PERLINDUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM P (2)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perubahan dan pembaharuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang

Pemerintahan

Daerah,

maka

Pemerintah

Provinsi

dan


Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom telah diberikan pelimpahan
kewenangan urusan pemerintahan

dan sekaligus

menjadi

kewajiban

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengatur dan mengurus
perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang di daerah.
Disamping itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang khususnya pada Pasal 8, 9, 10 dan 11
mengamanatkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang (pengaturan,
pembinaan, pengawasan, terhadap pelaksanaan penataan ruang {perencanaan,
pemanfaatan

dan

pengendalian


pemanfaatan

ruang}

dilakukan

oleh

Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Implikasinya adalah penataan ruang
merupakan kewenangan yang bersifat konkurensi antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, penataan ruang menjadi wadah bagi
kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang
dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembangunan
sektoral, regional dan daerah.
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan kebutuhan ruang
menunjukan peningkatan yang sangat pesat. Kondisi ini mengakibatkan
dibutuhkannya informasi ruang, salah satunya informasi ruang terbuka hijau.
Dengan dibutuhkannya informasi ruang terbuka hijau maka dikeluarkannya
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Denpasar yang di dalam peraturan tersebut ditentukan
pada Pasal 37 ayat (1) huruf e dan pada Pasal 42. Untuk meningkatkan
kualitas lingkungan demi kelangsungan kehidupan manusia maka salah satu
1

upaya penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup manusia adalah melalui pengembangan, peningkatan, dan pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK).
Akan tetapi, diakui atau tidak sebagaian besar pembangunan kota di
Indonesia kurang mengandalkan perencanaan tata ruang yang baik. Bahkan,
hebatnya jika pun sudah ada tata ruang, aparat tidak segan-segan melakukan
pembangkangan dengan melakukan pembiaran atas pelanggaran terhadap tata
ruang yang ada. Terlalu banyak contoh dimana tata ruang dikembangkan
untuk daerah resapan, daerah hijau, atau pun daerah hunian dikembangkan
menjadi daerah-daerah komersial dengan bangunan di atasnya.1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat
ditarik adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola penetapan Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan dasar
pertimbangan Pemerintah Kota Denpasar?

2. apa upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Denpasar terhadap hak
masyarakat atas tanahnya yang di peruntukan sebagai Ruang Terbuka
Hijau?
3. Bagaimana peran stakeholder terhadap perlindungan Ruang Terbuka Hijau
di Kota Denpasar?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pola penetapan Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan dasar
pertimbangan Pemerintah Kota Denpasar.
2. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Denpasar
terhadap hak masyarakat atas tanahnya yang di peruntukan sebagai Ruang
Terbuka Hijau.
3. Mengetahui peran-peran stakeholder terhadap perlindungan Ruang
Terbuka Hijau di Kota Denpasar.

1

Guritno Soejodibroto, 2009, Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Yang Berkelanjutan,
Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia , Jakarta


2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Wewenang Pola Penetapan Ruang Terbuka Hijau Sesuai dengan Dasar
Pertimbangan Pemerintah Kota Denpasar
Kebijakan pembangunan yang berupa peningkatan pelayanan khususnya
di bidang tata ruang telah memberikan informasi lokasi ruang terbuka hijau
yang sesuai dengan rencana tata ruang. Pembangunan merupakan upaya sadar
yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah
area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan, Ruang Terbuka Hijau
2


Bruce Mitchell, 2000, Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, hal 1.

3

Kawasan Perkotaan (RTHKP) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi, dan estetika
Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Pola pemanfaatan ruang
ialah peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Berikut
adalah pola pemanfaatan ruang sebagai dasar Pemerintah Kota Denpasar
menetapkan Ruang Terbuka Hijau yakni :
a. Permukiman, pola permukiman di Kota Denpasar merupakan kombinasi
antara permukiman tradisional dan pemukiman baru yang menyatu dengan

aktivitas perkotaan.
b. Fasilitas Umum, sebaran fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan
merupakan kebutuhan untuk melayani warga Kota Denpasar dan penduduk
pendatang atau penduduk di luar Kota.
c. Persawahan, Kota Denpasar saat ini memiliki lahan sawah seluas 2.814
atau 22% dari total luas wilayah Kota Denpasar.
Fungsi Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Pola Ruang menjadi Ruang
Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat di Kota Denpasar :
POLA RUANG RTHK

FUNGSI RTHK

1. RTHK di kawasan lindung:
 Kawasan Sempadan Pantai
 Kawasan Sempadan Sungai
 Kawasan Waduk dan sekitar
Waduk
 Kawasan Waduk dan sekitar
Waduk
2. RTHK di Kawasan Budidaya:

 Kawasan Pertanian Lahan
Basah
 Kawasan Pertanian Lahan

1. RTHK Publik
 Kawasan Sempadan Pantai
 Kawasan Sempadan Sungai
 Kawasan Waduk dan sekitar
Waduk
 Kawasan Taman Hutan Raya
 Fasilitas Parkir Terbuka
 Taman Rekreasi Kota dan
Lapangan Olahraga
 Kuburan dan Setra
4

Kering dan Perkebunan
 Fasilitas Parkir Terbuka
 Taman Rekreasi Kota dan
Lapangan Olah Raga

 Kuburan dan Setra
 Proporsi Koefisien Daerah
Hijau (KDH) dari taman di
lingkungan
kawasan
permukiman,
perkantoran,
perdagangan dan jasa lainnya
 Taman Rekreasi
 Taman-taman
lingkungan,
taman median jalan yang tidak
dapat dideliniasi pada skala
makro

 Taman Rekreasi
 Kawasan Pertanian yang
dikembangkan
sebagai
ekowisata

2. RTHK Privat:
 Kawasan Pertanian Lahan
Basah
 Kawasan Pertanian Lahan
Kering dan Perkebunan
 Proporsi Koefisien Daerah
Hijau (KDH) dari taman di
lingkungan
kawasan
permukiman,
perkantoran,
perdagangan dan jasa dan
lainnya

Tabel tentang fungsi Ruang Terbuka Hijau diatas telah membagi dua
kawasan yang diperuntukan untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya,
ini sesuai dengan pola pemanfaatan ruang.
2.2 Upaya yang Dapat Dilakukan Pemerintah Kota Denpasar terhadap Hak
Masyarakat atas Tanahnya yang diperuntukan sebagai Ruang Terbuka
Hijau

Berdasarkan Pasal 111 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor
27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar
ditentukan sebagai berikut :
“Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan

yang

ditetapkan

dalam

persyaratan

izin

pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Oleh karena itu, upaya yang dilakukan terhadap hak masyarakat atas
tanahnya yang diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau adalah dengan
mengeluarkan

Surat

Keputusan

Walikota

Denpasar

Nomor
5

188.45/303/HK/2010 tentang “Pemberian Kompensasi Pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan Bagi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Yang
Tanahnya ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Dengan
Koefisien Daerah Terbangun (KDB) 0% (Nol Perseratus) dan Daerah Civic
Centre serta bagi Tanah Produktif yang diperuntukan untuk Pertanian di Kota
Denpasar”. Dimana dengan adanya Surat Keputusan tersebut diatas, hak
masyarakat yang tanahnya diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau
mendapat kompensasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dari
Pemerintah Kota Denpasar.
2.3 Peran Stakeholder terhadap Perlindungan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Denpasar
Peran

masyarakat

baik

secara

individu/kelompok,

swasta,

lembaga/badan hukum berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Peran Masyarakat
Peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH merupakan
upaya melibatkan masyarakat, swasta, lembaga/badan hukum dan atau
perseorangan

baik

pada

tahap

perencanaan,

pemanfaatan,

dan

pengendalian. Peran masyarakat, swasta dan badan hukum dalam
penyediaan RTH Publik, meliputi penyediaan lahan, pembangunan dan
pemeliharaan RTH.
Peran masyarakat pada RTH privat, meliputi:
1. memberikan penyuluhan tentang peranan RTH dalam peningkatan
kualitas lingkungan;
2. turut serta dalam meningkatkan kualitas lingkungan di perumahan
dalam hal penanaman tanaman, pembuatan sumur resapan (bagi
daerah yang memungkinkan) dan pengelolaan sampah;
3. mengisi seoptimal mungkin lahan pekarangan, berm dan lahan kosong
lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung
maupun ditanam dalam pot; dan
4. turut serta secara aktif dalam komunitas masyarakat pecinta RTH.
b. Peran Individu/Kelompok
6

