SYARIAT ISLAM DI ACEH . tugas hk

SYARIAT ISLAM DI ACEH

Nama Dosen :

Di susun oleh :
Chyka Ayulia Adinda

(1633.001.144)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Shalawat dan salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
kita harapkan syafa’atnya di yaumulqiyamah nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “ HUKUM
ISLAM”.Makalah ini berjudul “ SYARIAT ISLAM DI ACEH”, yang membahas tentang
pengertian syari’at islam,Sejarah penerapan syariat islam di Aceh,tugas wilayatul
hisbah,Qanun yang telah di sahkan dan Kritik terhadap penerapan syari’at islam
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,baik dalam hal penulisan maupun
pokok bahasan yang kami jelaskan. Berkaitan dengan hal tersebut kami selaku penulis sangat

mengharapkan saran, agar kedepannya kami bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kami
yang lalu.

Jakarta, 16 November 2017

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN
1.Latar belakang ....................................................................................................1
2.Rumusan masalah...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian dan pelaksanaan syariat islam di Aceh.............................................2
2. Sejarah syariat islam di Aceh............................................................................6
3. Pokok pembahasan dan jinanayat....................................................................12
4. Qanun, ersitensi, dan esensi syariat islam di Aceh...........................................17
5. Pelaksanaan syariat di Aceh ...........................................................................21
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................................24
Daftar pustaka......................................................................................................25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanggroe Aceh Darussalam di kenal dengan sebutan seramoe mekkah (serambi mekkah).
Nafas islam begitu menyatu dalam adat budaya orang Aceh sehingga aktifitas budaya kerap
berazaskan islam. Contoh paling dekat adalah pembuatan rencong sebagai senjata tradisional
di ilhami dari Bismillah. Seni tari-tarian seudati konon katanya berasal dari kata syahadatain,
dua kata untuk meresmikan diri menjadi pemeluk islam.
Saat syariat islam secara kaffah dideklarasikan pada tahun 2001, pro dan kontra terus
bermunculan sampai sekarang. Keterlibatan pemerintah dituding ada unsur politik untuk
memblokir bantuan Negara non muslim terhadap kekuatan GAM ( gerakan Aceh merdeka ).
Nada-nada sinis kerap terdengar seperti “ pue payah awak jawa jak peu islam tanyoe, ka dari
jameun uroe jeh tanyoe ka islam” (kenapa harus pemerintah pusat / jawa yang mengislamkan
orang Aceh, sedari zaman dulu Aceh adalah islam).

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dan pelaksanaan syariat islam di Aceh ?

2. Bagaimana sejarah syariat islam di Aceh ?
3. Apa saja pokok pembahasan dan jinayat ?
4. apa iyu qanun, eristensi, dan esansi syariat islam di Aceh ?
5. Bagaimana hubungan syariat dan adat Aceh ?
6. Bagaimana isu-isu salam pelaksanaan syariat islam di Aceh ?

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN DAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. PENGERTIAN SYARIAT ISLAM
Secara etimologis,syariat islam terdiri dari dua kata, syariat artinya hukum agamadan islam
artinya agama yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci alquran, yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT.
Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang berpedoman pada kitab
suci al-qur’an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber dan berdasarkan kitab suci al-qur’an,
pandangan normative dari syariat islam harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah
yang tercantum dalam al-qur’an. Al-qur’an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala
pemahaman tentang syari’at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah, syar’iyah dan
akhlak. Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber pada tauhid,
sebagai inti akhidahyang kemudian melahirkan syar’iyah, sebagai jalan berupa ibadah dan

muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada
makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh, dalam

arti teknis,

syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan social, hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya.
Akhlak adalah peringai atau tingkah laku yang berkenaan dengan sikap manusia, terbagi
atas akhlak terhadap Allah SWT dan terhadap sesama makhluk. Akhlak terhadap sesama
makhluk terbagi atas akhlakterhadap manusia, yakni diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,
serta akhlakterhadap makhluk bukan manusia yang ada di sekitar lingkungan hidup, yakni
tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, serta udara.
Menurut M. Daud Ali, Syariat adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam arti teknis,
syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya. Syariat islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang
berakal, sehat, dan telah menginjak


usia baligh atau dewasa. (dimana sudah

mengerti/memahami segala masalah yang dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa bagi anak
laki-laki, yaitu apabila telah bermimpi bersetubuh dengan lawan jenisnya, sedangkan bagi
anak wanita adalah jika sudah mengalami datang bulan (menstruasi).

Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan mematuhi peraturan ini diterangkan dalam
firman Allah SWT. "kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat
(peraturan) dari agama itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan
orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
A. SYARIAT ISLAM DAN QANUN
Syari’at Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan.Pelaksanaan
Syari’at Islam diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun
2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam(Dinas Syari’at Islam,2009: 257). Adapun aspekaspek pelaksanaan Syari’at Islam adalah seperti terdapatdalam Perda Daerah Istimewa Aceh
nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam. Bab IV Pasal 5 ayat 2, yaitu:
Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, Pendidikan dandakwah Islamiyah/amar makruf anhi
munkar, Baitulmal, kemasyarakatan, Syiar Islam, Pembelaan Islam, Qadha, Jinayat,
Munakahat, dan Mawaris.
Dasar hukum dan pengakuan Pemerintah untuk pelaksanaan Syari’at Islam di
Aceh,didasarkan atas UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan

Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pelaksanaan
Syari’at Islamdi Aceh telah diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam,
pasal 31 disebutkan:
1. Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan Pelaksanaan undang-unang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.Peraturan pelaksanaan untuk penyelenggaraan otonomi khusus
yang berkaitandengan kewenangan pemerintah pusat akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
B.

