UPACARA NYANGLING DI PURA TIRTA EMPUL BANJAR KEDIRI DESA SINGAPADU KALER KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANAR (Persepektif Filosofi) Oleh Dewa Gede Kusuma Tirta Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dewasuma870gmail.com Abstract - UPACARA NYANGLING DI PURA

UPACARA NYANGLING DI PURA TIRTA EMPUL BANJAR KEDIRI DESA
SINGAPADU KALER KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANAR
(Persepektif Filosofi)
Oleh
Dewa Gede Kusuma Tirta
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
dewasuma870@gmail.com
Abstract
Implementation of religious teachings, especially in the field of ceremony (yajna)
there is a difference between one area to another. The difference is based on local traditions
cultural and Hindu culture develops in conformity with the natural enviroment. Nyangling
ceremony in Tirta Empul Temple in Banjar Kederi, Singapadu Kaler village, Sukawati
District Gianyar regency. Nyangling ceremony is unique because in the ceremony Nyangling
using rice means, the rice is then purified with holy water contained in Tirta Empul Temple.
Based on the above background, then the formulation of the issues to be discussed include: (1)
How is the procession of Nyangling Ceremony, At Tirta Empul Temple in Kederi street,
Singapadu Kaler village, District Sukawati Gianyar regency? (2) What is the function of
Nyangling Ceremony, in Tirta Empul Temple, Banjar Kederi, Singapadu Kaler Village,
Sukawati District, Gianyar Regency? (3) What Is Philosophical Of Nyangling Ceremony Tirta
Empul Temple, Banjar Kederi, Singapadu Kaler Village, Sukawati District, Gianyar Regency?
Based on data analysis it can be concluded (1) Nyangling ceremony procession is a

series of ceremony gods yajna. Place of execution at Tirta Empul Temple Banjar Kederi,
Singapadu Kaler Village, Sukawati District Gianyar Regency and led by Dewa Mangku Tirta
.. (2) Nyangling ceremony has various functions that are the function of religious system,
social function, function of cultural preservation, aesthetic function. (A) The function of the
Religious System is a spiritual aspect which can not be attained. (B) Social Function as a
unifying tool for the achievement of a properous society, and cultive a sense of togetherness.
(C) Cultural Preservation Function, Nyangling Ceremony Represents the culture of the Banjar
Kederi, Singapadu Kaler Village, Sukawati District, Gianyar Regency, which is sacralized as
a vehicle for preserving Balinese art and culture. (D) Aesthetic function is found in the
community movements of Kederi street walking looks neat rows of time walking towards Tirta
Empul Temple and sound to the hymn accompanied by gambelan . (3) It should be observed
from its meaning, namely: (a) The philosophical meaning of Nyangling ceremony in Tirta
Empul Temple, Banjar Kederi, Singapadu Kaler Village is to purify the means of rice to be
used at the time of piodalan and offer various means of upakara / banten as a form of our
devotion before God . (B) The meaning of balance and harmony in the Nyangling ceremony is
seen at the time of the ceremony since its preparation, procession and execution. Members of
the community Banjar Kederi, Singapadu Kaler Village help each other based on the heart
and hospitality during theNyangling ceremony took place. (C) The Purification of the
Nyangling Ceremony is contained in the holy tirtha which is requested to purify the means of
the ceremonial rice and the bodies of its worshipers.

Keywords: Nyangling Ceremony, Perspectives of Philosophy

505

I.PENDAHULUAN
Agama Hindu dalam kehidupan beragamanya tidak terlepas dari tiga
kerangka dasar agama Hindu yaitu Tattwa, Etika dan acara. Tattwa merupakan
aspek pengetahuan agama atau ajaran agama yang harus dimengerti dan dipahami
oleh masyarakat terhadap aktivitas keagamaan yang dilaksanakan.Etika
merupakan prilaku yang baik terutama yang menyangkut kebajikan dan
kebijaksanaan, wiweka dan Jnana.Acara merupakan wujud bhakti yang ditujukan
kepada Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan seluruh manifestasinya.Pada
dasarnya acara agama di bagi menjadi dua yaitu upacara dan upakara. Upacara
berkaitan dengan tatacara pelaksanaan ritual keagamaan sedangkan upakara
merupakan sarana yang gunakan dalam upacara keagamaan.Tiga Kerangka Dasar
agama Hindu merupakan satu kesatuan yang utuh tidak bisa terlepas antara yang
satu dengan yang lainnya dan dilaksanakan secara seimbang dalam melaksanakan
suatu aktivitas agama Hindu.Tiga kerangka ini saling melengkapi antara yang satu
dengan yang lainnya. Kalau salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak
dilaksanakan dengan baik maka tujuan dalam melaksanakan yadnya tersebut tidak

