PENDIDIKAN PANCASILA DAN DEMOKRASI UNTUK

PENDIDIKAN PANCASILA DAN DEMOKRASI UNTUK ANAK

Pendidikan Pancasila
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya dari masyarakat dan pemerintah untuk
menjamin kelangsungan hidup warganya dan generasi penerusnya, secara bermakna dan
mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa terkait dengan konteks
budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasionalnya (H.A.M Widjaja, 2000 : 22).
Pendidikan Pancasila adalah pendidikan nilai-nilai yang bertujuan untuk membentuk
sikap positif manusia sesuai deng nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (R.E
Tamburaka, 1995 : 52). Dengan demikian, Pendidikan Pancasila adalah upaya dari
masyarakat atau pemerintah untuk menjamin kelangsungan hidup warganya dan generasi
penerusnya, secara bermakna dan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang
senantiasa

terkait

dengan

konteks

budaya,


bangsa,

negara,

dan

hubungan

internasionalnya berlandasan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.1

Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Perkataan Pancasila terutama dalam khasanah kesusastraan nenek moyang
kita di zaman Keprabuan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk
dan Mahapatih Gajah Mada, ditemui pada keropak “NEGARAKERTAGAMA”
karangan MPU PRAPANCA (Penghulu Kepala Urusan Agama Budha), yaitu
berupa KEKAWIN (syair pujian) dalam sarga 53 bait ke 2, yang berbunyi:
“YATNANGGEGWANI


PANCASYIILA

KERTASENGKARABHI

SEKAKAKRAMA”.
Artinya: Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila) itu, begitu
pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Demikianlah perkataan Pancasila itu dari bahasa Kawi (Sangsekerta)
menjadi bahasa Jawa Kuno yang artinya tetap sam pada zaman Majapahit itu.
Setelah kerajaan Majapahit runtuh dan agama Islam sudah mulai tersebar, sisa1 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
h. 21-22.

1

sisa ajaran moral tersebut (Pancasila) masih ditemukan dalam masyarakat Jawa,
yaitu dalam bentuk LIMA LARANGAN (Pantangan, Wewaler, Pamali) yang
disingkat dengan istilah “MA-LIMA”, yaitu berupa lima larangan yang masingmasing dimulai dengan huruf “MA”.
Lima larangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. MATENI (membunuh), dimaksudkan dilarang membunuh.
2. MALING (mencuri), dimaksudkan dirangan mencuri.

3. MADON (berzina), dimaksudkan dilarang berzina.
4. MABOK, MADAT (minuman keras, candu), dimaksudkan dilarang
meminum minuman keras atau menghisap candu.
5. MAIN (berjudi), dimaksudkan dilarang berjudi.
Jadi istilah Pancasila menurut agama Budha merupakan sikap hidup, dan menurut
cetusan Soekarno, Pancasila adlah lima prinsip yang filosofis. Istilah Pancasila yang
berasal dari bahasa Sangsekerta menjadi bahasa Jawa Kuno yang dipakai oleh agama
Budha akhirnya menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sebagai istilah untuk
memberikan nama filsafat negara kesatuan Republik Indonesia.2
2. Landasan Kultural
Pancasila itu tumbuh dari adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan, dan
kepustakaan bangsa Indonesia yang unsure-unsurnya telah ada pula dalam diri
bangsa Indonesia sejak dahulu kala, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Pancasila
adalah kristalisasi dari nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan, dan
kepustakaan bangsa Indonesia. Perwatakan asli (corak hidup) bangsa Indonesia
bila disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Komunal
2. Kekeluargaan
3. Kerja sama
4. Sabar

5. Percaya kepada Dzat yang mutlak.
Perwatakan itu selanjutnya berkembang menjadi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Semangat gotong royong
Kekeluargaan
Ketuhanan
Kerakyatan
Kemanusiaan
Keadilan
Ramah tama
Bhinneka Tunggal Ika


2 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila, h. 22-23.

2

Selanjutnya berkembang lagi menjadi:
1.
2.
3.
4.
5.

