PERNIKAHAN DI KALANGAN MAHASISWA S 1 MAR
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
PERNIKAHAN DI KALANGAN M AHASISW A S-1
1)* )
Galuhprit t a Anisaningt yas
1,2)
dan Yuliant i Dw i Ast ut i
2)* * )
Progr am St udi Psikologi Fakult as Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universit as Islam Indonesia
*)
Email: prit t [email protected]
Email: yuliant [email protected]
**)
Abstrak
Penelit ian ini bert ujuan unt uk menget ahui seluk bel uk per nikahan di kalangan mahasisw a st rat a 1 (S1)
dengan fokus pada mot ivasi menikah, fakt or-fakt or yang m enyebabkan t erbent uk at au t erakt ualisasinya
mot ivasi t ersebut dan bagaimana kehidupan m ereka set elah per nikahan. Responden dalam penelit ian
ini berjumlah t iga orang dengan karakt erist ik mahasiswi S1, ber st at us sebagai mahasiswa akt if, berusia
18-22 t ahun, t elah m enikah dan t inggal bersama suami sert a t idak bercerai sam pai saat penelit ian ini
dilakukan.M et ode pengam bilan dat a yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan
int erview guide sebagai panduan dalam percakapan. M et ode analisis dat a dalam penelit ian ini adalah
analisis kualit at if, dengan langkah-langkah ber upa wawancara, t ranskrip verbat im, pem buat an t emat ema yang kem udian akan dilanjut kan dengan memasukkan ke dalam sub kat egori dan kat egori unt uk
mem per oleh model pernikahan di kalangan mahasiswa S1. Berdasarkan hasil penelit ian, disim pulkan
bahw a secara um um responden menikah di saat masih kuliah karena m emiliki mot ivasi yang kuat unt uk
menikah yang didukung oleh fakt or-fakt or sepert i dukungan dan r est u dari orangt ua sert a keyakinan
pada diri sendiri unt uk m enjalani pernikahan sam bil kuliah. Secara um um, kehidupan pernikahan
mahasiswa yang m enikah di saat masih kuliah dalam keadaan baik m eskipun m ereka mengalami
kesulit an dalam m engat ur wakt u ant ara kuliah dan rumah t angga dan kadangkala kehidupan pernikahan
diw arnai dengan konflik-konf lik kecil.
Kat a kunci: mot ivasi, pernikahan, kehi dupan per nikahan
M ARRIAGE AM ONG UNDERGRADUATE STUDENTS
Abstract
This st udy aimed t o underst and t he t rend t o get married am ong under graduat e st udent s w it h a focus on
t heir mot ivat ion t o get married, t he fact ors t hat lead t o t he making or t he act ualizat ion of t hat
mot ivat ion, and how t heir life aft er marriage. Respondent s in t his st udy wer e 3 female undergraduat e
st udent s aged 18-22 years old, married and lived wit h her husband, and di d not divorce at t he t ime of
t his st udy hel d. The dat a collect ed by int erview using t he int erview guide as guide t he conversat ion. The
st udy em ployed qualit at ive analysis wit h measur em ent in t he int erview forms, verbat im t ranscript s,
making t he t hem es w hich w ill t hen be followed by ent ering int o a sub cat egory and cat egory t o obt ain a
model of marriage among undergraduat e st udent s. Based on t he r esult s, it is concluded t hat i n general
t he respondent s w ere married while t hey wer e st ill in college because t hey had a st rong mot ivat ion for
being married and also support ed by f act ors such as t he support and blessing of t he par ent s as well as
confidence in t heir self t o live a marriage while in college. In general, t heir mar riage life in good
condit ion, alt hough t hey have diff icult y in managi ng t he t im e bet w een college-family and t heir marriage
life t hat somet imes t inged wit h minor conflict s.
Keywor ds: mot ivat ion, marriage, marriage life
ISSN : 1907-8455
21
Anisaningt yas dan Astut i
22
Pendahuluan
Pernikahan adalah satu pokok yang t erpent ing unt uk hidup dalam pergaulan yang
sempurna yang diridhoi Allah SWT dan dari sanalah t erw ujudnya rumah tangga bahagia yang
menelurkan keluarga sejaht era. Kesejaht eraan hidup lahir batin menjadi idaman setiap
keluarga dan itulah yang menjadi pokok keutamaan hidup (Salim, 1980). Pernikahan juga
diatur dalam Undang-undang pem erint ahan yang dijelaskan pada pasal 1 Undang-Undang
1/ 1974 bahw a pernikahan adalah suatu ikat an lahir batin antara seorang pria dan w anita
sebagai suami dan istri dengan tujuan m embent uk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang M aha Esa. Pernikahan m erupakan unsur penting dalam
kehidupan bangsa. Tujuan pernikahan itu sendiri adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta
kasih, kepuasan dan ket urunan (M unandar, 2001).
M enurut sebagian besar ulama fiqh, hukum menikah terkait dengan kondisi kesiapan
mempelai. M enikah hukumnya bisa sunnah, w ajib, makruh dan bahkan bisa pula haram. Ibn
Daqiq al-‘Id menjelaskan bahw a nikah menjadi w ajib ketika seseorang m erasa sangat
tergantung untuk m enikah. Jika tidak dilakukan, ia bisa terjerumus pada perzinaan. Nikah juga
bisa haram, ketika pernikahan m enjadi ajang penist aan terhadap istri ataupun suami, baik
dalam hal nafkah lahir maupun batin. M enjadi sunnah, jika ia tidak tergantung t erhadap
menikah, tetapi bisa mendatangkan manfaat baginya. Jika menikah tidak mendatangkan
manfaat, maka hukumnya justru m enjadi makruh ( w w w .noped.net ). Lain halnya Abdussalam
(2006) yang m enjelaskan mampu menikah yang diartikan oleh masyarakat sebagai siap secara
fisik dan materi. Param et er lahiriah lebih sering menjadi tolak ukur, termasuk kesiapan
pekerjaan mapan, pendapatan yang cukup, rumah dan kemampuan m enghidupi keluarga.
M enikah atau m em persiapkan diri unt uk menikah m erupakan tugas perkembangan masa
remaja akhir atau dew asa aw al, yakni antara usia 18 sampai 22 tahun. Yang dimaksud dengan
tugas perkembangan adalah segala sesuatu yang harus dicapai oleh individu pada suat u tahap
perkembangan (Adhim, 2002). Kehidupan psikososial dew asa aw al/ muda semakin kompleks
dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan m emasuki kehidupan
pernikahan,
membentuk
keluarga
baru,
mem elihara
anak-anak
dan
tetap
harus
memperhatikan orang tua (Dariyo, 2003).
Papalia dan Olds (Adhim, 2002) mengemukakan usia terbaik untuk menikah bagi
perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan laki-laki usia 20-25 tahun. Rent ang usia 18 sampai
22 tahun m erupakan usia seseorang yang m emasuki atau berada pada jenjang pendidikan di
perguruan tinggi yaitu strata 1 (S1). Hoffman dkk (Adhim, 2002) m enulis satu bahasan khusus
tent ang m enikah pada usia dew asa muda (young adulthood), yakni dari usia 18 tahun sampai
sekitar 24 tahun. Angka statist ik di Amerika menunjukkan 34,6% perempuan pada usia 20-24
tahun dan 21,4% laki-laki dengan usia yang sama melakukan pernikahan, sementara mereka
masih m enempuh studi di perguruan tinggi. Sebagian besar golongan dew asa aw al/ muda
sedang atau t elah m enyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian m ereka
merasa segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya.
