KEANEKARAGAMAN MIKROBA TANAH DI TAMAN WI

KEANEKARAGAMAN MIKROBA TANAH DI TAMAN WISATA
ALAM CAMPLONG DESA CAMPLONG II KECAMATAN FATULEU
KABUPATEN KUPANG.
Proposal Penelitian

OLEH
NAMA

: EWINDA I FENI

NIM

:

SEMESTER/KELAS :

13150093
VII /C

.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2017

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropis dengan kelimpahan
keanekaragaman hayati berupa keanekaragaman flora, fauna dan mikroorganisme.
Keberadaan mikroorganisme di alam sangat luas meliputi daratan atau tanah,
perairan dan udara. Jenis- jenis mikroorganisme meliputi protista (alga, protozoa),
monera (bakteri, cyanobakteria) dan fungi (jamur benang dan khamir). Sehingga di
kategorikan menjadi salah satu negara

“Mega Biodiversity” setelah Brazil dan

Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang mana
dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang
cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total
keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna

Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya,
termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk
juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh
persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional,
hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah,
dialokasikan

sebagai

kawasan

yang

dapat

memberi

perlindungan

bagi


keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Taman Wisata Alam termasuk ke dalam kategori Kawasan Pelestarian Alam
yaitu kawasan yang mempunyai ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan,

yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. Salah satu sifat dari Hutan alam menurut
Wiharanto (2003) adalah besarnya volume biomasa tumbuhan persatuan luas
sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat
subur akan tetapi tanah hutan didaerah tropis tidaklah terlalu subur. Oleh karena itu
seberapa

besar

peranan

Mikroorganisme

di


tanah

Hutan

alam

didalam

perkembangan hutan alam yang perlu di kaji.
Tanah merupakan

suatu system terpadu yang saling terkait dalam berbagai

kondisi fisik , kimia serta proses biologi yang secara nyata di pengaruhi oleh factor
lingkungan (Rai at el., 2010). Tanah juga

dapat

dipandang


sebagai

suatu

kesatuan kehidupan daripada hanya suatu tubuh tanah saja. Komponen organik
tanah mengandung semua bentuk kehidupan dalam tanah dan

yang sudah

mati maupun yang sedang mengalami proses dekomposisi (Loreau et al, 2001).
Keberadaan mikroba di dalam tanah memainkan peranan penting pada siklus
biogeokimia dan sangat responsif untuk daur ulang senyawa organik. Mikroba
tanah mempengaruhi kondisi ekosistem di dalam tanah oleh kontribusinya
dalam penyediaan nutrisi tanaman (Timonen et al, 1996), kesehatan tanaman
(Fillion, et al.,1999), struktur tanah (Dodd, et al., 2000) dan kesuburan tanah
(Yao, et al., 2000 dan O’Donnell et al., 2001). Kriteria kesuburan tanah
ditentukan oleh kombinasi tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor
fisis, khemis dan biologis. Karakteristik fisis dan khemis tanah dapat dipahami
lebih sempurna daripada karakteristik biologis-nya.


Oleh karenanya lebih

banyak diketahui status fisis dan khemis tanah, dan sedikit informasi tentang
status biologis tanah. Memang ada sedikit kesulitan dalam menentukan status

biologis tanah, karena substansinya bersifat hidup, dinamis dan dapat mengalami
perubahan pada ruang dan waktu. Sifat dinamis pada status biologis tanah ini
memberikan peluang besar dalam pengelolaannya. Status biologis tanah

dapat

memberikan peringatan dini adanya degradasi tanah dan menentukan kesehatan
tanah , sehingga memungkinkan untuk menerapkan praktek-praktek pengelolaan
lahan yang lebih berkelanjutan (Loreau et al, 2001). Aspek biologis tanah sangat
kompleks dan membutuhkan pemahaman yang lebih baik, karena belum banyaknya
informasi tentang jumlah dan keanekaragaman mikroba tanah,serta bagaimana
tingkat aktivitasnya dalam mempertahankan kesehatan

tanah agar tetap


subur

dan produktif .
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu di lakukan dan di kembangkan
penelitian mengenai KEANEKARAGAMAN MIKROBA TANAH DI TAMAN
WISATA ALAM CAMPLONG DESA CAMPLONG II KECAMATAN
FATULEU KABUPATEN KUPANG.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas dapat dirumuskan
masalah dari penelitian ini yakni:
Masih terbatasnya

informasi

tentang

Tingkat

keanekaragaman


Mikroorganisme tanah yang berada di Nusa tenggara Timur.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah dapat di tuliskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat keragaman Mikroba Tanah di taman wisata alam
Camplong Desa Camplong II Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang .
2. Bagaimana kondisi kesehatan Tanah di taman wisata alam Camplong Desa
Camplong II Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. untuk mengetahui Tingkat keragaman Mikroba Tanah di taman wisata
alam

Camplong Desa Camplong II

Kecamatan Fatuleu Kabupaten

Kupang .
2.


untuk megetahui Kondisi Kesehatan Tanah (Suppressive/Condvare) di
taman wisata alam Camplong Desa Camplong II Kecamatan Fatuleu
Kabupaten Kupang.

