ANALISIS SITUASIONAL PERUSAHAAN PENYEDIA LAYANAN BROADBAND DI ERA BISNIS DIGITAL | Setiawan | MIX: JURNAL ILMIAH MANAJEMEN 1 SM

ANALISIS SITUASIONAL PERUSAHAAN PENYEDIA LAYANAN BROADBAND DI ERA BISNIS DIGITAL

Sri Damar Setiawan, Rina Oktaviani, Idqan Fahmi, dan Setiadi Djohar

Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor

sridamar2@gmail.com , r_oktavi@yahoo.com , ifahmi.mk@gmail.com , dan

sdjohar@gmail.com

Abstract. The growing Information and Communication Technology (ICT) industry leading to the convergence of services. The depletion of industry boundaries causes the level of competition to be more stringent. The latest competition challenge of broadband service providers in the digital business era is from Over The Top (OTT) service providers that provide applications and content. The purpose of this research is to conduct gap analysis and Structure Conduct Performance (SCP) analysis. Gap analysis includes the firm's capability gap against environmental turbulence expectations as well as resource gaps and performance. The method used is quantitative analysis and descriptive statistics analysis using secondary data. The research results have shown that the company's capability has not been suitable to the expectations of environmental turbulence and there are gaps in resources and performance. This research also results have shown that the market concentration level in industry is high, but the behavior of the company competes and produces good profit level. The implication of the research results are the company needs to make efforts to transform the capability and strategy to keep the company growing and sustainable. Keywords: ICT, OTT, broadband, digital business, SCP

Abstrak. Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) semakin berkembang yang mengarah pada konvergensi layanan. Menipisnya batasan industri menyebabkan tingkat persaingan menjadi lebih ketat. Tantangan persaingan terbaru perusahaan penyedia layanan broadband di era bisnis digital adalah dari penyedia layanan Over The Top (OTT) yang menyediakan aplikasi dan konten. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis kesenjangan dan analisis Structure Conduct Performance (SCP). Analisis kesenjangan meliputi kesenjangan kapabilitas perusahaan terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan serta kesenjangan sumberdaya dan kinerja. Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan analisis deskriptif menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kapabilitas perusahaan belum sesuai terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan serta terdapat kesenjangan pada sumberdaya dan kinerja. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi pasar pada industri tinggi, namun perilaku perusahaan berkompetisi dan menghasilkan tingkat keuntungan yang baik. Implikasi hasil penelitian adalah perusahaan perlu melakukan upaya transformasi kapabilitas dan strategi agar perusahaan tetap tumbuh dan berkelanjutan. Kata kunci: TIK, OTT, broadband , bisnis digital, SCP

PENDAHULUAN

Pada industri telekomunikasi khususnya layanan broadband terdapat peluang dan tantangan, bagaimana penyelenggara layanan broadband bertahan di lingkungan industri agar tetap tumbuh dan berkelanjutan. Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) semakin berkembang yang mengarah pada konvergensi layanan. Layanan yang diberikan sudah menawarkan layanan berbasis multimedia dan internet. Era konvergensi pada industri TIK ditandai dengan menipis batas fungsi spesifik yang sebelumnya dimiliki masing-masing industri. Teknologi TIK semakin berkembang dan penggunaan akses internet semakin meningkat. Peningkatan trafik data akibat pengguna internet yang meningkat tidak lepas dari perubahan lingkungan bisnis layanan

broadband yaitu makin tumbuhnya penggunaan layanan pada bisnis aplikasi dan konten. Lingkungan bisnis mengalami perubahan dengan tempo waktu yang makin singkat dan perubahan lebih cepat, sehingga lingkungan bisnis menghadapi situasi turbulensi. Lingkungan bisnis yang turbulensi ditandai dengan makin ketatnya persaingan antar perusahaan, baik antar perusahaan sejenis maupun persaingan dari perusahaan bidang lain. Tantangan persaingan terbaru perusahaan penyedia layanan broadband adalah dari penyedia layanan Over The Top (OTT) yang menyediakan aplikasi dan konten. Pendapatan perusahaan telekomunikasi global mengalami stagnasi bahkan belanja modal dan operasional meningkat dan di sisi lain OTT mendapatkan jumlah dan popularitas yang meningkat (Darwiche 2015).

Sumber kekuatan yang secara signifikan dapat memengaruhi pasar perusahaan di tahun-tahun mendatang adalah jaringan sosial, perangkat mobile , cloud computing , dan data analytics (Schwertner 2017). Sumber kekuatan tersebut mendorong transformasi bisnis di seluruh dunia dan membentuk ekonomi baru yang pekerjaan di dalamnya masih sulit diprediksi (Ernst dan Young 2015). Perusahaan mendapatkan keuntungan penting bila dapat memperoleh wawasan nyata dengan menafsirkan data yang muncul dari media sosial, perilaku online , geo-lokasi dan interaksi pelanggan langsung dengan produk dan layanan (Ernst dan Young 2015). Kekuatan perubahan pada era digital seperti saat ini tidak hanya didominasi oleh perusahaan, namun juga oleh individu- individu dengan semakin berkembangnya pengguna internet dengan perangkat mobile . Masing-masing individu sebagai konsumen dapat mempengaruhi strategi perusahaan dan dapat mengubah bagaimana cara perusahaan merespon perubahan yang terjadi dengan cepat. Perubahan yang cepat tersebut dapat menciptakan pasar dan mekanisme baru dan selalu terjadi selisih antara strategi dan perubahan yang terjadi. Adanya selisih membuat para penyusun strategi di industri TIK perlu berpikir ulang dan berkolaborasi untuk menciptakan model bisnis baru, proses baru hingga tujuan perusahaan. Perusahaan menjawab tantangan perubahan yang terjadi dengan menyiapkan kapabilitas baru dalam upaya mempertahankan pertumbuhan usaha yang berkelanjutan. Pada era bisnis digital, perusahaan berada pada lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian. Perusahaan membutuhkan kemampuan untuk menyelaraskan dinamika lingkungan bisnis yang selalu berubah, sehingga diperlukan kapabilitas internal yang adaptif, yaitu mampu menyesuaikan lingkungan eksternal secara real-time (Ansoff dan Donnel 1990) . Kemampuan perusahaan melakukan perubahan secara cepat dan tepat untuk memperbaharui sumberdaya dan kapabilitas merupakan upaya transformasi kapabilitas perusahaan. Upaya transformasi kapabilitas terdapat juga dalam konsep kapabilitas dinamik dari Augier dan Teece (2006), serta Teece (2016).

