KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DALAM RANGKA ME

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK
DALAM RANGKA MENCIPTAKAN LCGC
Devri Radistya
Kelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro
email: devri.app@gmail.com
Abstrak –Kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung iklim usaha dan investasi, antara lain melalui salah
satunya adalah pengimplementasian fasilitas PPnBM untuk mobil murah dan ramah lingkungan (low cost
green car/LCGC) melalui PP No. 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa
Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang menjadi pro dan kontra.
Keuntungan dan kerugian menyertai kebijakan yang diterapkan tahun lalu ini, pertimbangan mendalam yang
telah dilakukan pemerintah apakah telah tepat atau belum dalam mempertimbangkan efek kebijakan tersebut
dan langkah seperti apa yang akan diambil pemerintah untuk meminimalkan kerugian dari kebijakan tersebut.
Kata Kunci: pemerintah, APBN, Low Cost and Green Car, PPN BM, insentif pajak
1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebijakan fiskal sebagai salah satu pilar
penting dalam pengelolaan ekonomi makro
mempunyai peran strategis dalam menentukan arah

kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Arah
kebijakan fiskal dalam APBN 2014 ditetapkan
sebagai berikut: “Memperkuat Pertumbuhan
Ekonomi Yang Inklusif, Berkualitas dan
Berkelanjutan melalui Pelaksanaan Kebijakan
Fiskal yang Sehat dan Efektif”, hal ini sesuai
dengan tema pembangunan nasional. Oleh karena
itu, strategi yang ditempuh dalam perumusan
kebijakan fiskal diarahkan untuk tetap memberikan
ruang bagi ditempuhnya kebijakan stimulus fiskal
secara terukur guna mendorong upaya akselerasi
pertumbuhan ekonomi sekaligus perbaikan
pemerataan hasil pembangunan nasional dengan
tetap menjaga kesinambungan fiskal. Sehubungan
dengan itu, langkah-langkah yang akan ditempuh
adalah (1) memberikan insentif fiskal untuk
kegiatan ekonomi strategis; (2) mendorong
pembangunan infrastruktur; (3) meningkatkan
kinerja BUMN dalam mendukung pembangunan
infrastruktur, pemberdayaan koperasi, usaha mikro,

kecil, dan menengah (KUMKM); serta (4)
memanfaatkan utang untuk belanja produktif.
Secara umum, kebijakan fiskal tahun 2014 masih
bersifat ekspansif dalam rangka menjaga
momentum
pertumbuhan
dengan
tetap
mengendalikan defisit dalam batas aman.
Kebijakan tersebut diwujudkan melalui (1)
kebijakan pendapatan negara; (2) kebijakan belanja
negara; dan (3) kebijakan defisit dan pembiayaan
anggaran. Pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat
dan berkesinambungan diharapkan dapat menjaga
sentimen positif para pelaku pasar dan mendorong

peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara
sehingga memberikan dampak multiplier yang
positif bagi perekonomian nasional. Kebijakan
pendapatan negara tahun 2014 akan diarahkan

untuk mengoptimalkan penerimaan dari bidang
perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak
(PNBP). Di bidang perpajakan, kebijakan dan
langkah penting yang akan ditempuh dalam tahun
2014, antara lain (1) penggalian berbasis sektor
dengan fokus utama pada pertambangan,
perkebunan, properti, dan perdagangan; (2)
penyempurnaan sistem administrasi perpajakan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak; dan
(3) penyempurnaan peraturan perpajakan untuk
lebih memberi kepastian hukum serta perlakuan
yang adil dan wajar. Sementara itu, kebijakan di
bidang kepabeanan dan cukai antara lain (1)
mengantisipasi pemberian konsesi tarif bea masuk
nol persen terhadap impor bahan baku terkait
kebijakan FTA; (2) ekstensifikasi barang kena
cukai; dan (3) penyesuaian tarif cukai rokok.
Selanjutnya, pokok-pokok kebijakan PNBP di
tahun 2014 antara lain (1) optimalisasi produksi
pada

lapangan
existing
dan
percepatan
pengembangan lapangan baru; dan (2) optimalisasi
terhadap pay out ratio dividen BUMN dengan tetap
mempertimbangkan kondisi keuangan masingmasing BUMN.
Pendapatan negara merupakan komponen yang
sangat penting dan strategis dalam struktur APBN
mengingat peranannya sebagai sumber dari
kapasitas fiskal Pemerintah, menekan defisit
anggaran, dan pembiayaan belanja negara. Sesuai
dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, pendapatan negara terdiri atas
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan
pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Dalam
struktur APBN, pendapatan negara terdiri atas