1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
1. Dapat memberikan input bagi pihak pengelolah Taman mengenai
Keragaman Mikroba Tanah di taman wisata Alam Camplong
Desa Camplong II Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang.
2.

Dapat memberikan sumbangan dalam meminimalkan bagaiman
upaya Pemerintah dalam upaya rehabilitasi kawasan Taman
Wisata Alam Camplong Desa Camplong II Kecamatan Fatuleu
Kabupaten Kupang.

b. Manfaat Akademis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang
baik bagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Program Studi

Biologi khususnya pada mata kuliah Biologi Umum dan Mikrobiologi dalam
memperkaya hasil penelitian tentang mikroorganisme tanah pada ekosistem
Hutan Alam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taman Wisata Alam
a. Konsep Taman Wisata Alam
Taman wisata alam yaitu hutan wisata yang mempunyai berbagai keindahan
alam, baik keindahan flora dan fauna maupun keindahan alam itu sendiri yang mana
memiliki keunikan corak untuk kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman wisata
alam juga dapat di definisikan sebagai suatu kawasan hutan yang tidak hanya digunakan
sebagai suatu kawasan konservasi tetapi juga dimanfaatkan sebagai potensi wisata dan
rekreasi alam. Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah
daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Dengan kata lain,
potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat
dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk
kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya (Pendit, 2003
Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (1996) adalah segala sesuatu yang dapat
menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti:

1.

Alam (Nature), yaitu segala sesuatu yang berasal dari alam yang
dimanfaatkan dan diusahakan di tempat objek wisata yang dapat
dinikmati dan memberikan kepuasan kepada wisatawan. Contohnya,
pemandangan alam, pegunungan, flora dan fauna.

2.

Budaya (Culture), yaitu segala sesuatu yang berupa daya tarik yang
berasal dari seni dan kreasi manusia. Contohnya, upacara keagamaan,
upacara adat dan tarian tradisional.

3.

Buatan Manusia (Man made), yaitu segala sesuatu yang berasal dari

karya manusia, dan dapat dijadikan sebagai objek wisata seperti bendabenda sejarah, kebudayaan, religi serta tata cara manusia.
4.

Manusia (Human being), yaitu segala sesuatu dari aktivitas manusia yang
khas dan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat dijadikan sebagi
objek wisata. Contohnya, Suku Asmat di Irian Jaya dengan cara hidup
mereka yang masih primitife dan memiliki keunikan tersendiri

Meskipun digunakan sebagai tempat wisata, pengelolaannya tidak boleh
bertentangan dengan prinsip pelestarian dan perlindungan alam. Hal tersebut di
karenakan kawasan konservasi memiliki keanekaragaman hayati yang di huni oleh
berbagai flora dan fauna langka yang harus di lestarikan keberadaannya flora dan fauna
yang dilindungi di Indonesia. Keragaman ekosistem tersebut menjadikan taman wisata
alam tak hanya di hutan, tetapi wisatawan juga dapat melihat keindahan ekosistem lain
seperti ekosistem danau dan ekosistem padang rumput. Taman wisata alam tidak hanya
berasa di daratan, tetapi ada juga yang di laut. Misalnya taman bawah laut yang
memiliki keindahan pemandangan laut berupa keindahan terumbu karang dan ikan- ikan
hias.
b. Manfaat Taman Wisata Alam
Jenis hutan yang berbeda tentu mempunyai manfaat yang berbeda pula.
Begitu juga dengan hutan konservasi yang digunakanuntuk hutanwisata.
Keberadaannya membawa banyak manfaat, tak hanya untuk manusia tetapi juga
untuk alamitu sendiri. Berikut adalah penjelasan manfaat taman wisata alam.