TUJUAN SYARI’AT ISLAM
Tujuan Allah SWT merumuskan hukum islam adalah untuk kemaslahatanumat manusia,

baik didunia maupun di akhirat. Tujuan dimaksud hendak dicapai melalui taklif.

Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum islam, kemudian tujuan

itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya seseorang dari diperbudak oleh hawa
nafsunya, menjadi hamba Allah dalam arti tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang
menunjukkan pernyataan bahwa tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat
manusia yaitu surat al-anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Untuk mewujudkan kemaslahatan
ada lima hal pokok yang harus diwujudkan dan dipelihara, yaitu agama, nyawa,
akal,keturunan, dan harta.
Lima masalah pokok ini wajib dipelihara oleh setiap manusia. Untuk itu, didatangkan
hukum islam berupa perintah, larangan, dan keijinan yang harus dipatuhi oleh setiap mukallaf
Masing-masing lima pokok tersebut dalam mewujudkan dan memeliharanya dikategorikan
kepada beberapa klasifikasi menurut tingkat prioritas kebutuhan, yaitu kebutuhan daruriyat,
kebutuhan hajiyat, dan kebutuhan tahsiniat. Ketiganya harus terwujud dan terpelihara.
Memelihara kebutuhan daruriyat dimaksudkan perwujudan dan perlindungan terhadap lima
pokok yang telah diuraikan dalam batas jangan sampai terancam eksistensinya. Memelihara
kebutuhan hajiyat dimaksudkan perwujudan dan perlindungan terhadap hal-hal yang
diperlukan dalam kelestarian lima pokok tersebut, tetapi di bawah kadar batas kepentingan
daruriyat. Tidak terpeliharanya kebutuhan ini, tidak akan membawa terancamnya eksistensi
lima pokok tersebut, tetapi membawa kepada kesempitan dan kepicikan, baik dalam usaha
mewujudkan maupun dalam pelaksanaannya; sedangkan kepicikan dan kesempitan itu di
dalam ajaran Islam perlu disingkirkan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mewujudkan dan melestarikan tiga kategori kebutuhan
tersebut, Allah SWT menurunkan hukum-Nya. Melaksanakan taklif hukum-Nya itu, maka
kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia mukallaf akan terwujud dan terpelihara, yang
merupakan kebahagiaan bagi umat manusia atau yang biasa disebut keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia

C.

PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM di ACEH
Dalam perjalanan Syariat Islam di Aceh, jika dibandingkan dengan daerah lain di

Indonesia, maka Aceh memiliki keunikan karena masyarakatnya mampu menyerap budaya

dan menyesuaikan diri. Dalam konsiderans UU no. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh menempatkan ulama pada peran yang
terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Contohnya, para ulama
di Aceh mendapatkan tempat yang istimewa dalam hal memberikan pandangan-pandangan,
saran-saran, dan masukan-masukan untuk menetapkan suatu kebijakan. Hal tersebut tidak
didapatkan para ulama di daerah lain. Contoh lain, para ulama Aceh sejak abad ke-17 telah
dapat menerima dan bahkan mendorong kehadiran perempuan dalam ranah kegiatan publik,

seperti menjadi anggota Dewan PerwakilanRakyat, hakim pada mahkamah, panglima perang,
sampai menjadi kepala negara (Sultan), yang di banyak tempat dianggap sebagai tidak sejalan
dengan ajaran Islam.
Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah seperti yang
telah disebutkan di atas dalam penyesuaiannya sudah relatif sangat lentur dengan budaya
lokal dan dapat menjadi tempat untuk pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah. Senada
dengan hal tersebut, Daud Rasyid mengatakan bahwa Aceh seharusnya menjadi pilot project
bagi perjuangan Syariat.
Menurut Rusdi Ali Muhammad dalam pidato pengukuhan Guru Besar Rektor UIN ArRaniry Banda Aceh bahwa kurangnya pemahaman terhadap Al-Qur’an akan membawa
kepada pola penalaran yang tidak memiliki semangat universalitas, fleksibilitas, kering akan
nuansa sosiologis dan bahkan akan menyulitkan penerapan Syariat Islam dalam kehidupan
manusia. Padahal hakekat keberadaan Syariat Islam adalah membawa kemaslahatan bagi
manusia baik di dunia maupun di akhirat.

SEJARAH SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. SEJARAH PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH.

