarang (in
press).
ISNAINI, N. 2000. Kualitas Semen Ayam Arab dalam
Pengencer NaCl fisiologis dan Ringers pada
Suhu Kamar. J. Habitat (11): 233 – 237.

708

KHAIRANI, L. 1999. Pengaruh Jenis Krioprotektan
(Dimethyl Acetamide, Dimethyl Formamide,
atau Dimethyl sulfoxide) terhadap Kualitas
Semen Ayam Sentul Pasca Thawing. Skripsi.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran,
Bandung.
MARDALESTARI, R. 2005. Pengaruh Jenis dan
Konservasi Krioprotektan serta Metode
terhadap Kualitas Semen Beku Ayam Arab
(Fayoumi). Skripsi. Program Studi BiologiFMIPA Universitas Pakuan, Bogor.
SETIOKO, A.R., P. SITUMORANG, E. TRIWULANINGSIH,
T. SUGIARTI dan D.A. KUSUMANINGRUM.
2002. Pengaruh Krioprotektan dan Waktu
Ekuilibrasi terhadap Kualitas dan Fertilitas
Spermatozoa Itik dan Entog. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
STURKIE, P.D. 1976. Avian Physiology. 2nd Ed.
Ithaca. New York. Cornell University Press.
SURAI, P.F. and G.J. WISHART. 1996. Poultry
artificial insemination technology in the
countries of the former USSR. World Poult.
Sci. J. 52: 27 – 43.
TOELIHERE. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak.
Penerbit Angkasa, Bandung.
UTAMI, I.A.P. 1995. Pengaruh Berbagai Macam
Pengencer Semen dan Dosis Inseminasi
Buatan terhadap Fertilitas dan Daya Tetas
pada Ayam Buras. Thesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.