Rumah Bolon adalah rumah adat dari suku

Rumah Bolon adalah rumah adat dari suku Batak yang ada di Indonesia.[1] Rumah Bolon
berasal dari daerah Sumatera Utara.[1] Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat
Batak yang tinggal di Sumatera Utara.[1][2] Pada zaman dahulu kala, rumah Bolon adalah
tempat tinggal dari 13 raja yang tinggal di Sumatera Utara.[1] 13 Raja tersebut adalah Raja
Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja
Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja Rahalim, Raja Karel Tanjung,
dan Raja Mogam.[1]Ada beberapa jenis rumah Bolon dalam masyarakat Batak yaitu rumah
Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah
Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola.[1] Setiap rumah mempunyai ciri khasnya masingmasing.[1] Sayangnya, rumah Bolon saat ini jumlah tidak terlalu banyak sehingga beberapa
jenis rumah Bolon bahkan sulit ditemukan.[1]Saat ini, rumah bolon adalah salah satu objek
wisata di Sumatera Utara.[1] Rumah Bolon adalah salah satu budaya Indonesia yang harus
dilestarikan.[1]

Bentuk
Rumah Bolon memilik bentuk persegi empat.[3] Rumah Bolon mempunyai model seperti
rumah panggung.[3] Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah.[3]
Tingginya rumah Bolon menyebabkan penghuni rumah atau tamu yang hendak masuk ke
dalam rumah harus menggunakan tangga.[3] Tangga rumah Bolon terletak di tengah-tengah
badan rumah.[3] Hal ini mengakibatkan jika tamu atau penghuni rumah harus menunduk untuk
berjalan ke tangga.[3] Bagian dalam rumah Bolon adalah sebuah ruang kosong yang besar dan
terbuka tanpa kamar.[3] Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang

penyangga.[3] Tiang-tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari rumah
Bolon.[3] Rumah Bolon memiliki atap yang melengkung pada bagian depan dan belakang.[3]
Rumah Bolon memilik atap yang berbentuk seperti pelana kuda.[4]

Ciri Khas
Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari ijuk atau daun
rumbia.[3] Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas
kamar.[3] Namun, tidak berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam rumah Bolon.[3]
Ruangan terbagi atas tiga bagian yaitu jabu bong atau ruangan belakang di sudut sebelah
kanan, ruangan jabu soding yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu
bong, ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar piring yang
berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan jabu tonga rona ni jabu rona.[3] Ruangan jabu
bong dikhususkan bagi keluarga kepala rumah. Ruangan jabu soding
dikhususkan bagi anak perempuan yang telah bersuami tetapi belum mempunyai istri.[3]
Ruangan jabu suhat dikhususkan bagi anak lelaki tertua yang telah menikah.[3] Ruangan
tampar piring adalah ruangan bagi tamu.[3] ruangan jabu tonga rona ni jabu rona
dikhususkan bagi keluarga besar.[3] Sebagian besar dari rumah Bolon terbuat dari kayu.[5]
Rumah Bolon tidak menggunakan paku.[5] Rumah Bolon hanya menggunakan tali untuk
menyatukan bahan-bahan rumah.[5] Tali ini diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka
rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat.[5] Pada badan rumah Bolon terdapat berbagai

ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak.[5]

Batak merupakan sebuah suku di Sumatera Utara. Suku ini memiliki rumah adat yang
bernama Rumah Bolon. Bila diartikan bolon adalah besar, artinya rumah bolon adalah rumah
besar karena memang ukurannya yang cukup besar. Perancang rumah Bolon ini ialah
arsitektur kuno Simalungun. Rumah adat ini sekaligus menjadi simbol status sosial
masyarakat Batak yang tinggal di Sumatera Utara.
Dulu rumah adat ini ditinggali orang para raja di Sumatera Utara. Ada 13 kerajaan yang
bergantian menempati rumah Bolon, yaitu Tuan Ranjinman, Tuan Nagaraja, Tuan Batiran,
Tuan Bakkaraja, Tuan Baringin, Tuan Bonabatu, Tuan Rajaulan, Tuan Atian, Tuan
Hormabulan, Tuan Raondop, Tuan Rahalim, Tuan Karel Tanjung, dan Tuan Mogang.
Tetapi kini rumah bolon menjadi rumah adat dan menjadi objek wisata di Sumatera Utara.
Meski saat ini masyarakatnya membangun rumah dengan gaya baru, tapi tak meninggalkan
tradisi rumah adat. Terlihat dari bangunan-bangunan baru yang berdiri masih menggunakan
konsep rumah Bolon. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar
dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk
atau daun rumbiah. Rumah adat ini tidak menggunakan paku, tapi diikat kuat dengan tali.
Rumah Bolon memiliki kolong (bagian bawah rumah) yang tingginya sekitar dua meter.
Kolong tersebut biasanya dipergunakan untuk memelihara hewan, seperti babi, ayam, dan
sebagainya. Dahulu, yang sering dipelihara adalah kerbau.Karena cukup tinggi, maka dibantu