akan tercapai.
Umat Hindu di Bali khususnya dalam kehidupan beragamanya tidak terlepas
dari upacara/ritual keagamaan yang berdasarkan pada tradisi.Setiap upacara/ritual
keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu memiliki sebuah tujuan untuk
meningkatkan kwalitas hidup dalam beragama.
Masyarakat Banjar Kediri Desa Singapadu kaler kecamatan Sukawati,
Kabupaten Gianyar dalam kehidupan beragamanya tidak terlepas dari
upacara/ritual keagamaan yang merupakan sebuah tadisi yang selalu dilaksanakan
turun temurun salah satunya yaitu Upacara Nyangling.Upacara Nyangling
merupakan sebuah Upacara yang dilaksanakan untuk memarisuda (mensucikan)
beras yang terdiri dari beras lima warna (catur warna) yang terdiri atas beras
merah, beras putih, beras kuning, dan beras hitam. Kelima beras tersebut akan
ditempatkan dalam sebuah periuk atau pere yang tersiri atas Sembilan. Beras
inilah yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan upacara besar yaitu nyatur,
mebangkit dan karya agung lainnya. Upacara Nyangling ini dilaksanakan tiga hari
sebelum piodalan di pura berlangsung.Sebelum Upacara Nyangling dilaksanakan
terlebih dahulu yang dilakukan adalahnegtegang beras, membuat lumbung beras,
serta melakukan pemujaan kehadapan Dewi Sri dan Rambut Sedana.
Pelaksanaan Upacara Nyangling ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa
krama Banjar Kediri Desa Singapadu Kaler, kecamatan Sukawati, Kabupaten

Gianyar telah siap melaksanakan Upacara nyatur, mebangkit dan karya agung
selain hal tersebut Upacara Nyangling ini juga bertujuan untuk memohon
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar pelaksanaan upacara bisa berlajan
dengan baik. Upacara Nyangling merupakan sebuah tradisi yang telah
dilaksanakan seara turun temurun oleh masyarakat Banjar kederi singapadu kaler.
Upacara Nyangling yang dilaksanakan dalam kehidupan beragama masyarakat
Banjar Kediri desa singapadu kaler, kecamatan Sukawati, Kabupaen Gianyar
merupakan salah satu tradisi yang sangat menarik untuk diteliti yang bertujuan

506

untuk mengetahui prosesi, fungsi dan makna dari Upacara Nyangling yang telah
dilaksanakan secara turun temurun. Sehingga masyarakat dapat mengetahui fungsi
dan makna setiap gerak aktivitas yang dilaksanakan dalam kehidupan beragama
yang tidak hanya berdasarkan gugon tuwon.
II. PEMBAHASAN
2.1 Rangkaian Pelaksanaan Upacara Nyangling Di Pura Tirta Empul
BanjarKederi Desa Singapadu Kaler
Rangkain Upacara Nyangling diawali dengan membuat lumbung yang
akan digunakan untuk upacara negtegan. Pada saat upacara negtegan yang

diupacarai adalah beras yang terdiri dari beras panca warna, bumbu-bumbu
memasak, kayu api, janur, telur dan seluruh Tapakan seperti,Tapakan Penuntun,
Tapakan Sri dan Tapakan Sedana. Keesokan harinya setelah suara kul-kul
berbunyi krama Banjar Kederi, siap melaksanakan Upacara Nyangling yang
diawali dengan menedunkan sarana tersebut kemudian diiring menuju Pura Tirta
Empul.
2.2 Tahapan Pelaksanaan UpacaraNyangling
Berdasarkan pengamatan peneliti yang sekaligus ikut serta dalam Upacara
Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler, maka
terdapat berbagai tahapan upacaranya yang akan dipaparkan sebagai berikut;
1)Tahap Awal Upacara Nyangling
Sebelum peserta Upacara Nyangling berdatangan, maka juru seratibanten
sudah terlebih dahulu mempersiapkan sarana upakaranya.Demikian juga Dewa
mangku Tirta terlebih dahulu mempersiapkan berbagai sarana untuk pemujaan
dalam upacara Nyangling.
Setelah sarana upakara sudah tertata rapi, maka upacara Nyangling
dimulai.Upacara Nyangling diawali dengan suara kul-kul sebagai petanda krama
segera kumpul dan memasuki areal pura yang yang sedang melaksanakan
piodalan. Peserta Upacara Nyangling
berkumpul dipura yang sedang

