PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12

PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12

Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

OLEH: Ratih Dian Yuniarti F0107107 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

Skripsi ini penulis persembahkan untuk : Ø Mama dan Papa tercita Ø Kakak ku Mas Fafan & Mbak Ratna Ø Keponakan ku Aliya

Ø Kluarga besarku Ø Some one Special for me Ø Sahabat-sahabat tersayang ku Ø Almamater ku

commit to user

“ sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

(Qs.Alam Nasrah : 6)

“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”.

(QS, Ar Ra’d:11)

“Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi indah, dan dengan agama kehidupan menjadi terarah dan bermakna”. (H. A. Mukti Ali)

“Kesuksesan akan diraih oleh orang yang mempunyai kemauan, keyakinan dan semangat untuk menuju hal yang lebih

baik dengan diiringi do’a kepada ALLAH SWT, setiap saat”

(Penulis)

commit to user

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah dan petunjukNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian Indonesia Periode Tahun

2000:1 – 2010:12”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya, hal ini mengingat terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh semua pihak dalam penyusunan skripsi ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sutanto, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan mengarahkan penulis di dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

commit to user

dan cintanya dengan tulus serta segala pengorbanannya demi masa depan dan kebahagianku.

6. Kakak ku Mas Fafan dan Mbak Ratna yang telah memberikan dukungan, harapan, semangat dan doa.

7. Teman dekat special ku yang selalu memberikan dukungan, kasih saying, waktu, bantuannya dan perhatiannya setiap saat selama ini.

8. Sahabat-sahabat satu angkatan di Fakultas Ekonmi Pembangunan Istrini, Khurul, Reni, Mutmainah, Nastiti, Anind, Sesilia dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu menyemangati dan membantu penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh kakak senior dan adik-adik angkatan di FE-UNS yang telah memberikan wadah pergaulan bagi penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang telah membacanya dan dapat mengambil manfaat atas apa yang baik dan berguna dalam skripsi ini.

Surakarta, Desember 2011

Penulis

commit to user

B. Tingkat Inflasi……………………………………………………………

24

1. Pengertian Inflasi…………………………………………………….

24

2. Jenis-jenis Inflasi…………………………………………………….

25

3. Macam-macam Inflasi……………………………………………….

26

4. Tinjauan Teori Tentang Inflasi………………………………………

29

5. Akibat Buruk Inflasi…………………………………………………

34

6. Cara Mencegah Inflasi……………………………………………….

37

C. Jumlah Uang Beredar……………………………………………………

38

D. Nilai Tukar atau Kurs……………………………………………………

40

1. Pengertian Nilai Tukar Atau Kurs…………………………………..

40

2. Sistem Nilai Tukar…………………………………………………..

41

3. Teori Nilai Tukar Atau Kurs…………………………………………

43

E. Pengaruh Kurs Terhadap Jumlah Uang Beredar…………………………

46

F. Tingkat Suku Bunga SBI…………………………………………………

46

G. Pertumbuhan Ekonomi……………………………………………………

48

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi……………………………………

48

2. Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi…………………………………

51

3. Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi W.W. Rostow………………….

54

4. Faktor-faktor Penenentu Pertumbuhan Ekonomi…………………….

55

H. Penelitian Sebelumnya…………………………………………………...

59

I. Kerangka Teoritis………………………………………………………..

61

J. Hipotesis…………………………………………………………………

63 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………….

64

commit to user

C. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………

66

D. Devinisi Operasional Variabel…………………………………………..

66

1. Variabel Dependen…………………………………………………..

66

2. Variabel Independen………………………………………………...

67

E. Metode Analisis…………………………………………………………

69

1. Seleksi Model Empirik………………………………………………

70

a. Uji MWD Test…………………………………………………...

70

b. Uji Stasioneritas…………………………………………………

73

F. Analisis Ekonometrika…………………………………………………..

74

1. Analisis Error Correction Model……………………………………

74

2. Uji Asumsi Klasik……………………………………………………

79

3. Uji Statistik…………………………………………………………..

81 BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Perkembangan Variabel………………………………………

84

1. Perkembangan Tingkat Inflasi………………………………………

84

2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar……………………………….

86

3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar (Kurs)…….