1. Masa kerajaan Aceh.

Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan iskandar muda (1607-1636). Salah

satu usaha beliau adalah meneruskan perjuangan sultan sebelumnya untuk melawan
kekuasaan portugis yang sangat membenci islam. Dia juga mendorong penyebaran agama
islam keluar kerajaan Aceh, seperti malaka dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria Ahmad,
1973:20-22).
Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum yang di atur oleh ulama.
Pengadilan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur jalan roda hokum tanpa
meminta persetujuan pihak atasan, peranan Qadhi malikul Adil (hakim agung kesultanan) di
pusat kerajaan Aceh memiliki kewenangan seperti Mahkamah Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan perkara di daerah tersebut. Jika
ingin mengajukan banding diteruskan pada Qadli Maliku Adil. Kedua Qadhi ini diangkat dari
kalangan ulama yang cakap dan berwibawa.
Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga banyak ulama dating ke Aceh.
Pada masa itu hidup ulama seperti Hamzah fansuri, Syamsuddin As-samathrani dan syekh
Ibrahim as-syami. Pada masa iskandar thani (1636-1641) dating Nuruddin arraniri. Pada
tahun 1603, bukhari al jauhari mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah buku
yang membahas tata Negara yang berpedoman pada syariat islam ( zakaria ahmad, 1973: 22).
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mit’at-uttullah karangan syekh abdurra’uf
disusun pada masa pemerintahan sultanah safiattuddin syah ( 1641-1675 ), dan buku safinatulhukkamyi takhlish khashham karangan syekh jalaluddin at-tarussani disusun masa
pemerintahan sultan alaiddin johansyah (1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan
hakim dalam menyelesaikan perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh kerajaan

Aceh sendiri dan di seluruh rantau takluknya. Kedua buku ini bersumber pada buku-buku
fiqih bermazhab syafi’i.
Hukum berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan kerabat raja.
Dari cerita mulut ke mulut iskandar muda menjatuhkan hukuman rajam kepada anak
kandungnya sendiri karena terbukti berzina dengan salah seorang isteri bangsawan di
lingkungan istana. Raja ling eke XIV masa sultan ala’uddin ri’ayatsyah-al qahhar (15371571) di jatuhi hukuman oleh qadli malikul adil untuk membayar 100 ekor kerbau kepada
keluarga adik tirinya yang dia bunuh dengan sengaja ( al yasa’ abu bakar, 2006:389-390)

Masa Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di terapkan syariat islam,buktinya
adalah:
1.

Datangnya ulama-ulama besar, berarti kebutuhan dan penghargaan terhadap ulama
masa itu sangat besar.

2.

Di bentuknya peradilan islam yang di atur oleh ulama tanpa campur tangan penguasa,
ada keleluasaan untuk menjalankan hukum syariah.

3. Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat. Masalah yang tidak
selesai di tingkat daerah (qadhi ulee baling) diteruskan ke mahkamah yang lebih
tinggi (qadhi malikul adil).
4. Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya berzina adanya, berarti hukum
rajam bagi pelaku zina sudah diberlakukan pada saat itu.
2.

Masa awal kemerdekaan Indonesia dan orde baru

Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno pada 17 agustus 1945, aceh belum
menjadi bagian dari NKRI. Kesediaan bergabung dalam wilayah RI karena adanya janji
soekarno yang ingin memberikan kebebasan untuk mengurus diri sendiri termasuk
pelaksanaan syariat islam. Janji itu terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh
mencari dukungan moril dan materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda.
Kebebasan melaksakan syariat merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan
bantuan. Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh berhasil terkumpul dana
sebanyak 500.000 dolar AS. Untuk membiayai ABRI 250.000 dolar,50.000 dolar untuk
perkantoran pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya pengembalian pemerintahan RI dari
Yogya ke Jakarta. Bangsa Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membelia oblogasi
pemerintahan dan dua pesawat terbang, selawah agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan malah provinsi Aceh di satukan
dengan provinsi sumatera utara tahun 1951. Hak mengurus wilayah sendiri dicabut. Rumah
rakyat,dayah,menasah yang hancur porak-porandaakibat peperangan melawam Belanda
dibiarkan begitu saja. Dari sinilah daud beureueh menggulirkan ide pembentukan Negara
islam Indonesia( DII ), april 1953 dia bergerilya ke hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia
menyerah karena di janjikan akan di buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah Era
Muslim “untold history”. ] 30 September 2009 jam 22:35)

Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk menjalankan proses keagamaan, peradatan dan
pendidikan namun pelaksanaan syariat islam masih sebatas yang di izinkan pemerintah pusat.
Hal itu tertuang dalam keputusan penguasa perang (panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda,
colonel M.Jasin) no KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan unsure-unsur
syariat agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
1. terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat agama islam bagi
pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, dengan mengindahkan peraturan perundangan
Negara.
2. penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di serahkan sepenuhnya kepada
pemerintah Daerah Istimewa Aceh. (al yasa Abu Bakar, 2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan peraturan daerah nomor 1 tahun 1966
tentang pedoman dasar majelis permusyawaratan ulama. Fungsi majelis ini adalah sebagai
lembaga pemersatu umat, sebagai penasehat pemerintah daerah dalam bidang keagamaan dan
sebagai lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman kepada umat islam dalam hidup
keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur rambu-rambu
pelaksanaan stariat islam di Aceh ditempuh dengan membuat panitia khusus yang terdiri dari
cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini disahkan DPRD menjadi peraturan
daerah nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh.
Ketika peraturan daerah ini di ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun
di tolak dan secara halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA
tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang tentang pokok pemerintahan didaerah
yang antara lain menyatakan bahwa sebutan Daerah Istimewa Aceh hanyalah sekedar nama,
peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang berlaku di tingkat gampong dig anti
dengan undang-undang no:5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa ( alyasa abu bakar,
2006:31-39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama maupun orde
baru. Syariat islam Cuma senjata politik untuk memuluskan rencana penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji keleluasaan penerapan syriat islam untuk
mencari dukungan dari pemimpin Aceh, Abu Beureueh dan berhasil. Saat janji yang tak