melaksanakan pujawali kemudian ngiring menuju Pura Tirta Empul, dengan
membawa Prasepan, Tempat Tirta, Canang rebong, Terag penyeneng, Rantasan,
pesucian canangpembersihan, daun suci, beras panca warna, alat memasak yang
digunakan untuk upacara, Tapakan Sedana, Tapakan Sri, Tapakan penuntun,
salaran yang berisi bebek, ayam, kayu daun suci, pala bungkah pala gantung dan
diiringi dengan gambelan, umbul-umbul, pajeng, dan pajeng pagok.
Sesampainya di Pura tirta Empul banjar Kederi Desa Singapadu Kaler
krama banjar duduk kemudian dilanjutkan dengan juru kidung
melantunkankidung-kidung suci mengiringi mantra pemangku yang diiringi pula
bunyi bajra. Dengan suara kidung dan suara bajra serta mantra pemangku yang
disertai kumpulan asap dupa dan kemenyan, maka proses awal berlangsung.
2) Tahap Pertengahan Pemujaan
Setelah diantara waktu cukup untuk puja mantra dalam prosesi pemujaan,
maka tibalah puncak dari upacara Nyangling, diawali dengan mempersiapkan
prasarana beras yang digunakan dalam upacara Nyangling tersebut kemudian diisi
canang sari diatasnya lalu beras tersebut dicampur dengan kuyit yang sudah

507

ditumbuk. Setelah beras dan kunyit tersebut sudah tercampur, maka dilanjutkan

dengan menyiratkan atau mensucikan beras tersebut dengan air suci yang terdapat
di pancoran Pura Tirta Empul banjar Kederi Desa Singapadu Kaler. (Parta, 2017)
2.3 Fungsi Pelaksanaan Upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar
Kederi Desa Singapadu Kaler
Upacara Nyangling di Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler sudah
berlangsung begitu lama dan dilakukan dengan penuh kidmat.Begitu tertata dan
rapinya kegiatan upacara nyangling sudah tentu memiliki fungsi didalamnya.
Adapun Fungsi Upacara Nyangling di Pura Tirta Empul, Banjar Kederi, Desa
Singapadu Kaler berdasarkan hasil observasi dan analisis peneneliti adalah
sebagai berikut;
2.2.1 Fungsi Sistem Keagamaan
Upacara Nyangling sebagai bentuk pelayanan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, upacara ini dilaksanakan karana untuk mensucikan dan memarisuda
sarana beras yang digunakan untuk upacara. Disamping iut memiliki keyakinan
bahwa alam semesta dan isinya diciptakan oleh Tuhan. Kebesaran Tuhan dalam
kitab suci Bhagawad Gita Bab III,Sloka 15 dinyatakan sebagai berikut:
Karma brahmadbhavam viddhibrahma ksara samadhabavan Tasmat sarvagatam
brahma atiyam yajne pratisthitam
Terjemahannya:
Ketahuilah adanya karma (perbuatan) adalah karena Brahman yang ada dari maha

