EFEK DIURESIS JUS TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

EFEK DIURESIS JUS TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NOVITA FADLIA

G.0008230

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

ABSTRAK

Novita Fadlia, G.0008230, 2011. Efek Diuresis Jus Terung Ungu (Solanum melongena L.) terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.) terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus ).

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design . Subjek penelitian berupa 30 ekor tikus putih jantan, galur Wistar berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Subjek dibagi dalam 5 kelompok secara random, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih. Sebelum perlakuan tikus putih diadaptasikan selama 7 hari dan dipuasakan selama

48 jam. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberi aquadest 3 ml dan kelompok II sebagai kotrol positif diberi Hidroklorotiazid 0.32 mg/3 ml. Kelompok III diberi jus terung ungu dosis I (0.6 gr/3 ml) , kelompok IV diberi jus terung ungu dosis II (1.3 gr/3 ml), dan kelompok V diberi jus terung ungu dosis III (2.6 gr/3 ml). Pengukuran volume urine dilakukan setiap 4 jam selama 16 jam setelah perlakuan.

Hasil Penelitian : Hasil uji statistik ANOVA dengan p = 0.05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan jumlah volume urine antara kelompok I, II, III,

IV dan V pada tiap waktu pengamatan. Hasil uji t menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol negatif. Hasil yang sama ditunjukkan oleh kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif pada beberapa volume urine yang diteliti.

Simpulan Penelitian : Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa jus terung ungu memiliki efek diuresis pada tikus putih jantan. Dosis III (2.6 g/3 ml) memiliki efek diuresis paling kuat diantara ketiga dosis perlakuan yang ditunjukkan pada waktu pengamatan 4 jam ketiga.

Kata kunci : jus terung ungu, efek diuresis, Hidroklorotiazid.

ABSTRACT

Novita Fadlia, G.0008230, 2011. Diuresis Effect of Eggplant Juice (Solanum melongena L.) on the Male White Rats (Rattus norvegicus). Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objectives : This research aims in finding out the diuresis effect of Eggplant Juice (Solanum melongena L.) on the male white rats (Rattus norvegicus).

Methods : This research is a laboratory experimental analytic study using the post test only control group design. The research subject is a number of 30 male white rats of Wistar strain, aged between 2 - 3 months old, and about 200 grams of weight. Purposive sampling is used for sampling technique. The research subject were divided into five groups in random, each group consist of six rats. Before the treatment, rats were adapted for 7 days and fasted for 48 hours. Group I was given with 3 ml aquadest as negative control and group II was given with 0.32 mg/3 ml Hydrochlorotiazid as positive control. Group III was given the first dose of eggplant juice (0.6 g/3 ml), group IV was given the second dose of eggplant juice (1.3 g/3 ml), and group V was given the third dose of eggplant juice (2.6 g/3 ml). Rats urine volume was measured every 4 hours for 16 hours after treatment.

Results : The result of statistic calculation using ANOVA test with p = 0,05 shows that there are significant differences in total rats urine volume between group I, II, III, IV, and V in each time of observation. T test shows significant differences between treated group and negative control for each mine volume. Some similarities occurred between treated group and positive control for some tested urine volume.

Conclusion : From this research, it can be concluded that there is diuresis effect of eggplant juice (Solanum melongena L.) on male white rats. The third dose of eggplant juice (2.6 g/3 ml) has the highest diuresis effect between three doses of treatment which is shown in the third 4 hours of observation.

Key words : eggplant juice, diuresis effect, Hydrochlorotiazid

A. Simpulan ......................................................................................... ......... 47 B. Saran .......................................................................................... ............... 47

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 48 LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan obat tradisional di Indonesia pada hakikatnya adalah bagian dari kebudayaan bangsa. Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Sari, 2006). Meskipun secara empiris obat tradisional mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, tetapi khasiat dan keamanannya belum semuanya terbukti secara klinis, selain itu belum banyak diketahui senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap khasiat obat tradisional tersebut (Dalimartha, 2003).

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

Efek samping yang relatif kecil dibandingkan obat modern merupakan keuntungan nyata dari penggunaan obat tradisional (Dalimartha, 2003). Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi: kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, dan ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu (Sari, 2006).

Salah satu tanaman yang dapat dipakai sebagai obat tradisional adalah terung ungu (Solanum melongena L.). Terung ungu adalah tanaman dari family Solanacea dan genus Solanum. Tumbuhan ini berasal dari India dan kini telah tersebar luas di daerah tropis lainnya. Kandungan kimia yang terdapat di dalamnya antara lain adalah asam amino, asam folat, beta karoten, solanin, flavonoid, dan masih banyak zat-zat lain yang bermanfaat bagi tubuh. Semua bagian tanaman mulai dari akar, daun, bunga, dan buah memiliki berbagai efek terapeutik (Wijayakusuma, 2004).

