MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA KATA MELA

MENINGKATKAN KEMA AMPUAN MEMBACA KATA MELALUI M I MEDIA POP-UP BOOK BA BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN (Classroom Action R on Research di Kelas V/C SLB Al-Azhar Buk ukittinggi) SKRIPSI

Diajukan an Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan an Mem emperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH: Hilmi Sri Amra

1200375/2012

PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN FA

ABSTRAK

Hilmi Sri Amra (2017): Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Melalui Media Pop-up Book bagi Anak Tunagrahita Ringan (Classroom Action Research Di Kelas V/C SLB Al-Azhar Bukittinggi)

Penelitian ini dila tar belakangi oleh permasalahan adanya siswa tunagrahita ringan kelas V yang mengalami hambatan membaca kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u]. Hal ini disebabkan oleh proses pembelajaran yang hanya terpaku pada materi buku dan guru jarang sekali menggunakan media. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan [B dan I] di kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi. Jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan dalam bentuk kolaborasi dengan guru kelas. Subjek penelitian yaitu dua orang anak tunagrahita ringan dan guru kelas V/C.

Penelitian dilakukan selama dua siklus. Siklus I yang dilaksanakan empat kali pertemuan dalam proses pembelajaran dimulai dengan mendengarkan penjelasan guru tentang penggunaan media pop-up book, menunjukkan huruf, membedakan huruf. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh siswa diakhir siklus I dapat dilihat bahwa siswa B sebelum diberi tindakan mendapatkan nilai 21,05% dan setelah diberikan tindakan mendapatkan nilai 90%. Siswa I sebelum diberikan tindakan 5,26% dan setelah diberi tindakan mendapatkan nilai 69%.

Sedangkan pada siklus II dilakukan dua kali proses pembelajaran membaca kata menggunakan media pop-up book yang dimulai dengan mendengarkan penjelasan guru , membaca penggalan kata dan membaca kata. Siklus

II ini siswa B mendapatkan nilai 100% meningkat dari hasil kemampuan awal yaitu 16,7% dan siswa I mendapatkan nilai 58% meningkat dari kemampuan awal yaitu 16,7%. Dari hasil penyajian dan analisis data dapat dibuktikan bahwa media pop-up book dapat meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan kelas V/C. Dengan demikian, dapat disarankan kepada guru dan peneliti selanjutnya untuk dapat menggunakan media pop-up book dalam meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan.

ABSTRACT

Hilmi Sri Amra (2017): Improving reading ability of mildly mentally

handicapped students through the use of pop-up books (Classroom Action Research class V/C SLB Al-Azhar Bukittinggi)

The background to this study is the difficulty faced by class five students with mild mental handicaps reading words containing the letters [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], and [u]. The reason for this was that the learning process was restricted to the text book and the teacher rarely used other media. The object of this study was to increase the reading ability of class V students (B and I) who have mild mental handicaps at the special school Al-azhar Bukittinggi. Class action research was used in collaboration with the class teacher. The subjects of the study were the two children and the teacher of class V/C.

This research was done in two cycles. The first cycle consisted of four meetings. The lesson began with an explanation from the teacher using a pop-up book, pointing out the letters and telling the difference between the letters. Based on the scores obtained by the students after this cycle it was evident that student B improved their score from before the cycle of 21,05% to 90% at the end. Student I’s score improved from 5,26% to 69%.

Cycle II was two meetings learning to read words using a pop-up book. These lessons started with listening to instructions from the teacher, reading the syllables of the word then reading the full word. After Cycle II student B reached a 100% score from an initial score of 16,7% and student I reached a score of 58% from an initial score 16,7%. The results of this study and analysis of the data show that using a popup book can improve the reading ability of these class five students with mild mental handicaps pop-up book. It is suggested that teachers and researchers can use pop-up books to improve the reading skills students with mild mental handicaps.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat limpahan nikmat berupa kesehatan, kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Melalui Media Pop-up Book Bagi Anak Tunagrahita Ringan (PTK di Kelas V/C SLB Al-Azhar Bukittinggi)”.

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan Latar belakang penelitian ini adalah ketidak mampuan anak tunagrahita kelas V dalam membaca kata terkhusus pada kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r] dan [u] sehingga pada pembelajaran membaca siswa mengalami kesulitan. Penelitian ini bermaksud untuk membuktikan efektifkah media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan.

Skripsi ini dipaparkan dalam sistematika penyusunan yang terdiri dari lima bab, yaitu Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, Pertanyaan penelitian, Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian. Bab II berisi kajian teori tentang: hakikat membaca kata, hakikat media, hakikat media pop-up book dan kerangka konseptual. Bab III metode penelitian yang berisi jenis penelitian, subjek penelitian, tempat penelitian, Alur Penelitian, Defenisi Operasional Variabel, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data dan Teknik Keabsahan Data.Bab IV Berisi tentang hasil penelitian, dan Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari dalam menulis skripsi ini terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya penulis dapat membuat karya yang lebih baik.

