MENDESAIN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN

MENDESAIN PRINSIP SYARIAH DALAM
KEGIATAN USAHA PERASURANSIAN
Disusun oleh:
ROFIAH
HIKMAH SUPRIHATIN
MUHAMMAD ILHAM AKBAR

(12810020)
(12810021)
(12810022)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

ABSTRAK
Menjalankan bisnis syariah harus mengikuti prinsip prinsip dasar syariah. Dalam
menjalankan bisnis syariah khususnya pada pembahasan ini mengenai asuransi
syariah terdapat harus menghindari unsur unsur yang bertentangan dengan prinsip
islam yaitu Gharar, Riba, dan Maisir. Dalam pelaksanaannya juga harus sesuai

dengan prinsip prinsip asuransi syariah yaitu Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar,
Prinsip Tolong-Menolong (Ta‟awun), Prinsip Saling Bertanggung Jawab, dan
Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu. Keempat prinsip tersebut
merupakan prinsip dasar dalam Asuransi Syariah. Baik dari sisi Akad, Polis,
Klaim dan Investasi asuransi syariah harus terhindar dari 3 unsur tersebut yang
dilarang oleh islam, bahkan Allah telah melaknat barang siapa saja yang
menggunakan unsur unsur tersebut dan Allah mengharamkannya.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lembaga keuangan islam merupakan salah satu instrumen pembangun
ekonomi Islam. Sebagai pembangun ekonomi islam, lembaga keuangan islam
dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis tidak terlepas dari norma-norma
syariah. Norma syariah dalam lembaga keuangan syariah mengandung prinsip
keadilan,kemitran transparasi dan universal. Faktor prinsip tersebut membuat
lembaga keuangan islam berkembangan. Perkembangan Lembaga keuangan islam
terbagi atas bank syariah, asuransi syariah, lembaga zakat, pegadaian syariah,
baitul mal waltamyiz dan badan wakaf.
Salah satu institusi yang berperan dalam perkembangan lembaga keuangan
syariah adalah asuransi syariah. Asuransi syariah merupakan suatu pengaturan

resiko yang memenuhi ketentuan nilai-nilai syariah, tolong menolong secara
mutual antara pihak peserta dengan perusahaan asuransi. Prinsip yang digunakan
dalam asuransi syariah yaitu tolong- menolong, bertanggung jawab, utmost good
faith,indemnity, proximate cause (prinsip penyebab dominan), surbogation,
kontribusi.
Prinsip dasar asuransi menjadi desain pengembangan lembaga asuransi /
usaha perasuransian. Penerapan desain prinsip syariah pada perusahaan asuransi
syariah perlu dilakukan dikarenakan prinsip tersebut menjadi dasar ideologi dari
asuransi syariah. Oleh karenaya diperlukan desain prinsip syariah yang unggul
yang berguna untuk memajukan perusahaan.
Rumusan Masalah
Berdasar atas belakang tersebut, pokok bahasan permasalahan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanaperbedaan antara asuransi dengan asuransi syariah.
2. Dasar hukum perusahaan / lembaga asuransi syariah
3. Desain prinsip syariah dalam perusahaan asuransi
Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan yaitu
1. Mengetahui gambaran Bagaimana perbedaan antara asuransi dengan
asuransi syariah.

2. Mengetahui Dasar hukum perusahaan / lembaga asuransi syariah
3. Mengetahui gambaran umum desain prinsip syariah dalam usaha
perasuransi
Manfaat Penelitian
1. Memberikan pemahaman kepada pembaca apa perbedaan asuransi syariah
dengan asuransi konvensional
2. Memberikan pemahaman kepada pembaca apa saja dasar hukum asuransi
syariah
3. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai prinsip syariah yang
bisa diimplementasikan di asuransi.

TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahsa Belanda, assurantie, yang dalam hukum
Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan1. Menurut Robbert I.
Mehr, asuransi adalah a device for reducing risk by combining a suffisient number
of exposure unit to make their individual losses collectively predictable. The
pedictable loss is then shared on distributed proportionately among all unit in
combination (Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan
sejumlah unit unit beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat

diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dapat di bagi dan
didistribusikan secara proporsional diantara semua unit unit dalam gabungan
tersebut.2
Di Indonesia definisi asuransi tertuang dalam UU Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian3 “asuransi atau
pertanggungan adalah Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
tertanggung mengikat diri pada pihak penanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberi pengganti pada pihak tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangankeuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan”.
b. Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta‟min, takaful dan tadhamun ,
penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu
atau musta’min. At-ta’min adalah seseorang membayar atau menyerahkanuang
cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagai mana
yang telah disepakati, atau mendapat ganti dari harta yang hilang dikatakan
seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau
mobilnya4. Dalam takaful biasanya ada empat pihak yang terlibat yaitu Peserta,

pengelola/penanggung, yang tertanggung, dan penerima
c. Maisir, Gharar Dan Riba
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk
merugikan pihak lain. Menurut imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad
yang dilarang dalam syari‟at Islam. Imam Al-Qarafi mengemukakan gharar
adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan
1

Muhammad syakir sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasionalnya. (Jakarta; Gema
Insani), 2004. Hal 26
2
Ibid
3
Ibid, Hal 27
4
Ibid hal 28

terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual-beli ikan yang masih di dalam air
(tambak).
Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh

sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama diartikan
sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk pemilikan suatu
benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain
dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian
tertentu”.
Menurut bahasa, pengertian riba artinya ziyadah (tambahan) atau nama‟
(berkembang). Sedangkan menurut istilah pengertian dari riba adalah penambahan
pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
d. Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip-prinsip Asuransi (kerugian)5 adalah yang dijelaskan sebagai berikut;
1. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar
Allah adalah Pemilik mutlak atau Pemilik sebenarnya seluruh harta
kekayaan. Ia adalah Pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha
Memilikinya. Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hakNya pula untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya atau
merenggutnya dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.
2. Prinsip Tolong-Menolong (Ta‟awun
Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah yaitu prinsip
tolong-menolong, yang merupakan pondasi dasar dalam menegakkan asuransi

syariah. Allah berfirman dalam surat al-Maa‟idah:2 yang berbunyi:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.
Janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (alMaa’idah:2)
3. Prinsip Saling Bertanggung Jawab
Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu
sama lain. Memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas merupkan suatu ibadah.
Hadist-hadist yang berkaitan dengan tanggung jawab yaitu:
“kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara
satu dengan yang lain seperti satu tubuh (jasad). Apabila satu dari anggotanya
tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Rasa tanggung jawab terhadap sesama muslim merupakan kewajiban
sesama insan dan juga merupakan fardhu kifayah dalam konsep Islam.
5

SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional .
Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 228

4. Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

Salah satu keutamaan umat Islam yaitu untuk saling membantu sesamanya
dalam kebajikan, karena bantu-membantu itu merupakan gambaran sifat kerja
sama sebagai aplikasi dari ketakwaan kepada Allah. Seperti dalam surat alMaa‟idah: 2 yaitu:
“bekerja samalah kamu pada perkara-perkara kebajikan dan takwa.
Jangan bekerja sama dalam perkara-perkara dosa dan permusuhan.” (alMaa’idah:2)
Islam adalah agama jama’i, artinya banyak hal yang mesti dikerjakan
secara bersama. Begitu juga dalam asuransi, asuransi merupakan bagian dari
usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama membesarkan dana, guna saling
membantu di antara umat Islam kalau terjadi suatu peristiwa yang merugikan
harta dan jiwa umat Islam.

1.

2.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian Kualitatif Deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam paper ini adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang kedua yaitu
melalui situs-situs internet maupun buku-buku yang bisa dijadikan rujukan
referensi.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi Syariah dan yang membedakan dengan asuransi
konvensional.
a. Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penganggung disebut
dengan mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut dengan mu’amman lahu atau
musta’min. Kata yang paling tepat digunakan untuk mendefinisikan istilah atta‟min, yaitu Men-ta „min-kan sesuatu, artinya yaitu seseorang
menayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar iaatau ahli warisnya mendapatkan
sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang, dikatakan seseorang mempertanggungkan atau
mengasuransikan hidupnya, rumahnya, atau mobilnya.6
Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberikan definisi
bahwa asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) merupakan usaha saling

melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.7
Menurut Muhaimin Iqbal asuransi syariah yaitu suatu pengaturan
pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong-menolong secara
mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuanketentuan di dalam Al-Qur‟an (firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad saw.) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad
saw.).8
b. Yang Membedakan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Dalam Asuransi Syariah pengelolaan dan penanggungan sebuah risiko,
tidak diperbolehkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur tersebut yaitu Gharar, Maisir,
dan Riba. Ketiga unsur ini yang menjadi pembeda dengan Asuransi Konvensional.
Unsur-unsur tersebut yaitu:9
1. Gharar (ketidakpastian)
Gharar menurut mazhab Imam Safi‟i dalam kitab Qulyubi wa Umair
adalah al-ghararu manthawwats‟ „annaa „aaqibatuhu awmaataroddada baina
6

SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional .
Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 28

7
SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional .
Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 30
8
Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya Menghilangkan Gharar , Maisir
dan Riba. Gema Insani, Jakarta, 2005. Hlm 2
9
SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional .
Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 46

amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa, yang artinya, aharar itu adalah apa-apa
yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling
mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. Sedangkan menurut bahasa
gharar merupakan al-khida’ yaitu penipuan suatu tindakan yang di dalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Inilah yang dimaksud dengan Gharar
„ketidakjelasan‟ yang dilarang dalam islam. Kehebatan sistem Islam dalam bisnis
sangat menekankan hal ini, supaya kedua belah pihak yang melakukan transaksi
jual beli tifdak merasa dizalimi atau terzalimi. Contoh jual beli gharar yaitu
menjual anak lembu yang masih dalam perut ibunya, menjual burung yang
terbang di udara. Ia dapat menjadi gharar karena tidak dapat dipastikan.
2. Maisir (judi/untung-untungan)
Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja,
yang biasa disebut dengan judi. Prinsip berjudi adalah terlarang,, baik itu terlibat
secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama
sekali, lalu hanya mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya mencobacoba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan. Dan
kita mendapatkan apa yang semestinya tidak kita dapatkan.
3. Riba (bunga)
Riba secara bahasa bermakna ziyadah yaitu tambahan. Secara istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil. Firman Allah dalam Surat Fushshilat: 39 yaitu “Apabila kami turunkan air
di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (Fushshilat: 39)
Syafi‟i Antonio menjelaskan masing-masing jenis riba yaitu:
a. Riba Qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena sipeminjam
tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk
dalam jenis barang ribawi.
d. Riba Nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
Riba dalam Nasi‟ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahhkan
kemudian.

Bagaimana risiko itu dikelola dan ditanggung juga merupakan hal yang
membedakan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional, pada asuransi
syariah istilah yang di gunakan yaitu penganggung disebut dengan mu’ammin,
sedangkan tertanggung disebut dengan mu’amman lahu atau musta’min

sedangkan dalam asuransi konvensional hubungan antara operator istilah yang
digunakan yaitu penanggung dan peserta disebut sebagai tertanggung.
B. Dasar Hukum dan Regulasi Asuransi Syariah
Peraturan mengenai perasurasian Indonesia terdapat dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dan Undandundang No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan Peraturan Pemerintah
No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun
1992 tentang usaha penyelenggaraan perasuransian.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu
“Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung
mengikatkan diri mereka kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”
Asuransi berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, yaitu
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang yang
dipertanggungkan”
Berdasarkan Undang-Undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara
pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi)
dimana terjadi konsep peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung.
Menurut Undang-Undang Bisnis Asuransi, objek asuransi adalah benda
dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua
kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya.
Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibanding dengan
pengertian dalam pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan
jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep
gotong royong (taawun, mutual protection) dan produk-produk asuransi unitlinked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam
Undang-Undang Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.10 Landasan
Filosofis Asuransi Syariah, yaitu;
a) Al-Quran dan Al-Hadist
Dalam al-Quran memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik
asuransi syariah dan tidak ada satu ayat pun yang menjelaskan tentang praktik
10