87

4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI……………………………

89

5. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi………………………………

90

B. Analisis Data……………………………………………………………..

92

C. Data Empirik Penelitian………………………………………………….

93

D. Model Analisis…………………………………………………………...

96

E. Hasil Analisis Data………………………………………………………

97

1. Uji Pemilihan Model…………………………………………………

97

commit to user

3. Uji Kointegrasi………………………………………………………

100

4. Estimasi Model Koreksi Kesalahan (ECM)…………………………

102

5. Uji Statistik………………………………………………………….

104

6. Uji Asumsi Klasik……………………………………………………

110

7. Interpretasi Hasil Analisis dengan Pendekatan Error Crection Model (ECM)……………………………………………...

113 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………

118

B. Saran……………………………………………………………………..

119 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….

122

commit to user

Tabel Halaman

1.1 Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2000:1 – 2010:12…………………………

1.2 Jumlah Uang Beredar Tahun 2000:1 – 2010:12……………………………..

1.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2000:1 – 2010:12………….

1.4 Suku Bunga SBI Tahun 2000:1 – 2010:12……………………………………

1.5 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000:1 – 2010:12………………….

10

4.1 Tingkat Inflasi Bulanan Tahun 2000 – 2010……………………………….....

85

4.2 Jumlah Uang Beredar Bulanan Tahun 2000 – 2010………………………….

87

4.3 Nilai Tukar Rupiah Secara Bulanan 2000 – 2010……………………………

89

4.4 Suku Bunga SBI Bulanan Pada Tahun 2000 – 2010…………………………

90

4.5 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2000 – 2010……........................

92

4.6 Data Empirik Penelitian……………………………………………………….

94

4.7 Hasil Uji MWD Test………………………………………………………….

97

4.8 Hasil Uji MWD Test Model Log Linier………………………………………

98

4.9 Nilai Uji Stasioner Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 0[1(0)]……….

99

4.10 Nilai Uji Stasioner Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 1[1(1)]……….

100

4.11 Uji Kointegrasi………………………………………………………………..

101

4.12 Nilai Uji Kointegrasi Dengan Metode DF dan ADF pada Ordo 1[1(1)]…….

101

4.13 Hasil Estimasi Dengan ECM…………………………………………………

103

4.14 Hasil Uji t……………………………………………………………………

105

4.15 Hasil Uji Koutsoyiannis Dengan Mendeteksi Multikolinearitas……………..

110

4.16 Hasil Uji LM ARCH Untuk Mendeteksi Heterokedastisitas………………..

111

4.17 Hasil Uji B-G Test……………………………………………………………

112

commit to user

Gambar Halaman

2.1 Kurva Demand Inflation………………………………………………….....

27

2.2 Kurva Cost Inflation………………………………………………………...

28

2.3 Kerangka Teoritis……………………………………………………………

61

3.1 Kurva Uji-t…………………………………………………………………..

81

3.2 Kurva Uji-F………………………………………………………………….

82

commit to user

Lampiran 1 Data Penelitian Lampiran 2 Uji MWD Test Dengan Linier Lampiran 3 Uji MWD Test Dengan Log Linier Lampiran 4 Uji Akar Unit Lampiran 5 Uji Derajat Integrasi Lampiran 6 Uji Kointegrasi Lampiran 7 Hasil ECM Lampiran 8 Uji Koutsoyiannis Lampiran 9 Hasil Uji LM ARCH Lampiran 10 Hasil Uji B-G Test

commit to user

ABSTRAK

“PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PERIODE TAHUN 2000:1 – 2010:12”

Oleh:

Nama : Ratih Dian Yuniarti

Nim: F0107107

Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan tersebut. Kebijakan moneter dan perbankan sering dipandang mempunyai kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat dicapai dengan kebijakan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh inflasi, kurs, JUB, tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah deret waktu (time series) mulai bulan Januari 2000-Desember 2010. Alat analisisnya adalah model ECM (Eror Corection Model), dimana pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dan Inflasi, Kurs, tingkat suku bunga SBI, dan JUB sebagai variabel independen. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Inflasi berpengaruh negatif, Kurs berpengaruh negatif, JUB berpengaruh negatif, dan tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Hasil dari penelitian berdasarkan uji ECM (Error correction model) menunjukkan bahwa inflasi untuk jangka pendek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien sebesar 0,005236, sedangkan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar -0,123432. Variabel Kurs jangka pendek mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan dengan koefisien sebesar 0,015941, sedangkan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar –0,220831. Variabel JUB menunjukkan untuk jangka pendek mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan sebesar 0,099450 sedangkan untuk jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar -0,116815. Variabel SBI untuk jangka pendek mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan dengan koefisien sebesar -0,007500 dan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien sebesar –0,131339.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang diajukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu kebijakan moneter dapat menekan laju inflasi melalui kebijakan stabilisasi harga, jumlah uang beredar yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian dan tidak berlebihan, nilai tukar yang stabil dan kompetitif, menjaga tingkat suku bunga SBI rendah agar mampu ditransmisikan dalam penurunan suku bunga kredit, serta landasan perekonomian yang kuat agar bisa mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi yang memadahi.

Kata kunci : inflasi, kurs, JUB (jumlah uang beredar), tingkat suku bunga SBI.

commit to user

ABSTRACT

“EFFECT OF MONETARY POLICY ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA

PERIOD 2000:1 – 2010:12”

By:

Name : Ratih Dian Yuniarti

Nim: F0107107

Economic development that has lasted quite long in Indonesia requires a variety of prerequisites for achieving success. One is the involvement of the monetary and banking sector, which is one important element in the development process. Monetary and banking policy is often considered to have more power than what can be achieved effectively with these policies.

This study aims to determine the presence or absence of the effect of inflation, exchange rate, JUB, SBI interest rate of economic growth in Indonesia. The data used are time series (time series) starting in January 2000 – December 2010. Analysis tool is a model ECM (Error Correction Models), where economic growth as the dependent variable and inflation , exchange rate, interest rate of SBI, and JUB as independent variable. The hypothesis proposed in this study are as follows : the negatie effect inflation, exchange rate have a negative influence, JUB negative affect, and interest rates negtively affect economic growth in both long and short term.

Result of research based on test ECM (Error Correction Model) shows that inflation in the short term have a positive and significant impact on economic growth with a coefficient of 0.005236, where as in the long run have a negative and significants influence with the coeficient of -0.123432. Short term exchange rate variable has a positive influence and not significant influence with coefficient of 0.015941, whereas in the long run have a negative and significant influence with the coefficient of -0.220831. variable JUB show for thw short term and do not have a significant positive influence of 0.099450 while for the long term have a negative and significant influence with the coefficient of -0.007500 and in the long run have a negative and significant influence with the coefficient of -0131339.

Based on the results of research that has been done, then there is some suggestion that proposed to increase the economic growth of monetary policy to curb inflation through price stabilization policy, the money supply according to the real needs of the economiy and not excessive, the exchange rate stable and competitive, keeping SBI interest rates low in order to be able tobe transmittedin a reduction in lending rates strong economic base in order to support the occurrence of the propereconomic growth.

Key words : inflation, exchange rate, money supply, the interest rate of SBI.

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pembayaran. Munculnya ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.

Dalam literatur ekonomi, peran kebijakan moneter dalam kebijakan stabilisasi perekonomian telah lama menjadi perdebatan diantara ekonom. Perbedaan ini dapat dilihat dari diskusi antara Keynesian yang lebih menekankan pada pentingnya peran kebijakan fiskal dibandingkan dengan moneter. Friedman and Schwartz berpendapat bahwa terjadinya Great Depression di Amerika Serikat pada tahun 1930-an membuktikan peran uang bagi perekonomian. Mereka mengatakan bahwa kegagalan Federal Reserve sebagai Bank Sentral dalam mencegah ambruknya sistem perbankan, telah menyebabkan menurunnya jumlah uang beredar dari akhir tahun 1930 sampai 1933. Turunnya jumlah uang beredar ini merupakan penyebab utama makin seriusnya resesi pada waktu itu atau dengan kata lain money does matter (Safuan S, dan Irawan

F, 2005). Dewasa ini, semakin banyak bank sentral telah menerapkan kebijakan moneter yang lebih memfokuskan kepada sasaran tunggal, yaitu stabilitas harga. Strategi kebijakan moneter yang diterapkan disejumlah bank sentral untuk mencapai sasaran

commit to user

bersangkutan dan mekanisme transmisi moneter yang diyakini. Banyak negara dunia berkembang, yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena masih relatif lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional.

