KIMIA FISIKA PERANAN RADIOISOTOP DALAM D (1)

KIMIA FISIKA
“PERANAN RADIOISOTOP DALAM DUNIA FARMASI”

OLEH:
ARENSI BELO
15.01.351

Dosen Pengampu: MEGAWATI, S.Pd., M.Si

TRANSFER B 2015
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Radiasi dan radioisotop telah lama dikenal manusia, yaitu sejak
ditemukanya teknik perunut oleh Hevesy pada tahun 1923, sehingga

menambah kemajuan teknik nuklir untuk di gunakan dibidang kedokteran dan
industri. Ada beberapa sumber radiasi dilingkungan kita, antara lain televesi,
lampu penerangan, komputer. Selain itu ada sumber-sumber radiasi yang
bersifat unsur alamiah yaitu berada di air, udara dan lapisan bumi (Ferry
Suyatno, 2010).
Sumber radiasi dari unsur alamiah adalah thorium dan uranium berada
di lapisan bumi, sedangkan karbon dan radon berada di udara. Sumber
radiasi yang berada di air adalah tritium dan deuterium. Jika ditinjau jenisnya
radiasi terdiri dari alpha (α), beta (β), gamma (γ), sinar-X dan neutron (n)
(Ferry Suyatno, 2010).
Suatu unsur dikatakan radioisotop atau isotop radioaktip ialah apabila
unsur tersebut dapat memancarkan radiasi. Pada umumnya radioisotop
digunakan untuk berbagai keperluan seperti dalam bidang kedokteran dan
industri. Radioisotop yang digunakan tersebut tidak terdapat di alam,
disebabkan waktu paruh dan beberapa faktor lainnya yang kurang memenuhi
persyaratan. Untuk beberapa tujuan radioisotop harus dikombinasikan
dengan senyawa tertentu melalui bebarapa cara reaksi kimia. Dengan
demikan tujuan utama produksi radioisotop ialah menyediakan unsur atau
senyawa


radioaktif

tertentu

yang

penggunaanya (Ferry Suyatno, 2010).

memenuhi

persyaratan

sesuai

Radioisotop
kebutuhan

yang

manusia


sering

seperti

digunakan

bidang

dalam

kesehatan,

berbagai

pertanian,

bidang
hidrologi


dan industri, pada umumnya tidak terdapat di alam, karena kebanyakan
umur paruhnya relatif pendek.
I.2

Tujuan penulisan
Untuk

mengetahui

dan

memahami

informasi

tentang

peranan

radioisotop dalam dunia farmasi.

I.3

Manfaat penulisan
Memberikan informasi tentang peranan radioisotop dalam dunia
farmasi.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Asal Mula Radioaktif
Pada tahun 1895, W.C. Rontgen menemukan bahwa tabung sinar
katode mengahasilkan suatu radiasi berdaya tembus tinggi yang dapat
menghitamkan film potret,walaupun film tersebut terbungkus kertas
hitam. Karena belum mengenal hakekatnya, sinar ini dinamai sinar X.
Ternyata sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang timbul
karena benturan berkecepatan tinggi (yaitu sinar katode dengan suatu
materi (anode). Sekarang sinar X disebut juga sinar rontgen dan
digunakan untuk rongent yaitu untuk mengetahui keadaan organ tubuh
bagian dalam (Abdul Jalil, 2004).
Penemuan sinar X membuat Henry Becguerel tertarik untuk
meneliti zat yang bersifat fluorensensi, yaitu zat yang dapat bercahaya

setelah terlebih dahulu mendapat radiasi (disinari), Becquerel menduga

bahwa sinar yang di pancarkan oleh zat seperti itu seperti sinar X.
Secara kebetulan, Becquerel meneliti batuan uranium. Ternyata
dugaan itu benar bahwa sinar yang dipancarkan uranium dapat
menghitamkan film potret yang masih terbungkus kertas hitam. Akan
tetapi, Becqueret menemukan bahwa batuan uranium memancarkan
sinar berdaya tembus tinggi dengan sendirinya tanpa harus disinari
terlebih dahulu. Penemuan ini terjadi pada awal bulan Maret 1986.
Gejala semacam itu, yaitu pemancaran radiasi secara spontan,
disebut keradioaktifan, dan zat yang bersifat radioaktif disebut zat
radioaktif (Abdul Jalil, 2004).

Tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1986, suami-isteri
Marie Curnie (1867-1934) dan Piere Curie (1859-1906) berhasil
mengisolasi dua unsur baru dari radioaktif uranium, kedua unsur
tersebut adalah Polonium dan radium.
II.2

Radioisotop

Radionuklida atau radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif.
Radionuklida mampu memancarkan radiasi. Radionuklida dapat
terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh manusia dalam
reaktor penelitian. Produksi radionuklida dengan proses aktivasi
dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron di
dalam teras reaktor. Proses ini lazim disebut irradiasi neutron,
sedangkan bahan yang disinari disebut target atau sasaran. Neutron
yang ditembakkan akan masuk ke dalam inti atom target sehingga
jumlah neutron dalam inti target tersebut bertambah. Peristiwa ini
dapat mengakibatkan ketidakstabilan inti atom sehingga berubah sifat
menjadi radioaktif. Banyak isotop buatan yang dapat dimanfaatkan
antara lain Na-24, P-32, Cr-51, Tc-99, dan I-131 (Achmad Hizkia,
1992).Radionuklida terdiri atas 2 jenis:
1. Radionuklida Alami
Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis
besar dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah
radionuklida

primordial,


yang

ada

di

kerak

bumi

sejak

terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida
kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik
dengan udara. Selain dua jenis tersebut, terdapat radionuklida
yang muncul karena peluruhan spontan nuklida dapat belah atau

karena reaksi inti tangkapan neutron dari radiasi kosmik, dan ada
juga radionuklida punah yang sekarang tidak ada lagi karena umur
paruhnya yang pendek, tetapi karena secara kuantitas sangat

sedikit maka dapat diabaikan (Ramazona Nababan, 2014)
2. Radionuklida buatan
Radionuklida buatan adalah radionuklida yang terbentuk kar
ena dibuat oleh manusia.Radionuklida

buatan

dihasilkan

dari

pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai maupun militer. Di
bawah ini akan dibahas jumlah radionuklida akibat pembangkitan
listrik tenaga nuklir maupun percobaan nuklir. Radionuklida buatan
dapat dikelompokkan menjadi radionuklida yang muncul karena
pembangkitan listrik tenaga nuklir, radionuklida yang diproduksi
untuk kedokteran, industri, ataupun radionuklida yang muncul
akibat percobaan nuklir. Bahan radioaktif adalah bahan yang
memancarkan radiasi a, b, g atau neutron. Pada tabel susunan
berkala, dapat dilihat unsur yang memancarkan radiasi yang

disebut unsur radioaktif, ataupun yang tidak memancarkan radiasi
yang disebut unsur stabil. Sebagai contoh, yodium dengan nomor
massa 129 atau 131 sampai 135 adalah unsur radioaktif. Unsur
radioaktif disebut juga radionuklida. Di bawah ini akan ditunjukkan
jumlah radioisotop alam dan buatan, dan kemudian akan
ditunjukkan juga dosis yang diterima manusia dari radionuklida
(Ramazona Nababan, 2014).

II.3

Sifat-sifat Radioisotop

Meskipun tidak dapat dilihat dengan mata namun secara umum
sinar radioaktif memiliki sifat-sifat:


menghitamkan pelat film






dapat mengionkan gas yang dilewati
memiliki daya tembus yang besar
menyebabkan benda-benda berlapis ZnS dapat berpendar
(mengalami fluoresensi).
Sinar yang dipancarkan unsur radioaktif ada tiga macam, yaitu

sinar alfa (α), sinar beta (β), dan sinar gamma (γ).
a. Sinar alfa (α)
Sinar alfa merupakan radiasi partikel yang bermuatan
positif.

