BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH TAHUN 2011
LAPORAN TANGGAP DARURAT ERUPSI MERAPI 2010
22 Oktober 2010 s/d 23 Mei 2011
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah mengaruniakan keberkahan dan kemudahan untuk menyelesaikan laporan Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi pasca erupsi 2010.
Penyusunan laporan komando tanggap darurat merupakan laporan kegiatan masa tanggap darurat yang dimulai tanggal 22 Oktober 2010 sampai dengan 16 Januari 2011 dan masa tanggap darurat pasca banjir lahar dingin sampai dengan tanggal 23 Mei 2011. Laporan disusun berdasarkan data dari SPKD Pemkab Sleman yang terkait dalam penanggulangan Bencana erupsi Merapi 2010 dan banjir lahar dingin, dan yang melakukan kegiatan pada masa tanggap darurat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi pada penanggulangan bencana erupsi Merapi 2010 dan bencana banjir lahar dingin 2011. Kami sangat menantikan saran dan masukan untuk kesempurnaan dokumen ini.
Plt. Kepala Pelaksana BPBD
Drs. H. Urip Bahagia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
I KATA PENGANTAR
ii DAFTAR ISI
iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Karakteristik historis gunungapi Merapi
1.2. Sejarah Letusan Gunungapi Merapi
1.3. Aktivitas Merapi Menjelang Letusan Besar Tahun 2010
1.4. Masa Tanggap Darurat Status AWAS
1.5. Organisasi Komando Tanggap Darurat
II. TANGGAP DARURAT ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI
(26 Oktober 2010 – 23 Mei 2011)
2.1. Masa Tanggap Darurat Bencana Erupsi Merapi 2010
2.2. Situasi Darurat Pasca Letusan 26 Oktober 2010
2.3. Krisis Letusan Tanggal 5 Nopember 2010
2.4. Kronologis Perubahan Zona Bahaya
2.5 Regulasi Masa Tanggap Darurat
2.6. Korban Bencana
2.7. Operasi Evakuasi Korban erupsi
2.7.1. Operasi Evakuasi korban awan panas
2.7.2. Operasi Penanganan Banjir Lahar Dingin
2.8. Penyelenggaraan Pengungsian
2.8.1. Pelayanan kesehatan
2.8.2. Pelayanan Logistik
2.8.3. Pelayanan Sarana Prasarana Pengumgsian
2.8.4. Pelayanan Transportasi Pengungsian
2.8.5 Pelayanan Pendidikan
2.8.6. Pelayanan Sektor Pertanian
A. Bidang Peternakan
B. Bidang Tanaman pangan dan Hortikultura
C. Bidang Perikanan
61
D. Bidang Kehutanan dan Perkebunan
62
2.8.7. Dana Tanggap Darurat
2.8. Tahapan Pemulihan Awal
66
A. Hunian Sementara
68
B. Paket Bantuan Penghuni Huntara dari Kemensos RI
70
2.9. Kajian Kerusakan dan Kerugian Dampak Erupsi Merapi 2010
72
III. PENUTUP
A. Data Pengungsi Selama Nasa Tanggap Darurat
77
B. Data Pengolahan Sampah Selama Tanggap Darurat
80
C. Data Transportasi Evakuasi Pengungsi
84
D. Data Korban Meninggal Pasca Erupsi
I. PENDAHULUAN
1.1. Karakteristik historis gunung merapi
Gunungapi Merapi merupakan gunung api Tipe Strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada
0 posisi 7 0 32.5’ lintang selatan dan 110 26.5’ bujur timur. Gunungapi Merapi adalah salah satu gunungapi yang teraktif di dunia. Periode ulang aktivitas
erupsi berkisar antara 2 –7 tahun. Aktivitas erupsi gunung Merapi dengan ciri khas mengeluarkan lava pijar dan awan panas, tanpa membentuk kaldera (kawah).
Aktivitas erupsi akan mempengaruhi morfologi puncak sehingga puncak gunungapi ini selalu nampak berubah dari waktu ke waktu. Puncak Gunung Merapi yang pada intinya merupakan tumpukan dari lava yang keluar dari dalam gunung akan terhancurkan/berubah oleh letusannya atau terjadi guguran lava akibat gaya gravitasi, sehingga menyebabkan terjadinya awan panas.
1.2. Sejarah Letusan Merapi
Perubahan bentuk puncak yang dapat dilihat secara visual menjadi parameter arah erupsi, sehingga diperlukan kewaspadaan dengan memantau aktivitasnya secara terus menerus agar apabila terjadi erupsi dapat diminimalisir korban dan kerusakan yang ditimbulkannya.
Arah letusan Merapi selalu berubah-ubah. Sejak tahun 1961 arah letusan Merapi mengarah ke baratdaya menuju hulu Kali Batang dan Kali Senowo. Puncak letusan terjadi pada tanggal 8 Mei 1961 membuat bukaan kawah mengarah ke baratdaya dan memuntahkan material sebanyak 42,4 juta
m 3 . Letusan selanjutnya terjadi pada tahun 1967, 1968 dan 1969 arah letusan ke hulu Batang, Bebeng dan Krasak dengan jarak luncur 9-12 km.
Selanjutnya letusan tahun 1984 terjadi tanggal 15 Juni 1984 yang disertai awan panas mengarah ke hulu Sungai Blongkeng, Putih, batang dan Krasak. Material yang dimuntahkan sebesar 4,5 juta m3.
Letusan 1994 mengarah menuju ke hulu Kali Krasak, Bebeng dan Boyong dengan jarak luncur mencapai 5 km di hulu Kali Boyong. Erupsi Merapi yang disertai luncuran awan panas tersebut menelan korban manusia sebanyak
63 orang di desa Purwobinangun Pakem, memporakporandakan harta benda masyarakat, fasilitas dan sarana serta prasarana umum, kawasan wisata, hutan lindung. Letusan terjadi kembali pada tahun 1997, 2001, dan 2006.
Kronologis bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2006 dimulai dari kenaikan status aktivitas G. Merapi yaitu dari waspada pada tanggal 15 Maret 2006, menjadi siaga pada tanggal 12 April 2006, kemudian dinaikkan lagi menjadi status awas pada tanggal 13 Mei 2006. Setelah lebih kurang 1 bulan status awas, puncak erupsi terbesar terjadi pada tanggal 14 Juni 2006 yang
memuntahkan lebih kurang 8,5 juta M 3 material (lebih besar dari peristiwa 1994) disertai awan panas dengan jarak luncur 7 km ke arah hulu kali Gendol
dan Kali Opak. Akibat dari letusan tersebut telah membawa 2 orang korban manusia, kerusakan fasilitas sarana dan prasarana umum, kawasan wisata, perkebunan, hutan, peternakan dan lingkungan.
Setelah letusan tahun 2006, yang mengakibatkan “geger boyo” runtuh, diprediksikan kawasan Merapi bagian selatan dan tenggara terancam oleh luncuran awan panas. Kondisi tersebut, membuat Pemkab Sleman lebih waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan sejak tahun 2006, melalui berbagai kegiatan mitigasi fisik dan non fisik untuk pengurangan resiko bencana.
Sejarah letusan besar gunungapi Merapi terjadi tahun 1006. Kerajaan Mataram kuno (Hindu) dengan rajanya Dharmawangsa bersama sebagian besar bala tentaranya terkubur oleh material letusan Merapi. Banjir lahar hujan menyusul letusan dan menghancurkan seluruh sendi kehidupan di masa itu, sehingga dikenal dengan dalam sejarah sebagai tahun Pralaya. Diduga kuat terkuburnya Candi Sambisari dan kerajaan Mataram Hindu akibat terkubur akibat erupsi Merapi. Periode ulang seribu tahunan dimungkinkan terulang kembali pada abad 21 ini.