Menjaga kelancaran air seni sangat penting untuk kesehatan karena sebagian air seni yang terhambat akan menimbulkan masalah di dalam tubuh. Contoh lain akibat dari pengeluaran air yang tidak lancar adalah pengkristalan zat-zat yang akan dibuang dikarenakan genangan air seni di ginjal atau di kandung kemih yang cukup lama. Di antara zat-zat tersebut Menjaga kelancaran air seni sangat penting untuk kesehatan karena sebagian air seni yang terhambat akan menimbulkan masalah di dalam tubuh. Contoh lain akibat dari pengeluaran air yang tidak lancar adalah pengkristalan zat-zat yang akan dibuang dikarenakan genangan air seni di ginjal atau di kandung kemih yang cukup lama. Di antara zat-zat tersebut

Diuretik adalah obat yang dapat meningkatkan laju volume urine dan ekskresi natrium untuk mengatur volume dan komposisi cairan tubuh (Arini dan Amroni, 2006). Terapi diuretik secara modern dimulai tahun 1949 ketika ditemukan sulphanilamide yang memiliki efek diuretik dan natriuresis (Hussain et al., 2009). Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Arini dan Amroni, 2006). Umumnya obat diuretik digunakan untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung kongetif, dan glaukoma. (Hussain et al., 2009). Diuretik terdiri dari beberapa kategori utama dan kandungannya bervariasi dalam struktur, sifat fisikokimia, efek pada komposisi urine, hemodinamik ginjal, dan mekanisme kerjanya (Cadwallader et al., 2010).

Hidroklorotiazid adalah salah satu diuretik derivat tiazid yang telah terbukti lebih populer dibandingkan prototipenya (Yodhian dan Tanzil, 2008). Hidroklorotiazid bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida (Anderson et al., 2002). Secara klinis hidroklorotiazid telah lama digunakan sebagai obat utama dalam pengobatan hipertensi, tetapi obat ini mempunyai efek samping yang cukup banyak diantaranya hipokalemi,

2006). Senyawa flavonoid sebagai suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam dilaporkan mempunyai efek diuresis dimana terjadi peningkatan ekskresi elektrolit dalam urine (Bose et al., 2007). Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Astawan, 2008). Hasil penelitian terhadap berbagai varietas terung membuktikan bahwa terung ungu memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dari lima varietas terung lain karena mengandung kadar flavonoid total yang tinggi (Akanitapichat et al., 2010). Berdasarkan adanya kandungan flavonoid pada buah terung, Penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.) dan membandingkan dengan tingkat kekuatan diuresis hidroklorotiazid.

B. Perumusan Masalah

Apakah jus terung ungu (Solanum melongena L.) mempunyai efek diuresis terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus)?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.) terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data ilmiah mengenai efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.).

2. Manfaat Aplikatif Jika pada penelitian ini terbukti terdapat efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.) diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya untuk menemukan dosis jus terung ungu (Solanum melongena L.) yang tepat digunakan sebagai diuresis.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Terung Ungu (Solanum melongena L.)

a. Klasifikasi Kingdom

Sub Divisi

: S. melongena L.

(Hutapea, 2001).

b. Sinonim Eggplant, brinjal.

c. Nama daerah Jawa

: cokrom, encung, terung, meron. Sumatra

: trueng, trong, terung, tiung, toru, cung. Nusa tenggara

: cung, tung, ledi, terung, kaduasi, kenduru. Kalimantan

: liataguna.

gading, iterung, terung.

Maluku

: fofoki, terung, boka-boki, terune, tolune, terune, oruno, tone, torune, paploba, pelole, kiniwoki, palolo, cucumu.

(Wijayakusuma, 2004).

d. Morfologi tanaman

Terung termasuk herba tegak, berkayu, dan tinggi 0.3 - 1.5 meter. Tumbuhan ini berasal dari India dan kini telah tersebar di daerah tropis lainnya. Batang dan daunnya berambut halus, kadang berduri tempel, kadang tidak.

Bunganya berwarna biru berbayung cerah di luar dan warna lebih gelap di dalam, bunga ada cabang seling, anak tangkai bunga dan kelopak berambut. Kelopak bunga bagian tengah tinggi bertaju

5. Tabung mahkota berbentuk lonceng, bersudut, taju, bulat telur memanjang runcing, sisi luar berambut, dan taju dihubungkan dengan selaput tipis. Kepala sari berwarna kuning, bakal buah gundul, dan tidak ditutupi kelopak. Berbiji banyak, kecil, pipih, dan berwarna coklat muda. Terdapat 2 macam bentuk buahnya, yaitu lonjong dan bulat dengan diameter kurang dari 5 cm (Wijayakusuma, 2004).

Gambar 1. Terung Ungu (Solanum melongena L.) (Wijayakusuma, 2004)

e. Kegunaan

5) Cardiac debility

12) Sakit gigi

13) Infeksi kulit

14) Haemorrhoid

15) Antihipertensi

16) Menjarangkan kelahiran

f. Kandungan kimia

Tiap 100 gr terung mengandung 92.9 gr air, 0.9 gr protein,

0.4 gr lemak, 2.2 gr karbohidrat, 2.3 gr serat, 10 mg Ca, 16 mg P,

0.3 mg Fe, 70 ug carotene, 0.02 mg thiamin, 0.01 mg riboflavin,

0.1 gr niacin, 18 ug folat, dan 4 mg ascorbic acid.

melongoside, dan solamargine. Anthocyanine nasunin terdapat pada kulit buah (Grubben, 2004).

2. Ginjal

a. Anatomi ginjal Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram atau kira-kira seukuran kepalan tangan. Pada sisi medial setiap ginjal terdapat hilum yang merupakan tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih.