Ganie, Junaedi. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika. 2013, cet.2. hlm.128-129

ta’amin maupun takaful. Akan tetapi dalm al-Quran terdapat ayat-ayat yang
memuat tentang nilai-nilai asuransi Islam. Nilai yang diambil dalam al-Quran
antara lain.
o Perintah untuk Saling Bekerjasama dan Bantu membantu
“..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.” ( Al-Maidah: 2)
o Perintah Allah untuk Mempersiapkan Hari Depan
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)
o Firman Allah tentang Prinsip-prinsip Bermuamalah
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (AnNissa: 58)
o Perintah Allah untuk Saling Bertanggung Jawab
“Kedudukan persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang lainnya
ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan
dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh lainnya.” (HR Bukhari dan
Muslim)
o Perintah Allah untuk Saling Bekerja Sama dan Bantu Membantu
“Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi
hajatnya”
(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
o Perintah Allah untuk Saling Melindungi dalam Keadaan Susah
“Demi diriku yang dalam kekuasaan Allah, tidaklah masuk surga orangorang yang tidak memberikan perlindungan bagi tetangganyaa yang
dalam kesusahan.”
(HR Ahmad)
b) Kaidah-Kaidah Fiqh tentang Muamalah
 “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
 “Menghindarkan mafsadat (kerusakan/ bahaya) harus didahulukan
atas mendatangka n kemaslahatan.”
 “Bahaya beban berat harus dihilangkan.”
c) Landasan Yuridis Asuransi Syariah di Indonesia
Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang usaha-usaha peransuransian,
tidak dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah karena
tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, serta
tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam kaitannya kegiatan
administrasinya.

Secara lebih teknis peraturan operasional mengenai perusahaan asuransi
maupun reasuransi yang berdasarkan prinsip syariah memiliki kekuatan hukum
maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan
yang ada di Indonesia, meskipun dirasa belum memiliki kepastian hukum yang
kuat. Pedoman untuk menjalankan asuransi syariah juga terdapat dalam Fatwa
Dewan Asuransi Syariah Majelis Ulama Indonesia. Antara lain.
 fatwa DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001, Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah;
Menurut fatwa DSN no 21, yang dimaksud dengan asuransi syariah
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang atau pihak dengan menggunakan akad yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah disini dimaksudkan sebagai akad yang
terbebas dari gharar, maysir, riba, dzulm, riswah, barang haram dan
maksiat. Premi pada asuransi syariah dibagi menjadi dua bagian, yaitu
dana premi yang disisihkan untuk dana tabarru‟ dan dana tijary.
Dana yang terkumpul dari nasabah sebagai premi dapat diinvestasikan
oleh pihak asuransi, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba, dan
tidak menyalahi syariat islam.
 fatwa DSN-MUI No.51/DSN-MUI/III/2006, tentang akad mudharabah
musyarakah pada asuransi syariah;
pada fatwa DSN no 51 ini, menjelaskan tentang akad mudharabah
musytarakah pada praktek asuransi syariah. Dengan merujuk kepada
beberapa ayat Al Quran, hadist dan ijma‟ para ulama, Dewan Syariah
Nasioanal memperbolehkan akad Mudharabah Musyarakah ini digunakan
dalam pengelolaan premi pada asuransi syariah. Akad ini digunakan pada
asuransi jiwa, kerugian dan reasuransi syariah. Dalam akad ini nasabah
berperan sebagai mudharib dan yang menyertakan modal atau dananya
dalam investasi bersama dana peserta.
Modal atau dana pihak asuransi dan premi yang terkumpul dari peserta
diinvestasikan secara bersamaan dalam portofolio. Sedangkan ketentuaketentuan yang terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak
harus disepakati pada saat awal terjadinya akad.
 fatwa DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006, tentang akad wakalah bil
Ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah;
dalam fatwa no .52, dengan merujuk kepada beberapa ayat Al Quran,
hadist dan ijma‟ para ulama Dewan Syariah Nasional mengatur tentang
akad wakalah bil ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi syariah.
Wakalah bil ujrah merupakan pemberian kuasa dari peserta kepada
perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan
pemberian ujrah (fee). Sebagai seorang wakil, pihak asuransi tidak boleh
mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya tanpa seizing
muwakkil.
 fatwa DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006, tentang akad tabarru’ pada
asuransi dan reasuransi syariah;
Dalam fatwa DSN no.53, dijelaskan mengenai akad tabarru‟ pada asuransi
syariah, dengan merujuk kepada beberapa ayat Al Quran, hadist dan ijma‟