Terjadinya krisis pada tahun 1997 tidak saja melemahkan perbankan nasional tetapi juga menyeret perekonomian ke dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu lambat. Tidak sedikit bank-bank yang secara finansial tutup akibat krisis moneter, krisis moneter setidaknya berdampak langsung terhadap permintaan uang.

Salah satu penyebab krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah proses integrasi perekonomian Indonesia kedalam perekonomian global yang berlangsung cepat. Faktor lain yang juga berperan menciptakan krisis tersebut adalah kelemahan fundamental mikro ekonomi yang tercermin dari kerentanan (fragility) sektor keuangan nasional, khususnya perbankan. Salah satu krisis keuangan tersebut adalah gejolak nilai tukar yang telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah. Pada kuartal pertama tahun 1998, kegiatan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 12% per tahun sebagai akibat banyaknya perusahaan yang mengurangi aktivitas atau bahkan menghentikan produksinya. Laju inflasi juga melambung tinggi, yakni 69,1% dalam periode Januari-Agustus 1998 lalu. Tingginya laju inflasi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat (Syahril, 2003).

commit to user

yang diatur jelas di UU No. 23 Tahun 1999 kemudian diubah menjadi UU No. 3 tahun 2004. Tujuan Bank Indonesia yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah yang dimaksudkan adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur pada perkembangan inflasi, serta terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan undang – undang Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebiajakn moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank (Bank Indonesia).

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makro ekonominya diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran. Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, penetapan SBI dilakukan untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya inflasi.

Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu

commit to user

dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara.

Bagi Indonesia, laju inflasi yang tinggi memiliki potensi untuk mengganggu stabilitas dan kredibilitas mata uang rupiah. Dari sudut pandang stabilitas ekonomi, tingginya laju inflasi suatu negara dapat menimbulkan gangguan pasar, yaitu lemahnya permintaan dan pada akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi. Bagi konsumen, tingginya laju inflasi mengakibatkan daya beli mereka melemah, sehingga menyebabkan tingkat konsumsinya menurun. Tingginya inflasi juga menjadikan daya saing produk di pasar internasional menjadi lemah (Suseno, 1997).

Tabel 1.1

Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2000;1 – 2010;12

Sumber Sumber: Bank Indonesia (2011) Inflasi yang tinggi mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja

mengurangi daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi jumlah uang yang beredar meningkat hal ini akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.

Pada saat krisis terjadinya peningkatan jumlah uang yang cukup pesat, peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan hilangnya

0.89 -0.02 -0.23

0.84 0.09 0.55 0.33 0.75 0.51 0.56 0.76 SEPTEMBER -0.06

0.64 0.53 0.36 0.02 0.69 0.38 0.80 0.97 1.05 0.44

OKTOBER

1.16 0.68 0.54 0.55 0.56 8.70 0.86 0.79 0.45 0.19 0.06

NOVEMBER

1.32 1.71 1.85 1.01 0.89 1.31 0.34 0.18 0.12 -0.03 0.60

DESEMBER

1.94 1.62 1.20 0.94 1.04 -0.04

1.21 1.10 -0.04 0.33 0.92

TAHUNAN

9.61 11.91

9.76 4.95 6.23 16.21 6.41 6.41 11.19 2.75 6.76

commit to user

(pengambilan uang besar – besaran secara serentak oleh masyarakat) diberbagai bank diseluruh Indonesia, sedangkan kenaikan uang yang beredar dalam arti luas yaitu uang giral dan uang kuasi (M2) terjadi karena peningkatan uang kuasi yang terdiri dari simpanan rupiah dan simpanan valuta asing (Darmansyah, 2005).

Tabel 1.2 Jumlah Uang Beredar Tahun 2000;1 – 2010;12

2,141,384 2,471,206 Sumber : Bank Indonesia (2011)

Pengalaman menunjukkan bahwa jumlah uang beredar diluar kendali dapat menimbulkan konsekuensi atau pengaruh yang buruk bagi perekonomian secara keseluruhan. Konsekuensi atau pengaruh yang buruk dari kurang terkendalinya

commit to user

perkembangan variabel – variabel ekonomi utama, yaitu tingkat produksi (output) dan harga. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi.