Padang, Januari 2017

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dan keluarga serta kepada kita semua. Sehingga dengan rahmat dan karunia-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi S1 dan meraih gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu (S1), pada Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang. Penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan, bimbingan, doa dan restu dari berbagai pihak. Kesempatan inilah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Marlina, S.Pd, M.Si dan bapak Drs. Ardisal, M.Pd selaku Ketua dan sekretaris Jurusan PLB FIP UNP yang telah memberikan izin pada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. H. Asep Ahmad Sopandi, M. Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan kemudahan dan telah bersedia membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, dan meluangkan waktu untuk penulis di tengah kesibukan bapak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Hj. Yarmis Hasan, M. Pd, selaku pembimbing II terimakasih atas segala bimbingan, waktu, kesempatan, pikiran, ide-ide, gagasan, dan dengan kesabaran yang ibu berikan dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Bapak ibu Dosen PLB yang telah memberikan dan mengajarkan kepada

Pendidikan luar Biasa, semoga apa yang telah diberikan dapat penulis terapkan dalam membina dan melayani anak berkebutuhan khusus.

5. Staf tata usaha yang telah membantu kelancaran administrasi dalam menyusun skripsi ini.

6. Kepala sekolah SLB Al-azhar Bukittinggi yang telah memberikan bantuan, fasilitas dan kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

7. Guru kelas dan kolaborator penulis selama penelitian yang telah memberikan berbagai saran dan masukan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

8. Kepada kedua orang tua dan keluarga yang selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian, membimbing, mengarahkan dan memberikan dukungan dan semangat yang tiada hentinya baik moril maupun materil kepada penulis demi kelancaran dan kesempurnaan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga seluruh keluarga penulis selalu diberi limpahan rahmat, kesehatan, dan rezeki serta kebahagiaan oleh Allah SWT.

9. Sahabat-sahabat penulis yang telah bersedia mendengarkan dan mendampingi penulis dalam suka dan duka, teristimewa rekan-rekan seangkatan 2012 PLB FIP UNP, senior PLB FIP UNP dan junior PLB FIP UNP yang telah banyak memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung demi kesempurnaan skripsi ini.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan, kekurangan, dan kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya kepada Allah-lah penulis serahkan diri dan berdoa semoga kita selalu mendapat ganjaran disisinya. Amin.

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program Pendidikan Luar Biasa untuk anak tunagrahita sama dengan jenis program yang diperuntukkan bagi jenjang-jenjang pendidikan luar biasa untuk anak-anak berkelainan lainnya. Demikian juga dalam kegiatan belajar mengajar bagi anak tunagrahita juga harus disesuaikan dengan tingkat kecerdasannya.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar bagi anak tunagrahita dengan menggunakan metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Pemilihan metode mengajar yang tepat tentu akan menjadikan proses belajar mengajar akan terasa hidup, artinya anak tunagrahita akan aktif dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru. Dengan adanya siswa yang aktif merespon pelajaran, berarti dalam proses belajar mengajar terjadi adanya interaksi timbal balik antara siswa dengan guru.

Pembinaan kemampuan membaca secara formal di laksanakan dalam mata pelajaran bahasa indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia dilaksanakan sesuai dengan perbedaan atas kelas rendah dan kelas tinggi. Pelajaran di kelas rendah biasanya disebut sebagai pelajaran materi membaca permulaan (MMP), sedangkan di kelas tinggi di sebut pelajaran membaca lanjut.

Berdasarkan pegamatan peneliti , anak tunagrahita banyak mengalami

Untuk itu guru harus bisa memberikan alat peraga yang cocok atau sesuai untuk anak didik, agar anak didik mempunyai minat dalam belajar terutama dalam hal membaca permulaan.

Pelajaran membaca permulaan bertujuan agar siswa mengenal huruf dan merangkai huruf sehingga mereka dapat membaca dengan menggunakan kata tersebut. Kemampuan membaca permulaan merupakan kebutuhan dasar, karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya di peroleh melalui membaca.

Adapun tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenal tulisan sebagai simbol dan lambang bahasa, sehingga anak- anak dapat menyuarakan tulisan tersebut. Namun untuk dapat membaca permulaan seorang dituntut agar mampu: (1) Membedakan huruf; (2) Mengucapkan tulisan yang sedang di baca dengan benar, menggerakan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang di baca; (3) Menyuarakan tulisan yang di baca dengan benar; (4) Mengenal arti tanda- tanda baca; (5) Mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapakan, serta tanda baca.

Permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya minat belajar membaca permulaan adalah : Selama ini guru kelas mengajarkan membaca hanya terfokus pada materi yang ada pada buku dan jarang sekali menggunakan media pembelajaran yang bisa merangsang keikutsertaan siswa dalam belajar. Disamping itu, dalam memberikan materi membaca guru hanya Permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya minat belajar membaca permulaan adalah : Selama ini guru kelas mengajarkan membaca hanya terfokus pada materi yang ada pada buku dan jarang sekali menggunakan media pembelajaran yang bisa merangsang keikutsertaan siswa dalam belajar. Disamping itu, dalam memberikan materi membaca guru hanya

Agar pelaksanaan pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan dan tuntutan kurikulum yang mana menuntut siswa tunagrahuta ringan agar dapat memperoleh informasi melalui bacaan, diperlukan perencanaan yang matang, termasuk minat belajar dalam belajar membaca kata dengan menggunakan media pop-up book yang merupakan media buku yang memiliki unsur tiga dimensi serta memiliki visualisasi yang lebih menarik. Oleh karena itu, peneliti tertarik dan menyarankan guru kelas untuk menggunakan media pop- up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi.

Berdasarkan study pendahuluan yang telah penulis lakukan pada tanggal 8 maret 2016, ditemukan dua anak tunagrahita ringan yang duduk di kelas V di SLB Al-Azhar Bukittinggi masih mengalami kesulitan dalam membaca, itu disebabkan oleh karena kurangnya minat belajar pada siswa. Pada umumnya mereka mampu untuk menyebutkan Abjad “A” sampai dengan “Z” dengan lancar namun, ketika membaca kata mereka masih sulit dalam membedakan huruf yang hampir sama bentuknya seperti [a] dengan [d], [g] dengan [p], [b] dengan [d], [n] dengan [m], [m] dengan [w], [t] dengan [r], [u] dengan [n].

Untuk mengetahui lebih lanjut, penulis meminta siswa untuk membaca kalimat yang tertulis di papan tulis secara bergantian. Pada awalnya anak ragu-ragu dan sebagian siswa ada yang hanya diam ketika di beri perintah untuk membaca namun, ketika penulis menyuruh untuk membaca satu persatu huruf untuk mengeja, anak mampu untuk menyebutkan huruf walaupun ada sebagian yang masih sulit membedakan huruf seperti yang disebutkan di atas namun, untuk menyusun huruf menjadi kata masih butuh bimbingan dari penulis. Anak juga cenderung sulit untuk membaca kata yang memiliki imbuhan [ng], kata yang penulis berikan yaitu kata “dengan”.

Penulis juga mewawancarai guru kelas. Dari hasil wawancara guru menuturkan bahwa anak didiknya yang berada di kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi belum bisa membaca namun mereka sudah hafal Abjad dan dapat menyebutkannya. Dari pengamatan penulis juga menemukan bahwa kurangnya motivasi belajar pada anak.

Berdasarkan permasalahan anak tersebut perlu dibuat alternatif atau pemecahan masalah agar anak dapat membaca. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan membaca kata pada anak tunagrahita ringan yang berada di kelas V SLB Al- azhar Bukittinggi dengan menggunakan media pop-up book.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat diungkapkan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Guru kelas hanya menggunakan metode demonstrasi untuk mengajarkan membaca sehingga siswa hanya mendengarkan dan mengikuti kata yang diucapkan oleh guru tanpa melihat teks bacaan.

2. Media yang digunakan oleh guru kelas kurang memadai dan seadanya sehingga ditemukan adanya siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u]

3. Selain itu, dikarenakan kurang memadainya media dalam pelajaran membaca ditemukan siswa kesulitan membedakan huruf yang memiliki kesamaan bentuk seperti [a] dengan [d], [g] dengan [p], [b] dengan [d], [n] dengan [m], [m] dengan [w], [t] dengan [r], [u] dengan [n].

C. Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada penggunaan media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan. Peneliti memilih media pop-up book karena siswa tunagrahita ringan biasanya akan lebih tertarik untuk belajar menggunakan media bergambar. Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti membatasi masalah ini dalam penggunaan Media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u] bagi anak tunagrahita ringan kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah seperti yang telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah seperti yang telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

E. Pertanyaan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang sudah ditetapkan di atas, maka pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penggunaan media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan kelas V di SLB Al-azhar Bukittinggi?

2. Apakah penggunaan media pop-up book dapat meningkatkan kemampuan membaca kata bagi anak tunagrahita ringan kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi?

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u] melalui pembelajaran yang menggunakan media pop-up book bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas V SLB Al-azhar Bukittinggi.

G. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk mendapatkan pengetahuan melalui pembelajaran yang menggunakan media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan membaca kata.