abadi, karena itu ada Ia yang mengetahui semua itu selalu tetap berkorban
(Yadnya) dari itu, Brahman yang melingkupi semua selal ada disekitar
persembahan” (Donder,2007:316)
2.2.2 Fungsi Sosial
Fungsi sosial terhadap upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar
Kederi Desa Singapadu Kaler dapat dilihat dari adanya kegiatan ngayah dalam
membuat sarana bantenUpacaraNyangling, krama banjar Kederi Desa Singapadu
Kaler menjalin hubungan yang baik antar sesama penyangah dan dengan
dilaksanakannya ngayah karma banjar banyak mendapatkan pembelajaran baik
dibidang sosial dan keagamaan. (Astia, wawancara Tanggal 13 februari 2017)
2.2.3 Fungsi Pelestarian Budaya
Menurut keterangan Patra bahwa Upacara memiliki fungsi sebagai
pelestarian unsur budaya.Hal ini dikarenakan Upacara memiliki fungsi sebagai
pelestarian unsur budaya.Hal ini dikarenakan Upacara merupakan produk budaya
dari masyarakat Banjar Kederi, Desa Singapadu Kaler yang disakralisasikandalam
pelaksanaanya dan merupakan warisan turun-temurun dari leluhur.Sebagai umat
Hindu hendaknya selalu mempertahankan nilai-nilai budaya ada. Patut
dipertahankan dan dijaga pelestariannya (Patra, wawancara: 22 Februari 2015).
Dapat dilihat bahwa pelaksanaan Upacara Nyangling merupakan suatu tempat
dalam pelestarian budaya yang ada di Bali dan Khususnya di Banjar Kederi, Desa

Singapadu Kaler.

508

2.2.4 Fungsi Estetika
Seni yang terdapat dalam upacara Nyanglingyaitu seni gerak yang
merupakan salah satu unsur utama yang terdapat dalam upacara Nyangling. Seni
gerak dapat diamati dari gerak-gerak masyarakat pada saat pengayahngiring
terlihat barisan yang rapi waktu memargi dari pura yang sedang menyenggarakan
piodalan menuju Pura Tirta Empul di Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler,
sedangkan seni suara yang terdapat dalam pelaksanan upacara Nyangling pada
waktu pelaksanaan Upacara Nyangling berlangsung diiringi suara gambelan yang
mengiringi prosesi upacara ini jelas menunjukan nilai estetika atau seni tersendiri,
disamping itu juga Seni kidung yang merdu juga menunjukan adanya seni.
Penggunaan gambelan dan kidung pada waktu upacara Nyangling bertujuan untuk
membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti proses upacara ritual tersebut
agar berkonsentrasi pada kesucian, sehingga nantinya pada saat persembahyangan
pikiran dapat diarahkan atau dipusatkan kepada Ida Sng Hyang Widhi Wasa .
(Sudarsana, 2017)
2.3 Makna Pelaksanaan Upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar

Kederi, Desa Singapadu Kaler
Upacara Nyangling merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan yajna
sebagai dasar pengembalian Tri Rna. Weda mengajarkan Tuhan menciptakan
alam semesta ini berdasarkan yajna, karena manusia yang beramal akan merasa
berhutang kepada Tuhan Hyang Maha Esa. Bentuk rasa bakti maka umat Hindu
melakukan Dewa Yajna, sebagai rasa bakti kepada Tuhan dan melalukan Upacara
Nyangling. Umat Hindu di Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari
mengamalkan agamanya dengan pembobotan pada upacara agama.Hal ini dapat
dipahami karena upacara yajna itu merupakan tingkat kemampuan umat dalam
memahami nilai-nilai spiritual Hindu.Sebagai langkah awal, umat mohon
tuntunan Tuhan Sebagai Sang Hyang Tumuwuh, karena Tuhanlah sebagai Maha
Pencipta semua unsur alam tersebut. Upacara nyangling di Pura Tirta Empul
Banjar Kederi, Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar
terus dilakukan dan diyakini oleh masyarakat Desa Singapadu Kaler untuk
kelanjutan hidup bersama dan di dalam simbol tersebut terkandung makna-makna
yang berhubungan dengan filosofis, keharmonisan dan makna penyucian.
2.3.1 Makna Filisofis
Makna filosofis upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar Kederi
Desa Singapadu Kaler adalah untuk menyucikan sarana beras yang akan
digunakan pada saat piodalan dan dengan mempersembahkan berbagai sarana

upakara/banten merupakan wujud rasa bakti kita kehadapan Beliau, bahwa
dengan yajna yang bersifat sederhana, seorang mampu mendekatkan diri dengan
Beliau, dengan jalan yajna diharapkan manusia mampu menjadi makhluk hidup
yang lebih baik.
2.3.2 Makna Keharmonisan
Makna keseimbangan dan keharmonisan dalam upacara Nyangling terlihat
pada saat pelaksanaan upacara sejak persiapan, prosesi dan pelaksanaanya.
Anggota masyarakat Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler saling bantu membantu
dilandasi hati dan keramah-tamahan selama upacara Nyangling berlangsung.