Tabel 1.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Tahun 2000;1 – 2010;12

BULAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jan

Sumber : Bank Indonesia (2011) Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada kisaran 2.110–2.383 Rupiah per US Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada pertengahan 1997 perekonomian Indonesia terkena dampak negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini diawali dengan melemahnya Bath Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek menular ke negara lain) dan menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia.

Krisis mata uang yang melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar pada pertengahan tahun 1997. Rupiah yang bernilai

commit to user

menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar. Dalam menahan laju nilai tukar Rupiah, pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating system) dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating system). Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar pada Juni 1998.

Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat inflasi yang tinggi, bank sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI yang pada bulan November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan. Langkah ini disatu sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen pada tahun 1998 menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun di sisi lain keadaan ini berdampak buruk pada tingkat investasi di Indonesia, pada tahun 1997 pelarian arus modal keluar mencapai 3,5 milyar Dollar, sementara pada tahun 1998 dan 1999 masing-masing

mencapai 19.7 milyar Dollar dan 11,3 milyar Dollar (Salim, 2001).

commit to user

Suku Bunga SBI Tahun 2000;1 – 2010;12

Sumber : Bank Indonesia (2011) Krisis ekonomi dan moneter yang dialami Indonesia telah memberikan pelajaran berharga pada peran yang seharusnya dilakukan oleh Bank Sentral dalam perekonomian dan status kelembagaanya dalam suatu negara. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor moneter dan perbankan, yang merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembangunan tersebut. Disatu sisi hal ini dapat dipahami mengingat sektor moneter dan perbankan memang mempunyai fungsi yang mampu memberi pelayanan pada bekerjanya sektor riil, baik kegiatan investasi, produksi, distribusi maupun konsumsi.

Di Indonesia, pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan sosial, politik, ekonomi yang demokratis dan berkeadilan.

commit to user

sangat birokatis dan cenderung korup serta tidak demokratis, telah menyebabkan krisis yang mengancam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena itu reformasi disegala bidang dilakukan untuk bangkit kembali dan memperteguh kepercayaan diri atas paradigma baru Indonesia masa depan.

Sumber – sumber ekonomi yang strategis dan dominan tergantung pada faktor nonfisik dan faktor – faktor manajemen yang mempengaruhi penggunaan sumber- sumber dominan untuk pertumbuhan yang kualitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi, tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju pertumbuhan ekonomi akan rendah. Pertumbuhan ekonomi melibatkan perubahan faktor – faktor permintaan yaitu perubahan permintaan agregatif akan menyebabkan perubahan alokasi sumber – sumber daya dalam perekonomian. Mekanisme perubahan alokatif harus terjadi dengan cepat dan bebas agar kenaikan kapasitas produksi dapat direalisasi. Dalam proses pertumbuhan ekonomi berupa sektor atau industri mengalami penciutan atau perluasan secara lambat , pergeseran atau perpindahan sumber daya dari sektor yang satu ke sektor yang lain harus dijamin mekanismenya, terjadinya mungkin sebagian besar melalui mekanisme pasar sehingga pemanfaatan atau penggunaan sumber daya dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilaksanakan secara efisien (Jhingan, 2000).

Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan dunia uasaha membuka pintu kesempatan kerja. Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang bekerja pada berbagai sektor perekonomian. Baik sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, sektor industri maupun sektor jasa (Safrida,

commit to user

(derived demand) dari permintaan konsumen dari produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu unit usaha. Sehingga permintaan tenaga kerja terkait dengan permintaan barang dari unit usaha tersebut.

Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Indonesi Pada Tahun 2000;1 – 2010;12 BULAN

Sumber : Bank Indonesia (2011) Oleh karena itu, pembahasan maupun perumusan kebijakan moneter

perbankan harus senantiasa ditempatkan pada konteksnya sebagai bagian dari kebijakan ekonomi nasional. Pemahaman ini menjadi semakin penting dalam kaitannya dengan arah kebijakan nasional kita dewasa ini yang diarahkan pada upaya pemulihan ekonomi pasca krisis dengan menitikberatkan pada program stabilisasi dan reformasi ekonomi.