Fenomena tersebut menarik untuk diteliti bagaimana upaya perusahaan penyedia layanan broadband yang berada pada lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian di era bisnis digital. Hal tersebut menjadi tantangan perusahaan penyedia layanan broadband , diperlukan upaya transformasi perusahaan yang mampu menyesuaikan dinamika perubahan lingkungan bisnis. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, melakukan analisis kesenjangan kapabilitas perusahaan terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan dan analisis kesenjangan sumber daya dan kinerja perusahaan. Kedua, melakukan analisis Structure Conduct Performance (SCP).

KAJIAN TEORI

Kapabilitas. Perusahaan yang berada pada lingkungan bisnis dengan situasi turbulensi tinggi membutuhkan kemampuan untuk menyelaraskan dinamika lingkungan bisnis yang selalu berubah, sehingga diperlukan kapabilitas internal yang adaptif, yaitu mampu menyesuaikan lingkungan eksternal secara real-time (Ansoff dan Donnel 1990) . Gambar 1 menunjukkan model konseptual yang menggambarkan pengelolaan perusahaan dalam rangka menyesuaikan perubahan lingkungan eksternal. Perubahan lingkungan eksternal antara kondisi saat ini dan kondisi masa depan dikodekan dengan ΔE dimana besaran perubahan yang terjadi tergantung pada tingkat turbulensi

lingkungan suatu industri. Lingkungan eksternal yang berubah maka perusahaan dituntut melakukan penyesuaian yaitu dengan transformasi kapabilitas dan transformasi strategi.

Gambar 1. Pengelolaan penyesuaian perusahaan pada lingkungan (Ansoff dan Donnel 1990)

Kapabilitas internal perusahaan (C 1 ) mempengaruhi respon strategi perusahaan (S 1 ) dalam upaya penyesuaian terhadap lingkungan eksternal (E 1 ). Respon strategi (S 1 )

mempunyai hubungan saling mempengaruhi dengan lingkungan eksternal (E 1 ). Bila terjadi perubahan lingkungan eksternal maka strategi perusahaan juga harus berubah. Dalam upaya transformasi strategi, bila kapabilitas internal sudah tidak memadai, maka diperlukan transformasi kapabilitas internal sehingga transformasi strategi mempengaruhi transformsi kapabilitas internal.

Gambar 2. Contoh hasil diagnosis strategi dan kapabilitas perusahaan

Disamping itu, pada situasi turbulensi lingkungan diperlukan kapabilitas internal yang adaptif, mampu menyesuaikan lingkungan eksternal secara real-time . Upaya agar kapabilitas internal dapat menyesuaikan turbulensi lingkungan eksternal secara real- time diperlukan perubahan yang dinamis untuk memperbaharui sumber daya dan kapabilitas. Upaya tersebut memerlukan kapabilitas dinamik perusahaan. Adanya kesenjangan yang terjadi pada respon strategi dan kapabilitas internal sebagai akibat perubahan pada lingkungan eksternal, perusahaan harus melakukan transformasi.

Menurut Ansoff dan Donnel (1990), tahapan untuk peningkatan kapabilitas perusahaan adalah sebagai berikut: (a) Diagnosa turbulensi lingkungan dengan time horizon tertentu. (b) Identifikasi kapabilitas perusahaan saat ini. (c) Diagnosa kesenjangan antara kapabilitas perusahaan dengan turbulensi lingkungan. (d) Memilih profil kapabilitas perusahaan masa depan. (e) Transformasi kapabilitas.

Penelitian Terdahulu. Dinamika lingkungan industri yang mengalami perubahan dengan tempo waktu yang makin singkat, perubahan lebih cepat, digambarkan dalam situasi turbulensi lingkungan. Turbulensi lingkungan ditandai oleh ketidakstabilan, ketidakpastian, kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ambiguitas (Bereznoy 2017). Turbulensi lingkungan diukur ke dalam kombinasi dari perubahan dan prediksi (Ansoff dan Donnel 1990, Ansoff dan Sullivan 1993). Hal yang sama juga disampaikan oleh Pavlou dan El Sawy (2011), dimana kondisi dinamika lingkungan bisnis perusahaan diukur dengan indikator perubahan dan prediksi. Indikator prediksi juga digunakan Ramesh dan Anthony (2014) untuk menentukan apakah kapabilitas bersifat dinamis atau kapabilitas operasional dalam penyesuaian terhadap perubahan lingkungan. Menurut Pavlou dan El Sawy (2011) kombinasi perubahan dan prediksi pada dinamika lingkungan bisnis terdiri dari ditinjau dari turbulensi teknologi dan turbulensi pasar. Demikian juga dengan Yu et al., (2014), turbulensi lingkungan terdiri dari turbulensi teknologi dan turbulensi pasar.

Turbulensi lingkungan dari Ansoff dan Donnel (1990) diukur dengan variabel diferensiasi strategi pemasaran, frekuensi strategi pemasaran baru, diferensi produk, frekuensi produk baru di industri, tekanan (dari pelanggan, pemerintah, lingkungan), permintaan dibandingkan dengan kapasitas industri, faktor kunci keberhasilan pemasaran, tingkat perubahan teknologi, keragaman teknologi bersaing, siklus hidup produk, dan faktor kunci keberhasilan inovasi.