Keadilan
Kerakyatan
Kebangsaan
Kemanusiaan
Ketuhanan

Demikianlah ciri-ciri khas perwatakan bangsa Indonesia yang juga merupakan
Pancasila yang diyakini bersama. Namun Pancasila ini sebelum Proklamasi
Kemerdekaan tidaklah tertulis secara resmi. Uraian di atas dapat dijadikan sebagai

landasan kultural yang memberikan kekuatan bagi penyelenggaraan Pendidikan
Pancasila.3
3. Landasan Yuridis
Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara Republik Indonesia, maka ia
berkaitan dengan berbagai perundang-undangan yang memberikan dasar hokum
dan kekuatan secara Yuridis-Ketatanegaraan bagi penyelenggaraan Pendidikan
Pancasila. Perundang-Undangan Negara itu adalah:
1. Pembukaan UUD 1945
Pada Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 disebutkan dengan tegas DasarDasar Negara Republik Indonesia, Pancasila.
2. Pasal-Pasal UUD 1945
Di dalam pasal-pasal UUD 1945, Pancasila hanya tersirat dan menjiwai UUD
1945, yaitu:
a. Pasal tentang sila Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 ayat 1 dan 2).
b. Pasal tentang sila Kemanusiaan yang adil dan beradab (Pasa 24 ayat 2 dan
Pasal 27 ayat 1 dan 2).
c. Pasal tentang sila Persatuan Indonesia (Pasal 1 ayat 1, Pasal 35, dan Pasal
36).
d. Pasal tentang sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan (Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 2 ayat 1).
e. Pasal tentang sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 33

ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 34).
3. Ketetapan MPR
Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tanggal 9 Maret 1993 Lampiran Bab IV
Bagian F Sub tiga No. 2 Butir E menetapkan bahwa Pendidikan Pancasila
termasuk Pendidikan P-4, PMP, PKN, PSPB dan nilai-nilai 1945 dilanjutkan
dan ditingkatkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasuk
prasekolah.
3 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila, h. 23-24.

3

4. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN)
Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tanggal 27 Maret 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 39 ayat 2 menetapkan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang wajib memuat Pendidikan Pancasila,
Pendidika Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
5. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Surat Keputusan Mendikbud No. 056/U/1994 tanggal 19 Maret 1994 Pasal 9
ayat 2 menetapakan bahwa Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewiraan termasuk Mata Kuliah

Umum (MKU), dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap progam prodi.
6. SK Dirjen Dikti Depdikbud
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan No. 356/Dikti/Kep/1995 tanggal 14 Agustus
1995 Pasal 1 menetapkan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila termasuk
mata kuliah Filasafat Pancasila merupakan salah satu komponen yang tidak
dapat dipisahkan dari kelompok MKU dalam susunan kurikulum inti
perguruan tinggi. Selanjutnya menurut Pasal 2 ayat 1, mata kuliah Pendidikan
Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa yang
lulusan penataran P-4 pada perguruan tinggi.
7. SK Dirjen Dikti Depdiknas
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 256/DIKTI/Kep/2000 tanggal 10 Agustus
2000 tentang Penyempurnaan Garis Besar Pembelajaran (GBPP) Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) Pendidikan Pancasila, pada perguruan
tinggi di Indonesia Pasal 1 menetapkan bahwa mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila merupakan salah satu
komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan Kurikulum Inti
Perguruan Tinggi di Indonesia. Selanjutnya Pasal 2 menetapkan bahwa mata

kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh
setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk Program Diploma/Politeknik
dan Program Sarjana.4
4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasat falsafah negara, sebagai pedoman hidup bangsa
Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai, adat-istiadat, kebudayaan, keagamaan
4M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila, h. 24-27.

