PEMAN FAATAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM

PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL
DALAM PENDIDIKAN SENI UNTUK ANAK
Oleh
Anik Juwariyah
Jurusan Sendratasik FBS UNESA
anik_ju1968@yahoo.co.id

Abstrak
Perkembangan jaman yang semakin modern menjadikan beberapa bentuk permainan
tradisional semakin lama semakin berkurang, bahkan hilang. Semakin minimnya jenis
permainan anak yang bersifat tradisional menjadi keprihatinan tersendiri. Untuk itu
penting untuk dilakukan kembali identifikasi permainan tradisional yang semakin lama
semakin menghilang. Permainan tradisional dapat mengasah kreativitas anak, menjadi
media sosialisasi dan komunikasi anak serta dapat merangsang pertumbuhan motorik
anak. Sementara itu permainan anak yang sekarang berkembang misalnya berbagai
macam game on line, mobil kontrol, bom-bom car, dan lain-lain kurang dapat merangsang
pertumbuhan anak dan bahkan cenderung membuat anak menjadi malas. Dengan
teridentifikasinya kembali bentuk-bentuk permainan tradisional Indonesia dan
dikembangkan menjadi bahan ajar mata pelajaran seni budaya, khususnya seni tari maka
diharapkan dapat menjadi media pengembangan kreativitas anak Indonesia sekaligus
dapat melestarikan kekayaan budaya tradisional Indonesia. Pelajaran seni budaya

membantu memperkokoh jati diri sebagai bangsa Indonesia. Maka kekayaan permainan
tradisional yang sarat dengan nilai-nilai karakter sangat tepat untuk diperkenalkan sebagai
bahan ajar.

Kata Kunci: Permainan Tradisional, Pendidikan Seni, Anak
The development of modern era to make some form of traditional games to reduced, and
even disappear. The more the lack of the type of game that is traditionally separate
concern. For it is important to re identification of traditional games that are increasingly
disappearing. Traditional games can hone the creativity of children, became a medium of
socialization and communication can stimulate the growth of the child and the child's
motor. While the game is now developing such a wide variety of games on line, control
cars, bumper cars, and others are less able to stimulate growth in children and even tends
to make children become lazy. With the re-identification forms of Indonesian traditional
games and teaching materials developed as subjects of art and culture, especially the art
of dance it is expected to be the development of a child's creativity Indonesian media as
well as to preserve the cultural heritage of Indonesia. Art classes help strengthen cultural
identity as a nation of Indonesia. So the wealth of traditional games are loaded with values
very precise character to be introduced as a teaching material.
Keywords: Traditional games, Art Education, Child.


PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar mengembangkan anak dalam segala hal
sehingga anak menjadi orang dewasa. Berbagai upaya dilakukan dalam proses

1

pendidikan, baik yang bersifat teoritis maupun praktik yang baik. Semuanya
diarahkan untuk membantu anak menjadi pribadi yang unggul dan berkopeten.
Tulisan ini akan mengangkat pemanfaatan permainan tradisional dalam pendidikan
seni untuk anak. Sebagaimana diketahui dunia anak adalah dunia bermain.
Sebagian besar waktu yang dimiliki anak, inginnya mayoritas dipergunakan untuk
bermain. Bisa dilihat bagaimana senangnya anak-anak jika diberi kesempatan
untuk bermain, tentu mereka akan merasa gembira. Tulisan ini akan fokus pada
bentuk-bentuk pemanfaatan permainan tradisional dan fungsinya untuk pendidikan
seni anak. Sebagaimana diketahui saat ini anak-anak Indonesia mayoritas kurang
mengenal jenis-jenis permainan tradisional yang dimiliki para pendahulunya.
Mereka lebih mengenal permainan modern daripada permainan tradisional,
padahal permainan tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia sangat bermanfaat
dalam pembentukan karakter dan pembentuk fisik serta sosial anak.
Semakin minimnya jenis permainan anak yang bersifat tradisional menjadi