pendapatan dalam negeri, yang terdiri atas
penerimaan perpajakan dan PNBP, serta

penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan meliputi
pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan
pajak perdagangan internasional yang hingga saat
ini merupakan sumber utama kapasitas fiskal
Pemerintah. Selain itu, kebijakan perpajakan juga
berperan penting dalam pengelolaan ekonomi
nasional. Pendapatan pajak dalam negeri berupa
pendapatan pajak penghasilan (PPh), pendapatan
pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM),
pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB),
pendapatan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB), pendapatan cukai, dan
pendapatan pajak lainnya. Total anggaran
penerimaan dalam APBN 2014 sejumlah Rp1.667,1
triliun dan diantaranya sebesar Rp1.110,2 triliun
dari penerimaan perpajakan. Dari total anggaran
sebesar itu, APBN 2014 setidaknya memiliki dua
peran penting dalam peningkatan kesejahteraan
rakyat. Pertama, dampak yang signifikan terhadap

peningkatan permintaan agregat yang merupakan
faktor penting pertumbuhan ekonomi dan
pengaruhnya terhadap alokasi serta efisiensi
sumberdaya perekonomian. Kedua, tersedianya
dana untuk melaksanakan tiga fungsi ekonomi
Pemerintah yang tidak dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta secara optimal, yaitu fungsi alokasi,
fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Komitmen Pemerintah untuk lebih mendorong
kegiatan investasi tercermin pada arah kebijakan
untuk lebih meningkatkan kualitas belanja
Pemerintah. Kebijakan penyesuaian harga BBM
bersubsidi yang dilakukan pada tahun 2013
memberikan ruang untuk peningkatan belanja
modal dan infrastruktur. Peningkatan porsi belanja
modal tersebut diharapkan akan memberikan daya
dukung yang lebih baik bagi program-program
kerja
pembangunan,
yakni

pembangunan
infrastruktur.
Pembangunan
infrastruktur
diharapkan menjadi pemicu dan penarik kegiatan
dan aktivitas ekonomi lainnya oleh pihak swasta,
sehingga pada akhirnya kegiatan investasi
produktif dapat meningkat secara signifikan dan
memberi dampak positif bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2014, arah
kebijakan pembangunan investasi yang ditempuh
Pemerintah adalah pada penyebaran wilayah
investasi yang lebih berimbang dengan mendorong
berkembangnya potensi investasi daerah guna
mengurangi kesenjangan antarwilayah. Arah
kebijakan tersebut akan ditempuh melalui beberapa
strategi seperti meningkatkan pembangunan
infrastruktur di daerah, meningkatkan dukungan
ketersediaan sumber daya listrik yang memadai
bagi aktivitas produksi dan ekonomi, memfasilitasi

investasi daerah dan kemudahan berusaha di

daerah, memperbaiki akses terhadap kredit, serta
mendorong kemitraan investor asing dengan UKM
lokal. Selain dengan arah kebijakan investasi
tersebut, guna mendukung peningkatan investasi
2014, Pemerintah akan melakukan langkah-langkah
sebagai
berikut
salah
satunya
adalah
penyempurnaan kebijakan insentif perpajakan
untuk mendukung iklim usaha dan investasi, antara
lain melalui: Kinerja Ekonomi Makro Nota
Keuangan dan RAPBN 2014
a. Evaluasi bidang usaha tertentu dan
daerah tertentu yang menjadi prioritas
pembangunan skala nasional yang
mendapatkan fasilitas PPh dalam rangka

penanaman modal berupa investment
allowance;
b. Penyusunan kebijakan insentif fiskal
untuk mendukung pengembangan industri
intermediate dan substitusi impor;
c. Penyusunan kebijakan fiskal untuk
mendukung penghiliran pertambangan
melalui kebijakan disinsentif fiskal bea
keluar untuk ekspor barang tambang
mentah, dan insentif fiskal untuk
penanaman modal bagi industri hilir
pertambangan;
d. Fasilitas PPnBM sebagai implementasi
mobil murah dan ramah lingkungan (low
cost green car/LCGC) melalui PP No. 41
Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak
yang
Tergolong
Mewah
Berupa

Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Program Low Cost Green Car (LCGC) atau
Mobil Harga Terjangkau dan Ramah Lingkungan
adalah salah satu bagian dari program Low Carbon
Emission Program (LCEP) dan didukung oleh
pemerintah. Tujuan dari pemerintah atas program
yang sudah didilindungi keberadaannya oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2013 ini,
yang paling banyak diungkapkan adalah program
LCGC ditujukan sebagai program percontohan bagi
industri otomotif di masa depan. Pemerintah telah
menerbitkan PP Nomor 41/2013 tentang Barang
Kena Pajak Tergolong Mewah pada Mei 2013.
Pasal 3 ayat 1(c) PP tersebut menyatakan untuk
mobil hemat energi dan harga terjangkau, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena
Pajak sebesar 0 persen dari harga jual. Pajak 0
persen tersebut untuk motor bahan bakar cetus api
dengan kapasitas silinder 1.200 cc dan konsumsi

bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per
liter atau bahan bakar setaranya. PP No.41/2013
telah dilengkapi dengan Permen Perindustrian No.
33/M-IND/2013 tentang Pengembangan Produksi
Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi
dan Harga Terjangkau pada 1 Juli 2013. Kebijakan
mobil murah yang diterbitkan pemerintah ini,

menjadi perdebatan dalam masyarakat. Banyak pro
dan kontra dengan kebijakan tersebut, sebab
bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah
untuk mengurangi jumlah mobil yang beredar
untuk mengurangi kemacetan yang di Jakarta.

pajak. Insentif pajak sendiri dapat diaplikasikan
dalam setiap jenis pajak tergantung dari kebijakan
pemerintah yang berwenang tergantung dari apa
yang ingin dicapai pemerintah dari pemberian
insentif pajak tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian
dari kebijakan insentif perpajakan atas LCGC
dalam APBN 2014 ini terhadap perekonomian
Indonesia. Keuntungan dan kerugian ini akan
dilihat dari berbagai faktor terutama biaya-biaya
yang ditimbulkan dari kebijakan ini, hal apa yang
dapat diambil kebijakan ini, serta beberapa
rekomendasi alternatif kebijakan yang mungkin
dapat dilakukan pemerintah.

2.2.2 PPN BM
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000, yang dimaksud dengan
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah adalah:
a. bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu; atau c. pada umumnya barang tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
atau d. barang tersebut dikonsumsi untuk
menunjukkan status; atau e. apabila dikonsumsi
dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat,
serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti
minuman beralkohol. Tarif PPN BM terkait dengan
kendaraan bermotor terdapat bermacam tarif sesuai
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984, namun apabila dikaitkan
dengan LCGC maka ada 2 tarif yang terkait yakni
PPnBM 30% untuk sedan dan dari 10% untuk
MPV 4 X 2.

2. LANDASAN TEORI
2.1 Metode penelitian
Kajian mengenai pengadaan lahan dilakukan
dengan metode kepustakaan dan internet.
2.2 Landasan hukum dan teori
Landasan hukum yang digunakan adalah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2014, PP Nomor 41 Tahun 2013 Tentang
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa
Kendaraan Bermotor yang dikenai pajak penjualan
atas barang mewah, dan Peraturan Menteri
Perindustrian No.33/M-IND/PER/7/2013 tentang
Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor
Roda Empat Yang Hemat Energi Dan Harga
Terjangkau.
2.2.1 Insentif Perpajakan
De Leon dalam bukunya The Fundamentals of
Taxations (1993), menyatakan bahwa tujuan utama
sistem perpajakan dari sisi pemerintah adalah
penyediaan
dana
untuk
meningkatkan
kesejahteraan umum dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Kemiskinan salah satunya
disebabkan oleh pengangguran dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak cukup dalam penyediaan
lapangan kerja sehingga dapat menyebabkan
terganggunya kesejahteraan umum. Kelangkaan
penanaman modal atau investasi umumnya
dianggap sebagai salah satu penyebab lemahnya
pertumbuhan ekonomi sehingga tidak mampu
menyerap pengangguran. Kelompok Keynesian
menyatakan untuk mengatasi pengangguran faktorfaktor produksi tersebut adalah termasuk
pemberian insentif kepada para investor melalui
sistem perpajakan berupa pajak langsung dan/atau
pajak tidak langsung. Insentif pajak menimbulkan
distorsi karena keputusan untuk melakukan
investasi adalah tergantung dari adanya insentif