4

bangsa Indonesia sendiri yang telah dimiliki sejak dahulu kala yang berurat
berakar/tergurat dalam hati sanubari bangsa yang melekat pada kelangsungan
hidup bangsa Indoenesia. Pancasila sebagai falsafah negara berfungsi sebagai
landasan dasar negara yang berada di atasnya. Dengan demikian hakikat negara,
tujuan negara, kedudukan negara/penyelenggara negara dan lain sebagainya
diarahkan atau diisi oleh landasan kerohaniannya.
Realitas konkrit Pancasila sebagai falsafah negara ditujukan untuk
mewujudkan masyarakat Pancasila yang menjelma dalam peradaban Pancasila:
Bhinneka Tunggal Ika yang wujud realitasnya bhinneka dalam gatra, tunggal
dalam karsa/tanggap nilai dan ika dalam citra. Untuk mewujudkan yang tunggal

ika tersebut sudah tentu usaha-usaha tertentu pula, seperti penyelenggaraan
Pendidikan Pancasila. Disamping itu agar penerapan usaha-usaha tersebut dapat
mendukung sasaran yang ingin dicapai, kita perlu memperhitungkan faktor-faktor
yang mendudkung dan faktor-faktor yang mendukung dan faktor-faktor yang
melemahkan.5

Pendidikan Pancasila Bagi Anak
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tidak
ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. Merupakan tugas orang
tua dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan
yang utuh terhadap keadaan anak. Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir
memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai
dengan

pemahaman

mengenai

karakteristik


anak

sesuai

pertumbuhan

dan

perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak
dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional
dan sosial.
Masa usia dini merupakan periode emas (Golden Age) bagi perkembangan anak
untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi
seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans
terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Karena itu
Pendidikan Pancasila harus diberikan kepada anak semenjak usia dini. Agar dari dini
anak-anak mengetahui pentingnya pancasila untuk diamalkan dan kelak anak-anak nanti
5M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila, h. 27.

5

dapat mengamalkan nilai-nilai pancasila sesuai dengan apa yang terkandung di
dalamnya. Anak-anak bisa belajar sambil bermain agar dari dini sudah mengetahui
tentang pancasila. Mungkin bisa belajar dari hal yang paling sederhana setelah naik ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan diberikan pelajaran yang lebih detail.6
Mengingat Pendidikan Pancasila sangat penting bagi anak bahkan pada usia
dinipun harus diperkenalkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti
halnya dengan nilai-nilai moral. Tentunya seorang guru harus memberikan pengalaman
belajar yang mengarahkan anak untuk terus bereksplorasi. Selain itu juga dalam
penyampaian seorang guru harus menggunakan pendekatan pembelajaran terpadu yang
dinilai cocok diterapkan untuk anak. Karena ciri sifat anak yang suka bermain dan
dengan bermain mereka belajar. Dengan pembelajaran terpadu anak diajak untuk bermain
sambil belajar dan belajar seraya bermain. Disini peranan guru sangat penting dan sangat
menentukan keberhasilan atau tercapainya tujuan sesuai dengan yang ditetapkan.
Berbicara tentang permainan banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi anak.
Sebagaimana menurut Marenholtz Bulow (1868) bahwa Permainan anak atau kerja anak
berfungsi karena mampu mengembangkan anggota tubuh, panca indera, dan organ tubuh
mereka. Setelah perasaan dan pegangan tak teratur dari tangan kecilnya, kegiatan favorit
anak adalah tertarik pada adonan lembut-tanah, pasir, atau adonan lain serta mencoba
keterampilan mereka membentuk dan menghasilkan sesuatu. Pemberian contoh
(Modelling) merupakan salah satu hal yang penting menyangkut sifat alami anak. Namun
naluri inipun jika dibiarkan saja akan tidak berkembang. Pendidikan harus menyediakan
materi dan panduan yang penting bagi perkembangannya, dan harus mengubah sentuhan
tangan yang tak bertujuan dan hanya menerka-nerka ini menjadi pembentukan sesuatu
secara sistematis, dan mengarahkan naluri ini ke saluran aktivitas yang bermanfaat yang
semuanya dilakukan di Taman Kanak-Kanak.7
Taman Kanak-Kanak yang cocok untuk menjadi studi lapangan bagi penanaman
nilai-nilai Pendidikan Pancasila yaitu Taman Pancasila. Taman Pancasila dapat berarti
tempat yang memungkinkan seorang anak dapat memahami nilai-nilai pancasila secara
menyenangkan.8 Seperti telah dikemukakan, anak-anak usia TK sangat gemar bermain
6

http://portalgaruda.org/download_article.php?article=93097&val=4999 (Diakses tanggal 9 April
2014)