para ulama. Akad tabarru‟ merupakan akad yang harus melekat pada
semua produk asuransi syariah. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong menolong peserta bukan untuk tujuan komersial.
Dalam akad tabarru‟peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang menerima musibah. Dana tabarru‟
dapat diinvestasikan oleh pihak asuransi. Apabila terjadi surplus
underwriting dalam dana tabarru‟ maka dapat diperlakukan seluruhnya
sebagai dana cadangan dalam akun tabarru‟. Surplus dana tabarru‟ dapat
dibagikan kepada para peserta yang telah memenuhi syarat. Namun jika
terjadi defisit underwriting maka dapat diatasi dengan malakukan
pinjaman (qordh).
fatwa DSN-MUI No.81/DSN-MUI/III/2011, tentang pengembalian dana
Tabaru‟.
Fatwa DSN no.81 ini membahas tentang pengembalian dana tabarru‟ bagi
peserta asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. Secara
individu, dana peserta asuransi yang sudah masuk kedalam dana tabarru‟
tidak boleh diminta kembali. Namun secara kolektif para peserta berhak
untuk mengatur pengembalian dana tabarru‟ kepada peserta asuransi
secara individu yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. Bentuk
pengaturan asurans, sehingga pada akhirnya perusahaan asuransi yang
berhak mengatur dan mengembalikan dana tabarru kepada para peserta
asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir.

C. Mendesain Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Usaha Perasuransi
Islam melarang adanya praktik transaksi yang mengandung unsur grarar,
riba, dan maisir dalam menjalankan bisnis. Namun hal yang tidak dapat kita
pungkiri bahwa lembaga keuangan yang berdiri di negara indonesia masih
lembaga keuangan konvensional dan masih mengandung unsur gharar, riba, dan
maisir. Walau islam tidak bisa memungkiri bahwa pentingnya Lembaga keuangan
bagi hajat hidup orang banyak, termasuk didalamnya yaitu lembaga
perasuransian. Yang bisa dilakukan untuk tetap menjalankan lembaga keuangan
tanpa adanya unsur unsur yang diharamkan tersebut, islam menggunakan akad
islam yang dapat melahirkan produk asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah
dan diperbolehkan oleh islam.
Perkembangan Asuransi syariah di indonesia berkembang cukup baik,
berikut data ikhtisar data keuangan asuransi syariah periode januari sampai
september 2014.

Tabel.1
Data Ikhtisar Data Keuangan Asuransi Syariah Periode Januari Sampai September
2014

Sumber ; OJK

Dari data diatas bisa dilihat baik total aset, total investasi, kontribusi bruto,
klaim bruto, dan kewajiban di setiap bulannya mengalami peningkatan. Atau bisa
dikatakan bahwa setiap bulannya masyarakat semakin sadar untuk melakukan
transaksi asuransi syariah. Dengan begitu bisa dikatakan ada orang yang niat
untuk melakukan kebaikan bersama, dan menmbangun solidaritas bersama. Hal
ini berbicara tentang prinsip syariah dalam menjalankan transaksi asuransi syariah
a. Akad Asuransi Atau Reasuransi Syariah
Akad dalam islam yang bisa diimplementasikan di dalam kegiatan
asuransi syariah adalah akad Tijarah dan akad tabarru‟. Sedangkan berdasarkan
fatwa DSN MUI, jenis akad yang dapat diterapkan dalam asuransi syariah adalah
akad mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah, dan akad tabarru‟. Ketentuan
mengenai akad dalam asuransi syariah yaitu11; Pertama, Akad dalam asuransi
syariah terdiri atas akad Tijarah dan tabarru‟. Asuransi yang mendasarkan pada
Akad Tijarah adalah akad mudharabah, akad yang dilakukan dengan tujuan
komersial. Dari dana premi yang terkumpul akan ada sistem bagi hasil yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan asuransi dan peserta asuransi.
Akad tijarah bisa berubah menjadi akad tabarru‟, hal ini bisa terjadi jika pihak
yang tertahan haknya rela melepaskan haknya dan menggugurkan kewajiban
pihak yang belum menunaikan haknya.
Sedangkan asuransi yang mendasarkan pada akad tabarru‟ adalah akad
hibah. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan tolong menolong bukan untuk
tujuan komersial. Dalam asuransi syariah terdapat dua rekening yaitu rekening
tabungan dan rekening tabarru‟. Rekening tabungan merupakan milih dari peserta
asuransi dan dimiliki oleh setiap peserta asuransi. Sedangkan rekening tabarru‟
dimiliki oleh semua peserta asuransi dan dijadikan sebagai dana hibah atau dana
11