2.2.3 Low Cost Green Car
LCGC adalah mobil dengan ketentuan dengan
motor bakar cetus api kapasitas isi silinder 9801200 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak
(BBM) paling sedikit 20 km/liter atau bahan bakar
lain yang setara, dan untuk motor bakar nyala
kompresi (diesel) kapasitas isi silinder sampai
dengan 1500 cc dengan konsumsi BBM paling
sedikit 20 km/liter atau bahan bakar lain yang
setara. Ketentuan jenis BBM, juga harus memenuhi
spesifikasi minimal Research Octane Number
(RON) 92 untuk motor bakar cetus api dan Cetane
Number (CN) 51 untuk diesel, ketentuan
penggunaan tambahan merek, model, dan logo
yang mencerminkan Indonesia, serta mengatur
besaran harga jual mobil LCGC paling tinggi Rp 95
juta berdasarkan lokasi kantor pusat Agen
Pemegang Merek.
2.2.4 Subsidi BBM
Menurut Milton H. Spencer dan Orley M.
Amos, Jr. dalam bukunya Contemporary
Economics, edisi ke-8 halaman 464 sebagaimana
dikutip oleh Rudi Handoko dan Pandu Patriadi
menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang
dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau
rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang

membuat mereka dapat memproduksi atau
mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang
lebih besar atau pada harga yang lebih murah.
Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk
mengurangi harga atau menambah keluaran
(output).
Menurut Nota Keuangan dan APBN 2014,
subsidi merupakan alokasi anggaran yang
disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual barang dan jasa, yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian
rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau
masyarakat. Dengan demikian, subsidi merupakan
upaya pemerintah melalui penyaluran anggaran
kepada produsen barang dan jasa dalam rangka
pelayanan publik sehingga masyarakat dapat
memenuhi hajat hidupnya dengan harga beli yang
lebih terjangkau atas barang dan jasa publik yang
disubsidi tersebut. Jadi bisa disimpulkan bahwa
subsidi adalah bantuan pemerintah dalam bentuk
bantuan keuangan yang dibayarkan kepada
produsen dan konsumen suatu bisnis atau sektor
ekonomi atas barang/jasa tertentu. Subsidi yang
diberikan pemerintah salah satunya dalam bidang
energi yaitu BBM.
3.

PEMBAHASAN

3.1. Permasalahan Umum
Kebijakan
pemerintah
dalam
rangka
peningkatan investasi pada tahun 2014 yang
terdapat dalam Nota Keuangan tahun 2014 adalah
dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur
di daerah, meningkatkan dukungan ketersediaan
sumber daya listrik yang memadai bagi aktivitas
produksi dan ekonomi, memfasilitasi investasi
daerah dan kemudahan berusaha di daerah,
memperbaiki akses terhadap kredit, serta
mendorong kemitraan investor asing dengan UKM
lokal, selain itu dilakukan pula penyempurnaan
kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung
iklim usaha dan investasi, antara lain melalui salah
satunya yang menjadi pro dan kontra adalah
pengimplementasian fasilitas PPnBM sebagai
implementasi mobil murah dan ramah lingkungan
(low cost green car/LCGC) melalui PP No. 41
Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor
yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Low cost green car/LCGC sebagai mobil yang
ditujukan sebagai mobil dengan biaya murah dan
ramah lingkungan menjadi salah satu sorotan
masyarakat pada beberapa tahun terakhir ini,
pendapat pro dan kontra keluar dari berbagai
kalangan masyarakat. Kementerian Perindustrian
sebagai regulator di bidang perindustrian sering
membahas betapa pentingnya LCGC ini dari
berbagai faktor dan juga menekankan pentingnya