7 Christine Doddington, dkk, Pendidikan Berpusat Pada Anak, (Jakarta: PT, Indeks Jakarta, 2010), h. 19.
8http://riskamsekali.wordpress.com/2012/10/29/taman-pancasila-sarana-edukasi-efektif-nilai-nilaipancasila-pada-anak-usia-dini/ (Diakses tanggal 9 April 2014)

6

dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi tersebut,
seorang guru harus mampu merangsang pengetahuan yang dimiliki oleh anak dengan
memasukkan nilai positif yang terkandung dalam mempelajari nilai-nilai Pancasila.
Contoh penyampaian nilai pancasila kepada anak dapat dilakukan dalam bentuk cerita
yang menarik yang disesuaikan dengan aspek-aspek nilai pancasila tersebut. Anak usia
TK bahkan anak-anak Sekolah Dasar cenderung sangat antusias terhadap cerita, dongeng
dan sejensinya. Selain melalui cerita, anak-anak juga dapat diberi suatu permainan kecil
yang substansinya sama dengan muatan pancasila. Misal kartu bergambar yang berisi
gambaran dari masing-masing sila pancasila tersebut. Selanjutnya guru-guru yang akan
menjelaskan dan memahamkan anak-anak didiknya.
Pada anak-anak Sekolah Dasar khususnya, Pendidikan Pancasila wajib
ditanamkan. Hal ini sudah terwujud dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKN) pada setiap kelas di Sekolah Dasar. Namun yang menjadi
kendala adalah bagaimana cara seorang guru dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaranpun diharapakan seorang guru
mampu mendorong siswa lebih kreatif secara keseluruhan. Selain dituntut pembelajaran
yang kreatif seorang guru juga harus memberikan pembelajaran yang efektif. Adapun
kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pembelajaran efektif antara lain:
1. Sifat, guru harus memiliki antusias, memberi rangsangan, mendorong siswa
untuk maju, hangat, berorientasi kepada tugas dan pekerja keras, toleran,
sopan, dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan mudah meyesuaikan diri,
demokratis, penuh harapan bagi siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan
belajar.
2. Pengetahuan, memliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran
yang diampunya, dan terus-menerus mengikuti perkembangan dalam bidang
ilmunya.
3.

Apa yang disampaikan, mampumemberikan jaminan bahwa materi yang
disampaikannya mencakup semua unit bahasan, semua kompetensi dasar yang
diharapkan siswa secara maksimal.

4. Bagaimana mengajar, mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas
dan terang, memberikan layanan yang variatif (merapkan metode belajar yang
variasi), menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok

7

kecil secara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisispasi, memonitor
bahkan sering mendekati siswa, mampu mengambil keuntungan dari kejadiankejadian yang tidak terduga.
5. Harapan, mampu memberikan harapan kepada siswa, mampu membuat siswa
akuntabel, dan mendorong pasrtisipasi orang tua dalam memajukan akademik
siswanya.
6. Reaksi guru terhadap siswa, mau dan mampu menerima berbagai masukan,
resiko, tantangan, selalu memberikan dukungan kepada siswanya, konsisten
dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa.
7. Manajemen, mampu menunjukkan keahlian dalm perencanaan, memiliki
kemampuan mengorganisasikan kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat
memulai kelas, melewati rasa transisi dengan baik, mampu memelihara waktu
bekerja serta menggunakannya secara efesien dan konsisten, dapat
meminimalisasi gangguan, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat
memelihara suasana tenang dalam belajar, jika perlu memberi hukuman dalam
bentuk yang paling ringan.9
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan
Pancasila merupakan Dasar Negara Indonesia termasuk juga Dasar Pendidikan di
Indonesia terutama bagi pendidikan di sekolah dasar. Implementasi nilai sila-sila
Pancasila dalam pendidikan antara lain sebagai berikut:10
1.