1. Tempat rekreasi dan wisata alam
Seperti namanya, manfaat taman wisata alam yang pertama adalah
sebagai tempat rekreasi dan wisata alam. Hal tersebut juga sudah diatur oleh

Kementrian Kehutanan bahwa salah satu tujuan ditetapkannya hutan konservasi
adalah untuk kegiatan wisata alam.Wisata alam di hutan berbeda dengan tempat
wisata lainnya. Hutan membuat pengunjung lebih dekat dengan alam. Anakanak juga bisa berkenalan dengan alam dan membiasakan sejak dini untuk
menjaga alam. Udara sejuk di alam akan membuat wisatawan lebih relaks dan
melepas penat karena aktivitas rutin sehari- hari. Bagi penyuka fotografi tempat
rekreasi ini juga mempunyai banyak objek foto yang bagus untuk dinikmati.
2. Sebagai sarana edukasi
Taman wisata alam merupakan tempat yang sesuai untuk proses
pembelajaran bagi semua umur. Selain belajar tentang alam, disini juga di
adakan kegiatan outbond yang melatih kerjasama, kebersamaan, kepemimpinan
dan soft skill lain yang di butuhkan manusia sebagai makluk social. Jika kegiatan
tersebut di lakukan oleh sebuah keluarga maka akan mempererat rasa memilik
dan kekeluargaan antar anggota keluarga.
3. Sebagai sarana penelitian
Banyak peneliti yang memanfaatkan alam sebagai laboratorium, atau di
sebut juga laboratorium alami. Hal tersebut karena alam sudah menyediahkan
sarana yang lengkap untuk di teliti. Para ahli di bidangnya berlomba- lomba
untuk meneliti alam agar bisa di kembangkan manfaatnya contohnya kegiatan
yang di kemas dalam wisata adalah dokumentasi kawasan wisata alam, widya
wisata dan karya wisata.

4. Sebagai penunjang aktivitas budaya.

Taman wisata alam biasanya juga di huni oleh suku asli daerah di man
ataman itu berada. Adat dan budaya yang mereka miliki menjadi hal baru yang
menarik bagi wisatawan. Masyarakat di sana juga mempunyai ritual- ritual
budaya yang melibatkan alam. Begitulah manfaat taman wisata alam. Selain
menarik wisatawan local maupun mencanegara, taman wisata juga memperkaya
khasanah budaya nasional.
2.2 Mikroorganisme Tanah
Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok material, yaitu material hidup
(faktor biotik) berupa biota (jasad hayati), fator abiotik berupa bahan organik dan faktor
abiotik pasir (sand ), debu (silt) dan liat (clay). Kesuburan tanah tidak hanya bergantung
pada komposisi kimiawinya melainkan juga pada ciri alami mikroorganisme yang
menghuninya. Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi
bakteri, aktinomysetes, jamur, alga, dan protozoa (Rao, 1990). Setiap tanah mempunyai
populasi organisme yang berbeda. Berbagai populasi dan habitat dalam tanah bersama
sama membentuk ekosistem. Dalam suatu ekosistem tanah, berbagai mikroba hidup,
bertahan hidup, dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara, dan
kebutuhan hidup lainnya, baik secara simbiotik maupun nonsimbiotik sehingga
menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar mikroba (Yulipriyanto, 2010).
Organisme tanah tinggal di lapisan seresah organik atau lapisan permukaan
tanah, dan horizon tanah yang lebih dalam. Distribusi vertikal dan horizon tanah
biasanya dibatasi oleh temperatur, kandungan air dan tekstur tanah. Dalam hal ini
kandungan bahan organik mengendalikan proses biotik tanah. Distribusi organisme
tanah mempunyai hubungan erat dengan pori tanah, pertikel tanah, dan akar tanaman
(Agus & Subiksa, 2008). Populasi mikrobiologis tanah terbagi dalam tiga golonggan
besar, yaitu: 1)Autochthonous: golongan ini dapat dikatakan sebagai mikroba setempat

atau pribumi pada tanah tertentu, selalu hidup dan berkembang di tanah tersebut dan
atau selalu diperkirakan ada ditemukan di dalam tanah tersebut. 2) Mikroba zimogenik:
golongan mikroba yang berkembang di bawah pengaruh perlakuan perlakuan khusus
pada tanah, seperti penambahan bahan bahan organik, pemupukan. 3) Mikroba transient
(penetap sementara): terdiri dari organisme organisme yang ditambahkan ke dalam
tanah, secara disengaja seperti dengan inokulasi leguminosa, atau yang tidak secara
disengaja seperti dalam kasus unsur unsur penghasil penyakit tanaman dan hewan,
organisme ini kemungkinan akan segera mati atau bertahan untuk sementara waktu
setelah berada di dalam tanah (Campbel et al, 2003).
Bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tanaman dan hewan yang mengalami
proses perombakan, selama proses perombakan ini berbagai jasad hayati tanah baik
yang menggunakan tanah sebagai liangnya ataupun yang hidup dan beraktifitas di dalam
tanah, memainkan peran penting dalam perubahan bahan organik dari bentuk segar
(termasuk juga sel sel jasad mikro yang mati) hingga terurai menjadi senyawa senyawa
sederhana yang tersedian bagi tanaman (Yulipriyanto, 2010).
a. Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan konfigurasi selular
prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang terbatasi
membran di dalam sitoplasmanya. Ciri ciri dasar yang memiliki sel prokariotik dapat
dirangkumkan sebagai berikut: 1) Tidak ada membran internal yang memisahkan
nukleus dari sitoplasma. Juga tidak ada membran internal yang melingdungi struktur
atau tubuh lain di dalam sel. 2) Pembelahan nukleus dengan proses pembagian aseksual
yang sederhana dan tidak melalui mitosis (proses pembagian nukleus yang rumit yang
umum dijumpai pada eukariota). 3) Dinding sel mengandung semacam molekul