Sejak tahun 1768 peristiwa letusan Merapi dengan indek sama atau lebih dari 3 yang tercatat lebih dari 80 kali letusan. Diantara letusan tersebut, merupakan letusan besar (VEI ≥ 3) yaitu periode abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan periode abad ke-20 yaitu 1930-1931.Erupsi abad ke-19 intensitas letusannya relatif lebih besar, sedangkan letusan abad ke-20 Sejak tahun 1768 peristiwa letusan Merapi dengan indek sama atau lebih dari 3 yang tercatat lebih dari 80 kali letusan. Diantara letusan tersebut, merupakan letusan besar (VEI ≥ 3) yaitu periode abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan periode abad ke-20 yaitu 1930-1931.Erupsi abad ke-19 intensitas letusannya relatif lebih besar, sedangkan letusan abad ke-20
Krisis Merapi tahun 2010 diawali dari peningkatan status dari aktif normal ke waspada pada tanggal 20 September 2010, dan terus meningkat sampai situasi darurat mulai tanggal 26 Oktober 2010 sampai dengan awal Januari
2010. Material yang dikeluarkan akibat erupsi kurang lebih 140 juta m 3 dan mengakibatkan 346 orang meninggal dunia, dan puncak gelombang
pengungsian sejumlah 151.336 orang tersebar di 553 titik. Setelah ancaman primer awan panas berkurang, ancaman sekunder yaitu
banjir lahar dingin mengancam daerah yang berada di daerah aliran Sungai yang berhulu di lereng merapi, yaitu sungai Gendol, Opak, Kuning, Boyong. Sampai dengan masa berakhir tanggap darurat banjir lahar dingin terjadi beberapa kali kejadian, yaitu tanggal 19 dan 22 Maret, 1 Mei 2011 yang merusakkan pemukiman dan fasilitas publik di Desa Argomulyo Kec. Cangkringan, dan Desa Sindumartani, Kec. Ngemplak.
1.3. Aktivitas Merapi Menjelang Letusan Besar Tahun 2010
Krisis Merapi tahun 2010 diawali peningkatan status dari aktif normal ke waspada pada tanggal 20 September 2010, dan terus meningkat sampai situasi darurat mulai tanggal 26 Oktober 2010. Peningkatan aktivitas Merapi ditetapkan berdasarkan hasil pantauan menggunakan instrumen (peralatan) dan pantauan visual. Adapun indikator peningkatan aktivitas merapi adalah sebagai berikut :
a. Visual merapi, pantauan visual dari pos Kaliurang terpantau adanya luncuran awan panas, menuju arah Kali Gendol.
Gambar 1. Foto G. Merapi tanggal 26 Oktober 2010 pukul 06:00 WIB (dari Pos
Kaliurang) Kaliurang)
Vulkanik
Multiphase
Guguran
Tektonik
Gambar 2. Grafik pantauan sismik gempak vulkani A dan B, multiphase,
Guguran kubah lava, gempa tektonik.
c. Deformasi Deformasi menunjukkan bahwa tubuh fisik gunung mengalami pengggembungan akibat tekanan dari dalam sampai mencapai dari 20,1 cm pada tgl 20 Oktober menjadi 42,1 cm pada tanggal 26 Oktober 20110, seperti terekam dalam grafik berikut :
Gambar 2. Grafik Gambar 2. Grafik
C menunjukkan tekanan gas cukup tinggi dari dalam tubuh Merapi, tanda akan ada letusan besar.
Suhu Kawah Woro Maret - September 2010
G Feb ruar Agu i 20 stus 2008 Mei 2009 oktob er 20 Feb ruar
Mar i 20 et 20 10 Mei
Agu 2010 stus
Jun-10 Jul-10 Agust-10 Sep-10
Feb ruar
07 Agu i 20 stus 2008 Mei 2009
04-Mar-10 26-Mei-10 23-Jun-10 04-Agust-10 oktob 23-Sep-10 Feb Agu
er 20 09 ruar
SUHU (ºC)
Gambar 4 : Grafik pantauan geokimia kandungan gas H2O, HCL serta
Suhu di Kawah Woro
Dari hasil pantauan aktivitas merapi tersebut diatas dari berbagai parameter dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terjadi peningkatan aktivitas vulkanik yang sangat tajam (ekstrim), sehingga erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu.
2. Status aktivitas G. Merapi dinaikkan menjadi Awas per 25 Oktober 2010 pukul 06:00 WIB.
Adapun rekomendasi Badan Geologi adalah sebagai berikut :
• Agar segera mengungsikan penduduk di daerah rawan bencana,
khususnya yang bermukim di sekitar alur sungai, yang berhulu di G. Merapi; sektor Selatan-Tenggara dan Sektor Barat Barat Daya dalam jarak 10 kilometer dari puncak Merapi, meliputi, K. Boyong, K Kuning, K. Gendol dan K. Woro, K Bebeng, K. Krasak dan K. Bedog.
• Wilayah Kabupaten Sleman; agar segera mengungsikan penduduk
dengan yang bermukim di 7 desa, 3 Kecamatan (Cangkringan, Pakem dan Turi).
1.4. Masa Tanggap Darurat Status “Awas”
Masa Tanggap Darurat diawali ditetapkannya status aktivitas gunungapi Merapi dari Siaga menuju Awas, pada tanggal 25 Oktober 2010 dengan surat Badan Geologi Nomor: 2048/45/BGL.V/201. Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Sleman merespon dengan mengambil kebijakan sebagai berikut:
1. Membentuk komando tanggap darurat dan mengangkat komandan Tanggap Darurat.
2. Mengosongkan wilayah di kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Merapi.
3. Mengamankan kawasan yang ditinggalkan penduduk dalam pengungsian.
4. Memastikan perlindungan pengungsi dan pemenuhan standar perlakuan
5. Memberikan perhatian khusus terhadap kelompok rentan
6. Pemenuhan kebutuhan dasar sesuai standar minimum yang ditetapkan.
7. Mengurangi stress dan penderitaan mereka yang terkena bencana dengan sedini mungkin mengerahkan pelayanan sosial
Realisasi kebijakan tersebut diatas Bupati membentuk Komando Tanggap
dengan Bupati No.321/Kep.KDH/A/2010, tanggal 22 Oktober 2010 dan mengaktivasikan Posko Utama Penanggulangan Bencana Gunungapi Merapi 2010 di Pakem. Selanjutnya sistem Komando Tanggap Darurat bekerja dan melaksanakan piket kesiapsiagaan penuh 24 Jam dengan menjadualkan dalam tiga shift. Personil/anggota Komando Tanggap Darurat terdiri gabungan SKPD Pemerintah Kabupaten Sleman yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan Penanggulangan Bencana termasuk TNI, POLRI, SAR, PMI, Komunitas Peduli Bencana. Selain itu, Bupati juga menetapkan status darurat bencana
saat status Awas Merapi melalui Keputusan Bupati No.322/Kep.KDH/A/2010, tgl 22 Oktober 2010. Selanjutnya, Komando Tanggap Darurat melaksanakan rekomendasi Badan Geologi dengan segera mengungsikan warga masyarakat di KRB III ke tempat pengungsian yang aman. Adapun jumlah penduduk yang berada di KRB III yang harus segera diungsikan sebagaimana direkomendasi badan Geologi adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah penduduk di KRIII diungsikan ke tempat aman
Jumlah total
No Kecamatan
Desa/Barak
Kelompok rentan
Barak Pengu
Posko Utama
Gambar 5: Peta posisi barak pengungsian dan posko utama penanggulangan
Bencana Gunungapi Merapi 2010
Barak Pengungsi Purwobinangun, Pakem dan Dapur Umum dari TNI
Barak Pengungsi Hargobinangun, Pakem, Pengngsi sdh masuk ke barak
Barak Pengungsi Wonokerto, Turi dan Pengungsi kelompok rentan
Barak Pengungsi Glagahmalang dan barak tenda untk warga Desa Glagaharjo
Barak Pengungsi Girikerto, Turi dan aula Balai Desa Girikerto, pengungsi lansia
Kantor Desa Umbulharjo sbg Barak Pengungsian , Kelompok rentan sdh masuk ke barak
Barak Pengungsian , Pagerjurang Desa Kepuharjo, Cangkringan
Pengungsian dilaksanakan dengan prioritas kelompok rentan dengan jumlah 2.880 jiwa. Barak pengungsian sudah mulai dioperasionalkan termasuk dapur umum, penyaluran logistik (pangan dan non pangan) mulai dilaksanakan oleh Dinas Nakersos. Pelayanan Operasional dapur umum selain dari warga masyarakat di sekitar barak pengungsian, juga didukung dari Dapur Umum Denbekang TNI-AD dan Tagana. Droping air bersih dan pendirian MCK oleh Dinas PUP, serta pelayanan kesehatan di barak pengungsian oleh Dinas kesehatan.
Aktivasi dapur umum pelayanan pengungsi di Barak Pengungsian
Penyediaan air bersih dan MCK darurat di Barak Pengungsian
Untuk keperluan evakuasi penduduk sebanyak 10.723 jiwa yang berada di KRB III tersebut, DINAS HUBKOMINFO yang mendapatkan tugas untuk penyediaan sarana transportasi evakuasi sebanyak 35 unit dari Pemerintah Kabupaten Sleman dengan distribusi sebagai berikut :
Jumlah
NO
Lokasi Barak/Desa
Setelah pengungsi sampai di barak pengungsian, selanjutnya hak-hak pengungsi mulai dipenuhi termasuk pelayanan kesehatan, logistik, sanitasi, air, dan kebutuhan dasar bagi pengungsi :
1. Pelayanan kesehatan oleh Dinas Kesehatan dilakukan selama 24 Jam, dengan menugaskan piket kesehatan 3 shift yang terdiri dari 1 dokter, 2
11
paramedis, dan 1 driver ambulance, pelayanan konseling dan survailance lingkungan di semua barak.
2. Pelayanan logistik disiapkan oleh Dinas Nakersos, termasuk penyaluran uang lauk pauk untuk setiap pengungsi sebesar Rp.3000,- per jiwa per hari, dan pelayanan 24 jam juga telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan.
1.3. Organisasi Komando Tanggap Darurat
Seiring dengan masa tanggap darurat Pemerintah Kabupaten Sleman telah
Keputusan Bupati No.322/Kep.KDH/A/2010, tgl 22 Oktober 2010 dan membentuk sistem komando darurat yang ditugaskan untuk mengelola kondisi darurat akibat letusan Merapi. Komando Tanggap Darurat dipimpin oleh seorang komandan, yaitu Ir. Widi Sutikno, MSc, yang diangkat berdasarkan Keputusan Bupati No.323/Kep.KDH/A/2010, tanggal 22 Oktober 2010. Dalam melaksanakan tugasnya, komandan dibantu oleh 5 bidang yaitu bidang operasi, logistik, kesehatan, sarana prasarana, Data dan Informasi, serta bidang penanganan khusus. Komandan membawahi langsung pengelola barak pengungsian baik yang di wilayah Sleman maupun di luar Sleman. Struktur Komando Tanggap Darurat sebagai berikut :
menetapkan
kondisi
darurat
dengan
12
Sumber: Lampiran Perbub No.31 Tahun 2010 tentang Komando Tanggap Darurat
II. TANGGAP DARURAT ERUPSI GUNUNG MERAPI
(26 OKTOBER 2010 – 7 JANUARI 2011)
2.1. Masa Tanggap Darurat Bencana Erupsi Merapi 2010
Berselang 24 Jam setelah ditetapkannya status Awas, gunung Merapi menunjukkan peningkatan aktivitasnya yang ditandai dengan sinyal Merapi yang ekstrim, suara gemuruh namun tidak menunjukkan tanda awal yang biasa dilihat oleh masyarakat di lereng Merapi, yaitu munculnya titik api diam dipuncak maupun lelehan lava pijar.
Komando Tanggap Darurat bersama BPPTK terus memantau perkembangan aktivitas dari waktu ke waktu. Upaya persuasif mengungsikan warga yang berada kampung Kinahrejo dan Pangukrejo, ada sebagian warga belum mau mengungsi. Mereka menganggap Merapi belum segera meletus, tanda awal gunung Merapi meletus belum muncul. Komando Tanggarap Darurat bersama Pemerintah Desa Umbulharjo beserta relawan sudah berusaha secara persuasif menyampaikan hasil pantauan alat tentang kondisi aktivitas Merapi terkini kepada warga, agar mereka yang belum mengungsi segera bergeser ke tempat aman.
Hari Selasa, tgl 26 Oktober 2010 sore menjelang malam pukul 17.00 akhirnya terjadi letusan besar. Meskipun waktunya cukup pendek kira-kira 20 menit menjelang letusan, Komandan Tanggap Darurat memerintahkan petugas EWS (early warning sistem) yang terletak di Dusun Kinahrejo untuk membunyikan sirene, dengan harapan warga Kinahrejo segera bergegas untuk meninggalkan lokasi. Namun, sebelum semuanya warga terevakuasi letusan besar disertai awan panas dan gas terjadi dengan jangkauan cukup jauh mencapai pemukiman warga, sehingga ada beberapa warga yang tidak cukup waktu untuk menghindar menjadi korban, termasuk peralatan EWS juga hancur/rusak tersapu awan panas.
EWS Sudah berfungsi EWS tersapu awan sebelum tersapu awan
panas 26 Oktober 2011 panas 26 Oktober 2011
Gambar 5. Kondisi EWS sirene Kinahrejo sebelum dan sesudah terkena
awan panas tgl 26 Oktober 2010
Gambar 6. Kondisi pemukiman Dusun Pelemsari /Kinahrejo yang berjarak
5 km dari puncak terkena dampak letusan berupa awan panas pasca 26 Oktober 2010
Gambar 7. Harta benda milik warga ternak sapi perah dan sepeda motor
rusak terkena hembusan awan panas
Adapun korban letusan 26 Oktober 2010 yang tercatat adalah sebagai berikut :
A. Korban Jiwa manusia
a. Meninggal Dunia
: 40 Orang
b. Luka – luka
: 41 Orang
B. Hewan ternak mati
: ± 300 ekor
C. Rumah Rusak
: ± 282 unit,
D. Fasilitas Umum
: 17 unit
Pada saat situasi krisis letusan Merapi, Pemerintah Kabupaten Sleman akhirnya menetapkan masa tanggap darurat Merapi melalui Keputusan Bupati No.327/Kep.KDH/A/2010, tanggal 26 Oktober 2010, agar proses penanganan bencana termasuk pelayanan pengungsi dan korban pada saat darurat bencana dapat maksimal sesuai peraturan perundang-undangan.