keprihatinan tersendiri. Untuk itu penting untuk dilakukan kembali identifikasi
permainan tradisional yang semakin lama semakin menghilang. Permainan
tradisional dapat mengasah kreativitas anak, menjadi media sosialisasi dan
komunikasi anak serta dapat merangsang pertumbuhan motorik anak. Sementara
itu permainan anak yang sekarang berkembang misalnya berbagai macam game
on line, mobil kontrol, bom-bom car, dan lain-lain kurang dapat merangsang
pertumbuhan anak dan bahkan cenderung membuat anak menjadi malas.
Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan peradaban.
Tidak mungkin kita membangun suatu peradaban tanpa budaya. Di dalam dunia
pendidikan yang terbuka dewasa ini proses pendidikan haruslah menggabungkan
kedua konsep tersebut, yaitu membangun manusia yang berbudaya dan beradab.
Banyak hal dapat dilakukan dalam kaitannya dengan hal tersebut. Para ahli
pendidikan dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya
kepribadian manusia. Dari budaya dapat terbentuk identitas seseorang, identitas
masyarakat dan identitas suatu bangsa. Dengan budaya itu pulalah seseorang akan
memasuki budaya global. Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Tilaar (1999: 43),

2

kebudayaan berarti buah budi manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam

dan zaman (kodrat dan masyarakat).
Dengan teridentifikasinya kembali bentuk-bentuk permainan tradisional
Indonesia dan dikembangkan menjadi bahan ajar mata pelajaran seni budaya,
khususnya seni tari maka diharapkan dapat menjadi media pengembangan
kreativitas anak Indonesia sekaligus dapat melestarikan kekayaan budaya
tradisional Indonesia.
Dalam bidang pendidikan pembaharuan dari waktu ke waktu selalu terjadi
untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, termasuk adanya pembaharuan
kurikulum baru tahun 2013. Dalam kurikulum 2013 kompetensi yang diharapkan
untuk masa depan adalah kemampuan berkomunikasi, berfikir jernih dan kritis,
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang
bertangggung jawab, memiliki kesiapan bekerja, kemampuan mengerti dan toleran,
kemampuan hidup dalam masyarakat yang, mengglobal, memiliki minat luas
dalam kehidupan, memiliki kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya, serta
memiliki kecintan terhadap lingkungan. Pendidikan seni budaya ikut berperan
untuk mencapai kompetensi tersebut, sebab mata pelajaran seni budaya meliputi
segala aspek kehidupan. Pelajaran seni budaya membantu memperkokoh jati diri
sebagai bangsa Indonesia. Maka kekayaan permainan tradisional yang sarat dengan
nilai-nilai karakter sangat tepat untuk diperkenalkan sebagai bahan ajar bagi guru
SD.

Pemahaman guru yang kurang tepat dalam menjabarkan kurikulum menjadi
program kegiatan belajar mengajar berpengaruh besar terhadap kualitas hasil
belajar yang diharapkan. Selain itu, kompetensi guru yang kurang turut pula
memberikan andil kegagalan dalam pembelajaran Seni Budaya. Seorang guru SD,
umumnya bukan guru yang memiliki kompetensi khusus bidang seni, maka yang
diperlukan adalah pemahaman bahwa pendidikan seni bukan bertujuan
membangun kesempurnaan astistik, tetapi merupakan penunjang pendidikan
kreatif. Menurut hasil penelitian tim Proyek Penelitian dan Pengembangan Seni
Tradisional (PST-UPI) guru SD pada praktiknya berupaya membentuk anak
terampil menari tradisional maupun bentuk tari lainnya. Pendidikan Seni Budaya

