PPh pasal 26 atas Penghasilan dari penju
PPh pasal 26 atas Penghasilan dari penjualan
harta di Indonesia
PPh pasal 26 atas Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
Pasal 26 ayat (2) undang-undang PPh mengatur bahwa atas penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi
yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen)
dari perkiraan penghasilan neto.
Sebagai petunjuk pelaksanaan ketentuan pasal 26 ayat (2) tersebut, pada tanggal 22 April 2009
Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan menteri Keuangan nomor PMK82/PMK.03/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Tarif PPh pasal 26 ayat (2) *
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang telah diatur
dalam pasal 4 (2) UU PPh, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain
Bentuk Usaha tetap (BUT), dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
dan bersifat final
Bagi WPLN yang berkedudukan di negara treaty partner Indonesia, pemotongan PPh hanya
dilakukan apabila hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual, sehingga tariff efektif PPh 26
adalah 5% dari harga jual.
Penjualan harta yang merupakan obyek PPh pasal 26 ayat (2)
Penjualan atau pengalihan harta yang dimaksud dalam PMK ini adalah penjualan atau pengalihan
harta berupa :
Perhiasan mewah;
Berlian;
Emas;
Intan;
Jam tangan mewah;
Barang antik;
Lukisan;
Mobil;
Kapal pesiar; dan/atau
Pesawat terbang ringan
Pemotong PPh pasal 26 ayat (2)
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indoneisa yang diterima atau diperoleh WP
LNdipotong PPh pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan
kepada WPLN selaku penjual diberikan bukti pemotongan PPh pasal 26.
Dikecualikan dari obyek PPh pasal 26 ayat (2)
WP Orang Pribadi LN yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap
jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 ayat (2).
Kewajiban pemotong PPh pasal 26 ayat (2)
1.
Kewajiban memotong dan menyetor PPh
Pemotong PPh pasal 26 ayat 2 (yg telah ditungjuk sebagai pemotong) wajib memotong dan
menyetorkan PPh pasal 26 yang terutang dengan menggunakan nama WPLN yang menjual atau
mengalihkan harta , palinglama tanggal 10 bulan berikutnya setelah terjadinya transaksi
1.
Kewajiban lapor.
Pemotong PPh pasal 26 ayat (2) wajib melaporkan PPh pasal 26(2) yang dipotong kepada Direktur
Jenderal pajak paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
1.
Sanksi
Pemotong PPh pasal 26 (2) yang tidak memenuhi ketentuan yang diatiur dalam PMK-82 akan
dikenai sanksi sesuai peraturan perpajakan.
PPh pasal 26 yang berlaku sejak 22 April 2009
Dengan berlakunya PMK-82 tersebut, maka terhitung sejak tgl 22 April 2009, penghasilan yang
merupakan obyek PPh pasal 26 dan besarnya tariff PPh pasal 26 adalah sbb :
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
Pasal 26 ayat (1)
UU PPh
a. dividen;
Tarif : 20% atau sesuai
tax treaty *
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan
Tax Treaty
masing-
imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
masing
negara
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain
DPP = Jumlah Bruto
Tarif Efektif = 20%
x Jumlah Bruto
sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang.
Pasal 26 ayat (2)
UU PPh
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Tarif = 20% dari
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) perkiraan penghasilan
UU PPh, yg terdiri dari :
neto
PMK-82
/PMK.03/
2009
Tax Treaty
masing-
Perhiasan mewah;
Berlian;
Emas;
Intan;
Jam tangan mewah;
-KMK-
Barang antik;
434/KMK.04/
Lukisan;
1999
Mobil;
Kapal pesiar; dan/atau
penghasilan neto =
25% x harga jual
Tarif efektif = 5% x
masing
negara
Perkiraan
harga jual
tax treaty applied
*)
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
Pesawat terbang ringan
Kecuali yang diterima/diperoleh oleh WPOP Luar
Negeri yang nilainya tidak melebihi Rp
10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap
transaksi
Penghasilan dari penjualan saham di dalam
negeri yang diperoleh atau diterima WPLN
Pasal 26 ayat (2)
UU PPh
KMK -624/
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di luar negeri :
1.
KMK.04/1994
TaxTreaty
masing-
atas premi dibayar tertanggung kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang,
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
premi yang dibayar;
Tarif = 20% dari
perkiraan penghasilan
neto
Perkiraan
penghasilan neto :
1.
2.
masing
negara
3.
atas premi yang dibayar oleh perusahaan
asuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui
pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari
jumlah premi yang dibayar;
atas premi yang dibayar oleh perusahaan
reasuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui
pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah
premi yang dibayar.
50% dari jumlah
premi yang
dibayar;
b. 10% dari jumlah
premi yang dibayar;
1.
5% dari jumlah
premi yang
dibayar.
Tarif efektif :
- 10% dari Premi
dibayar oleh
tertanggung
- 2% dari premi
yang dibayar oleh
perusahaan
asuransi
- 1% dari pemi
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
yang dibayar oleh
perusahaan reasuransi
Pasal 26 ayat (2a) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU
PPh
PMK-258/
PMK.03/2008
Tax Treaty
masing-
Tarif = 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan
penghasilan neto
Perkiraan
penghasilan neto =
25% x harga jual
masing
Tarif efektif = 5%
negara
dari harga jual
tax treaty applied
*)
Pasal 26 ayat (4)
PMK-257/
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari Tarif : 20% (dua puluh
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
persen) dari Penghasilan
kena pajak sesudah
dikurangi Pajak
PMK.03/2008
Atau sesuai tax
Tax Treaty
treaty
masingmasing
negara
*) tax treaty applied, Bagi WPLN yang berasal dari Negara treaty partner,hanya akan dikenakan
PPh 26 jika hak pemajakan atas penghasilan dari penjualan harta ada pada pihak Indonesia
harta di Indonesia
PPh pasal 26 atas Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
Pasal 26 ayat (2) undang-undang PPh mengatur bahwa atas penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi
yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen)
dari perkiraan penghasilan neto.
Sebagai petunjuk pelaksanaan ketentuan pasal 26 ayat (2) tersebut, pada tanggal 22 April 2009
Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan menteri Keuangan nomor PMK82/PMK.03/2009 yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Tarif PPh pasal 26 ayat (2) *
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang telah diatur
dalam pasal 4 (2) UU PPh, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain
Bentuk Usaha tetap (BUT), dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
dan bersifat final
Bagi WPLN yang berkedudukan di negara treaty partner Indonesia, pemotongan PPh hanya
dilakukan apabila hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual, sehingga tariff efektif PPh 26
adalah 5% dari harga jual.
Penjualan harta yang merupakan obyek PPh pasal 26 ayat (2)
Penjualan atau pengalihan harta yang dimaksud dalam PMK ini adalah penjualan atau pengalihan
harta berupa :
Perhiasan mewah;
Berlian;
Emas;
Intan;
Jam tangan mewah;
Barang antik;
Lukisan;
Mobil;
Kapal pesiar; dan/atau
Pesawat terbang ringan
Pemotong PPh pasal 26 ayat (2)
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indoneisa yang diterima atau diperoleh WP
LNdipotong PPh pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan
kepada WPLN selaku penjual diberikan bukti pemotongan PPh pasal 26.
Dikecualikan dari obyek PPh pasal 26 ayat (2)
WP Orang Pribadi LN yang menerima atau memperoleh penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp 10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap
jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 ayat (2).
Kewajiban pemotong PPh pasal 26 ayat (2)
1.
Kewajiban memotong dan menyetor PPh
Pemotong PPh pasal 26 ayat 2 (yg telah ditungjuk sebagai pemotong) wajib memotong dan
menyetorkan PPh pasal 26 yang terutang dengan menggunakan nama WPLN yang menjual atau
mengalihkan harta , palinglama tanggal 10 bulan berikutnya setelah terjadinya transaksi
1.
Kewajiban lapor.
Pemotong PPh pasal 26 ayat (2) wajib melaporkan PPh pasal 26(2) yang dipotong kepada Direktur
Jenderal pajak paling lama tanggal 20 bulan berikutnya
1.
Sanksi
Pemotong PPh pasal 26 (2) yang tidak memenuhi ketentuan yang diatiur dalam PMK-82 akan
dikenai sanksi sesuai peraturan perpajakan.
PPh pasal 26 yang berlaku sejak 22 April 2009
Dengan berlakunya PMK-82 tersebut, maka terhitung sejak tgl 22 April 2009, penghasilan yang
merupakan obyek PPh pasal 26 dan besarnya tariff PPh pasal 26 adalah sbb :
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
Pasal 26 ayat (1)
UU PPh
a. dividen;
Tarif : 20% atau sesuai
tax treaty *
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan
Tax Treaty
masing-
imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
masing
negara
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain
DPP = Jumlah Bruto
Tarif Efektif = 20%
x Jumlah Bruto
sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai
lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang.
Pasal 26 ayat (2)
UU PPh
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Tarif = 20% dari
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) perkiraan penghasilan
UU PPh, yg terdiri dari :
neto
PMK-82
/PMK.03/
2009
Tax Treaty
masing-
Perhiasan mewah;
Berlian;
Emas;
Intan;
Jam tangan mewah;
-KMK-
Barang antik;
434/KMK.04/
Lukisan;
1999
Mobil;
Kapal pesiar; dan/atau
penghasilan neto =
25% x harga jual
Tarif efektif = 5% x
masing
negara
Perkiraan
harga jual
tax treaty applied
*)
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
Pesawat terbang ringan
Kecuali yang diterima/diperoleh oleh WPOP Luar
Negeri yang nilainya tidak melebihi Rp
10.000.000 (Sepuluh juta rupiah) untuk setiap
transaksi
Penghasilan dari penjualan saham di dalam
negeri yang diperoleh atau diterima WPLN
Pasal 26 ayat (2)
UU PPh
KMK -624/
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di luar negeri :
1.
KMK.04/1994
TaxTreaty
masing-
atas premi dibayar tertanggung kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang,
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
premi yang dibayar;
Tarif = 20% dari
perkiraan penghasilan
neto
Perkiraan
penghasilan neto :
1.
2.
masing
negara
3.
atas premi yang dibayar oleh perusahaan
asuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui
pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari
jumlah premi yang dibayar;
atas premi yang dibayar oleh perusahaan
reasuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui
pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah
premi yang dibayar.
50% dari jumlah
premi yang
dibayar;
b. 10% dari jumlah
premi yang dibayar;
1.
5% dari jumlah
premi yang
dibayar.
Tarif efektif :
- 10% dari Premi
dibayar oleh
tertanggung
- 2% dari premi
yang dibayar oleh
perusahaan
asuransi
- 1% dari pemi
Dasar hukum
Jenis Penghasilan
Tarif dan dasar
pengenaan PPh
yang dibayar oleh
perusahaan reasuransi
Pasal 26 ayat (2a) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU
PPh
PMK-258/
PMK.03/2008
Tax Treaty
masing-
Tarif = 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan
penghasilan neto
Perkiraan
penghasilan neto =
25% x harga jual
masing
Tarif efektif = 5%
negara
dari harga jual
tax treaty applied
*)
Pasal 26 ayat (4)
PMK-257/
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari Tarif : 20% (dua puluh
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
persen) dari Penghasilan
kena pajak sesudah
dikurangi Pajak
PMK.03/2008
Atau sesuai tax
Tax Treaty
treaty
masingmasing
negara
*) tax treaty applied, Bagi WPLN yang berasal dari Negara treaty partner,hanya akan dikenakan
PPh 26 jika hak pemajakan atas penghasilan dari penjualan harta ada pada pihak Indonesia