STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA B

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI
PETAK DI WANAGAMA I
GUNUNG KIDUL - YOGYAKARTA
MUKHLIS SAI PUTRA (11/313697/KT/06956)
Prodi. Konservasi Sumberdaya Hutan Fak.Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email : mukhlis.sai.p@mail.ugm.ac.id

INTISARI
Burung merupakan salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi suatu lingkungan.
Keanekaragaman jenis burung dapat menjadi salah satu gambaran bagi kondisi lingkungan dan cerminan
keseimbangan suatu ekosistem. Wanagama merupakan salah satu kawasan lahan rehabilitasi yang dalam
pengelolaannya berbasis petak-petak didalamnya. Penelitian ini membahas tentang keanekaragaman jenis
burung yang ada pada berbagai petak yang ada di Wanagama. Metode pengambilan data burung dilakukan
dengan menggunakan Point count dengan diameter 22,6 meter. Data habitat dilakukan dengan pengamatan
secara langsung dan deskriptif, penutupan vegetasi diambil dengan menggunakan alat tabung okuler dan density
board. Kerapatan pohon menggunakan nested sampling. Analisis data ke anekaragaman burung menggunakan
indeks Shannon Wienner, indeks of Evennes dan indeks Jaccard. Sedangkan pengolahan data menggunakan
bantuan perangkat lunak MS.Excel dan R statistik . Hasil analisis menjelaskan, bahwa tingkat keanekaragaman
jenis burung pada berbagai petak di Wanagama berbeda-beda, akantetapi tidak memiliki perbedaan yang
signifikan antara petak satu dengan yang lain.
Kata Kunci : Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, dan Indeks Kesamaan jenis.


PENGANTAR
Burung
merupakan
salah
satu
sumber kekayaan alam yang memiliki nilai
tinggi, baik ditinjau dari segi ekologi, ilmu
pengetahuan, ekonomis, rekreasi, seni, dan
kebudayaan. Burung perlu dilestarikan
karena mempunyai manfaat yang besar
bagi kehidupan manusia.
Miller (2010) menyatakan bahwa
burung
berfungsi sebagai komponen
integral dan sangat signifikan bagi
ekosistem di seluruh dunia. Penelitian
terhadap burung sangat penting karena
burung
juga merupakan indikator yang

sangat baik untuk kesehatan lingkungan
dan nilai keanekaragaman hayati lainnya.
Burung merupakan satwa liar yang
dalam penyebarannya dapat menggunakan
ruang dengan baik. Burung dapat
menyebar
secara
horizontal maupun
vertikal yang dapat dilihat dari tipe habitat
yang ditempati dan stratifikasi tajuk pada
suatu
vegetasi.
Pola
penyebarannya
merupakan suatu bentuk adaptasi dan

strategi dalam mendapatkan sumberdaya
yang
berkaitan
dengan

lingkungan
hidupnya
(Petersen,
1980
dalam
Sinulingga 1994).
Hutan alam maupun hutan tanaman
merupakan kawasan yang dapat digunakan
sebagai habitat oleh satwa salah satunya
burung. Keanekaragaman jenis burung
berbeda antara satu tempat dengan tempat
lainnya.
Kawasan Wanagama I terdiri dari
hutan sejenis (homogen) dan hutan tidak
sejenis
(heterogen).
Hutan homogen
ditemukan di petak 16A dengan tegakan
kayu putih dan petak 16B dengan tegakan
jati. Hutan heterogen ditemukan di petak 5,

6, dan 7. Penggunaan pada petak 13
merupakan kawasan hutan rehabilitasi,
sedangkan petak 14 dan 18 banyak
digunakan sebagai kawasan agroforestri
(Emu, 2012).
Kawasan
Hutan Wanagama
I
tumbuh pada ekosistem yang sangat
spesifik yaitu pada kawasan daerah karst.
Menurut MacKinnon (1990), tingkat
keanekaragaman burung pada lahan karst

agak miskin jenis akan tetapi memiliki
jenis yang khas.

et al., 2010) dan Waterbird of Asia
(Bhushan et al., 1993).

