Aku akan jadikan dunia ini damai dari mu

Aku akan jadikan dunia ini damai dari mulai keluarga, selanjutnya rakyat. Menjaga adikku
dengan sepenuh hati agar dia tidak manja dan selalu baik. Menyayangi kedua orangtua
dan keluarga. Baik kepada siapapun. Membantu selagi mampu. Berusaha selagi kuat.
Melindungi adikku dari tangan-tangan setan. Itu yang harus aku lakukan, untuk membuat
aku hatiku nyaman.
Orangtuaku sibuk, pulang pergi ke luar kota. Rumahku berada di daerah yang jauh dari
kota, dulu kami memilih tinggal di sini karena Ibuku senang dengan suasana pedesaan.
Selera Ibuku hilang saat tempat Ibu bekerja dengan rumah letaknya sangat berjauhan.
Ibuku seorang sekertaris di sebuah perusahaan.
Ayahku manager di sebuah pabrik. Dan adikku berusia lima tahun, pikirannya masih
kosong dan perlu perhatian dari orangtua. Aku sisiwa kelas 8 bersekolah di Briand Junior
High School, sekolah yang letaknya sangat jauh dari rumahku.
Nama ku Dinda dan adikku bernama Tasya. Selagi orangtuaku bekerja dan aku sekolah,
adikku diasuh oleh tetangga.
Jam 4 pagi aku bangun tidur, ke luar kamar untuk membangunkan adik. Saat ku buka
pintu kamar adikku, ternyata adikku sudah bangun. Lalu aku ke dapur dan melihat Ibu
sedang memasak makanan untuk makan pagi.
“bu, Ayah ke mana?” tanyaku.
“Ayah

masih


tidur,

Ibu

minta

tolong

untuk

bangunkan

Ayah

ya!”

seru

Ibu.


“iya bu” jawabku.
Aku pun berjalan ke kamar Ayah, membuka pintu dan melihat Ayah yang sedang
melamun di samping kasur.
“Ayah? Jangan melamun. Ayah memikirkan apa?” tanyaku.
“Ayah berpikir untuk pindah, mencari rumah baru di kota agar mudah jika pergi ke kantor
dan Sekolahmu” jawab Ayah.
“iya benar yah. Jika ingin sesuatu mudah, di kota itu dekat jika ingin ke toko-toko”
ucapku.
“Ayah akan pulang agak malam karena akan mencari rumah yang kita inginkan, Ayah
sudah berbincan-bincang semalam dengan Ibu” ucap Ayah.
“iya yah” jawabku.
Jam menunjukan pukul 04.15 aku pun segera mandi, ganti baju dan makan pagi. Saat
selesai makan pagi bersama, Ayah, Ibu dan aku pergi berangkat jam 05.30, karena
sekolah dan kantor Ayah, Ibuku letaknya jauh dari rumah.

Sesudah sampai di Sekolah, aku langsung menuju kelas dan menyimpan tas. Tak lama
bel masuk pun berbunyi. Kami hanya belajar selama tiga jam, karena guru-guru akan
mengadakan rapat. Tak sabar untuk sampai ke rumah menemani adikku.
Jalanan kota yang macet membuat perjalananku menuju rumah bertambah lama. Setelah

menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya sampai juga di rumah.
“adik! Kakak pulang” teriakku dari luar rumah, adikku langsung berlari menghampiriku.
“Kakak mengapa kau pulang cepat?” tanya adikku.
“kau tak perlu tahu, yang penting Kakak bisa menemanimu” ucapku.
Aku pergi ke Ruang Utama untuk menghilangkan rasa lelahku.
“Tasya, kamu tahu tidak? Kata Ayah, perkiraan, besok kita pindah rumah. Kamu senang
tidak?” tanyaku. “iya kak aku senang, berarti Kakak pulang lebih cepat dan bisa
menemaniku” jawab Tasya.
“iya Tasya” ucapku. Aku pun menyalakan laptop hanya untuk menghIbur diri saja dan
adikku sIbuk bermain game.
Hari menjelang malam, Ayah dan Ibu pun pulang.
“Ayah,
“sudah,

apakah
besok

sudah
kita


menemukan

bisa

pindah,

rumah
apakah

untuk
besok

kita
kau

pindah?”
lIbur?”

tanyaku.


tanya

Ayah.