Ginjal terbagi menjadi dua daerah utama yaitu korteks dan medula. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida ginjal dimulai pada perbatasan korteks dan medula serta berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor dan meluas ke bawah terbagi menjadi kalises minor (Guyton and Hall, 2007).

b. Fungsi ginjal Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama b. Fungsi ginjal Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama

1) Mempertahankan keseimbangan H 2 O dalam tubuh.

2) Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na + ,K + , HCO 3 - , Ca ++ , Mg ++ , SO 4 - , PO 4 - , dan H + .

3) Memelihara volume plasma yang sesuai.

4) Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh.

5) Memelihara osmolaritas berbagai cairan tubuh.

6) Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh dan senyawa-senyawa asing.

7) Mensekresikan eritropoietin dan renin.

8) Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. (Sherwood, 2001).

c. Fisiologi pembentukan urine Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine, yaitu: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.

1) Filtrasi glomerulus

Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrat glomerulus.

Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan tersebut bersifat selektif dari lumen tubulus ke dalam darah. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urine, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, rata-rata 178.5 liter diserap kembali dan 1.5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urine.

3) Sekresi tubulus

Sekresi tubulus adalah perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Sekresi tubulus menyediakan suatu mekanisme yang dapat lebih cepat mengeliminasi banyak zat tertentu dari 80 % plasma yang tidak difiltrasi di kapiler peritubulus dan menambahkan zat yang sama ke jumlah yang sudah ada di dalam tubulus akibat proses filtrasi.

Semua konstituen plasma yang mencapai tubulus (difiltrasi dan disekresi tetapi tidak direabsorsi) akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan ke dalam urine (Sherwood, 2001).

Diuretik adalah obat yang bekerja langsung pada ginjal dan meningkatkan produksi urine dan garam natrium (Yodhian dan Tanzil, 2008). Secara teknis istilah diuresis menunjukkan peningkatan volume urine, dan natriuresis mengacu pada peningkatan ekskresi natrium ginjal (Katzung, 2001). Efek utama diuretik adalah mengurangi reabsorbsi natrium dan klorida pada tubuli ginjal, sedangkan bertambahnya pengeluaran air adalah akibat sekunder dari ekskresi garam tersebut (Yodhian dan Tanzil, 2008).

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretik bukan “obat ginjal”, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Dengan demikian yang dapat digunakan sebagai terapeutik hanyalah kemampuannya dalam mempengaruhi gerakan air dan elektrolit dalam organisme (Arini dan Amroni, 2006).

Obat-obat diuretik merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na + pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Na +

dan ion lain seperti Cl - memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH serta komposisi ion di dalam urine dan darah (Mycek, 2001).

Tabel 1. Tempat dan Cara Kerja Diuretik

Obat

Tempat kerja utama

Cara kerja Diuretik osmotik

Tubuli proksimal

Penghambatan reabsorbsi natrium dan air melalui daya osmotiknya

Ansa henle desenden bagian epitel tipis

Penghambatan reabsorbsi natrium dan air

oleh karena hipertonitas daerah medulla menurun

Duktus koligentes

Penghambatan reabsorbsi natrium dan air

oleh karena penghambatan efek ADH

Penghambatan enzim karbonik anhidrase

Tubuli proksimal

Penghambatan terhadap reabsorbsi HCO 3 - , H + , dan

Na +

Tiazid

Hulu tubuli distal

Penghambatan terhadap reabsorbsi natrium klorida

Diuretik hemat kalium

Hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks

Penghambatan antiport Na + atau K + dengan jalan antagonisme

kompetitif atau secara langsung

Diuretik kuat

Ansa henle pada bagian dengan epitel tebal

Penghambatan terhadap kotranspor Na + atau K + atau Cl -

(Sumber: Nafrialdi, 2007).

Penggunaan diuretik adalah pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

1) Hipertensi Diuretik khususnya Tiazid digunakan untuk mengurangi volume cairan intravaskuler hingga tekanan darah turun. Diuretik lengkungan pada jangka panjang lebih ringan efek antihipertensifnya, maka hanya digunakan bila ada kontraindikasi untuk tiazid, seperti pada insufisiensi ginjal.

2) Gagal jantung Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Pada gagal jantung yang berat, digunakan kombinasi antara inhibitor ACE dan diuretik yang akan meningkatkan ekskresi natrium dan air. Penurunan volume dalam sirkulasi akan menyebabkan berkurangnya preload dan edema. Tiazid (misalnya bendroflumetiazid) bisa saja cukup, namun seringkali dibutuhkan diuretik loop, misalnya furosemid (Neal, 2006).