3

pada pelaksanaanya cenderung melatih anak menari dengan tari-tarian yang telah
ada dengan mengabaikan kreativitas yang bisa dibangkitkan dari kegiatan menari.
Keragaman minat, bakat anak kadang terabaikan. Pembelajaran dengan metode
demonstrasi cenderung mendapat porsi banyak.
Berbagai kendala dihadapi guru SD yaitu: lingkup kompetensi yang harus
dicapai cukup banyak meliputi: seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama,
sementara alokasi waktu sangat terbatas yaitu 2 jam per minggu. Terbatasnya

kemampuan guru untuk menyampaikan ke empat bidang seni tersebut. Kondisi ini
diperparah dengan banyaknya guru seni budaya yang bukan berlatar belakang
pendidikan seni budaya sehingga terjadi miskonsepsi tentang pendidikan seni
budaya.Selama ini pendidikan Seni Budaya masih belum banyak diperhatikan, baik
dalam aspek proses belajar mengajar, media dan bahan ajar maupun bentuk
penilaiannya. Kondisi ini berdampak guru-guru tidak memiliki rujukan dalam
pembelajaran Seni Budaya. Terbatasnya kemampuan guru untuk mampu
memberdayakan potensi lingkungan budaya dan potensi sekolah untuk mendukung
pembelajaran Seni Budaya. Padahal setiap daerah memiliki potensi budaya dan
kesenian yang sangat kaya ragam sebagai media pembelajaran, termasuk
permainan tradisional.
Pendidikan

karakter

menjadi

pilihan

pemerintah


untuk

dapat

mengembalikan jati diri bangsa, yang dinilai sedang carut marut mentalnya.
Pendidikan karakter memiliki arahan akan dapat membentuk anak dalam 4 ”olah”
yakni olah pikir, olah hati, olah rasa atau emosi dan olah raga. Namun sebenarnya
jika mau menengok dalam budaya masyarakat jelas bahwa kearifan lokal itu sarat
dengan pendidikan karakter. Salah satu kearifan lokal adalah permainan
tradisional. Permainan tradisional bukanlah permainan fisik saja, namun dalam
permainan tersebut tersirat simbol-simbol dan nilai-nilai moral yang dapat
digunakan sebagai anutan masyarakatnya khususnya anak-anak.
Dapat dikatakan anak-anak sudah tidak mengenal permainan tradisional.
Permainan yang dekat dengan anak saat ini seperti permainan bom-bom car, mobil
kontrol, dan sebagainya. Permainan seperti ini kurang memberikan aktivitas anak,
karena cenderung gerakannya pasif.
4

Berkenaan dengan fenomena ini, pendidikan seni budaya yang memiliki

tujuan memberikan pengalaman estetis dalam mengolah rasa, karya dan karsa
merupakan pendidikan yang mampu membantu memunculkan kembali minat anak
untuk menyenangi permainan tradisional. Jelas bahwa pendidikan Seni Budaya
bukanlah hanya pendidikan seni saja, namun pendidikan seni dengan berbasis
budaya setempat.
PERMAINAN TRADISIONAL
Berbicara tentang permainan tradisional yang ada di Indonesia, tentunya
sangat terkait dengan budaya masyarakat setempat, namun demikian ada bentukbentuk permainan tradisional yang bentuk permainannya antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain sama atau hampir sama. Istilah yang digunakan terkadang
juga berbeda. Tradisional adalah sesuatu yang telah ada dan dilakukan bertahuntahun yang diturunkan oleh generasi ke generasi berikutnya. Tradisional
merupakan adat kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat terdahulu.
Permainan

tradisional merupakan permainan yang telah dilakukan oleh

masyarakat terdahulu. Permainan tradisional telah lama dilakukan oleh anak-anak
terdahulu. Masyarakat Indonesia kaya akan permainan tradisional, hal ini
dikarenakan masyarakat Indonesia sangat beragam.

Diantara bentuk-bentuk


permainan tradisional antara lain:
1. Benteng : permainan ini dimainkan oleh dua kelompok, masing–masing
kelompok terdiri dari 4 sampai 8 orang. Kedua kelompok kemudian akan
memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau
pilar yang disebut sebagai “benteng”.Tujuan utama permainan ini adalah
untuk menyerang dan mengambil alih “benteng” lawan dengan menyentuh
tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata
benteng.
2. Congklak : Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal
dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam
permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan
jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuhan.