509

Keseimbangan dan keharmonisan melalui hubungan antara manusia dengan Ida
Sang Hyang Widhi wasa dapat dilihat dari berbagai aktivitas ritual yang
dilakukan di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
2.3.3 Makna Penyucian
Budha Wawancara, tanggal 13 februari 2017 mengatakan Makna
penyucian upacara Nyangling terlihat pada banten yang dipersembahkan, yaitu
banten caru, banten suci. Semua banten ini berfungsi sebagai sarana penyucian.
Upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler
memiliki makna penyucian dapat dilihat dari upacara pecaruan yang merupakan
rangkain dari upacara Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar Kederi Desa
Singapadu Kaler dan pelaksanaan upacara Nyangling di Pura Tirta Empul yang
dimohon untuk menyucikan sarana beras untuk upacara dan tirtha Wangsuh Pada
IdaBhatara yang dapat menyucikan umat atau masyarakat Banjar Kederi Desa
Singapadu Kaler secara rohani.
III. SIMPULAN
1. Upacara Nyanglingmerupakan rangkaian dari upacara Dewa yajna. Tempat
pelaksanaannya di Pura Tirta Empul Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler
Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar dan dipimpim oleh Dewa Mangku
Tirta. Sarana-sarana (banten) Canang genten,Canang lengawangi-buratwangi
Canang sari,Tadah pawitra/tadah sukla, Canang gantal, Canang tubungan,
Canang pengraos,Canang nyahnyah gringsing, Canang payasan, Canang
Pabersihan atau pasucian payasan, Canang meraka, Canang rebong,
Canang berkat, Canang oyodan. Daksina linggih, Daksina pekala-kalaan,
Daksina krepa,Daksina gede atau pemogpog, Banten pejerimpen alit Banten
kawas atau daunBanten peras, penyeneng terag (gede, Banten tulung, Banten
sesayut Banten dapetan, Banten penyeneng.
2. UpacaraNyangling memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi sistem keagamaan,
fungsi sosial, fungsi pelestarian budaya, fungsi estetika. (1) Fungsi Sistem
Keagamaan adalah menyangkut pada aspek spiritual yang tidak daapat dibahas
secara rasional. Fungsi tersebut akan dapat dijangkau hanya dengan meyakini
dengan seyakin-yakinnya suatu upacara itu diadanya. (2) Fungsi Sosial
sebagai salah satu alat pemersatu demi tercapainya masyarakat yang sejahtera,
serta menumbuh kembangkan rasa kebersamaan, rasa saling memiliki, rasa
kekeluargaan dan persaudaraan.(3) Fungsi Pelestarian Kebudayaan, Upacara
Nyangling Merupakan budaya dari Masyarakat banjar Kederi Desa Singapadu
Kaler Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar yang disakralisasikan serta
sebagai wahana dalam pelestarian seni budaya Bali. (4) Fungsi Estetika
terdapatpada gerak-gerak masyarakat Banjar Kederi memargi atau ngiring
terlihat barisan yang rapi waktu memargi menuju Pura Tirta Empul dan suara
ke kidung yang diiringi dengan suara gambelan.
3. Sebalaiknya ditinjau dari maknanya, yaitu (1) Makna Filosofis upacara
Nyangling di Pura Tirta Empul Banjar Kederi Desa Singapadu Kaler adalah
untuk menyucikan sarana beras yang akan digunakan pada saat piodalan dan
mempersembahkan berbagai sarana upakara/banten sebagai wujud rasa bakti
kita kehadapan Tuhan. (2) Makna keseimbangan dan keharmonisan dalam