Menurut Wang dan Ahmed (2007), perusahaan perlu memiliki kapabilitas yaitu: adaptive capability, absorptive capability , dan innovative capability. Adaptive capability adalah kemampuan mengidentifikasi dan mengkapitalisasi peluang yang muncul dari pasar. Adaptive capability diukur dari kemampuan untuk merespon Menurut Wang dan Ahmed (2007), perusahaan perlu memiliki kapabilitas yaitu: adaptive capability, absorptive capability , dan innovative capability. Adaptive capability adalah kemampuan mengidentifikasi dan mengkapitalisasi peluang yang muncul dari pasar. Adaptive capability diukur dari kemampuan untuk merespon

Kapabilitas dengan konsep Resource Based View (RBV) berpijak pada kapabilitas internal perusahaan yaitu menekankan pada efisiensi sumber daya dimana perusahaan memproduksi lebih baik untuk memberikan kepuasan kepada kebutuhan pelanggan (Sampurno 2010). RBV fokus mengeksploitasi sumber daya untuk menciptakan kekayaan, sedangkan kapabilitas dinamik menciptakan kekayaan dalam situasi lingkungan yang berubah cepat dalam upaya mempertahankan keunggulan kompetitif dengan mengubah basis sumber daya (Zaidi dan Othman 2011). Konsep kapabilitas dinamik didefinisikan sebagai proses perusahaan yang menggunakan sumber daya khususnya proses untuk mengintegrasikan, mengkonfigurasi ulang, dan untuk menyesuaikan atau bahkan menciptakan perubahan pasar (Teece 2007). Kapabilitas dinamik, disamping kemampuan perusahaan menyesuaikan dinamika pasar dan teknologi, juga kemampuan perusahaan mempengaruhi dinamika pasar dan teknologi.

Gianos (2013) melakukan diagnosa strategi dari Ansoff dan Donnel (1990) dimana kapabilitas manajemen dapat untuk mengevaluasi kinerja perusahaan saat ini dan masa depan dan memberikan rencana deskriptif serta diagnosis preskriptif. Pujiono (2015) menyampaikan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi kapabilitas organisasi dan kapabilitas organisasi dipengaruhi lingkungan eksternal. Untuk dapat menghasilkan kinerja organisasi diperlukan kapabilitas organisasi yang selalu mampu menyesuaikan atau merespon perubahan yang ada di lingkungan eksternal. Untuk diagnosa kapabilitas perusahaan diperlukan pengukuran karakteristik dari aspek manajer, iklim manajemen, kompetensi manajemen, dan kapasitas manajemen (Ansoff dan Donnel 1990). Pengukuran tipe kapabilitas perusahaan pada manajer dilihat dari mentalitas, posisi kekuasaan, talen, ketrampilan, pengetahuan, dan personal. Pada iklim manajemen dilihat dari budaya dan struktur kekuasaan. Pada kompetensi manajemen dilihat dari struktur, sistem, dan berbagi pengetahuan. Dan pada kapasitas manajemen dilihat dari organisasi.

Penilaian kapabilitas perusahaan diperlukan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara kapabilitas perusahaan dengan turbulensi lingkungan. Adanya kesenjangan pada kapabilitas perusahaan sebagai akibat perubahan pada lingkungan

eksternal, perusahaan harus melakukan transformasi. Perusahaan akan berhasil apabila lingkungan eksternal dan kapabilitas perusahaan sesuai satu dengan lainnya.

Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran transformasi kapabilitas dan strategi perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital disajikan dalam Gambar 3. Pertama, melakukan analisis kesenjangan perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital meliputi analisis kesenjangan kapabilitas perusahaan terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan serta analisis kesenjangan sumber daya dan kinerja perusahaan. Kedua, melakukan analisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital. Terakhir, membuat beberapa implikasi manajerial yang terkait dengan Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran transformasi kapabilitas dan strategi perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital disajikan dalam Gambar 3. Pertama, melakukan analisis kesenjangan perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital meliputi analisis kesenjangan kapabilitas perusahaan terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan serta analisis kesenjangan sumber daya dan kinerja perusahaan. Kedua, melakukan analisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital. Terakhir, membuat beberapa implikasi manajerial yang terkait dengan

Gambar 3. Kerangka pemikiran

METODE

Lokasi dan Waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada perusahaan bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia pada bulan Sepember - Oktober 2017.

Pendekatan Penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan meliputi analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan pada analisis kesenjangan kapabilitas terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan. Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan data-data hasil kuesioner yang diolah. Hasil pengolahan data kuesioner dapat diketahui tingkatan turbulensi lingkungan dan tingkatan tipe kapabilitas perusahaan. Analisis deskriptif digunakan pada analisis kesenjangan sumber daya dan kinerja perusahaan berdasarkan data sekunder yang relevan dengan perusahaan penyedia layanan broadband . Analisis deskriptif lainnya adalah analisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaaan.

Tahapan Penelitian. Pertama, melakukan diagnosa kapabilitas perusahaan layanan broadband terhadap terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan pada era bisnis digital. Diagnosa kapabilitas perusahaan dilakukan survei menggunakan kuesioner kepada responden pakar. Dari hasil kuesioner dapat diketahu kesenjangan antara kapabilitas perusahaan penyedia layanan broadband terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan. Atribut-atribut untuk diagnosa kapabilitas dan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan merujuk pada Ansoff dan Donnel (1990). Kedua, eksplorasi problematik layanan broadband pada era bisnis digital. Eksplorasi problematik berdasarkan data-data sekunder berupa data sumber daya dan kinerja perusahaan penyedia layanan broadband . Hasil eksplorasi dapat diketahui gambaran problematik layanan broadband menghadapi era bisnis digital. Ketiga, melakukan analisis struktur, perilaku, dan kinerja perusahaan. Dengan analisis ini akan diketahui ukuran konsentrasi pasar, tingkat persaingan (perilaku), dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan (kinerja).