Dengan melihat strategisnya peran perbankan dalam perekonomian maka upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan, khususnya perbankan, menjadi sangat penting. Sektor perbankan memiliki peranan yang penting dalam proses kebangkitan (recovery) perekonomian secara keseluruhan. Melalui pendekatan yang komprehensif, telah dibuktikan bahwa restrukturisasi perbankan telah memberikan dampak positif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penurunan laju inflasi.

commit to user

meningkatkan kembali mobilisasi dana, merealokasi sumber keuangan secara lebih efisien dan mendorong penurunan tingkat bunga, sehingga pada akhirnya memacu pertumbuhan ekonomi kita.

Disamping itu Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.

3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. (Bank Indonesia ).

Sehubungan uraian diatas, maka penulis ingin menelitai berbagai pengaruh kebijakan moneter untuk dapat menstabilkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia setelah adanya kebijakan moneter inflation targeting dengan

commit to user

Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode

Tahun 2000:1 -2010:12 ”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

2. Bagaimana pengaruh nilai kurs terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

3. Bagaimana pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

4. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Dapat mengetahui pengaruh dari Inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Dapat mengetahui pengaruh dari nilai kurs terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Dapat mengetahui dari pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. Dapat mengetahui pengaruh dari Jumlah Uang Beredar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesi dalam jangka pendek dan jangka panjang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai proses belajar yang dapat

commit to user

telah penulis dapatkan. Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi penelitian sejenis.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter

1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan atau kesempatan kerja yang tersedia.

Kebijakan moneter yang disebutkan diatas merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro, yang pada umumnya dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara tertutup atau terbuka, serta faktor – faktor fundamental ekonomi lainnya. Dalam pelaksanaannya, strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda – beda dari suatu negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang diyakini berlaku pada perekonomian yang bersangkutan.

Menurut Sadono Sukirno (2006), kebijakan moneter merupakan langkah – langkah pemerintah yang dilakukan oleh Bank Sentral ( di Indonesia Bank Sentralnya adalah Bank Indonesia) untuk mempengaruhi (mengubah) penawaran yang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Salah satu komponen dari pengeluaran

commit to user

bunga yang tinggi akan mengurangi penanaman modal dan apabila suku bunga rendah lebih banyak penawaran modal akan dilakukan. Dengan demikian salah satu cara yang dapat dijalankan pemerintah untuk mempengaruhi pengeluaran agregat adalah dengan mempengaruhi penanaman modal. Apabila pengangguran berlaku dalam perekonomian, pengeluaran agregat perlu ditambah untuk mengurangi pengangguran. Menurunkan suku bunga untuk menggalakkan pertambahan penanaman modal adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan ini dapat dicapai pemerintah dengan menjalankan kebijakan moneter.

Dalam kajian literatur ada dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi antara lain dengan menambah jumlah uang beredar, sedangkan kebijakan moneter kontraktif ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi antara lain dilakukan dengan mengurangi jumlah uang beredar (Sadono Sukirno; 2006).

Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada umumnya diterapkan sejalan dengan business cycle “siklus kegiatan ekonomi’’. Dalam hal ini, kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi dimana perekonomian sedang mengalami boom ‘perkembangan yang sangat pesat, tentu berbeda dengan kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi dimana perekonomian sedang mengalami depression atau slump (perkembangan yang melambat). Dalam kajian literatur dikenal dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong

commit to user

beredar. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui penurunan jumlah uang beredar.

Kebijakan moneter biasanya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia yang menurut undang – undang keberadaanya adalah independen. Seringkali Bank Sentral disebut sebagai otoritas moneter, karena dengan sifat independen tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang melakukan pengendalian uang yang beredar untuk maksud tertentu. Oleh karenanya perlu diketahui apa fungsi dari lembaga otoritas moneter tersebut.