DSN MUI Nomor 21/DSN/MUI/X/2001 Pedoman Asuransi Syariah

milik bersama. Rekening tabarru‟ atau dana hibah akan berguna untuk membantu
peserta asuransi syariah atau pemegang polis lain yang sedang terkena musibah.
Berbeda dengan akad tijarah, akad tabarru‟ tidak bisa berubah menjadi akad
tijarah.
Dalam proses akad tijarah dan tabarru‟ di asuransi Syariah hal yang harus
disebutkan yaitu; Hak & Kewajiban peserta dan perusahaan; Cara dan waktu
Pembayaran premi; Jenis akad tijarah/tabarru‟ syarat syarat yang disepakati harus
sesuai dengan prinsip syariah, serta sesuai dengan jenis asuransi yang
disepakatkan.
Kedua, Kedudukan Para pihak dalam akad tijarah & tabarru‟. Dalam akad
tijarah, dimana pihak perusahaan reasuransi atau asuransi di pandang sebagai
manager investasi yang mengelolah dana premi peserta dan peserta dipandang
sebagai shahibul maal atau disebut juga sebagai pemegang polis. Sedangkan
dalam akad tabarru‟, peserta sebagai pemberi dana hibah untuk menolong peserta
asuransi lainnya yang sedang terkena musibah dan perusahaan sebagai pengelolah
dana hibah.

Perusahaan sebagai pemegang dana premi, wajib menginvestasikan dana
premi yang terkumpul. Investasi ini dilakukan harus sesuai dengan prinsip
syariah. Kegiatan investasi yang di perbolehkan dalam perusahaan asuransi atau
reasuransi dengan menggunakan sistem syariah, sebagai berikut12; Deposito dan
sertifikat deposito Syariah; Sertifikat wadiah bank indonesia; Saham syariah yang
tercatat di bursa efek; Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek; Surat berharga
syariah yang d terbitkan atau di jamin pemerintah; Unit penyertaan reksadana
syariah; Penyertaan langsung sariah; Bangunan atau tanah dengan bangunan
untuk investasi; Pembiayaan untuk kepemilikan tanah dan/atau bangunan,
kendaraan bermotor dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan
pembyaran ditangguhkan);Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah
(bagi hasil); dan Pinjaman polis.
Ketentuan yang tertulis diatas diharapkan dapat menggambarkan suatu
produk Asuransi atau reasuransi syariah (takaful) yang sesuai dengan prinsip
syariah. Prinsip syariah dari investasi asuransi syariah yaitu13; Pertama, Rabbani.
Seorang investor meyakini bahwa dirinya dan yang diinvestasikannya,
keuntungan, kerugian dan semua pihak yang terlibat adalah milik allah. Manusia
hanya mengambil dan melaksanakannya saja, tanpa memiliki yang hakikatnya
adalah semua yang kita miliki adalah kepunyaan Allah. Pihak yang terlibat
langsung dalam investasi yaitu pihak investor( mudharib), dan pihak pengelolah
dana (Mudharab).

12

Prof. DR. Abddul Ghofur Anshori, S.H.,M.H . Asuransi Syariah di Indonesia (regulasi dan
operasionalisasinya di dalam kerangka hukum positif di Indonesia. (Yogyakarta; UII Press). Hal24
13 13
SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem
Operasional. Gema Insani, Jakarta, 2004. Hal 363-367