M enikah selagi masih m enjalani kuliah sepertinya saat ini sedang m enjadi trend di kalangan
generasi muda. Namun, kebanyakan masyarakat masih memandang aneh mahasisw a yang
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
23
memut uskan untuk m enikah di saat masih kuliah. Bagi m ereka, menikah saat masih kuliah
dianggap keputusan yang tak berdasar. Di lain pihak, hasil penelitian sosial yang dipublikasikan
cukup m engusik kekhaw atiran para orangtua. M ereka khaw atir anak-anak m ereka masuk
dalam 20% dari 1.000 remaja yang pernah m elakukan seks bebas. M enurut sebuah penelitian
di Bandung (Pikiran Rakyat , 08/ 08/ 04), 21-30% remaja Indonesia di kot a besar pernah
melakukan seks pranikah m enurut hasil survey yang dikutip BKKBN. Jika anak mereka masuk
dalam bilangan 20% itu, maka pendidikan dan masa depannya t erancam karena t erpaksa
menikahkannya disebabkan “ kecelakaan” . M aka t idak heran kalau dalam penelitian yang
sama, 90% dari remaja putri yang hamil pranikah memilih jalan aborsi demi “ menyelamatkan”
masa depannya. Lagi-lagi, langkah “ penyelamat an” yang dilakukan itu sarat dengan motif
mat erialistik dan prestise sosial. M emang sulit mengasumsikan pasangan remaja yang
mayorit as masih belum mandiri secara ekonomis itu mampu m enjalani hidup rumah tangga
secara
normal
(w w w .endonesa.net/ ut ty/ 2008/ 20/ 09/ dibalik-trend-nikah-dini-di-kalangan-
remaja-m uslim-perkotaan ).
Sebuah sit us internet ( problematikarem aja.blogspot.com/ 2007/ 12/ muslimah-ant ara-siapingin-menikah) m enuliskan bahw a untuk m engambil keputusan menikah diperlukan persiapan-
persiapan yang mendalam, seperti:
Pertama, kesiapan pemikiran yang m encakup: a). Kematangan Visi Keislaman; Hal ini
dimaksudkan, agar pasangan suami istri mempunyai frame yang sama m engenai Islam sebagai
dasar rumah tangga, agar rumah tangga benar-benar bernilai ibadah, tidak hanya sebagai
pem uas kebutuhan biologis saja. b). M emiliki kematangan visi kepribadian; Disamping
beragama secara kultural, banyak juga orang yang landasan keislamannya di bangun oleh
em osi. Jika hal ini terjadi dalam rumah tangga, bisa m enjadi sebab timbulnya kegagalan
seseorang dalam berumah tangga.
Kedua, kesiapan psikologis. Kematangan psikologis yang dimaksud adalah kematangan atau
kesiapan tert ent u secara psikis, untuk menghadapi berbagai tantangan yang akan dihadapi
selama hidup berumah tangga.
Ketiga, kematangan fisik. Ada beberapa hal yang m enjadi persyaratan mutlak dalam sebuah
perkaw inan menurut Islam, yang berkaitan dengan fisik, antara lain: a). Seorang laki-laki atau
w anita yang akan m enikah harus yakin bahw a alat -alat reproduksinya berfungsi dengan baik.
Karena salah satu sebab perceraian yang diperbolehkan dalam Islam adalah karena alat
reproduksi pasangannya tidak berfungsi dengan baik. b). Usia; Hal juga harus disadari, bahw a
secara fisik benar-benar sudah siap menikah. Itulah m engapa sebabnya seorang w anita
dianjurkan unt uk tidak menikah dalam usia yang masih dini. c). Kesehat an; Ketika seseorang
memut uskan untuk m enikah, hal yang juga harus diperhatikan adalah seputar kesehatan
termasuk pada kondisi fisik dan kesehatan calon pasangan. Dan juga perlu diketahui kesehatan
keluarga calon pasangan, hal ini dimungkinkan terdapatnya suatu penyakit t ert entu yang
merupakan penyakit keturunan.
Keempat, kesiapan ekonomi. Perkaw inan juga merupakan kerja ekonomi, tidak hanya
cukup dengan cinta. Bukan berarti seseorang harus m aterialistis. Namun hal ekonomi kadang
menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
24
Pertanyaannya adalah apakah seorang mahasisw a yang masih duduk di bangku kuliah dan
berusia muda sudah m emiliki semua hal yang diperlukan dalam sebuah pernikahan? Begit u
banyak permasalahan yang bisa terjadi dalam sebuah pernikahan apalagi pelaku pernikahan ini
adalah seorang mahasisw a yang notabene belum menyelesaikan kuliahnya. Permasalahan
yang dialami salah satunya adalah perceraian. Berdasarkan dat a sejak Januari hingga Agust us
2007, t ercatat 117 kasus perceraian usia muda di Kota Bandung akibat hubungan rumah
tangga yang tidak harmonis. Bahkan, 90% kasus perceraian dilakukan pasangan suami istri usia
muda (w w w .bapeda-jabar.go.id.bapeda_design_informasi ). Selain masalah perceraian, saat ini
yang banyak diperbincangkan adalah “ m enikah muda sebagai ladang kanker” . HPV (human
papilloma virus) dapat menginfeksi semua orang karena HPV dapat m enyebar m elalui
hubungan
seksual
(w w w .kompas.com-2008-01-31-saat nya-mencegah-kanker-serviks).
Berbeda dengan persoalan klasik manusia yaitu masalah ekonomi yang lebih sering m enjadi
faktor utama permasalahan dalam pernikahan t erlebih pernikahan t ersebut dilakukan pada
saat masih menjalani perkuliahan.
Berdasarkan data-dat a dan fakta yang t elah disebutkan di atas, trend menikah ket ika masih
kuliah ini sangat m enarik unt uk dit elit i, oleh karena it u peneliti ingin m engetahui apa motivasi
untuk m enikah pada saat masih kuliah, faktor-faktor apa saja yang m endukung terbentuknya
atau teraktualisasinya mot ivasi tersebut dan bagaimana kehidupan setelah pernikahan.
Hurlock (Zein dan Suryani, 2005) m emberi pengert ian pernikahan atau perkaw inan adalah
suatu penyatuan jiw a dan raga dua manusia berlaw anan jenis dalam suatu ikatan yang suci
dan mulia di baw ah lindungan hukum dan Tuhan Yang M aha Esa. Pendapat Herning
(M unandar, 2001) m engat akan bahw a pernikahan adalah suat u ikatan antara pria dan w anita
yang permanen, dit entukan oleh kebudayaan dengan tujuan m endapatkan kebahagiaan.
Ket ertarikan bersifat persahabatan dan ditandai oleh perasaan bersatu dan saling memiliki.
M enurut Adhim (2002) rentang usia menikah dalam arti menikah di usia kuliah jenjang
strata 1 (S1) yang sesuai dengan masa perkembangannya adalah ketika meninggalkan remaja
akhir dan memasuki dew asa aw al yaitu 18 sampai 22 t ahun.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahw a pengertian
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan w anita melalui suatu penyat uan jiw a dan
raga untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesem patan untuk m endapatkan keturunan.
Sedangkan pengertian pernikahan di kalangan mahasisw a strata (S1) adalah pernikahan yang
dilakukan pada rentang usia 18 sampai 22 t ahun yang juga diatur dalam Undang-Undang
Perkaw inan dengan batasan minimal umur untuk m enikah adalah laki-laki berusia 19 t ahun
sedangkan w anita berusia 16 tahun.
