IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN (2)

MAKALAH
IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Maklah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih Mu’amalah
Dosen pengampu: Imam Mustafofa, M.SI.

Disusun oleh : Santi Pratiwi
NPM

: 1502100213

Kelas A
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016

1

BAB I

PENDAHULUAN

Islam sebagai agam yang universal, mengatur seluruh kegiatan manusia.
Dalam kehidupan perekonomian, Islam bahkan mengaturnya dengan sebuah
sistem yang sekarang disebut dengan sistem ekonmi syari'ah. Dalam sistem
ekonomi syari'ah, setiap akad yang terbentuk seperti jual beli, sewa,
mudharabah,

hawalah,

wakalah,

harus

selaras

dengan

hukum


Islam.

Sebagaimana yang dipelajari dalam ilmu ushul fiqh bahwa hukum dasar dalam
mu’amalah adalah mubah, maka setiap kegiatan muamalah boleh dilakukan dan
dikembangkan umat Islam, selama tidak ada pelarangan tentang hal itu, seperti
munculnya praktik riba, atau gharar.
Sebagaimana setiap akad yang harus memenuhi rukun dan syaratnya
masing-masing,

akad rahn (gadai) juga harus memenuhi syarat yang telah

ditetapkan dalam syari'ah Islam. Gadai dalam Islam bertujuan untuk memberikan
keamanan bagi pemberi hutang agar ia dapat tenang dan tak khawatir bahwa
hutangnya tidak akan dilunasi. Akan tetapi sikap saling percaya dan amanah
bagi kedua pihak yang berakad itu lebih penting agar terbentuk ukhuwah
Islamiyyah yang terjaga kokoh dalam tubuh umat Islam.
Makalah ini membahas mengenai implementasi rahn dalam lembaga
keuangan syari’ah, aplikasi rahn dalam lembaga keuangan syari’ah, manfaat
rahn, resiko rahn, mekanisme pegadaian dalam Islam, sampai pada tahap
pelaksanaannya. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber bacaan bagi para

mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya dan dapat menambaha
khasanah pengetahuannya.

1

BAB II
IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah
Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian, terutama
untuk membantu

nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang

mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak
menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas
barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi
permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas
pembiayaan kepada nasabah. 1
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut, rahn dipakai

sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan atau
collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah.
Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
Di beberapa negara islam termasuk di antaranya malaysia, akad rahn telah
dipakai alternatif dari penggadaian konvensional. Bedanya dipungut dari
nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama anatara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat
bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya
sekali dan ditetapkan di muka.2
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu
gadai syariah, diantaranya :
1. Rukun gadai
a. Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin
(yang menerima gadai)
b. Al-Marhun yaitu barang yang digunakan untuk Rahin untuk dijadikan
jaminan dalam mendapatkan utang.

1

Veithzal Rivaidan andrea permata veitzal yang dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah

Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.201-202.
2

Muhamad Syafi’i Antonio, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer,
(Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.202.

2

c. Al-Marhun bih (utang), syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh
debitur kepada kreditur, utang tersebut dapat dilunasi dengan agunan
tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik).
d. Sighat, Ijab dan Qabul
2. Syarat gadai
a. Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan
waktu yang akan datang
b. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai
dengan aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad.
c. Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah
kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak
yang memberi piutang, barang yang dimanfaatkan, jika tidak

bermanfaat maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan.
d. Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai)
atau wakilnya sebagai jaminan utang.3
Alur praktik rahn dalam Lembaga Keuanga Syariah umumnya adalah
sebagai berikut:
1. Nasabah

menyerahkan

jaminan

(marhun)

kepada

bank

syariah

(murtahin). Jaminan ini berupa barang bergerak.

2. Akad pembiayaan dilaksanakan antara rahin (nasabah) dan murtahin
(bank syariah).
3. Setelah kontrak pembiayaan ditandatangani, dan agunan dierima oleh
bank syariah, maka bank syariah mencairkan pembiayaan.
4. Rahn melakukanpembayaran kembali ditambah dengan fee yang telah
disepakati. Fee ini berasal dari sewa tempat dan biaya untuk
pemeliharaan agunan.4

Ira Ikasa Putri, Analisis Perlakuan Aku ta si Pe biayaa Gadai Syari’ah Rah pada PT
Ba k Syari’ah Ma diri Tbk, Caba g Po tia ak. Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Tanjungpura Vol. 2 Desember 2013
3

4

Ismail, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo
Persada, 2016), h.202.

3


Praktik

rahn

dalam

Lembaga

Keuangan

Syariah

(LKS)

dapat

disimplikasikan sebagai berikut:
1. Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang
digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang
digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka

nasabah harus bertanggung jawab.
2. Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan penjualan barang
yang digadaikan atas perintah hakim.
3. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin
bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan
tersebut menjadi milik nasabah.
4. Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah
menutupi kekurangannya.5
B. Aplikasi Rahn dalam Perbankan Syariah
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut:
a. Sebagai produk pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad
tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang
nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Sebagai produk tersendiri
Di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia,
akad

rahn


telah

dipakai

sebagai

alternatif

dari

pegadaian

konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn,
nasabah tidak dikenakan bunga, yang di pungut dari nasabah adalah
biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari
sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya
rahn hanya sekali dan di tetapkan dimuka.
Tahap-tahap pelaksanaan gadai syari’ah:6


5

Heri Sudarsono, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer,
(Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.203.

