PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

Jalan Sakti Raya No. 1 Kemanggisan Jakarta Barat Telp. (021)5481155-5481476; Fax. (021) 5481394

www.bppk.depkeu.go.id/unit-kerja/unit-pusat/pusdiklat-pajak/

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR PAJAK I

MODUL

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Oleh:

Agus Suharsono

Widyaiswara Madya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

2014

KUP PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Tercapainya tujuan pembelajaran Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD) Pajak I sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar tidak tergantung dari Widyaiswara saja. Tetapi sangat tergantung dari partisipasi aktif Anda sebagai peserta diklat. Untuk lebih maksimal dalam mengunakan modul ini sebaiknya Anda melakukan tahapan­tahapan berikut:

1. Telah membaca modul ini sebelum mengikuti tatap muka;

2. Bacalah peta konsep modul untuk mendapatkan gambaran besar dari modul ini;

3. Membaca modul ini halaman demi halaman, karena modul ini disusun secara sekuen;

4. Kerjakan soal latihan dan tes formatif yang ada pada bagian akhir dari kegiatan belajar;

5. Cocokkan jawaban tes formatif Anda dengan kunci jawaban yang ada di halaman belakang modul ini;

6. Ingat! Anda tidak boleh melihat kunci jawaban sebelum mecoba mengerjakan tes formatifnya;

7. Lakukan penilaian agar Anda mendapat umpan balik;

8. Jika nilai Anda 79 ke bawah maka Anda harus mengulangi kegiatan belajar tersebut;

9. Jika nilai Anda 80 ke atas maka Anda sudah bisa melanjutkan mempelajari kegiatan belajar berikutnya;

10. Jika semua kegiatan belajar sudah dipelajari silahkan Anda mengerjakan tes sumatif yang tersedia di halaman belakang modul ini dan melakukan penilaian dengan mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban agar Anda mendapat umpan balik seberapa besar Anda menguasai modul ini;

11. Untuk lebih memahami materi ini sebaiknya Anda membaca daftar peraturan yang ada di daftar pustakan;

12. Jika Anda memerlukan penjelasan lebih lanjut silahkan hubung pengajar ke alamat yang tertera di halaman modul ini.

Study Tip Ilmu diperoleh dengan

keterbukaan hati dan pikiran

DTSD Pajak II xxi

KUP KEDUDUKAN MODUL DALAM DIKLAT

DTSD Pajak II xi

KUP PETA KONSEP MODUL PET AKO N SEP MO DUL

DTSD Pajak II xxiii

KUP PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD) Pajak merupakan diklat tingkat dasar yang

diperuntukkan bagi semua pagawai yang baru masuk dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak. DTSD Pajak ada dua jenis, yaitu DTSD Pajak I untuk pegawai yang masuk pada golongan II dan DTSD Pajak II untuk pegawai baru yang masuk pada golongan III. Modul ini berada pada lingkungan DTSD Pajak I untuk pegawai yang baru lulus dari Program Diploma III Akuntasi Pemerintahan Sekolah Tinggi Akuntansi Pemerintahan.

Tujuan Diklat ini menciptakan para pegawai Direktorat Jederal Pajak yang dapat menjelaskan ketentuan hukum formal maupun hukum material. Hukum formal di bidang perpajakan adalah Undang­Undang KUP. Untuk memudahkan pemahaman dan proses pembelajaran kelompok KUP dibuat menjadi lima bagian yaitu 1) Modul KUP 1: Pengantar KUP, NPWP/PKP, Pembayaran, dan Pelaporan Pajak; 2) Modul KUP 2: Pembukuan, Pemeriksaan, dan Verifikasi; 3) Modul KUP

3: SKP, STP, dan Penagihan; 4) Modul KUP 4: Upaya Hukum dan Imbalan Bungga; dan 5) Modul KUP 5: Ketentuan Khusus dan Ketentuan Pidana. Pembagian dalam keseluruhan materi diklat kelompok KUP terlihat dalam Gambar

Gambar 1 Pembagian Keseluruhan Materi KUP

DTSD Pajak II

KUP

Prasyarat Kompetensi Diklat Teknis Substantif Spesialisasi (DTSS) Pajak I spesialisasi Akuntansi

Pemerintahan adalah diklat yang ditujukan untuk mendidik dan melatih Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan Calon Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak dan Lulusan Program Diploma III Keuangan spesialisasi Akuntansi Pemerintahan pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi

Standar kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta diklat melalui pengalaman belajar. Dari kurikulum diklat dan pengertian tersebut, maka standar kompetensi untuk para peserta diklat setelah mempelajari modul ini diharapkan mampu menerapkan pengetahuan tentang KUP dalam pekerjaannya nanti sebagai Account Representative.

Kompetensi Dasar Berdasarkan standar kompetensi di atas, maka kompetensi dasar dari peserta

diklat setelah mengikuti mata diklat KUP bagi Account Representative Dasar ini adalah dapat menerapkan pengetahuan tentang KUP dalam pekerjaannya.

Relevansi Modul Modul KUP bagi Account Representative Dasar ini sangat bermanfaat bagi peserta

diklat khususnya calon AR. Pemahaman pengetahuan teknis perpajakan khususnya KUP sangat diperlukan oleh AR dalam melaksanakan tugas. Terlebih dalam memberikan bimbingan maupun himbauan kepada Wajib Pajak dalam rangka mengamankan penerimaan pajak. Sebagai ujung tombak dalam memberikan konsultasi perpajakan sekaligus menghimpun dana untuk pembiayaan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, peserta diklat yang telah memahami modul ini diharapkan dapat mempraktikkan pengetahuannya secara optimal pada saat nanti diangkat menjadi AR. Keadaan ini tentunya akan memberikan dampak positif terhadap pelayanan kepada Wajib

DTSD Pajak II

KUP

Pajak di Kantor Pelayanan Pajak masing­masing disamping pada akhirnya dapat membantu pengamanan target penerimaan pajak secara nasional.

Study Tip Modul adalah gudang ilmu, membaca adalah

pintu masuknya

DTSD Pajak II

KUP KEGIATAN

BELAJAR 1 SISTEMATIKA UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Indikator Keberhasilan  Menguraikan Ketentuan Umum  Menjelaskan dan Self Assestment  Merangkum CircumNavigation UU KUP

Uraian dan Contoh Bagi kita yang mempunyai latar belakang pendidikan hukum mempelajari Undang­

Undang KUP beserta aturan pelaksanaannya tidak begitu sulit karena kita terbiasa membaca pasal­pasal sebuah aturan dan belajar cara menafsirkan sebuah peraturan. Namun harus disadari bahwa pegawai DJP tidak semua, kalau tidak boleh disebut sebagian besar, berlatar belakang pendidikan hukum. Tidak jarang latar belakang mereka adalah akuntansi, ekonomi, manajemen, teknik, pertanian, informatika, perpustakaan, bahkan sarjana statistik. Bagi mereka yang disebut belakangan mempunyai kesulitan tersendiri dalam mempelajari maksud peraturan, mereka biasanya menyebutnya sebagai pelajaran ‘anak IPS’ yang sangat dihindari ketika di SMU. Tetapi setelah masuk sebagai pegawai DJP mau tidak mau merka harus bisa dan paham membaca dan memahami undang­undang perpajakan, salah satunya Undang­Undang KUP.

Berdasarkan pengalaman mengajar Undang­Undang KUP bagi mereka yang ‘anak IPA’ akhirnya penulis menemukan metode mempelajari Undang­Undang KUP dengan sebuah peta yang akhirnya kami sebut sebagai CircumNavigation Undang-Undang KUP . Dan, metode itu yang digunakan sebagai pendekatan dalam menyusun modul ini.

Modul KUP ini akan membahas tentang ketentuan umum, pendaftaran, pembayaran, dan pelaporan pajak. Ketentuan umum sebuah undang­undang dapat dilihat dari konsiderans dan penjelasan umumnya. Kita sering mendengar bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment, namun

DTSD Pajak II

KUP

tidak banyak yang paham bahwa secara gramatikal self assessment disebut dalam penjelasan umum Undang­Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang­Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Kegiatan Belajar ini akan membahas bahwa sebenarnya self assessment yang dianut Indonesia bukan self assessment murni tetapi ada unsur official assessment dan with holding tax sehingga disebut sebagai Self Assessment ++™ .

Sedangkan ketentuan pendaftaran, pembayaran, dan pelaporan pajak diatur dalam Bab II NPWP, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, dan Tata Cara Pembayaran Pajak yang meliputi Pasal 2, Pasal 2A, Pasal 3, Pasal

4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11. Hanya saja ketentuan Pasal 11 sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai ketentuan tentang pengembalian kelebihan pajak atau restitusi maka tidak dibahas dalam kegaiatan belajar ini tetapi dalam kegaitan belajar tentang SKPLB dan restitusi.

Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum dapat dibagi menjadi hukum pajak formal dan hukum material, demikian

juga hukum pajak dibagi hukum pajak formal dan hukum pajak material. Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pajak material bisa dijalankan dan menjadi nyata. Hukum pajak formal memuat antara lain cara pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP, cara pembukuan, cara pemeriksaan, sanksi administrasi, cara penagihan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, cara penyidikan, dan sanksi pidana. Undang­undang pajak yang termasuk hukum pajak formal adalah sebagai berikut.

 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang­undang No. 16 Tahun 2000.

 UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana teah diubah dengan Undang­undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.  Undang­undang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pengadilan Pajak.

Perlu diketahui bahwa dalam praktek pemisahan hukum pajak formal dan hukum pajak material tidak murni benar­benar dipisahkan. Akan tetapi ada juga yang

DTSD Pajak II

KUP

merupakan ketentuan formal dan ketentuan material dalam satu undang­undang, yaitu:

 Undang­undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara nomor 3312, yang telah berkali­kali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 1994;

 Undang­undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3313;

 Undang­undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun 1998;  Undang­undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali­kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.

Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat antara lain norma­ norma yang menerangkan keadaan­keadaan, perbuatan­perbuatan dan peristiwa­ peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa­siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, kapan timbulnya pajak, berapa besarnya tarif dan pajak yang harus dibayar, hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Undang­undang pajak yang termasuk dalam hukum pajak material ialah sebagai berikut.

Undang­undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan diundangkan Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara 3263, yang telah berkali­kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.

Undang­undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM diundangkan Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3264, yang telah berkali­kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.

Undang­undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 1985, Tambahan

DTSD Pajak II

KUP

Lembaran Negara nomor 3312, yang telah berkali­kali diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.

Undang­undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai diundangkan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara nomor 3313.

Undang­undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diundangkan Lembaran Negara Nomor 41 Tahun 1998.

Reformasi Perpajakan tahun 1983 Hindia Belanda, yang setelah merdeka menjadi Indonesia, dijajah Belanda selama

tiga setengah abad sehingga membuat aturan hukum yang cukup banyak, juga hukum pajak, antara lain: Aturan Bea Meterai tahun 1921, Ordonansi 1 Pajak

Perseroan tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932, dan Ordonansi Pajak Pendapatan tahun 1944. Hanya saja hukum pajak warisan kolonial tersebut dibuat semata­mata hanya untuk menghimpun dana bagi Pemerintah Penjajah dalam rangka mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya di tanah air kita. Pemungutan pajak saat itu dirasakan oleh rakyat sebagai beban yang berat, sebab baik penetapan jumlah pajak, jenis pajak maupun tata cara pemungutannya dilaksanakan di luar rasa keadilan tanpa menghiraukan kemampuan serta menambah beban penderitaan dan jauh dari pertimbangan dan penghargaan kepada hak asasi rakyat. Pajak hanyalah merupakan kewajiban semata­mata yang harus dilaksanakan rakyat secara patuh. Ciri dan corak sistem pemungutan pajak jaman kolonial antara lain: 2

a. tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintahan seperti yang tercermin dalam sistem penetapan pajak yang keseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan; dan

b. pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantung dari pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, hal mana mengakibatkan anggota masyarakat Wajib Pajak kurang mendapat pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut

1 Ordonansi adalah peraturan pemerintah; surat pemerintah; peraturan kerajaan Jaman Hindia Belanda 2 Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP

DTSD Pajak II

KUP

berperan serta dalam memikul beban negara dalam mempertahankan kelangsungan pembangunan nasional.

Setelah merdeka Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang­Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Untuk itu, sejak 1983 perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan, sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: 3

a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama­sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;

b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang­undangan perpajakan; dan

c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

3 Penjelasan Umum UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP

DTSD Pajak II

KUP

Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang­undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit­ belit dan birokratis akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurut undang­undang ini, memberi kepercayaan lebih besar kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat merangsang peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada tugas merampungkan/menetapkan semua SPT guna menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang­undang ini administrasi perpajakan, berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas­tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media masa maupun penerangan langsung dalam masyarakat.

Kedudukan Undang­Undang KUP akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang-undangan perpajakan yang lain. 4 Sistem, mekanisme, dan tata cara

pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang­Undang KUP tahun 2007 tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga

4 Penjelasan Umum UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua UU KUP

DTSD Pajak II

KUP

masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik. 5

++ Self Assessment Sistem perpajakan yang dianut Indonesia sejak reformasi undang­undang

perpajakan tahun 1983 adalah self assessment. Kebanyakan orang mendefinisikan self assessment adalah menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Secara gramatikal self assessment hanya disebut dalam penjelasan umum Undang­Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang­Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Kegiatan belajar ini akan membahas bahwa sebenarnya self assessment yang dianut Indonesia bukan self assessment murni tetapi ada unsur official assessment dan with holding tax sehingga disebut sebagai Self Assessment ++ .

Pasal 1 angka 1 Undang­Undang KUP mendefinikan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang­Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar­besarnya kemakmuran rakyat. Makna kontribusi wajib dalam pengertian pajak tersebut berhubungan dengan pemungutan pajak. Banyak sarjana yang berpendapat tentang pemungutan pajak.

1. R. Santoso Brotodihardjo, SH menyitir pendapat Prof. Adriani bahwa teknik pemungutan pajak dibagi dalam tiga golongan.

a. Wajib Pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang­undang perpajakan. Cara pembayaran dapat dilakukan dengan meterai atau pembayaran ke kas negara. Fiskus membatasi diri pada pengawasan, kadang­kadang insidental atau secara teratur.

b. Ada kerja sama antara Wajib Pajak dan Fiskus, tetapi fiskus sebagai penentu terakhir dalam bentuk pemberitahuan sederhana dari Wajib Pajak dan pemberitahuan yang lengkap dari Wajib Pajak.

5 Penjelasan Umum UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga UU KUP

DTSD Pajak II

KUP

c. Fiskus menentukan sendiri (di luar wajib pajak) jumlah pajak yang terhutang.

Sistem pemungutan pajak sampai dengan tahun 1967 inisiatif dan kegiatan dalam penghitungan dan pemungutan pajak sebagian besar ada pada fiskus (huruf b dan c). Cara tersebut berasal dari jaman Hindia Belanda, dan juga masih berlaku di Belanda. Sejak disadari, bahwa tatacara pemungutan pajak dengan sistem tersebut jalannya seret, timbulah gagasan untuk mengubahnya menjadi self assessment. Sistem self assessment dilakukan antara lain di Amerika Serikat dan Jepang. Dalam self assessment, kegiatan pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas dari Wajib Pajak untuk menghitung sendiri besarnya pendapatan/kekayaan/laba, dan menghitung sendiri besarnya pajak Pendapatan/Kekayaan/Perseroan yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara. Self assessment dibedakan antara self assessment murni dan semi self assessment. Self assessment murni berarti menghitung, dan menyetor pajak sendiri, yang menjadi dasar MPS, sedangkan semi self assessment pada dasarnya adalah pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri tetapi dihitung dan disetorkan ke kas negara oleh orang lain, yang menjadi dasar MPO (Brotodiharjo, 1987, hal. 64­66).

2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH berpendapat bahwa sejak tanggal 26 Agustus 1967 yaitu disahkannya Undang­Undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Perubahan dalam Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925, dengan Tata Cara MPS dan MPO. Semenjak itulah sistem self assessment diintrodusirkan di Indonesia, tetapi hanya untuk menghitung Pajak Pendapatan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan yang dikenal dengan nama ‘menghitung pajak sendiri’ dan ‘menghitung pajak orang lain’ yang peranannya bukan lagi dipegang fiskus tetapi oleh Wajib Pajak sendiri. Tahun 1984 sistem self assessment diterapkan pada Pajak Penghasilan bukan saja Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang­Undang PPh yang harus dibayar sendiri tiap bulan (dulunya MPS), tetapi juga Pajak Penghasilan Pasal 29 Undang­Undang PPh yang harus dibayar sendiri tiap akhir tahun (Sumitro, 1991, hal. 13­14).

3. Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak membagi pemungutan pajak menjadi tiga.

DTSD Pajak II

KUP

a. Official Assessment, yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak, dengan ciri­ciri: Wewenang menentukan besarnya pajak ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment, yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendir besarnya pajhak yang terutang, dengan ciri­ciri: Wewenang menentukan besarnya pajak ada pada Wajib Pajak, Wajib Pajak bersifat aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak campur tangan dan hanya mengawasi.

c. With Holding, yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan juga bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2003, hal. 7­ 8).

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga sistem pemungutan pajak yaitu self assessment, official assessment, dan with holding. Penjelasan Umum Undang­Undang KUP menjelaskan bahwa sistem perpajakan yang dipakai Indonesia adalah self assessment dan karena kedudukan Undang­ Undang KUP akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang-undangan perpajakan yang lain maka perlu ditelisik apakah dalam perundang­undangan perpajakan lain tersebut menerapkan self assessment.

Pasal 3A ayat (1) Undang­Undang PPN Tahun 1984 mengatur bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf

a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h Undang­Undang PPN Tahun 1984, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. PPN adalah pajak tidak langsung, jadi sebenarnya yang membayar pajak adalah pembeli tetapi yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan adalah PKP. Jadi, untuk PPN lebih tepat jika sistem yang digunakan bukan self assessment tetapi ada unsur with holding. Pembedaan tersebut juga bisa ditilik dari penggunaan frasa bagaimana kontribusi wajib kepada negara dilaksanakan. Self assessment mengunakan kata

DTSD Pajak II

KUP

membayar, sedangkan menyetor digunakan untuk pembayaran uang pajak dalam kas negara oleh orang atau badan yang diberi wewenang memotong pajak dari wajib pajak yang dituju atau destinataris (Sumitro, 1991, hal. 77).

Pasal 21 ayat (1) Undang­Undang PPh mengatur bahwa pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan yang membayar honorarium, dan penyelenggara kegiatan. Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang­Undang PPh mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan bendehara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Pasal 23 ayat (1) Undang­Undang PPh mengatur bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan.

Pasal 12 ayat (3) Undang­Undang KUP mengatur bahwa apabila Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Ketentuan ini menjadi dasar kewenangan Dirjen Pajak untuk menerbitkan ketetapan pajak, dan adanya ketetapan pajak merupakan ciri sistem official assessment.

Pasal 9 ayat (3) Undang­Undang KUP mengatur bahwa STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Jika cara kontribusi wajib ke kas negara untuk self assessment adalah membayar sedangkan untuk with holding adalah membayar maka untuk official assessment adalah melunasi.

Untuk memudahkan dalam mengingat bahwa self assessment yang diterapkan di Indonesia bukanlah self assessment murni tetapi ada unsur with holding dan

DTSD Pajak II

KUP

official assessment maka penulis namakan Self assesment ++ (6M+1). Rangkaian kegiatan dalam self assessment dapat disingkat dengan (6M+1) yaitu: Mendaftar untuk mendapatkan NPWP/Melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, Menghitung,

Memperhitungkan/mengkreditkan, Memungut/memotong, Membayar/Menyetor/

dan Menghapuskan NPWP/Mencabut penggukuhan PKP. Sebenarnya memang ada tujug ‘M’ tetapi karena untuk menghapuskan NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi salah satunya karena meninggal dunia sehingga tidak benar­benar dilakukan secara self assessment maka tidak disingkat 7M tetapi (6M+1). Guna memudahkan mengingat Self assesment ++ (6M+1) dapat disajikan sebagaimana dalam Gambar

Gambar 2 Self assesment ++ (6M+1)

CircumNavigation Undang-Undang KUP Pernahkah Anda mendapat surat undangan pernikahan seorang kerabat? Hampir

semua dari kita pernah mendapatkannya. Biasanya pesta pernikahan dilangsungkan disebuah gedung yang belum kita ketahui. Ada dua cara agar kita dapat menuju lokasi, pertama telepon kepada oarang yang sudah mengetahuinya. Anda akan mendapat penjelasan secara rinci dari ujung telepon. Masalahnya adalah setelah telefon ditutup, berapa informasi yang Anda ingat? Biasanya tidak

DTSD Pajak II

KUP

banyak. Kedua, Anda mendatangi orang yang tahu lokasi yang dituju kemudian Anda minta dijelaskan lokasi tersebut dalam sebuah peta. Peta tersebut yang akan Anda bawa selama perjalanan menuju lokasi. Cara kedua ini lebih mudah bagi Anda untuk mencapai lokasi.

Harus disadari bahwa Undang­Undang KUP bukan hanya untuk pegawai DJP tetapi semua Wajib Pajak idealnya harus memahaminya karena pajak adalah kewajiban semua warga negara. Namun, mempelajari Undang­Undang KUP bukanlah sekedar membaca teks tulisannya saja karena ada penalaran dan penafsiran hukum untuk memahaminya. Jika Anda mempelajarinya dengan cara membaca pasal demi pasal secara berurutan bagaikan Anda mendapat penjelasan menuju lokasi yang belum Anda ketahui secara lisan di telepon. Ingat, dibalik setiap amplop undangan pernikanan selalu ada gambar denah yang walaupun sangat tidak presisi untuk disebut sebagai peta tapi membantu Anda mencapai lokasi yang dituju. Demikian juga dalam mempelajari Undang­Undang KUP Anda juga perlu sebuah peta agar memahami gambar besarnya terlebih dahulu baru kemudian mempalari detail­detailnya. Berdasarkan pengalaman mengajar di Pusdiklat Pajak penulis menemukan metode mempelajari Undang­ Undang KUP dengan sebuah peta yang akhirnya kami sebut sebagai CircumNavigation Undang-Undang KUP sebagaimana dalam Gambar 1­3. Metode itu yang digunakan sebagai pendekatan memahami Undang­Undang KUP dalam buku ini.

DTSD Pajak II

KUP

Gambar 1­3 CircumNavigation Undang­Undang KUP™

DTSD Pajak II

KUP

Ketentuan Umum dalam Undang-Undang KUP Pasal 1 Undang-Undang KUP mengatur tentang ketentuan umum 6 sebagai berikut.

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang­Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar­besarnya kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

5. PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atua penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang­Undang PPN 1984 dan perubahannya.

6. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang­Undang ini.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu Tahun Pajak.

6 Angka 98 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 mengatur bahwa ketentuan umum berisi: a. Batasan

pengertian atau definisi, b. Singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi, dan/atau hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya anatara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.

DTSD Pajak II

KUP

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan.

11. SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan.

12. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.

13. SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahunn Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

14. SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi SKPKB, SKPKBT, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau SKPLB.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

20. STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahunn berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

23. Kredit Pajak untuk PPN adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, ang dikurangkan dari pajak yang terutang.

DTSD Pajak II

KUP

24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan.

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadisuatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran­lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah SK yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang­undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, STP, SK Pembetulan, SK Keberatan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi, SK Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau SK Pemberian Imbalan Bunga.

DTSD Pajak II

KUP

34. Surat Keputusan Keberatan adalah SK atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap SK Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal­hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang­ undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Dirjen Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah SK yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak Tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah SK yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal fasimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

Latihan

1. Rangkumlah ciri dan corak Undang­Undang KUP!

2. Terangkan self assessment yang diterapkan di Indonesia!

3. Rangkumlah Undang­Undang KUP dengan CircumNavigation UU KUP! Rangkuman

Sebagai Negara bekas jajahan Belanda masih banyak berlaku hokum tinggalan colonial yang sudah tidak sesuai lagi dengan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, termasuk hokum pajak. Untuk itulah perlu dibuat hokum pajak yang sesuai dengan ciri dan corak tersendiri yaitu pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional, tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assesment).

DTSD Pajak II

KUP

Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit­ belit dan birokratis akan dihilangkan. Jelaslah bahwa sistem pemungutan pajak yang ditentukan menurut undang­undang ini, memberi kepercayaan lebih besar kepada anggota masyarakat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Undang­Undang KUP akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang­undangan perpajakan yang lain.

Self assessment yang diterapkan di Indonesia bukanlah self assessment murni tetapi ada unsur with holding dan official assessment maka penulis namakan Self Assesment ++ (5M+1)™yaitu: Mendaftar untuk mendapatkan NPWP/Melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP, Menghitung, Memperhitungkan atau mengkreditkan,

Membayar/Menyetor/Melunasi, Menyampaikan, dan Menghapuskan NPWP/Mencabut penggukuhan PKP. Mempelajari Undang­ Undang KUP dengan membaca­pasal demi pasal beserta penjelasannya secara berurutan tidak efektif karena undang­undang harus dipahami dalam sebuah kaitan yang saling berhubungan (penafsiran sistematik). Untuk mempelajari Undang­Undang KUP perlu sebuah peta agar memehami gambar besarnya terlebih dahulu baru kemudian mempalari detail­detailnya, peta tersebut adalah CircumNavigation Undang-Undang KUP™.

Tes Formatif Isilah titik­titik dalam soal dengan pilihan jawaban yang tersedia. Ingat! Jumlah

jawaban lebih banyak dari jumlah soal dan hanya ada satu jawaban yang tepat. Soal

Jawaban

1. Pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak

A. jaman kolonial hal sangat tergantung dari pelaksanaan

B. jaman awal administrasi perpajakan yang dilakukan oleh

kemerdekaan aparat perpajakan, merupakan ciri dan corak

C. Hindia Belanda system pemungutan pajak ....

D. reformasi Undang­ Undang

Pajak

2. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari tahun 1983

pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib

E. self assesment Pajak untuk secara langsung dan bersama­sama

F. official assessment melaksanakan kewajiban perpajakan yang

G. withholding

DTSD Pajak II

KUP

Soal Jawaban diperlukan untuk pembiayaan negara dan

H. semua perundang­ pembangunan nasional, merupakan ciri dan corak

undangan pemungutan pajak ….

perpajakan

I. Beban

3. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat J. Kewajiban

K. kemakmuran rakyat melalui sistem menghitung, memperhitungkan,

L. dilunasi dan membayar sendiri pajak yang terhutang

M. dibayar disebut dengan ….

N. disetor

4. Kedudukan Undang­Undang ini yang akan menjadi ketentuan umum bagi ….

5. Aturan Bea Meterai tahun 1921 merupakan aturan hukum produk ….

6. Pemungutan pajak pada jaman kolonial dirasakan rakyat sebagai ….

7. Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang­ Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk sebesar­ besarnya ….

8. Jumlah pajak yang harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SK Keberatan, atau Putusan Banding harus … dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.

9. Jumlah kurang bayar dalam SPT Masa PPN harus … sebelum SPT disampaikan.

10. Adanya pemotong dan pemungut pajak merupakan ciri dari pemungutan pajak dengan sistem ….

DTSD Pajak II

KUP

Umpan Balik dan Tindak Lanjut Bandingkan hasil jawaban Saudara dengan kunci jawaban tes formatif yang ada

di bagian akhir modul ini. Hitung jumlah jawaban Saudara dengan benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi kegiatan belajar ini.

Jumlah jawaban benar

JUmlah seluruh soal × 100 Tingkat nilai adalah sebagai berikut:

DTSD Pajak II

KUP KEGIATAN BELAJAR 2 KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI DAN MELAPORKAN USAHA

Indikator Keberhasilan  Merangkum pendaftaran NPWP

 Menerangkan penghapusan NPWP  Menjelasakan pengukuhan PKP  Menjelasakan pencabutan PKP  Menjelasakan perubahan data Wajib Pajak/PKP

Uraian dan Contoh Pasal 1 angka 6 Undang­Undang KUP memberi pengertian NPWP adalah nomor

yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Saat mulai menjadi WP dalam literatur sering disebut dengan istilah taatbestand yaitu pada saat syarat subjektif bertemu dengan syarat objektif maka ia sudah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak yang sudah terdaftar akan mendapatkan Kartu NPWP dan SKT. Kartu NPWP adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP yang berisikan NPWP dan identitas lainnya. 1 SKT yang selanjutnya disingkat menjadi SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisi

NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 2

Pendaftaran untuk memperoleh NPWP dan Pelaporan untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah tahap pertama dalam CircumNavigation UU KUP sebagaimana dalam Gambar 2­1.

1 Pasal 1 angka 9 PER-20/PJ/2013 2 Pasal 1 angka 10 PER-20/PJ/2013

DTSD Pajak II

KUP

Gambar 2­1 Kedudukan NPWP dan PKP dalam CircumNavigation UU KUP 

Pendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP diatur dalam Pasal 2 Undang­Undang KUP yang dapat dijelaskan sebagaimana Gambar 2­2.

Gambar 2­2 Skema Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP

DTSD Pajak II

KUP

Kewajiban Mendaftar dan Fungsi NPWP Secara yuridis taatbestand diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang­

Undang KUP yang mengatur bahwa bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.

Sesuai dengan sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tersebut wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP. Adapun apa itu persyaratan sbyektif dan obyektif disebutkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang­Undang KUP, sebagai berikut.

 Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang­Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

 Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang­Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Perlu dipahami bahwa meskipun penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang­Undang KUP hanya menjelaskan tentang persyaratan subjektif dan persyaratan objektif sebagaimana diatur dalam Undang­Undang PPh beserta perubahannya, tetapi ketentuan taatbestand juga berlaku untuk Undang­undang PPN 1984 dan perubahannya. Alasannya adalah karena aturan yang berisi norma dalam undang­ undang adalah apa yang ada dalam batang tubuh, penjelasan bukanlah norma yang mengatur tetapi lebih bersifat penafsiran otentik dari batang tubuhnya. Wajib Pajak lazimnya dipakai untuk menyebut subyek Pajak Penghasilan, sedangkan untuk subyek pajak PPN disebut dengan istilah PKP. Pengukuhan PKP akan dibahas dalam subbab tersendiri.

Perlu ditekankan bahwa fungsi NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, bukan untuk menentukan saat terutangnya pajak atau saat mulai harus

DTSD Pajak II

KUP

melaporkan pajaknya. Masing­masing orang mempunyai tanda pengenal diri atau identitas berupa nama, tetapi nama banyak yang sama atau mirip sehingga menyulitkan dalam administrasi dan pengawasan perpajkannya. Agar masing­ masing identitas Wajib Pajak unik untuk memudahkan administrasi perpajakannya maka selain nama, juga diberikan NPWP sebagai identitas.

Setiap Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan hanya diberikan satu NPWP, sepanjang hidupnya, walaupun domisilinya berpindah­pindah. NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimilikinya.

Wajib Pajak yang sudah mendaftarkan diri akan memperoleh NPWP yang secara fisik berupa kartu NPWP dan SKT. SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisi NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 3