4. Hidroklorotiazid (HCT) Hidroklorotiazid adalah derivat tiazid yang telah terbukti lebih populer dibandingkan prototipenya. Hal ini karena kemampuannya untuk menghambat karbonik anhidrase jauh di bawah klorotiazid. Selain itu, obat

klorotiazid, selain itu efektivitasnya sama dengan klorotiazid (Yodhian dan Tanzil, 2008). Daya hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang), maka banyak digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang. Pada kasus yang lebih berat biasanya dikombinasikan dengan obat-obat lain untuk memperkuat efeknya, khususnya β-blockers (Arini dan Amroni, 2006). Hidroklorotiazid terdapat dalam sediaan tablet 25 mg dan 50 mg. Dosis yang diberikan pada pasien hipertensi adalah 12.5 mg – 25 mg, sedangkan pada pasien gagal jantung kongestif diberikan dosis 25 mg – 100 mg (Nafrialdi, 2007).

a. Farmakodinamik

Hidroklorotiazid bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida. Natriuresis dan kloruresis ini diakibatkan oleh penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubulus kontortus distal. Hambatan ini menghasilkan peningkatan volume urine dan meningkatnya kehilangan natrium, klorida, kalium dan sejumlah air (Anderson et al., 2002).

b. Farmakokinetik

Onset dari aksi diuretiknya pada pemakaian per oral sekitar

2 jam. Efek puncaknya dicapai setelah 4 jam. Durasi kerja obat ini adalah 6 – 12 jam dan waktu paruhnya 5.6 - 14.8 jam. Pada pemakaian per oral HCT akan diabsorbsi 60 - 80 %. HCT akan

Amroni, 2006).

c. Indikasi Indikasi utama diuretika tiazid adalah:

1) Hipertensi

Secara klinis tiazid telah lama digunakan sebagai obat utama dalam pengobatan hipertensi karena tidak mahal, mudah diberikan, dan ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Obat-obat ini efektif menurunkan tekanan darah untuk jangka waktu yang lama pada kebanyakan pasien hipertensi ringan dan sedang (Mycek, 2001). Tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi (Nafrialdi, 2007).

2) Gagal jantung kongesif

Tiazid dapat menjadi diuretik pilihan utama dalam menurunkan volume cairan ekstraselular pada gagal jantung ringan sampai sedang. Bila tiazid gagal dapat digunakan loop diuretik (Mycek, 2001).

3) Pengobatan jangka panjang edema kronik (Nafrialdi, 2007)

4) Hiperkalsiuri

Tiazid dapat berguna dalam mengobati hiperkalsiuri idiopatik terutama pada pasien dengan batu oksalat di dalam

(Mycek, 2001).

5) Diabetes insipidus nefrogenik

Tiazid memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk urine yang hiperosmolar. Tiazid dapat menggantikan hormon antidiuretik untuk mengobati diabetes insipidus nefrogenik. Volume urine dapat diturunkan dari 11 liter/hari menjadi sekitar 3 liter/hari (Mycek, 2001).

d. Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap HCT, hipokalemi, hiperkalsemia, hiperurikemia, hiponatremia, gangguan hati yang berat, penyakit addison (Arini dan Amroni, 2006).

e. Efek samping

Hipokalemia,

hiperurisemia,

toleransi glukosa,

hiperglikemia (Arini dan Amroni, 2006).

5. Flavonoid Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Astawan, 2008).

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, di mana dua cincin benzen (C 6 ) terikat pada suatu rantai

(1,3-diarilpropana), isoflavonoid (1,2-diarilpropana), neoflavonoid (1,1- diarilpropana). Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosida, di mana unit flavonoid terikat pada suatu gula (Lenny, 2006).

Flavonoid mempunyai efek diuretik, antioksidan, anti inflamasi, anti spasmodik, antivirus, dan antimikroba (Mclntyre, 2005). Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa flavonoid dapat menurunkan hiperlipidemia pada manusia. Pada kasus penyakit jantung, penghambatan oksida LDL oleh flavonoid dapat mencegah pembentukan sel-sel busa dan kerusakan lipid (Astawan, 2008).

Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa kandungan flavonoid pada ekstrak Cleome rutidosperma memiliki aktivitas diuretik karena terjadi peningkatan konsentrasi elektrolit urine seperti ion Na + dan Cl - disertai dengan peningkatan output urine yang signifikan (Bose et al., 2007). Natriuresis yang akan menimbulkan efek sekunder berupa diuresis ini terjadi akibat penghambatan reabsorbsi ion Na + tubulus sehingga ion Na + yang tersisa di tubulus bekerja secara osmotik menurunkan reabsorbsi air (Guyton and Hall, 2007).

6. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

a. Taksonomi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Kingdom : Animalia Phylum : Chordata

Ordo : Rodentia Family : Muridae Subfamily : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus (Sugiyanto, 1995).

b. Karakteristik utama hewan percobaan

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberi hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jenis jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995).

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Diuretik

HCT

Tikus Putih

Jantan

Menghambat reabsorbsi elektrolit

Meningkatkan ekskresi Na + dan Cl -

Peningkatan Volume Urine

Meningkatkan ekskresi Na + dan Cl -

Jus Terung Ungu (Flavonoid)

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah jus terung ungu (Solanum melongena L.) memiliki efek diuresis terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus ).

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan the post-test only control group design karena pengukuran pada hewan uji hanya dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian perlakuan (Taufiqurohman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas Setia Budi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar berusia 2 - 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram. Penulis menggunakan 30 ekor tikus untuk lima kelompok perlakuan berdasarkan perhitungan dengan rumus Federer.

D. Teknik Sampling

Tikus putih jantan diperoleh dari Universitas Setia Budi Surakarta dengan pengambilan sampel secara purposive sampling, kemudian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan secara random sederhana.

kriteria sebagai berikut:

a) Kriteria inklusi :

1) Tikus putih jantan galur Wistar.

2) Umur 2 - 3 bulan.

3) Berat badan 200 gram.

4) Tidak ada kelainan anatomis.

b) Kriteria eksklusi :

1) Sakit.