4

1. Tahap pengajuan
Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman
dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa
persyaratan :
a) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya
b) Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berhargamisalnya berupa
emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor,
c) Untuk

kendaraan

bermotor,

cukup

menyerahkan

bdokumen

kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap
jaminan
d) Mengisi formulir permintaan pinjaman;
e) Menandatangani akad
2. Tahap perjanjian
Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan
negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak
Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan
untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah
sepakat

atas

perjanjian

yang

ada,

maka

nasabah

langsung

menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam
perjanjian gadai syariah ini adalah akad ijroh atau Fee Based marhun
yang bisa di sebut ijarah yakni rahin dimintai imbalan sewa tempat, ujroh
memeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.
C. Manfaat Rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adlah sebagai
berikut:
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main
dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang
deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah

Ahmad Supriyadi, Jur al : Struktur Huku
Empirik : Jurnal Penelitian Islam.
6

Akad Rah di Pegadaia Syari’ah Kudus.

5

peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun)
yang dipegang oleh bank.
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang
tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesuliatan dana,
terutama didaerah-daerah.
Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya
kongkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan
keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia
(penahan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga
harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang
berlaku secacra umum.7

D. Resiko Rahn
adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapakan
sebagai produk adalah:
a. Risiko tidak terbayarnya utang nasabah (wanpretasi).
b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
Risiko akad rahn sebagai berikut:8
Produk/jasa

Akad

Gadai

Rahn/qard

E. Mekanisme Operasional Pegadaian Islam
Dari landasan islam tersebut maka mekanisme operasional
pegadaian islam dapat digambarkan sebagai berikut, melalui rahn,
nasabah menyerahkan barang dan kemudian pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang
tmbul dari proses pegadaian adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi
nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dannkeseluruhan
proses
7
8

kegiatannya.

Atas

dasar

ini

dibenarkan

bagi pegadaian

M. Syafi’i Antonio, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2011), h.298-299.
Ascarya, Fiqih Eknomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2011), h.299.

6

mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
Pegadaian islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea
sewa tempat yang di pungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa
modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga disini dapat
dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstik” yang
akan

menarik

dipegadaian.

minat

konsumen

untuk

menyimpan

barangnya

9

Adpun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut
melputi:
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin
mensyaratkan barang barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa
batas.
2. Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang
di-rahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah
penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa
diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahnkan sserta jangak waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa , biaya asuransi,
penyimpanan, keamanan,dan pengelolaan serta administrasi. 10
Untuk

dapat

memperoleh

layanan

dari

pedagaian

islam,

masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian,
kendaraan, dan lain-lain)unutk dititipkan disertai dengan copy tanda
pengenal. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang
bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan
pengenaan sewa simpan (jasa simpanan) dan plafon uang pinjaman yang
dapat diberikan. Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai
9

Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.280.

10

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.280.

7

intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh perum pegadaian.
Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari
nilai taksiran barang.11
Setelah melalui tahapan ini, pegadaian Islam dan nasabah
melakukan akad dengan kesepakatan:
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman di tetapkan
selama maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp 90,(sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per
10 hari yang dibayar bersama pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasiyang besarnya ditetapkan oleh
pegadaian pada saat pencaiaran uang pinjaman.12
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:
a. Melakukan penebusan barang atau pelunasan pinjaman
kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan.
b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dulu
jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi.
c. Atau hanya membayar jasa simpanan saja terlebih dulu jika
pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi
pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya
membayar jasa simpanan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi
barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan
pokok pinjaman, jasa simpanan, dan pajak merupakan uang kelebihan
yang menjadi uang nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu
tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun
ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut pegadaian islam akan
menyerahkan uang kelebihan uang kepada Badan Amil Zakat sebagai
ZIS.13
11

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281.
Ibid.
13
Ibid.,h.282.
12

8

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari
teknik transaksi pegadaian islam dibandingkan dengan pegadaian konvensional,
yaitu:
1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar
oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari
nilai pinjaman.
2. Pegadaian

konvensional

hanya

melakukan

satu

akad

perjanjian, utang piutang dengan jaminan barang bergerak
yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan
barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga
pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan
barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fludisia. Berbeda dengan pegadaian islam yang mensyaratkan
secara

mutlak

keberadaan

barang

jaminan

untuk

membenarkan penarikan bea jasa simpan.14

F. Analisis SWOT Pegadaian Islam
1. Kekuatan (Strength) dari sisyem gadai Islam.
a. Dukungan

umat

islam

yang

meruupakan

mayoritas

penduduk. Perusahaan gadai islam telah lama menjadi
dambaan umat islam di indonesia, bahkan sejak masa
kebangkitan nasional yang pertama.
b. Dukungan dari lembaga keuangan Islam diseluruh dunia.
Adanya pegadaian islam yang sesui dengan prinsip-prinsip
Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat
islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram.15
2. Kelemahan (Weakness) dari sistem mudharabah.
a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan
berasumsi bahwa semua orangterlibat dalam perjanjian
bagi hasil adalah jujur dapat menjadi boomerang karena
pegadaian Islam akan menjadi sasaran empuk bagi
14
15

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281.