5

Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka
menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah
biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan
congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari

cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan
congklak terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang
saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua ujungnya. Setiap 7 lobang
kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kanannya dianggap sebagai
milik sang pemain.
3. Petak Umpet : Permainan petak umpet dimulai dengan hompimpa untuk
menentukan siapa yang menjadi “kucing” (berperan sebagai pencari temantemannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan
mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia menghadap
tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya
bergerak untuk bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi
mencari teman-temannya tersebut. Jika ia menemukan temannya, ia akan
menyebut nama temannya yang dia temukan tersebut. Yang seru adalah,
ketika ia mencari, ia biasanya harus meninggalkan tempatnya.
4. Permainan „cublak –cublak Suweng‟ merupakan permainan yang berisi
tentang nilai kepekaan tentang sikap teman-temannya yang kemudian
diwujudkan dengan menebak siapa yang pegang kuncinya. Kepekaan
menebak ini dapat ditangkap dengan cara merasakan setiap gerakan tangan
teman yang menggerakkan kunci dan dihentikan di mana, kemudian
melihat ekspresi teman, pasti akan mampu menebak dengan tepat. Latihan
seperti inilah dapat melatih anak untuk merasakan kehalusan gerakan yang

akan dapat mengolah rasanya.
5. Egrang atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan
seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang
berjalan adalah egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat
berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan
6

selama naik di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantaiatau
tanah labil, bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi
agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Egrang di
Indonesia biasa dimainkan ataupun dilombakan saat peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Egrang dengan versi lain juga
dimainkan pada saat upacara sunatan.
6. Ular Naga, Ular Naga adalah satu permainan berkelompok yang biasa
dimainkan di luar rumah di waktu sore dan malam hari. Tempat
bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih
menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya
biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun
(TK – SD). Anak-anak berbaris bergandeng pegang „buntut‟, yakni anak
yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau
pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau
paling besar, bermain sebagai “induk” dan berada paling depan dalam
barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai
“gerbang”, dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di
atas kepala. “Induk” dan “gerbang” biasanya dipilih dari anak-anak yang
tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam
dialog yang mereka lakukan.
7. Permainan engklek merupakan permainan tradisional lompat–lompatan
pada bidang–bidang datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat
gambar kotak-kotak kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu
kekotak berikutnya. Permainan engklek biasa dimainkan oleh 2 sampai 5
anak perempuan dan dilakukan di halaman. Namun, sebelum kita memulai
permainan ini kita harus mengambar kotak-kotak di pelataran semen, aspal
atau tanah, menggambar 5 segi empat dempet vertikal kemudian di sebelah
kanan

dan

kiri

diberi

lagi

sebuah

segi

empat

(http://harianaceh.co.id/2014/11/19/20-permainan-tradisional-ini-tidakpernah-lagi-dimainkan, diakses tanggal 25 Maret 2015)

7

FUNGSI PERMAINAN TRADISIONAL

Fungsi permainan tradisional bagi Pendidikan Anak sangat banyak,
diantaranya fungsi rekreatif, fungsi sosial, fungsi pengembangan fisik/motorik,
fungsi komunikasi, fungsi pengembangan karakter, fungsi pelestarian budaya
tradisional dan fungsi estetik.
a.Fungsi Rekreatif
Fungsi rekreatif permainan tradisional jelas sekali tampak dalam beberapa
bentuk permainan tradisional. Pada permainan benteng, gobak sodor, misalnya,
anak-anak dapat berekpresi, berlari, dan berteriak untuk memeriahkan permainan.
Dengan ucapan, gerakan dan gerak motorik lainnya, anak-anak dapat bersenangsenang dengan teman-temannya, meskipun dengan tanpa biaya yang mahal.
Dengan memahami bagaimana bentuk permainannya anak-anak dapat bergembira
dengan tema-temannya sebaya. Hal ini bisa menjadi hiburan tersendiri bagi anakanak.
b. Fungsi Sosial
Dengan melakukan permainan tradisional anak-anak dapat saling
berinteraksi dengan teman-temannya. Anak-anak dapat berdebat, saling melempar
pembicaraan, saling berhubungan satu dengan yang lain. Dengan demikian dia
akan lebih mengenal lingkungan bergaulnya dengan baik. Fungsi sosial ini dapat
dikembangkan karena mayoritas benttuk-bentuk permainan tradisional dimainkan
secara kelompok. Fungsi sosial ini jarang dapat ditemui pada bentuk-bentuk
permainan modern yang menuntut kemampuan individual, seperti pada permainan
game di internet.
c. Fungsi Pengembangan Fisik
Fungsi pengembangan fisik jelas dapat dikembangkan dengan adanya
permainan tradisional. Dengan berlari, berkejar-kejaran, melompat, meraih
temannya, duduk, kembali berdiri dengan cepat, dll. Secara otomatis akan
merangsang pertumbuhan motorikanak. Anak-anak dapat tumbuh berkembang