510

upacara Nyangling terlihat pada saat pelaksanaan upacara sejak persiapan,
prosesi dan pelaksanaanya. Anggota masyarakat Banjar Kederi Desa
Singapadu Kaler saling
bantu membantu dilandasi hati dan keramah-tamahan selama upacara
Nyangling berlangsung. (3) Makna Penyucian Upacara Nyangling terkandung
dalam tirtha suci yang dimohon untuk menyucikan sarana beras upacara dan
badan para pemujanya
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, I Gusti Gede. 1971. Pengertian Pura di Bali. Denpasar : Proyek
pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Bali
Agung, I Gusti Agung Istri. 2006. “ Upacara ngusabha Kalesan Di Desa Ababi
Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem (Kajian Bentuk, Fungsi,
Makna)” Denpasar : Tesis Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Arikunto, 2002.Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Renika
Cipta.
Arwati 1999 Upacara dan Upakara. Jakarta: Kementrian
Burhan, Bungin. 2001. Methologi Penetian Sosial.Surabaya : Erlangga
University Presss.
Bintang, Ida Ayu Pt. 2006. “Upacara Ngaro Di Br.Madura Desa adat Intaran,
Desa Sanur Kauh Kajian Bentuk, Fungsi, Makna. Denpasar : Tesis Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Hasan, Iqbal. 2002. pokok - pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta : Galia : Indonesia.
Gateri, Ni Wayan. 2005. Upacara Ngusaba Warga Siram Di Pura Batu Madeg Di
Desa Besakih Kabupaten Karangasem (Analis Bentuk, Fungsi, Makna)”
Denpasar : Denpasar : Tesis Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar .
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Konisius.
Gulo. 2002. Metodelogi Penelitian. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Jasa, 2009.Ngusaba Ayunan di Pura Bale Agung DesaPakraman Subaya,
Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Perspektif Agama Hindu. Tesis
Institut Hindu Negeri Denpasar
Kaelan. 2005. Metode Penelitian kuantatif Bidang Filsafat. Yogyakarta :
Paradikma.
Koentjaninggrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Cetakan
kedelapanbelas. Jakarta : Jambatan.
Koentjaninggrat, 1992. Pengantar Antropologi II. Cetakan Pertama. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Kaplan, 2000.Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apolo
Mulyana, dedy. 2003. Metode penelitian Kualitatif Pradigma Baru
IlmuKomunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Meleong, Lezy. J. 2002 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Mubarok, 2003, Metodologi Penelitian Kualitatif.Jakarta : Gaung Persada
Marzali, 1997 Djohansjah.2000. Budaya Ilmiahdan Filsafat Ilmu.Jakarta
:Grasindo.

511

Nirmalayani, 2006.Upacara Usaba SumbuDesa pakraman Asak, Kecamatan
Karangasem, Kabupaten Karangasem. Tesis Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar
Renawati , 2005. Upacara Nangluk Merana Di Desa Lebih Kabupaten Gianyar
Kajian Perspektif Budaya. Tesis Istitut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Soedjadi, 2000.Metodelogi Research I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada.
Sanderson 2000 Makro Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta
Setiadi 2011 Status Penelitian dan pemanfaatan Cendawan Mikorisa
Sudarsana, I. K. (2016, June). Praksis Teori Sosial Kognitif dalam
Mengembangkan Karakter Peduli Sosial Pada Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Agama. In Seminar Nasional (No. ISBN :
978-602-74659-3-0, pp. 82-87). Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Sudarsana, I. K. (2016, May). Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar melalui
Pendidikan Alam Terbuka. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-60272630-6-2, pp. 214-221). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Hindu
Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.
Sudarsono,2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudarma, I made. 2012. Kajian Filosofis Trdisi NgejotJerimpen Pada Hari
Penampahan Galungan Di Desa Pakraman Belatungan Kecamatan Pupuan
Kabupaten Tabanan’’.Denpasar : Skripsi Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Suamba, 2010. Pemujaan Ratu Agung dan Dewi Sri di Pura Camara Desa
Pakraman Serangan Kota Denpasar : Tesis Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Septiari, Putu Ayu. 2014. “Kajian Filosofis Tradisi Ngaturang Ajang Di Desa
Pakraman Renon Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar”. Denpasar
: Skripsi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Tim prima pena. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. GITAMEDIA PRESS
Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka.
Teeuw, 1982: 17. Pengatar Ilmu Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Usman, Suyanto. 2004. Sosiologi Sejarah, Teori dan metodelogi. Yogyakarta :
CIRED
Pudja 2000.Mewana DharmaSastra. Jakarta: Hanuman sakti
Wiana, I ketut, Menyayangi Alam Wujud Bhakti Pada Tuhan.Surabaya : Paramita
Wijayananda, 2004. Makna Filosofis Upacara dan Upakara.

512