Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi: Tinjauan Pragmatik

(1)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI :

TINJAUAN PRAGMATIK

SKRIPSI

OLEH

SITI AYU NURHIDAYATI NIM 090701021

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI : TINJAUAN PRAGMATIK

OLEH

SITI AYU NURHIDAYATI NIM 090701021

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ida Basaria, M.Hum. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. NIP 196211111987022002 NIP 195810191986011002

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si NIP 196209251989031017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2013


(4)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI: TINJAUAN PRAGMATIK SITI AYU NURHIDAYATI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

ABSTRAK

Penelitian ini membahas implikatur percakapan yang terjadi pada iklan produk kosmetik di televisi ditinjau dari segi pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan jenis implikatur percakapan yang terdapat dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi serta menganalisis jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat di dalam bahasa iklan tersebut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak lalu dianalisis menggunakan metode padan. Teori yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teori implikatur oleh H.P.Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implikatur percakapan iklan produk kosmetik di televisi terjadi karena melanggar maksim- maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Maksim-maksim yang dilanggar adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara. Iklan produk kosmetik di televisi memiliki jenis implikatur konversasional. Bahasa iklan produk kosmetik di televisi ini juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu: (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori tindak tutur ilokusi yang dikemukakan Searle, disimpulkan bahwa bahasa iklan produk kosmetik di televisi mengandung ilokusi representatif jenis mengusulkan, direktif jenis menyuruh, komisif jenis menawarkan, dan ekspresif jenis memuji.

Kata kunci : Implikatur Percakapan, Prinsip Kerja Sama, Tindak Tutur Ilokusi, Iklan Produk Kosmetik, Tinjauan Pragmatik.


(5)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Implikatur Percakapan Iklan ProdukKosmetik di Televisi: Tinjauan Pragmatik ini penulis selesaikan sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan, nasihat, dukungan moral, maupun petunjuk praktis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak di bawah ini.

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A., selaku Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Syamsul Tarigan, M.A., selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., selaku Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku Sekretaris Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Ida Basaria, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan arahan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan maupun saat proses penulisan skripsi.

5. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum, selaku pembimbing II yang telah banyak mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Dr. Gustia Ningsih, M.Hum, selaku dosen wali yang telah memberikan banyak arahan dan dukungan moral selama penulis dalam masa perkuliahan.


(6)

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra, maupun bidang-bidang umum lainnya. Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudari Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

8. Kedua orang tua, Sukardi (Alm.) dan Suminem, yang tidak henti-hentinya memanjatkan doa dan bekerja keras agar penulis dapat meraih gelar sarjana. Terima kasih atas kegigihan ayahanda dan ibunda, segala dukungan baik moral, material, maupun spiritual dalam doa yang membuat penulis kuat dan mampu menyelesaikan skripsi ini. Ananda tahu berjuta terima kasih tidak akan cukup membalas kasih sayang kalian.

9. Saudara-saudara tercinta , Kakanda Juminah, S.Pd. beserta Abang Sunarji Tanjung, Abangda Suwarno beserta Kak Susiyani, Abangda Suyadi beserta Kak Partinem, Kakanda Sugiyem beserta Abang Mardianto, Abangda Suprianto, S.P. beserta Kak Sri Hidayati, A.Md., dan Abangda Suparli, S.E beserta Mandasari, S.Pd., yang selalu memberi semangat dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis selama masa pendidikan.

10.Keponakan-keponakan yang penulis banggakan, Dika Pratiwi Tanjung, A. MKeb., Arini Ramadhani Tanjung, S.Pd., Yulia Annisa Tanjung, Dilla Atika Sari, Nurfadilla Utami, Wardah Khairani, Nurmala Mustika Dewi, Reza Fahlevi, Khairul Rahman, Amanda Nur Fadilla, Deva Leonardo, Deni Irawan, Bagus Dermawan, Riski Ardiansyahputra, M. Dian Said, Namira Nazwa Safhira, Fairus Hawari, Rian Safaras, dan Sarah.

11.Sahabat-sahabat stambuk 2009, khususnya Emma Marsela, Riski Handayani, Andryana Sari, dan Dita Wulandari Pangesti Lestari yang selalu mendorong penulis untuk menghasilkan karya yang terbaik.

12.Sahabat, kakak dan adik di BTM AL-IQBAL FIB USU, Kak Aisyah, Kak Ivana, Kak Putri, Nazwa, Fitri, Popo, Nila, Aisyah, Wulan, Yuli, Restu,


(7)

Reni, Yuni, dll yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih telah mewarnai kehidupan penulis selama di kampus, memberi semangat, dan persahabatan yang indah. Semoga Allah selalu menjaga ukhuwah kita. 13.Terima kasih kepada berbagai pihak yang turut membantu penyelesaian

skripsi ini baik dalam bentuk dukungan moral maupun materil tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penyelesaian skripsi ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis dengan bantuan materi dari berbagai pihak. Kelemahan atau kesalahan tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya dapat dijadikan sumber acuan dalam penelitian mengenai wacana iklan yang berhubungan dengan kajian pragmatik.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

PRAKATA ………. ii

DAFTAR ISI ………. . v

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ………... 1

1.2Rumusan Masalah ……….. 5

1.3Pembatasan Masalah ………. 5

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ………. 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ………... 6

1.4.2.1Manfaat Teoretis ……….. 6

1.4.2.2Manfaat Praktis ……….... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep ………. 7

2.1.1 Bahasa ……….. 7

2.1.2 Iklan ………. 8

2.1.3 Kosmetik……….. 10

2.2Landasan Teori ………. 12

2.2.1 Pengertian Pragmatik ……… 12

2.2.2 Konteks ……… 13

2.2.3 Peristiwa Tutur ………. 14

2.2.4 Pengertian Implikatur ……… 16

2.2.5 Jenis Implikatur ………. 21


(9)