Cart er dan M cGoldrick dalam Santrock (2002) mengungkapkan tahap siklus kehidupan
keluarga, proses em osianal dari transisi dan perubahan st atus keluarga yang m emerlukan
proses yang t erus berkembang, yaitu: a). M eninggalkan rumah; orang dew asa muda hidup
sendiri. M enerima tanggungjaw ab emosianal dan keuangan bagi diri sendiri; b).Penggabungan
keluarga m elalui pernikahan atau memiliki pasangan baru. Individu mempunyai komitm en
pada sistem baru; c). M enjadi orangtua dan keluarga dengan anak. Kemampuan m enerima
anggot a baru
ISSN : 1907-8455
ke dalam sistem t ersebut ; d). Keluarga dan anak remaja. M eningkatnya
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
25
fleksibilitas batas-batas keluarga m encakup kemandirian anak dan kelemahan kakek-nenek; e).
Kehidupan pada keluarga t engah baya. M enerima keluar dan masuknya anggota ke dalam
sistem keluarga; f). Keluarga pada kehidupan lanjut . M enerima pergeseran peran antar
generasi; g). M enyiapkan diri untuk kematian diri sendiri. M eninjau hidup dan integrasi
M ahasisw a strata 1 (S1) sudah atau sedang melalui fase pertama yaitu meninggalkan
rumah dan menjadi orang dew asa yang hidup sendiri ( leaving home and becoming a single
adult ). Fase pertama ini melibatkan pelepasan (launching ) yaitu proses dimana orang muda
menjadi orang dew asa dan keluar dari keluarga asalnya. Periode pelepasan adalah w aktu bagi
kaum m uda dan orang dew asa muda unuk merumuskan tujuan hidupnya, untuk m embangun
identitas dan m enjadi lebih mandiri sebelum bergabung dengan orang lain untuk membentuk
sebuah keluarga baru (Carter dan M cGoldrick dalam Santrock, 2002)
Pasangan baru ( new couple) adalah fase kedua dari siklus kehidupan keluarga, di mana dua
individu dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk membent uk satu sistem keluarga yang
baru. Fase ini tidak hanya melibatkan pembangunan sat u sist em pernikahan baru, tetapi juga
penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman-t eman untuk melibatkan
pasangan.
M enjadi orangtua dan keluarga dengan anak (becoming parents and a family w ith children )
adalah fase ketiga dalam siklus kehidupan keluarga. M emasuki fase ini menuntut orang
dew asa untuk maju satu generasi dan m enjadi pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih
muda. Untuk dapat melalui fase ini m enuntut komitm en w aktu sebagai orangtua, memahami
peran sebagai orangtua dan m enyesuaikan diri dengan perubahan perkembangan pada anak
(Santrock, 2002)
Azhari (2004) mengatakan motivasi adalah sesuatu daya yang m enjadi pendorong
seseorang bertindak dimana rumusan motivasi m enjadi sebuah kebutuhan nyata dan
merupakan muara dari sebuah tindakan.
M otivasi merupakan suatu yang menjadi pendorong yang akan membuat individu
merealisasikan apa yang m enjadi keinginan ataupun untuk mem enuhi kebutuhan t ermasuk
pada suatu tujuan tertent u.
Pengambilan keputusan untuk menikah selagi masih m enjalani kuliah t idak lepas dari
motivasi seseorang unt uk menikah. Keput usan unt uk menikah yang nantinya akan memasuki
kehidupan pernikahan membutuhkan pemahaman dan penyesuaian diri baik dengan
kehadiran pasangan, keluarga baru, anak, beban/ t anggungjaw ab serta konflik dalam
pernikahan.
Berdasarkan uraian dan t eori di atas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian,
seperti: 1).Apa motivasi seseorang untuk m enikah diusia muda/ diusia kuliah? 2). Faktor-faktor
apa saja yang m endukung dari terbentuknya dan t eraktualisasinya motivasi t ersebut ? 3).
Bagaimana kehidupan set elah pernikahan?
M etode
Penelitian ini dilakukakn secara kualitatif dengan m enggunakan w aw ancara pada tiga orang
responden sebagai metode pengumpulan data.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
26
Data
yang diperoleh dari hasil w aw ancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dikoordinasikan ke dalam kategori, m enjabarkannya ke dalam unit -unit , m elakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, m emilih mana yang penting dan akan dipelajari dan m embuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2007).
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh gambaran/ model m engenai
pernikahan pada responden I, II, III seperti tert era berikut ini :
Gambar 1 . M odel pernikahan pada responden pert ama
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
27
Gambar 2 . M odel pernikahan pada responden kedua
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
28
Gambar 3 . M odel pernikahan pada responden ket iga
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
29
Gambar 4 . M odel pernikahan di kalangan mahasiswa S1
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
30
Pembahasan
Berdasarkan gambaran model pernikahan di kalangan mahasisw a S1 t ersebut dapat
dijelaskan bahw a terbentuknya mot ivasi dimulai dari adanya keinginan yang kuat sehingga
memacu seseorang untuk mew ujudkan keinginan t ersebut. Dalam hal ini keinginan responden
adalah untuk menikah meskipun usia masih t erbilang muda dan masih duduk dibangku kuliah.
Keinginan atau kemauan adalah sesuatu yang keluar dari diri seseorang untuk diw ujudkan.
Keinginan responden unt uk m enikah didukung oleh perasaan yakin kepada calon suami dan
juga yakin pada pernikahan yang akan dijalankan. Selanjutnya diikuti dengan kemurnian dari
dalam diri yang dapat diartikan bahw a keinginan m enikah benar-benar bersumber dari dalam
diri dan tidak ada paksaan dari pihak lain. Ketika seseorang mempunyai keinginan yang kuat,
maka seseorang itu akan t ermotivasi unt uk mew ujudkan keinginannya. Untuk m ew ujudkan
motivasinya, maka harus ada kekuatan dari dalam diri maupun dari luar diri unt uk
merealisasikannya. Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya dorongan. Dorongan yang
dimaksud adalah w ujud dari proses maupun usaha dan kekuatan dari dalam diri untuk
mew ujudkan keinginan. Dorongan yang paling besar yaitu ketakutan t erhadap dosa yang yang
akan diterima bila tidak mengakhiri pacaran yang sudah lama terjalin. Selain itu responden
juga ingin menjaga agama. M enjalankan pernikahan ingin mengikuti syariat beragama dan
sesuai dengan tuntunan agama.
Dorongan untuk membahagiakan kedua orangtua juga
menghiasi keinginan m ereka untuk menikah. M em bahagiakan orangtua juga ikut m enjadi
daftar penting bagi responden untuk m enempuh jalan menikah diusia muda/ usia kuliah.
Disamping itu, kecocockan dengan suami pun m enjadi dorongan bagi keinginan responden
untuk mantap melangkah kejejang pernikahan. M endapatkan restu atau perset ujuan untuk
menikah dari orangt ua juga akan semakin m enguatkan langkah para responden untuk
menikah. Restu orangt ua menjadi salah sat u pendukung yang utama karena bagi m ereka rest u
orangtua adalah yang t erpent ing. Para responden yakin bahw a dengan m engambil keputusan
untuk menikah adalah pilihan yang tepat bagi hidup meski harus melew ati rintangan yang
mungkin dihadapi ketika menikah nantinya.
Keinginan responden unt uk m enikah direalisasikan ke dalam motivasi yang akan m embant u
mew ujudkan keinginan responden untuk m enikah. Set elah mew ujudkan keinginan dan
didorong dengan adanya motivasi, maka proses selanjutnya masuk ke dunia pernikahan. Unt uk
bisa menikah, tentunya harus sesuai dengan persetujuan orangtua. Dari data yang diperoleh,
semua responden m endapat persetujuan dari orangt ua masing-masing dan juga persetujuan
dari pihak mert ua. Selain itu, ket ika hendak menikah orangtua responden membuat
perjanjian/ taw ar menaw ar untuk m emastikan kelangsungan kehidupan pernikahan anak
mereka. Orangtua memberikan janji untuk tetap membiayai uang kuliah sampai dengan
selesai. Selain it u orangtua juga ingin agar kuliah tetap dijalankan dan diselesaikan dengan baik
meskipun sudah menikah.
Ketika individu telah melaksanakan pernikahan, secara otomatis akan memasuki kehidupan
pernikahan dengan segala hal yang menghiasi pernikahan tersebut. Dari model di atas dapat
dijelaskan bahw a dengan m emasuki pernikahan akan ada tanggungjaw ab baru yang m enyertai
kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2005) bahw a setiap pernikahan
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
31
mengharapkan kebahagiaan dan ikatan pernikahan yang langgeng. Akan tetapi, sebuah
pernikahan menuntut adanya penyesuaian diri terhadap tuntut an peran dan tanggungjaw ab
baru dari kedua pasangan.
Dengan adanya tanggungjaw ab, maka responden dan individu
lainnya akan mendapat pembelajaran dalam hidup berumah tangga. Selain itu, para responden
menjadi semakin dew asa dalam m enyikapi hidup. Responden t etap berusaha memanage
w aktu agar dapat menyeimbangkan w aktu antara rumah tangga dan kuliah. Dalam
menjalankan kuliah, anak responden yang masih bayi sering ditinggal bersama suami,
pem bantu maupun dengan orangtua. Kehidupan pernikahan respondenpun tidak lepas dari
peran orangtua dalam memberikan kemudahan. Seperti halnya m emberikan bantuan ekonomi
untuk m em enuhi kebutuhan hidup buah hati m ereka dalam menjalani kehidupan rumah
tangga.
M enjalani kehidupan pernikahan pada akhirnya bermuara pada harapan/ tujuan. Sem ua
responden m enginginkan untuk menjadi keluarga yang saking maw adah w arohmah. Sebuah
pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi diri, suami, anak dan keluarga dikemudian
hari. Harapan mereka yang juga ingin diw ujudkan adalah untuk mendapat kesuksesan dalam
perkuliahan mengingat para responden masih menjadi mahasisw a aktif yang duduk dibangku
perkuliahan dan m empunyai keinginan untuk segera menyelesaikan kuliah dengan nilai yang
memuaskan/ baik.
M enikah di usia muda ataupun di usia yang masih produktif untuk belajar m emang menuai
banyak resiko, terlebih untuk perempuan. Tetapi menikah adalah aw al unt uk m enempa
kedew asaan dan t anggungjaw ab sebagai seorang isrti ataupun suami. Bagaimana m enjadikan
kehidupan pernikahan sebagai berkah yang akan membaw a nikmat di akhirat dan limpahan
pahala serta ridho dari Alloh SWT bagi yang m enikah dan berusaha untuk m enjadikan
pernikahan itu sebagai jalan untuk mengasah dan menambah potensi diri.
Kesimpulan
Unt uk mem perjelas hasil penelitian, maka disimpulkan bahw a motivasi tersebut muncul
karena adanya dorongan yang kuat untuk mencapai keinginan atau tujuan yaitu sebuah
pernikahan yang pada akhirnya akan bermuara pada harapan bagi kehidupan pernikahan
nantinya. Dimulai dari keinginan yang kuat sehingga memacu seseorang untuk m ew ujudkan
keinginan t ersebut, maka muncullah motivasi. M otivasi m enikah diantaranya adalah takut
akan dosa, menjaga agama, ingin m embahagiakan orangtua, sudah merasa yakin dengan
pasangan maupun keputusan menikah serta yakin bahw a dengan menikah adalah pilihan tepat
bagi hidup.
M otivasi menikah t eraktualisasi karena didukung oleh faktor-faktor dari dalam diri
maupun luar diri. Begitu juga dengan motivasi m enikah. Berbagai hal dari dalam maupun dari
luar diri responden mempengaruhi jalan mereka. Faktor-faktor yang mendukung t erbentuk
atau t eraktualisasinya motivasi tersebut diantaranya adalah berasal dari dalam diri, yaitu
keinginan untuk menikah di usia muda. Dengan keinginan yang kuat maka akan m endorong
terbent uknya motivasi sehingga m enimbulkan kekuatan untuk mencapai tujuan.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
32
Jika penjelasan di atas adalah faktor dari dalam diri, lain halnya dengan faktor-fakt or dari
luar diri. Hal ini terlihat dari persetujuan orangt ua dan mert ua. Dukungan yang sangat kuat
dari orangtua m embuat responden semakin kuat unt uk m elaksanakan pernikahan. Selain itu,
dukungan yang diberikan juga t erlihat dari pihak keluarga lainnya, meskipun masih t erdapat
pro dan kontra namun kekuatan yang diberikan oleh orangtualah yang paling berarti bagi para
responden. Orangt ua juga tidak serta m erta m elepaskan buah hati mereka m enjalankan
pernikahan begitu saja. Para orangtua juga memberikan jaminan seperti keuangan untuk
membant u anak-anak mereka.
Set elah m enjalani kehidupan pernikahan, orangtua dan m ertua masih berperan penting
dalam kehidupan perkaw inan mereka. Walaupun sudah berstatus sebagai suami m ereka
belum dapat m enafkahi keluarganya secara penuh, sehingga bantuan ekonomi dari orangtua
dan mertua terhadap responden dan suaminya sangat membantu m ereka dalam pemenuhan
kebutuhan dan dalam m encapai cita-cit a.
Sebelum m enikah semua orangtua responden
berjanji akan t et ap m embiayai kuliah buah hati m ereka sampai lulus kuliah. Hal ini juga yang
membuat para pelaku nikah diusia muda/ usia kuliah bert ekad untuk bisa membuktikan kepada
orangtua bahw a dengan menikah akan menambah prest asi belajar dan mampu m emperoleh
nilai yang m emuaskan/ baik. Selain itu nasehat dari orangtua ataupun mertua juga m enjadi
pem belajaran bagi responden untuk mengukuhkan kehidupan rumah tangga.
Daftar Pust aka
Abdussalam, Y. 2006. Trilogi Kuliah M akrifat, Bertanya Tuhan Tent ang Jodoh . Yogyakarta :
M edia Insani
Adhim, M . F. 2002. Indahnya Pernikahan Dini . Jakarta : Gema Insani Press
Azhari, A. 2004. Psikologi Umum Dan Perkembangan. Jakarta : PT. M izan Publika
Dariyo, A. 2003. Psikologi perkembangan Dew asa M uda. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
M unandar, S. C. U. 2001. Psikologi Perkembangan Pribadi dari Bayi Sam pai Lanjut Usia. Jakarta
: Universitas Indonesia (UI-Press)
Salim, H. H. 1980. M emilih Jodoh . Bandung : PT. Alma’arif
Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development (Perkembangan M asa Hidup). Edisi Kelima Jilid
Dua. Jakarta : Erlangga
Sugiyono. 2007. M etode Penelitian Kuantit atif Kualitat if dan R& D. Bandung: Alfabeta.
Zein, A. Y dan Suryani, E. 2005. Psikologi Ibu Dan Anak . Yogyakart a : Fitramaya
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
33
htt p:/ / problematikaremaja.blogspot .com/ 2007/ 12.ht m
w w w .noped.net
w w w .endonesa.net / ut ty/ 2008/ 20/ 09/ dibalik-trend-nikah-dini-di-kalangan-rem aja-m uslimperkotaan
w w w .bapeda-jabar.go.id.bapeda_design_informasi
w w w .kompas.com-2008-01-31-saat nya-mencegah-kanker-serviks
ISSN : 1907-8455
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
PERNIKAHAN DI KALANGAN M AHASISW A S-1
1)* )
Galuhprit t a Anisaningt yas
1,2)
dan Yuliant i Dw i Ast ut i
2)* * )
Progr am St udi Psikologi Fakult as Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universit as Islam Indonesia
*)
Email: prit t [email protected]
Email: yuliant [email protected]
**)
Abstrak
Penelit ian ini bert ujuan unt uk menget ahui seluk bel uk per nikahan di kalangan mahasisw a st rat a 1 (S1)
dengan fokus pada mot ivasi menikah, fakt or-fakt or yang m enyebabkan t erbent uk at au t erakt ualisasinya
mot ivasi t ersebut dan bagaimana kehidupan m ereka set elah per nikahan. Responden dalam penelit ian
ini berjumlah t iga orang dengan karakt erist ik mahasiswi S1, ber st at us sebagai mahasiswa akt if, berusia
18-22 t ahun, t elah m enikah dan t inggal bersama suami sert a t idak bercerai sam pai saat penelit ian ini
dilakukan.M et ode pengam bilan dat a yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan
int erview guide sebagai panduan dalam percakapan. M et ode analisis dat a dalam penelit ian ini adalah
analisis kualit at if, dengan langkah-langkah ber upa wawancara, t ranskrip verbat im, pem buat an t emat ema yang kem udian akan dilanjut kan dengan memasukkan ke dalam sub kat egori dan kat egori unt uk
mem per oleh model pernikahan di kalangan mahasiswa S1. Berdasarkan hasil penelit ian, disim pulkan
bahw a secara um um responden menikah di saat masih kuliah karena m emiliki mot ivasi yang kuat unt uk
menikah yang didukung oleh fakt or-fakt or sepert i dukungan dan r est u dari orangt ua sert a keyakinan
pada diri sendiri unt uk m enjalani pernikahan sam bil kuliah. Secara um um, kehidupan pernikahan
mahasiswa yang m enikah di saat masih kuliah dalam keadaan baik m eskipun m ereka mengalami
kesulit an dalam m engat ur wakt u ant ara kuliah dan rumah t angga dan kadangkala kehidupan pernikahan
diw arnai dengan konflik-konf lik kecil.
Kat a kunci: mot ivasi, pernikahan, kehi dupan per nikahan
M ARRIAGE AM ONG UNDERGRADUATE STUDENTS
Abstract
This st udy aimed t o underst and t he t rend t o get married am ong under graduat e st udent s w it h a focus on
t heir mot ivat ion t o get married, t he fact ors t hat lead t o t he making or t he act ualizat ion of t hat
mot ivat ion, and how t heir life aft er marriage. Respondent s in t his st udy wer e 3 female undergraduat e
st udent s aged 18-22 years old, married and lived wit h her husband, and di d not divorce at t he t ime of
t his st udy hel d. The dat a collect ed by int erview using t he int erview guide as guide t he conversat ion. The
st udy em ployed qualit at ive analysis wit h measur em ent in t he int erview forms, verbat im t ranscript s,
making t he t hem es w hich w ill t hen be followed by ent ering int o a sub cat egory and cat egory t o obt ain a
model of marriage among undergraduat e st udent s. Based on t he r esult s, it is concluded t hat i n general
t he respondent s w ere married while t hey wer e st ill in college because t hey had a st rong mot ivat ion for
being married and also support ed by f act ors such as t he support and blessing of t he par ent s as well as
confidence in t heir self t o live a marriage while in college. In general, t heir mar riage life in good
condit ion, alt hough t hey have diff icult y in managi ng t he t im e bet w een college-family and t heir marriage
life t hat somet imes t inged wit h minor conflict s.
Keywor ds: mot ivat ion, marriage, marriage life
ISSN : 1907-8455
21
Anisaningt yas dan Astut i
22
Pendahuluan
Pernikahan adalah satu pokok yang t erpent ing unt uk hidup dalam pergaulan yang
sempurna yang diridhoi Allah SWT dan dari sanalah t erw ujudnya rumah tangga bahagia yang
menelurkan keluarga sejaht era. Kesejaht eraan hidup lahir batin menjadi idaman setiap
keluarga dan itulah yang menjadi pokok keutamaan hidup (Salim, 1980). Pernikahan juga
diatur dalam Undang-undang pem erint ahan yang dijelaskan pada pasal 1 Undang-Undang
1/ 1974 bahw a pernikahan adalah suatu ikat an lahir batin antara seorang pria dan w anita
sebagai suami dan istri dengan tujuan m embent uk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang M aha Esa. Pernikahan m erupakan unsur penting dalam
kehidupan bangsa. Tujuan pernikahan itu sendiri adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta
kasih, kepuasan dan ket urunan (M unandar, 2001).
M enurut sebagian besar ulama fiqh, hukum menikah terkait dengan kondisi kesiapan
mempelai. M enikah hukumnya bisa sunnah, w ajib, makruh dan bahkan bisa pula haram. Ibn
Daqiq al-‘Id menjelaskan bahw a nikah menjadi w ajib ketika seseorang m erasa sangat
tergantung untuk m enikah. Jika tidak dilakukan, ia bisa terjerumus pada perzinaan. Nikah juga
bisa haram, ketika pernikahan m enjadi ajang penist aan terhadap istri ataupun suami, baik
dalam hal nafkah lahir maupun batin. M enjadi sunnah, jika ia tidak tergantung t erhadap
menikah, tetapi bisa mendatangkan manfaat baginya. Jika menikah tidak mendatangkan
manfaat, maka hukumnya justru m enjadi makruh ( w w w .noped.net ). Lain halnya Abdussalam
(2006) yang m enjelaskan mampu menikah yang diartikan oleh masyarakat sebagai siap secara
fisik dan materi. Param et er lahiriah lebih sering menjadi tolak ukur, termasuk kesiapan
pekerjaan mapan, pendapatan yang cukup, rumah dan kemampuan m enghidupi keluarga.
M enikah atau m em persiapkan diri unt uk menikah m erupakan tugas perkembangan masa
remaja akhir atau dew asa aw al, yakni antara usia 18 sampai 22 tahun. Yang dimaksud dengan
tugas perkembangan adalah segala sesuatu yang harus dicapai oleh individu pada suat u tahap
perkembangan (Adhim, 2002). Kehidupan psikososial dew asa aw al/ muda semakin kompleks
dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan m emasuki kehidupan
pernikahan,
membentuk
keluarga
baru,
mem elihara
anak-anak
dan
tetap
harus
memperhatikan orang tua (Dariyo, 2003).
Papalia dan Olds (Adhim, 2002) mengemukakan usia terbaik untuk menikah bagi
perempuan adalah 19-25 tahun, sedangkan laki-laki usia 20-25 tahun. Rent ang usia 18 sampai
22 tahun m erupakan usia seseorang yang m emasuki atau berada pada jenjang pendidikan di
perguruan tinggi yaitu strata 1 (S1). Hoffman dkk (Adhim, 2002) m enulis satu bahasan khusus
tent ang m enikah pada usia dew asa muda (young adulthood), yakni dari usia 18 tahun sampai
sekitar 24 tahun. Angka statist ik di Amerika menunjukkan 34,6% perempuan pada usia 20-24
tahun dan 21,4% laki-laki dengan usia yang sama melakukan pernikahan, sementara mereka
masih m enempuh studi di perguruan tinggi. Sebagian besar golongan dew asa aw al/ muda
sedang atau t elah m enyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian m ereka
merasa segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya.
M enikah selagi masih m enjalani kuliah sepertinya saat ini sedang m enjadi trend di kalangan
generasi muda. Namun, kebanyakan masyarakat masih memandang aneh mahasisw a yang
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
23
memut uskan untuk m enikah di saat masih kuliah. Bagi m ereka, menikah saat masih kuliah
dianggap keputusan yang tak berdasar. Di lain pihak, hasil penelitian sosial yang dipublikasikan
cukup m engusik kekhaw atiran para orangtua. M ereka khaw atir anak-anak m ereka masuk
dalam 20% dari 1.000 remaja yang pernah m elakukan seks bebas. M enurut sebuah penelitian
di Bandung (Pikiran Rakyat , 08/ 08/ 04), 21-30% remaja Indonesia di kot a besar pernah
melakukan seks pranikah m enurut hasil survey yang dikutip BKKBN. Jika anak mereka masuk
dalam bilangan 20% itu, maka pendidikan dan masa depannya t erancam karena t erpaksa
menikahkannya disebabkan “ kecelakaan” . M aka t idak heran kalau dalam penelitian yang
sama, 90% dari remaja putri yang hamil pranikah memilih jalan aborsi demi “ menyelamatkan”
masa depannya. Lagi-lagi, langkah “ penyelamat an” yang dilakukan itu sarat dengan motif
mat erialistik dan prestise sosial. M emang sulit mengasumsikan pasangan remaja yang
mayorit as masih belum mandiri secara ekonomis itu mampu m enjalani hidup rumah tangga
secara
normal
(w w w .endonesa.net/ ut ty/ 2008/ 20/ 09/ dibalik-trend-nikah-dini-di-kalangan-
remaja-m uslim-perkotaan ).
Sebuah sit us internet ( problematikarem aja.blogspot.com/ 2007/ 12/ muslimah-ant ara-siapingin-menikah) m enuliskan bahw a untuk m engambil keputusan menikah diperlukan persiapan-
persiapan yang mendalam, seperti:
Pertama, kesiapan pemikiran yang m encakup: a). Kematangan Visi Keislaman; Hal ini
dimaksudkan, agar pasangan suami istri mempunyai frame yang sama m engenai Islam sebagai
dasar rumah tangga, agar rumah tangga benar-benar bernilai ibadah, tidak hanya sebagai
pem uas kebutuhan biologis saja. b). M emiliki kematangan visi kepribadian; Disamping
beragama secara kultural, banyak juga orang yang landasan keislamannya di bangun oleh
em osi. Jika hal ini terjadi dalam rumah tangga, bisa m enjadi sebab timbulnya kegagalan
seseorang dalam berumah tangga.
Kedua, kesiapan psikologis. Kematangan psikologis yang dimaksud adalah kematangan atau
kesiapan tert ent u secara psikis, untuk menghadapi berbagai tantangan yang akan dihadapi
selama hidup berumah tangga.
Ketiga, kematangan fisik. Ada beberapa hal yang m enjadi persyaratan mutlak dalam sebuah
perkaw inan menurut Islam, yang berkaitan dengan fisik, antara lain: a). Seorang laki-laki atau
w anita yang akan m enikah harus yakin bahw a alat -alat reproduksinya berfungsi dengan baik.
Karena salah satu sebab perceraian yang diperbolehkan dalam Islam adalah karena alat
reproduksi pasangannya tidak berfungsi dengan baik. b). Usia; Hal juga harus disadari, bahw a
secara fisik benar-benar sudah siap menikah. Itulah m engapa sebabnya seorang w anita
dianjurkan unt uk tidak menikah dalam usia yang masih dini. c). Kesehat an; Ketika seseorang
memut uskan untuk m enikah, hal yang juga harus diperhatikan adalah seputar kesehatan
termasuk pada kondisi fisik dan kesehatan calon pasangan. Dan juga perlu diketahui kesehatan
keluarga calon pasangan, hal ini dimungkinkan terdapatnya suatu penyakit t ert entu yang
merupakan penyakit keturunan.
Keempat, kesiapan ekonomi. Perkaw inan juga merupakan kerja ekonomi, tidak hanya
cukup dengan cinta. Bukan berarti seseorang harus m aterialistis. Namun hal ekonomi kadang
menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
24
Pertanyaannya adalah apakah seorang mahasisw a yang masih duduk di bangku kuliah dan
berusia muda sudah m emiliki semua hal yang diperlukan dalam sebuah pernikahan? Begit u
banyak permasalahan yang bisa terjadi dalam sebuah pernikahan apalagi pelaku pernikahan ini
adalah seorang mahasisw a yang notabene belum menyelesaikan kuliahnya. Permasalahan
yang dialami salah satunya adalah perceraian. Berdasarkan dat a sejak Januari hingga Agust us
2007, t ercatat 117 kasus perceraian usia muda di Kota Bandung akibat hubungan rumah
tangga yang tidak harmonis. Bahkan, 90% kasus perceraian dilakukan pasangan suami istri usia
muda (w w w .bapeda-jabar.go.id.bapeda_design_informasi ). Selain masalah perceraian, saat ini
yang banyak diperbincangkan adalah “ m enikah muda sebagai ladang kanker” . HPV (human
papilloma virus) dapat menginfeksi semua orang karena HPV dapat m enyebar m elalui
hubungan
seksual
(w w w .kompas.com-2008-01-31-saat nya-mencegah-kanker-serviks).
Berbeda dengan persoalan klasik manusia yaitu masalah ekonomi yang lebih sering m enjadi
faktor utama permasalahan dalam pernikahan t erlebih pernikahan t ersebut dilakukan pada
saat masih menjalani perkuliahan.
Berdasarkan data-dat a dan fakta yang t elah disebutkan di atas, trend menikah ket ika masih
kuliah ini sangat m enarik unt uk dit elit i, oleh karena it u peneliti ingin m engetahui apa motivasi
untuk m enikah pada saat masih kuliah, faktor-faktor apa saja yang m endukung terbentuknya
atau teraktualisasinya mot ivasi tersebut dan bagaimana kehidupan setelah pernikahan.
Hurlock (Zein dan Suryani, 2005) m emberi pengert ian pernikahan atau perkaw inan adalah
suatu penyatuan jiw a dan raga dua manusia berlaw anan jenis dalam suatu ikatan yang suci
dan mulia di baw ah lindungan hukum dan Tuhan Yang M aha Esa. Pendapat Herning
(M unandar, 2001) m engat akan bahw a pernikahan adalah suat u ikatan antara pria dan w anita
yang permanen, dit entukan oleh kebudayaan dengan tujuan m endapatkan kebahagiaan.
Ket ertarikan bersifat persahabatan dan ditandai oleh perasaan bersatu dan saling memiliki.
M enurut Adhim (2002) rentang usia menikah dalam arti menikah di usia kuliah jenjang
strata 1 (S1) yang sesuai dengan masa perkembangannya adalah ketika meninggalkan remaja
akhir dan memasuki dew asa aw al yaitu 18 sampai 22 t ahun.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahw a pengertian
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan w anita melalui suatu penyat uan jiw a dan
raga untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesem patan untuk m endapatkan keturunan.
Sedangkan pengertian pernikahan di kalangan mahasisw a strata (S1) adalah pernikahan yang
dilakukan pada rentang usia 18 sampai 22 t ahun yang juga diatur dalam Undang-Undang
Perkaw inan dengan batasan minimal umur untuk m enikah adalah laki-laki berusia 19 t ahun
sedangkan w anita berusia 16 tahun.
Cart er dan M cGoldrick dalam Santrock (2002) mengungkapkan tahap siklus kehidupan
keluarga, proses em osianal dari transisi dan perubahan st atus keluarga yang m emerlukan
proses yang t erus berkembang, yaitu: a). M eninggalkan rumah; orang dew asa muda hidup
sendiri. M enerima tanggungjaw ab emosianal dan keuangan bagi diri sendiri; b).Penggabungan
keluarga m elalui pernikahan atau memiliki pasangan baru. Individu mempunyai komitm en
pada sistem baru; c). M enjadi orangtua dan keluarga dengan anak. Kemampuan m enerima
anggot a baru
ISSN : 1907-8455
ke dalam sistem t ersebut ; d). Keluarga dan anak remaja. M eningkatnya
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
25
fleksibilitas batas-batas keluarga m encakup kemandirian anak dan kelemahan kakek-nenek; e).
Kehidupan pada keluarga t engah baya. M enerima keluar dan masuknya anggota ke dalam
sistem keluarga; f). Keluarga pada kehidupan lanjut . M enerima pergeseran peran antar
generasi; g). M enyiapkan diri untuk kematian diri sendiri. M eninjau hidup dan integrasi
M ahasisw a strata 1 (S1) sudah atau sedang melalui fase pertama yaitu meninggalkan
rumah dan menjadi orang dew asa yang hidup sendiri ( leaving home and becoming a single
adult ). Fase pertama ini melibatkan pelepasan (launching ) yaitu proses dimana orang muda
menjadi orang dew asa dan keluar dari keluarga asalnya. Periode pelepasan adalah w aktu bagi
kaum m uda dan orang dew asa muda unuk merumuskan tujuan hidupnya, untuk m embangun
identitas dan m enjadi lebih mandiri sebelum bergabung dengan orang lain untuk membentuk
sebuah keluarga baru (Carter dan M cGoldrick dalam Santrock, 2002)
Pasangan baru ( new couple) adalah fase kedua dari siklus kehidupan keluarga, di mana dua
individu dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk membent uk satu sistem keluarga yang
baru. Fase ini tidak hanya melibatkan pembangunan sat u sist em pernikahan baru, tetapi juga
penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman-t eman untuk melibatkan
pasangan.
M enjadi orangtua dan keluarga dengan anak (becoming parents and a family w ith children )
adalah fase ketiga dalam siklus kehidupan keluarga. M emasuki fase ini menuntut orang
dew asa untuk maju satu generasi dan m enjadi pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih
muda. Untuk dapat melalui fase ini m enuntut komitm en w aktu sebagai orangtua, memahami
peran sebagai orangtua dan m enyesuaikan diri dengan perubahan perkembangan pada anak
(Santrock, 2002)
Azhari (2004) mengatakan motivasi adalah sesuatu daya yang m enjadi pendorong
seseorang bertindak dimana rumusan motivasi m enjadi sebuah kebutuhan nyata dan
merupakan muara dari sebuah tindakan.
M otivasi merupakan suatu yang menjadi pendorong yang akan membuat individu
merealisasikan apa yang m enjadi keinginan ataupun untuk mem enuhi kebutuhan t ermasuk
pada suatu tujuan tertent u.
Pengambilan keputusan untuk menikah selagi masih m enjalani kuliah t idak lepas dari
motivasi seseorang unt uk menikah. Keput usan unt uk menikah yang nantinya akan memasuki
kehidupan pernikahan membutuhkan pemahaman dan penyesuaian diri baik dengan
kehadiran pasangan, keluarga baru, anak, beban/ t anggungjaw ab serta konflik dalam
pernikahan.
Berdasarkan uraian dan t eori di atas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian,
seperti: 1).Apa motivasi seseorang untuk m enikah diusia muda/ diusia kuliah? 2). Faktor-faktor
apa saja yang m endukung dari terbentuknya dan t eraktualisasinya motivasi t ersebut ? 3).
Bagaimana kehidupan set elah pernikahan?
M etode
Penelitian ini dilakukakn secara kualitatif dengan m enggunakan w aw ancara pada tiga orang
responden sebagai metode pengumpulan data.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
26
Data
yang diperoleh dari hasil w aw ancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dikoordinasikan ke dalam kategori, m enjabarkannya ke dalam unit -unit , m elakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, m emilih mana yang penting dan akan dipelajari dan m embuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2007).
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh gambaran/ model m engenai
pernikahan pada responden I, II, III seperti tert era berikut ini :
Gambar 1 . M odel pernikahan pada responden pert ama
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
27
Gambar 2 . M odel pernikahan pada responden kedua
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
28
Gambar 3 . M odel pernikahan pada responden ket iga
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
29
Gambar 4 . M odel pernikahan di kalangan mahasiswa S1
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
30
Pembahasan
Berdasarkan gambaran model pernikahan di kalangan mahasisw a S1 t ersebut dapat
dijelaskan bahw a terbentuknya mot ivasi dimulai dari adanya keinginan yang kuat sehingga
memacu seseorang untuk mew ujudkan keinginan t ersebut. Dalam hal ini keinginan responden
adalah untuk menikah meskipun usia masih t erbilang muda dan masih duduk dibangku kuliah.
Keinginan atau kemauan adalah sesuatu yang keluar dari diri seseorang untuk diw ujudkan.
Keinginan responden unt uk m enikah didukung oleh perasaan yakin kepada calon suami dan
juga yakin pada pernikahan yang akan dijalankan. Selanjutnya diikuti dengan kemurnian dari
dalam diri yang dapat diartikan bahw a keinginan m enikah benar-benar bersumber dari dalam
diri dan tidak ada paksaan dari pihak lain. Ketika seseorang mempunyai keinginan yang kuat,
maka seseorang itu akan t ermotivasi unt uk mew ujudkan keinginannya. Untuk m ew ujudkan
motivasinya, maka harus ada kekuatan dari dalam diri maupun dari luar diri unt uk
merealisasikannya. Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya dorongan. Dorongan yang
dimaksud adalah w ujud dari proses maupun usaha dan kekuatan dari dalam diri untuk
mew ujudkan keinginan. Dorongan yang paling besar yaitu ketakutan t erhadap dosa yang yang
akan diterima bila tidak mengakhiri pacaran yang sudah lama terjalin. Selain itu responden
juga ingin menjaga agama. M enjalankan pernikahan ingin mengikuti syariat beragama dan
sesuai dengan tuntunan agama.
Dorongan untuk membahagiakan kedua orangtua juga
menghiasi keinginan m ereka untuk menikah. M em bahagiakan orangtua juga ikut m enjadi
daftar penting bagi responden untuk m enempuh jalan menikah diusia muda/ usia kuliah.
Disamping itu, kecocockan dengan suami pun m enjadi dorongan bagi keinginan responden
untuk mantap melangkah kejejang pernikahan. M endapatkan restu atau perset ujuan untuk
menikah dari orangt ua juga akan semakin m enguatkan langkah para responden untuk
menikah. Restu orangt ua menjadi salah sat u pendukung yang utama karena bagi m ereka rest u
orangtua adalah yang t erpent ing. Para responden yakin bahw a dengan m engambil keputusan
untuk menikah adalah pilihan yang tepat bagi hidup meski harus melew ati rintangan yang
mungkin dihadapi ketika menikah nantinya.
Keinginan responden unt uk m enikah direalisasikan ke dalam motivasi yang akan m embant u
mew ujudkan keinginan responden untuk m enikah. Set elah mew ujudkan keinginan dan
didorong dengan adanya motivasi, maka proses selanjutnya masuk ke dunia pernikahan. Unt uk
bisa menikah, tentunya harus sesuai dengan persetujuan orangtua. Dari data yang diperoleh,
semua responden m endapat persetujuan dari orangt ua masing-masing dan juga persetujuan
dari pihak mert ua. Selain itu, ket ika hendak menikah orangtua responden membuat
perjanjian/ taw ar menaw ar untuk m emastikan kelangsungan kehidupan pernikahan anak
mereka. Orangtua memberikan janji untuk tetap membiayai uang kuliah sampai dengan
selesai. Selain it u orangtua juga ingin agar kuliah tetap dijalankan dan diselesaikan dengan baik
meskipun sudah menikah.
Ketika individu telah melaksanakan pernikahan, secara otomatis akan memasuki kehidupan
pernikahan dengan segala hal yang menghiasi pernikahan tersebut. Dari model di atas dapat
dijelaskan bahw a dengan m emasuki pernikahan akan ada tanggungjaw ab baru yang m enyertai
kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Desmita (2005) bahw a setiap pernikahan
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
31
mengharapkan kebahagiaan dan ikatan pernikahan yang langgeng. Akan tetapi, sebuah
pernikahan menuntut adanya penyesuaian diri terhadap tuntut an peran dan tanggungjaw ab
baru dari kedua pasangan.
Dengan adanya tanggungjaw ab, maka responden dan individu
lainnya akan mendapat pembelajaran dalam hidup berumah tangga. Selain itu, para responden
menjadi semakin dew asa dalam m enyikapi hidup. Responden t etap berusaha memanage
w aktu agar dapat menyeimbangkan w aktu antara rumah tangga dan kuliah. Dalam
menjalankan kuliah, anak responden yang masih bayi sering ditinggal bersama suami,
pem bantu maupun dengan orangtua. Kehidupan pernikahan respondenpun tidak lepas dari
peran orangtua dalam memberikan kemudahan. Seperti halnya m emberikan bantuan ekonomi
untuk m em enuhi kebutuhan hidup buah hati m ereka dalam menjalani kehidupan rumah
tangga.
M enjalani kehidupan pernikahan pada akhirnya bermuara pada harapan/ tujuan. Sem ua
responden m enginginkan untuk menjadi keluarga yang saking maw adah w arohmah. Sebuah
pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi diri, suami, anak dan keluarga dikemudian
hari. Harapan mereka yang juga ingin diw ujudkan adalah untuk mendapat kesuksesan dalam
perkuliahan mengingat para responden masih menjadi mahasisw a aktif yang duduk dibangku
perkuliahan dan m empunyai keinginan untuk segera menyelesaikan kuliah dengan nilai yang
memuaskan/ baik.
M enikah di usia muda ataupun di usia yang masih produktif untuk belajar m emang menuai
banyak resiko, terlebih untuk perempuan. Tetapi menikah adalah aw al unt uk m enempa
kedew asaan dan t anggungjaw ab sebagai seorang isrti ataupun suami. Bagaimana m enjadikan
kehidupan pernikahan sebagai berkah yang akan membaw a nikmat di akhirat dan limpahan
pahala serta ridho dari Alloh SWT bagi yang m enikah dan berusaha untuk m enjadikan
pernikahan itu sebagai jalan untuk mengasah dan menambah potensi diri.
Kesimpulan
Unt uk mem perjelas hasil penelitian, maka disimpulkan bahw a motivasi tersebut muncul
karena adanya dorongan yang kuat untuk mencapai keinginan atau tujuan yaitu sebuah
pernikahan yang pada akhirnya akan bermuara pada harapan bagi kehidupan pernikahan
nantinya. Dimulai dari keinginan yang kuat sehingga memacu seseorang untuk m ew ujudkan
keinginan t ersebut, maka muncullah motivasi. M otivasi m enikah diantaranya adalah takut
akan dosa, menjaga agama, ingin m embahagiakan orangtua, sudah merasa yakin dengan
pasangan maupun keputusan menikah serta yakin bahw a dengan menikah adalah pilihan tepat
bagi hidup.
M otivasi menikah t eraktualisasi karena didukung oleh faktor-faktor dari dalam diri
maupun luar diri. Begitu juga dengan motivasi m enikah. Berbagai hal dari dalam maupun dari
luar diri responden mempengaruhi jalan mereka. Faktor-faktor yang mendukung t erbentuk
atau t eraktualisasinya motivasi tersebut diantaranya adalah berasal dari dalam diri, yaitu
keinginan untuk menikah di usia muda. Dengan keinginan yang kuat maka akan m endorong
terbent uknya motivasi sehingga m enimbulkan kekuatan untuk mencapai tujuan.
ISSN : 1907-8455
Anisaningt yas dan Astut i
32
Jika penjelasan di atas adalah faktor dari dalam diri, lain halnya dengan faktor-fakt or dari
luar diri. Hal ini terlihat dari persetujuan orangt ua dan mert ua. Dukungan yang sangat kuat
dari orangtua m embuat responden semakin kuat unt uk m elaksanakan pernikahan. Selain itu,
dukungan yang diberikan juga t erlihat dari pihak keluarga lainnya, meskipun masih t erdapat
pro dan kontra namun kekuatan yang diberikan oleh orangtualah yang paling berarti bagi para
responden. Orangt ua juga tidak serta m erta m elepaskan buah hati mereka m enjalankan
pernikahan begitu saja. Para orangtua juga memberikan jaminan seperti keuangan untuk
membant u anak-anak mereka.
Set elah m enjalani kehidupan pernikahan, orangtua dan m ertua masih berperan penting
dalam kehidupan perkaw inan mereka. Walaupun sudah berstatus sebagai suami m ereka
belum dapat m enafkahi keluarganya secara penuh, sehingga bantuan ekonomi dari orangtua
dan mertua terhadap responden dan suaminya sangat membantu m ereka dalam pemenuhan
kebutuhan dan dalam m encapai cita-cit a.
Sebelum m enikah semua orangtua responden
berjanji akan t et ap m embiayai kuliah buah hati m ereka sampai lulus kuliah. Hal ini juga yang
membuat para pelaku nikah diusia muda/ usia kuliah bert ekad untuk bisa membuktikan kepada
orangtua bahw a dengan menikah akan menambah prest asi belajar dan mampu m emperoleh
nilai yang m emuaskan/ baik. Selain itu nasehat dari orangtua ataupun mertua juga m enjadi
pem belajaran bagi responden untuk mengukuhkan kehidupan rumah tangga.
Daftar Pust aka
Abdussalam, Y. 2006. Trilogi Kuliah M akrifat, Bertanya Tuhan Tent ang Jodoh . Yogyakarta :
M edia Insani
Adhim, M . F. 2002. Indahnya Pernikahan Dini . Jakarta : Gema Insani Press
Azhari, A. 2004. Psikologi Umum Dan Perkembangan. Jakarta : PT. M izan Publika
Dariyo, A. 2003. Psikologi perkembangan Dew asa M uda. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
M unandar, S. C. U. 2001. Psikologi Perkembangan Pribadi dari Bayi Sam pai Lanjut Usia. Jakarta
: Universitas Indonesia (UI-Press)
Salim, H. H. 1980. M emilih Jodoh . Bandung : PT. Alma’arif
Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development (Perkembangan M asa Hidup). Edisi Kelima Jilid
Dua. Jakarta : Erlangga
Sugiyono. 2007. M etode Penelitian Kuantit atif Kualitat if dan R& D. Bandung: Alfabeta.
Zein, A. Y dan Suryani, E. 2005. Psikologi Ibu Dan Anak . Yogyakart a : Fitramaya
ISSN : 1907-8455
Pernikahan di Kalangan M ahasisw a S-1
Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 21-33
33
htt p:/ / problematikaremaja.blogspot .com/ 2007/ 12.ht m
w w w .noped.net
w w w .endonesa.net / ut ty/ 2008/ 20/ 09/ dibalik-trend-nikah-dini-di-kalangan-rem aja-m uslimperkotaan
w w w .bapeda-jabar.go.id.bapeda_design_informasi
w w w .kompas.com-2008-01-31-saat nya-mencegah-kanker-serviks
ISSN : 1907-8455