kompleks yang disebut mukopeptide, yang memberikan kekuatan pada struktur selnya
(Setiawati et al, 2010).
-

Struktur Sel Bakteri

Menurut Campbel et al (2003), struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu
struktur dasar yang hampir dimiliki semua jenis bakteri dan struktur tambahan yang
dimiliki beberapa jenis bakteri tertentu. Struktur dasar bakteri terdiri dari 1) dinding sel,
yang tersusun dari peptidoglikan, 2) membran plasma, yang tersusun atas lapisan
fosfolipid dan protein, dan 3) sitoplasma yang merupakan cairan sel. Struktur tambahan
diluar dinding sel yang mungkin dapat dilihat adalah flagela, pili, dan kapsul.
Flagelum (flagela) merupakan embel seperti rambut yang tipis menembus dinding sel
dan bermula dari tubuh dasar yang merupakan struktur granular tepat di bawah
membran sel di dalam sitoplasma. Flagelum menyebapkan motilitas (pergerakan) pada
sel bakteri. Flagelum terdiri dari tiga bagian: tubuh dasar, struktur seperti kait, dan
sehelai filamen panjang di luar dinding sel. Panjang flagelum biasanya beberapa kali
lebih panjang dari selnya, namun diameternya jauh lebih kecil dari pada diameter
selnya. Flagelum dibuat dari subunit-subunit protein, protein ini disebut flagelin
(Michael & Pelczar, 2006). Bakteri yang tidak memiliki alat gerak biasanya hanya
mengikuti pergerakan media pertumbuhannya atau lingkungan tempat bakteri tersebut
berada. Berdasarkan tempat dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima
golongan yaitu 1) atrik, tidak mempunyai flagel, 2) monotrik, mempunyai satu flagel
pada salah satu ujungnya, 3) lofortik, mempunyai sejumlah flagel pada salah satu
ujungnya, 4) amfitrik, mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya, 5) peritrik,
mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya (Julianti, 2006). Banyak bakteri
gram negatif mempunyai embel

Bakteri yang tidak memiliki alat gerak biasanya hanya mengikuti pergerakan media
pertumbuhannya atau lingkungan tempat bakteri tersebut berada. Berdasarkan tempat
dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima golongan yaitu 1) atrik,
tidak mempunyai flagel, 2) monotrik, mempunyai satu flagel pada salah satu ujungnya,
3) lofortik, mempunyai sejumlah flagel pada salah satu ujungnya, 4) amfitrik,
mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya, 5) peritrik, mempunyai flagel pada seluruh
permukaan tubuhnya (Julianti, 2006). Banyak bakteri gram negatif mempunyai
embelembel seperti filamen yang bukan flagela. Pili berukuran lebih kecil, lebih pendek,
dan lebih banyak dari flagelaBeberapa pili berfungsi sebagai alat untuk melekat pada
bagian permukaan (Nurza, 2009)

b. Jamur
Fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, tipe sel eukaritik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler.
Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat
membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme yang disebut
jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak
berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki
hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti
tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi
(Gandjar dkk, 2006). Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak).
Ciri-ciri fungi berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan,
struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya. Fungi benang terdiri atas
massa benang yang bercabang-cabang yang disebut miselium. Miselium
tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang tunggal. Badan
vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus.
Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa
vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi
atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari
media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk
menyerap makanan dari substrat.

Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa
tidak bersepta dan hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri
jamur yang termasuk Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini
merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma
dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari
jamur tingkat tinggi, atau yang termasuk Eumycetesi (Sumarsih, 2003).
-

Cara hidup dan habitat jamur

Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme
lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Untuk memperoleh
makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan
miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena
jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang
menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua
zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, (menurut
sumarsih 2003) jamur mempunyai 3 sifat sebagai berikut :
1. Parasit obligat
Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan di
luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia carinii (khamir yang
menginfeksi paru-paru penderita AIDS).
2. Parasit fakultatif
Parasit fakultatif adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang
yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.
3. Saprofit

Merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati.
Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti
kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluarkan
enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul
kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh hifa.
Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahan-bahan organik dalam
bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme.
Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme
lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya.
Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza,
yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken.
Jamur berhabitat pada bermacam-macam lingkungan dan berasosiasi dengan
banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada
yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air

Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas
Oomycetes.
2.3 Populasi Mikroorganisme Tanah
Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang paling penting dalam tanah yang
berhubungan dengan dekomposisi dan siklus hara, selain itu meurut alexander (1977), pada
tanah – tanah yang mempunyai aerasi yang baik, bakteri dan fungi sangat dominan,
sebaliknya bakteri sendiri terlibat hampir semua proses biologi dan perubahan kimia dalam
sebaliknya bakteri sendiri terlibat hampir semua proses

perubahan

kimia

dalam

lingkungannya yang mengandung sedikit atau tanpa O2(Alexander, 1977). Populasi
mikroorganisme di dalam tanah bersama dengan berbagai bentuk binatang dan berbagai jenis
tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu system kehidupan yang tidak terpisahkan dari
bahan organik di dalam tanah. Populasi mikroorganisme di dalam tanah selan bahan mineral
dan bahan organik di pengaruhi oleh keadaan iklim daerah, tanaman yang tumbuh , reaksi
yang berlangsung

didalam tanah dan kelembaban tanah (Sutedjo dkk, 1996). Peranan

mikroorganisme dalam pementukan tanah tidaklah kecil, akumulasi bahan organik, siklus
hara, dan pembentukan struktur tanah di pengaruhi oleh kegiatan mikroorganisme di dalam
tanah. Pengeruh vegetasi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme di dalam tanah, vegetasi yang tumbuh di tanah tersebut merupakan
penghalang untuk terjadinya erosi sehingga mengurangi jumlah tanah, bahan organik dan
bahan mineral yang hilang yang berpengaruh kepada aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Erosi juga akan semakin meningkat bila lereng semakin curam atau semakin panjang
(Hardjowigeno, 1987). Jumlah bakteri yag ada di dalam tanah di pengaruhi oleh berbagai
kondisi yang mempengaruhi pertumbuhannya, seperti temperatur, kelembaban aerasi dan
sumber energi. Tetapi secara umum populasi yang terbesar terdapat di horison permukaan.
Mikroorganisme tanah lebih banyak di temukan pada permukaan tanah lebih banyak di

temukan pada permukaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu
mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan tanah karena itu mikroorgansme lebih
banyak mikroorganisme tanah lebih banyak di temukan pada permukaan tanah karena bahan
organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan
tanah yang paling atas (Alexander,1977).
2.4 Kesehatan Tanah
Tanah adalah benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat,
cair dan gas serta mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik (Arsyad, 2000). Pada
komponen tersebut selain terdiri dari komponen mati (abiotik) terdapat juga bagian yang
hidup (biotik) berupa organisme tanah yang menjalin suatu sistem hubungan timbal balik
antar berbagai komponen sebagai suatu ekosistem yang cukup kompleks. Hubungan antara
beberapa sifat tanah abiotik dan fungsi ekosistem dapat dijadikan sebagai fungsi yang
berhubungan langsung terhadap produksi tanaman dan erosi tanah. Oleh karenanya praktek
pengelolaan tanah untuk abad 21 ini harus diformulasikan berdasarkan suatu pemahaman
dari konsep ekosistem (Herrick (2000). Istilah kesehatan tanah atau kualitas tanah yang
diaplikasikan pada agroekosistem menunjuk kepada kemampuan tanah untuk mendukung
secara terus-menerus pertumbuhan tanaman pada kualitas lingkungan yang terjaga (Magdoff,
2001).
Menurut The Soil Science Society of Amerika, yang dimaksud dengan Kualitas Tanah
(soil quality) adalah kapasitas dari suatu jenis tanah yang spesifik untuk berfungsi di alam
atau dalam batas ekosisten terkelola, untuk mendukung produktivitas biologi, memelihara
kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan hewan dan tumbuhan (Herrick, 2000).
Jhonson et. al. (1997 dalam Doran dan Zeiss, 2000) mendefinisikan kualitas tanah
sebagai suatu ukuran kondisi relatip tanah untuk kebutuhan satu atau lebih spesies biologi
dan atau untuk suatu tujuan manusia.Untuk aplikasi di bidang pertanian, yang dimaksud