2) Tampak stres atau agitasi.

2. Besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Arkeman dan David, 2006).

(n-1)(t-1)

> 15

(n-1)(5-1)

Dari hasil perhitungan dengan rumus Federer didapatkan besar minimum jumlah sampel adalah 5, maka Penulis mengambil besar sampel untuk tiap kelompok perlakuan adalah 6 ekor untuk cadangan jika

(n-1)(t-1) > 15 n: besar jumlah sampel t : banyaknya perlakuan pada sampel

penelitian ini adalah 30 ekor untuk 5 kelompok perlakuan.

E. Rancangan Penelitian

Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian

Tikus Putih

Diadaptasikan selama 7 hari

Dipuasakan 48 jam, tetap diberikan air minum

Kelompok I

Penampungan volume urine selama 4 jam

Pengukuran volume urine tikus putih tiap 4 jam, selama 16 jam

Analisis data dengan uji statistik Anova dan uji t

Kelompok V

Aquades

HCT

Jus terung

dosis I

Jus terung

dosis II

Jus terung dosis III

Tikus Putih

Diadaptasikan selama 7 hari

Dipuasakan 48 jam, tetap diberikan air minum

Kelompok I

Jus terung

dosis I

Kelompok V

Jus terung ungu

dosis II

Jus terung ungu dosis III

Tikus Putih

Diadaptasikan selama 7 hari

Dipuasakan 48 jam, tetap diberikan air minum

Kelompok I

Jus terung ungu

dosis I

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : jus terung ungu

2. Variabel terikat : volume urine tikus putih

3. Variabel luar

a. Terkendali:

1) Kondisi fisik hewan uji yang meliputi berat badan, usia, jenis kelamin, galur, makanan dan minuman, suhu udara.

2) Adanya stres terhadap adaptasi lingkungan tempat percobaan

b. Tidak terkendali: Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang

digunakan.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Jus terung ungu (Solanum melongena L.) Jus terung ungu adalah buah terung ungu yang diblender sehingga menjadi sediaan jus. Terung ungu yang dipakai dalam penelitian ini adalah terung ungu yang berbentuk lonjong. Jus terung ungu diberikan kepada tikus putih menggunakan sonde lambung.

Wijayakusuma (2004) dalam bukunya menuliskan dosis terung ungu yang digunakan untuk terapi edema adalah 100 gr.

Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/100 gr BB. Faktor konversi manusia dengan berat badan 70

1991). Rata-rata berat badan orang Indonesia adalah 50 kg.

Dosis terung ungu pada manusia 50 kg dikonversi ke tikus putih 200 gr adalah:

a. Dosis 50 gram/50 kg BB manusia = 50/70 x 50 gr x 0.018 = 0.6 gr/200 gr BB tikus putih

b. Dosis 100 gram/50 kg BB manusia = 50/70 x 100 gr x 0.018 = 1.3 gr/200 gr BB tikus putih

c. Dosis 200 gram/50 kg BB manusia = 50/70 x 200 gr x 0.018 = 2.6 gr/200 gr BB tikus putih

Pembuatan jus terung ungu:

1) Terung ungu dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil dan ditimbang sesuai berat yang dibutuhkan:

a) Dosis I = 0.6 gr x 6 ekor tikus putih

= 3.6 gr terung ungu

b) Dosis II = 1.3 gr x 6 ekor tikus putih

= 7.8 gr terung ungu

c) Dosis III = 2.6 gr x 6 ekor tikus putih

= 15.6 gr terung ungu = 15.6 gr terung ungu

a) Dosis I : 3 ml jus yang mengandung 0.6 gr terung ungu.

b) Dosis II : 3 ml jus yang mengandung 1.3 gr terung ungu.

c) Dosis III : 3 ml jus yang mengandung 2.6 gr terung ungu.

Skala kategorikal (Taufiqurohman, 2004).

2. Volume urine tikus putih (Rattus norvegicus) Volume urine tikus putih adalah banyaknya urine yang dikeluarkan oleh tikus putih setelah pemberian jus terung ungu yang diukur tiap 4 jam selama 16 jam. Skala kontinyu (Taufiqurohman, 2004).

3. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid adalah obat diuretik derivat tiazid yang bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida. Natriuresis dan kloruresis ini diakibatkan oleh penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubulus kontortus distal. Hambatan ini menghasilkan peningkatan 3. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid adalah obat diuretik derivat tiazid yang bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida. Natriuresis dan kloruresis ini diakibatkan oleh penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubulus kontortus distal. Hambatan ini menghasilkan peningkatan

Perhitungan dosis Hidroklorotiazid: Dosis HCT yang digunakan untuk diuresis adalah 25 mg/hari. Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus putih dengan berat badan 200 gr adalah 0.018. Dosis HCT tikus 200 gr

= 50/70 x 25 mg x 0.018 = 0.32 mg/200 gr BB tikus putih

Untuk mendapatkan dosis 0.32 mg HCT tiap 3 ml larutan maka dibutuhkan aquadest sebanyak:

3 ml x 234.38 ml

≈ 234 ml

Hidroklorotiazid 25 mg dalam bentuk tablet dilarutkan dalam 234 ml aquadest , sehingga dalam 234 ml larutan terdapat 25 mg HCT. Jadi tiap

Tikus putih yang digunakan adalah tikus putih usia 2-3 bulan dengan jenis kelamin jantan dan berat badan 200 gram.