2.2.5.2Implikatur Konversasional ……….. 22

2.2.6 Tindak Tutur ……… 23

2.3Tinjauan Pustaka ………. 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 29

3.1.1 Lokasi Penelitian ……… 29

3.1.2 Waktu Penelitian ……… 29

3.2 Sumber Data ……….. 29

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……… 29

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 30

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi ……… 39

4.2 Tindak Tutur Ilokusi Iklan Produk Kosmetik di Televisi …………. 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……… 85

5.2 Saran ………. 88 DAFTAR PUSTAKA


(10)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

IKLAN PRODUK KOSMETIK DI TELEVISI: TINJAUAN PRAGMATIK SITI AYU NURHIDAYATI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

ABSTRAK

Penelitian ini membahas implikatur percakapan yang terjadi pada iklan produk kosmetik di televisi ditinjau dari segi pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan jenis implikatur percakapan yang terdapat dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi serta menganalisis jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat di dalam bahasa iklan tersebut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak lalu dianalisis menggunakan metode padan. Teori yang digunakan untuk menganalisis data yaitu teori implikatur oleh H.P.Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implikatur percakapan iklan produk kosmetik di televisi terjadi karena melanggar maksim- maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Maksim-maksim yang dilanggar adalah maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara. Iklan produk kosmetik di televisi memiliki jenis implikatur konversasional. Bahasa iklan produk kosmetik di televisi ini juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu: (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori tindak tutur ilokusi yang dikemukakan Searle, disimpulkan bahwa bahasa iklan produk kosmetik di televisi mengandung ilokusi representatif jenis mengusulkan, direktif jenis menyuruh, komisif jenis menawarkan, dan ekspresif jenis memuji.

Kata kunci : Implikatur Percakapan, Prinsip Kerja Sama, Tindak Tutur Ilokusi, Iklan Produk Kosmetik, Tinjauan Pragmatik.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana ,1984: 19). Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia terutama fungsi komunikatif. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat digunakan untuk menyampaikan informasi atau berita, fakta, pendapat, dan lain-lain dari seorang penutur. Bahasa adalah percakapan yang baik, sopan santun; sistem lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi (Abdillah dan Prasetyo, 2007: 69).

Pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan, salah satunya dalam perdagangan khususnya penawaran barang yang sering disebut iklan. Iklan merupakan salah satu bentuk wacana transaksional (Samsuri,1987 ; Kinneavy,1971:4) sebab iklan merupakan bentuk penggunaan bahasa yang ada di masyarakat untuk menyalurkan pesan dari seorang pengusaha (atau lainnya) kepada calon konsumen (Rani, 2004:7). Iklan merupakan komunikasi tidak langsung melalui media, biasanya kalimat-kalimat dalam iklan tersusun rapi atau bahkan berupa wacana untuk menarik konsumen. Iklan sebagai alat komunikasi atau penghubung antara produsen dengan konsumen dalam menawarkan barang atau jasa yang dirasakan lebih efisien. Bahasa dalam iklan yang berupa implikatur percakapan dibuat menarik tanpa melupakan kaidah kebahasaan yang ada.


(12)

Dalam sebuah percakapan, untuk dapat memahami makna tersirat suatu ujaran pemahaman mengenai implikatur sangat diperlukan. Makna yang tersirat dalam suatu percakapan disebut juga sebagai implikatur percakapan. Dengan kata lain, implikatur percakapan adalah proposisi atau pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau yang dimaksudkan penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur dalam suatu percakapan (Grice dalam Gunarwan, 2004:247).

Implikatur suatu ujaran ditimbulkan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan. Prinsip percakapan adalah prinsip yang harus diperhatikan dan yang harus dipatuhi oleh pengguna bahasa agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Selanjutnya, dijelaskan bahwa prinsip percakapan ini meliputi prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Prinsip kerja sama mengharuskan penutur memberikan kontribusi percakapan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Sementara itu, prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan-aturan yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertutur (Grice dalam Gunarwan, 2004:308).

Implikatur percakapan merupakan bagian dari kajian pragmatik. Levinson (1983:27 dalam Siregar, 2011:23) mengatakan pragmatik adalah penelitian di dalam bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan (tindak ujaran), dan struktur wacana. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule,1983:31 dalam Rani, 2004:170). Implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkait (Grice,1975 dalam Rani, 2004: 171). Implikatur


(13)

percakapan sering kali ditemukan dalam iklan-iklan di televisi, radio, dan majalah guna untuk menarik perhatian konsumen. Produk kosmetik yang diiklankan di televisi merupakan salah satu iklan yang menggunakan implikatur percakapan.

Kajian pragmatik tentang implikatur berkaitan dengan bahasa lisan. Bahasa lisan dipakai dalam membuat iklan yang ditayangkan di televisi ataupun di radio yang berupa tuturan bahasa.

Media televisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban kehidupan manusia, hampir dalam keseharian manusia selalu berhubungan dengan media komunikasi massa yang paling berpengaruh ini. Siaran televisi juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu menembus batasan wilayah geografis, sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa. Televisi berpotensi sebagai salah satu unsur yang bisa mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi dan motivasi masyarakat.