Teknik Pengumpulan Data. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data (primer dan sekunder), dilakukan melalui studi pustaka, wawancara, dan survei dengan kuesioner. Wawancara untuk dilakukan dengan cara menggali informasi lebih dalam Teknik Pengumpulan Data. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data (primer dan sekunder), dilakukan melalui studi pustaka, wawancara, dan survei dengan kuesioner. Wawancara untuk dilakukan dengan cara menggali informasi lebih dalam

Teknik Pengambilan Contoh. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu menentukan atau memilih secara sengaja responden untuk wawancara dan kuesioner. Responden pada tahap analisis kesenjangan kapabilitas ditentukan terhadap responden pakar yang dianggap memahami tema yang dibahas.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data. Untuk analisis kesenjangan dengan pendekatan kuantitatif digunakan rujukan dari Ansoff dan Donnel (1990) yaitu menggunakan 4 atribut kapabilitas perusahaan (manajer, iklim manajemen, kompetensi manajemen, kapasitas manajemen) dan ekspektasi turbulensi lingkungan (teknologi, pasar). Hasil kuesioner diolah dan selanjutnya dapat diketahui tingkatan skala turbulensi lingkungan dan skala kapabilitas perusahaan, sehingga dapat diketahui kesenjangan yang terjadi. Statistik deskriptif digunakan dengan sumber data sekunder dengan menampilkan data dalam bentuk gambar. Menurut Lind et al., (2012), statistik deskriptif adalah meringkas dan menyajikan data dalam bentuk tabulasi, distribusi frekuensi, grafik, dan lain-lain. Penyajian dalam bentuk gambar untuk memudahkan dalam analisis kesenjangan. Variabel yang ditinjau pada analisis kesenjangan sumber daya adalah insfrastruktur, spektrum frekeunsi, dan teknologi mobile broadband. Variabel yang ditinjau pada analisis kesenjangan kinerja adalah pendapatan dan keuntungan. Salah satu teknik untuk mengukur keefektifan transformasi menggunakan efisiensi ekonomis organisasi yaitu dengan membandingkan antara keuntungan dengan investasi (Simatupang 2016). Teknik yang digunakan untuk analisis kesenjangan kinerja pada penelitian ini adalah dengan mengukur perbandingan pertumbuhan pendapatan data dengan pertumbuhan trafik data. Variabel yang ditinjau pada analisis struktur, perilaku, dan kinerja adalah pangsa pasar (pendapatan) dan konsentrasi pasar. Ukuran konsentrasi pasar yang digunakan untuk mengetahui tingkat persaingan (perilaku) digunakan Herfindahl Hirschman Index (HHI).

Pengukuran Variabel. Pengukuran variabel digunakan untuk mengetahui sejauh mana faktor mempunyai pengaruh sehingga dapat diketahui persepsi, sikap preferensi atau karakteristik dari responden. Penentuan skala data yang digunakan dalam pengukuran

menggunakan kaidah semantic differential, dengan skala 1-5, merujuk skala dari Ansoff dan Donnel (1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kesenjangan Kapabilitas. Analisis situasional kapabilitas perusahaan dilakukan untuk mengetahui gambaran perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital. Analisis ini untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan dengan penilaian profil kapabilitas manajemen perusahaan penyedia layanan broadband . Analisis kesenjangan kapabilitas perusahaan dengan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan antara kapabilitas perusahaan dengan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan (Gambar 4). Hasil survei menunjukkan bahwa kapabilitas perusahaan yang perlu ditingkatkan adalah pada faktor manajer, iklim manajemen, kompetensi manajemen dan kapasitas manajemen. Dari Gambar 4, nilai yang dihasilkan pada keempat faktor tersebut (garis putus-putus) berada di luar rentang nilai rata-rata ekspektasi turbulensi lingkungan. Oleh karenanya perusahaan penyedia Analisis Kesenjangan Kapabilitas. Analisis situasional kapabilitas perusahaan dilakukan untuk mengetahui gambaran perusahaan penyedia layanan broadband menghadapi era bisnis digital. Analisis ini untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan dengan penilaian profil kapabilitas manajemen perusahaan penyedia layanan broadband . Analisis kesenjangan kapabilitas perusahaan dengan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan antara kapabilitas perusahaan dengan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan (Gambar 4). Hasil survei menunjukkan bahwa kapabilitas perusahaan yang perlu ditingkatkan adalah pada faktor manajer, iklim manajemen, kompetensi manajemen dan kapasitas manajemen. Dari Gambar 4, nilai yang dihasilkan pada keempat faktor tersebut (garis putus-putus) berada di luar rentang nilai rata-rata ekspektasi turbulensi lingkungan. Oleh karenanya perusahaan penyedia

Gambar 4. Diagnosa kapabilitas perusahaan

Penilaian oleh responden pakar terhadap kapabilitas peru sahaan pada kondisi saat ini dan kondisi masa depan menghasilkan temuan adanya optimisme yang tinggi bahwa kapabilitas perusahaan penyedia layanan broadband masa depan menghasilkan nilai rata-rata mendekati nilai rata-rata ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan (garis biru, Gambar 5). Optimisme penilaian tersebut sebagai harapan bahwa perusahaan penyedia layanan broabdand pada masa depan mampu menyesuaikan perubahan dinamika lingkungan.

Gambar 5. Turbulensi lingkungan versus profil kapabilitas manajemen

Setelah diketahui hasil selisih diagnosa kapabilitas perusahaan dengan ekspektasi turbulensi lingkungan masa depan, perusahaan penyedia layanan broadband memilih profil kapabilitas manajemen (Ansoff dan Donnel 1990). Pemilihan profil kapabalilitas manajemen, merujuk pada hasil diagnosa kapabilitas dengan memilih tipe kapabiltas pada rentang nilai rata-rata ekspektasi turbulensi lingkungan.Pemilihan tersebut sebagai acuan dasar untuk transformasi kapabilitas dalam upaya perusahaan menyesuaikan dinamika lingkungan bisnis. Hasil diagnosa kapabilitas saat ini pada tipe marketing diupayakan pada masa depan menjadi tipe strategik atau flexible . Saran pemilihan profil kapabilitas manajemen selaras dengan hasil penilaian profil kapabilitas manajemen masa depan oleh responden pakar (Tabel 1).