Partikel

sinar

alfa

sama

dengan

inti

helium-4,

bermuatan+2e dan bermassa 4 sma. Partikel alfa adalah partikel
terberat yang dihasilkan oleh zat radioaktif. Karena memiliki
massa yang besar, daya tembus sinar alfa paling lemah diantara
diantara sinar-sinar radioaktif (Anna Maulina et al, 2013).
b. Sinar beta (ß)
Sinar beta merupakan radiasi partikel bermuatan negatif.
Sinar beta merupakan berkas elektron yang berasal dari inti atom.
Sinar beta paling energetik dapat menempuh sampai 300 cm
dalam uadara kering dan dapat menembus kulit. Karena sangat
kecil, partikel beta dianggap tidak bermassa sehingga dinyatakan
dengan notasi (Anna Maulina et al, 2013).
c. Sinar gamma (γ)
Sinar gamma adalah radiasi elektromagnetek berenergi
tinggi, tidak bermuatan dan tidak bermassa. Sinar gamma
dinyatakan dengan notasi . Sinar gamma mempunyai daya
tembus (Anna Maulina et al, 2013).

II.4

Peranan Radioisotop Dalam Dunia Farmasi
Aplikasi teknologi nuklir dalam bidang farmasi saat ini sudah
sangat maju dan hal ini erat kaitannya dengan bidang kedokteran
nuklir. Radioisotop yang digunakan dalam bidang farmasi dari tahun
ke tahun terus bertambah. Sediaan radiofarmaka adalah istilah yang
digunakan pada zat radioaktif yang digunakan dalam bidang farmasi
dan juga kedokteran nuklir.
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom
radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau
terapi. Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif.
Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik
yang diberikan dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan
efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu (BPOM,2015)
Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan larutan),
intravena, intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi
melalui tetes mata, kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts.
Bentuk fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur
(Xenon 133, krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate),
molekul kecil yang diberi label radioaktif, makromolekul yang diberi
label radioaktif, partikel yang diberi label radioaktif, sel yang diberi
label radioaktif (BPOM, 2015).
Radiofarmaka dimanfaatkan dalam berbagai jenis pemeriksaan
dalam kedokteran nuklir. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi 3
kategori:
1. Pemeriksaan untuk pencitraan

Pemeriksaan ini memberikan informasi untuk tujuan diagnostik
dan dilakukan dengan memeriksa pola distribusi radioaktif dalam
tubuh.
2. Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo
Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo bertujuan untuk
mengukur fungsi organ tubuh atau sistem fisiologis tubuh
berdasarkan absorpsi, pengenceran, konsentrasi, bahan radioaktif
dalam tubuh atau ekskresi bahan radioaktif dari tubuh setelah
pemberian radiofarmaka.
3. Pemeriksaan untuk tujuan terapetik
4. Pemeriksaan ini bertujuan untuk keperluan penyembuhan, atau
terapi paliatif. Mekanisme kerja umumnya berupa absorpsi radiasi
beta untuk menghancurkan jaringan yang terkena penyakit.
Tabel 1. Bentuk sediaan dan rute pemberian radiofarmaka.

Rute pemberian

Bentuk Sediaan

Oral

Kapsul dan Larutan

Injeksi intravena

Larutan, dispersi koloid, suspensi

Injeksi intratekal

Larutan

Inhalasi
Instilasi melalui
Tetes mata
Kateter uretra

Gas dan Aerosol
Larutan steril

Kateter intraperitoneal
Shunt

Table 2. Bentuk sediaan radiofarmaka
Dosis
lazim
Rute
(Dewasa pemberianb
a
)

Radionukli
da

Bentuk
Sediaan

Penggunaan

Karbon C11

Karbon
monoksida

Jantung: Pengukuran
volume darah

Karbon C11

Injeksi
Flumazenil

Otak: Pencitraan
20-30 mCi Intravena
reseptor benzodiazepin

Karbon C11

Injeksi
metionin

Pemeriksaan penyakit
10-20 mCi Intravena
keganasan pada otak

Karbon C11

Injeksi
rakloprid

Otak : Pencitraan
10-15 mCi Intravena
reseptor dopamin D2

Karbon C11

Injeksi
natrium
asetat

Jantung: Penanda
12-40 mCi Intravena
metabolisme oksidatif

Karbon C 14

Urea

Diagnosis infeksi

60-100
mCi

1 µCi

Inhalasi

Oral

Helicobacter pylori

Kromium Cr
51

Injeksi
natrium
kromat

Kapsul
Kobalt Co 57 sianokobalami
n

Pelabelan sel darah
merah (Red Blood Cells,
RBCs) untuk
pengukuran volume 10-80 µCi
dan waktu hidup sel
darah serta penyerapan
limfa
Diagnosis anemia
pernisius dan
penurunan absorpsi
usus