Televisi merupakan media yang sering digunakan untuk menampilkan iklan produk barang atau jasa. Beberapa media iklan memiliki cara yang berbeda dalam menawarkan hasil produk barang atau jasa, tetapi mereka memiliki fungsi yang sama yaitu bertujuan untuk memberitahu dan mempengaruhi masyarakat. Dalam hal ini, iklan membutuhkan bahasa untuk mengkomunikasikan semua itu. Penggunaan bahasa dalam sebuah iklan merupakan hal yang penting.

Kosmetik menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya para perempuan sebab kosmetik tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan hidup manusia. Manusia selalu menggunakan kosmetik untuk mempercantik diri. Kosmetik berhubungan dengan kecantikan;bahan untuk mempercantik wajah,


(14)

kulit, rambut, dsb (Alwi, 2007:97). Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis implikatur percakapan yang terdapat dalam percakapan iklan produk kosmetik di televisi. Percakapan yang terjadi saat iklan produk kosmetik itu berlangsung sengaja dibuat produsen untuk menarik konsumen. Hal ini bisa kita lihat dalam contoh berikut: Iklan Produk Kosmetik MARINA.

X : Jadi cantik dan wajahmu itu lho, kok jadi lebih putih?

Y : Ini kan berkat perawatan wajah MARINA UV White Face Care

Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang. Dalam percakapan tersebut Y telah membuktikan manfaat dari produk ini dan menginformasikan kepada X tentang hal tersebut. Tuturan Y tersebut menunjukkan bahwa Y menginformasikan dan memberitahukan kepada X bahwa yang membuat kulit wajahnya menjadi putih adalah berkat pemakaian MARINA UVWhite Face Care .

Hal ini merupakan alasan bagi para konsumen khususnya kaum perempuan untuk menggunakan produk kosmetik MARINA. Mereka akan tertarik untuk membeli pelembab produk MARINA karena mereka ingin memiliki wajah yang putih. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pesan implisit dalam percakapan iklan kosmetik akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu membeli sebuah produk. Peneliti memilih iklan produk kosmetik yang ditayangkan di televisi sebagai objek penelitian karena televisi merupakan media massa komersil yang sering ditonton oleh masyarakat sehingga televisi dijadikan media iklan yang paling efektif dalam memasarkan produk kosmetik. Selain itu, iklan yang ditayangkan di televisi lebih menarik, penuh dengan bahasa


(15)

persuasif dan dilengkapi ilustrasi. Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi”.

1.2Rumusan Masalah

Adapun masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implikatur percakapan yang digunakan iklan produk kosmetik di televisi?

2. Tindak tutur ilokusi apa sajakah yang terdapat dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi?

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini terbatas pada analisis pragmatik yang meliputi implikatur percakapan yang terdapat pada iklan produk kosmetik perawatan wajah, badan, dan kosmetik dekoratif yang ditayangkan di Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV).

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat pada iklan produk kosmetik di televisi.

2. Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat pada bahasa iklan produk kosmetik di televisi.


(16)

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoretis

Penelitian ini dilaporkan untuk memberikan masukan (sumbangan pikiran) dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam studi bahasa Indonesia terutama yang menyangkut tentang ilmu pragmatik, dalam hal ini menyangkut implikatur percakapan pada iklan produk kosmetik di televisi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain di dalam usahanya untuk memperkaya wawasan ilmu pragmatik dan mengetahui hal-hal yang terungkap dalam implikatur percakapan, khususnya implikatur percakapan pada iklan produk kosmetik di televisi.


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2007:558). Paparan konsep ini dapat bersumber dari para ahli, pengalaman peneliti, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan adanya konsep, peneliti akan semakin mudah mengembangkan ide dan gagasannya untuk memperjelas hasil penelitiannya.

2.1.1 Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana ,1984: 19).

Manusia dan bahasa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Manusia sebagai mahkluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa ada manusia lain. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan bahasa untuk menjalin komunikasi dengan manusia lain sehingga terpenuhilah kewajiban moral manusia sebagai mahkluk sosial. Dalam hal ini, bahasa memainkan fungsinya sebagai alat komunikasi.

Saat ini, berbagai media komunikasi berkembang begitu pesat. Tentu saja semua itu memberikan kemudahan bagi manusia untuk mengembangkan interaksi kepada sesama. Salah satu medianya adalah melalui iklan di berbagai media.


(18)

Meski dengan wujud yang berbeda, tetapi tetap saja bahasa menjadi hal utama dalam penyampaiannya

2.1.2 Iklan

Monle Lee dan Carla Johnson mendefinisikan iklan sebagai sebuah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum. Dengan demikian jelaslah bahwa iklan merupakan media komunikasi massa.

Pemanfaatan bahasa dalam iklan tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan demi tercapainya maksud iklan itu sendiri. Secara khusus iklan di televisi lebih menekankan bahasa tutur dalam menyampaikan maksudnya kepada orang lain. Hal itu dapat diungkapkan oleh penutur dengan menggunakan kalimat imperatif, deklaratif, maupun interogatif. Semua tentu dengan satu tujuan yaitu tercapainya pesan.

Menurut Rot Zoill melalui Rendra Widyatama (2005:147) menjabarkan fungsi iklan dalam empat fungsi. Keempat fungsi tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Fungsi Precipitation

Iklan berfungsi untuk mempercepat berubahnya suatu kondisi dari keadaan yang semula tidak dapat mengambil keputusan menjadi dapat mengambil keputusan. Sebagai contoh adalah meningkatkan permintaan, menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang sebuah produk.


(19)

b. Fungsi Persuasion

Iklan berfungsi untuk membangkitkan khalayak sesuai pesan yang diiklankan. Hal ini meliputi daya tarik emosi, menyampaikan informasi tentang ciri suatu produk, dan membujuk konsumen untuk membeli.

c. Fungsi Reinforcement (meneguhkan sikap)

Iklan mampu meneguhkan keputusan yang telah diambil oleh khalayak. d. Fungsi Reminder

Iklan mampu mengingatkan dan semakin meneguhkan terhadap produk yang diiklankan.