2.2. Situasi Darurat Pasca Letusan 26 Oktober 2010
Pasca letusan 26 Oktober 2010, aktivitas Merapi terus mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan munculnya letusan susulan yang semakin besar mulai tanggal 27, 28, 29, 30, 31 Oktober 2010. Pada tanggal 3 November
2010 letusan besar kembali terjadi, awan panas terus terjadi hampir 1,5 jam.
Badan Geologi merekomendasi untuk menggeser pengungsi ke area aman menjadi radius 15 km dari puncak merapi. Peningkatan aktivitas dapat dilihat dari hasil pantauan instrumen dengan parameter sebagai berikut :
1. Siesmik, data kegempaan vulkanik dalam maupun dangkal, multiphase, guguran kubah lava, tektonik.
2. Deformasi, menunjukkan penggembungan tubuh gunung mencapai 3 m dari posisi awal September, artinya sangat ekstrim.
3. Visual, pengamatan visual dari arah Deles bukaan kubah lava ke arah selatan masuk hulu Kali Gendol/ petit Opak, dimungkinkan arah letusan ke arah selatan sesuai bukaan kubah lava, awan panas mencapai 9 km di Kali Gendol.
Gambar 8. Pantauan visual pasca 26 Oktober 2010 dari Deles Klaten
Rekomendasi Badan Geologi bahwa radius aman adalah 15 km, maka beberapa barak pengungsian yang berada di 10 km harus digeser, termasuk penduduk Desa Wukirsari (Kec. Cangkringan), Desa Wonokerto (Kec. Turi), Desa Pakembinangun (Kec. Pakem) yang berada di KRB II yang semula tidak mengungsi. Adapun jumlah pengungsi 21.933 jiwa terdistribusi di masing- masing desa sebagai berikut :
Pakembinangun : 87 orang Girikerto
: 2.627 orang
Wonokerto
: 1.711 orang
Wukirsari
: 3.816 orang
2.5. Krisis Letusan Tanggal 5 Nopember 2010
Pasca letusan tanggal 3 Nopember 2010, aktivitas Merapi bukannya turun aktivitasnya, namun justru sebaliknya aktivitasnya semakin meningkat. Instrumen yang dipasang di puncak merapi sudah banyak yang rusak, pantauan visual terhalang cuaca mendung dan tebalnya abu vulkanik yang ada di udara. Pantauan seismik menunjukkan level yang over skill dalam durasi waktu yang cukup panjang, suara dan getaran dirasakan dalam radius yang cukup jauh mencapai 12 km, letusan disertai abu vulkanik terus terjadi. Sementara EWS berupa sirene sebagian besar sudah rusak akibat letusan 26 Oktober dan 3 November 2010. Awan panas terus terjadi dengan frekuensi yang semakain rapat, suara gemuruh terdengar sampai jauh, hujan abu dan pasir membuat situasi krisis semakin tak terkendali.
Hasil kajian Badan Geologi mengenai aktivitas gunung Merapi merekomendasi untuk jarak aman ditingkatkan dari 15 km menjadi 20 km. Rekomendasi tersebut membuat masyarakat yang berdiam di radius 15 km-20 km menjadi semakin ketakutan dan panik akan datangnya bahaya sampai ke pemukiman mereka, sehingga gelombang pengungsian semakin besar. Mereka tidak tahu kemana harus mengungsi, sehingga mereka mengungsi sampai di tempat yang dirasa aman. Gubernur selaku Kepala Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memerintahkan dimananpun wilayah yang akan ditempati pengungsi erupsi Merapi wajib menerima kedatangan pengungsi dan memberikan pelayanan darurat.
Gambar 9: luncuran awan panas terus terjadi sejak tgl 3-6 Nopember 2010
Kronologis status aktivitas gunung Merapi, kejadian erupsi dan deskripsi situasi disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel I.
Kronologi Kejadian Erupsi Gunung Merapi
NO TANGGAL
KETERANGAN
Berdasarkan surat badan geologi
1. 20 September Status
Gunung
Merapi
No 846/45/BGL.V/2010
ditingkatkan dari Normal menjadi Waspada
2. 21 Oktober
Status Merapi menjadi Siaga
No 393/45/BGL.V/2010
2010 3. 25 Oktober
Status Merapi menjadi Awas.
No 2048/45/BGL.V/2010
Warga, terutama Ibu hamil, anak balita, lansia mulai di evakuasi ke daerah yang lebih aman. Telah disiapkan 7 barak pengungsian yakni Glagaharjo, Kepuhar-jo, Umbulharjo,
Hargobinangun,
Purwo-binangun, Girikerto dan Wonokerto. Pemkab
Sleman
telah siapkan sarana transportasi di Wilayah Cangkringan, Desa Kepuharjo 10 truk, Umbulharjo 10 truk,
Glagaharjo
7 truk,
Kecamatan Turi Wonokerto 6 truk, Girikerto 6 truk, dan swadaya dari masyarakat sendiri.
Sebanyak 40 orang tewas.
(sumber slemankab.go.id). Warga yang berada di lokasi Kawasan Rawan Bencana diungsikan ke barak barak pengungsian.
5 3 November
Terjadi awanpanas besar selama
1,5 jam. Dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9 km di alur Sungai. Gendol. Daerah aman diluar radius 15 km dari puncak Merapi. (Sumber http://www.merapi.bgl.esdm.go.id
6 5 November
Gunung Merapi Erupsi. 262 Jiwa
slemankab.go.id). Wilayah yang aman bagi para pengungsi diubah dari di luar radius 15 km, menjadi di luar radius 20 km dari
puncak G. Merapi. (sumber http://www.merapi.bgl.esdm.go.id)
7 19 November
Terhitung tanggal 19 November
2010 pukul 12:00 WIB, wilayah yang aman bagi parapengungsi adalah sebagai berikut: Kab. Sleman: sebelah Timur
K.
Boyong di luar 15 km, sebelah Barat K. Boyong di luar 10 km dari puncak G. Merapi. Kab.
Magelang di luar 10 km daripuncak G. Merapi. Kab. Boyolali di luar 5 km dari puncak G. Merapi. Kab Klaten di luar 10 km dari puncak G. Merapi.
8 3 Desember
Terhitung
sejak tanggal
No 3120/45/BGL.V/2010
Desember 2010 status Gunung Merapi diturunkan menjadi siaga, namun demikian penanganan masih bersifat tanggap darurat mengingat
masih
adanya
ancaman lahar dingin.
9 30 Desember
Status aktivitas merapi dari 30
No 2464/45/BGL.V/2010
Desember sampai dengan saat i ni (Juli 2011) adalah “Waspada”
10 s/d 23 Mei
Sampai akhir Tanggap Darurat
Lahar Dingin ada penambahan korban meninggal sebanyak 42 orang. Total korban meninggal Merapi sebanyak 346 orang.
2.4. Kronologis Perubahan Zona Bahaya
Pada saat status awas, terjadi beberapa kali perubahan radius aman, yaitu pada awalnya radius aman adalah 10 km dari puncak, menjadi 15 Km, dan berubah lagi menjadi 20 km berdasarkan surat Badan Geologi No. 2317/45/BGL.V/2010, tanggal 5 November 2010. Radius aman kembali mengalami perubahan pada tanggal 19 November 2010 berdasarkan surat dari Badan Geologi no 2377/45/BGL.V/2010, dimana zona aman kabupaten Sleman adalah 10 km dari sebelah barat Kali Boyong, dan 15 km sebelah timur kali Boyong.