5. Suhu udara Suhu udara ruangan yang digunakan untuk percobaan adalah

sekitar 25-28 0 C.

6. Makanan dan minuman Makanan yang diberikan pada tikus putih adalah BR-II Pelet dan minuman dari air PAM ad libitum. Selama penelitian semua tikus mendapatkan makanan dan minuman yang sama.

7. Psikologis Kondisi psikologis tikus berpengaruh terhadap efek diuresis. Kondisi psikologis tikus dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat percobaan dan pemberian perlakuan yang berulang kali.

8. Kepekaan terhadap obat Reaksi yang timbul terhadap suatu obat karena variasi kepekaan individu terhadap obat.

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

1. Instrumen. Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

a) Kandang tikus putih

b) Timbangan hewan b) Timbangan hewan

e) Alat pencatat waktu

f) Injection spuit penghitung volume urine

g) Blender

2. Bahan. Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

a) Terung ungu

b) Makanan BR-II Pelet

c) Aquadest

d) Hidroklorotiazid (HCT)

I. Cara Kerja

1. Sebelum perlakuan

Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang telah dipilih secara purposive sampling diadaptasikan dengan keadaan Laboratorium Universitas Setia Budi selama kurang lebih 7 hari. Sebelum perlakuan tikus putih jantan dipuasakan selama 48 jam tanpa diberi makan tetapi tetap diberi minum.

Pengelompokan hewan uji dilakukan secara random sampling. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Kelompok I

: tikus putih diberi aquadest 3 ml/200 gr BB

sebagai kontrol negatif.

Kelompok II

: tikus putih diberi HCT dosis 3 ml/200 gr BB tikus putih sebagai kontrol positif.

Kelompok III

: tikus putih diberi jus terung ungu dosis I.

Kelompok IV

: tikus putih diberi jus terung ungu dosis II.

Kelompok V

: tikus putih diberi jus terung ungu dosis III.

3. Sesudah Perlakuan

Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dimasukkan ke dalam metabolic cage for rats untuk uji diuretik. Penampungan urin tikus putih dilakukan selama 4 jam dan pengukuran dilakukan setiap 4 jam selama 16 jam perlakuan.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Anova (One-way analysis of variance). Digunakan uji Anova karena terdapat lebih dari 2 kelompok perlakuan. Setelah uji Anova dilanjutkan dengan uji-t untuk mengetahui manakah di antara kelompok perlakuan yang mempunyai nilai signifikan paling berbeda.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil penelitian

Penelitian efek diuresis jus terung ungu (Solanum melongena L.) terhadap tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilakukan pada 5 kelompok perlakuan yang terdiri dari :

1. Kelompok I : tikus putih dengan pemberian 3 ml aquadest.

2. Kelompok II : tikus putih dengan pemberian HCT dosis 0.32 mg

dalam 3 ml larutan.

3. Kelompok III : tikus putih dengan pemberian jus terung ungu dosis I

(0.6 gr/3 ml jus terung ungu).

4. Kelompok IV : tikus putih dengan pemberian jus terung ungu dosis II

(1.3 gr/3 ml jus terung ungu).

5. Kelompok V : tikus putih dengan pemberian jus terung ungu dosis III

(2.6 gr/3 ml jus terung ungu).

Kelompok I dengan pemberian aquadest digunakan sebagai kontrol negatif dan kelompok II dengan pemberian HCT digunakan sebagai kontrol positif. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan selama 16 jam setelah pemberian perlakuan dan pencatatan volume urine dilakukan sebanyak 4 kali yang dilakukan setiap 4 jam.

Hasil pengamatan pada penelitian efek diuretik jus terung ungu adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Pengukuran Rata-Rata Volume Urine Tikus Putih Jantan Selama 16

jam

Keterangan: T1 : Observasi 4 jam pertama T2 : Observasi 4 jam kedua T3 : Observasi 4 jam ketiga T4 : Observasi 4 jam keempat

Kelompok

Mean ± SD (ml)

T4 Kontrol negative 0.29± 0.12

0.37±0.10

0.38±0.20

0.26±0.06 Kontrol positif

1.75±0.38 Dosis I

1.00±0.44 Dosis II

1.23±0.28 Dosis III

1.44±0.57

1.43±0.38

1.71±0.38

0.94±0.23

kontrol negatif kontrol positif jus terung dosis I jus terung dosis II jus terung dosis III

Gambar 4. Grafik Rata-Rata Volume Urine Tikus Putih Jantan Tiap 4 Jam Keterangan: T1 : Observasi 4 jam pertama T2 : Observasi 4 jam kedua T3 : Observasi 4 jam ketiga T4 : Observasi 4 jam keempat

Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa kelompok kontrol positif memiliki volume urine rata-rata paling tinggi (2.27 ml) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain yang dicapai pada waktu pengamatan T2. Kurva di atas menunjukkan bahwa kurva kelompok jus terung ungu dosis I mengalami kenaikan dari waktu pengamatan T1 dan juga mencapai puncak saat pengamatan T2 (1.38 ml). Puncak kurva tersebut berada di atas kurva kelompok kontrol negatif dan di Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa kelompok kontrol positif memiliki volume urine rata-rata paling tinggi (2.27 ml) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain yang dicapai pada waktu pengamatan T2. Kurva di atas menunjukkan bahwa kurva kelompok jus terung ungu dosis I mengalami kenaikan dari waktu pengamatan T1 dan juga mencapai puncak saat pengamatan T2 (1.38 ml). Puncak kurva tersebut berada di atas kurva kelompok kontrol negatif dan di