dukungan pemerintah agar memberikan berbagai
macam insentif untuk meningkatkan investasi
LCGC ini dan diharapkan dapat meningkatkan
perindustrian dan masyarakat secara umum. Hal ini
dijawab dalam APBN 2014 dengan memasukkan
kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung
iklim usaha dan investasi setelah sebelumnya
diterbitkan PP No. 41 Tahun 2013 tentang Barang
Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa
Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang sangat jelas memberikan
dukungan terhadap lahirnya LCGC ini setelah
beberapa tahun kebijakan pemerintah belum jelas
mengenai LCGC ini sehingga para investor
mengambil sikap wait and see terhadap kebijakan
pemerintah sampai dengan terbitnya PPNo. 41
tahun 2013 ini.
Maraknya LCGC ini dikarenakan trend dunia
saat ini karena sektor transportasi darat merupakan
salah satu sektor yang banyak mengkonsumsi
bahan bakar minyak sebagai bahan bakar dari fosil
dan menghasilkan CO2 dengan kontribusi cukup
besar terhadap pemanasan global. Permasalahan ini
menimbulkan kebutuhan untuk menggunakan
mobil yang hemat energi serta ramah lingkungan.
Jack R Nerad, analis pasar Kelley Blue Book,
melakukan penilaian terhadap mobil-mobil
bertemakan ramah lingkungan pada tahun 2010.
Kajian ini menghasilkan sepuluh mobil paling
hemat energi dari berbagai merk dan type dengan
konsumsi bahan bakar dari 20,36 km per liter
hingga 30,78 km per liter. Meningkatnya
awareness akan kondisi lingkungan menimbulkan
potensi yang besar akan permintaan mobil ramah
lingkungan,
beberapa
negara
yang
siap
memproduksi mobil demi memenuhi kebutuhan
tersebut antara lain sang raksasa otomotif dunia
saat ini Jepang, India dan Cina. Masyarakat
Indonesia saat ini mulai melirik mobil hemat energi
karena kondisi dimana naiknya BBM di negara ini.
Menurut Kementerian Perindustrian, sebagaimana
yang dipresentasikan pada acara Focused Group
Discussion di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Badan Kebijakan Fiskal Jl.Wahidin No.1 Jakarta
Pusat Jumat 30 September 2011, Indonesia
memiliki potensi untuk menjual mobil hemat energi
antara 300.000 hingga 600.000 unit per tahun baik
untuk pasar domestik dan pasar luar negeri. Hal ini
dianggap peluang oleh Kementerian Perindustrian
karena bila industri mobil nasional tidak
memanfaatkan potensi ini, diyakini bahwa peluang
tersebut diisi oleh produk sejenis dari luar negeri
dimana Indonesia akan tetap sebagai negara
konsumen semata. Bila hal ini terjadi, maka
industri otomotif Indonesia sulit berkembang dan
tidak akan memberikan dampak yang positif bagi
perekonomian.
Industri kendaraan bermotor menjadi salah

satu
bagian
dari
program
Kementerian
Perindustrian dalam rangka mewujudkan Indonesia
sebagai negara industri yang tangguh pada tahun
2025. Hal ini secara spesifik terdapat dalam Peta
Panduan
Pengembangan
Klaster
Industri
Kendaraan Bermotor, sebagaimana diungkapkan
dalam Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian
RI Nomor 123/M-IND/PER/10/2009 tanggal 14
Oktober 2009 tentang Peta Panduan (Road Map)
Pengembangan Klaster Industri Kendaraan
Bermotor, terdapat baik sasaran kuantitatif maupun
sasaran kualitatif. Sasaran kuantitatif berupa
sasaran produksi roda 4 sampai dengan tahun 2014
(jangka menengah) adalah 1.250.000 unit dengan
nilai produksi 584.780 miliar rupiah, penjualan
sebanyak 1.300.000 unit dan ekspor sebanyak
260.000 unit. Sedangkan sasaran produksi roda 4
sampai dengan tahun 2025 (jangka panjang) adalah
4.177.000 unit dengan nilai produksi sebesar
584.780 miliar rupiah, penjualan sebanyak
3.175.000 unit dan ekspor sebanyak 1.002.000 unit.
LCGC sendiri dimasukkan sebagai sasaran
kualitatif jangka menengah dengan sasaran menjadi
basis produksi MPV, Light Commercial Truck dan
Kendaraan Bermotor (KBM) Hemat Energi Ramah
Lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC). Sasaran
yang
demikian
membuat
Kementerian
Perindustrian menyatakan perlu adanya insentif
fiskal berupa insentif PPN dan PPnBM untuk
menggenjot industri kendaraan bermotor ini agar
investasi terkait hal ini lancar dan cepat masuk ke
Indonesia sehingga dapat mengembangkan
kendaraan hemat energi, ramah lingkungan dan
harga terjangkau (Low Cost Green Car/LCGC)
sesuai sasaran yang telah ditentukan.
3.1. Analisa pengenaan PPnBM untuk
LCGC
Ketentuan mengenai Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) diatur dalam Pasal 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).
Dengan mengacu pada peraturan ini (aturan PPN
dan PPNBM sebelum perubahan ketiga pada tahun
2009)
maka
diterbitkan
KMK
Nomor
355/KMK.03/2003, sesuai dengan Lampiran III
KMK Nomor 355/KMK.03/2003, untuk LCGC
berupa MPV 4 X 2, sesuai dengan Lampiran I
KMK Nomor 355/KMK.03/2003, yaitu kendaraan
bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan
atau station wagon, dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc,