1. Manfaat bagi siswa : dengan media pop-up book, siswa dapat meningkatkan kemampuan membaca kata.

2. Manfaat bagi guru : dengan penelitian ini guru dapat mengetahui kemampuan membaca kata dengan media pop-up book.

3. Manfaat bagi sekolah : sekolah memilki media baru yang menarik untuk pembelajaran membaca kata.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian Anak tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan individu yang kecerdasan dan adaptasi sosialnya terlambat. Tunagrahita ringan juga sering di sebut dengan anak bergangguan intelektual. APA dalam Bruno & Joyce, 2012: 105 Mental Retardation (MR) is a generalized disorder appearing before 18 years particularly in early years of school life of the individual and it characterized by significantly impaired cognitive functioning and deficits in two or more adaptive behaviours. APA menjelaskan bahwa Retardasi Mental (MR) adalah gangguan umum yang muncul sebelum 18 tahun terutama di tahun- tahun awal kehidupan sekolah individu dan ditandai dengan gangguan signifikan fungsi kognitif dan defisit dalam dua atau lebih perilaku adaptif.

Anak dengan gangguan intelektual ringan merupakan anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki. Anak bergangguan intelektual ringan atau juga dikenal dengan istilah debil. Menurut skala binet anak bergangguan intelektual ringan adalah mereka yang memiliki IQ berkisar antara 52-68. Sedangkan Basuni (2012: 13) menjelaskan bahwa anak tunagrahita ringan adalah salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya dengan memiliki tingkat kecerdasan Anak dengan gangguan intelektual ringan merupakan anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki. Anak bergangguan intelektual ringan atau juga dikenal dengan istilah debil. Menurut skala binet anak bergangguan intelektual ringan adalah mereka yang memiliki IQ berkisar antara 52-68. Sedangkan Basuni (2012: 13) menjelaskan bahwa anak tunagrahita ringan adalah salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya dengan memiliki tingkat kecerdasan

Menurut Muhammad Efendi (2009:90) anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah: “Anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah

biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: (1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; (3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang- bidang akademis, sosial, dan pekerjaan”.

Menurut AAMD dan PP No. 72 tahun 1991 dalam Ganda Sumekar (2009: 128) bahwa anak dengan gangguan intelektual ringan adalah: “mereka yang termasuk kedalam gangguan intelektual ringan

memiliki kecerdasan dan adaptasi sosial yang terlambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja”.

Selanjutnya menurut Muljono Abdurrachman dan sudjadi (1994:26) menyatakan bahwa: “anak tunagrahita ringan merupakan anak yang masih memiliki

potensi untuk menguasai mata pelajaran akademik di sekolah dasar, mampu juga melakukan penyesuaian sosial yang dalam potensi untuk menguasai mata pelajaran akademik di sekolah dasar, mampu juga melakukan penyesuaian sosial yang dalam

Dari beberapa pendapat dari para ahli diatas dapat diambil suatu pemahaman bahwa anak tunagrahita ringan atau anak dengan gangguan intelektual ringan adalah anak yang memiliki tingkat kemampuan berfikir serta penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak bergangguan intelektual sedang serta masih bisa untuk dilatih dalam kemampuan dasar akademik.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Anak dengan gangguan intelektual ringan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik anak dengan gangguan intelektual ringan banyak yang menyerupai anak normal, terutama dari segi fisik. Bharati (2012: 1) mental retardation is a complex clinical condition with a heterogeneous etiology in which people have below intelligence that limits their ability to function normally. This type of people may have problems with communication, taking care of themselves, daily living social skills, community interactions, directing themselves, health, safety and work. Mental retardation has posed a great problem throughout the world due to its highly complex social, medical, psychological and educational components, apart from various unanticipated problems.

Secara umum karakteristik anak dengan gangguan intelektual ringan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Dari segi intelegensi

Intelegensi dapat diartikan sebagai keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Anak dengan gangguan intelektual ringan memiliki intelegensi diatas anak dengan gangguan intelektual sedang yakni sekitar 50-70. Oleh karena itu,mereka masih mampu untuk mengikuti pendidikan dasar akademik.

b. Dari segi sosial Dari segi iteraksi sosial, anak dengan gangguan intelektual ringan memiliki keterbatasan dalam membentuk interaksi sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Dalam pergaulanhya sehari-hari anak dengan gangguan intelektual ringan mudah dipengaruhi teman, mudah putus asa, mudah tersinggung, serta emosi meledak-ledak.

c. Dari segi akademik Umumnya naka dengan gangguan intelektual ringan memiliki kinerja akademik yang kurang baik, mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Hal ini dikarenakan mereka mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Namun melalui latihan yang berulang-ulang dengan mengguankan media nyata, kinerja akademik mereka masih bisa ditingkatkan.

d. Daya potensi sangat rendah Dalam berfikir, bernalar, kurangnya kemampuan dalam berfikir dan bernalar mengakibatkan kemampuan belajar beradaptasi sosial berada dibawah rata-rata (Abdurrachman, 1994:19) d. Daya potensi sangat rendah Dalam berfikir, bernalar, kurangnya kemampuan dalam berfikir dan bernalar mengakibatkan kemampuan belajar beradaptasi sosial berada dibawah rata-rata (Abdurrachman, 1994:19)

f. Dapat memahami beberapa istilah sederhana

g. Kepribadiannya sangat harmonis dan sukar menilai baik atau buruk.