2. Kerangka Operasional Kebijakan Moneter

Kerangka operasional kebijakan moneter adalah rangkaian langkah – langkah bank sentral dari penentuan dan prakiraan sasaran akhir, pemantauan variabel – variabel ekonomi yang dijadikan dasar perumusan kebijakan moneter hingga pelaksanaan pengendalian moneter untuk mencapai sasaran akhir. Pada umumnya kerangka operasional tersebut terdiri dari instrument, sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Instrument moneter digunakan untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional yang diperlukan untuk mencapai sasaran antara, dimana informasinya tersedia lebih awal daripada sasaran antara. Sasaran antara diperlukan karena untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan terdapat tenggang waktu antara pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir. Sedangkan sasaran akhir dapat berupa stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja (Warjiyo, Perry dan Solikin ,2003).

commit to user

3. Instrumen Kebijakan Moneter

Instrumen kebijakan moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh bank sentral yang dapat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional yang telah ditetapkan (Warjiyo, Perry dan Solikin, 2003).

Menurut Nopirin (2000), pada dasarnya instrumen kebijakan moneter yang dipakai adalah :

a. Instrumen Umum yang meliputi : politik pasar terbuka (open market), politik cadangan minimum (reserve requirements), dan politik diskonto (discount policy).

b. Instrumen yang selektif meliputi : margin requirements, pembatasan atau penentuan tingkat bunga, yang kesemua ini untuk mempengaruhi alokasi kredit untuk sektor – sektor tertentu.

c. Instrumen yang bersifat menghimbau yaitu moral suasion atau open mouth policy .

Disamping itu, penentuan tingkat bunga, pengaturan sistem perbankan, serta devaluasi termasuk juga dalam instrumen kebijakan moneter.

a. Politik Pasar Terbuka Meliputi tindakan menjual dan membeli surat – surat berharga oleh bank sentral. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap, pertama; kenaikan cadangan bank – bank umum yang tersangkut dalam transaksi. Kedua; akan mempengaruhi harga dan tingkat bunga surat berharga.

commit to user

Tindakan untuk mengubah – ubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Kebijakan ini berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Di negara yang sudah maju, politik ini juga mempunyai efek pengumuman, yakni efek yang ditimbulkan dari adanya pengumuman (melalui mass media) tentang tingkat diskonto, dan biasanya ini akan dipakai masyarakat sebagai indikasi ketat tidaknya kebijakan moneter pemerintah.

c. Politik Perubahan Cadangan Minimum Dengan kebijakan ini maka jumlah uang beredar bisa diubah – ubah melalui penentuan dari bank sentral cadangan wajib minimal pada bank – bank umum.

d. Margin Requirement Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuan – tujuan pembelian surat – surat berharga (yang biasanya bersifat spekulatif). Caranya dengan menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk transaksi surat berharga.

e. Moral Suasion Kebijakan ini bermaksud untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter dan individu yang bergerak dibidang moneter, dengan pidato – pidato gubernur bank sentral, atau publikasi – publikasi supaya bersikap seperti yang dikehendaki penguasa moneter.

4. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter

Menurut Taylor dalam Warjiyo (2003), mendefinisikan mekanisme tranmisi kebijakan moneter sebagai “the process through which monetary policy

commit to user

Sukirno (2003) menyatakan bahwa mekanisme transmisi menggambarkan rangkaian perubahan yang akan berlaku sebagai akibat dari kebijakan moneter yang dijalankan.

Dalam berbagai literatur ekonomi moneter terdapat beberapa jalur tranmisi utama. Dalam tranmisi moneter langsung, mekanisme tranmisi kebijakan moneter mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka pendek pertambahan JUB akan mempengaruhi perkembangan riil. Sedangkan dalam jangka menengah, pertumbuhan JUB akan mendorong kenaikan harga (inflasi), yang berdampak pada perkembangan output riil, tetapi mendorong kenaikan laju inflasi.

a. Jarak waktu (lag) dari Kebijakan Moneter Menurut Boediono (1985), masalah kebijakan yang masih berkaitan dengan ketidakpastian ini adalah masalah jarak waktu atau lag dari kebijaksanaan. Ada dua macam lag yang dikenal dalam kepustakaan kebijaksanaan ekonomi, yaitu:

a) Inside lag adalah jarak waktu dari timbulnya permasalahan didalam perekonomian sampai dengan dimulainya tindakan kebijaksanaan untuk mengatasinya.

b) Outside lag adalah jarak waktu antara saat mulai dilaksanakannya langkah

kebijaksanaan dan saat timbulnya akibat pada perekonomian.

5. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi (stabilization policy) mengacu pada tindakan kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Karena fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat wajar jangka

commit to user

dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin dengan tingkat wajarnya (Mankiw, 2000).

6. Kebijakan Moneter Inflation Targeting

Dengan dilepasnya system crawling band dan dianutnya system nilai tukar mengambang setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998, kerangka kebijakan moneter diarahkan kepada penciptaan stabilitas harga dengan target base money (inflation targeting lite) . Sejak bulan juli 2005, kerangka kebijakan moneter disempurnakan dengan prinsip-prinsip Inflation Targeting Framework (Prijambodo, 2006).

Mulai bulan Juli tahun 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targeting Framework , yang mencakup empat elemen mendasar yaitu penggunaan suku bunga BI Rate sebagai sasaran operasional , proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif , strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Langkah – langkah tersebut ditujukan untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Purnomo, 2010).

Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam

commit to user

akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi (Bank Indonesia, 2011)

Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF adalah framework , bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sasaran- sasaran pembangunan yang lebih luas antaralain pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan prinsip full discretionary, ITF menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan kebijakan moneter bersifat terbatas (Prijambodo, 2006).

Langkah – langkah penguatan kebijakan moneter untuk meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat ( www.bi.go.id ), yaitu

1. Inflation Targeting Laite Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Selanjutnya, dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi untuk jangka pendek dan menengah yang mencerminkan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengharap pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara – negara sekitar.

commit to user

keuangan yang Indonesia alami dengan terjadinya krisis tahun 1997 telah membatasi ruang gerak Bank Indonesia untuk menerapkan ITF secara formal. Operasi moneter masih menggunakan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional. Selain karena merupakan salah satu indikator kinerja selama Indonesia dalam program IMF, dimasa lalu menggunakan uang primer diperlukan untuk menyerap kelebihan likuiditas sebagai dampak dari proses resolusi perbankan dan ketidakpastian yang masih melingkupi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Praktek kerangka kerja kebijakan moneter seperti ini sering disebut Inflation Targeting Lite (www.bi.go.id).

2. Inflation Targeting Framework (ITF) Secara umum, Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang secara eksplisit mentargetkan inflasi dan kebijakan moneter secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dimaksud. Meskipun definisi berbeda secara rinci, terdapat konsensus umum mengenai karakteristik pokok dari rezim kebijakan moneter ini, yaitu: adanya sasaran inflasi yang secara eksplisit menjadi tujuan utama pemeliharaan kestabilan harga oleh bank sentral, terbatasnya dominasi fiskal dan tidak adanya sasaran nominal yang lain, dan otoritas moneter yang dibekali dengan independensi instrument dan beroperasi secara transparan dan terbuka kepada public (Bank Indonesia).

Pelaksanaan ITF di Indonesia mengikuti prinsip dasar bahwa ITF adalah framework, bukan rule. Dengan prinsip ini, kebijakan moneter tidak dilaksanakan secara kaku. Pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sasaran – sasaran pembangunan yang lebih luas antara

commit to user

menuntut agar discretionary policy dalam pelaksanaan kebijakan moneter bersifat terbatas. Dengan prinsip dasar tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter dengan elemen – elemen pokok sebagai berikut (Prijambodo, 2006), yaitu

Pertama, suku bunga (BI-rate) digunakan sebagai sasaran operasional moneter menggantikan uang beredar. Perubahan sasaran operasional moneter ini didasarkan pada pertimbangan makin lemahnya hubungan antara uang beredar dengan laju inflasi.

Kedua, kebijakan moneter diperkuat dengan strategi yang bersifat pre- empire atau forward looking. Elemen dasar ini sekaligus merupakan tantangan besar bagi Bank Indonesia mengingat inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif (inertia). Bank Indoneisa menyebutkan, misalnya sekitar 74% inflasi pada tahun 2001 dan sekitar 89% inflasi pada tahun 2004 terutama disumbang oleh ekspektasi yang bersifat adaptif.

Ketiga, terkait dengan unsur kedua, pelaksanaan ITF membutuhkan komunikasi yang efektif dan transparan kepada masyarakat luas. Ini diperlukan agar langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh ke depan benar – benar dipahami secara utuh oleh masyarakat.