Iklan di televisi memiliki kecenderungan menggunakan tindak tutur lisan yang berbeda antara iklan satu dengan yang lain. Jenis iklan yang sama pun memiliki tindak tutur yang berbeda pula. Berbagai iklan yang ditayangkan di televisi memiliki keragaman demi menjaring konsumennya dengan pengemasan bahasa yang menarik. Bahkan demi menjaring konsumen, setiap iklan menunjukkan keunggulan barang yang diiklankan. Selain itu, iklan kerap kali ditayangkan berulang-ulang sehingga akan semakin memberikan kesan yang dalam kepada konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini mempunyai maksud agar konsumen selalu ingat dengan produk yang ditawarkan dan tidak mempedulikan produk yang lain.http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2018848-bahasa-iklan-dan-fungsinya/#ixzz2BuWyaFh9)


(20)

2.1.3 Kosmetik

Kosmetik berhubungan dengan kecantikan; bahan untuk mempercantik wajah, kulit, rambut, dsb (Alwi, 2007:97).

Kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan bahwa kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono, 2007).

Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaan: 1) Kosmetik perawatan kulit wajah yang terdiri dari :

a) Pembersih (Milk Cleanser) b) Penyegar (Toning)

c) Pengelupasan sel tanduk (Chemical Peeling) d) Krim pengurut (Masage Cream)


(21)

f) Pelembab (Moistorizer)

g) Krim Vitamin (Eye Cream, Night Cream) h) Krim pelindung (Sun Screen)

(Setiyani M.G., 1996:28)

2) Kosmetik perawatan badan terdiri dari :

a) Pembersih seperti sabun mandi, lulur, pembersih kuku, bubuk batu apung, anti septik.

b) Pelembab kulit badan seperti:body lotion c) Krim pengurut

d) Penyegar seperti: deodorant sparay, body splash. (Nelly Hakim, 2001:26)

Kosmetik dekoratif merupakan kosmetik yang dibuat dan digunakan untuk merias atau memperindah kulit. Biasanya dibuat dengan berbagai macam warna dan aroma. Kosmetika dekoratif pada umumnya terdiri dari :

1) Bedak dasar (Foundation) 2) Bedak (Face Powder ) 3) Cat bibir (lipstick) 4) Pemerah pipi (blush on) 5) Pembuat garis mata (eyeliner) 6) Maskara


(22)

3) Kosmetik perawatan rambut a) Shampoo

b) Conditioner

c) Hair tonic

2.2Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pragmatik

Pragmatik menurut Yule adalah “cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki oleh penutur” (dalam Cahyono,1995:213).

Menurut Leech (Wijana,1996:3) pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Di dalam bahasa, pragmatik terkadang juga memperhatikan suara dan struktur kalimat beserta makna kalimat tersebut.

Pragmatik adalah penelitian di dalam bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan (tindak ujaran), dan struktur wacana (Levinson, 1983 dalam Siregar, 2011:23)

Levinson (1983 dalam Rahardi, 2009:20) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari struktur bahasanya.


(23)

2.2.2 Konteks

Konteks berasal dari bahasa Latin contexere yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang menjalin bersamanya.

Konteks adalah lingkungan di sekitar tuturan yang memungkinkan peserta tutur untuk berinteraksi dalam peristiwa komunikasi dan membuat bentuk lingual kebahasaaan yang digunakan dalam interaksi itu dapat dimengerti.

(http//:www.wikipedia.com)

Konteks situasi tutur (speech situational contexts) di dalam bidang pragmatik itu menurut Wijana (1996 dalam Rahardi, 2009:22) dapat mencakup aspek-aspek seperti yang berikut ini: (1) penutur dan lawan tutur,(2) konteks tuturan,(3) tujuan tuturan,(4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

Ada empat pokok pandangan Firth mengenai konteks:

a. Peserta tutur (participants) dalam situasi: orang-orang yang terlibat dalam peristiwa komunikasi.

b. Tindakan peserta tutur: aktivitas yang dilakukan, baik berupa tindakan tutur (verbal action) maupun tindakan yang bukan tutur (non-verbal action).

c. Ciri-ciri situasi lainnya yang relevan: benda-benda dan kejadian-kejadian sekitar, sepanjang hal itu memiliki hubungan tertentu dengan hal yang sedang berlangsung.


(24)

d. Dampak-dampak tindakan tutur: bentuk-bentuk perubahan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang dituturkan oleh peserta tutur dalam peristiwa komunikasi

Dalam penelitian di bidang etnografi komunikasi, Hymes mengajukan seperangkat konsep yang berkaitan dengan konteks ini dalam sebuah akronim SPEAKING. (http:// /www.konteks-dalam-pragmatik.com/page/8/)

2.2.3 Peristiwa Tutur

Dalam studi pragmatik terdapat pula peristiwa tutur. Peristiwa tutur merupakan faktor lain yang mempengaruhi bentuk makna dan makna wacana. Chaer (1995:61) mengatakan yang dimaksud dengan peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi lingustik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seorang pakar linguistik terkenal, Hymes (1972 dalam Chaer, 1995:62) mengatakan bahwa sesuatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING Kedelapan komponen itu adalah (diangkat dari Wadhaugh 1990):

Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai telah berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan


(25)

dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa, dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Misal, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan dia berbicara terhadap teman-teman sebayanya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.