Pada tanggal 3 Desember 2010 status aktivitas merapi diturunkan dari “awas” ke “siaga” berdasarkan surat Badan Geologi No.3120/45/BGL.V/2010. Rekomendasi saat status merapi jadi “siaga” adalah:
a. Tidak ada kegiatan di KRB III (KRB sementara terlampir)
b. Wilayah bahaya lahar dingin berada pada jarak 300 m dari bibir sungai K. gendol, K.Kuning, K. Boyong.
c. Revisi tata ruang akibat dampak erupsi Gunung Merapi
NO NO SURAT BADAN
ZONA BAHAYA GEOLOGI
TANGGAL
1 2048/45/BGL.V/2010 25 Oktober 2010 10 Km DARI PUNCAK MERAPI 2 2317/45/BGL.V/2010, 5 November
20 km dari puncak Merapi
3 2377/45/BGL.V/2010
19 November
10 km dari puncak diwilayah barat
S. Boyong dan 15 km di wilayah timur S. Boyong
4 3120/45/BGL.V/2010
3 Desember
2.5 km dari puncak G. Merapi.
Lebih khusus pada KRB III sementara di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman
Gambar 10. Peta kawasan Rawan Bencana gunungapi Merapi 2010
2.5. Regulasi Masa Tanggap Darurat
Masa tanggap darurat ditentukan berdasarkan status aktivitas merapi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi. Tanggap darurat diawali dengan erupsi pertama tanggal 26 Oktober 2010, dan kemudian diperpanjang sampai dengan
20 Januari 2010. Regulasi yang dikeluarkan Pemkab Sleman untuk menindaklanjuti situasi darurat bencana erupsi terutama sebagai landasan hukum kegiatan tanggap darurat melalu beberapa keputusan Bupati sebagai berikut:
Tabel II Regulasi hukum masa tanggap darurat erupsi merapi
No Produk Hukum
tentang
status keadaan darurat bencana Keputusan Bupati
Gunungapi Merapi, dengan masa
1 327/Kep.KDH/A/2010
tanggap darurat 14 hari terhitung sejak 26 Oktober 2010.
Peraturan Bupati Komando Tanggap Darurat Bencana
2 31/Kep.KDH/A/2010
Gunungapi Merapi Perpanjangan kesatu masa tanggap darurat yaitu 14 hari terhitung sejak
Keputusan Bupati tanggal berakhirnya tanggap darurat
3 342/Kep.KDH/A/2010
sesuai Keputusan Bupati Sleman no 327/Kep.KDH/A/2010.
Perpanjangan kedua status keadaan darurat bencana gunung api Merapi
Keputusan Bupati 350/Kep. berdasarkan Keputusan Bupati no,
4 KDH/A/2010 tanggal 23 selama 14 hari sejak diterbitkannya November 2010
keputusan tersebut.
Perpanjangan ketiga status keadaan Keputusan Bupati 355/Kep.
darurat bencana gunung api Merapi
5 KDH/A/2010 tanggal 6 berdasarkan Keputusan Bupati no, Desember 2010
selama 14 hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut Perpanjangan
keempat status Keputusan Bupati 376/Kep.
keadaan darurat bencana gunung api
6 KDH/A/2010 tanggal 24
berdasarkan Keputusan Desember 2010
Merapi
Bupati no, selama 14 hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut
Berdasarkan beberapa regulasi tersebut, masa tanggap darurat bencana erupsi merapi berlangsung dari Pada saat terjadi perubahan zona aman, Bupati
Sleman mengeluarkan surat no 361/2847 tanggal 19 November 2010 untuk pemulangan pengungsi dampak letusan Merapi yang berumah tinggal di zona aman. Surat tersebut ditujukan kepada seluruh kecamatan di Kabupaten Sleman, dan wilayah Kab/kota lain yang ditempati pengungsi.
2.6. Korban Bencana
Korban bencana akibat letusan gunungapi Merapi meliputi korban meninggal, korban luka, dan pengungsi. Jumlah korban akibat bencana merapi adalah 346 korban meninggal, 5 korban hilang, 121 korban luka berat. Data korban meninggal dapat diamati dengan beberapa sudut pandang sebagai salah satu bahan pengambilan kebijakan di masa yang akan datang.
2.6.1. Jumlah korban jiwa berdasarkan tahapan fase erupsi
1. Korban Merapi I (26 Okt – 4 Nop) : 40 orang
2. Korban Merapi II (5 Nop 2010 – 23 Mei 2011) : 306 orang
2.6.2. Jumlah Korban jiwa berdasarkan sebaran di rumah sakit
Meninggal s.d tgl 4 November 2010 40 jiwa (2 balita) Meninggal di RS Sarjito
207 jiwa (7 balita) Meninggal di RS CC
3 jiwa Meninggal di RSIY PDHI
6 jiwa Meninggal di RS Panti Rapih
2 jiwa Meninggal di wilayah Magelang
1 jiwa Meninggal di RS Harjo Lukito
6 jiwa Meninggal di RS Tegalyoso
6 jiwa Meninggal di RS Bethesda
2 jiwa Meninggal di Barak UPN Veteran
1 jiwa Meninggal di pengungsian kec Moyudan
1 jiwa Meninggal di RS Tegalyoso/Klaten
6 jiwa Meninggal di RSUD Sleman
9 jiwa Meninggal di Barak SD Tlogoadi Mlati
1 jiwa Meninggal di Barak Ngemplak
2 jiwa Meninggal di Barak Seyegan
3 jiwa Meninggal di RS JIH
1 jiwa Meninggal di Gedong Kuning
1 jiwa
Meninggal di RS Bhaktiningsih
1 jiwa Meninggal di RS Mitra Paramedika
1 jiwa Meninggal di RS Panti Rini
1 jiwa Meninggal di wil Gunung Kidul
1 jiwa Meninggal s.d tgl 23 Mei 2011
44 jiwa Jumlah total
346 jiwa
2.6.3. Jumlah korban jiwa berdasarkan penyebab kematian:
1. Luka Bakar : 186 orang
2. Non luka bakar: 160 orang
2.6.4. Pengungsi
Akibat letusan besar pada 5 November 2010, terjadi gelombang pengungsian di zona 20 km dan di luar wilayah Sleman tersebar di 553 titik pada puncak jumlah pengungsian. Fluktuasi pengungsian merapi disajikan pada grafik dibawah ini:
Pada bulan Desember 2010, pengungsi Merapi mengalami fluktuasi dari 38.405 jiwa (pengungsi di wilayah Sleman, dan pengungsi Sleman di luar wilayah Sleman) menjadi 4.517 jiwa pada akhir Desember.
Lokasi pengungsian terjadi pergeseran, terutama pengungsi Sleman yang berada di luar wilayah Sleman, rata-rata sudah kembali ke asal, sekitar pertengahan bulan Desember. Sedangkan, tempat pengungsian utama di stadion Maguwo mulai ditinggalkan pengungsi sejak tanggal 25 Desember 2010.
Gambar 11: Situasi Pengungsian di Stadion Maguwoharjo
Lokasi pengungsian yang semula berada di luar zona 20 km berpindah ke Balai Desa Glagaharjo, Balai Desa Umbulharjo, Barak Kepuharjo, Karanggeneng, Plosokerep, PSAA Banjarharjo, Balai Dusun Batur, Barak Gayamharjo, dan beberapa rumah penduduk.