Masyarakat dapat berperan secara individu atau kelompok dalam
penyediaan dan pemanfaatan RTH. Pada kondisi yang lebih berkembang,
masyarakat dapat membentuk suatu forum atau komunitas tertentu untuk
menghimpun anggota masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap
RTH, membahas permasalahan, mengembangkan konsep serta upayaupaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Untuk mencapai peran tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan masyarakat:
1. Anggota masyarakat baik individu maupun kelompok yang memiliki
keahlian dan/atau pengetahuan mengenai penataan ruang serta ruang
terbuka hijau dapat membentuk suatu komunitas ruang terbuka hijau;
2. Mengembangkan dan memperkuat kerjasama proses mediasi antara
pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pembangunan ruang
terbuka hijau;
3. Meningkatkan

kemampuan

masyarakat

dalam

menyikapi

perencanaan, pembangunan serta pemanfaatan ruang terbuka hijau
melalui sosialisasi, pelatihan dan diskusi di kelompok-kelompok
masyarakat;
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat (forum, komunitas, dan
sebagainya) dalam mengelola permasalahan, konflik yang muncul
sehubungan dengan pembangunan ruang terbuka hijau;
5. Menggalang dan mencari dana kegiatan dari pihak tertentu untuk
proses sosialisasi;
6. Bekerjasama dengan pemerintah dalam menyusun mekanisme
pengaduan, penyelesaian konflik serta respon dari pemerintah melalui
jalur yang telah disepakati bersama;
7. Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.
c. Peran Swasta
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pihak swasta:
1. Pihak swasta yang akan membangun lokasi usaha (mall, plaza, dan
sebagainya) dengan areal yang luas perlu menyertakan konsep
pembangunan Ruang Terbuka Hijau;

7

2. Bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dalam membangun
dan memelihara ruang terbuka hijau;
3. Menfasilitasi proses pembelajaran kerjasama pemerintah, swasta, dan
masyarakat untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
penyusunan RTH perkotaan. Kegiatan ini dapat berupa pemberian
pelatihan pembangunan ruang terbuka hijau maupun dengan proses
diskusi dan seminar;
4. Berperan aktif dalam diskusi dan proses pembangunan sehubungan
dengan pembentukan kebijakan publik dan proses pelibatan
masyarakat dan swasta yang terkait dengan pembangunan ruang
terbuka hijau;
5. Mengupayakan bantuan pendanaan bagi masyarakat dalam realisasi
pelibatan dalam pemanfaatan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau;
6. Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.
d. Peran Lembaga/ Badan Hukum
Lembaga atau badan hukum yang dimaksud merupakan organisasi
non pemerintah, atau organisasi lain yang serupa berperan utama sebagai
perantara, pendamping, menghubungkan masyarakat dengan pemerintah
dan swasta, dalam rangka mengatasi kesenjangan komunikasi, informasi
dan pemahaman di pihak masyarakat serta akses masyarakat ke sumber
daya. Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi non-pemerintah antara
lain:
1. Membentuk sistem mediasi dan fasilitasi antara pemerintah,
masyarakat dan swasta dalam mengatasi kesenjangan komunikasi dan
informasi pembangunan ruang terbuka hijau;
2. Menyelenggarakan proses mediasi jika terdapat perbedaan pendapat
atau kepentingan antara pihak yang terlibat;
3. Berperan aktif dalam mensosialisasikan dan memberikan penjelasan
mengenai proses kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan swasta
serta mengenai proses pengajuan keluhan dan penyelesaian konflik
yang terjadi;
4. Mendorong dan/atau menfasilitasi proses pembelajaran masyarakat
untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyusunan
8

RTH perkotaan. Kegiatan ini dapat berupa pemberian pelatihan
kepada masyarakat dan/atau yang terkait dalam pembangunan ruang
terbuka hijau, maupun dengan proses diskusi dan seminar;
5. Menciptakan lingkungan dan kondisi yang kondusif yang
memungkinkan masyarakat dan swasta terlibat aktif dalam proses
pemanfaatan ruang secara proporsional, adil dan bertanggung jawab;
6. Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Yang menjadi dasar pertimbangan Pemerintah Kota Denpasar menetapkan
Ruang Terbuka Hijau adalah berdasarkan Pola Pemanfaatan Ruang yakni
permukiman, fasilitas umum, dan persawahan. Dalam mengupayakan hak
masyarakat atas tanahnya yang diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau
adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Denpasar Nomor
188.45/303/HK/2010 tentang “Pemberian Kompensasi Pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan bagi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
9

Tanahnya ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) dengan
Koefisien Daerah Terbangun (KDB) 0% (Nol Perseratus) dan Daerah Civic
Centre serta bagi Tanah Produktif yang diperuntukan untuk Pertanian di Kota
Denpasar”.
Di samping Pemerintah Kota Denpasar yang memberikan perlindungan
atas Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar melalui produk hukum yakni
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Denpasar, terdapat juga stakeholder yang membantu
pemerintah

seperti

masyarakat,

individu/kelompok,

swasta,

dan

lembaga/badan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Soejodibroto, Guritno, 2009, Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Yang
Berkelanjutan, Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia , Jakarta
Mitchell, Bruce, 2000, Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta
2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
10

Perubahan

Atas

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2014

Tentang

Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Denpasar.

11