dengan kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem
yang sesuai untuk produktivitas biologis, mampu memelihara kualitas lingkungan dan
mendorong tanaman dan hewan menjadi sehat (Magdoff, 2001).
Secara lebih terinci, Doran dan Safley (1997) mendefinisikan kualitas tanah sebagai
kecocokan sifat fisik, kimia dan biologi yang bersama-sama (1) menyediakan suatu medium
untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi, (2) mengatur dan memilah aliran air dan
penyimpanan di lingkungan serta (3) berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam
pembentukan dan pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan.Tanah disebut
berkualitas tinggi bila memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) cukup tapi tidak berlebih dalam
mensuplai hara (2) memiliki struktur yang baik (3) memiliki kedalaman lapisan yang cukup
untuk perakaran dan drainase (4) memiliki drainase internal yang baik (5) populasi penyakit
dan parasit rendah (6) populasi organisme yang mendorong pertumbuhan tinggi (7) Tekanan
tanaman pengganggu (gulma) rendah (8) tidak mengandung senyawa kimia yang beracun
untuk tanaman (9) tahan terhadap kerusakan dan (10) elastis dalam mengikuti suatu proses
degradasi (Magdof, 2001).
Selain istilah kualitas tanah, dikenal juga istilah kesehatan tanah. Terdapat berbagai
definisi tentang kesehatan tanah, bahkan sering dicampur-adukkan dengan kualitas tanah.
Menurut Elliott (1997) sehat berarti bebas dari penyakit dan mampu berfungsi secara normal.
Jadi Tanah yang sehat (healthy soil) adalah tanah yang mampu memberikan daya guna
(performance) dan fungsi intrinsik dan ekstrinsik (Madoff, 2001).
Kesehatan tanah didefinisikan sebagai kapasitas secara berlanjut dari suatu tanah
untuk berfungsi sebagai suatu sistem hidup yang vital dalam ekosistem dan batas-batas
tataguna untuk menopang produktivitas biologi, menaikkan kualita lingkungan udara dan air
dan menjaga kesehatan tanaman, hewan dan manusia (White dan Maccnaughton, 1997). Ciri-

ciri tanah yang sehat adalah : (1) populasi organismenya beragam dan aktip (2) memiliki
dalam jumlah tinggi residu yang relatip segar sebagai sumber makanan organisme.dan (3)
memiliki dalam jumlah tinggi bahan organik yang terhumifikasi untuk mengikat air dan
muatan negatip untuk pertukaran kation (Magdoff, 2001).
Aspek lain dari tanah yang sehat adalah kondisi fisiknya yaitu tingkat kepadatan,
jumlah air tersimpan dan drainase. Kondisi fisik tanah terutama mempengaruhi bahan organik
karena polisakarida dan poliuronida selama proses dekomposisi mendorong pembentukan
agregat tanah. Disamping itu sekresi dari fungi mikoriza juga penting dalam mendorong
agregasi tanah (Magdoff, 2001). Jumlah hara tersedia, pH, kandungan garam dan lain lain
juga penting dalam menentukan tanah yang sehat. Tanaman dapat tertekan pertumbuhannya
akibat rendahnya jumlah hara, tingginya senyawa yang bersifat meracun seperti Al atau
tingginya konsentrasi garam (Magdoff, 2001). Kesemua aspek biologi, kimia dan fisika
saling berinteraksi dan memberikan pengaruh satu dengan lainnya.
Tampaknya cukup banyak pengertian tentang kualitas tanah dan kesehatan tanah,
namun istilah kualitas tanah umumnya akan diasosiasikan dengan tanah sebagai suatu
kecocokan untuk suatu penggunaan yang spesifik, sedang kesehatan tanah digunakan secara
lebih luas untuk menunjukkan kapasitas tanah terhadap fungsinya sebagai sistem hidup yang
vital untuk produktivitas biologi secara terus menerus, mendorong kualitas lingkungan dan
memelihara kesehatan tanaman dan hewan. Dalam pengertian tersebut kesehatan tanah
sinonim dengan kesesuaian (sustainability). Menurut Wander dan Drinkwater (2000) kualitas
tanah bukan suatu teknologi yang dapat dibeli tetapi suatu konsep yang dapat digunakan
untuk membuat keputusan dalam pengelolaan lahan.
Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari
daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran, terkumpul