Secara umum fluktuasi pengungsian merapi dalam masa tanggap darurat, disajikan pada grafik berikut:
2.7. Operasi Evakuasi Korban Erupsi
2.7.1. Operasi evakuasi korban awan panas
Dampak erupsi tanggal 26 Oktober 2010 telah merenggut 40 jiwa yang berasal dari Dusun Kinahrejo/Pelemsari dan Pangukrejo, termasuk wartawan media TvOne. Rencana operasi evakuasi direncanakan di Posko Utama Pakem dipimpin oleh Komandan Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi 2010. Tim evakuasi gabungan terdiri dari: TNI Kodim 0732 Sleman, Polres Sleman, unsur SAR Sleman, SAR Linmas Propinsi, SKSB, KLM, Tagana Sleman, dan PMI Sleman. Rencana operasi disusun di Posko Utama Penanggulangan Bencana Merapi 2010 yang dilaksanakan oleh KTD dan TIM SAR Gabungan .
Gambar 12: Rencana operasi evakuasi korban letusan 26 Oktober 2010 dan pengarahan Bupati Sleman kepada TIM SAR Gabungan
Proses evakuasi dilakukan sampai tanggal 27 Oktober 2010. Jenazah korban yang berhasil dievakuasi dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan test forensik dan pendataan, kemudian setelah data-data dianggap cukup segera dilakukan pemakaman atas persetujuan keluarga.
Warga yang terkena dampak awan panas di evakuasi Tim SAR Gabungan
Gambar 13. Korban meninggal dunia di bawa ke rumah sakit untuk
divisum/uji forensik di RS Sarjito
. Pemakaman jenazah dilakukan secara massal di Dusun Petung sebanyak 24 jenazah. Sebagian jenazah dimakamkan oleh keluarga di Dusun Srunen Glagaharjo, termasuk Mbah Marijan.
Gambar 14. Pemakamam korban erupsi Merapi tgl 26 Oktober 2010
secara massal di Dusun Petung
Selanjutnya, untuk mengurangi dampak buruk akibat ternak mati (misalnya, munculnya penyakit), maka dilakukan evakuasi dan diteruskan dengan penguburan hewan ternak. Tindakan itu dilakukan pasca letusan tanggal 26 Oktober 2010 sampai dengan terjadinya letusan tanggal 5 November 2010.
Akibat letusan tanggal 5 November 2010 dengan luasan awan panas yang melanda pemukiman dan banyaknya korban, maka operasi evakuasi Tim Evakuasi Lokal dibantu tim yang terdiri atas: Batalyon 403, Batalyon 407, Kopasus, Paskhas, Marinir, Brimob, PMI, BASARNAS, dan sejumlah relawan. Selanjutnya, untuk evakuasi ternak mati melibatkan Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan kaitannya pendataan dan dampak terhadap kesehatan masyarakat. Teknis pemusnahan ternak mati dikubur dan di bakar diikuti penyemprotan lalat. Evakuasi ternak mati di Kecamatan Cangkringan telah dilakukan pemusnahan 632 ekor. Untuk mendukung evakuasi tim terbantu dengan pantauan sinyal seismik Merapi melalui radio komunikasi 149.07 Balerante, 149.200 Turgoasri, serta didukung kendaraan evakuasi Hagline dari Kopassus dan PMI.
2.7.2. Operasi Penanganan Banjir lahar (saat masa tanggap darurat Erupsi Merapi)
Selanjutnya, operasi penanganan dampak banjir lahar dingin yang melalui sungai Gendol, Opak, Kuning dan Boyong dilakukan melalui kanalisasi sungai. Rekanalisasi/ normalisasi aliran sungai dilakukan sebanyak 44 lokasi.
2.7.2.1. Sifat Kegiatan
Untuk memperjelas ruang lingkup penanganan pada kegiatan rekanalisasi/ normalisasi aliran sungai pada masa tanggap darurat ditentukan sifat-sifat kegiatan yang menjadi fokus penanganan. Hal ini diperlukan untuk memperlancar kerja sama dengan pihak-pihak lain yang juga melaksanakan kegiatan normalisasi aliran sungai.
Adapun sifat-sifat kegiatan tersebut antara lain :
a. Berupa reaksi cepat/ tanggap cepat untuk melindungi warga masyarakat dan aset-asetnya dari ancaman aliran lahar dingin.
b. Berfungsi untuk menghindari resiko kerusakan yang lebih besar pada prasarana sumber daya air ( dam, bendung, saluran irigasi, mata air, dan jaringan distribusinya ).
c. Bersifat parsial dan spesifik lokasi, sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada tempat tersebut, sehingga tidak mengganggu kebijakan manajemen pengelolaan sungai yang menjadi kewenangan instansi lain.
2.7.2.2. Bentuk Kegiatan
Sesuai dengan sifat-sifat kegiatan yang ditentukan, maka bentuk kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :
a. Membuka sumbatan yang terjadi pada dam, bendung, dan jembatan dari sumbatan berupa timbunan material batu, pasir, lumpur, hanyutan pohon, dan rumpun bambu.
b. Mengembalikan aliran sungai yang berbelok/ berpindah menerjang tanah sawah maupun pekarangan kembali kepada alur semula.
c. Membuat tanggul darurat dengan material yang ada dilokasi setempat untuk melindungai warga dari ancaman aliran lahar dingin serta mencegah berpindahnya aliran sungai.
d. Memasang bronjong dengan batu kosong untuk mengendalikan daya rusak air.
2.7.2.3. Anggaran
Sumber Anggaran : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Jumlah Anggaran : Rp. 1.673.725.500 (satu milyar enam ratus
tujuh puluh tiga juta tujuh ratus dua puluh lima ribu lima ratus rupiah).
Tabel III
Rekanalisasi/ normalisasi aliran sungai sebanyak 44 lokasi
Jml. Harga kontrak/ No
Jml.