Kekayaan jenis burung di suatu

tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi
di beberapa habitat tertentu dan rendah di
habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995).
Krebs (1978) menyebutkan bahwa ada 6
faktor penting yang berkaitan dengan
keanekaragaman jenis suatu komunitas
yaitu
waktu,
keragaman,
ruang,
persaingan, pemangsaan dan kestabilan
lingkungan serta produktifitas.

Cara Kerja

Penelitian ini melaporkan hasil
pengamatan
terhadap
keanekaragaman
jenis burung di berbagai petak pada Hutan

Pendidikan Wanagama I. Asumsi yang
digunakan
adalah
apabila
terdapat
perbedaan tipe pemanfaatan lahan, maka
akan dijumpai pula perbedaan tingkat
keanekaragaman jenis burung.

BAHAN DAN CARA KERJA
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di berbagai
petak pada Hutan Pendidikan Wanagama I,
Gunung Kidul, Yogyakarta. Antara lain
petak 5, 6, 7, 13, 14, 16 dan 18 Pada
tanggal 14 Desember 2013.
Alat Penelitian
Alat
yang
digunakan

selama
penelitian adalah Peta wilayah Wanagama
I, Protractor, tali rafia, Kamera, GPS,
Tabung okuler, Binokuler, Alat tulis, Pita
meter, Jam tangan ( penentu waktu ),
Kompasklinometer,
buku
panduan
pengamatan Burung-Burung di Sumatera,
Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon

Titik
yang
digunakan
untuk
pengamatan burung pada tiap petak
diambil dengan menggunakan metode
Point Count minimal sebanyak 15 titik
pengamatan yang mana titik acuan diambil
secara random melalui GPS. Pengambilan

data vegetasi menggunakan metode Nested
Sampling yang bersudut di pusat titik
pengamatn dengan ukuran 2x2 meter
untuk semai, 5x5 meter untuk sapih, 10x10
meter untuk tiang dan 20x20 meter untuk
pohon. Sedangkan untuk tutupan tajuk dan
bawah diambil melalui Protocol Samlpling
berupa lingkaran dengan radius 11,3 M
dan terdapat 5 titik pengambilan data
penutupan bawah dan tajuk yang
membentang dari titik pusat ke ujung
lingkaran pada setiap 4 arah mata angin.
Dalam pengambilan data tutupan tajuk dan
bawah menggunakan alat bantu berupa
tabung okuler.
Informasi lain mengenai keadaan
dan kondisi petak dan penggunaan lahan
serta
faktor-faktor
yang

menjadi
pertimbangan diambil secara deskriptif
untuk
menjelaskan
gambaran
umum
keadaan petak saat pengambilan data
dilakukan.
Ket:
Point Count
Protocol Sampling
Nested Sampling

Gambar 1. Desain Plot Pengamatan

200

200 m
400


800 m

Gambar 2. Disain Plot Pengambilan Data Pada tiap Petak

Inventarisasi Jenis Burung
Kegiatan
ini
bertujuan
untuk
mencatat jenis burung yang terdapat di
masing-masing plot pada tiap petak.
Kemudian
dihitung
indeks
keanekaragamannya
menggunakan
formula
Shannon-Wiener.
Soegianto
(1994) menyatakan, jika data kelimpahan

jenis diambil secara acak dari suatu
komunitas atau subkomunitas,
maka
penghitungan keanekaragaman jenis yang
tepat adalah dengan menggunakan indeks
keanekaragaman
Shannon
(ShannonWiener).
H' = -∑ (pi. Ln pi)
H' =
Pi =

Ni =
N =

indeks keanekaragaman Shannon,
ni/N, perbandingan antara jumlah
individu
spesies
ke-i dengan
jumlah total individu,
jumlah suatu jenis,
jumlah seluruh jenis yang ada
dalam contoh.

Tingkat keanekaragaman
berdasarkan kriteria Lee
dalam Arisandi (1999),
Tinggi H > 3,0; Tinggi jika

diklasifikasikan
et al., (1978)
yaitu: Sangat
H > 2,0;

Sedang jika 1,6 < H < 2,0; Rendah jika 1,0
< H < 1,5; Sangat rendah jika H < 1,0.