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.284.

9

mereka yang beriktikad tidak baik. Contoh: pinjaman
mudharabah yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan
sangat bergantung kepada kejujuran dan iktikad baik
nasabahnya. Bisa

saja

terjadi nasabah melaporkan

keadaan yang sebenarnya. Misalnya, suatu usaha yang
untung

dilaporkan

rugi

sehingga

pegadaian

tidak

memperoleh bagian laba.
b. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama
dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba
nasabah yang kecil-kecil.dengan demikian, kemungkinan
salah

hitung

setiap

saat

bisa

terjadi

sehingga

diperlukankecermatan yang besar.
c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka
pegadaian Islam lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga
profesional yang handal.
d. Karena pegadaian Islam belum dioperasikan di Indonesia,
maka kemungkinan disana sini masih diperlukan perangkat
peraturan

pelaksanaan

untuk

pembinaan

dan

pengawasannya.16
3. Peluang (opportunity) dari pegadaian islam. Bagaimana peluang
dapat didirikannya pegadaian Islam dan kemungkinannya untuk
tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat dilihat dari berbagai
pertimbangan yang membentuk peluang-peluang di bawah ini:
a. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama
b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian
Islam.17
4. Ancaman (threat) dari pegadaian Islam. Ancaman yang paling
berbahaya ialah apabila keinginan akan adanya pegadaian Islam itu
dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak
yang akan menghalangi berkembangnya pegadaian islam ini sematamata hanya karena tidak suka apabila umat islam bangkit dari
keterbelakangan ekonominya. Merekan tidak mau tahu bahwa
16
17

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:kencana, 2010), h.285-286.
Ibid.,h.286-288.

10

pegadaian Islam itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa
pandang suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu promodial,
eksklusivisme atau secara mungkin akan dilontarkan untuk mencegah
berdirinya pegadaian islam.18

G. Penyelesaian Gadai
Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, galam gadai tidak
boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila
rahin tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu yang telah ditentukan,
maka mahrun menjadi milik murtahin sebagai pembayaran utang”, sebab ada
kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk
membayar utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang
gharus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada
kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran yang telah
ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada utang yang harus dibayar,
yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.19
H. Perbedaan Antara Rahin dan Murtahin
1. Perbedaan dalam Jumlah Utang
Apabila terjadi pertentangan antara rahin dan murtahin tentang
jumlah utang, menurut jumhur ulama, pendapat yang diterima adalah
ucapan rahin dengan sumpahnya, sebab rahin sebagai tergugat. Dalam
salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn
Abbas dinyatakan bahwa tergugat dianggap benar dengan sumpahnya.
2. Perbedaan Penyebab Kerusakan pada Borg
Jika murtahin dan rahin berbeda pendapat tentang penyabab
kerusakan borg, pendapat yang diterima adalah ucapan murtahin sebab
ia yang telah menjaganya.20

18

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.289.
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2010), h.110.
20
Ibn Rusyid, yang dikutip oleh Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung:Pustaka Setia,
2001), h.179-180.
19

11

BAB III
PENUTUP

Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian,
terutama untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya
yang mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank
tidak menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas
barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi
permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas
pembiayaan kepada nasabah.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari
sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya rahn
hanya sekali dan di tetapkan dimuka.
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adlah sebagai berikut:




Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan
fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.
Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito,
bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar
janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan

sangat membantu saudara kita yang kesuliatan dana, terutama didaerah-daerah.

12

DAFTAR PUSTAKA

Nen Amran, 2011, Fiqih Perbankan Syari’ah, Jakarta: PT Refika Aditama
Sayyid Sabiq, 2013, Fiqih Sunnah, Jakarta: PT Darul Fath
Imam Mustofa, 2016, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001
Ira Ikasa Putri, Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Gadai Syari’ah (Rahn)
pada PT Bank Syari’ah Mandiri Tbk, Cabang Pontianak. Jurnal Audit dan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Vol. 2 Desember
2013
Ahmad Supriyadi, Jurnal : Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syari’ah
Kudus. Empirik : Jurnal Penelitian Islam
M. Syafi’i Antonio, Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta:Kencana, 2011
Ascarya, Fiqih Eknomi Syariah, Jakarta:Kencana, 2011
Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana,
2010)
Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta:Kencana, 2010
Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta:Gema Insani, 2001)

13