8

dengan baik dan sehat. Dengan berlari dan berkejar-kejaran serta melompat banyak
keringat dapat dikeluarkan, dengan begitu anak akan menjadi anak yang sehat dan
di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula. Permainan petak umpet
menuntut kemampuan berlari yang cepat dan ketepatan berspekulasi menghadapi
lawan untuk mencapai sebuah kemenangan.
d. Fungsi Pengembangan Diri Anak dan Karakter
Fungsi pengembangan diri dapat dilatih pada bentuk permainan tradisional
yang menuntut anak untuk dapat mengkoordinir temannya, bekerjasama dengan
timnya dan melatih kecerdasan otaknya. Pada beberapa bentuk permainan
tradisional anak-anak dituntut untuk menguasai bidang matematika dan estimasi
yang cepat. Kemampuan bekerja dalam tim menjadi hal yang sangat bermanfaat
untuk pengembangan karakter di kelak kemudian hari. Rahayu (2012: 7)
menjelaskan bahwa para pakar, ahli dan pemerhati pendidikan melalui berbagai
seminar, dan diskusi secara bersama-sama menegaskan perlunya implementasi
pendidikan karakter di Indonesia, dengan menggali kembali, memilah, memilih,
dan merumuskan nilai-nilai inti untuk dikembangkan dalam pembelajaran dan
pendidikan. Nilai-nilai itu tumbuh dalam aktivitas olah hati, olah pikir, olah rasa,
dan karsa serta olah raga. Nilai inti dikembangkan untuk membangun watak
pribadi dan watak social, dua watak yang diperlukan dalam pergaulan secara
beradab dengan orang lain.
e. Fungsi Pelestarian Budaya Tradisional
Permainan tradisional merupakan salah satu bentuk peninggalan nenek
moyang yang sangat penting untuk diperkenalkan kembali kepada generasi muda.
Upaya-upaya perlu terus dilakukan oleh berbagai pihak termasuk oleh dunia
pendidikan khususnya pendidikan seni budaya. Melalui pendidikan seni budaya
bentuk-bentuk permainan tradisional dapat diolah dan dikemas menjadi tarian
anak/tari dolanan yang menarik.

9

F. Fungsi Estetik
Permainan Tradisional dalam pendidikan seni sangat bermanfaat untuk
mengolah rasa estetis/keindahan pada diri anak. Permainan Cublak-Cublak
Suweng dan Ular Naga Panjangnya misalnya, menuntut pemainnya tidak hanya
bergerak, tetapi juga menyanyikan lagu/syair, sebagaimana syair berikut:
Syair Ular Naga Panjangnya:
Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat, itu yang dicari
Kini dianya yang terbelakang

Syair Cublak-Cublak Suweng
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundhung gudel
Pak empong lera lere
Sapa ngguyu ndelikake
Sir-Sir Pong dhele kopong 2X
PENDIDIKAN SENI
Berbicara tentang pendidikan seni tidak terlepas dari usaha sadar yang
dilakukan generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya, sebagaimana
pernyataan Jazuli (2008:14),
bahwa semula pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan
atau menularkan kemampuan berkesenian sebagai perwujudan transformasi
kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para seniman
atau pelaku seni kepada siapapun yang terpanggil untuk menjadi bakal
calon seniman. Kemudian dalam perkembangannya proses pendidikan seni
mulai dilembagakan baik formal maupun non formal dan pewarisan
kemampuan berkesenian tidak selalu dilakukan oleh seniman atau pelaku