h. Kesulitan dalam mengikuti pendidikan di sekolah reguler.

i. Kemampuan mereka dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan penanganan yang baik. Selanjutnya karakteristik tunagrahita menurut Ganda Sumekar (2009:142), adalah sebagai berikut: “anak bergangguan intelektual ringan banyak yang lancar berbicara

tetapi kurang dalam perbendaharaan kata. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, tetapi itupun hanya sebagian dari mereka”.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dijelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai anak tunagrahita ringan adalah mereka yang memiliki intelegensis antara 50-70, sukar berfikir abstrak, kurang perbendaharaan kata, keterbatasan dalam membentuk interaksi sosial dengan lingkungan yang lebih luas, dikarenakan tingkat intelegensi yang rendah menyebabkan rendahnya prestasi belajar disekolah

3. Masalah Anak Tunagrahita Ringan Dalam Belajar Membaca Hubungan keterampilan berbicara dan membaca memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara perkembangan kecakapan berbahasa (lisan) dengan kecakapan membaca. Kemampuan-kemampuan umum 3. Masalah Anak Tunagrahita Ringan Dalam Belajar Membaca Hubungan keterampilan berbicara dan membaca memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara perkembangan kecakapan berbahasa (lisan) dengan kecakapan membaca. Kemampuan-kemampuan umum

Ardhi Wijaya (2013:88) menyatkan bahwa pada umumnya anak tunagrahita ringan memilki masalah dalam menyuarakan bahasa, seperti “saya” menjadi “aya”. Sehingga menyebabkan kebanyakan anak tunagrahita ringan mengalami masalah dalam belajar membaca.

Pada anak tunagrahita ringan hal tersebut tidak dapat terjadi dengan sempurna sebab terjadi kekurangan pembendaharaan kata yang mengakibatkan anak kurang mampu membaca. Hal ini disebabkan karena anak tunagrahita memiliki kemampuan dibawah anak pada umumnya dan mereka kesulitan untuk berfikir abstrak. Sehingga mengakibatkan anak mengalami kesulitan dalam membaca. Melihat masalah belajar membaca yang dialami oleh anak tunagrahita ringan, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran membaca pada anak tunagrahita ringan.

Pertimbangan yang dimaksud meliputi: bahan yang akan diajarkan perlu dipecah-pecah menjadi bagian dari bahan ajar yang diajarkan satu Pertimbangan yang dimaksud meliputi: bahan yang akan diajarkan perlu dipecah-pecah menjadi bagian dari bahan ajar yang diajarkan satu

4. Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Tunagrahita Siswa dengan gangguan intelektual mempunyai permasalahan yang majemuk dan komlpeks. Dalam proses belajar mengajar guru hendaknya menyesuaikan dengan spesifikasi kemampuan siswa. Menurut Ganda Sumekar (2012:149) prinsip khusus pembelajaran anak tunagrahita ringan antara lain sebagai berikut:

a. Prinsip kasih sayang Setiap aktivitas pendidikan hendaknya dilakukan dengan dasar kasih sayang, karena itu kasih sayang merupakan prinsip dasar. Prinsip kaaih sayang ini diartikan sebagai pemberian perhatian secara tulus oleh pendidik kepada para siswanya.

b. Prinsip keperagaan Peragaan adalah penggunaan alat peraga untuk membantu memudahkan penyerapan informasi dari satu komunikasi timbal balik. Siswa dengan gangguan intelektual karena keterbatasannya akan lebih mudah tertarik perhatiannya jika proses belajar mengajar dilakukan dengan berbagai jenis bentuk dan cara peragaan.

c. Prinsip habilitasi dan rehabilitasi

Usaha habilitasi adalah usaha agar siswa memiliki kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan. Usaha tersebut juga menyangkut bagaimana cara memupuk dan mengembangkan kemampuan yang ada pada mereka. Sedang yang dimaksud dengan rehabilitasi yaitu upaya bantuan medik, sosial dan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut guru dapat menentukan alat bantu apa yang tepat dalam memupuk dan mengembangkan, serta mengaktualisasikan kembali kemampuan anak dengan gangguan intelektual, sehingga dapat tercapai tujuan yang telah direncanakan.

B. Hakikat Media Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian media pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan

Kata media berasal dari bahasa latin medium secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Azhar Arsyad (2006: 3) menyatakan secara garis besar media adalah manusia, materia, atau kejadian yang membangun kondisi, yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, kekerampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Azhar arsyad (2006: 4) mengartikan media adalah alat yang menyampaikan atau menggambarkan pesan-pesan pengajaran. Dalam proses belajar mengajar, penerima pesan itu siswa. pembawa pesan (media) itu berinteraksi dengan siswa melalui alat indra mereka. Siswa dirangsang oleh media itu untuk menggunakan indranya menerima informasi. Sedangkan Nana sudjana (2001:2) menyatakan media pengajaran dapat mempertinggi hasil belajar yang di capai siswa.

Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa media pembelajaran merupakan perantara dalam menyampaikan materi belajar dengan lebih menarik guna meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita ringan.

2. Manfaat Media bagi Anak Tunagrahita Ringan

Dalam proses belajar mengajar media sangat bermanfaat sebagai perantara guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran kepada siswa. Nana sudjana (2001 :2) mengemukakan manfaat media dalam proses belajar adalah:

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa;

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik;

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan dan lain-lain.

Penggunaan media pada saat proses pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses belajar. Disamping itu, media belajar juga bisa membangkitkan motivasi dan minat siswa khususnya anak tunagrahita ringan untuk belajar.

3. Jenis-jenis Media

Ada banyak jenis media yang bisa di pakai dalam proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan materi belajar yang akan di sampaikan. Nana Sudjana (2001: 3) mengemukakan jenis-jenis media yang digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

a. Media grafis adalah media dua dimensi yang dapat menyalurkan pesan dari materi pembelajaran, seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, dan lain-lain. Media grafis yang sangat sering disebut media dua dimensi seperti gambar, foto.

b. Media tiga dimensi adalah model yang berbentuk menyerupai aslinya baik benda hidup maupun benda mati yaitu dalam bentuk model padat (sollet model) model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama.

c. Media proyeksi adalah media yang dapat digunakan dengan bantuan proyektor seperti file, film trips, penggunaan OHP.

d. Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran seperti lingkungan sekitar bisa dijadikan sesuai dengan materi yang diajarkan.

4. Kriteria Pemilihan Media

Dalam memilih media pembelajaran hendaknya memperhatikan kriteria yang sesuai dengan situasi dan kondisi penggunanya. Nana Sudjana (2001:5) kriteria dalam memilih media sebagai berikut:

a. Tujuan Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang akan dirumuskan. Tujuan yang dirumuskan dalam pemilihan media adalah kriteria yang paling cocok, sedangkan tujuan pembelajarn yang lain merupakan kelengkapan dari kriteria utama.

b. Ketepatgunaan Jika materi yang akan di pelajari adalah bagian-bagian dan slide dapat digunakan. Apabila yang dipelajari adalah aspek-aspek yang menyangkut gerak, maka media film atau video akan lebih tepat. Wilkinson menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang bervariasi menghasilkan pencapaian akademik.

c. Keadaan siswa Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda interindividual antara siswa. misalnya kalau siswa tergolong tipe auditif/visual maka siswa yang tergolong auditif dapat beajar dengan c. Keadaan siswa Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda interindividual antara siswa. misalnya kalau siswa tergolong tipe auditif/visual maka siswa yang tergolong auditif dapat beajar dengan

d. Ketersediaan Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia, media merupakan alat bantu mengajar dan belajar, peralatan tersebut harus tersedia ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru dalam pembelajaran.

e. Biaya Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menggunakan media hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai.

f. Keterampilan guru dalam menggunakan apapun jenis media yang diperlukan syarat utamanya memudahkan guru.

g. Tersedia waktu untuk menggunakannya

h. Sesuai dengan taraf berfikir anak. Dalam kriteria pemilihan di atas disebutkan bahwa hendaknya kehadiran media dapat mempermudah guru dalam mengajar. Bagi anak tunagrahita ringan media merupakan sarana penunjang dan dapat meningkatkan kemampuan membaca.

5. Pengertian Media Pop-up book

Pop-up book merupakan media yang sering digunakan dalam belajar. Menurut Bluemel dan Taylor (2012: 1) memberi pengertian Pop- Pop-up book merupakan media yang sering digunakan dalam belajar. Menurut Bluemel dan Taylor (2012: 1) memberi pengertian Pop-

Sedangkan menurut Joko Muktiono dalam Nila Rahmawati dan Dewi Komalasari (2014: 4), pop-up book adalah sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek- obyek yang indah dan dapat bergerak atau memberi efek yang menakjubkan.

Dzuanda, dalam Scolastika, Wardono, Elyn (2014: 532) explain that Pop Up Book is a book that has movable parts or has a 3-D elements. Dzunanda menjelaskan pengertian pop-up book adalah sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur tiga dimensi serta memberikan visualisasi cerita yang lebih menarik, mulai dari tampilan gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, pop-up book merupakan sebuah buku yang memiliki unsur tiga dimensi serta dapat bergerak ketika halamannya dibuka, disamping itu pop-up book memiliki tampilan gambar yang indah dan dapat ditegakkan. Sehingga media pop-up book sangatlah cocok digunakan sebagai alat peraga untuk mengajar membaca permulaan. Selain itu, proses pembelajaran dengan menggunakan media pop-up book akan jauh lebih menyenangkan.