dikenai tarif PPnBM sebesar 10%. Namun dengan
terbitnya peraturan baru yakni PP No. 41 Tahun
2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka aturan
tersebut berubah dengan adanya perubahan Dasar
Pengenaan Pajak atas PPnBM dimana dasar
pengenaannya menjadi sebesar 0% (nol persen)
dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang
termasuk program mobil hemat energi dan harga
terjangkau, selain sedan atau station wagon, dengan
persyaratan sebagai berikut: 1. motor bakar cetus
api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling
sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain
yang setara dengan itu; atau 2. motor nyala
kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas
isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi
bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per
liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.
Peraturan pemerintah yang diundangkan pada
tahun 2013 ini menyebabkan adanya potensi
hilangnya PPnBM sebesar Rp. 4,275 Triliun pada
tahun 2014, dan tahun-tahun selanjutnya dapat
meningkat sesuai dengan prospek dari LCGC
sendiri.
Tabel 1: Perkiraan potensi PPnBM yang hilang dari
LCGC
Target
Harga
produks
Prediksi total
LCGC (PPnBM
Jual max
i LCGC
penjualan
loss 10%)
(Rp)
(unit)
300,000

95,000,000

28,500,000,000,000

2,850,000,000,000

600,000

95,000,000

57,000,000,000,000

5,700,000,000,000

Perkiraan rata-rata potensi PPnBM yang
hilang
4,275,000,000,000
*Sumber: Kementerian Perindustrian
(Diolah)
Target diatas adalah target Kementerian Perindustrian antara
300.000 s.d. 600.000 unit

Dengan harga maksimum Rp. 95 juta per unit
LCGC, maka untuk tahun 2014 dengan minimal
target sejumlah 300.000 unit, nilai produksi LCGC
adalah Rp.28,5 triliun. Dengan insentif sebesar
100% untuk LCGC, maka dengan tarif awal
sebesar 10% maka pemerintah harus merelakan Rp.
2,85 triliun untuk insentif LCGC. Dengan harga
maksimum Rp. 95 juta per unit LCGC, maka untuk
tahun 2014 dengan minimal target sejumlah
600.000 unit, nilai produksi LCGC adalah
Rp.57triliun. Dengan insentif sebesar 100% untuk
LCGC, maka dengan tarif awal sebesar 10% maka
pemerintah harus merelakan Rp. 5,7 triliun untuk
insentif LCGC. Sehingga bila dirata-rata dari target
yang dicanangkan Kementerian Perindustrian,
maka kebijakan insentif pajak untuk LCGC ini
memiliki potential loss sebesar Rp. 4,275 Triliun
untuk tahun ini.

1.
3.1. Keuntungan LCGC
Keuntungan dari kebijakan insentif pajak
PPnBM terhadap low cost and green car dapat
dilihat dari berbagai sisi, tidak hanya bagi industri
otomotif semata, namun juga bagi pemerintah dan
masyarakat. Keuntungannya dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Harga LCGC dibawah harga mobil
konvensional, yakni dengan harga Rp 95 juta.
Data
lembaga
riset
Frost&Sullivan
memprediksikan pada tahun 2014 LCGC akan
terjual sebanyak 125.000 unit dari tahun
sebelumnya sebanyak 51.000 unit atau
meningkat 144%. Data ini menunjukkan minat
yang luar biasa dari masyarakat yang
dipengaruhi oleh faktor harga LCGC.
2. Investasi yang masuk bertambah, menurut
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, total
investasi yang masuk diperkirakan sebesar
US$ 1.600 juta serta menyerap 315 ribu tenaga
kerja.

2.

3.

4.

Tabel 2: Rencana Investasi untuk LCGC
PERUSAHAAN INVESTASI(JUTA US$)
Toyota

200

Daihatsu

400

Suzuki

800

Nissan

200

5.

Total
1600
Sumber: usulan Kementerian Perindustrian
dan Kajian PKPN.

3.

4.

5.

6.

Penggunaan BBM yang lebih irit. Peraturan
LCGC yang mengatur bahwa tingkat konsumsi
1 liter untuk minimal 20 km membuat LCGC
lebih irit daripada mobil-mobil yang ada saat
ini.
Output Perekonomian Bertambah, Insentif
untuk LCGC serta masuknya investasi akan
menyebabkan output perekonomian meningkat
sebesar Rp 20 triliun.
Penyerapan tenaga kerja, Data lembaga riset
Frost&Sullivan menyatakan bahwa LCGC
diperkirakan dapat menyerap 130.000 tenaga
kerja baru.
Potensi PPh badan dari perusahaan-perusahaan
otomotif tersebut.