pernah di tepati itu ditagih melalui perlawanan bersenjata, kembali jurus syariat islam yang di
pergunakan dan sekali lagi berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan
syariat namun sebatas yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda. Syariat
islam Cuma sekedar usaha penguatan kedudukan di mata masyarakat yang sudah hilang
kesabaran menanti janji pemerintah. Setelah kepercayaan masyarakat tumbuh malah syariat
islam yang di laksnakan turun-temurun tingkat desa malah di hapuskan dan di ganti dengan
peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.
3. Syariat islam era otonomi khusus (sekarang).
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh akrab dengan kata-kata “ penerapan
syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa di artikan usaha untuk memberlakukan islam
sebagai dasar hukum dalam tiap tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam pelaksanaan syariat
islam di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan syariat, merumuskan kurikulum
yang islami, dan masalah-maslah lain yang berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44 tahun 1999
dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam didefinisikan
sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18 disebutkan bahwa
mahkamah syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di tuangkan ke dalam qanun
terlebih dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah Aceh untuk
melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di antaranya yaitu:
Alasan agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk dapat menjadi
muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
1. Alasan psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa yang
mereka jalani dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan sejalan
dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
2. Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengasn
kesadaran hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di
tengah masyarakat. Alasan ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah
pada kegiatan ekonomi, serta kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong,

baik untuk kegiatan ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan
lebih solid.
B. LEMBAGA YANG TERKAIT PENERAPAN SYARIAT ISLAM.
a. Dinas syariat islam.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
c. Wilayatul hisbah (WH)
C. SISTEM PENYUSUNAN HUKUM SYARIAT ISLAM DI NAD
Syariat islam yang akan menjadi hukum materil dituliskan dalam bentuk qanun terlebih
dahulu, untuk mencegah kesimpangsiuran. Penerapan hukum jika hakim mengambil
langsung dari buku-buku fikih dan berijtihad sendiri dari al-quran dan sunnah rasul.
Sebelum terbentuknya qanun terlebih dahulu di buat rancangan oleh sebuah team untuk
disosialisasikan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Setelah itu
dilakukan konsultasi antara DPRD dengan MPU.
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD.
Ketentuan dlam hukum cambuk antara lain:
1. Terhukum dalam kondisi sehat
2. Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
3. Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
4. Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
5. Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
6. Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas pertimbangan
medis, atau terhukum melarikan diri.
7. Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau setelah
terhukum menyerahkan diri atau tertangkap.

POKOK PEMBAHASAN DAN JINAYAT

A. POKOK – POKOK PEMBAHASAN SYARIAT ISLAM
Syariat Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. Pelaksanaan
syariat Islam diatur dalam peraturan Daerah Istimewa Aceh tahun 2000 tentang pelaksanaan
syariat islam (Dinas syariat islam 2009: 257). Adapun aspek-aspek pelaksanaan syariat islam
adalah seperti terdapat dalam perda Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000 tentang
pelaksanaan Syariat Islam. Bab IV pasal 5 ayat 2, yaitu: aqidah, ibadah, muamalah, akhlak,
pendidikan dan dakwah islamiyah/amar makruf nahi mungkar, baitul mal, kemasyarakatan
syiar islam, pembelaan islam, Qadha,jinayah, munakahat, dan mawaris Pengertian pokokpokok syariat Islam tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Aqidah adalah aqidah ahlussunah wal jamaah berdasarkan Alquran dan Hadis yang
menjadi keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi landasan
segala bentuk aktifitas, sikap, pandangan, dan pegangan hidupnya.
Setiap orang berkewajiban untuk menjaga dan memelihara aqidah dari pengaruh paham atau
aliran sesat .setiap orang juga di larang untuk menyebarkan paham atau aliran sesat,barang
siapa yang menyebarkan suatu paham atau aliran sesat maka akan dihukum dengan ta’zir
berupa hukuman penjara paling lama 2 tahun atau hukuman cambuk di depan umum paling
anyak 12 kali.
2. Ibadah adalah perendahan diri kepada Allah yang dilandasi rasa cinta dan
pengagungan dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi
larangan-laranganNya sebagaimana yang dituntun dalam syariatNya.
Salah satunya ialah ibadah salat jum’at.setiap orang, instansi pemerintah, badan usaha, dan
atau institusi masyarakat wajib menghentikan kegiatan yang dapat menghalangi/mengganggu
oramg Islam melaksanakan salat jum’at.setiap orang wajib melaksanakan ibadah salat jum’at
selama tidak ada uzur syar’i. Apabila ada yang melanggar ketentuan ini maka akan dihukum
dengan hukuman ta’zir berupa hukuman penjara maksimal 6 bulan atau hukuman cambuk di
depan umum paling banyak 3 kali.
3. Muamalah adalah ketentuan hukum tentang kebendaan dan hak-hak atas benda, tata
hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
transaksi (ijab qabul), perserikatan dan segala jenis usaha perekonomian.

4. Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan
tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
5. Munakahat adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dalam
ikatan suami istri.
6. Mawaris adalah ketentuan tentang pembagian harta pusaka, orang yang berhak
menerima waris serta jumlahnya.
7. Syi'ar Islam adalah semua kegiatan yang mengandung nilai-nilai ibadah untuk
menyemarakkan dan mengagungkan pelaksanaan ajaran Islam.
Salah satu cara penyelenggaraan syi’ar Islam ialah dengan adanya peraturan wajib berbusana
muslim. setiap orang Islam wajib berbusana Islami, pimpinan instansi pemerintah, lembaga
pendidikan, badan usaha dan atau institusi masyarkat wajib membudayakan busana Islami di
langkungannya.barang siapa tidak berbusana yang Islami maka akan dipidna dengan
hukuman ta’zir setelah melalui proses peringatan dan pembinaan oleh wilayatul hisbah.
1. Akhlak adalah prilaku dan tata pergaulan hidup sehari- hari umat muslim yang
menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatanperbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan atau
direncanakan sebelumnya.
2. Tarbiyah (pendidikan) adalah sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai syariat
Islam untuk membentuk kepribadian muslim yang shalih dan mushlih.
3. Dakwah islamiyah adalah semua kegiatan yang mengajak orang lain untuk berbuat
kepada kebaikan dan melarang berbuat kejahatan atau amar ma'ruf nahi mungkar.
B.

Jinayat
Secara teoritis, jinayat atau hukum pidana Islam didefinisikan sebagai hukum syara’ yang

berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang yang lazimnya disebut dengan jarimah
atau tindak pidana dan ancaman hukumannya(uqubah). Uqubah adalah pembalasan yang
ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat karena adanya pelanggaran atas ketentuanketentuan syara’.dalam hukum pidana Islam dikenal tiga macam ketentuan pidana yaitu
hudud, qishash/diyat, dan ta’zir.

1.

Hudud
Hudud atau alhudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti batas, rintangan,

halangan dan pagar. Dalam Al-qur’an, hudud sering kali diartikan sebagai hukum atau
ketetapan Allah SWT. Dalam ilmu fiqh, hudud atau hadd ialah hukuman atas perbuatan
pidana tertentu(jarimah hudud) yang jenis dan bentuk hukumannya telah ditentukan syar’i
yang termasuk ke dalam hudud adalah sebagai berikut :
1. Zina ,adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan diluar akad
nikah. hukuman bagi pezina ghairu muhsan ialah dicambuk seratus kali
2. Qadhaf ,adalah tuduhan berzina terhadap seseorang tanpa menghadirkan saksi yang
memenuhi syarat. Hukuman bagi penuduh zina ini aalah didera delapan puluh kali.
3. Pencurian (sariqa), seseorang yang secara sengaja diam-diam mencuri harta orang
lain . si pencuri dikenakan had potong tangan.
4. Perampokan(qat’ul al thariq), merupakan suatu perbuatan yang sangat di benci dalam
Islam karena dapat merusak keamanan masyarakat. Pemberontakan(al-bughyi), suatu
perbuatan yang berusaha untuk menghancurkan negara islam dan imamnya yang adil
dengan tujuan menjadikan negara tersebut sebagai negara kafir.orang-orang atau
kelompok yang melakukan pemberontakan tersebut disebut denganbughat.
5. Al riddah atau murtad,berarti keluar dari agama Islam . hukumannya tidak disebutkan
secara jelas.
6. Minum khamar(syurb),merupakan salah satu kesalahan jinayah dalam Islam
hukumannya biasanya ialah disebat dengan tali atau di cambuk.
2. Qishash
Qishash merupakan suatu ketentuan Allah yang berkenaan dengan pembunuhan sengaja
dimana pelakunya dikenakan hukuman mati.akan tetapi keluarga si korban dapat menurunkan
hukuman mati menjadi hukuman denda atau diyat.diyat ialah denda yang harus di bayarkan
oleh seseorang dikarenakan telah melakukan pembunuhan, jumhur ulama sepakat bahwa
jumlah diyat yang harus dibayarkan kepada keluarga terbunuh ialah 100 ekor unta.
qisash/diyat, meliputi : pembunuhan dan penganiayaan.
3. Ta’zir
Hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syariat selain hudud
dan qishash/diyat.ta’zir adalah perbuatan pidana yang jenis dan hukumannya tidak ditentukan

lebih dahulu dalam nash. Seperti: maisir (perjudian), penipuan, pemalsuan,
khalwat(mesum),dan meniggalkan salat fardhu dan puasa Ramadhan.
1. Maisir atau perjudian, Pada tanggal 15 juli 2003,Gubernur provinsi NAD
mengesahkan qanun provinsi nomor 13 tentang maisir dengan persetujuan DPRD
Provinsi NAD . khasus pertama yang sampai ke pengadilan terjadi di Aceh Tenggara ,
di ajukan ke mahkamah syariah Kutacane serta diputuskan tanggal 19 Januari dengan
putusan nomor:01/JN.S/2005/MSY-KC.
2. Khalwat/mesum, adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan
jenis atau lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan muhrim pada tempat tertentu yantg
sepi yang memungkinkan terjadinya perbuatan maksiat di bidang seksual atau yang
berpeluang pada terjadinya perbuatan perzinaan .
C.