(26)

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek ragam, atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya berhubungan dengan cara interupsi, bertanya, dan sebagainya.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.2.4 Pengertian Implikatur

Menurut Grice istilah implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983: 31 dalam Rani, 2004: 170). Dalam suatu tindak percakapan, setiap bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda dengan implikasi (Wijana, 1996: 37). Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasi kadang-kadang dapat menyulitkan mitra tutur untuk memahaminya, namun pada umumnya antara penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian, implikatur mengisyaratkan adanya perbedaan antara tuturan dengan maksud yang ingin disampaikan.


(27)

Menurut Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan semantik antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam contoh (1), (2), dan (3) berikut ini terlihat bahwa tuturan (+) Bambang datang memungkinkan memunculkan reaksi yang bermacam-macam Rokoknya disembunyikan, Aku akan pergi, dan Kamarnya dibersihkan. Masing-masing reaksi itu memunculkan implikasi yang berbeda-beda.

1. (a) + Bambang datang

- Rokoknya disembunyikan (b) + Bambang datang

- Aku akan pergi dulu (c) + Bambang datang

- Kamarnya dibersihkan

Jawaban (-) dalam (a) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok, tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak pernah memberi temannya, dan sebagainya. Jawaban (-) dalam (b) mungkin mengimplikasikan bahwa (-) tidak senang dengan Bambang. Akhirnya jawaban (-) dalam (c) mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang pembersih. Ia akan marah-marah melihat sesuatu yang kotor. Penggunaan kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan oleh sebuah tuturan tidak terhindarkan sifatnya sehubungan dengan banyaknya kemungkinan implikasi yang melandasi kontribusi (-) dalam (a), (b), (c).


(28)

Menurut Levinson (Rani, 2004: 173) implikatur percakapan (conversational implicature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal:

1) konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.

2) konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah.

3) konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik.

4) konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat.

Contoh:

2) A: Jam berapa sekarang? B: Korannya sudah datang.

Kalimat (4A) dan (4B) tidak berkaitan secara konvensional. Namun, pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Soemarmo (1988:172) menyatakan bahwa kebanyakan dari apa yang diucapkan seseorang dalam percakapan sehari-harinya mengandung implikatur. Sebagai contohnya adalah percakapan dua orang yang duduk sebangku dalam bus kota sebagai berikut:

Hari itu sangat panas, apalagi dengan keadaan bus yang sesak. Salah satu orang diantara keduanya (peneliti andaikan sebagai B) mengeluarkan


(29)

rokok dari sakunya dan merokok. Tidak lama kemudian muncullah percakapan seperti di bawah ini:

3) A: cuaca hari ini sangat panas B: maaf.

Dengan mengerti implikatur yang ingin diungkapkan si A, si B memahami bahwa ujaran si A bukanlah ujaran yang memberikan informasi bahwa “cuaca hari ini sangat panas”, melainkan sebuah permintaan agar ia tidak merokok, maka ia pun meminta maaf dan mematikan rokoknya.

Implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkait (Grice,1975 dalam Chaer, 2010: 34-37). Prinsip kerjasama tersebut ditopang oleh seperangkat asumsi yang disebut prinsip-prinsip percakapan (maxims of conversation), yaitu:

1) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawannya. Jadi, jangan berlebihan. Contoh:

4) A. Ayam saya telah bertelur.

B. Ayam saya yang betina telah bertelur.

Tuturan (B) tidak menaati maksim kuantitas karena adanya kata yang betina yang tidak perlu. Semua ayam yang bertelur sudah tentu ayam betina. Jadi, kata yang betina pada tuturan itu memberi informasi yang tidak perlu. Sementara tuturan (A) sudah menaati maksim kuantitas karena informasi yang diberikan hanya secukupnya saja, tidak berlebihan.


(30)

2) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Contoh:

5) A: Coba kamu Ahmad, kota Makasar ada di mana? B: Ada di Sulawesi Selatan, Pak.

6) A: Deny, siapa presiden pertama Republik Indonesia? B: Jendral Suharto, Pak!

A: Bagus, kalau begitu Bung Karno adalah presiden kedua,ya.

Pertuturan (8) sudah menaati maksim kualitas karena kata Makasar memang berada di Sulawesi Selatan. Namun, pada tuturan (9) A memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas dengan menyatakan Bung Karno adalah presiden kedua Republik Indonesia. Kontribusi A, yang melanggar maksim kualitas ini diberikan dengan reaksi terhadap B yang salah. Dengan kontribusi yang salah ini maka B kemudian secara cepat akan mencari jawaban mengapa A membuat pernyataan yang salah itu. Kata bagus yang diucapkan dengan nada mengejek menyadari B terhadap kesalahannya.

3) Maksim relevansi/ hubungan mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Contoh:

7) A: Bu, ada telepon untuk ibu!

B: Ibu sedang di kamar mandi, Nak.

Sepintas jawaban B pada pertuturan (10) tidak berhubungan. Namun, bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada pertuturan (10)


(31)

mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi.

4) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut. Contoh:

8) A: Kamu datang ke sini mau apa? B: Mengambil hak saya.

Penuturan (11) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata hak bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya.

2.2.5 Jenis Implikatur

Grice (1975), seperti diungkap oleh Thomas (1995:57) menyebut dua macam implikatur, yaitu:

2.2.5.1Implikatur Konvensional

Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004:14) dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan. Contoh:

9) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya.

Contoh (9) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan.

Menurut Grice (1975 dalam Rani, 2004:171) dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’. Contoh:


(32)

10) Dia orang Madura karena itu dia pemberani.

Pada contoh (10) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Madura), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau individu yang dimaksud itu orang Madura dan tidak pemberani, implikaturnya yang keliru, tetapi ujarannya tidak salah.