10

seni, melainkan oleh pendidik seni atau siapapun yang memiliki
kemampuan berkesenian dan mampu untuk membelajarkan.
Transformasi kebudayaan melalui pendidikan seni merupakan keniscayaan
karena kebudayaan yang telah melahirkan kesenian, pada sisi lain fungsi kesenian
di dalam kebudayaan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan
religius, sosial, politik, ekonomi, psikologi, dan pendidikan. Tujuan pembelajaran
seni

budaya

adalah

untuk

meningkatkan

sensitivitas,

kemampuan

mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Muatan
seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi
segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak
dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni.

Karena itu, mata

pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis
budaya.
Pendidikan Seni Budaya diberikan

di sekolah karena keunikan,

kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta
didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan
oleh mata pelajaran lain. Pendidikan seni adalah pendidikan yang akan membawa
kebanggaan dan keagungan jasmaniah dan rohaniah, dan oleh karena itu seni
seharusnya menjadi dasar pendidikan: ”that art should be the basic of education’
(Herbert Read dalam Tjetjep R, 2000).
Pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi
dan berapresiasi ini sangat penting dilakukan karena melalui kegiatan ini siswa
tidak hanya belajar seni secara praktik, tetapi juga melatih olah rasa, karsa dan
cipta yang akan ikut mendasari mental anak dalam kehidupannya. Pengalaman
estetik dapat dilakukan dengan mendalami konsep-konsep nilai yang ada dalam
seni budaya masyarakat. Pengalaman estetis dapat diperoleh dari alam maupun

11

dalam suatu karya buatan manusia, yaitu karya seni sebagai endapan atau ekspresi
pengalaman estetis seseorang (Sutrisno, 1993: 15).
Karena titik pangkal pengalaman estetis terletak pada pengamatan inderawi,
masuk akallah bahwa suatu usaha untuk menggolomgkan pengalaman-pengalaman
itu terjadi berdasarkan perbedaan yang terdapat dalam panca indera manusia.
Sebagai perbedaan dasar sering digunakan istilah ”higher senses” (penglihatan dan
pendengaran) dan ”lower senses ( indera lain) (Sutrisno, 1993:17)  seni rupa,
seni musik, seni tari, teater adalah higher senses.
Di sini dapat dilihat relevansi seni sebagai media untuk mengembangkan
kreativitas (dalam pendidkan). Sifat-sifat imaginasi dan permainan yang melekat
pada seni menegaskan suatu kebebasan berkhayal serta dalam bentuk
pengungkapannya. Disiplin seni adalah disiplin yang ”membebaskan,” disiplin
yang senantiasa lebih baik dari pada tidak disiplin dan/atau disipin ketat tanpa hati
nurani. Itulah sebabnya mengapa pendidikan seni ditempatkan sebagai bagian
dalam pendidikan secara umum. Pendidikan seni adalah pendidikan yang akan
membawa kebanggaan dan keagungan jasmaniah dan rohaiah, dan oleh karena itu
seni seharusnya menjadi dasar pendidikan: that art should be the basis of
education, demikian kata Herbert Read mengutip tesis Plato (Tjetjep R, 2000: 3334).
Pada tingkatan individu atau pribadi, pendidikan seni seyogianya dapat
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan seni sebagai
cara ekspresi dan sebagai cara menanggapi kehidupan dan duianya. Tugas pendidik
adalah mengembangkan kebebasan individu dalam mencipta seni dan dalam
mencerap secara mendalam lingkungan dunianya, melalui seni (Tjetjep R, 2000:
36).
Pada tingkatan sosial, pendidikan seni seyogyanya mampu menyadarkan
siswa bahwa bentuk-bentuk visual yang mereka cipta membantu mengungkapkan
identitas mereka, juga keanggotaan mereka dalam kelompok. Bentuk-bentuk visual
juga dalam banyak hal menandai peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya,