Kurva kelompok jus terung ungu dosis II mengalami kenaikan volume urine rata-rata mulai waktu pengamatan T2 dan mencapai volume puncaknya (1.57 ml) pada waktu pengamatan T3. Puncak kurva kelompok jus terung ungu dosis II (1.57 ml) berada di bawah puncak kurva kelompok kontrol positif (2.27 ml) dan kelompok jus terung ungu dosis III (1,71 ml) serta berada di atas puncak kurva kelompok jus terung ungu dosis I (1.38 ml) dan kelompok kontrol negatif.

Volume urine rata-rata paling tinggi kelompok jus terung ungu dosis III dicapai pada waktu pengamatan T3 dan kemudian menurun pada waktu pengamatan selanjutnya. Puncak kurva kelompok jus terung ungu dosis III (1.71 ml) berada di bawah puncak kurva kelompok kontrol positif (2,27 ml) dan di atas puncak kurva kelompok jus terung ungu dosis I (1.38 ml), kelompok jus terung ungu dosis II (1.57 ml) serta kurva kelompok kontrol negatif.

Selain pengukuran volume urine, penelitian tentang diuretik juga memerlukan pengukuran intake air minum masing-masing tikus putih jantan untuk melihat apakah terdapat pengaruh pemasukan cairan dengan volume urine yang dikeluarkan.

Hasil pengukuran intake air minum tikus putih jantan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Pengukuran Intake Air Minum Tikus Putih Jantan

Kelompok

Mean ± SD (ml) Kontrol negatif

3.6 ± 0.2 Kontrol positif

3.4 ± 0.3 Dosis I

3.7 ± 0.3 Dosis II

3.8 ± 0.3 Dosis III

B. Analisis Data

Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan dengan uji one way ANOVA (One-Way Analysis of Variance). Terdapat 2 syarat dalam memakai uji ANOVA, yaitu : distribusi data harus normal dan varians data harus sama. Untuk memenuhi syarat uji ANOVA tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk data intake air minum dan volume urine pada waktu pengamatan T1, T2, T3, dan T4 untuk mengetahui apakah data mempunyai distribusi normal atau tidak. Secara analitis, penilaian distribusi data dapat menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk jumlah sampel >50 dan Shapiro-Wilk digunakan untuk jumlah sampel ≤ 50. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor tikus putih jantan, Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan dengan uji one way ANOVA (One-Way Analysis of Variance). Terdapat 2 syarat dalam memakai uji ANOVA, yaitu : distribusi data harus normal dan varians data harus sama. Untuk memenuhi syarat uji ANOVA tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk data intake air minum dan volume urine pada waktu pengamatan T1, T2, T3, dan T4 untuk mengetahui apakah data mempunyai distribusi normal atau tidak. Secara analitis, penilaian distribusi data dapat menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk jumlah sampel >50 dan Shapiro-Wilk digunakan untuk jumlah sampel ≤ 50. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor tikus putih jantan,

Kelompok

Nilai p

T3 T4 Kontrol negatif

.828 .730 Kontrol positif

.127 .079 Dosis I

.956 .082 Dosis II

.444 .552 Dosis III

Hasil uji normalitas untuk intake air minum dan volume urine masing- masing kelompok pada tiap waktu pengamatan didapatkan nilai p > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data intake dan volume urine pada waktu pengamatan T1, T2, T3, dan T4 mempunyai distribusi normal.

Levene’s test terhadap data hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 5. Hasil Levene’s Test

Nilai p Intake

.820 Volume urine T1

.174 Volume urine T2

.131 Volume urine T3

.115 Volume urine T4

Hasil Levene’s test untuk semua data didapatkan nilai p > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan varians yang bermakna antarkelompok perlakuan, atau varians data adalah sama. Karena didapatkan distribusi data normal dan varians data sama, maka dapat dilakukan uji ANOVA.

Hasil dari uji ANOVA adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Uji ANOVA Nilai p Intake

.241 Volume urine T1

.000 Volume urine T2

.000 Volume urine T3

.000 Volume urine T4

T1, T2, T3, dan T4 sehinga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah volume urine tikus putih jantan pada waktu pengamatan T1, T2, T3, dan T4. Data intake air minum didapatkan nilai p >

0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna dari intake air minum antara kelompok kontrol negatif, kontrol positif, serta jus terung ungu dosis I, II, dan III.

Untuk mengetahui pada kelompok manakah terdapat perbedaan yang bermakna maka dilakukan uji t. Syarat untuk melakukan uji t adalah data harus berdistribusi normal, sedangkan varians data boleh sama boleh juga tidak. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada tabel berikut :

Waktu pengamatan Sig. T1

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Hasil uji t terhadap data volume urine adalah sebagai berikut: 1. Waktu pengamatan T1 Kontrol positif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan

dibandingkan dengan kontrol negatif. Dosis I, dosis II, dosis III tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif. 2. Waktu pengamatan T2 Kontrol positif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif. Kontrol negatif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol positif. 3. Waktu pengamatan T3 Kontrol positif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif. Kontrol negatif dan dosis I berbeda signifikan dengan kontrol positif. Dosis II dan dosis III tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif. 4. Waktu pengamatan T4 Kontrol positif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif. Kontrol negatif, dosis I, dosis II, dan dosis III berbeda signifikan dibandingkan dengan kontrol positif.