6. Manfaat Media Pop-up book

Segala sesuatu pasti memiliki manfaat, begitupun media pop-up book. Menurut Dzuanda dalam Nila Rahmawati dan Dewi Komalasari (2014: 4) , Media pop-up book memiliki berbagai manfaat yang sangat berguna, yaitu:

a. Media pop-up book memiliki tampilan yang menarik sehingga membuat anak bersikap untuk lebih menjaga buku dan memperlakukannya dengan lebih baik.

b. Media pop-up book digunakan dengan cara bercerita ataupun permainan sehingga anak lebih tertarik dan akan lebih mendekatkan anak dengan orang tua karena buku pop-up memiliki bagian yang halus sehingga memberikan kesempatan untuk orang tua untuk duduk bersama dengan putra-putri mereka dan menikmati cerita (mendekatkan hubungan antara orang tua dan anak).

c. Media pop-up book berbentuk tiga dimensi sehingga dapat mengembangkan kreatifitas anak dalam berfikir.

d. Media pop-up book dapat merangsang imajinasi anak karena memiliki tampilan seperti asli benda yang digambarkan.

e. Menambah pengetahuan hingga memberikan penggambaran bentuk suatu benda (pengenalan benda).

f. Dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan kecintaan anak terhadap membaca.

Sedangkan Menurut Bluemel dan Taylor (2012; 4) menyebutkan beberapa kegunaan media pop-up book, yaitu:

a. Media pop-up book sengaja dirancang menarik untuk mengembangkan kecintaan anak muda terhadap buku dan membaca.

b. Bagi peserta didik anak usia dini untuk menjembatani hubungan antara situasi kehidupan nyata dan simbol yang mewakilinya.

c. Bagi siswa yang lebih tua atau siswa berbakat dan memiliki kemampuan dapat berguna untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.

d. Bagi yang enggan membaca, anak-anak dengan ketidakmampuan belajar bahasa inggris sebagai bahasa kedua (ESL), dapat membantu siswa untuk menangkap makna melalui perwakilan gambar yang menarik dan untuk memunculkan keinginan serta dorongan membaca secara mandiri dengan kemampuannya untuk melakukan hal tersebut secara terampil.

7. Langkah-langkah Penggunaan Media Pop-up Book

Media pop-up book yang digunakan dirancang sendiri oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan membaca kata yang mengandung huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u]. 1) Pertama-tama mengenalkan huruf abjad konsonan dan vokal yaitu huruf [a], [d], [g], [p], [b], [d], [n], [m], [w], [t], [r], dan [u]. 2) Selanjutnaya berupa penggalan kata sederhana disertai gambar seperti “a-pel”, “bo-la”, “da-du”. 3)

Terakhir membaca berupa kata disertai gambar seperti “apel”, “bola”, “dadu”.

Pop-up book ini penggunaanya dengan cara membuka setiap halaman lalu siswa diminta untuk menunjukkan huruf, mengeja penggalan kata, beserta kata. Ketika siswa sudah mampu membaca setiap abjad dengan benar, lalu dimajukan ke level yang lebih tinggi yaitu mengeja penggalan kata. Ketika siswa sudah lancar dan tidak ada lagi kesalahan dalam mengeja, selanjutnaya dinaikkan lagi levelnya ke membaca kata dengan lancar dan benar.

8. Bentuk Media Pop-Up Book

Gambar. 1 Cover pop-up book

Gambar. 2 Apel Gambar. 3 bola

Gambar. 4 Dadu Gambar. 5 Gelas

Gambar. 6 Kambing Gambar. 7 Nasi

Gambar. 8 Pena Gambar. 9 Rumah

Gambar. 10 Tas Gambar. 11 Udang

Gambar. 12 Wortel Gambar. 13 Mangga

C. Hakikat Membaca bagi Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian membaca bagi anak tunagrahita ringan

Membaca merupakan modal dasar dalam menguasai ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan lebih banyak didapatkan melalui bacaan. Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Farida Rahim (2007:3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi , dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Oka dan Kasim (dalam Farida Rahim, 2007:5) membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai fungsi dan dampak bacaan itu. Sedangkan menurut hodgson (dalam Hendry Guntur Taringan, 2005:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Menurut Ehri: 2005 dalam Rachel dan Sarah 2013: 38 these phases are characterized by the type of alphabetic knowledge used to form neural Membaca merupakan modal dasar dalam menguasai ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan lebih banyak didapatkan melalui bacaan. Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Farida Rahim (2007:3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi , dan (3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Oka dan Kasim (dalam Farida Rahim, 2007:5) membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai fungsi dan dampak bacaan itu. Sedangkan menurut hodgson (dalam Hendry Guntur Taringan, 2005:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Menurut Ehri: 2005 dalam Rachel dan Sarah 2013: 38 these phases are characterized by the type of alphabetic knowledge used to form neural

Menurut Hendry Guntur Taringan (2005:17) jenis-jenis membacan dibagi dalam dua bentuk, yaitu:

a. Membaca permulaan merupakan awal dalam pengenalan membaca dan

merupakan dasar dalam melanjutkan kemampuan membaca lanjut.

b. Membaca lanjut adalah proses pemahaman makna melalui berbagai tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Membaca lanjut dapat dibagi dalam: membaca nyaring, membaca eksensi, membaca intensif, membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, membaca ide, membaca telaah bahasa, dan membaca sastra.