2.2.4.2 Implikatur Konversasional

Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu (Thomas, 1995:58). Contoh:

11) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok.

Contoh (11) di atas merupakan implikatur konversasional yang bermakna “tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan Maukah Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya?. pragmatik. html)

Implikatur konversasional disebut juga implikatur nonkonvensional merupakan suatu implikatur yang lebih mendasarkan maknanya pada suatu konteks yang melingkupi suatu percakapan. Menurut Grice (Mudjiono,1996 : 32-33). Berikut ini merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang mengandung suatu implikasi percakapan.

12) A: “Hpmu baru ya? Mengapa tidak membeli N70 aja?” B: “Ah, harganya terlalu mahal.”


(33)

Implikatur percakapan tuturan itu adalah bahwa HP yang dibeli Amurah sedangkan HP N70 harganya lebih mahal daripada HP yang dibeli A.

2.2.6 Tindak Tutur

Teori tindak tutur dikemukakan oleh (J.L Austin ,1962 dalam Chaer, 2010:27-29) merumuskan tindak tutur menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Tindak Tutur Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana adanya atau The Act Saying Something tindakan untuk menyatakan sesuatu. Contoh:

13) Jembatan Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Kalimat (13) di atas dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya untuk memberi informasi belaka, tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu. 2. Tindak Tutur Ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan

melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing Something (tindakan melakukan sesuatu). Contoh:

14) Sudah hampir pukul tujuh.

Kalimat (14) bila dituturkan oleh seorang suami kepada istrinya di pagi hari, selain memberi informasi tentang waktu, juga berisi tindakan yaitu mengingatkan si istri bahwa si suami harus segera berangkat ke kantor; jadi minta disediakan sarapan. Oleh karena itu, si istri akan menjawab mungkin seperti kalimat (15A) dan bukan kalimat (15B).

15) A.Ya, Mas! Sebentar lagi sarapan siap.


(34)

3. Tindak Tutur Perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The Act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Contoh:

16) Rumah saya jauh sih.

Tuturan (16) bukan hanya memberi informasi bahwa rumah si penutur jauh; tetapi juga bila dituturkan seorang guru kepada kepala sekolah dalam rapat penyusunan jadwal pelajaran pada awal tahun menyatakan maksud bahwa si penutur tidak dapat datang tepat waktu pada jam pertama. Maka efeknya atau pengaruhnya yang diharapkan si kepala sekolah akan memberi tugas mengajar tidak pada jam-jam pertama; melainkan pada jam-jam siang. Secara khusus, Searle (1975 dalam Chaer, 2010:29-30) mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima kategori, yaitu tindak tutur:

1) Representatif (disebut juga asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya mengatakan, melaporkan, menyebutkan, mengusulkan, mengeluh, membual, dan mengemukakan pendapat.

2) Direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Misalnya memesan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memberi nasihat, dan menantang.

3) Ekspresif yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di


(35)

dalam tuturan itu. Misalnya memuji, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, mengecam, menuduh, mengucapkan bela sungkawa, mengkritik, dan mengelak.

4) Komisif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Misalnya menawarkan, berjanji, bersumpah, dan mengancam.

5) Deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengangkat (pegawai), mengucilkan atau membuang, memutuskan, membatalkan, melarang, memberi maaf, dan mengizinkan.

2.3Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh peneliti, maka ada beberapa sumber yang relevan untuk membantu penelitian ini.

Fitri (2009), skripsinya menjelaskan tentang penggunaan implikatur dan tindak tutur dalam bahasa iklan rokok Sampoerna a Mild pada papan iklan. Dalam skripsinya beliau menerapkan teori implikatur yang dikemukakan oleh Grice dengan menganalisis prinsip-prinsip percakapan (maxim of confersation), yaitu :1) prinsip kuantitas; 2) prinsip kualitas; 3) prinsip hubungan ; 4) prinsip cara dalam iklan rokok Sampoerna a Mild pada papan iklan. Skripsi beliau tidak hanya menganalisis implikatur tetapi juga membahas tindak tutur lokusi, ilokusi,


(36)

dan perlokusi. Dalam penelitiannya, beliau menggunakan metode simak untuk mengumpulkan data dan metode padan untuk menganalisis data. Tulisan ini memberi sumbangan bagi peneliti dalam memahami teori implikatur percakapan.

Nasution (2009), dalam tesisnya membahas implikatur percakapan yang terjadi dalam acara debat kandidat calon kepala daerah DKI Jakarta. Dalam penelitiannya beliau memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang diperoleh dari terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama. Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode deskriptif bersifat kualitatif. Untuk mengumpulkan data, beliau menggunakan metode simak dan data dianalisis dengan menggunakan metode padan. Beliau menggunakan teori implikatur percakapan yang diungkapkan Grice dalam penelitiannya. Hasil tesis beliau adalah telah terjadi pelanggaran maksim percakapan yang dilakukan oleh para calon cagub dan cawagub yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, maksim kuantitas dan maksim cara. Pelanggaran terjadi disebabkan tanggapan- tanggapan yang dikemukakan para kandidat tidaklah relevan terhadap pertanyaan panelis, tidak jelas, kurang memiliki bukti, dan memberikan informasi lebih dari yang ditanyakan. Tesis ini bermanfaat bagi penulis dalam memahami prosedur penelitian deskriptif-kualitatif, mengetahui cara menganalisis data, dan menggunakan teori implikatur pada data yang akan dianalisis.