atau terungkapnya unsur atau senyawa yang meracun bagi tanaman dan (3) penjenuhan tanah
oleh air dan (4) erosi (Arsyad, 2000) dan manusia berperan dalam menurunkan mutu lahan
seluas hampir 40 % dari lahan pertanian di dunia melalui erosi tanah, polusi atmosfir,
pengolahan tanah intensip, pengembalaan ternak yang berlebihan (over grazing), pembukaan
lahan, salinisasi dan penggurunan (Oldeman, 1994 dalam Doran dan Zeiss, 2000). Dan saat
ini penambahan lahan untuk meningkatkan produksi umumnya adalah pada lahan dengan
kualitas yang lebih rendah dan dengan resiko untuk terdegradasi yang lebih besar
dibandingkan dengan lahan yang saat ini digunakan (Sherwood dan Uphoff, 2000).
Untuk mengekspresikan kualitas tanah, berbagai indikator yang berbeda telah digunakan baik
parameter yang bersifat statis seperti kerapatan ruang (bulk dencity), porositas dan
kandungan bahan organik, ataupun yang bersifat dinamis menggunakan model simulasi.
Kerapatan ruang atau porositas bukan kriteria yang dapat dipercaya untuk membedakan
pengaruh penggunaan lahan yang berbeda dalam jangka panjang, tetapi bahan organik tanah
merupakan parameter yang relatip stabil yang menggambarkan pengaruh pengelolaan dan
tipe tanaman pada periode yang cukup lama dan ini secara essensial penting untuk kualitas
tanah (Pulleman et. al., 2000). Penilaian kualitas dan kesehatan tanah melalui pengukuran
sifat fisik dan kimia seperti kelembaban tanah, kemantapan agregat, kepadatan tanah, jumlah
air tersimpan, hara tersedia, sifat meracun Al dan lain sebagainya tersebut seringkali memiliki
kelemahan-kelemahan antara lain karena diukur oleh peralatan dan ekstraktan kimia yang
diasumsikan memiliki kemampuan kerja yang hampir sama dengan kemampuan kerja akar
tanaman atau organisme lain dan hanya menggambarkan kondisi pada saat tersebut. Oleh
sebab itu pemanfaatan mikrobia sebagai indikator atau alat ukur kondisi tanah sudah
seharusnya dikembangkan sebagai salah satu pilihan. Sebagaimana dikatakan Jaenicke (1998
dalam Herrick, 2000) bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara kualitas tanah dan fungsi

ekosistem. Dan kebanyakan indikator kualitas tanah yang ada saat ini memiliki kemampuan

yang terbatas dalam menduga respon tanah terhadap suatu gangguan. Neher (2001)
berpendapat bahwa indikator biologi dari ekologi tanah yang sehat harus dapat digunakan
untuk menilai status saat ini dari proses ekologi dalam tanah yang penting dan perubahan
prosesnya pada suatu rentang waktu. Suatu indikator harus mencerminkan struktur dan atau
fungsi proses ekologi dan respon terhadap perubahan dalam kondisi tanah yang dihasilkan
oleh praktek pengelolaan lahan. Untuk itu diperlukan pengetahuan taksonomi yang cukup
untuk mengidentifikasi secara akurat dan efisien. Komunitas mikrobia selain berperan
penting dalam proses-proses ekologi seperti siklus hara juga respon terhadap gangguan pada
lingkungan tanah seperti kontaminasi terhadap logam berat dan pestisida. Singkatnya, sistem
biologi sangat sensitip terhadap degradasi yang baru terjadi sekalipun, sehingga perubahan
status biologi dari sistem tersebut dapat menjadi peringatan dini atas kemunduran lingkungan
dan mendorong kita untuk bereaksi sebelum kerusakan yang tidak dapat dipulihkan terjadi
(Pankhurst dan Doube, 1997).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
a. Lokasi pengambilan Sampel
Pengambilan sampel di lakukan pada bulan Mei 2017 sampai selesai dan proses
pengambilan sampel

di enam titik sampling di sekitar kawasan Taman Wisata

Alam Camplong desa Camplong II kecamatan Fatuleu kabupaten Kupang terletak
didaratan pulau timor 45 kilometer sebelah barat laut Kota Kupang, Ibukota
Provinsi Nusa Tenggara Timur. (lampiran 1)
b. Lokasi Penelitian Sampel
Penelitian Sampel telah dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai selesai, yang
bertempat di Laboratorium Eksata UKAW Kupang.

3.2 Alat Dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah
1. Ice box

17. Kamera

2. Masker

18. Kertas label

3. Sarung tangan

19. Buku tulis

4. Polybag

20. Pensil

5. Meteran

21. Bolpoin

6. Pisau/parang

22. Tali rafia

7. Kamera

23. Tabung reaksi

8. Kertas label

24. Cawan petri

9. Buku tulis

25. Jarum Ose

10. Pensil

26. Pipet

11. Ice box

27. Vortex

12. Masker

28. Laminary air flow

13. Sarung tangan

29. Lampu Bunsen

14. Polybag

30. Hand counter

15. Meteran

31. Colony counter

16. Pisau/parang

b. Bahan
Bahan- bahan yang di gunakan untuk penelitian ini meliputi:
1. Sample tanah
2. Air steril
3. Medium PDA dan NA
4. Alkohol 95%
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini yaitu :

a. Pengambilan Sampel
1. Sampel tanah di ambil secara acak pada enam titik di sekitar taman wisata
alam camplong . sampel tanah diambil dengan mengali tanah