Implementasi sila Ketuhanan dalam pendidikan
Di dalam suatu sekolah biasanya guru mengajarkan mengenai pendidikan
agama. Dari situ kita dapat memahami lebih dalam mengenai sila ini. Melalui
pembelajaran keagamaan seseorang hanya memiliki Tuhan yang Esa. Dari
pembelajaran keagamaan ini juga kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada
Tuhan kita. Seperti halnya dengan melakukan praktek langsung dalam kehidupan
sehari-hari dimana seorang guru mencontohkan pada muridnya bagaimana cara
beribadah kepada Tuhan kita. Namun bukan hanya sekedar contoh tetapi guru
mengajak secara langsung kegiatan praktiknya kepada murid-muridnya. Begitu juga

9 Suyono, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 208-209.
10 http://trisna-setiyaningsih.blogspot.com/2012/12/implementasi-nilai-nilai-pancasila.html (Diakses
tanggal 11 April 2014)

8

dengan tersedianya fasilitas tempat ibadah agar dapat menunjang terlaksananya
pembelajaran tersebut.
2.

Implikasi sila kemanusiaan dalam pendidikan
Implementasi nilai kemanusiaan dalam pendidikan ini adalah dengan tidak
memberikan kekerasaan saat penerimaan murid baru yang biasanya terjadi masa
orientasi sekolah yang sering diwarnai dengan kekerasaan. Sekarang kebanyakan
sekolah-sekolah melarang hal yang demikian. Selain itu di sekolah murid tidak hanya
diajarkan mengenai materi pengetahuan saja namun juga diajarkan bagaimana saling
tolong menolong dengan temannya seperti contoh membantu temannya yang
membutuhkan, menjenguk temannya yang sakit, saling menyayangi dengan
temannya, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam suatu pembelajaran seorang guru
harus memperhatikan nilai kemanusiaan, yaitu dengan tidak menggunakan kekerasan
dan menghargai muridnya.

3.

Implikasi sila persatuan dalam pendidikan
Implikasi nilai sila persatuan yakni sekolah tidak mengajarkan persaingan
pada setiap muridnya, namun sekolah mengajarkan muridnya untuk bekerja sama dan
mengajarkan untuk selalu tetap kompak walaupun ada perbedaan diantara mereka.
Perbedaan diantara mereka akan mengantarkan mereka dalam kerukunan jika mereka
saling menghargai dan saling bersatu satu dan yang lainnya. Selain itu implikasi sila
persatuan ini terwujud dengan adanya upacara yang dapat mempersatukan mereka.
Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan di sekolah yang melatih mereka untuk saling
bersatu juga akan mengajarkan mereka tentang makna persatuan. Contoh kegiatan
yang diadakan sekolah tersebut adalah saat kegiatan pramuka, lomba-lomba saat class
meeting, pertukaran pelajar antar sekolah, perayaan ulang tahun sekolah, kemudian
dalam ekstrakurikuler juga dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya bekerja sama
dan bersatu dalam pembentukan kegiatan serta acara yang diadakan agar berjalan
sukses.

4.

Implikasi sila kerakyatan dalam pendidikan
Implementasi sila kerakyatan tersebut dalam pendidikan adalah dimana
adanya usulan-usulan pendidikan dari sekolah-sekolah kepada pemerintah untuk
memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Melalui usulan dari sekolah-sekolah
tersebut jika disetujui oleh pemerintah maka diharapkan sekolah mampu menjalankan
pembelajaran guna mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai apa yang telah dicitacitakan bangsa Indonesia. Sedangkan implementasi kerakyatan bagi murid dalam
9

pendidikan aalah dimana anak diajarkan untuk bertanya kepada gurunya apa yang
tidak ia pahami. Selain itu anak juga diperbolehkan untuk menanggapi apa yang
diajarkan oleh guru.
5.

Implikasi sila keadilan dalam pendidikan
Implikasi sila keadilan dalam pendidikan di sekolah adalah sekolah tidak
membedakan muridnya dari kalangan yang tidak mampu atau mampu. Sekolah
menerima murid baru sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya,
bukan karena uang sumbangan yang lebih besar dari yang lainnya seorang murid
diterima. Apabila seorang murid memenuhi persyaratan yang telah ditentukan namun
ia kurang mampu, maka sekolah akan membantu murid tersebut agar tetap dapat
melanjutkan sekolah. Sedangkan implikasi sila keadilan dalam pendidikan bagi
muridnya sendiri adalah, dimana seorang murid yang tidak memilih-milih teman, dia
mau berteman dengan siapa saja dan berlaku adil kepada semua temannya.

