1 Pengembangan pariwisata di keraton kasunanan surakarta dan pengaruhnya bagi masyarakat sekitar

Skripsi Oleh : Stefani Sari Respati K 4406040 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR

Oleh: STEFANI SARI RESPATI NIM. K4406040

Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ABSTRAK

Stefani Sari Respati. PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON

KASUNANAN SURAKARTA

DAN

PENGARUHNYA BAGI

MASYARAKAT SEKITAR. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta. (2) Keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton. (3) Pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan. (4) Dampak pengembangan wisata keratin bagi masyarakat sekitar.

Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu suatu cara dalam meneliti suatu peristiwa pada masa sekarang dengan menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang tertentu atau perilaku yang dapat diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam penelitian ini digunakan strategi studi kasus terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan diteliti sudah dibatasi dan ditentukan serta terpusat pada satu lokasi yang mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain yaitu Keraton Surakarta. Sumber data yang digunakan adalah sumber benda, tempat, peristiwa, informan, dan dokumen. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tehnik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian, dimana peneliti memilih informan yang dipandang mengetahui permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua tehnik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis yang bergerak diantara tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) faktor-faktor yang melatarbelakangi Keraton Kasunanan Surakarta dijadikan sebagai obyek wisata, diantaranya adalah : Keraton Kasunanan Surakarta merupakan suatu tempat atau pusat dari Kebudayaan Jawa Mataram, sarana transportasi yang sangat mudah, Keraton Kasunanan Surakarta tidak lagi mempunyai kekuasaan administratif setelah Indonesia merdeka. (2) Peninggalan-peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta yang dapat dijadikan wisata Keraton berupa bangunan-bangunan dan benda-benda peninggalan yang ada di komplek Keraton Surakarta. Bangunan- Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) faktor-faktor yang melatarbelakangi Keraton Kasunanan Surakarta dijadikan sebagai obyek wisata, diantaranya adalah : Keraton Kasunanan Surakarta merupakan suatu tempat atau pusat dari Kebudayaan Jawa Mataram, sarana transportasi yang sangat mudah, Keraton Kasunanan Surakarta tidak lagi mempunyai kekuasaan administratif setelah Indonesia merdeka. (2) Peninggalan-peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta yang dapat dijadikan wisata Keraton berupa bangunan-bangunan dan benda-benda peninggalan yang ada di komplek Keraton Surakarta. Bangunan-

MOTTO

Q .S AL ` A SHR :2

We le a rn histo ry tha t we ma y b e wise b e fo re the e ve nt

Sir Jo hn Se e le y (2004:60)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

Bapak dan Mama yang memberikan kasih sayang, doa, dan support

Pondra, adikku tercinta.

Bhandenx yang memberikan aku banyak pengalaman dan selalu menemani dalam

suka dan duka

Teman-teman History ‘06

Almamater

KA TA PEN G A N TA R

Se g a la p uji d a n syukur Ka mi ha turka n ke p a d a Alla h S.W.T a ta s se g a la limp a ha n ra hma t, hid a ya h d a n ina ya h-Nya , se hing g a p ro se s p e ne litia n d a n p e nyusuna n skrip si ini b e rja la n d e ng a n c ukup b a ik. Sha la wa t d a n sa la m se mo g a se na ntia sa te rc ura h d a n te rlimp a hka n p a d a junjung a n Kita Ra sullula h SAW. Skrip si ini d itulis untuk me me nuhi sya ra t untuk me mp e ro le h g e la r Sa rja na Pe nd id ika n p a d a Pro g ra m Pe nd id ika n Se ja ra h Jurusa n Imu Pe ng e ta hua n So sia l, Fa kulta s Ke g urua n

d a n Ilmu Pe nd id ika n, Unive rsita s Se b e la s Ma re t Sura ka rta .