“iya yah, jadi besok sabtu, kita merapikan barang-barang di rumah baru” ucapku dengan
wajah yang senang.
Keesokan harinya kami merapikan barang-barang dan dimasukan ke truk pengangkut
barang. Kami pun segera berangkat ke Rumah baru. Saat sudah sampai aku melihat
rumah itu, besar, indah, halamannya besar dan sejuk karena di samping rumah ini
terdapat pohon besar yang rindang.
Kami pun masuk dan aku beranggapan rumah ini seperti istana karena rumah ini luas
dan juga indah. Ayah pun menunjukan kamarku, walau tak jauh beda dengan kamarku
sebelumnya, aku merasa sudah nyaman.
Sesudah barang-barang dimasukan ke dalam rumah dan sudah dirapikan, aku berjalanjalan mengelilingi rumah baruku bersama adikku, hanya ada satu ruangan yang tidak
dapat kami masuki karena terkunci dan Ayah pun tak diberi kunci ruangan itu oleh
pemiliknya.

Makan malam pertama di rumah baru kami, sangat menyenangkan. Suasana perumahan
kota pun tampak begitu jelas di suasana siang mau pun malam hari. Aku ingin terus
tetap tinggal di rumah ini, walau pesona alam kalah indahnya dengan rumah kami saat

di pedesaan, tak apa asalkan bisa membuat kebersamaan yang erat. Sesudah makan
malam kami melihat hIburan malam di televisi dan selanjutnya tidur.
Pukul 03.30 aku terbangun karena aku ingin buang air, saat aku berjalan, aku merasakan
sesuatu yang aneh, perasaanku mulai memberikan pertanyaan. Ada apa? mengapa? Dari
dapur terdengar suara seperti ada yang mengambil piring dan sendok. Saat aku melihat
ke dapur, perkiraan aku itu adalah Ibu, tetapi tak ada orang di dapur.
Aku pun masuk ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sesudah buang air aku kembali ke
kamar tidur ku. Saat berjalan aku melewati ruangan yang terkunci itu, aku mendengar
suara piano yang merdu, terus mendengarkannya dan pada akhirnya terdengar suara
wanita sedang menangis.
Aku pun lari menuju kamar orangtuaku dan membangunkan mereka.
“Ibu!

Ayah!

bangun!”

ucapku

dengan


memegang

badan

mereka.

“aduh Dinda ada apa?” tanya Ibu.
“itu bu ada orang yang menangis di ruangan yang terkunci, di ujung” ucapku dengan
panik.
“ah masa ada orang sih, kan kamar itu dikunci, lagi pula Ayah tidak memegang
kuncinya” ucap Ayah.
Aku berusaha meyakinkan mereka dan ternyata mereka mengikutiku, setelah sampai di
sana kami tidak mendengar suara tangisan dan suara melodi piano. Orangtuaku tak
percaya dan mereka menganggap aku hanya bergurau.
Matahari mulai tampak di ujung timur. Hari sudah siang. Hari ini hari minggu, aku dan
Tasya hanya berdiam diri di rumah, sedangkan orangtua kami, ada urusan ke luar kota.
Merekapun pergi, hanya ada aku dan adikku.
Aku duduk di depan meja komputer, menyalaakan komputer dan bebuka jejaring sosial
facebook. Sedangkan adikku sedang serius bermain game. Saat sedang membuka

facebook ternyata listriknya padam, yang membuat aku aneh adalah game yang dipakai
adikku

ternyata

ikut

padam

dan

listrik

ku sedangkan ruangan yang lain tidak padam.