Makna Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi merupakan gabungan antara dua kata dari bahasa
Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan.
Jadi,secara terminologis demokrasi berarti kedaulatan yang berada di tangan rakyat.
Dengan kata lain, kedulatan rakyat mengandung pengetian bahwa sistem kekuasaan
tertinggi dalam sebuah negara dibawah kendali rakyat. 11 Sedangkan pengertian
demokrasi secara istilah menurut para ahli, adalah sebagai berikut:12
a. Joseph A. Shumpter
“Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”.
b. Sidney Hook
“Demokrasi

adalah

bentuk

pemerintahan

dimana

keputusan-keputusan

pemerintahan yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”.
c. Henry B. Mayo
11 R. Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
148.
12R. Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, h. 148.

10

“Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik”.
Makna demokrasi dalam sebuah ideologi adalah bahwa ketika sebuah Negara
sebagai sebuah organisasi tertinggi dalam wilayah tertentu menganut demokrasi, Negara
tersebut harus mau menyerahkan kekuasaan kepada rakyat, sehingga:
a) Rakyat yang membuat aturan dasar
b) Rakyat yang membentuk pemerintahan
c) Rakyat yang membuat kebijakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah tersebut
d) Rakyat yang mengawasi dan menilai pelaksanaan kebijakan tersebut atau kinerja
pemerintah.13
Jadi, dalam pelaksanaannya merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat, dalam pengorganisasian suatu negara.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulan bahwa, hakikat demokrasi
dalam sisitem pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di
tangan rakyat, baik dalam pemeritahan maupun dalam penyelenggaraan negara, yang
mencangkup tiga hal: pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people);
kedua, pemerintah oleh rakyat (government by people); ketiga, pemerintahan untuk
rakyat (government by people).14

Hakikat dan Implikasi Demokrasi dalam Pendidikan di Sekolah
Demokrasi di sekolah dapat diartikan sebagai pelaksanaan seluruh kegiatan di
sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Mekanisme berdemokrasi dalam
politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga
pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat
demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan
pendidikan di sekolah sesuai dengan nilai-nilai Demokrasi Pancasila. Beane dan Apple
(1995: 7) dalam Rosyada (2004: 16) mengemukakan bahwa kondisi yang sangat perlu
dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis adalah sebagai berikut.
13R. Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, h. 148-149.
14 Tim Pokja UIN Sunan Kalijaga, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga, 2005), h. 69.

11

1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima
informasi seoptimal mungkin.
2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan
kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.
3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi
terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan
sekolah.
4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap
persoalan-persoalan publik.
5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.
6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan
demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan
bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.
7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan
cara-cara hidup demokratis.15
Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama
belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak
dan kewajiban, misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar
mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus
menjadi iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun.
Implikasi pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran di
kelas tentu tidak lepas dari peran guru. Terpenuhinya misi pendidikan sangat tergantung
pada kemampuan guru untuk menanamkan setting demokrasi pada siswa, dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar dalam rangka
membangkitkan semangat bereksplorasi, berkreasi dan berprakarsa di kalangan siswanya.
Agar kelak tidak menjadi manusia-manusia yang hanya tunduk pada komando. Dengan
15 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis,( Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 16.

12

cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah
siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam
kehidupan sehari-hari.
Lain halnya jika seorang guru memberi penguasaan teori dengan cara menghafal.
Sedangkan otak kiri dan otak kanan harus berkembang secara seimbang. Anak
seharusnya tidak hanya disuruh belajar dan menghafal, tetapi juga dirangsang
kreativitasnya agar mampu menemukan sesuatu. Sementara itu, target pengajaran kita
masih bertumpu pada penyampaian materi. Tentang bagaimana cara belajar dan
memecahkan persoalan, justru terabaikan. Tidak membuka lebar komunikasi dialogis,
keterbukaan, penalaran kritis dan berekspresi, maka sistem pengajaran tersebut dapat
menghambat tumbuhnya jiwa demokratis anak didik.