BAB V PEMBAHASAN

Guyton dan Hall (2007) menyebutkan bahwa efek diuresis terjadi akibat penghambatan reabsorbsi ion Na + tubulus sehingga ion Na + yang tersisa di tubulus bekerja secara osmotik menurunkan reabsorbsi air. Hasil penelitian yang dilakukan telah membuktikan bahwa jus terung ungu yang memiliki kandungan flavonoid di dalamnya menunjukkan adanya efek diuresis dimana terjadi peningkatan volume urine tikus putih jantan.

Penelitian ini memperhatikan pengendalian variabilitas biologis, di mana variabilitas antarhewan uji yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak dapat dikurangi seminimal mungkin dengan cara mengusahakan keseragaman sampel yaitu dipilih hewan uji yang berasal dari galur Wistar berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan ±200 gram dan dalam kondisi sehat.

Hasil penelitian pada gambar 4 menunjukkan bahwa kontrol positif mengalami kenaikan volume urine mulai waktu pengamatan T1 kemudian mencapai puncaknya pada waktu pengamatan T2 dan mulai menurun pada waktu pengamatan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan teori di mana disebutkan oleh Arini dan Amroni (2006) bahwa onset dari aksi diuretik HCT pada pemakaian per oral adalah sekitar 2 jam dan efek puncaknya dicapai setelah 4 jam.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek diuresis jus terung ungu dosis I, dosis II, maupun dosis III pada waktu pengamatan

yang signifikan antara kontrol negatif dengan ketiga dosis jus terung ungu pada setiap waktu pengamatan. Hal ini sesuai dengan teori di mana Grubben (2004) menyebutkan bahwa jus terung ungu memiliki kandungan kimia berupa flavonoid dan menurut Astawan (2008) flavonoid memiliki efek diuresis yang menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti ion Na + dan Cl - bersama urine. Hasil uji t menunjukkan adanya perbedaan efek diuresis dari tiap dosis. Jika dibandingkan dengan kontrol positif maka jus terung ungu dosis I menunjukkan efek diuresis pada waktu pengamatan T1, sedangkan jus terung ungu dosis II dan III menunjukkan efek diuresis pada waktu pengamatan T1, T2, dan T3 dengan nilai p > 0.05. Tidak didapatkan adanya perbedaan volume urine yang signifikan dibandingkan dengan kontrol positif pada waktu pengamatan tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sulastri (2008). Pada penelitian yang dilakukannya mengenai efek diuretik ekstrak etanol 70 % daun tapak liman secara signifikan juga terbukti dapat meningkatkan produksi urine pada tikus putih jantan. Hal ini dikarenakan ekstrak etanol 70 % daun tapak liman memiliki kandungan flavonoid yang bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan klorida, sehingga meningkatkan volume urine.

Selain dari hasil uji statistik, efek diuresis jus terung ungu juga dapat dilihat dari kurva rata-rata volume urine tikus putih jantan pada gambar 4. Kurva jus terung ungu dosis I, dosis II, maupun dosis III berada di atas kurva kontrol negatif. Puncak kurva dosis III berada di atas puncak kurva dosis II, begitu juga puncak kurva dosis II berada di atas puncak kurva dosis I. Dosis III menunjukkan Selain dari hasil uji statistik, efek diuresis jus terung ungu juga dapat dilihat dari kurva rata-rata volume urine tikus putih jantan pada gambar 4. Kurva jus terung ungu dosis I, dosis II, maupun dosis III berada di atas kurva kontrol negatif. Puncak kurva dosis III berada di atas puncak kurva dosis II, begitu juga puncak kurva dosis II berada di atas puncak kurva dosis I. Dosis III menunjukkan

III memiliki efek diuresis yang paling kuat di antara ketiga dosis yang diberikan. Perbedaan efek diuretik pada ketiga kelompok perlakuan yang diberi jus terung ungu disebabkan karena perbedaan dosis yang diberikan pada ketiga kelompok tersebut. Semakin besar dosis terung ungu maka semakin banyak kandungan flavonoid di dalamnya sehingga peningkatan dosis akan menunjukkan peningkatan efek diuretik.

Kurva pada gambar 4 menunjukkan adanya perbedaan waktu peningkatan volume urine hingga mencapai efek puncak untuk tiap dosis jus terung ungu. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor kepekatan jus terung ungu yang diberikan. Dosis I mengandung 0.6 gr/3 ml jus terung ungu, dosis II mengandung

1.3 gr/3 ml jus terung ungu, dan dosis III mengandung 2.6 gr/3 ml jus terung ungu. Semakin besar kandungan terung ungu dalam masing-masing dosis maka semakin pekat jus terung ungu yang dihasilkan. Semakin pekat jus terung ungu yang diberikan maka akan semakin lama waktu absorbsinya sehingga onset dari efek diuretik yang dihasilkan juga lebih lambat. Hal ini dapat dilihat dari gambar