Mono (2002), dalam tesisnya membahas bentuk slogan signatura iklan kosmetika dikaji dari segi pragmatik. Dalam penelitiannya, beliau mengidentifikasi bentuk slogan signatura iklan kosmetika, mendeskripsikan tujuan informatif dan komunikatif slogan iklan kosmetika, dan mendeskripsikan


(37)

presumsi relevansi optimal dan interpretasi relevansi optimalnya. Penelitiannya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data yang beliau lakukan adalah menggunakan metode rekam. Untuk menganalisis data, beliau menggunakan teori relevansi atau prinsip relevansi yang dikemukakan Sperber dan Wilson. Hasil dari tesis ini adalah bentuk slogan signatura iklan kosmetika berupa frase, tujuan informatif slogan signatura tersebut untuk menjelaskan kepada pemirsa bahwa komunikator memiliki seperangkat asumsi. Tujuan komunikatif adalah agar pemirsa dan komunikator saling mengerti tentang seperangkat asumsi yang terkandung dalam tujuan informatif slogan signatura iklan kosmetika. Tesis ini bermanfaat bagi penulis dalam memahami bentuk bahasa iklan kosmetik dan memahami cara menganalisis data bahasa iklan kosmetik dengan teori pragmatik.

Ardison (2011), dalam skripsinya membahas implikasi pada tuturan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas yang terjadi di kantin. Dalam penelitiannya beliau menjelaskan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam prinsip kerja sama pada tuturan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa implikasi pada tuturan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas yaitu: menolak, menyindir, mengejek, menyuruh pergi, menuduh, menolak, menjawab, meminta traktiran, dan mengolok-olok. Maksim-maksim yang dilanggar dalam prinsip kerja sama pada tuturan mahasiswa tersebut, yaitu : maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara. Skripsi ini memberi sumbangan bagi peneliti mempelajari bentuk pelanggaran-pelanggaran prinsip kerja sama/maksim dalam teori implikatur percakapan


(38)

Subekti (2011) dalam skripsinya membahas bentuk tuturan yang mengandung implikasi percakapan dan faktor-faktor yang mengakibatkan adanya pemakaian implikatur pada komentator sepak bola di ANTV. Semua percakapan yang dibahas dalam analisisnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan teori prinsip kerja sama yang dikemukakan Grice, yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Penelitian ini memberi sumbangan bagi peneliti dalam memahami penggunaan teori implikatur percakapan pada data percakapan di televisi.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah iklan yang terdapat di Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV).

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 14 April 2013.

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari iklan produk kosmetik yang ditayangkan di Surya Citra Televisi Indonesia.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian. Sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,1993:9).

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode simak. Metode simak merupakan metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang disimak adalah penggunaan bahasa pada iklan produk kosmetik di televisi. Sesuai dengan jenis data, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik sadap. Teknik sadap dilakukan dengan menyadap pembicaraan pada iklan produk kosmetik di televisi. Peneliti sekaligus menggunakan teknik rekam pula, yaitu merekam percakapan yang


(40)

perekam video. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Teknik catat adalah mencatat data yang dikumpulkan dari penerapan hasil teknik sebelumnya (Sudaryanto,1993:33)

Dalam penelitian ini, akan menggunakan teknik simak catat. Jadi, dalam penelitian ini peneliti merekam percakapan pada iklan produk kosmetik di televisi dan merekam keseluruhan adegan iklan produk kosmetik yang ditayangkan dengan menggunakan video. Setelah diadakan perekaman, menyimak tuturan-tuturan tersebut dan mentranskripsikannya dalam kartu data. Tujuan pentranskripsian ini adalah agar peneliti mudah mengamati data- data yang nantinya akan dianalisis.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data dikumpulkan, diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Metode yang digunakan dalam teknik analisis data ini adalah metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto,1993:21). Metode ini digunakan untuk menyeleksi serangkaian iklan produk kosmetik di televisi yang menggunakan implikatur percakapan.

Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial, daya pilah ortografis, dan daya pilah pragmatis (Sudaryanto,1993:21). Dalam penelitian ini


(41)

peneliti menggunakan teknik refensial dan teknik pragmatik. Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk implikatur dan teknik pragmatis digunakan untuk menjelaskan implikasi dan mengetahui faktor yang menyebabkan pemakaian implikatur.

Contoh :

Iklan (1) Wardah- versi pernikahan

Simak pertuturan antara X seorang kakak dengan Y seorang adik perempuannya. (1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

(2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

(3) X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik. Y: Ya.

Iklan (1) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini. Tuturan pada iklan (1) akan dianalisis sebagai berikut:

Percakapan tersebut dilakukan oleh dua orang yaitu antara X dan Y. Percakapan di atas terjadi saat peristiwa pernikahan Y. Tuturan X menginformasikan kelebihan produk Wardah kepada Y bahwa wajah Y tampak berbeda setelah memakai Wardah secara teratur. Kemudian, Y mengucapkan terima kasih atas pemberitahuan X mengenai produk Wardah, berkat Wardah wajah Y tampak cantik di hari pernikahannya.

Situasi tutur yang terjadi bahwa Y terharu dan mengungkapkan terima kasih kepada X yang sudah memberitahu memakai Wardah sebagai kosmetik pilihannya sehingga wajahnya tampak berbeda saat acara pernikahan.


(42)

1) Bentuk Implikatur Percakapan

Pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan lawan tutur dalam pertuturan itu menaati prinsip-prinsip kerjasama seperti yang dikemukakan oleh Grice (1975). Untuk dapat menemukan implikatur tuturan pada iklan tersebut, terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan itu mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Tuturan iklan itu memiliki implikatur apabila melanggar salah satu dari empat maksim yang dikemukakan Grice.