pada

kedalaman 0-10 cm dan di ambil sebanyak∓ 0.3 Kg . Tanah dmasukan
kedalam plastic hitam (polybag) berukuran 1Kg dan selanjutnya diletakkan
di dalam ice box untuk di bawa ke laboratorium.
2. Sebelum melakukan percobaan di ruangan semua peralatan yang
digunakan harus dalam keadaan bersih dan disterilkan terlebih dahulu
dengan autoclave pada suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama 1 jam.
b. Penangan sampel tanah.
Penanganan sampel tanah

dilakukan di laboratorium dengan teknik

pengisolasian tidak langsung yaitu dengan mengunakan metode pengenceran
sampel padat.
c. Persiapan Bahan
Isolat mikroba Tanah mengunakan medium PDA murni yang didapatkan dari
laboratorium Eksata UKAW dan sampel tanahnya berasal dari taman wisata
camplong desa camplong II kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang .

3.3 Cara Kerja
Adapun teknik atau cara kerja pengisolasian mikroba tanah

yang terdapat pada

sedimen di lakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a. Isolasi dan Enumerasi Mikroba Tanah
1. Ambil 10 gram sampel tanah ditimbang dan dimasukan kedalam 9 ml akuades
steril (pengenceran



) , kemudian vorteks hingga homogen (sediaan I).

2. Selanjutnya ambil 10 gram sampel tanah ditimbang dan dimasukan kedalam 9 ml
akuades steril (pengenceran



) , kemudian vorteks hingga homogen (sediaan

II).
3. Selanjutnya dengan langkah yang sama dilakukan proses pengenceran berikutnya
hingga diperoleh pengenceran



) sediaan III.

4. Selanjutnya sebanyak 100 µl sediaan II dan sediaan III di tuang atau disebar pada
media Rose Bengal Cloramphenicol Agar(RBCA) dan masing-masing sebanyak
tiga ulangan .
5. Kemudian Kultur diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari. Jumlah koloni
mikroba yang tumbuh di hitung rerata koloninya (CFU)/ml dan di pilih untuk di
isolasi dan di transfer kedalam media Potato Dextrose Agar (PDA).
b. Pemurnian koloni mikroba Tanah
1. Koloni mikroba yang tumbuh selama proses isolasi, di murnikan dengan
propagasi koloni yaitu memotong dan mentranfer

secara asptik sebagian

miselium mikroba kedalam media kultur baru.
2. Isolate mikroba yang tumbuh pada medium RBCA di pilih dan di transfer ke
dalam Cawan Petri berdiameter 6cm berisi media PDA, koloni selanjutnya di
inkubasi pada suhu

C selama 3-7 hari hingga bersporasi.

3. Koloni yang telah murni dan tumbuh dengan baik selanjutnya dipilih dan di
tanam kembali dalam tabung reaksi berisi agar miring (slant) sebanyak dua
ulangan.
4. Isolate Mikroba tanah

yang telah murni kemudian di amati

secara

makroskopis maupun mikroskopis untuk proses identifikasi.
5. Selanjutnya koloni mikroba disimpan pada suhu -

C dengan mengunakan

larutan gliserol 10% v/v dan 5 %(w/v) thehalose sebagai cryoprotectant

dimana sebelumnya di inkubasi dalam pendingin pada suhu 4 C selama satu

jam.

3.4 Metode Analisis
Metode analisis mengunakan metode pengenceran sampel padat kemudian identifikasi
mikroba

berdasarkan

panduaan Barnet [ ] , Ellis [ ] , Domsch et.al

[ ] ,Webster [ ] , Samson [ ] , Barnet and Hunter[ ] ,Gandra ,

[ ] , .

identifikasi mikroba dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara
mikroskopis maupun makroskopis secara makroskopis

karakter yang diamati

meliputi :warna dan permukaan koloni, Tekstur, Zonasi , Daerah Tumbuh, garis-garis
radial dan konsentris, warna balik koloni, tetes eksudat(exudes drops) .

3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA
Prihastuti.2011. Struktur Komunitas Mikroba Tanah dan Implikasi Dalam Mewujudkan
Sistem Pertanian Berkelanjutkan. Malang : jurnal Struktur Komunitas Tanah. EL-

Hayah Vol.1, No.4 Maret 2011.
Ilyas Muhammad . Kelimpahan Dan Keragaman Mikroflora Saprofitik Pada Sampel
Tanah Di Kawasan Gunung Bromo Probolinggo, Jawa Timur. Makalah Seminar

Nasional Mikrobiologi . bidang Mikrobiologi, Pusat penelitian biologi –LIPI.
Gandjar, i., W. Sjamsuridzal, dan A Oetari. 2006. Mikologi dasar dan terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.