Se la ma ma sa p e nye le sa ia n skrip si ini, c ukup b a nya k ha mb a ta n ya ng me nimb ulka n ke sulita n, d a n b e rka t ka runia Alla h S.W.T d a n p e ra n b e rb a g a i p iha k, ke sulita n ya ng p e rna h timb ul d a p a t d ia ta si. Tid a k lup a , uc a p a n te rima ka sih d iuc a p ka n ke p a d a ya ng te rho rma t:

1. De ka n Fa kulta s Ke g urua n d a n Ilmu Pe nd id ika n, Unive rsita s Se b e la s Ma re t Sura ka rta , ya ng te la h me mb e rika n ijin p e ne litia n, 2. Ke tua Jurusa n Ilmu Pe ng e ta hua n So sia l, 3. Ke tua Pro g ra m Pe nd id ika n Se ja ra h, Fa kulta s Ke g urua n d a n Ilmu Pe nd id ika n, Unive rsita s Se b e la s Ma re t Sura ka rta , ya ng

te la h me mb e rika n ijin p e ne litia n, 4. Drs. A.Arif Musa d a d , M.Pd , se la ku Pe mb imb ing I ya ng te la h me mb e rika n mo tiva si, ma suka n d a n sa ra n, 5. Musa Pe lu, S.Pd , M.Pd , se la ku Pe mb imb ing II ya ng te la h me mb e rika n

a ra ha n, ma suka n d a n sa ra n, 6. Piha k Ke ra to n ya ng te la h me nja d i te mp a t p e ne litia n, 7. Be rb a g a i p iha k ya ng tid a k b isa d ise b utka n sa tu-p e rsa tu.

Se mo g a se g a la a ma l b a ik d a n ke ikhla sa n me mb a ntu p e nulis te rse b ut me nd a p a tka n imb a la n d a ri Alla h S.W.T d a n se mo g a ha sil p e ne litia n ya ng se d e rha na ini d a p a t b e rma nfa a t.

DA FTA R LA M PIRA N

La mp ira n 1 : Do kume nta si d a ri Ke ra to n Sura ka rta …………………… 101

: G a p ura Pa ma ruka n

Fo to 5 : Ba ng sa l Ma ng untur Ta ng kil Fo to 6

: Pa ng g ung Sa ng g a b uwa na Fo to 7

: Pa g e la ra n Siting g il

: Ba ng sa l Ma rc ukund a

: Ko ri Ka ma nd hung a n

: Me ria m Kumb a ra wi

Fo to 15

: Me ria m Kya i Alus

Fo to 16 : Me ria m Kya i Pa me c ut Fo to 17

: Me ria m Ka d a l Buntung

Fo to 18 : Me ria m Kya i So e we b ra sta Fo to 19

: Me ria m Ma he sa Ko ma li Fo to 20

: Me ria m Kya i Sa d e wa

: Me ria m Kya i Na kula

: Ke re ta G a rud a Putra

Fo to 27

: Ke re ta Kya i Ma ra se b a

Fo to 28 : Re lie f Up a c a ra Wiluje ng a n Fo to 29

: Al-Q ura n d a n te rje ma ha nnya Fo to 30

: Up a c a ra G re b e g Ma ulud Na b i

Fo to 31

: Ko le ksi Ke ris

Fo to 32 : Pa tung ka yu, kya i Ra ja Ma la Fo to 33

: Ala t ma sa k p a d a sa a t p e ra ng ; d a nd a ng Fo to 34

: Kunjung a n siswa -siswi d i Ke ra to n Sura ka rta Fo to 35

: Siswa -siswi o b se rva si d i Ke ra to n

Fo to 36 : Siswa -siswi b e rkump ul d i p a g e la ra n

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia Bagaikan untaian “Ratna Mutu Manikam” yang melingkar di garis khatulistiwa, ungkapan tersebut sangat cocok dengan keadaan geografis yang dimiliki Indonesia, keadaan alam yang sangat indah. Keindahan alam,yang dihuni oleh berbagai etnik dan keragaman budaya yang sangat khas mendukung pengembangan di sektor kepariwisataan, akan tetapi sampai saat ini semua potensi belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sendiri, maupn ketiadaan dana dalam mengembangkan suatu daerah menjadi potensi wisata.

Citra pariwisata Indonesia masih belum bisa menyamai keharuman yang ditaburkan oleh negara-negara yang telah mengembangkan dan memperoleh manfaat yang besar dari sektor ini. Bila ditilik dari segi potensi alam Indonesia memiliki kualitas yang bagus dan indah. Untuk membangun citra yang akan melicinkan jalan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, para pelaku wisata, akademis, dan masyarakat umum harus mengetahui apa yang harus dilakukan.

Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mengembangkan citra pariwisata Indonesia. Pemerintah sadar bahwa sektor pariwisata biasa menjadi sumber pendapatan bagi negara, oleh karena itu pemerintah juga membuat peraturan-peraturan tentang pariwisata. Peraturan-peraturan tersebut bisa terkait dengan penataan tempat pariwisata, kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelolanya, dan juga tentang perolehan pendapatan yang dihasilkan dari sektor pariwisata tersebut.

Salah satu contoh peraturan yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Berdasarkan kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. Selain itu, daerah otonom memiliki kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan dari Pemerintah Pusat dalam rangka mengambangan seluruh potensi yang ada di wilayahnya.

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dilaksanakan pula perubahan pola pembagian sumber-sumber keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara lebih adil, artinya seiring adanya transfer kewenangan yang semakin besar ke daerah/kota secara bertahap akan diikuti dengan transfer sumber-sumber fiskal yang diperlukan untuk menjalankan kewenangan tersebut. Adanya otonomi daerah maka setiap daerah otonom memiliki hak-hak dasar. Salah satu hak dasar adalah kebebasan memiliki, mengelola, dan memanfaatkan sumber keuangannya sendiri. Setiap daerah otonom akan mulai mengembangkan inisiatif dan kreatifitas daerah untuk membangun daerahnya, berkompetisi dengan daerah-daerah otonom lainnya, dengan memiliki kebebasan untuk menyusun pembangunan sendiri, mendayagunakan potensinya untuk kesejahteraan masyarakat, serta menambah Pendapatan Asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah ini sendiri dapat diperoleh dari pajak, retribusi, serta hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dalam upaya meningkatkan dan mendayagunakan potensi pariwisata, Pemerintah Kota Surakarta mulai menata kembali semua ruang dan tata kota Solo. Kepariwisataan Indonesia belakangan ini berkembang menjadi salah satu industri andalan yang biasa disebut dengan industri pariwisata. R.S Damarjadi mengatakan, “Industri pariwisata merupakan rangkuman daripada berbagai macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau service, yang nantinya baik secara langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perawatannya”.

Pariwisata sebagai suatu industri baru dikenal di Indonesia setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus 1969, yang dalam Bab II pasal 3 disebutkan bahwa “Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan dan pembangunan “industri pariwisata” dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara”. Instruksi presiden ini juga berisi tentang tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan Negara dan masyarakat pada umumnya, perluasaan kesempatan kerja dan mendorong kegiatan industri penunjang, memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia, meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional dan internasional (Oka. A. Yoeti, 1983:138). Dalam mengembangkan potensi pariwisatanya, telah berupaya memberdayakan segala potensi yang ada baik dari aneka obyek wisata dan kehidupan masyarakat kota yang mengalir ke arah metropolitan maupun dari keadaan tata kota yang indah dna nyaman yang menjadi daya tarik wisata baru.

Warisan budaya kota atau Urban Heritage adalah obyek-obyek dan kegiatan di perkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktifitas masyarakat yang memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan diakrabi oleh masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di

Kota Solo adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kadipaten Puro Mangkunegaran, Museum Radyapustaka dan masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Kota Solo. Selain bangunan kuno tersebut, Solo yang merupakan pusat kota juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang menonjolkan keindahan alamnya, seperti Taman Balekambang, City Walk, Galabo, Gelora Manahan. Semua itu sebagai aset yang melambangkan Solo sebagai Kota Budaya.

Salah satu obyek yang dikembangkan adalah keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta yang menunjuk pada sebuah lokasi dan karakter kebudayaan dari Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo. Keraton Kasunanan Surakarta adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan Jawa. Keraton Kasunanan Surakarta perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata unggulan. Hal ini diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah dan sebagai upaya pelestarian peninggalan hasil budaya. Saat ini pemerintah sudah merevitalisasi salah satu pojok bangunan bersejarah juga menjadi terminal bus wisata yang terletak di utara Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Grosir Solo (PGS). Hal ini sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan sarana dan prasarana di sektor pariwisata.

Keraton Kasunanan Surakarta yang dulu menjadi pusat pemerintahan di Kota Solo zaman kerajaan, dan Kasultanan Yogyakarta di Kota YOgya merupakan bagian dari Mataram. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami gejolak politik yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan, baik dalam bentuk pemberontakan, perpindahan keraton, pengungsian, pergeseran kekuasaan, pusaka hilang, dan masuknya budaya barat. Intrik dan gejolak antar fraksi yang di provokasi oleh kompeni berakibat pecahnya wilayah Mataram menajdai empat bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Keempat wilayah ini dalam tata Negara Kolonial disebut Vorstenlanden. Wilayah Vorstenlanden ini saling berkomunikasi tentang perkembangan masing-masing wilayah, tapi tidak hanya Keraton Kasunanan Surakarta yang dulu menjadi pusat pemerintahan di Kota Solo zaman kerajaan, dan Kasultanan Yogyakarta di Kota YOgya merupakan bagian dari Mataram. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami gejolak politik yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan, baik dalam bentuk pemberontakan, perpindahan keraton, pengungsian, pergeseran kekuasaan, pusaka hilang, dan masuknya budaya barat. Intrik dan gejolak antar fraksi yang di provokasi oleh kompeni berakibat pecahnya wilayah Mataram menajdai empat bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Keempat wilayah ini dalam tata Negara Kolonial disebut Vorstenlanden. Wilayah Vorstenlanden ini saling berkomunikasi tentang perkembangan masing-masing wilayah, tapi tidak hanya

Hubungan perdagangan ini berjalan baik karena sejak awal abad XVI jalur transportasi sungai antara Kota Solo dan Surabaya sudah terbentuk. Surabaya merupakan Bandar pertama, sedangkan Solo merupakan Bandar terakhir yang terletak di Semanggi (Babad Sala, 1984:15). Aktifitas utamanya adalah perdagangan yang kemudian melahirkan kontak kebudayaan lintas etnik dan lintas bangsa. Kebudayaan yang tertinggal dan dapat diamati dewasa ini adalah Kampung Arab di Pasar Kliwon, Kampung Cina di Pasar Gede, Kampung Etnik Bali di Kebalen, Kampung Madura di Sampangan, Kampung Etnik Banjar dan Flores di dekat Kepatihan, Kampung Batik di Laweyan, Kauman, Keprabon , dan Kampung dagang Jawa di Kampung Sewu.

Kemerosotan politik yang dihadapi kerajaan-kerajaan vorstenlanden sebagai akibat tekanan kolonial, tidak mempengaruhi aktifitas perdagangan dan industri rumah tangga. Marjinalisasi kelompok sosial yang memiliki potensi kekuatan ekonomi maupun kekuatan massa akan memacu poses penyadaran organik, serta membangkitkan perlawanan terhadap diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan. Pengasingan putra mahkota mengundang simpati elit nasionalis, serta memantapkan dinamika politik kebangsaan di Kota Solo. Berdasarkan gambaran di atas, sejarah telah menyebutkan bahwa Kota Solo sebagai pusat budaya Jawa maupun kota yang mengembangkan budaya kehidupan politik yang mendasarkan pada keberagaman (Reflex, Agustus 2008: 16-17).

Sehubungan dengan upaya pengembangan pariwisata Keraton Kasunanan Surakarta, maka peran Pemerintah Kota Solo harus ditingkatkan, khususnya dalam membangun infrastruktur pendukung, baik yang bersifat fisik, seperti sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, maupun yang non fisik seperti penyederhanaan proses investasi di bidang pariwisata yang menjadi tugas Pemerintah Kota. Upaya pengembangan juga dilakukan dengan melengkapi fasilitas umum seperti mushola, toilet, dan tempat parkir. Dilengkapi lagi dengan tempat penelitian bangunan bersejarah Keraton Kasunanan Surakarta. Selain upaya tersebut, perlu adanya promosi wisata melalui berbagai sarana dan jalur Sehubungan dengan upaya pengembangan pariwisata Keraton Kasunanan Surakarta, maka peran Pemerintah Kota Solo harus ditingkatkan, khususnya dalam membangun infrastruktur pendukung, baik yang bersifat fisik, seperti sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, maupun yang non fisik seperti penyederhanaan proses investasi di bidang pariwisata yang menjadi tugas Pemerintah Kota. Upaya pengembangan juga dilakukan dengan melengkapi fasilitas umum seperti mushola, toilet, dan tempat parkir. Dilengkapi lagi dengan tempat penelitian bangunan bersejarah Keraton Kasunanan Surakarta. Selain upaya tersebut, perlu adanya promosi wisata melalui berbagai sarana dan jalur

Keindahan Kota Solo tidak bisa terlepas dari elemen penting dalam perancangan kota agar tertata rapi dan teratur. Elemen yang tidak bisa dipisahkan tentu saja nilai dan kadar budaya yang kental dalam setiap program pembangunan yang dilakukan . Hal ini mengingat adanya jargon yang menempel pada Kota Solo itu sendiri, “Solo The Spirit Of Java”. Salah satu yang menggambarkan penataan kota yang indah dan menarik perhatian dapat dilihat dalam program pembangunan City Walk . Dimana nantinya City Walk juga akan menuju ke Keraton Kasunanan Surakarta. Pariwisata di Solo sengaja dibuat berangkai, hal ini dimaksudkan agar pengunjung tidak merasa jenuh dan tetap dapat menikmati keindahan Kota Budaya. Meski pada tahun 1998 banyak bangunan dan fasilitas umum yang ada di Kota Solo hancur baik itu bangunan pemerintah, mall, jalan, lampu lalu lintas, maupun taman-taman yang ada, karena adanya kerusuhan pernah rusak, sekarang tidak terlihat kalau Solo pernah hancur lebur akibat kerusuhan massa. Solo yang terkenal dengan Kota Sumbu pendek, sangat mudah tersulut pertikaian.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang upaya pelestarian dan pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terhadap Keraton Kasunanan Surakarta agar menjadi objek wisata yang menarik sehingga nilai-nilai kesejarahannya tetap teraga dan seklaigus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, maka penulis mengangkat judul, “Pengembangan Pariwisata di

Keraton Kasunanan Surakarta dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Sekitar”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ?

2. Bagaimanakah deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton Kasunanan Surakarta ?

3. Bagaimanakah pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan Surakarta ?

4. Apakah dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta bagi masyarakat sekitar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai didalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta.

2. Untuk mengetahui deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton Kasunanan Surakarta.

3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan Surakarta.

4. Untuk mengetahui dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta bagi masyarakat sekitar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya pengembangan yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah terhadap potensi wisata di daerahnya.

b. Dengan penelitian membrikan masukan dan sumbangan kepada pembaca supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dalam bidang kepariwisataan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut ;

a. Untuk memberikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait dalam mengembangkan potensi yang dimiliki obyek wisata Keraton Kasunanan Surakarta.

b. Sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara mendalam.

BAB II KAJIAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kebudayaan Jawa

a. Pengertian Kebudayaan

Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Koentjaraningrat dalam bukunya kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (2004:19) berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. “Budaya” dibedakan dari “kebudayaan”, karena “budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu sendiri. Dalam istilah “antropologi budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama.

Antropolog E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto (1990: 188) mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara atau pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Seorang peneliti kebudayaan akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang, Antropolog E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto (1990: 188) mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara atau pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Seorang peneliti kebudayaan akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang,

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat

menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk di dalamnya agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 1990:189).

Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan total dari pikiran, karya, dan hasil karyanya oleh manusia yang berasal dari proses belajar selanjutnya menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya membentuk suatu peradaban.

b. Unsur-unsur Kebudayaan

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang

1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi),

2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi),

3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan),

4) Bahasa (lisan maupun tertulis),

5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak),

6) Sistem pengetahuan,

7) Religi (sistem kepercayaan) (Soerjono Soekanto, 1990:191). Cultural Universal dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang biasa disebut cultural activity (Ralph Linton 1936: 397). Misalnya kesenian, meliputi kegiatan seni tari, seni suara, dan seni rupa. Ralph Linton juga merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait-compleks. Misalnya kegiatan pertanian menetap, meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, dan sistem hak milik atas tanah. Selanjutnya trait-compleks mengolah tanah dengan bajak dapat dipecah-pecah lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi, misalnya hewan-hewan yang menarik bajak dan tehnik mengendalikan bajak. Akhirnya sebagai unsur terkecil yang membentuk traits adalah items.

c. Sifat Hakikat Kebudayaan

Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun mereka berada. Sifat hakikat kebudayaan adalah sebagai berikut :

1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.

3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban- kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan- tindakan yang dilarang dan tindakan yang diizinkan (Soerjono Soekanto, 1990:199).

Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi bila seseorang akan memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, yaitu :

1) Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal, akan tetapi perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya. Masyarakat dan kebudayaan adalah dwitunggal yang tidak dapat dipisahkan, yang mengakibatkan setiap masyarakat mempunyai kebudayaan atau kebudayaan bersifat inversal: atribut dari setiap masyarakat di dunia ini.

2) Kebudayaan bersifat stabil tetapi juga dinamis, dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinyu. Setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan atau perkembangan, hanya kebudayaan yang mati saja yang bersifat statis. Sering kali perubahan dalam kebudayaan tidak terasa oleh anggota-anggota masyarakatnya.

3) Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri. Gejala tersebut dapat dijelaskan secara singkat bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia, namun tidak mungkin seseorang mengetahui dan menyakini seluruh unsur kebudayaanya (Soerjono Soekanto, 1990:123).

d. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan itu paling sedikit memiliki tiga wujud kebudayaan yaitu :

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat,

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa disebut tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud yang kedua dari kebudayaan biasa disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas- aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lainnya selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian akifitas manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial ini bersifat konkret. Wujud yang ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan aktifitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang sifatnya dapat diraba, dilihat dan di foto.

Ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan adat istiadat mengatur dan memberi arah pada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula Ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan adat istiadat mengatur dan memberi arah pada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula

e. Kebudayaan Jawa

Uraian-uraian di atas merupakan gambaran kebudayaan, dimana kebudayaan merupakan suatu hasil keseluruhan dari cipta, rasa, dan karsa yang akan membentuk suatu peradaban tertentu di tempat tertentu. Hal ini mengakibatkan kebudayaan nantinya akan menjadi suatu identitas diri, karena kebudayaan satu daerah pasti akan berbeda dari daerah lain. Definisi tersebut dapat menjelaskan tentang kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa adalah segala sesuatu yang bersangkutan atau berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang menciptakan suatu peradaban yang berkembang di Jawa.

Kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa, yang juga tercermin dalam pepatah Jawa Budaya iku dadi kaca diri ning bangsa . Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki kabudayan (kebudayaan) sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa lainya. Hal ini membuktikan bahwa peradaban suatu suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasar-dasar pemikiran, dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan suku bangsa Jawa. Suku Jawa memiliki pengetahuan yang menjadi dasar pemikiran dan sejarah kebudayaannya yang khas, dimana dalam epistemologi dan kebudayaannya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat bagi bangsanya. Dari data sejarah Jawa memang menunjukan tentang penggunaan simbol-simbol itu dalam tindakan bahasa dan religi orang Jawa, yang telah digunakan sejak zaman prasejarah (Ageng Pangestu Rama, 2007: 256).

C.A. Van Peursen dalam Budiono Herusatoto (2008: 19) menguraikan tentang pengertian dan proses terwujudnya simbol dalam kebudayaan manusia, antara lain sebagai berikut :

1) Sejumlah pengarang membedakan antara simbol dan tanda atau lambang. Tanda mempunyai pertalian tertentu dan tetap dengan apa yang ditandai misalnya, pada ungkapan “dimana ada asap, disana ada api”, asap merupakan tanda adanya api.

2) Terdapat juga simbol-simbol yang terbina selama berabad-abad. Lambang- lambang purba seperti api, air, matahari, dan ikan yang memiliki beberapa fungsi yang berbeda yaitu religius, seni, dan teknis semata-mata alat komunikasi. Dimana aspek-aspek tersebut tak dapat dipisahkan dalam lingkungan kebudayaan kuno yang selalu berjalan bersama-sama.

3) Lambang-lambang menafsirkankan proses berjalan sehingga kita seolah- olah dapat naik menara dan memandang daerah-daerah yang luas yang dulu tidak dikenal.

4) Lambang-lambang memperlihatkan sesuatu dari kaidah yang berlaku yang berkaitan dengan perbuatan manusiawi, pengertian dalam ekspresi. Kaidah-kaidah tersebut tidak hanya bertalian dengan akal budi dan pengertian manusia, tetapi juga dengan seluruh pola kehidupa, seluruh perbuatan, dan harapan manusia.

5) Lambang-lambang terdapat di luar badan manusia dan tidak terikat oleh naluri jasmaniah. Simbol-simbol tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat Jawa pada waktu itu, termasuk kehidupan religi. Koentjaraningrat, pada bagian terakhir dari bukunya, kebudayaan, mentalitet dan pembangunan, menyebutkan bahwa setiap religi merupakan sistem yang terdiri dari empat komponen yaitu :

1) Emosi keagamaan yang bisa menimbulkan manusia menjadi religius. Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia.

2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib, serta supranatural yaitu tentang hakekat hidup dan mati, dan tentang wujud dewa-dewi dan makhluk-mahkluk halus lainnya yang mendiami alam gaib.

3) Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewi, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Sistem upacara religius melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam sistem kepercayaan. Sistem uapacara merupakan wujud kelakuan atau behavioral manifestation dari religius.

4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan tersebut. Kelompok-kelompok religius ini bisa berupa : a) Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan kecil yang lain, b) Kelompok-kelompok kekerabatan yang lebih besar seperti keluarga luas, keluarga unilineal seperti klian, suku, dan marga dada, c) Kesatuan komuniti seperti desa, gabungan desa dan orang lain, d) Organisasi-organisasi sangaka penyinaran agama, organisasi sangha, organisasi gereja, partai politik yang berdasarkan ideologi religius, gerakan religius, orde-orde rahasia, dan sebagainya (Budiono Herusatoto, 2008:45).

Kelompok-kelompok dan kesatuan sosial seperti itu biasanya beorientasi terhadap sistem kepercayaan dan religi yang bersangkutan, dan upacara berulang untuk sebagian atau keseluruhan, berkumpul untuk melakukan sistem upacaranya.

Usaha memahami kebudayaan Jawa akan mengarah pada pemahaman nilai-nilai, konsepsi-konsepsi dan paham-paham yang membimbing tindakan- tindakan dalam hidupnya di lingkungan masyarakat Jawa. Nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi itu akan memperlihatkan pandangan dunia masyarakat Jawa baik secara vertikal maupun horizontal. Pandangan dunia bagi orang Jawa adalah nilai pragmatism untuk mencapai keadaan psikis tertentu yaitu ketenangan, ketentraman, dan keseimbangan batin (Suseno, 1988: 83).

Kebudayaan Jawa mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan masyarakat lain. Untuk mendapatkan gambaran serta untuk dapat mengidentifikasi harus dapat menemukan gagasan-gagasan tersebut yang diejawantahkan ke dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan adikodrati, kemasyarakatan, dan dalam kesenian. Aspek-aspek penting dalam budaya Jawa. dapat menjadi acuan bagi masyarakat pendukung kebudayaan Jawa, dan nilai-nilai itu tersirat dan tersurat dalam pitutur atau nasehat kehidupan yang ebrupa tembang. Gagasan. nilai, keyakinan, dan sikap sering disajikan dalam bentuk karya seni baik seni sastra maupun seni pertunjukkan, dan menurut pandangan masyarakat Jawa bahwa nilai sosial budaya dianggap dapat membentuk bangunan dasar struktur sosial.

Kebudayaan Jawa mendapat gelar adihulung, sehingga sangat berpengaruh di seluruh pelosok nusantara. Bahkan di kawasan regional Asia Tenggara, kebudayaan Jawa menempati posisi yang sangat vital. Penyebaran orang Jawa di berbagai benua pasti membawa tradisi dan adat istiadatnya. Oleh karena itu, kebudayaan Jawa secara aktif menyesuaikan diri dengan arus globalisasi. Hal ini ditandai dengan adanya pergaulan yang kosmopolit dalam percaturan internasional (Suseno, 1988: 94).

Tanah Jawa yang terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi didukung oleh tanahnya yang sangat subur. Topografi yang relatif datar dan penduduknya yang terdidik, serta seni Jawa yang edi peni membuat tanah Jawa senantiasa menjadi impian bagi seluruh penduduk dunia. Dalam konteks histori ini, tanah Jawa menjadi pusat diplomasi luar negeri bagi seluruh penduduk nusantara. Dari interaksi lokal ini merambah kawasan nasional, regional dan internasional. Benua Eropa, Australia, Amerika, Afrika, dan Asia, semuanya terpesona dengan keelokan tanah Jawi. Ketika nusantara dipersatukan kembali dalam Kesatuan Republik Indonesia, orang-orang Jawa terdepan dalam kepemimpinan nasional. Ciri keterpimpinan Kesatuan Republik Indonesia terpengaruh dengan gaya kepemimpinan Jawa.

Dalam rangka memajukan kebudayaan nasional, budaya Jawa memberikan sumbangsih yang sangat besar sekali maknanya. Misalnya saja semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika, dirangkai oleh Empu Tantular, seorang pujangga Istana Majapahit pada abad ke-13 M.

Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena merupakan daerah Kerajaan Keraton Kasunanan Surakarta, dimana berlaku nilai-nilai yang berbeda. Sebagian dari nilai-nilai sosial tersebut tercantum dalam Serat Wulangreh. Serat Wulangreh merupakan sekar macapat, yang terdiri dari 13 sekar. Dalam sekar tersebut dapat dibagi menjadi berbagai masalah pokok seperti: soal guru dan berguru, soal pergaulan dan perbuatan, kaprayitan (kewaspadaan), soal kebaktian, soal pantangan yang bersifat umum, hubungan keluarga, soal menerima kodrat, soal mengenal diri, dan ambeng kautaman (Ageng Pangestu Rama, 2007: 359).

2. Pariwisata

a. Pengertian Pariwisata

Ditinjau secara etimologi kata “pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta yaitu “pari” yang berarti banyak dan “wisata” yang berarti perjalanan atau berpergian. Atas dasar itulah kata “pariwisata” diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata “tour”.

Menurut Salah Wahab pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan Menurut Salah Wahab pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan

Pengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan pariwisata, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.

Para ahli pariwisata memberikan pengertian pariwisata adalah sejumlah hubungan-hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari tinggalnya orang-orang asing, asalkan tinggalnya mereka ini tidak menyebabkan timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat sementara atau permanen sebagai usaha mencari kerja penuh. Pariwisata juga bisa diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan secara perorangan maupun kelompok, sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu ( http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/ kebijakan kepariwisataan, 3 Juli ’09: 12.45).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

b. Jenis dan macam pariwisata

Sesuai dengan potensi yang dimiliki atau warisan yang ditinggalkan nenek moyang pada suatu negara, maka timbullah bermacam-macam jenis pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan, yang lama-kelamaan mempunyai cirinya sendiri. Untuk keperluan perencanaan dan pengembangan kepariwisataan itu sendiri, perlu pula dibedakan antara pariwisata dengan jenis pariwisata jenis lainnya, karena dengan demikian akan dapat ditentukan kebijakan apa yang akan dapat mendukung, sehingga jenis dan macam pariwisata yang dikembangkan dapat terwujud seperti apa yang diharapkan.

Ditinjau dari segi ekonomi, pengelompokan tentang jenis pariwisata dianggap penting, karena dengan cara itu dapat menentukan berapa penghasilan devisa yang diterima dari suatu macam pariwisata yang dikembangkan di suatu tempat atau daerah tertentu. Di lain pihak, pengelompokan ini juga sangat berguna untuk menyusun statistik kepariwisataan atau untuk mendapatkan data penelitian yang diperlukan dalam perencanaan selanjutnya di masa yang akan datang. Jenis dan macam pariwisata antara lain :

1) Menurut letak geografis, dimana kegiatan pariwisata itu berkembang :

a) Pariwisata Lokal (Local Tourism) Adalah pariwisata setempat, yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.

b) Pariwisata Regional (Regional Tourism) Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau daerah yang ruang lingkupnya lebih luas bila dibandingkan dengan local tourism , tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan national tourism.

c) Kepariwisataan Nasional (National Tourism) (1) Kepariwisataan dalam arti sempit Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri, dimana c) Kepariwisataan Nasional (National Tourism) (1) Kepariwisataan dalam arti sempit Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri, dimana

(2) Kepariwisataan dalam arti luas Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah

negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan foreign tourism . Jadi selain adanya lalu lintas wisatawan di dalam negeri sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri.

d) Regional-international Tourism Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN.

e) International Tourism Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism), yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di dunia.

2) Menurut pengaruhnya terhadap Neraca Pembayaran, dapat dibagi atas dua jenis penting :

a) In Tourism atau pariwisata aktif Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala pariwisata aktif, berarti dapat memasukkan devisa bagi negara yang dikunjungi karena akan memperkuat posisi neraca pembayaran negara yang dikunjungi wisatawan tersebut.

b) Out Going atau pariwisata pasif Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala keluarnya warga negara sendiri bepergian ke luar negeri sebagai wisatawan. Disebut sebagai pariwisata pasif, karena ditinjau dari segi pemasukkan devisa negara, kegiatan ini merugikan negara asal wisatawan, karena b) Out Going atau pariwisata pasif Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala keluarnya warga negara sendiri bepergian ke luar negeri sebagai wisatawan. Disebut sebagai pariwisata pasif, karena ditinjau dari segi pemasukkan devisa negara, kegiatan ini merugikan negara asal wisatawan, karena

3) Menurut alasan/tujuan perjalanan

a) Businnes Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjungnya datang untuk tujuan dinas, usaha dagang, atau yang berhubungan dengan pekerjaannya, kongres, seminar, conversation, dan musyawarah kerja.

b) Vacational Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang yang melakukan perjalanan wisata terdiri dari orang-orang yang sedang berlibur dan cuti.

c) Educational Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan studi atau mempelajari suatu bidang ilmu pengetahuan.

4) Menurut saat atau waktu berkunjung

a) Seasonal Tourism Yaitu jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada musim- musim tertentu, termasuk di dalamnya adalah Summer Tourism atau Wimter Tourism , yang biasanya ditandai dengan kegiatan olah raga.