yang

mati

hanyalah


kamar

Tak lama arus listrik pun mengalir kembali. Tiba-tiba ada yang membunyikan bel pintu,
saat aku dan adikku melihat ke luar rumah, ternyata tidak ada orang. Aku tak
melepaskan genggaman tanganku dari tangan adikku karena perasaanku sangat buruk,
aku tak mau adikku celaka.
Tiba-tiba hujan besar turun disertai dengan petir yang kencang.
“Kakak aku takut” ucap adikku.
“tidak Tasya, kamu berani, kamu kuat, sebentar lagi Ibu pulang” ucapku agar
menenangkan adikku.
Sekilas aku melihat sosok wanita yang berjalan dari ruang utama menuju ruang tamu
saat kulihat, ternyata tidak ada siapa-siapa. Entah mengapa tiba-tiba adikku menangis,
aku coba menenangkanya, tetapi tetap saja dia menangis.
Sekilas aku mendengar suara air mengalir, saat aku mencari dari mana sumber air
mengalir itu, tetap saja tak kutemui. Saat aku dan adikku melewati ruangan yang
terkunci, aku dan adikku mendengar suara piano dan tangisan wanita, tangisan wanita
itu membuat ku terharu, ingin membuka pintu dan takut.
Keadaan mulai membaik, adikku sudah tidak menangis lagi. Kami pun memutuskan
untuk berdiam di kamar Ibu dan Ayah. Saat kami sedang menenangkan diri tiba-tiba

sosok wanita berbaju putih menampakan dirinya di jendela kamar. Kami pun merasa
takut.
Aku memutuskan untuk pergi ke kantor tempat Ibu bekerja. Aku dan adikku
menggunakan sepeda untuk sampai ke sana, aku tak tahu Ibu menyimpan jas hujan di
mana, terpaksa kami tak memakai jas hujan untuk sampai ke sana.
Saat aku sedang mengemudikan sepeda, seperti ada yang mengikutiku dari belakang.
Suasana yang sepi membuatku takut. Adikku memegang pundakku.
“ada apa Tasya?” tanya ku.
“Kakak lihat itu adikku menunjuk ke arah kanan jalan, saat ku lihat, itu adalah wanita
yang menampakan dirinya di luar jendela.
Aku yang mengemudikan sepeda dengan tenang, menjadi sangat cepat. Aku dan adikku
berteduh di pos keamanan, lelah, lemas dan basah, bembuatku berhenti untuk
melanjutkan perjalanan.
“Kakak aku kedinginan” ucap adikku. Badannya menggigil.

“iya dek Kakak juga kedinginan” jawabku.
Saat ku lihat dari kejauhan, aku melihat wanita sedang berjalan menggunakan payung
dan menghampiri kami.
“aduh, kalian kebasahan, ayo ikut Ibu, ke rumah Ibu” ucap Ibu itu.
“iya bu, terima kasih” jawabku.

Di rumahnya kami diberi baju hangat minuman hangat dan air panas untuk kaki kami.
“kalian adik Kakak?” tanya Ibu itu.
“iya benar bu” jawabku.
“mengapa kalian hujan-hujanan begini?” tanya Ibu itu.
“kami akan ke kantor tempat Ibu bekerja” jawabku.
“di mana rumah kalian?” tanya Ibu itu.
“di jalan melati II, nomor 333″ jawabku.
Saat Ibu itu mendengar alamat rumahku dia terlihat terkejut sekali.
“dahulu saat Ibu masih kecil, Ibu tinggal di seberang rumah itu. Di sana ditempati oleh
wanita remaja yang cantik, dia senang dan juga pandai bermain piano, entah mengapa
dia sering menangis saat bermain piano. Saat sedang bermain piano, dia dirampok lalu di
bunuh. Warga menemukan mayatnya sudah tidak bernyawa di ruang belakang dekat
dapur, yang dipakai untuk bermain dan menyimpan piano. Sejak itu ruangan tempat ia
dibunuh, dikunci dan kuncinya dikubur bersama dengan mayatnya. Rumah itu dijual oleh
kerabatnya, lalu turun-temurun dijual dan akhirnya sampai pada keluarga mu” Cerita
singkat dari Ibu itu.
“saat semalam aku mendengar suara piano dan tangisan dari ruang itu” ucapku.
“Ibu minta nomor ponsel Ibumu,

untuk menjemputmu di

sini!”

seru Ibu

itu.

“ya bu, 08xxxxxx” jawabku.
Saat pukul 17.15 Ibu menjemputku. Aku menceritakan apa yang aku dan adikku alami di
rumah itu kepada orangtuaku. Ibu percaya dengan apa yang sudah aku alami.
Pada hari senin kami pindah kembali ke rumah yang lebih aman, nyaman, walau pun tak
sebagus rumah kami yang kemarin kami tempati. Akhirnya aku dan keluarga hidup
seperti biasa kembali, di tempat tinggal baru. Rumah itu tidak dilihat dari keindahannya
tetapi dari kebersamaannya.