PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN

TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN

Oleh : M A K F I A H

NIM : 101011020585

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M / 1427 H

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sangat dalam kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya kepada seluruh isi alam. Dia yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang terbaik (ahsan taqwim). Dia pula yang mengajarkan manusia dengan kalam-Nya untuk menggali keagungan dan kebesaran-Nya.

Rangkaian shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW pembawa risalah pamungkas yang menjadi panutan bagi seluruh manusia. Dengan membawa wahyu al-Qur’an sebagai teks suci yang mampu menerangi dan menembus sampai segala penjuru zaman.

Selama penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data), maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras yang disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu Alhamdulillah dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dosen Penasehat Akademik penulis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Segenap Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis dalam menempuh pendidikan selama kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

5. Pimpinan perpustakaan utama dan perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta perpustakaan Iman Jama yang telah menyediakan dan melayani dengan penuh keikhlasan dalam peminjaman literatur yang dibutuhkan.

6. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan kesabarannya telah memberi petunjuk, bimbingan, dan pengarahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak H. Fudhail Salim selaku kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Falah

8. Ayahanda H. Thabrani (Alm) dan Ibunda Hj. Maisaroh yang dengan ketabahan dan kesabarannya serta ketawaduannya membimbing dan membesarkan ananda dengan penuh kasih sayang. Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta dukungan kepada penulis dalam 8. Ayahanda H. Thabrani (Alm) dan Ibunda Hj. Maisaroh yang dengan ketabahan dan kesabarannya serta ketawaduannya membimbing dan membesarkan ananda dengan penuh kasih sayang. Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta dukungan kepada penulis dalam

9. Seluruh teman-teman dan sahabat serta kepada seluruh mahasiswa PAI angkatan 2001, khususnya kelas B yang telah membantu penulis dalam proses studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhirnya tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mereka mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Jakarta, Nopember 2006 Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan negaranya, terutama tanggung jawab spiritual agar anak didik dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan dasar pendidikan meliputi keyakinan beragama, nilai moral, aturan pergaulan , dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lingkungan keluarga dijadikan sebagai teladan dalam beribadah karena sejak awal anak dilahirkan, setiap waktu diperlihatkan cara-cara beribadah sebagai modal kehidupan akhirat.

Dalam keluarga, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pembentukan pribadi anak, baik dari aspek sikap maupun spiritual. Orang tua harus memperkenalkan dan memperlihatkan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anak sejak dini, sehingga pada waktunya nanti, ketika anak tersebut sudah terkena kewajiban untuk melaksanakan sesuatu - dalam hal ini ibadah - ia sudah terbiasa melakukannya tanpa ada rasa beban dan tanpa harus ada paksaan.

Orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing anak-anaknya dalam hal agama. Sudah selayaknya orang tua mencontohkan bahkan mengajak anaknya untuk melaksanakan ibadah. Setiap masuk waktu shalat, orang tua semestinya mengajak anaknya untuk shalat berjama'ah dan berdzikir setelah shalat, sehingga jika dilakukan terus-menerus anak akan benar-benar terbiasa melakukannya sampai ia dewasa bahkan sampai ia meninggal. Begitu juga dengan puasa, orang tua harus mendidik anaknya untuk melakukan puasa sejak dini, walaupun anak belum kuat untuk melakukan puasa sampai waktu magrib, hendaknya anak dibiasakan untuk meneladani orangtuanya melakukan puasa sampai waktu yang ia sanggupi, sampai zuhur misalnya.

Pendidikan agama dalam keluarga ini merupakan pendidikan luar sekolah, sejak anak baru dilahirkan sampai ia sudah cukup usia untuk memperoleh pendidikan pada jalur formal (sekolah). Jalur pendidikan agama di sekolah dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian, sekolah meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya melalui pendidikan keluarga sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai peranan dan tanggung jawab yang tidak sederhana dalam pelaksanaan tugasnya.

Pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan penting dalam menanamkan rasa takwa kepada sang Khaliq yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran agama yang diyakini tentunya juga dengan melaksanakan Pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan penting dalam menanamkan rasa takwa kepada sang Khaliq yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran agama yang diyakini tentunya juga dengan melaksanakan

Dengan pemberian pendidikan agama di sekolah diharapkan anak didik memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan akan agama yang dianutnya sehingga menimbulkan kesadaran beragama dengan selalu melaksanakan ibadah sebagaimana yang telah diperintahkan.

Walaupun anak sudah masuk dalam pendidikan formal, lingkungan keluarga tidak dapat lepas tangan begitu saja. Keluarga, khususnya orang tua tetap harus mengontrol anak ketika ia berada di luar sekolah dengan selalu mengingatkan untuk melaksanakan ajaran agama dan selalu mengajak anggota keluarga untuk melaksanakan ibadah bersama-sama.

Pendidikan agama tidak hanya didapat dari lingkungan keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat pun mempunyai peran untuk mendidik seseorang untuk menambah pengetahuan mengenai ajaran agama. Di lingkungan masyarakat biasanya sering diadakan pengajian-pengajian untuk menambah wawasan seseorang mengenai agama dengan segala aspeknya. Lingkungan masyarakat yang baik dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama akan membuat seseorang bisa menjadi manusia yang sadar akan kodratnya sebagai makhluk Allah.

Baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketiganya saling mendukung satu sama lain dan hendaknya menjadi satu kesatuan yang bisa menjadikan manusia sebagai insan kamil dengan selalu menjalankan ajaran agama dengan sebaik-baiknya yang dapat membawa manusia memperoleh keberuntungan baik di dunia dan di akhirat.

Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, tidak hanya membekali seseorang dengan pengetahuan agama atau pengembangan intelektualnya saja, tetapi juga mengisi dan menyuburkan perasaan keberagamaan yang kuat sehingga bisa menjalani kehidupan dengan berpedoman kepada ajaran agama. Namun demikian, kenyataan yang ada belum memuaskan. Ternyata banyak sekali para siswa dan siswi yang notabene selalu memperoleh pendidikan agama secara baik, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah, dan berada dalam lingkungan yang bisa dibilang masih memegang nilai-nilai ajaran agama, meninggalkan kewajibannya sebagai seorang hamba dengan mengabaikan pelaksanaan ibadah.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti peserta didik Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Jakarta Selatan. Karena itu, penulis akan membahas penelitian dengan judul : PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH DI MTS AL- FALAH JAKARTA SELATAN.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pelaksanaan ibadah dipengaruhi oleh banyak hal, yang dapat diidentifikasi sebagai berikut, antara lain :

a. Bimbingan dari orang tua.

b. Pemahaman yang mendalam mengenai pendidikan agama.

c. Lingkungan yang kondusif.

d. Pelatihan atau pembiasaan yang dilakukan sejak kecil.

e. Keimanan yang kokoh.

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, masalah yang ada hanya akan dibatasi sebagai berikut :

a. Pemahaman di sini adalah kemampuan yang dimiliki anak didik mengenai pendidikan agama yang telah diperolehnya di dalam keluarga maupun sekolah, yang dijaring melalui tes yang dilakukan sendiri oleh penulis.

b. Ibadah di sini hanya dibatasi pada ibadah shalat dan puasa.

c. Siswa MTs Al-Falah dibatasi pada siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta Selatan tahun pelajaran 2006/2007.

Dengan demikian, dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami agama”.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan dan metode deskriptif komparatif dalam bentuk eksperimen untuk mencari perbedaan. Data-data yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi, yaitu mengamati secara langsung tempat penelitian, tes yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, penyebaran angket yang dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ibadah siswa, dan wawancara yang berfungsi sebagai penguat dari data-data yang dikumpulkan.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah "untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah antara siswa MTs Al-Falah yang lebih memahami agama dengan siswa MTs Al-Falah yang kurang memahami agama”.

Penelitian yang dilakukan mengenai pemahaman pendidikan agama dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan yang obyektif, yaitu :

a. Bagi Penulis Menjadi bahan masukan untuk dapat memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri, serta mampu meningkatkan kualitas ibadah dengan bertambahnya pengetahuan yang diperoleh.

b. Bagi Guru Agama dan Siswa Sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa mengenai pendidikan agama, sehingga dapat memperbaiki kualitas ibadah dalam diri siswa umumnya dan guru agama itu sendiri pada khususnya.

D. Sistematika Penyusunan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi lima bab dengan beberapa sub babnya, dengan keterangan singkat seperti di bawah ini : Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan yang didalamnya terdapat identifikasi masalah dan pembatasan serta perumusan masalah, metode penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penyusunan.

Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka berpikir yang berisi mengenai pengertian pemahaman, pengertian pendidikan agama, pengertian ibadah, hakikat ibadah, perintah melaksanakan ibadah, motivasi ibadah, hikmah melaksanakan ibadah, dan kerangka berpikir.

Bab III merupakan metodologi penelitian yang berisi tentang variabel penelitian yang didalamnya terdapat pengertian variabel, variabel bebas dan terikat, definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengajuan hipotesis.

Bab IV adalah hasil penelitian yang didalamnya terdapat gambaran umum mengenai Madrasah Tsanawiyah Al-Falah, deskripsi data, analisis data, dan interpretasi data.

Bab V merupakan kesimpulan secara umum mengenai permasalahan yang dibahas pada bab-bab sebelumnya dan pada bab ini penulis berusaha memberikan saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian.

BAB II

A. Kajian Pustaka

1. Pemahaman Pendidikan Agama

a. Pengertian Pemahaman

Pemahaman merupakan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara

memahami. 1 Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan

seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hapal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan,

menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan

mengatur,

mengambil keputusan. 2

1 W.J.S. Porwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991), h. 636

2 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. ke-8, h. 44

Di dalam ranah kognitif menunjukkan tingkatan-tingkatan kemampuan yang dicapai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dapat dikatakan bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan.

Definisi pemahaman menurut Anas Sudijono adalah "kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih

tinggi dari ingatan dan hafalan". 3 Menurut Saifuddin Azwar, dengan memahami berarti sanggup

menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan membedakan. 4 Sedangkan menurut W. S. Winkel, yang dimaksud dengan

pemahaman adalah : Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan

yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata- kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data

tertentu, seperti dalam grafik. 5

Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat

3 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet. ke-4, h. 50

4 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Liberty, 1987), h. 62 5 W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Gramedia, 1996), cet. ke-4, h. 246 4 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Liberty, 1987), h. 62 5 W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Gramedia, 1996), cet. ke-4, h. 246

Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman, seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

b. Pengertian Pendidikan Agama

Untuk memudahkan pemahaman tentang pengertian pendidikan agama, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan dan pengertian agama secara umum.

Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah digunakan pada zaman Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan, karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, malah Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah digunakan pada zaman Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan, karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, malah

Pendidikan berasal dari kata "didik", mendapat awalan "me" sehingga menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan menggunakan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif, pendidikan adalah "the total process of developing human

abilities and behaviors, drawing on almost all life's experiences", 7 yang berarti seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-

perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

Prof. Mahmud Yunus dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, mengemukakan berbagai pengertian dari para ahli didik dan ahli filsafat mengenai pengertian pendidikan, yaitu :

7 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, h. 5

1) Menurut Plato, seorang filosof Yunani, pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai.

2) Jules Simin, filosof Perancis, mengemukakan pengertian pendidikan adalah jalan untuk merubah akal menjadi akal yang lain dan mengubah hati menjadi hati yang lain.

3) John Milton, seorang ahli didik dan ahli syair bangsa Inggris, menjelaskan pendidikan yang sempurna adalah mendidik anak-anak supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau pekerjaan umum dengan ketelitian, kejujuran, dan kemahiran, baik waktu aman atau waktu perang.

4) Menurut Pestalozzi, seorang ahli didik Swiszerland, pendidikan adalah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna dan seimbang.

5) Pengertian pendidikan menurut Herbert Spencer, filosof pendidikan bangsa Inggris, adalah menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna.

6) James Mill, filosof Inggris, menurutnya, pendidikan adalah menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya, dan orang lain umumnya.

7) dan menurut Sully, seorang filosof Inggris yang juga ahli didik dan ahli jiwa, pendidikan adalah menyucikan tenaga tabiat anak-anak

supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat, serta berbahagia. 8

Prof. Drs. H.M. Arifin, M.Ed. mengungkapkan pengertian pendidikan adalah "usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam

bentuk pendidikan formal maupun nonformal". 9 "Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan

8 H. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya

9 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 14 9 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 14

Pendidikan menurut M. Athiyah al-Abrasyi adalah "mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah airnya, tegap jasmaninya, sempurna budi pekerti (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, bertolong-tolongan

dengan orang lain, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan". 11

Menurut Chatib Thoha, untuk memahami pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian yang bersifat teoritik filosofis dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.

Pengertian pendidikan dalam arti filosofis adalah "pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif,

rasional empirik, rasional filosofis, maupun historik filosofis". 12 Pendidikan dalam arti filosofis mengarah kepada pengembangan

terhadap masalah-masalah pendidikan yang ada, bagaimana menyusun strategi dan metode yang layak dan sesuai dengan apa yang akan diajarkan, menyusun

10 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989), cet. ke-2, h. 32

11 H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 13 12 H.M. Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offes, 1996),

cet. ke-1, h. 89 cet. ke-1, h. 89

Pengertian pendidikan dalam arti praktik adalah "suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan

manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama". 13 Pendidikan dalam arti praktik merupakan suatu proses pembelajaran

yang berlangsung baik secara formal maupun nonformal dengan memberikan pengetahuan dan bimbingan secara langsung kepada seseorang sehingga orang tersebut dapat memperoleh pengetahuan dan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui suatu proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai.

13 Ibid., h. 99

Setelah dikemukakan berbagai pengertian mengenai pendidikan dari berbagai sumber pendapat para ahli, akan dijelaskan pengertian mengenai agama.

Mahmud Syaltut menyatakan : Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-

Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Syaikh Muhammad Abdul Badran berupaya menjelaskan arti agama dengan menunjuk kepada al- Qur'an, bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliknya. Hubungan ini diwujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah

yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya. 14

Menurut Harun Nasution, "agama adalah ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan melalui Rasul". 15 Sedangkan Prof. Leuba mendefinisikan

agama adalah "peraturan Ilahi yang mendorong manusia berakal untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, oleh karena agama diturunkan Tuhan kepada manusia adalah untuk kebahagiaan baik di dunia maupun di

akhirat". 16

Dengan melihat pengertian pendidikan dan agama, maka pendidikan agama adalah usaha sadar untuk membentuk kepribadian anak didik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam secara sistematis melalui bimbingan, pengajaran, atau latihan dalam bentuk formal maupun nonformal.

14 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1994), cet. ke-9, h. 209-210 15 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 1984), cet. ke-

2, h. 10 16 H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT. Golden Teravon

Press, 1998), cet. ke-1, h. 6

"Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktik pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan

Hadis Nabi". 17 Dalam GBPP pengertian pendidikan agama Islam adalah "usaha sadar

untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional". 18 Zuhairini mendefinisikan pengertian pendidikan agama adalah "usaha-

usaha secara sistematis dan pragmatis dalam anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". 19

Berdasarkan pengertian pemahaman dan pendidikan agama seperti diuraikan di atas, maka bila dirangkaikan pemahaman pendidikan agama merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan sesuatu yang dianggap benar, membedakan mana yang termasuk perbuatan baik dan buruk, memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat menerangkan sesuatu hal

17 H. M. Thoha, op. cit., h. 99 18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat

Atas, (Jakarta : DEPAG, 1997), h. 1 19 H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Biro Ilmiah Fakultas

Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1978), cet. ke-1, h. 27 Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1978), cet. ke-1, h. 27

2. Ibadah

a. Pengertian Ibadah

Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.

– – 20 - yang berarti beribadah atau menyembah".

Secara etimologi "kata “ibadah” diambil dari bahasa Arab

Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa :

Kata "ibadah" diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari akar kata

- – yang berarti taat, tunduk, patuh,

merendahkan diri, dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan yang disembah, disebut abid (yang beribadah). Budak disebut

20 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Indonesia – Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, t.th ), cet. 5, h. 1268 20 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Indonesia – Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, t.th ), cet. 5, h. 1268

Menurut Abu al-A'la al-Maududi, kata secara kebahasaan pada mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang lain dan orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu, ketika disebut kata

dan , yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dia,

kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya. 22

23 Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat, arti ini dipergunakan dalam firman Allah yang berbunyi :

"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)

Selain itu juga, kata ibadah ini diartikan berdoa, 24 seperti firman Allah :

21 Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, Terj. Umar Fanani, (Surabaya : PT.Biru Ilmu, 1988), h. 37

22 Ibid. 23 Hasbi ash-Shiddiqy, Kuliah Ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta

: Bulan Bintang, 1994), cet. ke-8, h. 1-2

24 Ibid ., h. 2

"Bahwasanya segala mereka yang membesarkan diri dan berdoa kepada-Ku (menyeru-Ku untuk memohon hajatnya)". (Q.S. al-Mu'minun / 40 : 60)

Adapun pengertian ibadah secara terminologi adalah

"Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan

pahala-Nya". 25

Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati seperti niat.

Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di kalangan orang Arab sebagai berikut :

25 Yusuf al-Qardhawi, op. cit., h. 38

"Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah". 26

Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam bidangnya masing-masing :

1) Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan :

"Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati ta'zhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada- Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)".

Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain, serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk dan patuh dengan aturan-Nya.

2) Pengertian menurut ulama Tasawwuf Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan :

"Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya". 27

26 Ibid.

Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk membesarkan Allah.

3) Pengertian menurut Fuqaha : Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah :

"Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat". 28

Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik, maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.

4) Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan :

27 A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1, h. 2

28 Ibid., h. 3

"Mengerjakan segala taat badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum)". 29

Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat bersama.

Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan mengharap pahala-Nya di akhirat.

b. Hakikat Ibadah

29 Syahminan Zaini, Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : Kalam Mulia, 1989), cet. ke-1, h. 19

Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa "hakikat ibadah adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang ma'bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri'tikad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui

hakikatnya". 30 Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa :

Dalam syari'at Islam, ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah. Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mempunyai unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah. Pada mulanya ibadah merupakan hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, yang

akhirnya sampai kepada puncak kecintaan kepada Allah. 31

Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian tidak dinamakan 'abid (orang yang beribadah), begitu pula orang yang cinta kepada sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, seperti orang cinta kepada anak atau temannya. Kecintaan yang sejati adalah kecintaan kepada Allah.

Apabila makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa pengertian yang diberikan oleh satu golongan menyempurnakan pengertian yang diberikan oleh golongan lain. Dengan kata lain, masing-masing pengertian saling melengkapi dan menyempurnakan. Oleh karena itu, tidaklah dipandang telah beribadah

31 Yusuf Qardhawi, op. cit., h. 31

(sempurna ibadahnya) seorang mukallaf kalau hanya mengerjakan ibadah- ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul saja, melainkan di samping ia beribadah dengan ibadah dalam pengertian fuqaha tersebut, ia juga melakukan ibadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadis, ahli tafsir serta ahli akhlak. Maka apabila telah terkumpul pengertian-pengertian tersebut, barulah terdapat padanya hakikat ibadah.

c. Perintah Melaksanakan Ibadah

Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya. Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah tersebut di antaranya sebagai berikut :

1) Firman Allah dalam surat Yasin ayat 60, berbunyi :

"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu".

(Q.S. Yasin / 36 : 60) 32

2) Firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, berbunyi :

"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 :

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata "liya'budun" dalam ayat di atas lebih tepat bila diartikan tunduk dan patuh. Sehingga arti ayat tersebut menjadi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka tunduk dan patuh kepada-Ku".

3) Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 36, berbunyi :

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di

32 Dewan Penerjemah, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma' Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd li al-Thiba'at al-Mushaf al-Syarif, 1971), h. 712

33 Ibid., h. 862 33 Ibid., h. 862

orang-orang yang mendustakan rasul-Nya". 34 (Q.S. an-Nahl : 36)

4) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25, berbunyi :

"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan

Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". 35 (Q.S. al-Anbiya : 25)

5) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92, berbunyi :

"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku". 36 (Q.S. al-Anbiya : 92)

Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syari'at yang telah ditetapkan oleh Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui kewajiban- kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

34 Ibid., h. 407 35 Ibid.,

36 Ibid., h. 507 36 Ibid., h. 507

Motivasi merupakan penggerak utama dalam suatu pekerjaan. Karena itu besar kecilnya motivasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan tergantung pada besar kecilnya motivasi terhadap pekerjaan tersebut. Suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan gairah yang besar, akan besar pula kemungkinan keberhasilannya. Sedangkan pekerjaan yang dikerjakan dengan gairah yang kecil, akan kecil pula kemungkinan keberhasilannya. Karena gairah yang kecil akan menimbulkan kelesuan dan kemalasan dan suatu pekerjaan yang dikerjakan dengan lesu dan malas dapat dipastikan tidak akan mencapai keberhasilan.

Dengan demikian, apabila orang-orang mukmin menginginkan ibadah mereka berhasil dengan baik, maka mereka harus mempunyai motivasi yang besar bagi ibadahnya tersebut. Dalam buku "Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia" , diungkapkan beberapa motivasi beribadah, yaitu :

1) Karena tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah.

2) Karena manusia sudah berjanji untuk taat kepada Allah.

3) Karena bahagia yang diinginkan.

4) Karena manusia harus kembali ke negeri asalnya. 37 Motivasi yang pertama sebagaimana firman Allah :

37 Syahminan Zaini, op. cit., h. 80

"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)

Adalah suatu keharusan, kalau sesuatu itu berlaku atau dipakai sesuai dengan tujuan penciptaannya. Manusia, karena tujuan penciptaannya adalah beribadah kepada Allah, maka ia harus memenuhi seluruh pribadi dan kemampuannya untuk taat kepada Allah.

Motivasi yang kedua adalah Allah menyatakan bahwa sewaktu manusia di alam arwah dahulu sudah mengadakan perjanjian dengan-Nya dengan cara berdialog. Allah bertanya kepada roh-roh manusia :

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi". (Q.S. al-A'raf : 127)

Konsekuensi dari perjanjian tersebut adalah manusia harus menaati Allah, yaitu melakukan perintah Allah untuk beribadah karena ibadah bagi manusia adalah untuk memenuhi janjinya sendiri kepada Allah. Apabila mereka tidak beribadah kepada Allah, maka mereka disebut pengkhianat.

Motivasi yang ketiga yaitu setiap manusia menginginkan kebahagiaan. Bahagia yang diinginkan adalah bahagia untuk pribadi dan keluarga. Jika cinta akan bahagia, maka manusia harus membahagiakan pula saudara-saudara lainnya, saling menguatkan bagaikan satu tubuh yang apabila satu anggota tubuhnya sakit, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakit pula. Bahagia itu Motivasi yang ketiga yaitu setiap manusia menginginkan kebahagiaan. Bahagia yang diinginkan adalah bahagia untuk pribadi dan keluarga. Jika cinta akan bahagia, maka manusia harus membahagiakan pula saudara-saudara lainnya, saling menguatkan bagaikan satu tubuh yang apabila satu anggota tubuhnya sakit, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakit pula. Bahagia itu

Motivasi yang keempat adalah, pada mulanya Nabi Adam bersama isterinya tinggal di dalam surga. Hal ini berarti bahwa negeri asal manusia adalah surga. Tetapi karena tipu daya syaitan, mereka memakan buah dari pohon yang dilarang untuk memakan buahnya, kemudia Allah memerintahkan mereka untuk tinggal di bumi untuk sementara. Selama berada di bumi mereka diberi tugas sebagai khalifah Allah, memenuhi tujuan Allah menciptakan manusia dan memenuhi janji manusia kepada Allah. Semua itu adalah ibadah kepada Allah untuk dapat kembali ke negeri asalnya. Manusia harus beribadah kepada Allah karena merekalah yang diberi hak oleh Allah untuk kembali ke surga.

e. Hikmah Melaksanakan Ibadah

Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas. Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci. Seandainya Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas. Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci. Seandainya

Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan bahwa ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana obat untuk menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat menyembuhkan hati manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan gelisah, keresahan dan kegelisahannya dapat disembuhkan dengan shalat. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit tamak atau rakus dalam hal makan dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan bila orang tersebut rajin berpuasa.

Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang yang mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya, hal itu insya Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin melaksanakan shalat, karena gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat menyerupai gerakan olah raga yang dapat menyehatkan dan melenturkan sendi pada tubuh manusia. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya Allah dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena ketika seseorang berpuasa fungsi lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga bisa beristirahat dan ketika berbuka disunnahkan untuk memakan makanan Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang yang mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya, hal itu insya Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin melaksanakan shalat, karena gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat menyerupai gerakan olah raga yang dapat menyehatkan dan melenturkan sendi pada tubuh manusia. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya Allah dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena ketika seseorang berpuasa fungsi lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga bisa beristirahat dan ketika berbuka disunnahkan untuk memakan makanan

Manusia tidak semuanya dapat mengetahui keistimewaan dan rahasia obat tersebut, yang mengetahui hanyalah para dokter atau orang yang mempunyai spesialisasi tentang obat tersebut. Pasien hanya mengikuti perintah dokter dalam menggunakan obat yang cocok sesuai dengan dosisnya. Dia tidak akan membantah terhadap apa yang ditentukan oleh dokter tersebut. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali, "ibadah wajib dilaksanakan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat mengetahui rahasia-

rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan akal". 38

B. Kerangka Berpikir

Sikap dan kepribadian seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang ajaran agama akan berbeda jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak, belum, atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama. Perbedaan tersebut akan terlihat dalam sikap dan perbuatannya sehari-hari. Seseorang yang telah memahami ajaran agamanya cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dibolehkan dalam agamanya dan selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku hamba Allah. Orang tersebut juga akan selalu berusaha agar ia tidak melakukan hal-hal yang dilarang bahkan yang diharamkan dalam ajaran agamanya.

38 A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, op. cit., h. 8

Kaitannya dengan ibadah, seperti shalat, puasa, dan mengaji, merupakan hal yang diwajibkan dalam ajaran agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap Muslim. Kewajiban tersebut harus selalu dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Shalat dilakukan 5 kali dalam sehari semalam, puasa wajib dilakukan ketika memasuki bulan Ramadhan, dan mengaji harus selalu dilakukan setiap harinya.

Bagi orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran agama Islam, ia cenderung akan selalu melakukan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dengan melaksanakan ibadah secara rutin dan selalu berusaha agar tidak pernah meninggalkan ibadahnya dimanapun ia berada, karena ia menyadari bahwa ibadah yang diwajibkan benar-benar wajib untuk dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan. Ia melaksanakan ibadah tersebut semata-mata untuk memperoleh ridha dan pahala dari Allah. Jika ia meninggalkan ibadah tersebut dengan sengaja, maka ia akan berdosa dan kelak akan mendapatkan ganjaran dari Allah.

Sebaliknya, bagi orang yang tidak atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama Islam, ia akan bersikap acuh untuk melaksanakan ibadah yang sebenarnya diwajibkan dalam ajaran Islam. Ia hanya akan melakukan ibadah ketika ada waktu dan kesempatan dan ketika ia mau saja, bahkan bisa saja ia meninggalkan ibadah dengan sengaja untuk melakukan pekerjaan lain. Ia belum betul-betul memahami bahwa ibadah wajib yang ia tinggalkan sebenarnya akan membawa kerugian bagi dirinya sendiri kelak.

Tinggi rendahnya tingkat pelaksanaan ibadah seseorang dapat ditentukan dari tinggi rendahnya pemahaman ajaran agama yang dimilikinya. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan ada orang yang memiliki pengetahuan agama yang sangat luas bisa meninggalkan ibadah dan bahkan melakukan hal-hal yang dilarang agama.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

1. Pengertian Variabel

Variabel berasal dari bahasa Inggris “variable” dengan arti : “ubahan”, “ faktor tak tetap”, atau “gejala yang dapat diubah-ubah”. Variabel pada dasarnya

bersifat kualitatif namun dilambangkan dengan angka. 1 "Variabel juga dapat diartikan sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian". 2 Dalam

pengertian lain disebutkan bahwa variabel adalah "segala sesuatu yang dijadikan objek pengamatan penelitian". 3

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pemahaman pendidikan agama sebagai variabel bebas (independent variable) disebut juga sebagai variabel X dan pelaksanaan ibadah sebagai variabel terikat (dependent variable) disebut juga sebagai variabel Y.

1 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Ed. 1, Cet. 12, h. 33

2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 111

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26