Tabel 1. Tipe kapabilitas pada hasil penilaian profil kapabilitas manajemen

Hasil rata-rata

Tipe kapabilitas

No Faktor

Strategic F lexibel

Saat ini

Masa depan

(3,40-4,19) (4,20-5,00)

1 Manajer

Masa depan 2 Iklim

Saat ini

Masa depan manajemen 3 Kompetensi

Saat ini

Masa depan manajemen 4 Kapasitas

Saat ini

Masa depan manajemen Range of expected

Saat ini

future turbulence Sumber: pengolahan data

Analisis Kesenjangan Sumber Daya dan Kinerja Perusahaan. Pada industri TIK, terjadi perubahan perilaku pelanggan dengan semakin tumbuhnya bisnis aplikasi dan konten yang disediakan oleh Over The Top (OTT). Perusahaan yang mengandalkan bisnis konektifitas perlu menyesuaikan akibat perubahan pasar. Adanya perubahan perilaku dari pelanggan dari komunikasi suara maupun short message service (sms), beralih berkomunikasi melalui media internet sehingga pendapatan perusahaan mobile mengalami penurunan pada layanan suara dan sms.

Chua (2011) menyampaikan bahwa di Asia pasifik (termasuk Jepang), peningkatan trafik data semakin tinggi pada tahun 2015 namun rata-rata bandwidth yang diterima per orang relatif masih rendah kurang lebih sebesar 27 MBps per kapita per tahun (Gambar 6). Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa ketersediaan akan bandwidth layanan broadband di kawasan Asia Pasifik belum merata dan kualitas belum baik.

Gambar 6. Trafik data mobile (Chua 2011)

Bila dilihat pemakaian rata-rata penggunaan data setiap pelanggan mobile tahun 2016 di Indonesia tertinggi sebesar 1,568 GBps per bulan (Gambar 7). Pemakaian data mobile di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan pemakaian data di Malaysia dan di Thailand. Pemakaian rata-rata data setiap pelanggan bila dihitung harian maka satu pelanggan memakai data sebesar 52,27 MBps. Bila dipakai untuk pemakaian video menggunakan aplikasi youtube dan asumsi bandwidth yang dipakai dengan kualitas yang baik sebesar 600 kbps, maka pelanggan menghabiskan waktu untuk menonton video selama 11,6 menit. Bila pelanggan menggunakan dengan kualitas yang lebih rendah berarti pelanggan dapat lebih lama menggunakan data setiap harinya. Survei yang dilakukan oleh Kristiadi (2014) menyampaikan bahwa sebanyak 87,1% responden setiap hari mengakses internet dan 79,5% mengakses social community.

Gambar 7. Rata-rata penggunaan data mobile setiap pelanggan (PT XX 2017)

Pemakaian data akan semakin meningkat apabila jumlah pengguna sma rtphone dengan generasi yang lebih baru jumlahnya semakin besar. Gambar 8 menunjukkan tingkat penetrasi smartphone 4G di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 50% dari total pelanggan. Artinya, sudah banyak pelanggan mobile yang menggunakan sma rtphone dengan teknologi LTE generasi 4 dan hal tersebut menyumbang meningkatnya trafik data.

Gambar 8. Pengguna smartphone dan trafik data (PT XX 2017)

Bila dilihat pada rata-rata kecepatan akses layanan broadband , untuk negara Asia Pasific, China dan India, kecepatan akses masih di bawah 2 Mbps (Gambar 9). Bandingkan dengan di Negara Barat, kecepatan akses broadband bagi pengguna mencapai 5,9 Mbps, tiga kali lipat lebih cepat dibanding akses layanan broadband di Negara Asia Pasific, China dan India. Penyajian data yang disampaikan berbeda dalam satuan dimana penyampaian sebelumnya dengan satuan MBps. Satu MBps ( Mega byte per second ) besarannya sama dengan 8 Mpbs ( Mega bit per second ). Nilai 1 byte besarannya sama dengan 8 bit.

Gambar 9. Kecepatan rata-rata mobile broadband (Chua 2011)

Upaya untuk mengantisipasi beban trafik data yang makin meningkat perlu terus dilakukan oleh perusahaan mobile . Hasil estimasi kebutuhan spektrum frekuensi Upaya untuk mengantisipasi beban trafik data yang makin meningkat perlu terus dilakukan oleh perusahaan mobile . Hasil estimasi kebutuhan spektrum frekuensi

Gambar 10. Estimasi kebutuhan frekuensi (Susanto 2017)

Berkembangnya teknologi telah hadir teknologi Wireless Fidelity , atau sering disebut Wifi, yang dapat diintegrasikan dengan layanan mobile . Teknologi Wifi sudah stabil dengan dukungan ekosistem yang sudah siap dan banyak sma rtphone dijual di Indonesia tersedia akses Wifi. Untuk area yang tingkat densitas pengguna data tinggi, penggunaan teknologi Wifi menjadi solusi untuk konektivitas internet maupun sebagai limpahan beban trafik data dari perusahaan mobile . Solusi lain yang dapat dikembangkan untuk membantu perusahaan penyedia layanan broadband ( mobile ) dengan cara melimpahkan beban trafik data adalah menggunakan teknologi mobile Long Term Evolution (LTE) unlicensed . Jadi ke depan terdapat peluang penerapan solusi pelimpahan beban trafik mobile dapat dilakukan dengan Wifi, atau LTE unlicensed , atau Wifi dan LTE unlicensed (Gambar 11). Teknologi LTE unlicensed adalah teknolgi LTE yang memanfaatkan spektrum frekuensi unlicensed (5 GHz) seperti halnya Wifi. Perusahaan mobile yang memiliki lisensi frekuensi LTE dapat memanfaatkan teknologi LTE unlicensed untuk meningkatkan kapasitas jaringan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan ke pelanggan.

Gambar 11. Skenario offloading beban trafik data dari mobile (Susanto 2017)

Dari Gambar 12, komposisi pendapatan perusahaan mobile pada tahun 2015 di Indonesia dari mulai yang terbesar berasal dengan kontribusi layanan suara atau suara (46,8%), data (30,4%), sms (18,6%), dan value added service (VAS) (4,2%). Market share dari total pendapatan sebesar Rp 134,7 T kontribusi perusahaan x sebesar 63% (suara, sms) dan 42% ( broadband, VAS), sedangkan perusahaan lainnya berkontribusi sebesar 37% (suara, sms) dan 58% ( broadband, VAS).