Untuk
mengetahui
derajat
kemerataan jenis pada lokasi penelitian
digunakan indeks kemerataan jenis sebagai
berikut :
H′
E=
lnS
E = Indeks kemerataan jenis.
H’ = Indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener.
S = Jumlah jenis yang ditemukan.

Indeks kesamaan jenis digunakan
untuk mengetahui kesamaan antar lokasi
pengamatan berdasarkan jenis burung yang
ditemukan dengan menggunakan indeks
similaritas komunitas Jaccard.
S𝑗 =

𝑐
S1 +S2 +c

S𝑗 = Indeks Similaritas Jaccard.
C = Jumlah jenis yang ada bersamaan di
kedua lokasi.

S1 = Jumlah jenis yang ada di petak X saja,
tidak ada di petak Y.
S2 = Jumlah jenis yang ada di lokasi Y saja,
tidak ada di lokasi X.
Pengamatan Parameter Fisik Lingkungan

Terdapat batasan-batasan parameter
yang dijadikan obyek pengukuran fisik dan
lingkungan pada penelitian ini. Pada tiap
petak diambil data penutupan tajuk,
bawah, jumlah semai, sapih, tiang, dan
pohon serta parameter pendukung lain
seperti jarak dari sumber air dan
keterangan deskriptif petak.

HASIL
Deskripsi Petak Pengamatan
Petak 5 Terletak di dekat Sungai
Oyo merupakan hutan tanaman jati,
mahoni, cendana dan sebagian di dominasi
oleh gamal. Kondisi tapaknya yang
berbukit-bukit masih banyak manusia yang
beraktivitas disana untuk mencari pakan
yang dijadikan sebagai mata pencaharian
mereka. Petak 6 Konturnya berbukit-bukit,
banyak di isi oleh pohon gamal dan
sebagian lainnya akasia. Masih terdapat
ruang terbuka dan masih banyak tumbuhan
bawahnya.
Namun,
lebih cenderung
banyak lahan yang tertutup.
Petak 7 Terletak berdekatan dengan
petak 6 memiliki karakteristik tapak yang
hampir sama. Dengan kontur yang
berbukit dan di isi oleh pohon gamal,
banyak terdapat secang dan perimbun.
Petak 13 Sebagian besar merupakan hutan
tanaman jati dengan tumbuhan bawahnya
yang cukup banyak dan ada pula
rerumputan (rumput gajah dan alang-alang
mendominasi),
tajuknya
rapat
agak
membulat karena termasuk hutan tanaman
sehingga jarak antar tanaman sama.
Terdapat beberapa lahan yang curam,
namun ada pengelolaan lahan berupa
pembuatan terasering.

Petak 14 Merupakan lahan tanaman
pertanian (kacang), namun masih banyak
terdapat jenis rumput seperti kolonjono,
selain itu juga terdapat tegakan jati,
cemara, dan tegakan gamal. Kondisi
tapaknya masih banyak ruang terbuka,
konturnya datar namun ada beberapa petak
yang konturnya curam selain itu masih
banyak aktivitas manusia yang bekerja
sebagai petani dan memanfaatkan lahan
untuk mencari pakan ternak. Petak 16
dengan kontur yang agak terjal didominasi
oleh secang dan masih banyak rumput.
Terdapat banyak anak sungai namun
aktifitas manusia tidak begitu banyak.
Petak 18 didominasi oleh lahan pertanian,
diantaranya tanaman kacang, padi dll.
Namun, ada pula lahan hutan tanaman
akasia, jati, asem dan turi. Dan terdapat
banyak
lahan terbuka yang hanya
didominasi oleh rerumputan (kolonjono,
rumput teki, alang-alang, rumput gajah)
dengan kontur datar, terdapat banyak anak
sungai dengan kontur berbukit. Masih
banyak aktifitas manusia karena petak 18
termasuk lahan pertanian sehingga menjadi
mata pencaharian bagi masyarakat sekitar,
selain itu juga masyarakat memanfaatkan
lahan tersebut untuk mencari pakan ternak.