dengan tangga dengan jumlah anak tangganya selalu ganjil. Untuk memasuki rumah tersebut
harus menunduk karena pintunya agak pendek dan berukuran kecil, kurang dari satu meter.
Ini menandakan bahwa seseorang harus menghormati tuan rumah dengan cara menunduk saat
memasukinya, sibaba ni aporit, yang artinya menghormati pemilik rumah.
Pintu masuk rumah adat ini, dahulunya memiliki dua macam daun pintu yaitu daun pintu
yang horizontal dan vertikal. Tetapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.
Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar. Meskipun
begitu, bukan berarti tidak ada pembagian ruangan. Dalam rumah adat ini pembagian ruangan
dibatasi oleh adat mereka yang kuat
Pada bagian depan rumah Bolon, tepatnya di atas pintu terdapat gorga, sebuah lukisan
berwarna merah, hitam, dan putih. Biasanya terdapat lukisan hewan seperti cicak, ular
ataupun kerbau.
Dua hewan yang menjadi dekorasi rumah Bolon memiliki makna yang dalam. Pada gorga
yang dilukis gambar hewan cicak bermakna, orang batak mampu bertahan hidup di manapun
meski dia merantau ke tempat yang jauh sekalipun. Hal ini karena orang batak memiliki rasa
persaudaraan yang sangat kuat dan tidak terputus antara sesama sukunya. Sedangkan gambar
kerbau bermakna sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kerbau telah membantu manusia
dalam pekerjaan ladang masyarakat.
Keindahan rumah Bolon masih terus berlanjut. Atap yang menjadi pelindung rumah memiliki
ciri khas yang unik. Dua ujung lancip di depan dan di belakang. Namun ujung pada bagian

belakang lebih panjang agar keturunan dari yang memiliki rumah lebih sukses nantinya.
Adapun suku Batak sendiri terdiri dari enam puak, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak

Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Setiap puak
memiliki rumah adat dengan ciri khas masing-masing. Bahkan penamaannya selalu disertai
dengan puak. Misalnya rumah adat batak toba sering disebut rumah bolon Toba. Begitu pula
dengan lainnya. Tetapi, pada dasarnya adalah sama karena memiliki ornamen dan arsitektur
yang sama.

 Pertama adalah Rumah Bolon Toba. Berdasarkan bentuknya rumah dibagi kedalam 2
bagian, yaitu Rumah Bolon dan Ruma Jabu. Rumah Bolon Toba yang sering
dijumpai biasaya cukup besar, sehingga banyak dimiliki oleh orang yang mampu saja.
Bentuknya persegi panjang dan dapat menampung lima sampai enam
keluarga.Sementara Rumah Jabu merupakah rumah yang sederhana. Hanya mampu
menampung satu keluarga, tidak terdapat hiasan-hiasan maupun ukiran-ukiran dengan
ukuran yang jauh lebih kecil dari Rumah Bolon. Namun dengan ciri-ciri arsitektur
yang sama.
 Kedua adalah rumah adat Simalungun atau Rumah Bolon Simalungun. Memiliki
kemiripan dan kesamaan dengan Rumah Bolon Toba, baik dari segi bentuk, arsitektur,
nama, dan juga ornamen-ornamen hiasannya. Ciri khas utamanya terdapat di bagian

bawah atau kaki bangunan, selalu berupa susunan kayu yang masih bulat-bulat atau
gelondongan. Kayu-kayu tersebut menyilang dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya
adalah bentuk atap di mana pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau
lengkap dengan tanduknya.
 Ketiga adalah Rumah Bolon Karo. Disebut juga sebagai Siwaluh Jabu, panjangnya
bisa mencapai 13 meter dengan lebar mencapai 10 meter. Biasanya ditempati oleh
empat hingga delapan keluarga, jumlah keluarga harus selalu genap. Salah satu
keunikannya yaitu atap rumah dibangun bertingkat-tingkat cukup tinggi dan mampu
bertahan hingga usia ratusan tahun.
 Keempat Rumah Bolon Mandailing, disebut sebagai Bagas Godang sebagai kediaman
para raja. Terletak di sebuah komplek yang sangat luas dan selalu didampingi dengan
Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang
besar yang berjumlah ganjil, sebagaimana juga jumlah anak tangganya.
 Kelima adalah Rumah Bolon Pakpak. Ciri khas Rumah Adat Pakpak terletak pada
bagian atapnya yang melengkung. Mempunyai satu bagian atap kecil dibagian paling
atas. Sayangnya rumah adat ini kini semakin sulit ditemui karena kurang dilestarikan.
Bentuk bangunan yang masih utuh bisa ditemukan di Sidikalang, Dairi, dan Pakpak
Barat.
 Keenam adalah Rumah Bolon Angkola. Dikenal juga sebagai Bagas Godang, yang
saat ini masih banyak bisa.