Sungai/ Lokasi
alat
Tgl. mulai
Tgl. selesai
hari realisasi harga
(unit)
kerja (Rp)
I. OPAK
8 25.676.000 Batur, Kepuharjo, Cangkringan 2 Salam, Wukirsari,
1 Jembatan Plagrok,
10 62.440.000 Kepuharjo, Cangkringan
3 Bulak Salak,
4 Jembatan Panggung/
11 33.992.000 Hulu, Argomulyo, Cangkringan
5 Jembatan Panggung/
11 33.992.000 Hilir Argomulyo, Cangkringan 6 Kowang/ Teplok,
10 31.220.000 Argomulyo, Cangkringan 7 Salam 2, Wukirsari,
11 33.992.000 Cangkringan 8 Bokesan,
5 17.360.000 Sindumartani, Ngemplak
8 24.176.000 Argomulyo, Cangkringan
9 Jembatan Banjarharjo, 1 07/12/2010
10 Batur, Kepuharjo,
7 31.404.000 11 Bd. Tulung Opak,
11 33.992.000 Tamanmartani, Kalasan
12 Bd. Tamanan,
18 53.396.000 Tamanmartanim Kalasan
13 Bd. Pendekan,
11 67.984.000 Bokoharjo, Prambanan
14 Bd. Kebur, Argomulyo, 2 03/01/2011
II. Gendol
20 57.242.500 Cangkringan
1 Banjarsari, Glagaharjo, 1 09/12/2010
8 25.676.000 3 Kopeng, Kepuharjo,
9 28.448.000 Cangkringan 4 Batur, Kepuharjo,
5 Singlar, Glagaharjo,
11 33.992.000 6 Cek Dam Jambon,
4 14.588.000 Sindumartani, Ngemplak
III. Boyong
6 46.875.000 Candibinangun, Pakem 2 Cek Dam
1 Bd. Pulowatu,
10 62.440.000 Gondanglutung, Donoharjo, Ngaglik 3 Jembatan Kemiri,
11 33.992.000 Purwobinangun, Pakem
4 Bd. Kemput,
11 33.992.000 Candibinangun, Pakem
IV. Kuning
1 Bd. Kedung,
8 25.676.000 Umbulmartani, Ngemplak
2 Cek. Dam Rejondani I, 1 08/11/2010
8 25.676.000 Umbulmartani, Ngemplak
3 Cek Dam Rejondani II, 1 16/12/2010
12 73.528.000 Sukoharjo, Ngaglik 5 BD. Padasan,
4 Bd. Sukoharjo,
8 25.676.000 Pakembinangun, Pakem 6 BD. Kabunan,
8 25.676.000 Wedodomartani, Ngemplak
8 45.808.000 Ngaglik 8 Bd. Tanjungsari,
7 Bd. Yapah, Sukoharjo, 2 29/11/2010
8 25.676.000 Umbulmartani, Ngemplak 9 Bd. Karangturi,
8 14.588.000 Umbulmartani, Ngemplak
8 14.588.000 10 Bd. Sawahan,
9 68.004.000 Sambisari, Selomartani, Kalasan
11 Bd. Samberembe,
8 25.676.000 Sabisari, Selomartani, Kalasan
12 Cek. Dam Sukoharjo,
12 73.528.000 Sukoharjo, Ngaglik
Operasi tanggap darurat banjir lahar dingin pada masa tanggap darurat erupsi merapi juga dilakukan pada beberapa saluran sungai, dengan uraian sebagai berikut:
a. Pembersihan dan pengangkatan sedimen pada saluran irigasi yang tertimbun lahar dingin, pemasangan pipa pralon dan bronjong yang dikerjakan dengan swakelola, meliputi : 1). Pengamatan Dadapan
Pengangkatan sedimen pada saluran di sungai Boyong, dan Kali Krasak dilaksanakan mulai Nopember 2010 sampai Desember 2010 dengan biaya Rp. 17.250.000,-
2). Pengamatan Sleman Pengangkatan sedimen pada saluran di sungai Boyong dilaksanakan mulai Nopember 2010 sampai Desember 2010 dengan biaya Rp. 4.200;000,-
3). Pengamatan Banjarharjo Pengangkatan sedimen pada saluran di sungai Boyong, dan sungai Kuning dilaksanakan mulai Nopember 2010 sampai Desember 2010 dengan biaya Rp. 10.950.000,-
4). Pengamatan Pakem Pengangkatan sedimen pada saluran di sungai Kuning, pemasangan pipa pralon di bendung Yapah dan Sawahan dan pemasangan bronjong pada sawahan dilaksanakan mulai Nopember 2010 sampai Desember 2010 dengan biaya Rp. 8.751.000,-
5). Pengamatan Tempel Pengangkatan sedimen pada saluran di sungai Krasak dilaksanakan mulai tanggal 2010 sampai Desember 2010 dengan biaya Rp. 4.800.000,-
b. Pengadaan Pompa air portabel, Pipa pralon, bagor plastik dan bronjong. 1). Pengadaan Pompa Air untuk mengatasi kekurangan air di kecamatan
Minggir dan Moyudan sebanyak 7 buah dilaksanakan tanggal 18 Desember 2010 dengan biaya Rp. 48.262.000,-
2). Pengadaan Pompa Air untuk mengatasi kekurangan air di kecamatan Ngemplak, Pakem, dan Turi sebanyak 5 buah dilakanakan tanggal 18 Desember 2010 dengan biaya Rp. 40.656.000,-
3). Pengadaan Pipa pralon untuk mengatasi kekurangan air di sungai Kuning dan Krasak sebanyak 87 batang dilakanakan mulai tanggal
25 Nopember sampai 21 Desember 2010 dengan biaya Rp. 35.596.000,- 4). Pengadaan bagor plastik untuk mengatasi kerusakan saluran di wilayah pengamatan Dadapan, Banjarharjo, Pakem, Sleman dan
Tempel sebanyak 10.000 buah dilakanakan bulan Desember 2010 dengan biaya Rp. 8.030.000,-
Selain itu, banjir lahar dingin juga menyebabkan 13 jembatan rusak yang terdiri 8 jembatan kabupaten, 5 jembatan desa. Penanganan sementara jembatan rusak untuk akses jalan propinsi telah dibangun jembatan bailey di ruas Geblog.
Jembatan bailey di ruas Kali Opak Geblog
2.8. Penyelenggaraan Pengungsian
Penyelenggaraan pengungsian berusaha memenuhi kebutuhan dasar pengungsi berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pemkab Sleman berupaya untuk memenuhi hak pengungsi. Pelayanan pengungsi dilakukan melalui beberapa sektor yaitu kesehatan, logistik, sarana prasarana, dan transportasi. Beberapa sektor tersebut diuraikan di bawah ini.
2.8.1. Pelayanan kesehatan
Kondisi kesehatan pengungsi menjadi salah satu upaya utama untuk kebutuhan dasar. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatan pengungsi :
Melakukan penilaian cepat kebutuhan tenaga kesehatan Menyusun ulang jadwal piket Pos Kesehatan (shift, harian) Memberikan pelayanan pengobatan dan pendampingan kejiwaan
Memberikan pelayanan dan penjaminan pembiayaan korban meninggal Penambahan pos kesehatan di barak pengungsian (jika perlu) Penguatan sistem pelaporan dan informasi Melakukan rujukan dan upaya penguatan sistem rujukan Penambahan logistik kesehatan Surveilans penyakit dan gizi Inspeksi sanitasi Promosi kesehatan dengan media komunikasi langsung Menginventarisir bantuan logistik dan relawan kesehatan Kerja bakti membersihkan lingkungan Upaya kesehatan reproduksi di barak pengungsian Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan tanggung jawab
kewilayahan puskesmas dengan Dinas Kesehatan sebagai koordinator Mengusulkan rekruitmen tenaga medis untuk jangka waktu 1-3 bulan untuk memenuhi kekurangan tenaga medis.
Pelaksanan pelayanan kesehatan selama tanggap darurat dilakukan di pos kesehatan yang ada dibarak pengungsian pada awal kejadian bencana tanggal 25 Oktober 2010 telah didirikan 7 pos kesehatan yaitu:
Pos Kesehatan barak pengungsi Wonokerto Turi Pos Kesehatan Girkerto Turi Pos Kesehatan Purwobinanun, Pakem Pos kesehatan Hargobinangun, Pakem Pos Kesehatan Umbulharjo Cangkringan Pos Kesehatan Kepuhharjo, Cangkringan
Pos Kesehatan Glagahharjo, Cangkringan
Setiap pos kesehatan dijaga oleh petugas 1 dokter, 2 paramedis dan 1 driver dari 25 puskesmas selama 24 jam yang dibagi dalam 2 shift.. Setelah Setiap pos kesehatan dijaga oleh petugas 1 dokter, 2 paramedis dan 1 driver dari 25 puskesmas selama 24 jam yang dibagi dalam 2 shift.. Setelah
Puskesmas Turi kantor Sementara di Komplek Rumah Jabatan Jl. Rajiman tugas diperbantukan dilokasi pengusngisan di wilayah Kecamatan Sleman.