Gambar 3. Foto Kondisi Sebagian Petak.

Keanekaragaman Burung
Pada berbagai petak
dijumpai
berbagai jenis burung dan didominasi oleh

beberapa jenis diantaranya. Pada petak 5
dijumpai 10 jenis burung dengan jumlah
individu
sebanyak
36
ekor
yang
didominasi oleh jenis prenjak (Prinia
inornata) sebanyak 14 ekor. Adapun di

petak 6 terdapat 17 jenis dari 45 ekor yang
dijumpai dengan jenis burung cekakak
jawa (Halcyon cyanoventris) mendominasi
sebanyak 9 ekor dan pada petak 7 dijumpai

8 jenis dari 19 ekor dengan dominasi
burung madu sriganti (Cyniris jugularis)
dan cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps)
masing-masing 4 ekor. Pada petak 13
terdapat 54 ekor burung dari 17 jenis yang
didominasi oleh jenis cucak kutilang
(Pycnonotus aurigaster) sebanyak 15 ekor.
Di petak 14 terdapat 51 ekor burung dari
10 jenis yang didominasi oleh jenis serupa

yaitu
cucak
kutilang
(Pycnonotus
aurigaster) sebanyak 20 ekor. Sedangkan
pada petak 16 dijumpai 36 ekor dari 7 jenis
dengan dominasi prenjak (Prinia inornata)
sebanyak 16 ekor dan di petak 18 dijumpai
130 ekor burung dari 15 jenis yang
didominasi
oleh
cucak
kutilang
(Pycnonotus aurigaster).

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Dan Kemerataan Jenis Burung tiap Petak di Wanagama I
Petak

Jml.
Jenis

Jml.
Individu

Indeks Diversitas Burung ( H' )

Indeks Kemerataan Jenis ( E )

5
6
7
13
14
16
18

10
17
8
17
10
7
15

36
45
19
54
51
36
130

1.7580
2.5990
1.9684
2.5002
1.8335
1.5324
2.1775

0.7635
0.9466
0.9466
0.8824
0.7963
0.7875
0.8041

Grafik 1. Ideks Diversitas dan Indeks Kemerataan Jenis Pada Berbagai Petak di Wanagama

3
2,5
2
( H' )

1,5

(E)

1
0,5
0
petak 5

petak 6

petak 7

petak 13

Indeks
keanekaragaman
membuktikan
bahwa kekayaan hayati dalam suatu
kawasan didukung secara penuh oleh

petak 14

petak 16

petak 18

kondisi ekologis di sekelilingnya. Mulai
dari aktivitas makhluk hidup lain yang
hidup berdampingan, keberadaan predator,

ketersediaan pakan, hingga ketersediaan
tempat tinggal yang aman dan nyaman
untuk burung tersebut hingga dapat
berkembang biak. Melalui Grafik 1, jelas
bahwa
keragaman
spesies
burung
merupakan suatu refleksi dari bermacam-

macam habitat dan kondisi iklim yang
mampu mendukungnya (Sajithiran, dkk.,
2004). Demikian pula dengan Indeks
Kemerataan Jenis
yang mencerminkan
kualitas serta kapasitas habitat burung
tersebut.

Tabel 5. Jenis Burung Pada Berbagai Petak di Wanagama I beserta Status Perlindungannya

Famili
Accipitridae
Alcedinidae
Apodidae
Artamidae
Campephagidae
Chloropseidae
Columbidae
Cuculidae

Dicaeidae
Dicruridae
Laniidae
Meropidae
Monarchidae
Nectariniidae
Oriolidae
Phasianidae
Ploceidae
Pycnonotidae
Rallidae
Sylviidae