0.5 µCi

Intravena

Oral

Injeksi
Penggunaan glukosa di
Fluor F 18 fludeoksigluko
otak, jantung dan
10-15 mCi Intravena
sa
penyakit keganasan

Fluor F 18

Injeksi
fluorodopa

Fluor F 18

Injeksi
natrium
fluorida

Galium Ga Injeksi galium
67
sitrat

Aktivitas dekarboksilase
4-6 mCi
saraf dopamin di otak

Intravena

Pencitraan tulang

10 mCi

Intravena

Penyakit Hodgkin,
limfoma

8-10 mCi

Intravena

Lesi inflamasi akut

5 mCi

Intravena

Indium In
111

Injeksi
kapromab
pendetid

Pencitraan metastatik
pada pasien dengan
kanker prostat yang
telah dibuktikan
dengan biopsi

5 mCi

Intravena

Larutan
Radio label pada
Indium In
Indium Klorida berbagai radiofarmaka Bervariasi
111
111
steril
In
Indium In
111

Larutan steril
indium oksin

Penandaan leukosit
autolog

500 µCi

Intravena

Indium In
111

Injeksi
pentetat

Sisternograf

500 µCi

Intratekal

Indium In
111

Injeksi
pentetreotid

Tumor neuroendokrin

3 mCi
(planar)

Intravena

6 mCi
(SPECTc)

Indium In
111

Iodin I 123

Pencitraan biodistribusi
sebelum pemberian 90Y
Ibritumomab
Zevalin (Biogen Idec)
tiuksetan
untuk pengobatan
limfoma non-Hodgkin
Kapsul dan
larutan
natrium

Pencitraan kelenjar
tiroid

5 mCi

Intravena

400-600
µCi

Oral

iodida

Iodin I 123

Injeksi
Iobenguan

Tiroid metastase
(seluruh tubuh)

2 mCi

Oral

Feokromositoma, tumor
karsinoid,
paraganglioma non
sekresi, neuroblastoma

0,14
mCi/kg
(anak)

Intravena

10 mCi
(dewasa)

Iodin I 125

Injeksi
albumin

Penentuan volume
plasma

5-10 µCi

Intravena

Iodin I 125

Injeksi
natrium
iothalamat

Penentuan Laju Filtrasi
Glomerulus (GFR)

30 µCi

Intravena

Iodin I 131

Injeksi
iobenguan

Iodin I 131

Kapsul dan
larutan
natrium
iodida

Feokromositoma, tumor
0,5
karsinoid,
mCi/1,7
paraganglioma non
m2
sekresi, neuroblastoma

Fungsi tiroid

5-10 µCi

Intravena

Oral

Iodin I 131

Injeksi
natrium
iodohipurat

Pencitraan tiroid (leher)

50-100
µCi

Pencitraan tiroid
(substernal)

100 µCi

Tiroid metastase
(seluruh tubuh)

2 mCi

Hipertiroidisme

5-33 mCi

Karsinoma

150-200
mCi

Fungsi ginjal yang
dapat pulih

200 µCi (2
Intravena
ginjal)

75 µCi (1
ginjal)
Dosis
individual;
Pengobatan Limfoma
tidak
Iodin I 131 Tositumomab non-Hodgkin refraktori lebih dari Intravena
derajat rendah
75 cGy
seluruh
tubuh
Nitrogen N Injeksi amonia

Pemeriksaan perfusi

10-20 mCi Intravena

13
Oksigen O
15

miokard

Injeksi air

Perfusi jantung

Fosfor P 32

Suspensi
fosfat kromik

Efusi pleura dan
peritoneal

Fosfor P 32

Injeksi
natrium fosfat

Polisitemia

Rubidium Rb
82

Injeksi
Rubidium
klorida

Pemeriksaan perfusi
miokard

Samarium
Sm 153

Terapi paliatif nyeri
Injeksi
tulang pada lesi tulang
leksidronam
osteoblastik metastase

30-100
mCi

Intravena

Intraperitone
al atau
intrapleura
10-20 mCi
(bukan
untuk
penggunaan
intravena)

1-8 mCi

Intravena

30-60 mCi Intravena

1.0
mCi/kg

Intravena

Stronsium
Sr 89

Injeksi
stronsium
klorida

Terapi paliatif nyeri
tulang pada lesi tulang
osteoblastik metastase

4 mCi

Intravena

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
albumin

Pencitraan aliran darah
jantung

20 mCi

Intravena

Teknetium
Tc 99m

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
albumin
teragregasi

Pencitraan perfusi paru

3 mCi

Intravena

Arsitomumab

Karsinoma kolorektal
kambuhan atau
metastase

20 mCi

Intravena

20 mCi

Intravena

Tambahan untuk CT
(computed
Teknetium
tomography)/MRI(Magn
Injeksi bisisat
Tc 99m
etic Resonance
Imaging)pada pasien
stroke
Teknetium
Tc 99m

Teknetium
Tc 99m

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
disofenin

Pencitraan hepatobilier

5 mCi

Intravena

Injeksi
eksametazim

Perfusi serebral
regional pada stroke
dengan atau tanpa
metilen biru

20 mCi

Intravena

Pelabelan leukosit
tanpa metilen biru

10 mCi

Intravena

Pencitraan otak

20 mCi

Intravena

Pencitraan perfusi ginjal 10 mCi

Intravena

Injeksi
gluseptat

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
mebrofenin

Pencitraan hepatobilier

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
medronat

Pencitraan tulang

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
mertiatid

Pencitraan ginjal

5 mCi

20-30 mCi Intravena

5 mCi

Renogram-transplantasi
1-3 mCi
ginjal
Renogram-kaptopril

Intravena

1-3 mCi

Intravena

Intravena

Intravena

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
oksidronat

Pencitraan tulang

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
pentetat

GFR (kuantitatif)

3 mCi

Intravena

Renogram (diuretik)

3 mCi

Intravena

20-30 mCi Intravena

Pencitraan perfusi ginjal 10 mCi

Intravena

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
pirofosfat

Infarct-avid scan

15 mCi

Intravena

Teknetium

Injeksi sel

Perdarahan saluran

15 mCi

Intravena

Tc 99m

darah merah

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
sestamibi

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
natrium
perteknetat

Teknetium
Tc 99m

Injeksi
suksimer

cerna (kambuhan)
Fungsi dan perfusi
miokardial, pencitraan 8-40 mCi
paratiroid

Intravena

Pencitraan otak

20 mCi

Intravena

Pencitraan tiroid

10 mCi

Intravena

Ventikulogram
radionuklida

20 mCi

Intravena

Sistograf radionuklida

1 mCi

Uretra

Dakriosistograf

0.1 mCi

Tetes mata

Divertikulum meckel

5 mCi

Intravena

Pemindaian ginjalfungsi ginjal diferensial

5 mCi

Intravena

Pemindaian ginjalanatomi kortikal

5 mCi

Intravena

Teknetium
Tc 99m

Teknetium
Tc 99m

Injeksi koloid
Pemindaian hati-limpa
sulfur

Injeksi
tetrofosmin

Thallium Tl Injeksi thallus
201
klorida

Xenon Xe

Xenon

5 mCi

Intravena

Limfosintigraf
(payudara)

0,4-0,6
mCi

Interstitial

Limfosintigraf
(melanoma)

0,5-0,8
mCi

Intradermal

Pengosongan lambung
(scrambled egg)

1 mCi

Oral

Perdarahan lambung
(akut)

10 mCi

Intravena

Aspirasi paru

5 mCi

Oral

Refluks gastroesofagal

0,2 mCi

Oral

Fungsi dan perfusi
miokard

8-40 mCi

Intravena

Pencitraan perfusi
miokard

3-4 mCi

Intravena

Pencitraan paratiroid

2 mCi

Intravena

Pencitraan ventilasi

10-20 mCi

Inhalasi

133

paru

Ibritumomab
Yttrium Y 90
tiuksetan

Pengobatan limfoma
non-Hodgkin derajat
rendah

0,3-0,4
mCi/kg

Intravena

Sumber: BPOM, 2015

Contoh Peranan Radioisotop Dalam Sediaan Farmasi
EKSAMETAZIM
Indikasi:


Skintigrafi otak (brain scintigraphy). Mendiagnosis kelainan aliran
darah serebral atau area aliran darah serebral pasca stroke atau
penyakit serebrovaskular lain, epilepsi, Alzheimer dan bentuk lain
dari demensia, transient ischemic attack, migrain dan tumor otak.



Digunakan pada “pelabelan” secara in vitro pada leukosit
menggunakan Teknesium-99m. Leukosit yang telah berlabel
disuntikkan untuk mendeteksi lokasi infeksi penyebab penyakit (jika
ada abses abdomen), untuk pemeriksaan gejala pireksia yang tidak
diketahui penyebabnya dan pemeriksaan gejala inflamasi bukan
disebabkan oleh infeksi, seperti penyakit inflamasi pada usus
besar.

Peringatan:

Tidak boleh diberikan langsung kepada pasien. Hanya digunakan untuk
penyiapan obat berlabel radioaktif teknesium-99m, dengan prosedur
yang tercantum pada kemasan. Kehamilan dan menyusui, anak.
Efek Samping:
Hipersensitif.
Dosis:
Penggunaan satu kali:
(I) Brain scintigraphy Dewasa dan Lansia: injeksi intravena, 350 - 500
MBq (9,5-13 mCi).
(II) Labelisasi Leukosit dengan Teknetium-99 secara in vivo Dewasa dan
Lansia: injeksi intravena 200 MBq (5mCi) sebagai leukosit berlabel
teknesium-99m. Suntikkan suspensi leukosit berlabel teknesium-99m
menggunakan jarum 19G sesegera mungkin setelah pelabelan.
Tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak.
Pencitraan:
(I) Brain scintigraphy
Pencitraan

otak

bisa

dimulai

dari

2

menit

setelah

injeksi.

(II) Dalam lokalisasi in vivo leukosit berlabel teknesium-99m. Pencitraan
dinamis dapat dilakukan dalam 60 menit pertama setelah injeksi untuk
memeriksa klirens paru-paru dan untuk menunjukkan migrasi sel yang
segera terjadi. Pencitraan statis dilakukan dalam waktu 0,5-1,5 jam, 2-4
jam dan jika perlu, pada 18-24 jam pasca injeksi, untuk mendeteksi
akumulasi aktivitas titik pemeriksaan (bahan radioaktif). Setelah satu jam
pertama penyuntikkan leukosit berlabel teknesium-99m, aktivitas terlihat

pada paru-paru, hati, limpa, pompa darah, sumsum tulang dan kandung
kemih.
List Nama Dagang
Ceretec
(Sumber: BPOM, 2015)

BAB III
PENUTUP
III.1

Kesimpulan

1. Radioisotop

adalah isotop

dari

zat

radioaktif

mampu

memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah
atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian.
2. Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar
dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah radionuklida
primordial, yang ada di kerak bumi sejak terbentuknya alam
semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang
terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara.
3. Penggunaan isotop radioaktif dalam dunia farmasi dikenal
dengan istilah radiofarmaka . Radiofarmaka adalah senyawa
kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan
digunakan untuk diagnosis atau terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Maulina Anna, et al. 2013. Kegunaan Radioisotop Dalam Bidang
Kedokteran Dan Pertanian. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Padang: Padang
Jalil Abdul. 2004. Zat Radio Aktif Dan Penggunaan Radio Isotop Bagi
Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatra Utara
Anonim. 2015. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Bab 18. Dirjen
BPOM RI