Berdasarkan teori diatas dapat dijelaskan bahwa membaca bagi anak tunagrahita ringan menuntut pemahaman dan penangkapan ide yang berada dibalik simbol-simbol tersebut. Membaca juga harus mampu memperkaya ilmu pengetahuan anak tunagrahita ringan. Sehingga, membaca merupakan kemampuan anak sebagai hasil belajar dari lingkungan dan bukan kemampuan yang bersifat naluri yang dibawa sejak lahir, maka kegiatan tersebut harus dipelajari

2. Membaca kata bagi anak tunagrahita ringan

Abdul chaer (2006:86) menjelaskan bahwa kata merupakan unsur yang paling penting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa sebab kata itulah yang merupakan perwujudan bahasa. Setiap kata mengandung konsep makna dan mempunyai peran didalam pelaksanaan bahasa. Konsep dan peran apa yang dimiliki tergantung dari jenis atau macam-macam kata itu, seperti penggunaannya di dalam kalimat.

Oleh sebab itu, anak tunagrahita ringan sangat membutuhkan kemampuan membaca kata untuk dapat memperoleh pesan dan memperkaya ilmu pengetahuan.

3. Tujuan Membaca bagi anak tunagrahita ringan

Membaca merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh semua orang termasuk anak tunagrahita ringan. Tujuan utama membaca adalah mencari informasi mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Berdasarkan uraian tersebut maka Semi (dalam Farida Rahim, 2007:4) menjelaskan bahwa secara umum tujuan membaca diangkatan sekolah dasar adalah:

a. Mengembagkan kesiapan anak agar sanggup dan bersedia belajar membaca.

b. Meningkatkan minat dalam membaca.

c. Menambahkan minat/perbendaharaan kata-kata anak agar mampu mengikuti pelajaran.

d. Meningkatkan minat dalam membaca rekreasi walaupun terbatas dalam kesenangan memperhatikan gambar-gambar.

e. Meningkatkan dorongan dan kemampuan dalam menanggapi berbagai informasi yang ditemui dalam membaca.

f. Meningkatkan kemampuan membaca oral secara berangsur- angsur diarahkan pada peningkatan membaca dalam batas-batas kemampuan anak.

Sedangkan menurut Henry Guntur Taringan (2005: 9) tujuan membaca adalah berkemungkinan untuk:

a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan- penemuan yang telah dilakukan oleh penulis.

b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita.

c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, masalah yang terdapat dalam cerita, dan memecahkan masalah.

Menurut M. Subana (2009: 236) “tujuan utama membaca adalah mendidik anak-anak dalam waktu singkat dan cara yang mudah agar anak mampu membaca”. Kepandaian membaca merupakan dasar bagi anak untuk memperluas ilmu pengetahuan dan mengembangkan pribadinya pada masa pengajaran membaca permulaan agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik.

Berpedoman kepada pendapat diatas, Dapat dijelaskan bahwa membaca bagi anak tunagrahita ringan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dasar agar dapat memperluas ilmu pengetahuan dan mengembangkan pribadinya .

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan yang dilaksanakan oleh Yelni Eva Roza (2012) juga membahas tentang peningkatan kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita ringan dengan menggunakan media kartu suku Penelitian ini relevan dengan yang dilaksanakan oleh Yelni Eva Roza (2012) juga membahas tentang peningkatan kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita ringan dengan menggunakan media kartu suku

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir peneliti tentang pelaksanaan penelitian, sehingga lebih memudahkan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Menurut Sugiyono (2006:76) “kerangka konseptual adalah bagaimana teori-teori berhubungan dengan beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai masalah yang menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel”.

Adapun alur penelitian dalam penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan pada anak tunagrahita ringan dalam membaca kata. Untuk itu peneliti menggunakan media pop-up book untuk meningkatkan kemampuan mebaca kata. Agar lebih jelas kerangka konseptual dalam penelitian digambarkan pada kerangka dibawah ini:

Pengamatan langsung

Variabel bebas

Bermain

(Media Pop-up

Merangsang keaktifan siswa

VARIABEL

Menebak gambar

menyebutk an huruf pada kata

Variabel terikat

Menunjukkan membaca kata)

(kemampuan

huruf pada kata

Membedakan huruf

Membaca suku kata

Membaca kata

Bagan 1. Kerangka Konseptual

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian