SUPERVISI KLINIS KEPALA SEKOLAH DALAM PR

SUPERVISI KLINIS KEPALA SEKOLAH DALAM PROSES KEGIATAN MENGAJAR
GUNA MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI SDN SUMBEREJO 01
Oleh : Maria Tri Erowati/942015029

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan mutu pendidikan sering dikaitkan dengan tuntutan peningkatan mutu
sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa ini. Banyak orang berpendapat bahwa mutu
pendidikan masih sangat jauh dari yang diharapkan. Sehingga peningkatan mutu harus segera
diupayakan mengingat pentingnya pengaruhnya tehadap keberhasilan pembangunan bangsa
khususnya di era kompetisi global. Banyak tulisan yang memberi problem solving berkaitan
dengan ini. Baik dilakukan oleh individu sebagai praktisi dan ahli pendidikan maupun oleh
institusi sebagai lembaga yang menangani kegiatan kependidikan.
Dalam proses belajar mengajar, yang perlu diperhatikan oleh guru adalah keaktifan siswa
dalam belajar. Siswa dapat berhasil dalam belajar ditentukan oleh salah satu faktor
kepentingannya adalah mengorganisasi seluruh pengelolaan belajar dalam bentuk kegiatan
belajar mengajar. Kemampuan mengorganisasi kegiatan belajar mengajar tidaklah cukup apabila
tidak dibarengi dengan motivasi kerja guru dalam proses belajar nengajar. Untuk itu dalam
tugasnya guru memerlukan bantuan yang berupa supervisi. Untuk itu guru dituntut memiliki

kesadaran tinggi dan profesional dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, guru memiliki
sikap kemampuan, faktor karakter yang bervariasi, berdasarkan paradigma kemampuan guru
yang terbagi dalam empat kompetensi guru yaitu di antaranya : Guru profesional, guru yang
analitik (observer), guru tak terarah, dan guru yang drop out. Maka model supervisi klinis oleh
kepala sekolah hendaknya dapat membantu, membina, mendorong, dan mengadakan perbaikan
terhadap pelaksanaan tugas mengajar guru dem itercapainya tujuan pendidikan.
Bentuk atau hubungan lain yang tampak berkaitan adalah supervisi klinis memiliki
sumbangan terhadap perbaikan pengajaran. Banyak penelitian membuktikan bahwa supervisi
klinis memberi manfaat baik pada sekolah dasar atau sekolah menengah yang menunjukkan
besarnya sumbangan supervisi klinis. Bentuk sumbangan tersebut adalah dalam hal penggunaan
teknik-teknik dari prosedur pengajaran. Dengan supervisi, guru-guru diberi kesempatan untuk
melatih kemampuaan dan kecerdasan mereka dalam menggunakan teknik mengajar tanpa
membatasi inisiatif dan kreativitas mereka.
Usman menyatakan bahwa guru yang profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas
dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal (2002: 22). Di samping itu, guru
sangat erat kaitannya dengan mutu lulusan sekolah. Implikasi dari profesionalitas guru, adalah
adanya usaha dengan sungguh-sungguh dalam hal mendidik, mengajar, melakukan
pembimbingan, serta mengarahkan dan melatih anak didik demi tercapainya Standar Nasional


Pendidikan Indonesia. Posisi penting guru ini mestinya juga diikuti dengan berbagai macam
tindakan kearah peningkatan mutu guru. Peningkatan ini bisa dilakukan oleh guru sendiri dengan
terus mengembangkan wacananya dan belajar secara mandiri, bantuan kepala sekolah dengan
melakukan supervisi serta memberikan arahan-arahan bagi peningkatan guru. Bantuan
pemerintah dan lembaga swasta juga dibutuhklan oleh guru dalam rangka fasilitasi pembelajaran
yang disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Bila seorang guru memiliki perasaan senang terhadap tugasnya, maka ada kemungkinan
guru tersebut memiliki semangat kerja yang baik (mengajar yang baik) sehingga proses belajar
mengajar berjalan dengan baik dan lancar. Dengan semangat mengajar dari guru maka murid
juga memiliki semangat belajar yang tinggi. Menurut Hendiyat Soetopo, “Sasaran utama dalam
kepemimpinan pendidikan adalah mengenai bagaimana seorang guru dibawah kepemimpinannya
dapat mengajar anak didiknya dengan baik. Di sini dalam usahanya meningkatkan mutu
pengajaran yaitu dengan pelaksanaan supervisi pendidikan” (1955: 55).
Berdasarkan

hal-hal

tersebut,

maka


upaya

peningkatan

mutu

pendidikan harus memperhatikan peningkatan performansi guru berkaitan
dengan

pembelajarannya

yang

dilakukan

secara

terus


menerus

dan

berkelanjutan. Salah satunya adalah melalui kegiatan supervisi pengajaran.
Supervisi pengajaran dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
pembelajaran secara umum baik di kelas maupun di luar kelas. Terdapat
beberapa pendekatan dalam kegiatan supervisi pengajaran ini misalnya
pendekatan saintifik, pendekatan neo-saintifik, pendekatan artistik dan
pendekatan klinikal. Masing-masing pendekatan memiliki penekanan yang
berbeda-beda

terhadap

salah

satu

aspek


dalam

kegiatan

supervisi

pengajaran.
Pendekatan klinikal sebagai satu pendekatan yang akan dibahas dalam
tulisan ini adalah pendekatan yang memfokuskan kegiatan supervisi
pengajaran pada pengembangan kemampuan mengajar guru di kelas. Atau
dengan kata lain supervisi dengan pendekatan klinikal adalah kegiatan
supervisi yang membantu guru mengembangkan penampilannya di kelas.
Bagaimana konsep dan pendekatan ini dilakukan dalam supervisi akan
menjadi cakupan bahasan tulisan ini.

B. Rumusan Masalah
Salah satu bentuk supervisi pendidikan adalah supervisi pengajaran yang
dapat

dilakukan


dengan

pendekatan

klinikal

untuk

meningkatkan

mutu/profesionalitas guru. Ada berbagai faktor atau permasalahan yang
mendorong dikembangkannya supervisi klinik bagi para guru, antara lain
sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan supervise akademik yang dilakukan oleh kepala
Sekolah terhadap guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di SDN
Sumberejo 01?
2. Factor-farktor apa saja yang menghambat dan mendukung pelaksanaan
supervise akademik kepala sekolah terhadap guru di SDN Sumberejo 01?

3. Apakah tujuan supervise akademik sudah dapat tercapai sesuai yang
diharapkan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
secara rinci mengenai :
1. Pelaksanaan supervise akademik yang dilakukan oleh kepala Sekolah
terhadap guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di SDN
Sumberejo 01.
2. Factor-farktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan supervise
akademik kepala sekolah terhadap guru di SDN Sumberejo 01.
3. Tujuan supervise akademik sudah dapat tercapai sesuai yang diharapkan
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat bermanfaat :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
pelaksanaan

supervise

akademik kepala sekolah


dalam

upaya meningkatkan

profesionalisme guru sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi :
Umpan balik dan masukan kepala sekolah untuk melaksanakan supervise secara
terprogram dan kontinyu, sehingga dapat digunakan untuk memecahkan maslah yang
dihadapi sekolah
Meningkatkan motivasi bagi guru untuk menjadi tenaga pengajar yang professional,
sehingga mutu pendidikan menjadi lebih baik
Dapat digunakan oleh pihak terkait sebagai program penyususnan strategi dan
peningkatkan mutu sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Supervisi Klinis

Supervisi klinis merupakan satu strategi yang sangat berguna dalam supervisi
pembelajaran, sebagai peningkatan kemampuan profesional guru. Ada dua asumsi yang
mendasari praktek supervisi klinis, yaitu : 1) pengajaran merupakan aktivitas yang sangat
komplek yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan
analisis ini supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemajuan guru mengelola proses
belajar mengajar, dan 2) guru-guru merupakan profesi dan profesionalnya ingin dikembangkan
lebih menghendaki cara yang kelompok dari pada yang autorium. Supervisi klinis pada dasarnya
merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar, pelaksanaannya
didesain dengan praktis dan rasional, baik desainnya mapun pelaksanaannya dilakukan atas dasar
analisis data mengenai keiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor
merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam
mengembangkan belajar murid (Bafadal, 1992:90).
Acheson dan Gall menyatakan bahwa supervisi klinik adalah proses membina guru untuk
memperkecil jurang antara perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar seharusnya yang
ideal. Tujuan supervisi klinik adalah memperbaiki perilaku guru dalam proses belajar mengajar,
terutama yang kronis secara aspek demi aspek dengan intensif, hingga mereka dapat mengajar
dengan baik (Pidarta, 2002:249). Hal ini berarti perilaku yang tidak kronis bisa diperbaiki
dengan teknik supervisi yang lain. Jadi ada empat jenis model supervisi pendidikan yang

masingmasing telah diuraikan di atas. Dalam tulisan ini penulis membahas tentang model

supervisi klinis dan efektivitasnya dalam supervisi pendidikan.
Supervisi klinis merupakan salah satu jenis supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
terhadap para guru. Jenis supervisi ini merupakan bantuan professional yang diberikan secara
sistematik kepada guru berdasarkan kebutuhan guru tersebut dengan tujuan untuk membina guru
serta meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kepala sekolah
selaku supervisor klinis selain sebagai penanggungjawab tugas-tugas supervisi klinis, juga harus
melakukan akuntabilitas terhadap tugas-tugas tersebut. Maksudnya jika tanggung jawab
merupakan usaha agar apa yang dibebankan kepadanya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya
dalam waktu tertentu, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban itu.
Pengertian supervisi klinik adalah clinikal artinya berkenaan dengan menangani orang
sakit. Selanjutnya, dokter mengadakan diagnosis dan resep untuk mengobati penyakit pasiennya.
Sama halnya dengan mendiagnosa dalam proses belajar mengajar, untuk menemukan aspekaspek mana yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik. Jadi supervisi klinik
merupakan satu model supervisi untuk menyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui
sebelumnya hanya dengan cara seperti ini (Pidarta, 2002:251). Proses pembinaan guru untuk
memperkecil jurang antara perilaku mengajar secara nyata dengan perilaku mengajar seharusnya
yang ideal. Dalam dunia sekolah, guru datang sendiri menemui kepala sekolah untuk meminta
bantuan memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil simpulan bahwa supervisi klinis
adalah suatu teknik supervisi yang dilakukan oleh supervisor untuk memmberikan bantuan yang
bersifat profesional yang diberikan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan dalam

mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar melalui bimbingan yang
intensif yang disusun secara sistematis dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar
dan meningkatkan profesionalisme guru.

B. Ciri-ciri Supervisi Klinis
Berangkat dari pengertian di atas supervisi klinik memiliki ciri-ciri tersendiri yang
membedakan dengan model-model supervisi yang lain. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dalam supervisi klinik bantuan diberikan bukan bersifat intruksi atau memerintah , tapi
tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru memiliki rasa aman dengan timbulnya
rasa aman, diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
2. Apa yang akan disupervisi timbul dari harapan dan dorongan dari guru sadar karena
memang dia membutuhkan bantuan tersebut.

3. Supervisi diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar, tetapi juga mengenai aspekaspek kepribadian guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar.
4. Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara
supervisor dan guru.
5. Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi harus
dianalisis dengan tujuan agar terlihat kemampuan apa, keterampilan apa yang spesifik yang
harus diperbaiki (Sahertian, 2000:38-39).
Kelebihan yang tampak dalam penggunaan supervisi klinik yang tujuannya adalah
perbaikan pada pengajaran guru dalam proses belajar mengajar adalah sangat signifikan. Dalam
supervisi klinik yang disupervisi adalah aspek-aspek perilaku guru misalnya cara menertibkan
kelas, teknik bertanya, teknik mengendalikan kelas dan lainnya. Dalam memperbaiki aspek
perilaku di atas perlu sekali ada nya hipotesis bersama tentang bentuk perilaku perbaikan atau
cara mengajar yang baik. Hipotesis ini bisa diambil dari teori-teori dalam proses belajar
mengajar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan demi kelancaran pelaksanaan supervisi, maka
perlu adanya kesepakatan antara supervisor dan guru yang akan disupervisi tentang aspek-aspek
yang akan diperbaiki.
Ada prinsip kerjasama antara supervisor dengan guru yang saling mempercayai dan
sama-sama bertanggungajawab, sehingga bersifat kolegal. Dari hasil yang diperoleh tersebut
perlu adanya unsur penguatan terhadap perilaku guru terutama yang sudah berhasil diperbaiki.
Karena akan menimbulkan motivasi kerja dan kesadaran penuh akan pentingnya kerja dengan
baik serta dilakukan secara terus menerus. Untuk itu supervisor (kepala sekolah) hendaknya
dalam memimpin jangan merupakan seorang hakim atau jaksa yang mengadili atau menuduh,
akan tetapi harusnya ada hubungan yang kolegal dan saling percaya terbisa merupakan seorang
teman yang mempunyai penuh perhatian dan pengertian terhadap kesulitan pengajaran (Pidarta,
2002:176). Dengan demikian dalam supervisi klinik, supervisor bersama-sama dengan guru yang
bersangkutan dapat memperbaiki atau membuat situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.
Salah satu tugas supervisor untuk memperlancar tujuan supervisi adalah mengorganisasi guru.
Tugas ini amat penting dari pada tugas-tugas supervisor lainnya. Karena guru sangat
membutuhkan organisasi dari pihak supervisor agar mereka dapat berpartisipasi sebaik-baiknya
dalam pendidikan.
Mengorganisasi guru dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan yang dipakai
untuk mengorganisasi guru adalah sintesa dari pendekatan yang sudah ada. Meningkatkan
motivasi guru misalnya dapat dilakukan dengan pendekatan manusiawi dan perilaku, begitu pula
dengan peningkatan partisipasi dan kreatifitas serta persuasi dapat pula dengan emmakai dua
pendekatan ini, tetapi pemberian sanksi jabatan dan pembentukan mekanisme kerja yang lebih
baik akan lebih cocok bila memakai pendekatan non manusiawi yang hanya memandang guru
sebagai obyek saja. Penempatan guru sesuai dengan keahlian masing-masing dan pada daerah

yang dekat dengan tempat kelahirannya merupakan usaha yang menunjukkan derajat manusia,
sebab itu hal ini lebih cepat memakai pendekatan kesejahteraan umat manusia.

C. Proses Supervisi Klinis
Dalam mengadakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya tetap bekerja sesuai
dengan koridor dan proses yang teratur. Koridor dan proses yang teratur tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Menciptakan hubungan baik antara supervisor dengan guru yang bersangkutan, agar makna
supevisi ini menjadi jelas bagi guru sehingga kerjasama dalam partisipasinya meningkat.
2. Merencanakan aspek perilaku yang akan diperbaiki serta pada sub pokok bahasan apa.
3. Merencanakan strategi apa untuk observasi.
4. Mengobservasi guru mengajar boleh memakai alat-alat bantu.
5. Menganalisis proses belajar oleh supervisor dan guru secara terpisah.
6. Merencanakan pertemuan, boleh juga dengan pihak ketiga yang ingin mengetahui.
7. Melaksanakan pertemuan, guru diberi kesempatan menanggapi cara kerja atau
mengajarnya selama dibahas bersama.
8. Membuat rencana baru bila aspek perilaku itu belum dapat diperbaiki dan mengulangi dari
langkah awal sampai akhir (Pidarta, 2002:251).
Mengenai langkah-langkah supervisi klinis, Sahertian (]Sahertian, 2000:51) menyatakan
ada tiga langkah dalam supervisi klinis yaitu: pertemuan awal, observasi, dan pertemun akhir.
Berikut ini adalah langkah-langkah supervisi klinis yang dirangkum dari pendapat Pidarta:
 Pertemuan awal atau perencanaan yang terdiri dari: (a) menciptakan hubungan yang baik
dengan cara menjelaskan makna supervisi klinis sehingga partisipasi guru meningkat, (b)
menemukan aspek-aspek perilaku apa dalam proses belajar mengajar yang perlu diperbaiki,
(c) membuat skala prioritas aspek-aspek perilaku yang akan diperbaiki, dan (d) membuat
hipotesis sebagai cara atau bentuk perbaikan pada sub topik bahan pelajaran tertentu.
 Persiapan yang terdiri dari: (a) bagi guru tentang cara mengajar yang baru hipotesis, (b) bagi
supervisor tentang cara dan alat observasi seperti tape recorder, video, daftar cek, catatan
anecdotal dan sebagainya,
 Pelaksanaan yang terdiri dari: (a) guru mengajar dengan tekanan khusus pada aspek-aspek
perilaku yang diperbaiki, (b) supervisor mengobservasi, (c) menganalisis hasil mengajar
secara terpisah.
 Pertemuan akhir, bisa juga dengan orang lain yang ingin tahu yang terdiri dari: a) guru
memberikan tanggapan/ penjelasan/ pengakuan, (b) gupervisor memberi tanggapan/ulasan,
(c) menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai: hipotesis diterima, ditolak, atau

direvisi, (d) menentukan rencana berikutnya, (e) mengulangi memperbaiki aspek tadi, dan
(f) meneruskan untuk memperbaiki aspek-aspek yang lain (2002:78).
Bila diperhatikan kedua pendapat tersebut, kelihatan bahwa supervise klinik berorientasi
pada tiga hal yaitu melakukan perencanaan secara mendetail termasuk membuat hipotesis,
melaksanakan pengamatan secara cermat atau menganalisis hasil pengamatan serta memberikan
umpan balik kepada guru bersangkutan. Tetapi untuk menguraikan lebih jelasnya langkahlangkah dalam proses supervisi klinik ini adalah sebagai berikut.
1. Tahap awal atau pertemuan awal
Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas. Sehingga banyak
juga para teoritis supervisi klinik yang menyebutnya dengan istilah tahap pertemuan sebelum
observasi. Tujuan utama tahap pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan bersama antara
supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan
awal ini adalah kesepakatan kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa tercapai apabila
dalam pertemuan awal ini tercapai kerja sama, hubungan kemanusiaan dan komunikasi yang
baik dan antara supervisor dan guru. Kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan guru
memiliki pengaruh signifikansi terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi
klinik. Pertemuan awal ini mencakup delapan kegiatan yang harus dilaksanakan, yaitu:
 menciptakan suasana akrab dan terbuka,
 mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dik embangkan oleh guru dalam pengajaran,
 menterjemahkan tingkah laku guru kedalam perhatian yang bisa diamati,
 mengidentifikasi prosedur-prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru,
 membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri,
 menetapkan waktu observasi kelas, dan
 menyeleksi instrumen observasi kelas.
 memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan diamati (Bafadal,
1992:96)
2.

Tahap observasi pengajaran
Pada tahap ini mengajar dengan mengaksentralisasi tampilnya pada keterampilan-

keterampilan yang akan dilatihkan sebagaimana yang telah disepakati pada tahap sebelumnya.
Pada pelaksanaannya pihak lain secara membina mengadakan pengamatan atas mengajar guru,
dengan memedomani instrumen observasi yang dikembangkan bersama dengan guru. Dengan
kontek ada kontrak yang disepakati bersama. Selain dapat memedomani instrumen observasi
yang telah ada dan disepakati, sebenarnya juga mempergunakan alat-alat elektronika dalam hal
perekaman, baik yang berupa audio visual atau lainnya. Dengan cara demikian pembina
bersama-sama dengan guru dapat mengadakan cek-ricek atas keterampilan mengajar guru yang
ingin dilatihkan, yaitu:
 memasuki ruangan kelas yang akan diajar oleh guru bersama-sama dengan gur
 guru memberikan penjelasan kepada para siswa tentang maksud kedatangan pembina
keruangan kelas

 guru mempersilahkan supervisor menempati tempat
 supervisor mengobservasi penampilan mengajar guru dengan mempergunakan format
observasi yang telah disepakati.
 setelah proses belajar mengajar selesai guru bersama dengan supervisor meninggalkan
kelas untuk melaksanakan musyawarah perbaikan terhadap hasil observasi (Imron,
1995:58 yang dikutip oleh hadi Susanto dalam sebuah makalah Supervisi Klinis, 2013).
3.

Pertemuan balikan
Apabila pada tahap pertemuan awal dalam waktu antara pertemuan awal dengan tahap

mengajar bisa agak jauh, maka tahap balikan ini jarak antara observasi balikan dengan mengajar
tidak boleh dilakukan dalam jarak jauh. Sangat baik jika pertemuan balikan dilakukan sesegera
mungkin setelah episode observasi pengajaran, agar apa saja yang dilakukan oleh guru masih
segar dalam ingatan guru sendiri dan dalam kegiatan supervisor.
Agar pembicaraan mengarah pada yang dikehendaki dan tidak berlarut-larut dan
berkepanjangan tanpa fokus, maka supervisor dengan guru harus sama-sama mengingat terhadap
kesepakatan yang telah dibangun tersebut berhasil tercapai. Aktivitas yang dilakukan pada tahap
balikan ini adalah :


Supervisor memberitahu dan memberikan peringatan kepada guru yang baru saja
mengajar. Pembina juga dapat menanyakan kepada guru tentang perasaan yang ia miliki
pada saat mengajar. Suasana akrab demikian harus dibangun agar guru tersebut tidak merasa
akan diadili.



Supervisor bersama-sama dengan guru membicarakan kembali kontrak yang pernah
dilakukan, mulai dari tujuan pendidikan yang pernah dirumuskan dan bermaksud dicapai
dalam pengajaran. Materi pengajaran yang disajikan dalam pengajaran , metode serta media
yang digunakan serta pelaksanaan evaluasi pengajaran.



Supervisor menunjukkan observasi yang pernah ia lakukan berdasarkan format atau
instrumen observasi yang pernah disepakati. Hasil observasi yang pernah disampaikan oleh
pembina ini berupa data mentah dan data yang pernah atau telah diinterprestasikan.
Selanjutnya guru diminta memberikan tanggapan atas hasil observasi yang telah
disampaikan oleh supervisor.



Supervisor menanyakan kepada guru bagaimana perasaannya dengan hasil observasi
tersebut.



Supervisor bersama-sama dengan guru menunjukkan ahsil pencapaian latihan pengajaran
yang telah dilakukan. Berdasarkan atas kesimpulan tersebut, supervisor membuat
kesimpulan. Akhirnya supervisor dan guru bersama-sama membuat rencana latihan
berikutnya (Imron, 1995:59).

D.

Tujuan Supervisi Klinis

Tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu mendefisinikan pola-pola pengajaran
yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiofanni (1997) ada dua sasaran supervisi klinis yang
menurutpenulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya perkembangan
profesional dan motivasi dan komitmen kerja guru. Disisi lain supervisi klinik dilakukan untuk
mengadakan pengembangan staf bagi guru, sedangkan menurut toleransi lainnya yaitu Ashen dan
Gall tujuan supervisi klinik adalah menigkatkan pengajaran guru di kelas (Bafadal,1992:91),
tujuan ini diiringi lagi kedalam tujuan yang lebih spesifik yaitu :
1.

Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru mengenai pelajaran yang
dilaksanakan.

2.

Mendiaknosa dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.

3.

Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi pengajaran.

4.

Mengoreksi guru untuk kepntingan promosi jabatan ke pentingan lainnya.

5.

Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional
yang berkesinambungan.

Program supervisi, pelayanan pendidikan khusus dan fasilitas adalah kekayaan yang
dimanfaatkan oleh guru dan kemajuan dalam proses belajar mengajar murid tidak akan dapat
dicapai dengan memusatkan perhatian supervisi kepada metode dan teknik mengajar melulu.
Mengajar adalah hasil dari keseluruan pengalaman yang diperoleh guru, maka untuk memajukan
program supervisi klinis memiliki tujuan yang berorientasi untuk menyeimbangkan proses
belajar mengajar sesuai tujuan pendidikan diantaranya adalah :
1.

Membantu para guru secara individual dan secara kelompok dalam memecahkan masalah
pengajaran yang mereka hadapi.

2.

Mengkoordinasi seluruh usaha pengajaran menjadi perilaku yang edukatif dan
terintregasi dengan baik.

3.

Menyelenggarakan program latihan dalam kegiatan yang kontinyu.

4.

Membangun suatu usaha ilmiah yang berhubungan dengan pembinaan dan perbaikan
program pengajaran di sekolah-sekolah.

5.

Memperoleh alat-alat pengajaran yang bermutu dan mencukupi.

E. Langkah Penyusunan Program Supervisi Klinis
Langkah dalam menyusun program pembinaan klinis secara professional (Burhanuddin
dkk, 2006: 115) , diantaranya:
1. Mengidentifikasi masalah-masalah proses belajar mengajar pembinaan
Upaya memperbaiki dan meningkatkan pengajaran hanya dapat dilakukan apabila guru dan
pembina mengenal dan memahami masalah yang sedang dirasakan. Untuk dapat mengenal
masalah tersebut, pembina dapat melakukan cara, misalnya observasi kelas, menyelenggarakan
rapat sekolah, mewawancarai guru secara informal, dan sebagainya.

2. Menganalisa masalah
Masalah-masalah professional yang berhasil diidentifikasi perlu dikaji lebih lanjut supaya
diketahui masalah yang sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya. Selanjutnya masalah
tersebut dikelompokkan sesuai jenis kasusnya (kasus perseorangan atau kasus yang dihadapi
oleh kebanyakan guru)
3. Merumuskan cara-cara pemecahan masalah
Pembina bersama guru atau dengan pembina lainnya mengkaji masalah-masalah tersebut
kemidian mencari berbagai cara pemecahan yang mungkin dilakukan. Dalam pengkajian ini,
setiap alternative pemecahan dipelajari kemungkinan keterlaksanaannya dengan cara
mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat. Alternatif terbaik adalah alternative
yang paling mungkin dilakukan dan memiliki nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan
mutu proses dan hasil belajar anak.
4. Implementasi pemecahan masalah
Dalam langkah ini pemecahan masalah tidak sekedar dipahami, akan tetapi harus dipraktekkan
di kelas. Dalam hal ini, pembina perlu memonitor apa yang terjadi dengan melakukan
pengamatan. Untuk membangun semangat guru dalam melaksanakan perbaikan pengajaran,
para pembina sebaiknya berperan sebagai fasilitator dan mampu memberikan dorongan
motivator, bimbingan dan nasehat kepada guru-guru.
5. Evaluasi dan tindak lanjut
Langkah ini merupakan proses pengumpulan informasi yang nantinya dapat digunakan sebagai
upaya perbaikan pengajaran lebih lanjut.
F. Faktor Penghambat dan Pendukung
Faktor Penghambat dan Pendukung adalah suatu hal yang sangat alamiah dan sangat
wajar terjadi jika dalam pelaksanaan suatu program apapun ditemui pelbagai hambatan dan
pendukung. Demikian pula dengan pelaksanaan supervisi pengajaran oleh kepala sekolah SDN
Sumberejo 01. Hambatan Pelaksanaan Supervisi Pengajaran sebagai suatu kegiatan profesional
untuk membantu guru menjadi lebih baik dalam pelaksanaan program pembelajaran kepala
sekolah menghadapi berbagai hambatan.
1.

Faktor Penghambat
Hambatan-hambatan ada yang tergolong tidak terlalu serius atau berat, seperti guru yang

belum siap untuk disupervisi, kesibukan kepala sekolah dan guru, sampai kepada hambatan yang
serius antara lain berupa pemahaman kepala sekolah dan guru tentang supervisi pengajaran yang
belum sempurna. Secara lebih lengkap hasil penelitian tentang hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam pelaksanaan supervisi pengajaran oleh SDN Sumberejo 01 dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Pertama, Kepala sekolah

belum melihat adanya urgensiu yang tinggi utnuk

meningkatkan pemahamannya terhadap hakekat supervisi pengajaran baik pada dataran teori
maupun pada dataran implementasi. Mereka merasa dengan kemampuan yang sudah cukup
untuk memimpin suatu lembaga pendidikan atau sekolah.
Kedua, kesibukan Kepala Sekolah memang terlihat sangat sibuk dengan tugas-tugas rutin
sehari-hari. Kegiatannya demikian banyak dari kegiatan pengaturan dan monitoring kegiatan
yang bersifat teknis sampai kepada penyelesaian tugas-tugas berat lainnya. Kesibukan kepala
sekolah dimulai pagi hari dengan kegiatan monitoring siswa masuk sekolah. Ketertiban mereka

dalam berpakaian seragam. Di lain pihak kepala sekolah juga bertugas untuk memantau guruguru yang datang kesekolah dari pagi hari. Pemantauan ini dimaksudkan untuk memastikan
apakah ada guru yang tidak masuk. Jika ada guru yang tidak masuk dan kebetulan yang
bersangkutan belum sempat memberitahukan kepada kepala sekolah maka kepala sekolah
langsung dapat meminta guru piket untuk mengisi kelas yang kosong atau kepala sekolah sendiri
yang masuk kelas. Sebagai kepala sekolah juga bertugas dan bertanggung jawab untuk
membereskan urusan administrasi sekolah. Ini bukan pekerjaan yang mudah, apalagi ketika
kepala sekolah harus membuat laporan pertanggungjawaban pemanfaatan dana bantuan Proyek.
Tidak adanya tenaga administrasi yang secara khusus ditugaskan disekolah sebagaimana
semakin membuat tugas kepala sekolah menjadi sangat berat. Kepala sekolah juga sering sibuk
ke kantor Dinas Diknas untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan
sekolah.
Ketiga, keterbatasan sarana prasarana dan dana. Keterbatasan ini sangat jelas terlihat di
sekolah sehingga bukan hanya kegiatan supervisi pengajaran yang tidak dapat terlaksana secara
optimal tetapi banyak program sekolah lainnya yang terganggu karena sarana prasarana yang
jumlahnya belum memadai. Salah satu keterbatasan yang paling menonjol adalah tidak
tersedianya perpustakaan profesional yang memadai yang dapat digunakan guru dan kepala
sekolah untuk memajukan profesinya. Disamping itu sekolah juga mengalami kekurangan sarana
dan alat bantu pembelajaran. Buku-buku pegangan guru termasuk buku eksiklopedia juga sangat
terbatas sehingga membuat guru sangat sulit untuk mengembangkan profesinya di sekolah.
2. Faktor Pendukung
Di samping faktor penghambat dalam pelaksanaan supervisi pengajaran oleh kepala SDN
Sumerejo 01 ditemui berbagai faktor pendukung yang sesungguhnya sangat besar manfaatnya
jika dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih jelasnya terhadap masing-masing
faktor pendukung tersebut diuraikan secara singkat berikut ini.
Pertama, kesediaan guru menerima pembinaan dari kepala sekolah menunjukkan guru
senior tidak keberatan jika kepala sekolah secara terus-menerus membina mereka bahkan hal ini
dipandang sebagai suatu keharusan baik dalam kapasitas sebagai kepala sekolah yang memang
memiliki salah satu tugas membina guru. Juga dilihat dari tingkat kepangkatan kepala sekolah
yang lebih tinggi dari guru.
Kedua, adanya hubungan kekeluargaan diantara guru dengan guru, dan antara guru
dengan kepala sekolah. Guru-guru merasa bagaikan keluarga sehingga sangat mendukung upaya
penciptaan iklim organisasi yang baik di sekolah. Hubungan antara guru yang satu dengan lain
dibangun atas dasar kebersamaan disegala bidang, tidak ada yang merasa lebih baik atau lebih
penting dari yang lainnya. Kondisi hubungan seperti ini sangat mendukung pelaksanaan
supervisi

pengajaran

jika

dapat

dimanfaatkan

BAB III
PENUTUP

dengan

sebaik-baiknya.

A. Kesimpulan
Dalam melaksanakan supervisi kegiatan belajar mengajar diperlukan
instrumen

berupa

lembar

pengamatan

dan

suplemen

observasi

(keterampilan mengajar, karakteristik mata pelajaran, pendekatan klinis, dan
sebagainya).

Dalam

pelaksanaannya

kegiatan

tindak

lanjut

supervisi

akademik sasaran utamanya adalah kegiatan belajar mengajar. Hasil
analisis, catatan supervisor, dapat dimanfaatkan untuk perkembangan
keterampilan mengajar guru atau meningkatkan profesionalisme guru dan
karyawan, setidak-tidaknya dapat mengurangi kendala-kendala yang muncul
atau yang mungkin akan muncul. Umpan balik akan memberi pertolongan
bagi supervisor dalam melaksanakan tindak lanjut supervisi. Dari umpan
balik itu pula dapat tercipta suasana komunikasi yang tidak menimbulkan
ketegangan,

serta

mendorong

guru

memperbaiki

penampilan

dan

kinerjanya.
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan,
pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya
dengan

tujuan

untuk

memperbaiki

proses

pembelajaran.

Supervisi klinis akan terjadi jika hubungan kolegial antara pengawas dan
guru telah terjalin dengan baik. Tanpa prasyarat tersebut guru akan segan
untuk meminta pengawas untuk melakukan supervise klinis terhadap
berbagai permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran.Selain itu,
keberhasilan

supervise

sejauhmana

pengawas

professional

yang

klinis

juga

akan

memberikan

dimilikinya

dan

sangat

bimbingan

sejauhmana

tergantung
sesuai

guru

kepada

kemampuan

secara

terbuka

melaksanakan bimbingan yang telah diberikan oleh pengawas.
Prinsip-prinsip supervisi klinis pada intinya adalah bantuan kepada
guru dalam pembelajaran, bukan perintah atau instruksi yang harus
dilaksanakan melainkan kesadaran kedua belah pihak (guru dan kepala, atau
guru dan pengawas, atau kepala madrasah dan pengawas) akan pentingnya
memperbaiki mutu pembelajarannya. Prinsip lain adalah membina guru
dengan

penuh

keikhlasan

bukan

keterpaksanaan,

bertanggungjawab

terhadap peningkatan kualitas guru, memiliki program yang jelas dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Hubungan antara pengawas sebagai
supervisor dengan guru sifatnya hubungan kolegial dalam suasana yang
intim penuh keterbukaan, demokratis, mengedepankan tugas dan tanggung
jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran, supervisor harus lebih
banyak mendengar daripada berbicara dan fokus pada kebutuhan dan
aspirasi guru pada perilaku mengajar aktual dalam mata pelajaran yang
diampunya.Keberhasilan supervisi klinik sangat dipengaruhi pula oleh
adanya iklim kerja yang kondusif antara supervisor dan guru dan iklim kerja
sekolah. Karena itu keterbukaan, rasa saling bertanggungjawab, saling

percaya, dan kesadaran untuk memajukan mutu pembelajaran harus ada
dan dimiliki bersama oleh guru, kepala sekolah dan supervisor.
B. Saran
Beberapa saran yang diberikan sebagai hasil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan

supervise

kepala

sekolah

hendaknya

dilaksanakan

secara terprogram dan kontinyu, sehingga kepala sekolah dapat
mencarikan jalan keluar untuk setiap maslah yang dihadapi oleh guru.
2. Hendaknya

kepala

sekolah

dapat

meningkatkan

pelaksanaan

supervise dan menindaklanjuti hasilnya, sehingga guru-guru dapat
memperoleh manfaat secara nyata berupa peningkatan kualitas
profesionalme guru.

DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin,dkk. 2006. Supervisi pendidikan dan pengajaran. Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang
Pidarta, Made. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sahartian, Piet.A. 2000. Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan dalam rangka
Pengembangan Sumber Daya manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjna, H.D. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru.
Soetopo, Hendiyat. 1995. Kepemimpinan dan Supevisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesiona.. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervisi Sekolah. Jakarta:
Ardadizya jaya.
Arikunto, Suharsisi. 2011. Penelitian Tindakan Untuk Guru, kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah. Yogyakarta: Aditya media.
Martyono. 2011. Dasar-dasar dan teknik Menjadi supervisor pendidikan. Jogyakarta: arRuzz Media.
Mulyasa, E. 2011. Managemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Imron , Ali. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka.
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/06/09/supervisi-klinis-oleh-kepala-sekolah/
repository.unib.ac.id/8444/