Petunjuk Pelaksanaan Uqubat Cambuk
Pelaksanaan uqubat cambuk dilakukan dengan semena-mena, akan tetapi ada cara-cara

tertentu yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Diantaranya
adalah :
1. Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat terbuka yang dapat disaksikan oleh banyak
orang
2. Pencambukan dilakukan pada bagian punggung(bahu sampai pinggul) terhukum
3. Sebelum pelaksanaan pencambukan terhukum diperiksa kesehatannya terlebih dahulu
4. Apabila kondisi kesehatan terhukum menurut hasil pemeriksaan dokter tidak dapat
menjalani uqubat cambuk, maka pelqksanaan pencambukan ditunda sampai yang
bersangkutan donyatakan sehat untuk menjalani uqubat cambuk.
5. Cambuk dilakukan oleh seorang pencambuk dengan memakai penutup wajah yang
terbuat dari kain
6. Pada saat pencambukan,terhukum mengenakan pakaian tipis yang menutup aurat
yang telah disedikan
Posisi terhukum pada saat pencambukan dalam kondisi berdiri bagi laki-laki dan posisi duduk
bagi perempuan
Pencambukan akan dihentikan, apabila:Terhukum terluka akibat pencambukan
1. Diperintahkan oleh Dokter yang bertugas berdasarkan pertimbangan medis

2. Terhukum melarikan diri dari tempat pencambukan sebelum hukuman cambuk
selesai dilaksanakan.
QANUN, EKSITENSI DAN ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
A.

DEFINISI QANUN

Kata Qanun berasal dari bahasa Arab yang berarti Undang-Undang. Qanun dapat juga
bermakna kumpulan materi hukum yang tersusun secara sistematis dalam suatu lembaga
yang dikenal dengan Undang-Undang. Jadi, Qanun adalah hukum materil yang menghimpun
ketentuan-ketentuan pidana.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksana
undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam penyelenggaraan
otonomi kuhus (pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001). Dari pengertian
tersebut, dapat dipahami bahwa isi muatan Qanun hanya mengatur ketentuan-ketentuan yang
bersifat delegasi suatu Undang-undang dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus. Dengan
kata lain, Qanun hanya dapat mengatur atas dasar pendelegasian suatu ketentuan undangundang dalam penyelenggaraan otonomi khusus.
B. QANUN SYARIAT ISLAM DI ACEH
Lima Qanun yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat islam di Aceh. Yaitu :
1. PERDA No. 5 tahun 2000 Peraturan tersebut masih disebut sebagai PERDA, seperti
di provinsi lainnya, sebelum kemudian disebut sebagai Qanun semenjak UU otonomi
khusus disahkan pada tahun 2001.
PERDA tersebut menyebutkan bahwa seluruh elemen pelaksanaan syariat islam akan
dilaksanakan termasuk didalamnya hal-hal yang berhuungan dengan aqidah, ibadah,
mua’amalah, akhlak, pembelaan islam, qadha, pendidikan, masalah perdata dan pidana, dan
perayaan hari besar islam, pendidikan dan dakwah, dan baitulmal. Peraturan tersebut juga
menyiapkan/mengatur sebuah lembaga pengawas pelaksanaan syariat islam di masyarakat,
yang kemudian disebut dengan Wilayatul Hisbah (WH).
2. Qanun yang kedua berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat islam adalah
qanun No. 10 tahun 2002 tentang pembentukan makahma syar’iyah yang
kewenangannya tidak hanya sebatas permasalahan keluarga dan perwarisan.

Kewenangan lebih luas yang diberikan ke sistem pengadilan yang baru di Indonesia
ini adalah kewenangan terhadap kriminal (jinayah).
Hukum jinayah tersebut di bagi ke dalam 3 kategori, yaitu :
a. Hudud, yaitu yang mengatur permasalahan zina, pemerkosaan dan kejahatn lainnya
yang disebutkan dalam al-quran seperti mencuri, minum-minumn barakohol, murtad,
dan pemberontakan.
b. Qishas dan Diyat, yaitu yang mencakup kejahatan pembunuhan dan pemukulan
dimana pelaku di hukum dengan cara yang sama, pembunuh akan dibunuh atau
pelaku pemukulan dihukum dengan pukulan atau denagn memberikan kompensasi
setelah pelaku dimaafkan oleh sepupu atau saudara korban.
c. Ta’zir. Yaitu yang mencakup perjudian, penipuan, pemalsuan dokumeen, hubungan
yang tidak sah, tidak melakukan puasa di bulan ramadhan, dan shalat jum’at.
3. Qanun yang ketiga adalah No. 11 tahun 20026 tentang pelaksanaan syariat islam
dalam bidang aqidah, ibadah, dan penerapan simbo-simbol islam.
4. Qanun keempat yang mengatur langsung pelaksanaan syariat islam adalah qanun No.
12 tahun 2003 tentang khamar. yang melarang semua jenis minuman yang dapat
mengganggu kesehatan, kesadaran, dan pikiran.
5. Qanun kelima adalah qanun No. 7 tahun 2004 tentang manajemen zakat.
Qanun tersebut memberikan mandate pembentukan baitul mal, yang diatur untuk dapat
menerima/menyimpan denda dari para pelanggar syariat Islam.
D.

EKSITENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
Eksistensi Syariat Islam di Aceh dikarenakan dalam sejarahnya yang cukup panjang,

masyarakat Aceh telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi
bagian dari kehidupan mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Masyarakat
Aceh amat tunduk dan taat kepada ajaran Islam serta memperhatikan fatwa ulama karena
ulamalah yang menjadi ahli waris Nabi. Penghayatan terhadap ajaran Islam kemudian
melahirkan budaya Aceh
yang tercermin dalam kehidupan adat. Adat tersebut lahir dari renungan para ulama,
kemudian dipraktekkan, dikembangkan, dan dilestarikan dalam kehidupan masyarakat (hidup
dan berkembang dalam kehidupan masyarakat), yang kemudian diakumulasikan lalu
disimpulkan menjadi “Adat bak Poteumourehom, Hukom bak Syiah Kuala Qanun bak Putro

Phang, Reusam bak Laksamana”, yang artinya “Hukum adat di tangan pemerintah dan
hukum syariat ada di tangan ulama”.Ungkapan ini merupakan pencerminan dari perwujudan
Syariat Islam dalam praktek hidup sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Kemudian Aceh
dikenal sebagai Serambih Mekkah karena dari wilayah paling barat inilah, kaum muslimin
dari wilayah lain di Nusantara berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun
Islam yang kelima. Untuk itu, maka perlu dibentuknya suatu dinas yang bertugas
melaksanakan penyelenggaraan Syariat Islam dalam suatu susunan organisasi dan tata kerja
Dinas Syariat Islam.
E.

ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH

Syariat Islam bukanlah hal baru, karena sejatinya masyarakat Aceh telah menerapkan syariat
Islam sejak Islam pertama sekali masuk dan berkembang di Aceh. Syariat Islam sudah
diterapkan sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan. Dalam penerapannya Ulama merupakan
ujung tombak pelaksanaan hukum tanpa harus meminta persetujuan dari penguasa..
Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi ajaran agama Islam, teguh dalam aqidah dan taat
menjalankan Syariat Islam. Penerapan Syariat Islam tersebut berlandaskan pada hukum AlQur’an dan Hadist yang telah mengatur segala aspek dari hal-hal yang telah diwajibkan dan
dilarang Allah SWT. seperti kewajiban dalam aspek beribadah, beraqidah, berakhlaktulkarimah, membela Islam jika terdapat individu atau sekelompok individu melecehkan agama
Islam. Adapun larangannya seperti berzina, berjudi, membunuh, minum-minuman keras,
mencuri, yang bagi pelanggarnya mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya atau di
denda seperti hukuman rajam bagi pelaku zina dan denda dengan membayar diyat oleh
pelaku pembunuhan.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga independen yang bertugas
memberikan masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum syariat, dan polisi wilayatul
hisbah yang bertugas mensosialisasikan qanun, menangkap pelanggar qanun serta
menghukum pelaku yang melanggar syariat.

PELAKSANAAN SYARIAT ISLA DI ACEH
A.

PILAR PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM
Untuk mempercepat pelaksanaan syariat Islam Prof.Dr.Al-yasa Abu Bakar,M.A sebagai

kepala dinas Syariat Islam pertama bersama Kabag Litbang dan program Dinas Syariat Islam
yaitu Drs.M.Saleh Suhaidi (Alm) membuat program Lima sasaran utama pelaksanaan syariat
islam di Aceh.Lima Pilar Pelaksanaan Syariat Islam adalah :
a. MenghidupkanMeunasah
b. Pemberdayaan Zakat
c. Lingkungan Kantor danSekolah yang Islami
d. PengawasanPelaksanaanSyariat Islam, dan
e. PerluasanKewenanganMahkamahSyar’iyah
1.

Menghidupkan meunasah

Dalam kehidupan masyarakat Aceh, sebagai salah satu landasan pilar budaya,terdapat satu
lembaga yang di namakan dengan meunasah,sebagai simbol masyarakat Aceh. pada setiap
kampung atau lingkungan yang berdekatan senantiasa dijumpai uatu bangunan meunasah
yang bentuknya sama dengan rumah kediaman biasa. Namun tanpa dilengkapi dengan
jendela,lorong,atau sekatan-sekatan. Bentuk dan kondisi meunasah semacam itu pada kurun
sekarang ini mungkin sudah sedikit dan kondisi sudah jauh berbeda mengikuti arus kemajuan
zaman.
2.

Pemberdayaan zakat
Wujud dari

pemberdayaan zakat adalah terbentuknya Baitul mal pada tingkat

Kampung,Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sumber zakat pada tingkat kampung di fokuskan
pada hasil pertanian kampung dan usaha-usaha pada tingkat kampung, sedang sumber zakat
Baitul mal Kabupaten adalah dari hasil perdagangan dan usaha pada tingkat Kabupaten/Kota.
Dan untuk sumber zakat Baitul mal Provinsi adalah dari perusahaan yang bergerak pada
level provinsi.
3. Lingkungan kantor dan sekolah yang islami
Semenjak adanya program ini setiap kantor atau sekolah sudah memiliki tempat shalat
zuhur berjamaah. Program yang berhubungan dengan kantor dan sekolah ini, termasuk pada

kewajiban memakai pakaian islami. Sehingga dikatakan dalam qanun : setiap kepala kantor
atau pemimpin bertanggung jawab terhadap pakaian yang di gunakan pegawainya. Demikian
juga halnya dengan sekolah, setiap orang yang terlibat dalam proses belajar mengajar
berkewajiban memakai pakaian islami,mungkin juga bisa kita katakan bahwa adanya ‘’
kantin kejujuran’’ pada saat ini sekolah-sekolah adalah dalam rangka menciptakan sekolah
yang islami.
Implementasi beberapa qanun yang telah ditetapkan mengarah pada perubahan di nyatakan
secara tertulis atau tidak tertulis di antaranya yaitu :

4.

a.