Puskesmas Pakem kantor sementara di Dusun Gandok Tambakan Sinduharjo Ngaglik tugas diperbantukan di Stadion maguwoharjo.
Puskesmas Cangkringan kantor sementara di Dusun Karanganyar, Wedomartani, Ngemplak tugas diperbantukan di Stadion Maguwoharjo dan Puskesmas Kalasan.
Selama tanggap darurat jumlah kunjungan pasien dipos kesehatan sejumlah 46.145 kunjungan dengan grafik sepuluh besar penyakit pada pengungsi sebagai berikut:
Tabel IV
Urutan jenis penyakit di pos kesehatan di seluruh barak pengungsian
Jenis Penyakit
Jumlah Kasus
3. Common Cold
5. Hipertensi Primer
6. Penyakit Mata lain/iritasi mata
8. dermatitis Kontak Alergi
9. Faringitis Akut
12. Diare dan GE
13. Demam tak diket sebab
14. Caries Gigi
16. Konjung tivitis
17. Gangguan sendi / antralgia
18. Malaise dan Fatigue
20. Nyeri Kepala
Dalam upaya pelayanan kesehatan, rujukan bagi korban bencana erupsi Gunungapi Merapi telah disiapkan 21 rumah sakit di wilayah Kab Sleman yaitu sejumlah. Berikut ini adalah tabel jumlah rumah sakit rujukan, beserta data jumlah kunjungan rawat jalan, rawat Inap, serta luka bakar dan luka di 21 rumah sakit rujukan sebagai berikut:
NON LUKA NO
JML KUNJUNGAN
RUMAH SAKIT
RAWAT
RAWAT
LUKA BAKAR
1 RSUP dr. Sarjito
2 RSUD Sleman
3 RSUD Prambanan
4 RS Bhayangkara
5 RS Panti Rini
6 RSIY PDHI
9 RS Mitra Paramedika
10 RSKB Annur
11 RS Queen Lativa
0 0 0 0 RS KIA Sakina
12 0 0 0 0 Idaman
13 RSKIA Sadewa
14 RS Lokapala
15 RS Panti Nugroho
47 0 181 RS Panti
16 Bhaktiningsih
17 RS Dharma
18 RS Puri Husada
19 RS Ghrasia RS PKU MUH
20 Gamping
21 RS Panti Rapih
Pembiayaan pelayanan kesehatan pasien korban bencana ditanggung oleh Kementerian Kesehatan dengan sistem klaim biaya. Jumlah klaim biaya Pelayanan Kesehatan di rumah sakit, sebagai berikut:
USULAN
NO.
RUMAH SAKIT
RAWA JALAN
RAWAT INAP
1 RSUP DR. Sardjito 284,506,641
3 RS Panti Nugroho
2 RS Panti Rini
4 RSUD Sleman 38,009,806
5 RSKIA SAKINA IDAMAN
6 RSUD Prambanan 5,573,288
7 RSIY PDHI 12,588,839
8 RS Panti Bhaktiningsih
16,647,484 10 RS JIH
9 RS Puri Husada 3,366,200
55,049,800 11 RS CC
26,330,200 12 RS Loka Pala 4,108,735
Sumber data: laporan RS
Bencana erupsi Gunungapi Merapi menimbulkan korban luka bakar bakar dan meninggal. Korban luka bakar yang dirawat di RSUP dr. Sardjito berjumlah 43 orang, yang terdiri dari 13 orang korban erupsi tanggal 26 Oktober 2010 dan 29 orang korban erupsi tanggal 5 Nopember 2010. Sampai dengan saat ini masih terdapat 3 korban luka bakar yang masiih memerlukan perawatan (sumber: Release dari RSUP dr. Sardjito).
Pendampingan kejiwaan bagi korban bencana erupsi Gunungapi Merapi dilakukan oleh psikolog di seluruh puskesmas beserta relawan. Hasil pendampingan kejiwaan bagi korban bencana, sebagai berikut:
2.8.2. Pelayanan logistik
Jatah hidup pengungsi per kepala per hari adalah 4 ons beras, 1 kaleng sarden, 1 bungkus mie, dan uang lauk pauk. Jumlah pengungsi setiap kecamatan menjadi dasar penyaluran logistik. Selain jenis di atas, beberapa keperluan pengungsi juga disalurkan. Jenis logistik yang disalurkan terdiri atas bahan pangan beras, bahan pangan non beras, sandang, obat-obatan, perlengkapan mandi, perlengkapan umum, perlengkapan bayi, makanan bayi.
Rekapitulasi droping yang dilakukan sampai pada tanggal 17 Januari 2011 untuk bahan pangan beras, mie insntan, air mineral dan gula pasir adalah sebagai berikut:
SISA NO KEBUTUHAN SATUAN PENERIMAAN PENYALURAN STOCK
2. MIE INSTANT DOS
4 Air Mineral
5 Gula pasir
Distribusi sandang juga dilakukan pada tanggal 6 Desember 2010 ke Desa Kepuharjo, antara lain berupa: sarung, kaos oblong anak, dan baju anak. Perlengkapan mandi juga disalurkan pada tanggal 8 dan 10 Desember 2010. Pada tanggal 14 dan 16 Desember 2010 juga disalurkan sebanyak 1000 liter minyak tanah ke barak Stadion Maguwo.
2.8.3. Pelayanan sarana prasarana pengungsian
Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman sampai dengan tgl 17 Januari 2011 melakukan kegiatan sebagai berikut:
No
satuan Penyediaan Sarpras Sanitasi
Jumlah
a. Pasang MCK Portable
unit b. Rehab. MCK Permanen
20 unit c. Pembangunan MCK Permanen (1 unit)
14 unit
d. Pembuatan sumur resapan dan tempat cucian
14 unit e. Penyedotan tinja dari MCK
tangki Pelayanan Persampahan
a. Penyediaan kantong plastik
lembar
b. Penyediaan bin container
buah buah
1.021
m3
c.2. Pengangkutan sampah
luar Posko Induk
1.322, 38
m3
Air Bersih
a. Penyediaan Hidran Umum
309
buah
b. Penyediaan Air Bersih (Dropping Air Bersih)
7987
Tangki air
Operasional Pemakaman Massal di Dusun Petung
24 orang
Operasional Pemakaman Ternak
Pemakaman di TPU Seyegan
117
Jenazah
Pemasangan lampu penerangan
Barak pengungsian/tenda
180 unit TL 40 W
30 Flash 250 W
Penerangan jalur evakuasi
21 armatur 250 W
Penerangan Cek Dam
30 Flash 250 W set
Sampai dengan tanggal 17 Januari 2011 droping air dilakukan maksimal sebanyak 7987 tangki air. Lokasi droping air setiap hari rata-rata 30 titik. Droping air bersih dilakukan pada titik pengungsian dan beberapa dusun yang telah dihuni kembali sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan air bersih (data droping air terlampir).
Dinas PUP juga melakukan: pembuatan MCK portable sebanyak 301 buah, rehabilitasi 20 MCK Permanen, membangun 14 MCK permanen, dan penyedotan tinja sebanyak 100 kali. Sedangkan, pelayanan persampahan telah mengangkut 2.343,38 m3 sampah, yang dilayani minimal 1 sampai dengan 5 armada per hari. Pelayanan persampahan dilakukan di setiap titik pengungsian, PMI, Posko Utama, dan shelter (data pelayanan persampahan terlampir).
Gambar 15. MCK darurat di barak pengungsian
2.8.4. Pelayanan transportasi pengungsian