Nama Species
Ilmiah
Nisaetus chirratus
Spilornis cheela
Halcyon cyanoventris
Todirhamphus chloris
Collocalia Esculenta
Collocalia linchi
Artamus leucorhyncus
Pericrocotus flammeus
Pericrocotus cinnamomeus
Aegithina tiphia
Streptopelia chinensis
Cacomantis merulinus
Cacomantis sepulcralis
Centropus sinensis
Centropus nigrorufus
Dicaeum trochileum
Dicrurus leucophaeus
Lanius schach
Lanius sp
Merops leschenaulti
Hypothymis azurea
Cyniris jugularis
Oriolus chinensis
Gallus gallus
Gallus varius
Lonchura leucogastroides
Lonchura punctulata
Pycnonotus aurigaster
Pycnonotus goiavier
Amaurornis phoenicurus
Orthotomus sepium
Orthotomus ruficeps
Orthotomus sutorius
Orthotomus atrogularis
Prinia inornata
Gerygone sulphurea

*) Sumber Wikipedia dalam IUCN Redlist

Lokal
Elang Brontok
Elang Ular Bido
Cekakak Jawa
Cekakak Sungai
Sriti / Layang-Layang
Walet Linchi
Kekep Babi
Sepah Hutan
Sepah Kecil
Cipoh Kacat
Tekukur
Wiwik Kelabu
Wiwik Uncuing
Bubut Besar
Bubut Jawa
Cabai Jawa
Srigunting Kelabu
Bentet Kelabu
Bentet
Kirik-Kirik Senja
Kehicap Ranting
Madu Sriganti
Kepudang Kuduk-Hitam
Ayam Hutan
Ayam Hutan Hijau
Bondol Jawa
Bondol Peking
Cucak Kutilang
Merbah Cerukcuk
Kreo Padi
Cinenen Jawa
Cinenen Kelabu
Cinenen Pisang
Cinenen Sungai
Prenjak
Remetuk Laut

Status Perlindungan*
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Vulnerable, IUCN 2006
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2012
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2006
Least Concern, IUCN 2006
Least Concern, IUCN 2006
Least Concern, IUCN 2013
Least Concern, IUCN 2009
Least Concern, IUCN 2009

Tabel 6. Indeks Kesamaan Jenis Antar Petak (Jaccard Similarity)

Petak

5
6
7
13
14
16
18

5
1.00000
0.22727
0.38462
0.22727
0.25000
0.13333
0.31579

6
0.22727
1.00000
0.25000
0.25926
0.22727
0.14286
0.33333

7
0.38462
0.25000
1.00000
0.13636
0.38462
0.15385
0.21053

Petak
13
0.22727
0.25926
0.13636
1.00000
0.17391
0.20000
0.33333

14
0.25000
0.22727
0.38462
0.17391
1.00000
0.30769
0.31579

16
0.13333
0.14286
0.15385
0.20000
0.30769
1.00000
0.29412

18
0.31579
0.33333
0.21053
0.33333
0.31579
0.29412
1.00000

Tabel 7. Indeks Ketidaksamaan Jenis Antar Petak (Jaccard Distance)

18
0.68421
0.66667
0.78947
0.66667
0.68421
0.70588
0.00000

Tabel Kesamaan dan Kesenjangan Jenis Burung Tiap Petak
Petak
5
6
7
13
14
16
JsMax 0.38462 0.33333 0.38462 0.33333 0.38462 0.30769
Serupa
7
13, 18
14
18, 6
7
14
Jd Max 0.86667 0.85714 0.86364 0.86364 0.82609 0.86667
Senjang
16
16
13
7
13
5

18
0.33333
13, 6
0.78947
7

Petak

6
0.77273
0.00000
0.75000
0.74074
0.77273
0.85714
0.66667

7
0.61538
0.75000
0.00000
0.86364
0.61538
0.84615
0.78947

Petak
13
0.77273
0.74074
0.86364
0.00000
0.82609
0.80000
0.66667

16
0.86667
0.85714
0.84615
0.80000
0.69231
0.00000
0.70588

5
6
7
13
14
16
18

5
0.00000
0.77273
0.61538
0.77273
0.75000
0.86667
0.68421

PEMBAHASAN
Melalui
pendataan
terhadap
keanekaragaman jenis burung, dapat
diidentifikasi bila kondisi habitat kurang
baik untuk mendukung kehidupan burung
seperti kurangnya sumber pakan dan atau
faktor lain seperti pelindung, luas area dan
iklim,
maka
dapat
mempengaruhi
keberadaan jenis burung itu sendiri
(Hernowo, dkk., 1988).
Hasil
dari
penelitian
ini
menerangkan bahwasannya dari petakpetak
yang
diteliti,
tingkat
keanekaragaman burung tertinggi terdapat