12

sekaligus merefleksikan kebutuhan fisik dan ekspresif dalam kehidupan seharihari. Tugas guru pendidikan seni adalah memantu peserta didik menjadi sadar
tentang aneka ragam bentuk visual, sehingga dengan demikian mereka mampu
membentuk dan mengekspresikan perasaannya sesuai dengan potensi sumber daya
sosial dan budayanya yang menjadi lingkungannya (Tjetjep R, 2000: 37).
Menurut Katjik (1973:7), tujuan umum pendidikan ialah membimbing
pertumbuhan pribadi manusia, di samping membuat harmonis kepribadiannya
dalam kelompok sosial. Dan untuk itu pendidikan estetis sangat fondamental
kedudukannya. Pendidikan estetis meliputi:
1. Menjaga/memelihara kemampuan segala macam persepsi dan sensasi
2. Mengkordinasikan berbagai cara persepsi dan sensasi, antara yang satu
dengan yang lainnya dalam hubungannya kepada lingkungan
3. Mengekspresikan perasaan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan
4. Mengekspresikan dalam wujud bentuk dari segala macam pengalaman
mental
Sejak kecil anak-anak mulai berekspresi. Mula-mula ekspresi naluriah yang
berhubungan dengan kebutuhan makan-minum (mencari keuntungan/pamrih).,
disebut ekspresi fungsional. Kemudian ada ekspresi yang sifatnya tidak untuk
memperoleh kepuasan naluriah – yang ini disebut ekspresi bebas. Pendidikan
memajukan pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan bisa dilihat pada kematangan
fisik dan ekspresi. Karena itu pendidikan dapat didefinisikan sebagai
pengembangan macam-macam ekspresi.
Makna pendidikan seni adalah pemberian pengalaman estetik (aestetik
experience) kepada siswa. Pengalaman estetik adalah pengalaman menghayati nilai
keindahan, bagaimanapun keindahan itu dimaknai. Pemberian pengalaman estetik
melalui dua kegiatan yang saling berkaitan yaitu apresiasi dan kreasi. Di dalam
kegiatan ekspresi apresiasi dan kreasi (included) terkandung nilai ekspresi sebagai
bentuk ungkapan yang bermakna (Jazuli, 2008:16).

13

PEMBELAJARAN DENGAN BERMAIN
Para pakar sering mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Bermain terungkap dalam berbagai bentuk apabila anak-anak sedang beraktivitas.
Mereka bermain ketika bernyanyi, menggali tanah, membangun balok warnawarni, menirukan sesuatu yang dilihat. Bermain dapat berupa bergerak, seperti
berlari, melempar bola, memanjat atau kegiatan berpikir, meperti menyusun puzzle
atau mengingat kata-kata sebuah lagu.
Bermain itu alamiah dan spontan, anak-anak tidak diajarkan bermain. Mereka
bermain dengan benda apa saja yang ada di sekitarnya dengan bahan tongkat kayu,
ranting, sapu, bahkan juga tanah dan lumpur. Justru benda-benda tersebut menjadi
daya tarik mengapa anak-anak bermain. Anak-anak bermain di mana-mana.
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran anak adalah belajar sambil
bermain dan bermain sambil belajar (Montolalu, dalam Hadjar Pamadhi, 2008:
1.2). Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya sehingga pembelajaran menjadi
bermakna karena sebab-sebab berikut.
a. Bermain itu belajar
Kemampuan intelektual (daya pikir) anak sebagian besar dikmbangkan
dalam kegiatan bermain. Melalui bermain anak memperoleh kesempatan
menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitarnya, baik ciptaan
Tuhan maupun buatan manusia. Mmengamati tanaman tumbuh merupakan
contoh kegiatan di mana anak meningkatkan pengetahuannya tentang
bagaimana dan mengapa tanaman tumbuh, mengalami perubahan dan
berfungsi (sebagai makanan).
b. Bermain itu bergerak
Bermain dapat mengembangkan kesadaran anak akan kemampuan
tubuhnya ketika menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Bermain juga
untuk mengembangkan otot besar untuk motorik kasar seperti melompat,
memanjat, menggelinding, berlari, dan sebagainya. Gerak motorik kasar ini
bukan saja memperkokoh fisik anak, melainkan juga melatih anak unuk
mengantisipasi gerak yang ada di lingkungannya. Pengalaman anggota