3.1. Kerugian LCGC
Kerugian yang ditimbulkan dari kebijakan
insentif pajak terkait LCGC ini adalah sebagai
berikut:

PPnBM Berkurang, kebijakan ini akan
menyebabkan penerimaan PPnBM berkurang
diperkirakan sebesar Rp 4,275 Triliun sesuai
dengan tabel 1.
Kebijakan ini kontradiktif dengan keinginan
pemerintah mengurangi kemacetan di kotakota besar dan meningkatkan penggunaan
transportasi umum
Peningkatan
kendaraan
berarti
pula
meningkatkan kadar polusi, karena sekalipun
dengan kata “hijau” atau “ramah lingkungan”
bukan berarti LCGC benar-benar tidak
menimbulkan polusi, tidak seperti mobil listrik
LCGC sebenarnya tidak diperuntukkan untuk
bensin dengan RON 88 seperti yang terdapat
pada beberapa LCGC yang sudah diproduksi
didesain untuk bensin dengan RON 90.
Namun, penggunaan bensin bersubsidi dengan
RON 88 tersebut tetap marak sehingga dapat
membuat konsumsi BBM subsidi bertambah
yang dapat menyebabkan alokasi subsidi BBM
di APBN meningkat. Perkiraan peningkatan
BBM bersubsidi adalah sebesar 157.500
kiloliter, perhitungan ini didasarkan pada
keterangan dari Juru Bicara Pertamina Ali
Mundakir1 yang menyatakan penambahan satu
mobil menambah 50-100 liter konsumsi BBM
per bulan atau rata-rata 75 liter/bulan dan
dengan prediksi penjualan dari survei
Frost&Sullivan bahwa penjualan LCGC adalah
175.000 unit maka didapatkan angka perkiraan
peningkatan BBM bersubsidi adalah sebesar
157.500 kiloliter.
Biaya sosial baik dari biaya kesehatan
mengalami peningkatan sesuai dengan dampak
dari polusi itu sendiri dan bila dikaitkan
dengan kemacetan maka di Jakarta kerugian
akibat kemacetan adalah sejumlah Rp.
12,8Triliun setiap tahun, dan tentu akan
meningkat jika volume kendaraan pribadi
meningkat.

3.1. Dampak LCGC
Apabila dikaitkan dengan APBN maka hal
yang
terhubung salah satunya adalah kebijakan
insentif pajak untuk LCGC dengan
peningkatan subsidi untuk BBM. Namun,
apabila diperhitungkan lebih lanjut dengan
produksi LCGC tahun-tahun awal setelah
dikeluarkan PP no 41 tahun 2013 dimana
target masih berkisar ratusan ribu mobil,
dan survey Frost&Sullivan bahwa
penjualan LCGC adalah kurang lebih
175.000 unit maka peningkatan tidak akan
ekstrem menambah jumlah subsidi BBM
1

Ali Mundakir, konsumsi BBM bersubsidi dari
LCGC, Jakarta, 23 september 2013

tersebut. Namun, perlu dipertimbangkan
juga dari faktor kemacetan di kota besar
yang menyebabkan BBM subsidi menjadi
terbuang percuma akibat kemacetan yang
semakin meningkat, sehingga perlu ada
perhitungan tambahan 20% berdasarkan
keterangan dari Juru Bicara Pertamina Ali
Mundakir2.
Angka BBM subsidi saat ini yang berada di
angka 48 juta kiloliter dengan 32,64 juta kiloliter
diantaranya adalah untuk bensin premium,
penambahan dari program LCGC untuk tahun 2014
diperkirakan tidak terlalu signifikan, namun
penambahan ini juga tetap dapat membuat APBN
2014 jebol dan dapat mengganggu tujuan
sebenarnya dari subsidi BBM. Apalagi bila melihat
pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya realisasi
subsidi BBM selalu melebihi dari perencanaan
seperti yang dapat dilihat pada tabel 3. Namun,
tetap perlu diperhatikan untuk tahun-tahun ke
depannya sebanyak apakah LCGC ini berkontribusi
pada naiknya subsidi BBM.

dari investasi yang masuk maka akan terjadi
peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan
pendapatan, dan juga peningkatan ekspor dimana
LCGC ini direncanakan untuk diekspor ke berbagai
negara karena kebutuhan akan Green Car yang
makin meningkat.
Mobil LCGC tidak hanya berada pada Jakarta
saja namun juga kota-kota dan desa lainnya,
sehingga pikiran Jakartasentris harus disingkirkan
sementara dalam LCGC ini, ketidakmerataan moda
transportasi di Indonesia ini menyebabkan
permintaan akan moda transportasi yang memadai
memiliki potensi yang tinggi, sehingga LCGC
dapat menjadi satu alternatif untuk itu.
Pasar ASEAN yang semakin bebas akan
membuat Indonesia dibanjiri produk-produk impor,
dengan kekuatan Thailand yang mampu
memproduksi mobil dalam jumlah besar maka
Indonesia dapat menjadi sasaran empuk untuk
pemasaran mobil-mobil buatan Thailand, sehingga
potensi pasar Indonesia dapat dikuasai negara lain.

4. KESIMPULAN

Tabel 3: Perkembangan Rencana dan Realisasi
Subsidi
Tahun

Belanja
Negara

Subsidi BBM
Dalam APBNP
Realisasi
(Rp
%
(Rp
%
Triliun)
Triliun)
126,82
134,41
12,86
13,63
100,6
94,6
10,73
9,40
88,9
82,3
8,53
7,89

2008

(Rp
Triliun)
985,7

2009
2010

937,4
1.042,1

2011
2012

1.295,0
1.419,4

129,7
137,3

10,01

2013
2014

1.726,2
1.842,5

199,9
210,73

11,58

9,67
11,43

165,1
211,8

12,74

210,0
n.a

12,16

14,92
n.a

Sumber: Berbagai Sumber (Diolah)
n.a
: Data tidak tersedia

Dampak
lainnya
adalah
peningkatan
penambahan pajak dari PPh badan dari perusahaanperusahaan tersebut, walaupun hal ini tentu
diproyeksikan untuk jangka menengah dikarenakan
pada awal-awal tahun perusahaan biasanya merugi
dan dapat mengompensasikan kerugian tersebut di
beberapa tahun ke depan. Basis pajak PPH Badan
untuk ke depannya diperhitungkan meningkat
sebesar Rp.4.330 miliar dan Basis pajak PPH
Perseorangan meningkat sebesar Rp.2.815 miliar.
Selain itu juga bila dilihat dari sisi stabilisasi maka
2

Ali Mundakir, Akibat Macet, Konsumsi BBM Makin
Boros, Jakarta, 08 November 2013

Berdasarkan keseluruhan pemaparan di atas
terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil,
antara lain:
1. Peningkatan subsidi BBM dapat dikendalikan
dengan kebijakan lain selain dengan
memangkas industri LCGC ini, mengingat ada
instrumen kebijakan lain untuk memangkas
subsidi ini
2. Kemacetan yang berkembang di Jakarta tidak
dapat dibebankan kepada LCGC semata,
pemerintah dapat mengakali dengan kebijakankebijakan yang mampu membuat orang berpikir
ulang untuk membawa moda transportasi
sendiri, seperti menaikkan tarif parkir
maksimal, ERP, dan kebijakan lainnya
3. Potensi pasar Indonesia yang sedemikian besar
terutama di bidang otomotif ini dapat menjadi
sasaran negara-negara yang sudah dapat
memproduksi mobil sendiri, sehingga kita
hanya sebagai negara pemakai/ konsumen saja
tanpa dapat apa-apa. Sehingga kebijakan yang
memancing investasi ke Indonesia sudah tepat
mengingat dengan begitu produk-produk lokal
dapat menjadi bagian dari produksi mobil
tersebut dan banyak keuntungan yang
didapatkan bila produksi dilakukan di negeri
sendiri
4. Permasalahan macet yang dihubungkan dengan
LCGC merupakan permasalahan Jakarta dan
sekitarnya serta beberapa kota semata, hal ini
harus mampu diakali pemerintah dengan
melakukan kebijakan khusus di Jakarta dan kota
sendiri untuk mengerem hal tersebut. Namun,
tidak dengan jalan mematikan industri LCGCnya karena dengan potensi ekspor yang besar

dan penjualan untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri non-Jakarta maka potensi LCGC

cukup besar untuk dapat meningkatkan berbagai
macam sisi industri di negara ini.

DAFTAR REFERENSI
[1] Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah”.
[2] Pusat Kebijakan Pendapatan Negara. 2011. Kebijakan insentif PPnBM untuk pengembangan mobil harga
terjangkau dan hemat energi.Jakarta, 2013
[3] Menatap Kebijakan Mobil Murah, http://kemenperin.go.id/artikel/7185/Menatap-Kebijakan-MobilMurah. (25 Februari 2014)
[4] Putri, Ananda. 2013. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/23/090515658/Pertamina-Ada-LCGCKonsumsi-BBM-Subsidi-Naik . (25 Februari 2014)
[5] Hutajulu, Rina. 2014.http://www.the-marketeers.com/archives/frost-amp-sullivan-lcgc-genjot-penjualanmobil-di-indonesia-.html#.UwzJaM74SKs. (25 Februari 2014)