Kedua, Halal. Halal disini mencakup semua aspek investasi yaitu Niat dan
Motivasi yang berorientasi pada hal yang bersifat win-win stau saling
menguntungkan; Transaksi yang dilakukan dengan prinsip syariah dan dalam
transaksi juga dilakukan dengan jelas dan tidak riba didalamnya serta kerelaan
transaksi diantara kedua belah pihak atau lebih; Prosedur pelaksanaan transaksi
bersifat amanah dan profesional; Jenis barang atau jasa yang ditransaksikan;
Penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan.
Ketiga, Maslahah. Bermanfaat bagi selruh elemen masyarakat, baik bagi
pihak yang bertransaksi ataupun dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada
umumnya. Jika dalam bertransaksi ada pihak yang merasa dirugikan allah sangat
mencela dan mengutuk bagi siapa saja yang melakukan transaksi namun
membawa kerugian atau bahkan sama sekali tidak membawa maslahah.

b. Kontrak Asuransi Syariah
Kotrak Asuransi Syariah merupakan salah satu hal yang penting dalam
proses asuransi syariah, dalam kontrak asuransi syariah harus membentengi diri
dari unsur gharar, riba, dan maisir dan kontrak harus sesuai dengan prinsip
syariah. Baik itu dalam kontrak, harga, metode, jumlah, dan waktu pembayaran
oleh orang orang mengadakan kontrak. Islam mengharamkan jual beli dengan
yang mengandung unsur unsur tersebut, maka dari itu kontrak asuransi syariah
disini bukan sebagai transaksi jual beli14.
Dalam kontrak asuransi syariah model polis asuransi syariah didasarkan
oleh prinsip agama islam yaitu saling solidaritas yang terdapat di dalam Al-Quran
surat Al Maidah ayat 215, Allah berfirman;
....     ...
Artinya “...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa...”. (Q.S Al-Maidah, 5;2)
Dari ayat diatas telah dijelaskan bahwa sesama manusia harusnya saling
tolong menolong dalam kebaikan dan takwa tanpa mengharapkan imbalan
langsung. Hal ini sesuai dengan prinsip asuransi syariah yaitu tolong menolong
atau saling membantu meringankan beban orang lain.
Dalam kontrak asuransi syariah upaya untuk menghindarkan dari unsur
yang di haramkan gharar, riba dan maisir berikut alternatif yang dapat
digunakan16; Pertama ,Kontrak Mudharabah. Kontrak antara pemilik modal
14

Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Riba,
dan Maisir).(Jakarta;Gema Insani). Hal 27.
15
Mohd Ma‟sum Billah. Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern ( Tinjauan Hukum dan
Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel Asia). Hal 31.
16
Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Riba,
dan Maisir).(Jakarta;Gema Insani). Hal 28

dengan pengelola, dimana keuntungan sesuai dengan persentase atau rasio yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Serta kerugian sepenuhnya akan
ditanggung oleh pemilik modal, peserta menyediakan mdal untuk operator
asuransi syariah. Kedua, Kontrak musyarakah (usaha patungan). Kedua belah
pihak melakukan patungan, keuntungan akan dibagi sesuai dengan modal atau
negosiasi dan kerugian juga berdasarkan dengan modal, dengan kata lain kedua
belah pihak mendapat keuagian yang sama sesuai dengan modal awal yang
dikeluarkan oleh masing masing pihak.
Ketiga, Kontrak kafalah. Pihak penjamin menjamin bila peminjam tidak
memenuhi kewajibanny terhadap kreditor. Keempat, Kontrak wakalah. Dimana
ada suatu pihak menunjuk atau memberi wewenang yang bertindak atas namanya
baik bersifat umum ataupun khusus. Kelima , Kontrak ju‟alah. Kontrak ini hampir
sama dengan kontrak wakalah, namun pembayaran kepada pihak ditunjuk diukur
berdasarkan kinerjanya.

Kontrak kontrak diatas telah sesuai dengan prinsip syariah, bebas dari
unsur unsur yang diharamkan. Kontrak diatas menggambarkan keseimbangan dari
keuntungan sesuai dengan porsinya dan tidak ada yang dirugikan. Ruang lingkup
kontrak atau polis asuransi syariah jika dilihat sangatlah luas, hal ini juga untuk
mendukung kemudahan hidup di dunia ini sejalan dengan firman allah didalam
alquran surat Al-Baqarah ayat 201, yaitu;
              