Budaya Shalat Berjamaah

b.

Budaya berpakaian islami

c.

Budaya menggalakkan syari’at islam

d.

Budaya baca doa dan surat-surat pendek

e.

Budaya shalat sunat khusuf dan kusuf

f.

Budayashalat sunah istisqa’

g.

Budaya shalat sunah tasbih

h.

Budaya sujud syukur dan sujud tilawah (sujud sajadah)

i.

Budaya salam dan berjabat tangan

j.

Budaya libur sekolah

Pengawasan pelaksanaan syariat islam
Di bentuknya lembaga Wilayatul Hisbah (WH) yang berfungsi untuk mensosialisasikan

dan mengawasi pelaksanaan syariat islam. Pada awalnya lembaga ini berada di bawah Dinas
Syariat Islam,tetapi sejak lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh
Wilayatul Hisbah bergabung dengan lembaga Satpol PP,kedua lembaga yang sekarang sudah
bergabung menjadi satu dan mempunyai kewenangan yang berbeda.
Wilayatul Hisbah (WH) berwenang mengawasi pelaksanaan qanun-qanun Syariat Islam,
Satpol PP berwenang mengawasi perda atau qanun non Syariat
5.

Kewenangan Mahkamah Syar’iyah
Berlakunya syariat islam di Aceh di tandai dengan perubahan nama Peradilan Agama

menjadi Mahkamah Syar’iyah. Perubahan nama itu turut memperluas kewenangannya,yang
selama ini hanya berhubungan dengan pelaksanaan hukum keluarga tetapi sekarang menjadi

lebih luas dengan cakupan hukum jinayah dan juga mu’amalah. Dalam tatanan hukum di
Indonesia perubahan ini sangat luar biasa karena perubahannya berkaitan dengan perluasan
kewenangan mahkamah syar’iyah,berarti membatasi kewenangan Pengadilan Negeri.
B. Fungsi pilar pelaksanaan syari’at islam di Aceh
1. Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia di dalam mengatur diri dan masyarakat
2. Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang tidak baik yang terdapat dalam
diri manusia.
3. Alat mendidik manusia menjadi suci lahir bathin.sayriat turun menuntun dan
membimbing manusia untuk membersihkan diri agar ia mampu membaca arti sebuah
kehidupan. Karena itulah,kebahagiaan abadi hanya dapat di gapai oleh manusia yang
bersih.

BAB III
KESIMPULAN
Syariat islam merupakan peraturan yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an dan
hadish bagi umat islam tidak hanya segi ibadah namun juga bidang sosial, ekonomi, budaya
agar tercipta kehidupan teratur, aman sentosa dunia dan akhirat.
Syariat islam sudah di terapkan sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan. Ulama merupakan
ujung tombak pelaksanaan hukum tanpa harus meminta persetujuan dari penguasa.
Pengadialn di bentuk di tingkat daerah dan di teruskan ke pusat jika terdakwa mengajukan
banding. Beberapa hukum yang di laksanakan di antaranya rajam bagi pelaku zina dan denda
dengan membayar diyat oleh pelaku pembunuhan sengaja.
Masa orde lama dan orde baru tidak ada pelaksanaan syariat resmi dari pemerintah. Syariat
dilaksanakan sendiri oleh masyarakat di tingkat gampong. Pemerintah memahami betul sikap
orang Aceh yang menjunjung tinggi syariat islam sehingga digunakan sebagai senjata politik
untuk menarik simpati rakyat dan berhasil.
Setelah Aceh diberikan status otonomi khusus tahun 2001, pemerintah mencanangkan
syariat islam secara kaffah khusus wilayah Aceh. Syariat islam secara kaffah di artikan
pelaksanaan hukum syariah secara sempurna oleh pemrintah daerah. Beberapa lembaga yang
di bentuk untuk menjalankannya yaitu, dinas syariat islam yang mempunyai tanggung jawab
utama pelaksanaan hukum syariah, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga
independen yang bertugas memberikan masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum
syariat, dan polisi wilayatul hisbah yang bertugas mensosialisasikan qanun, menangkap
pelanggar qanun serta menghukum pelaku yang selanggar syariat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,zakaria.1973.sejarah Indonesia jilid II.Medan: monora.
Abu Bakar. Al yasa’.2004. bunga rampai pelaksanaan syariat islam (pendukung Qanun
pelaksanaan syariat islam). Dinas syariat islam : Banda Aceh.
Abu Bakar. Al yasa’.2006. syariat islam di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam-paradigma,
kebijakan dan kegiatan. Dinas syariat islam: Banda aceh.
Musa, Muhammad yusuf.1988.islam: suatu kajian komprehensif. Jakarta: rajawali press.
Nurhafni dan maryam.2006. pro dan kontra penerapan syariat islam di NAd. SUWA IV
(3):59-66