14

tubuh selama aktivitas bermain menjadikan anak-anak mengembangkan
keterampilan bergerak serta merasa percaya diri dengan kekuatan tubuhnya.
c. Bermain membentuk perilaku
Pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dlakukan terus-menerus
dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga mnjadi pembiasaan
yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan serta pembelajaran
tersebut meliputi moral dan nilai-nilai agama, emosi atau perasaan,
kemampuan bersosialisasi dan disiplin dengan tujuan agar anak menjadi
pribadi yang matang dan mandiri.
Dalam menangkap perkembangan pendidikan di Indonesia yakni adanya
pendidikan berkarakter, tepat rasanya jika permainan-permaian tradisional yang
sarat dengan nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan pada pembelajaran di
SD. Pembelajaran di SD sebaiknya dengan menggunakan pendekatan bermain.
Pendidikan Seni Budaya memiliki spesifikasi pendidikan nilai estetis
bagi anak, perlu menangkap nilai-nilai yang ada dalam permaianan tradisional.
Dengan kemasan pembelajaran seni budaya nilai-nilai yang ada dalam permainan
tradisional mampu tersampaikan kepada anak-anak tanpa beban nilai ”kuno”.
Pengungkapan nilai permaian tradisional ini sangat diperlukan dalam
usaha untuk mengembangkan pendidikan berkarakter, yang saat ini sangat
dibutuhkan untuk anak-anak. Beberapa bentuk permainan tradisional dapat
dikemas menjadi tarian anak yang menarik. Dengan tema dolanan anak, tarian
anak yang polos, lucu dan bermakna menjadi sebuah wahana berekpresi yang
penuh rasa estetis, sebagaimana tampak pada gambar berikut.

15

Gambar 1: Permainan Tradisional yang dikemas menjadi Tari Dolanan Anak
(Foto: Pertemuan Sendratasik di Jogyakarta, 2012)

Gambar 2 dan 3: Bentuk permainan tradisional Egrang yang dapat dikemas
menjadi dalam sebuah garapan tari dolanan anak yang menarik

Simpulan
Dalam menangkap perkembangan pendidikan di Indonesia yakni adanya
pendidikan berkarakter, tepat rasanya jika permainan-permaian tradisional yang
sarat

dengan

nilai-nilai

karakter

dapat

dikembangkan

pada

pembelajaran/pendidikan seni untuk anak. Berbagai manfaat dapat dipetik dari
bentuk-bentuk permainan tradisional yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Pemanfaatan permainan tradisional dalam pendidikan seni untuk anak
dapat dikatakan berdampak positif baik untuk perkembangan anak maupun
sebagai salah satu upaya pelestarian budaya tradisional bangsa Indonesia. Selain

16

itu dengan berkembangnya pemanfaatan permainan tradisional dalam pendidikan
seni dapat mengurangi dampak penggunaan gadget pada anak-anak. Semoga ke
depan semakin banyak pendidik seni yang mau dan mampu mengolah kekayaan
budaya Indonesia ini secara maksimal....amiin

DAFTAR PUSTAKA
Jazuli, M. 2008 Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya: Unesa
University Press.
Pamadhi, Hadjar, dkk. 2008. Pendidikan Seni di SD (Modul). Jakarta: Universitas
Terbuka
Rahayu, Yuni Sri. Dkk. 2012. Jejak Budaya dalam Karakter Siswa Indonesia.
Surabaya: University Press.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. STSI:
Bandung
Sumardjo, Jacob. 2000. Filsafat Seni. Bandung : ITB.
Sutrisno, Mudji. 1993. Nuansa-Nuansa Peradaban. Jogyakarta: Kanisius.
Sutjipto,Katjik & Suseno Kartomihardjo (Penyadur), 1973, Seni Rupa Sebagai Alat
Pendidikan, Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran, IKIP Malang
Tilaar, HAR. 2008. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung: PT. Remadja Rosdakarya.
(http://harianaceh.co.id/2014/11/19/20-permainan-tradisional-ini-tidak-pernahlagi-dimainkan

17