Artinya “ dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
neraka"
Walaupun ruang lingkup polis asuransi syariah sangat luas, namun dalam
syariat islam terdapat batasan. Dalam kontrak atau polis asuransinya syariah,
batasan tersebut yaitu pada dasarnya tidak boleh menggunakan unsur riba dalam
investasinya17. Kontrak asuransi syariah semata mata tidak hanya menginginkan
keuntungan personal saja namun bertujuan untuk menjalin kerjasama dan
membangun solidaritas dan rasa persaudaraan dalam sesama. Aspek dasar dari
asuransi sayariah adalah adanya pengawasan dari otoritas negara berdasarkan
aturan syariah dan tidak boleh ada yang telewatkan. M Nejatullah siddiqi
berpendapat bahwa18;
“Semua asuransi yang berkaitan dengan jiwa, lengan dan kaki, dan
kesehatan harus dilakukan dengan pengawasan negara”.

Mohd Ma‟sum Billah. Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern ( Tinjauan Hukum dan
Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel Asia). Hal 35.
18 18
SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem
Operasional. Gema Insani, Jakarta, 2004. Hal 36-37.

17

“Asuransi yang berusaha melindungi dari atas uang dan harta benda harus
dikelolah oleh negara”
Dari pendapat siddiqi dapat di jelaskan bahwa setiap transaksi asuransi
syariah harus dibawah pengawasan otoritas negara. Karena setiap usaha yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah menjadi penanggung jawab atas
kerugian, kerusakan, resiko dan musibah yang tidak diinginkan oleh pihak
manapun, hal ini dipandang sebagai amanah atau agar mendapat sebuah
kepercayaan.

KESIMPULAN
At-ta’min atau Asuransi Syariah adalah seseorang membayar atau
menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah
uang sebagai mana yang telah disepakati, atau mendapat ganti dari harta yang
hilang dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya,
rumahnya atau mobilnya. Dalam Asuransi Syariah pengelolaan dan
penanggungan sebuah risiko, tidak diperbolehkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur
tersebut yaitu Gharar, Maisir, dan Riba. Ketiga unsur ini yang menjadi pembeda
dengan Asuransi Konvensional. Unsur-unsur tersebut yaitu Riba, Gharar, dan
Maisir. Islam menggunakan akad islam yang dapat melahirkan produk asuransi
yang sesuai dengan prinsip syariah dan diperbolehkan oleh islam yaitu
menggunakan akad tijarah dan tabarru‟.

Dalam kontrak asuransi syariah model polis asuransi syariah didasarkan
oleh prinsip agama islam yaitu saling solidaritas. Dimana solidaritas ini
merupakan prinsip yang asuransi syariah yang tertanam. Kontrak asuransi syariah
semata mata tidak hanya menginginkan keuntungan personal saja namun
bertujuan untuk menjalin kerjasama dan dengan rasa persaudaraan dalam sesama.
Berikut merupakan prinsip inti dari asuransi syariah;
1.
2.
3.
4.

Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar.
Prinsip Tolong-Menolong (Ta‟awun
Prinsip Saling Bertanggung Jawab
Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

Islam adalah agama jama’i, artinya banyak hal yang mesti dikerjakan
secara bersama. Begitu juga dalam asuransi, asuransi merupakan bagian dari
usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama membesarkan dana, guna saling
membantu di antara umat Islam kalau terjadi suatu peristiwa yang merugikan
harta dan jiwa umat Islam

DAFTAR PUSTAKA
DSN MUI Nomor 21/DSN/MUI/X/2001 Pedoman Asuransi Syariah.
Prof. DR. Abddul Ghofur Anshori, S.H.,M.H . Asuransi Syariah di Indonesia
(regulasi dan operasionalisasinya di dalam kerangka hukum
positif di Indonesia. (Yogyakarta; UII Press), 2007

Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan
Gharar, Riba, dan Maisir).(Jakarta;Gema Insani), 2005.

Mohd Ma‟sum Billah. Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern
(Tinjauan Hukum dan Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel
Asia),2010.

Ganie, Junaedi. Hukum Asuransi Indonesia . Sinar Grafika. 2013, cet.2
Anshori, Abdul Ghofur. Asuransi Syariah di Indonesia . UII PressYogyakarta.
2008.
Syahatah, Husain Husain, Asuransi dalam Perspektif Syariah. (Jakarta;Amzah).
2006.
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional.
(Jakarta;Gema Insani), 2004.