Pada tahun 2016 komposisi pendapatan perusahaan mobile di Indonesia dari mulai yang terbesar berasal dengan kontribusi suara (42%), data (35,5%), sms (17,9%), Pada tahun 2016 komposisi pendapatan perusahaan mobile di Indonesia dari mulai yang terbesar berasal dengan kontribusi suara (42%), data (35,5%), sms (17,9%),

Gambar 12. Pendapatan mobile Indonesia (PT XX 2017)

Komposisi pendapatan suara dibandingkan dengan pendapatan lainnya mengalami penurunan sebesar 15% untuk perioda tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Penurunan pendapatan suara mobile di Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan penurunan pendapatan mobile di negara India dan Thailand (Gambar 13).

Gambar 13. Tren penurunan pendapatan suara mobile (PT XX 2017)

Pada Gambar 14 komposisi EBITDA margin perusahaan mobile Indonesia tahun 2016 pada perusahaan x sebesar 57%, lebih tinggi dibandingkan perusahaan y (44%) dan perusahaan z (42%). Perusahaan x mempunyai EBITDA margin lebih baik dibanding 6 perusahaan mobile di luar Indonesia. Dilihat dari ROI pada tahun 2016, perusahaan mobile x mendapatkan nilai ROI terbaik dibandingkan perusahaan lainnya, yaitu sebesar 7%. Perusahaan mobile x yang berasal dari Indonesia mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan mobile lainnya.

Gambar 14. Komposisi EBITDA dan ROI perusahaan mobile (PT XX 2017)

Dari penjelasan pada situasi gambaran di atas dapat disimpulkan terjadi kesenjangan ketersediaan sumber daya dan kinerja perusahaan penyedia layanan broadband sebagai berikut: (1) Infrastruktur yang belum merata di seluruh Indonesia. Sebaran infrastruktur yang masih belum merata, perusahaan mobile dapat melakukan optimalisasi sumber daya agar kinerja perusahaan dapat tetap tumbuh. Untuk daerah layanan yang mengalami keterbatasan sumber daya, dapat dilakukan strategi kolaborasi dengan sesama penyelenggara mobile dan dengan penyelenggara Wifi. Upaya perluasan layanan harus dilakukan secara hati-hati dan investasi yang dilakukan harus secara selektif. (2) Sumber daya alokasi spektrum frekuensi terbatas. Alokasi spektrum frekuensi yang terbatas menjadi tantangan operator mobile untuk menyiapkan infrastrukturnya agar dapat menampung peningkatan trafik data. Solusi yang dapat dilakukan adalah penambahan infrastruktur baru (3G/LTE), kolaborasi dengan perusahaan Wifi untuk sarana pelimpahan trafik data di tempat yang mempunyai trafik data yang tinggi, dan mengupayakan pemakaian alokasi spektrum frekuensi yang baru (LTE atau LTE unlicensed ). (3) Tren pendapatan suara mobile menurun, trafik data mobile meningkat. Tren penurunan pendapatan suara mobile dan menjadi tantangan bagi perusahaan mobile di Indonesia. Komposisi pendapatan suara tidak lagi dominan terhadap pendapatan keseluruhan. Tren trafik data mobile yang diprediksikan meningkat 70% sampai dengan 2020, menjadi peluang perusahaan mobile dan perusahaan penyedia layanan broadband lainnya untuk menghasilkan porsi pendapatan dengan pertumbuhan yang meningkat. (3) Perbandingan pendapatan data dan trafik data makin menurun. Perbandingan pertumbuhan pendapatan mobile broadband dan pertumbuhan trafik data pada tahun 2016 lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011. Oleh karena itu disarankan perusahaan penyedia layanan broadband tidak hanya fokus dengan pendapatan dari konektifitas (bisnis utama). Perusahaan perlu berkreasi untuk menghasilkan pendapatan baru misalnya melalui strategi integrasi vertikal . Perusahaan penyedia layanan broadband dapat menggarap bisnis turunan dari konektifitas yaitu memasuki bisnis aplikasi dan konten.

Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja. Analisis Structure Conduct Performance (SCP) untuk mengetahui struktur pasar, perilaku perusahaan, dan kinerja perusahaan penyedia layanan broadband. Ukuran konsentrasi pasar untuk mengetahui tingkat persaingan (perilaku) digunakan Herfindahl Hirschman Index (HHI), yaitu ukuran konsentrasi pasar yang dihitung dari penjumlahan kuadrat pangsa pasar dikalikan dengan 10.000 (Baye 2010). Nilai HHI mulai dari 0 (jumlah perusahaan tak terhingga) sampai 10.000 (perusahaan tunggal). Data HHI diperoleh dari data sekunder salah satu perusahaan penyedia layanan broadband.

Dari aspek struktur pasar, perusahaan x mempunyai 88% pangsa pendapatan di luar Jawa dan 50% di Jawa. Konsentrasi pasar yang tinggi di luar Jawa seperti ditunjukkan oleh HHI lebih dari 4.000 dan mendekati 8.000 di Pekanbaru (Gambar 15) menunjukkan bahwa tingkat persaingan yang sangat rendah. Konsentrasi pasar di Jawa juga cukup terkonsentrasi dengan HHI terendah mendekati 3.000 dan hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat persaingan yang rendah. Kondisi tersebut selaras dengan Fahmi (2012) dimana struktur pasar (S) mempengaruhi perilaku (C), dimana semakin tinggi konsentrasi pasar maka semakin rendah tingkat persaingan di pasar. Perilaku (C) mempengaruhi kinerja (P). Struktur dengan konsentrasi pasar yang tinggi akan meningkatkan perilaku kolusi dan selanjutnya perilaku kolusi dapat meningkatkan kinerja (tingkat keuntungan).