14
0.75000
0.77273
0.61538
0.82609
0.00000
0.69231
0.68421

pada petak 6 dengan indeks diversitas
sebesar 2,59 (tergolong tinggi) kemudian
pada petak 13 dengan indeks diversitas
sebesar 2,50 (tergolong tinggi) serta pada
petak 18 dengan indeks diversitas sebesar
2,17 (tergolong tinggi). Dari ketiga petak
ini pula dapat dilihat kesamaan komposisi
jenis burung yang ada didalamnya yang
hampir sama diantara ketiganya.
Pada
petak-petak
dengan
keanekaragaman
jenis
burung
yang
dikategorikan sedang yaitu petak 7 dengan
indeks sebesar 1,96 kemudian petak 14
dengan indeks 1,83 dan petak 5 dengan

indeks diversitas sebesar 1,75. Sedangkan
petak 16 tergolong pada petak yang
memiliki indeks diversitas yang rendah
degan nilai sebesar 1,53.
Perbedaan
keanekaragaman
dan
kesamaan jenis antar petak tersebut dapat
pula menggambarkan kondisi ekosistem
dan kualitas habitat dari lokasi pada tiaptiap petak tersebut. Burung membutuhkan
habitat yang cocok dan sesuai dengan
kebutuhannya akan pakan, ruang, serta
perlindungan dari segala ancaman predator
maupun alam.
Meskipun
perbedaan
tingkat
keanekaragaman tersebut tidak cukup
signifikan,
akantetapi
hal
tersebut
merupakan salah satu bentuk adaptasi serta
seleksi atas pengaruh serta hubungan
antara burung dan habitatnya.
Dalam penelitian ini mencoba untuk
membatasi
lingkup
variabel
yang
mempengaruhi keanekaragaman burung
tersebut, diantaranya ialah faktor jumlah
pohon, tiang, sapih, serta penutupan tajuk,
dan penutupan bawah.
Penelitian melaporkan bahwa faktor
yang
paling
mempengaruhi
tingkat
keanekaragaman tersebut ialah jumlah
pohon dimana pada petak-petak yang
terdapat banyak pohon dapat dijumpai
beraneka ragam jenis burung didalamnya.
Termasuk petak-petak yang tergolong pada
tingkat keanekaragaman yang tinggi.
Pada
petak
dengan
tingkat
keanekaragaman jenis yang tergolong
rendah yaitu petak 16 yang memiliki
keanekaragaman paling rendah dibanding
ke enam petak lainnya, dapat dilihat
kondisi lingkungan pada petak tersebut
terutama jumlah pohon yang ada di

dalamnya sangatlah sedikit dibandingkan
dengan petak yang lainnya. Pohon pula
dapat mempengaruhi jumlah maupun
ketersediaan pakan serta pelindung bagi
burung-burung tersebut, disamping itu
pohon juga dapat membuat kondisi iklim
maupun suhu yang berbeda pada tiap-tiap
petak di Wanagama.
Selain vegetasi berupa pohon,
dinyatakan bahwasannya faktor tutupan
tajuk pula merupakan faktor kedua yang
berpengaruh
terhadap
tingkat
keanekaragaman jenis burung pada petakpetak di Wanagama I. Pengaruh tersebut
juga dapat dilihat melalui jenis-jenis
burung penyusun yang ada pada berbagai
petak di Wanagama yang sebagian besar
merupakan
jenis-jenis
burung
yang
menyukai tipe habitat pada kawasan
terbuka seperti elang brontok (Nisaetus
chirratus), cekakak sungai (Todirhamphus
chloris),
cekakak
jawa
(Halcyon
cyanoventris),
sriti
/
layang-layang
(Collocalia Esculenta), wiwik uncuing
(Cacomantis sepulcralis), wiwik kelabu
(Cacomantis merulinus), sepah kecil
(Pericrocotus
cinnamomeus),
bentet
(Lanius sp) dan jenis jenis lain yang
dijumpai di hutan pendidikan Wanagama I.
Tentunya,
perubahan
lingkungan
pada petak-petak di Hutan Wanagama I
pula dapat menyebabkan perubahan pada
tingkat keanekaragaman burung serta
jenis-jenis burung penyusun didalamnya.

DISKUSI
Dalam pengolahan data tersebut,
peneliti
mencoba
untuk
membatasi
variabel yang
mempengaruhi tingkat
keanekaragaman
jenis
burung
pada

berbagai petak tersebut agar adanya batas
serta fokus penelitian. Dengan asumsi
faktor tersebut merupakan komponen
utama dalam pengelolaan petak – petak di
hutan Wanagama I. Bentuk pengaturan
vegetasi,
penggunaan
lahan
serta
karakteristik tersebut yang mendasari
penentuan variabel yang dipilih. Hal ini
menyebabkan data yang di olah lebih
sedikit dibandingkan dengan data yang
telah diambil di lapangan. Hal ini
menyebabkan sulitnya dalam pengolahan
data serta harus menggunakan metode
pengolahan yang cocok sehingga didapat
hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi,
P.
1999. Studi Struktur
Komunitas dan Keanekaragaman
Mangrove
Berdasarkan
Tipe
Perubahan Garis Pantai di Pantai
Utara Jawa Timur. Skripsi. Jurursan
Biologi.
Universitas
Airlangga.
Surabaya.
Bushan, B., G. Fry, A. Hibi, T. Mundkur,
D.M., Prawiladilaga, K. Sonobe, dan
S. Usui, 1993. A Field Guide To The
Waterbirds of Asia. Wild Bird
Society of Japan. Jepang.
Emu

IER. 2012. Studi Komunitas
Tumbuhan Dasar Hutan di Kawasan
Hutan Wanagama (petak 5, 6 dan 7),
Gunung
Kidul,
Yogyakarta
[undergraduate thesis]. Yogyakarta :
Universitas Kristen Duta Wacana.

Hernowo, J.B., Wibowo, C., Santoso, N.,
dan
Kusmaryadi,
N.
1988.
Ecological Study of Tinjil Island
With Special Emphasize on Long

Tailed
Macaques,
Birds,
and
Vegetation.
Research
Report.
Departement of Forest Resources
Conservation. Faculty of Forestry.
IPB. Bogor.
Krebs CJ. 1978. The experimental analysis
of distribution and abundance.
Second edition. New York : Harper
& Row Publisher.
MacKinnon, J. 1990. Panduan Lapangan
Burung-Burung di Jawadan Bali
(Terjemahan :Sukianto Lusli dan
Yeni Aryadi Mulyani). Yogyakarta :
GadjahMada University Press.
MacKinnon, J., K. Phillips, dan B. van
Balen, 2010. Burung- burung di
Sumatera.
Jawa.
Bali.
dan
Kalimantan.
LIPIBurung
Indonesia. Bogor.
Miller. 2010. Peran Burung-Burung dalam
Menjaga
Ekosistem
.
www.ehow.com/facts_5452359-rolebirdsmaintaining-ecosystem.html[11
Desember 2013].
Rombang WM, Rudyanto. 1999. Daerah
Penting Bagi Burung Jawa dan Bali.
Bogor : PKA/BirdLife InternationalIndonesia Programme.
Sajithiran, T.M., Jamdhan, S.W., dan
Santiapillani,
C.
2004.
A
Comparative Study of The Diversity
of Birds in Three Reservoirs in
Vavuniya, Srilanka. Srilanka. Tiger
Paper. 31(4): 27–32.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif.
Metode
Analisis
Populasi
Komunitas.
Usaha
Nasional.
Surabaya.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25