Peranan Keluarga dalam Membentuk Jiwa Demokrasi pada Anak
Persoalan pembentukan sikap mental memang tidak bisa dilakukan dalam satu
malam saja melainkan membutuhkan proses panjang. Sedangkan kita pada umumnya
kurang sabar. Oleh karena itu, sikap demokratis harus dipupuk sejak anak usia dini. Di
sini peranan keluarga menjadi kunci utama keberhasilan. Ibu dan ayah harus selalu mau
mendengarkan pendapat anak, dan sekaligus menyadari bahwa tidaklah selalu pendapat
orang dewasa yang harus menang.

Kondisi ideal itu sayangnya tidak selalu dapat

ditemui. Di Indonesia banyak orangtua yang suka memaksakan kehendak pada anak. Hal
ini bisa menghambat kemandirian anak, karena harus menurut apapun kata orang tua.
Selain itu, menumbuhkan sikap demokratis bisa lewat pendidikan kedisiplinan. Seperti
contoh, anak melakukan kesalahan, lalu tiba-tiba dia dibentak atau dipukul, padahal anak
belum mengetahui maksudnya. Mungkin secara kultural kita biasa melakukannya,
padahal itu harus dihindari. Kalaupun awalnya terasa sulit, semakin lama harus semakin
berkurang. Sebaliknya pengalaman malah mengajarkan kepada kita bahwa sehabis
mencubit anak, orang tua sering merasa menyesal.
Sebagai orang tua tentunya perlu mencurahkan waktu yang berkualitas bersama
anak. Misalnya dalam kegiatan memancing atau berolah raga bersama, sebuah sarana di
mana kita bisa saling bertukar ide dengan anak. Namun, sedekat apapun hubungan yang
kita bangun, orang tua tidak selalu bisa meluluskan permintaan anak. Masalah ini
13

menyangkut bagaimana ketidaksetujuan ini bisa ditangkap anak secara baik, dan tidak
terjebak dalam sikap otoriter orang tua. Karena anak usia balita jika menginginkan
sesuatu tidak bisa kita ajak berbicara logis. Maka begitu para orang tua memutuskan
sesuatu yang menurut mereka paling baik, pada awalnya anak pasti ada rasa tidak enak.
Tetapi jika itu sering dilakukan, anak akan mulai berpikir orang-tuanya tentu punya
alasan. Walaupun pertimbanan itu tidak membuatnya 100 persen logis bagi anak, tetapi
anak mengetahui maksudnya bahwa paling tidak hal itu tidaklah jahat. Terpenting adalah
anak pada akhirnya mengetahiu bahwa orang-tuanya tidak menutup komunikasi bagi dia.
Menurut sosiolog Sarjono Jatiman, dalam kehidupan keluarga modern dan
demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai sarana interaksi antara orang
tua dan anak. Setiap keluarga dapat memanfaatkan situasi yang unik, baik di meja makan,
ketika menonton televisi, atau suasana lain yang bisa dikembangkan, agar terjadi
komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota keluarga. Iklim dialogis dan
keterbukaan di lingkungan keluarga bisa menumbuhkan anak-anak untuk berkomunikasi.
Mereka terlatih untuk bisa menerima dan mendengarkan orang lain.
Kondisi ini harus didukung dengan kesiapan orang tua untuk menerima koreksi
dari anak. Misalnya, jika anak mulai menunjukkan sikap protes, seharusnya jangan
diartikan anak kurang ajar atau menentang orang tua, melainkan merupakan ekspresi
keinginannya untuk diperhatikan atau dihargai.Oleh sebab itu, orang tua yang demokratis
perlu mendengarkan keluhan anak dan menghargai pendapatnya. Keberanian bertanya
dan mengemukakan pendapat sebagai bagian dari kehidupan demokrasi, harus dimulai
dari keluarga. Ibu dan ayah perlu menghindari sikap otoriter. Bila seorang anak
dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, kemungkinan dia tidak cukup berani bertanya
dan berpendapat.16

16 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6533&coid=1&caid=6&gid=2 (Diakses tanggal 10
April 2014)

14

15