Pada industri telekomunikasi mobile, paradigma Structure Conduct Performance (SCP) tidak selalu berlaku, dimana dengan konsentrasi pasar yang tinggi masih terdapat tingkat persaingan yang tinggi. Perusahaan y dan perusahaan z pernah melakukan pertarungan yang sengit dalam hal penentuan harga layanan data, sementara perusahaan x tidak terpengaruh dengan perang harga dari 2 perusahaan tersebut. Fahmi (2012) menyampaikan bahwa industri (perbankan syariah) dengan konsentrasi pasar yang tinggi berhubungan positif dengan tingkat keuntungan dan dipertegas bahwa hubungan tersebut bukan karena perilaku kolutif melainkan karena tingkat keuntungan lebih besar dicapai bank dominan disebabkan oleh tingkat efisiensi yang tinggi. Struktur pasar yang cenderung terkonsentrasi dan dimonopoli, perilaku pasar persaingan dan kerjasama sangat sesuai untuk semua pihak dan memainkan peran menentukan dalam meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya dan efisiensi skala ekonomi (Qin dan Wei 2014).

Perusahaan x menghasilkan tingkat keuntungan yang baik dimana strategi yang dilakukan adalah dengan menyediakan produk dengan kualitas layanan yang baik, tidak terpengaruh melakukan strategi perang tarif. Kemungkinan yang terjadi pada persaingan di industri telekomunikasi mobile adalah akibat terkonsentrasi pasar oleh salah satu perusahaan, dimana tingkat konsentrasi pasar di Jawa dan di luar Jawa dominan dikuasai oleh satu perusahaan. Perusahaan y secara proaktif mengusulkan kepada Pemerintah terkait dengan interkoneksi antar perusahaan dengan menunjukkan tingkat konsentrasi pasar antara Jawa dan luar Jawa. Perusahaan tersebut juga mengusulkan agar Pemerintah menetapkan batas bawah harga layanan data (Ngazis 2017) dan mengusulkan dibuat tarif interkoneksi baru yang diatur oleh pemerintah.

Gambar 15. Konsentrasi pasar perusahaan mobile (PT XX 2017)

Terkait dengan interkoneksi, perusahaan mobile yang sudah dari awal membangun dari pinggiran sejak tahun 1995 (di luar Jawa) sebaiknya tidak diwajibkan memberikan informasi rahasia internal perusahaan dalam hal biaya dan kapasitas sewa jaringan telekomunikasi yang dimilikinya, dimana kerahasiaan perusahaan telah Terkait dengan interkoneksi, perusahaan mobile yang sudah dari awal membangun dari pinggiran sejak tahun 1995 (di luar Jawa) sebaiknya tidak diwajibkan memberikan informasi rahasia internal perusahaan dalam hal biaya dan kapasitas sewa jaringan telekomunikasi yang dimilikinya, dimana kerahasiaan perusahaan telah

1) dibentuk tim independen untuk verifikasi tarif interkoneksi, 2) komitmen pembangunan dari semua perusahaan mobile untuk mendorong pembangunan di wilayah kurang komersial, 3) menetapkan kebijakan persaingan usaha sektor telekomunikasi dengan memperhatikan zonasi di area kurang komersial. Disamping itu Pemerintah dalam hal pemberlakukan tarif interkoneksi perlu mempertimbangkan dengan prinsip (Mastel 2017): 1) pelanggan tidak dirugikan, 2) perusahaan mobile tidak dirugikan, 3) perusahaan mobile tidak boleh mengambil keuntungan dari tarif interkoneksi.

Upaya kerja sama antar perusahaan mobile dalam hal sewa interkoneksi sebaiknya dilakukan business to business , bila perusahaan tidak melakukan pembangunan di suatu area dapat melakukan sewa kepada perusahaan lainnya (kolaborasi). Kerjasama akan mempertimbangkan peluang mendapatkan keuntungan, dimana perjanjian kerjasama dapat saling menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak. Dari data sekunder yang penulis peroleh, akibat struktur pasar dengan konsentrasi pasar yang tinggi, 2 perusahaan mobile melakukan kerja sama (perilaku kolutif). Hal tersebut selaras dengan paradigma SCP, kinerja perusahaan 2 perusahaan mobile semakin membaik karena dipengaruhi oleh struktur pasar yang dominan dikuasai perusahaan x dan perilaku (kolutif) yaitu mulai melakukan kerjasama untuk berbagi jaringan dalam ekspansi layanan data broadband 4G. Perilaku kolutif dari 2 perusahaan dalam berbagi infrastruktur dengan teknologi lebih baru (4G) kemungkinan dalam upaya melawan dan untuk bersaing dengan operator yang menguasai infrastruktur dengan teknologi generasi sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Osei-Owusu dan Henten (2017) menunjukkan bahwa harapan regulator (Ghana) dimana infrastruktur telekomunikasi dapat berbagi antar operator belum efektif, operator baru cenderung membangun sendiri.

Kinerja perusahaan z memimpin dalam hal penggunaan data disusul perusahaan y dan perusahaan x (Gambar 7). Penggunaan data yang lebih besar pada perusahaan z dan perusahaan y disebabkan karena jumlah pelanggan 4G dan insfrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan x (PT XX 2017).

Pembahasan hasil penelitian. Adanya kesenjangan pada diagnosa kapabilitas perusahaan terhadap ekspektasi turbulensi lingkungan dan kesenjangan pada sumber daya dan kinerja perusahaan, perlu dilakukan upaya transformasi kapabilitas dan strategi agar perusahaan mampu bertahan, tetap tumbuh dan berkelanjutan. Upaya transformasi kapabilitas dilakukan dengan memilih profil kapabilitas perusahaan (Ansoff dan Donnel 1990). Hasil kuesioner diagnosa kapabilitas perusahaan mengarah pada tipe kapabilitas strategik dan flexible (Tabel 1). Menurut Ansoff dan Donnel

(1990), tipe kapabilitas strategik mempunyai karakteristik karena dorongan lingkungan, mencari perubahan baru, efisiensi operasi, efektifitas strategi, dan sistem agak terbuka, sedangkan tipe kapabilitas flexible mempunyai karakteristik menciptakan lingkungan, mencari penemuan baru, mencari kreatifitas, efektifitas strategi, sistem terbuka. Upaya penyelarasan strategi juga perlu dilakukan dengan memperhatikan kapabilitas perusahaan saat ini dan masa depan dengan acuan profil kapabilitas perusahaan yang baru. Peningkatan kapabilitas manajemen merupakan proses interaktif pembelajaran sehingga menjadi model mental kapabilitas manajemen baru yang mampu membaca perubahan lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan (Pettus et al. , 2007). Aktifitas pembelajaran adalah konsep dinamik pada proses manajerial organisasi (Teece et al., 1997).

Transformasi strategi perusahaan sebagai upaya untuk antisipasi jauh sebelum ancaman menjadi nyata terhadap sinyal yang lemah dari dinamika lingkungan. Penerapan strategi memerlukan sistem nilai yang berpusat pada proaktif, keterbukaan, dan pengambilan keputusan yang tangkas untuk merespon intensitas persaingan meningkat dengan cepat dan tegas terhadap perubahan pasar, ekonomi, dan teknologi (Zahra et al., 2008). Transformasi (bisnis/organisasi) mempunyai resiko cukup signifikan terhadap pencapaian EBITDA (Simatupang 2016), sehingga upaya transformasi perlu dibuat mitigasi resiko untuk meminimasi dampak. Transformasi dengan menerapkan strategi kolaborasi lebih dapat terjamin dalam hal pendapatan terutama terkait dengan pelanggan atau penjualan dan teknis agar dapat membangun hubungan yang baik dan pengaruh yang optimal (Ernst dan Young 2013). Dengan adanya kemungkinan jaminan pendapatan yang lebih pasti, peluang pencapaian EBITDA yang tumbuh dapat diperoleh. Perusahaan penyedia layanan broadband dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan broadband lainnya atau dengan perusahaan OTT.

Perusahaan dapat mengembangkan alokasi dan koordinasi sumber daya untuk mendorong eksplorasi teknologi baru dan pasar yang lebih besar sehingga memungkinkan perusahaan bergerak dengan mudah (Zhou dan Wu 2009). Perusahaan juga dapat menentukan kesenjangan teknologi perusahaan dan merancang tindakan dan prioritas untuk pengembangan teknologi masa depan (Antoniou dan Ansoff 2004). Hasil analisis kesenjangan sumber daya menunjukkan bahwa spektrum frekuensi terbatas, sehingga perlu melakukan upaya peluang penggunaan frekuensi baru dengan merujuk penggunaan frekuensi sesuai standar ITU serta mempertimbangkan kesiapan ekosistem bisnis. Upaya mapping alokasi frekuensi dapat diusulkan kepada pihak regulator apabila kolaborasi yang ditempuh menginginkan perubahan, sepanjang tidak merugikan perusahaan mobile lainnya.

Hasil dari analisis struktur, perilaku, dan kinerja menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi pasar yang tinggi di area Jawa dan di luar Jawa pada industri layanan broadband, perusahaan penyedia layanan broadband sebaiknya berperilaku kolutif, yaitu dengan melakukan kolaborasi dengan sesama perusahaan penyedia layanan broadband. Sebaran infrastruktur yang masih belum merata, perusahaan dapat melakukan optimalisasi sumber daya infrastruktur dan dapat melakukan kolaborasi dengan sesama penyelenggara mobile untuk berbagi insfrastruktur broadband. Kolaborasi lainnya dapat dilakukan dengan penyelenggara Wifi dengan harapan kualitas layanan untuk mengantisipasi trafik yang tinggi, kualitas layanan mobile dapat tetap terjaga. Tantangan terbaru sudah ada di depan mata, yaitu tantangan dari OTT Hasil dari analisis struktur, perilaku, dan kinerja menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi pasar yang tinggi di area Jawa dan di luar Jawa pada industri layanan broadband, perusahaan penyedia layanan broadband sebaiknya berperilaku kolutif, yaitu dengan melakukan kolaborasi dengan sesama perusahaan penyedia layanan broadband. Sebaran infrastruktur yang masih belum merata, perusahaan dapat melakukan optimalisasi sumber daya infrastruktur dan dapat melakukan kolaborasi dengan sesama penyelenggara mobile untuk berbagi insfrastruktur broadband. Kolaborasi lainnya dapat dilakukan dengan penyelenggara Wifi dengan harapan kualitas layanan untuk mengantisipasi trafik yang tinggi, kualitas layanan mobile dapat tetap terjaga. Tantangan terbaru sudah ada di depan mata, yaitu tantangan dari OTT

Dengan infrastruktur yang dimiliki perusahaan penyedia layanan broadband mempunyai posisi tawar tinggi terhadap perusahaan OTT, yang pada akhirnya diharapkan perusahaan OTT mau bekerjasama. Upaya agar penyedia layanan broadband mempunyai posisi tawar misalnya dengan memblokir penyedia layanan OTT (Sujata J et al., 2015). Pemakaian skenario tersebut berpotensi mengurangi pendapatan penyedia layanan broadband , sehingga skenario blokir terhadap OTT adalah skenario jangka pendek, diperlukan dalam upaya menekan penyelenggara OTT agar mau bekerjasama. Upaya skenario yang lebih halus, adalah membatasi trafik data ke penyelenggara OTT sehingga pelanggan penyedia layanan broadband masih dapat mengakses konten OTT. Untuk penyedia layanan broadband dengan basis pelanggan yang besar, skenario pembatasan trafik ke OTT mempunyai peluang berhasil dan lebih mempunyai kekuatan menekan yang lebih besar lagi apabila sesama penyedia layanan broadband melakukan hal yang sama untuk saling berkolaborasi melawan OTT. Sepanjang aturan memungkinkan dan tidak merugikan pelanggan, penerapan skenario pembatasan trafik ke OTT dapat ditempuh dan untuk dapat menciptakan dampak diperlukan keselarasan dan kolaborasi yang erat (Ruff 2015) di antara perusahaan penyedia layanan broadband.

Penurunan tarif interkoneksi adalah upaya menurunkan biaya pada konektifitas. Pendapatan layanan komunikasi suara mengalami penurunan sebesar 15% pada perioda