Empat maksim percakapan tersebut adalah:

a) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawannya. Misal,

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Pertuturan (1) sudah menaati maksim kuantitas karena telah memberikan kontribusi yang memadai. Pertuturan tersebut tidak menaati maksim kuantitas apabila:

X: Kalau pakai kosmetik Wardah secara teratur bedakan hasilnya. Yuuk… Pertuturan tersebut tidak menaati maksim kuantitas karena adanya kata kosmetik yang tidak perlu. Wardah merupakan merek kosmetik . Jadi, kata kosmetik pada tuturan ini memberikan informasi yang tidak perlu. b) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Misal, pada percakapan X dan Y:


(43)

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk…. (2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

Pertuturan (2) melanggar maksim kualitas dengan mengatakan makasih ya semuanya. Tuturan (2) tidak menaati maksim kualitas karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya. Pertuturan (2) dapat menaati maksim kualitas bila Y mengatakan makasih ya atas Wardahnya.

c) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Pertuturan X dan Y:

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk…. (2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

Pertuturan (2) melanggar maksim relevansi. Komentar Y terhadap pernyataan X tidak ada relevansinya, sebab pemakaian Wardah teratur akan tampak hasilnya yang diutarakan X seharusnya dijawab dengan pernyataan “ya benar “oleh Y sebagai pembuktian pemakaian Wardah secara teratur benar adanya, bukan pernyataan “makasih ya semuanya”. d) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut. Berikut pertuturan X dan Y yang belum menaati maksim cara ini.

(1) X : Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk…. (2) Y : Kak, makasih ya semuanya.

(3) X : Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik. Y : Ya.


(44)

Penuturan (3) tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata “dari awal” dapat berarti dari awal tahun, awal bulan, ataupun awal minggu. Pernyataan “ sudah memilih yang terbaik” tidak menaati maksim cara karena informasi “sudah memilih yang terbaik” bersifat ambigu. Pernyataan “sudah memilih yang terbaik” dapat mengacu pada pilihan jodoh atau pada pilihan hidupnya.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan memiliki implikatur karena telah melanggar tiga dari empat maksim percakapan tersebut, yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.

2) Menentukan Jenis Implikatur

Pertuturan pada iklan (1) memiliki implikatur, yaitu adanya keterkaitan antara ujaran dari seorang penutur dan lawan tuturnya. Namun, keterkaitan itu tidak tampak secara literal, tetapi dapat dipahami secara tersirat. Untuk mengetahui jenis implikatur percakapan pada iklan (1) maka diperlukan analisis pada iklan tersebut berdasarkan teori Grice tentang jenis implikatur.

a) Implikatur konvensional, yaitu implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika.

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Secara logika dari ujaran X dapat dipahami bahwa pemakaian Wardah secara tidak teratur tidak akan menghasilkan hasil yang berbeda dari sebelumnya.


(45)

Dari tuturan tersebut secara logika dapat dipahami bahwa tuturan X mengajak kaum perempuan untuk memilih produk terbaik sejak awal. Tuturan tersebut mengandung arti Wardah sebagai pilihan terbaik untuk wanita.

b) Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu.

(3)X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Berdasarkan konteks atau peristiwa tutur yang telah dikemukakan di awal bahwa pertuturan (3) membicarakan Wardah dalam acara pernikahan. Dari tuturan X tersebut berdasarkan konteks yang ada dapat bermakna ‘dari awal kamu sudah memilih Wardah sebagai pilihan terbaik’ bukan ‘dari awal kamu sudah memilih jodoh yang terbaik’.

Berdasarkan dua jenis implikatur di atas, tuturan (1) merupakan jenis implikatur konvensional dan tuturan (3) merupakan jenis implikatur konversasional. Maka dapat disimpulkan bahwa iklan (1) memiliki jenis implikatur konvensional dan implikatur konversasional secara bersamaan yaitu dapat dianalisis berdasarkan logika dan konteks.

3) Menentukan Tindak Tutur Ilokusi

J.L Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan. Demikian pula halnya dengan tuturan pada iklan (1) telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang diungkapkan Austin, yaitu:


(46)

1) Tindak Tutur Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana adanya atau The Act Saying Something tindakan untuk menyatakan sesuatu.

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….

Tuturan (1) dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya untuk memberi informasi bahwa memakai Wardah secara teratur akan tampak hasil yang berbeda.

(3)X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik.

Tuturan (3) dituturkan untuk memberi informasi bahwa ‘kamu tidak salah pilih’.

2) Tindak Tutur Ilokusi selain menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing Something (tindakan melakukan sesuatu).

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk…. (2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

Tuturan (1) mempunyai daya ilokusi yaitu memuji, menyuruh, mengusulkan Y untuk memakai Wardah secara teratur. Tindakan Y pada tuturan (2) adalah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dan Y mengucapkan terima kasih.

3) Tindak Tutur Perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau orang yang mendengar tuturan itu. Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The Act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain).


(47)

(1) X: Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk…. (2) Y: Kak, makasih ya semuanya.

(3) X: Dari awal kamu sudah memilih yang terbaik. Y: Ya.

Tuturan (2) merupakan efek atau pengaruh dari tuturan (1) . Tuturan (1) merupakan tindak tutur ilokusi memuji, menyuruh, mengusulkan dan efek terhadap orang yang mendengar tuturan itu merupakan perlokusi dari menyuruh yaitu menaati/menerima saran.

Searle mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima kategori, yaitu:1) Representatif (disebut juga asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya mengatakan, melaporkan, menyebutkan, mengusulkan, mengeluh, membual, dan mengemukakan pendapat. 2) Direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Misalnya memesan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan,memberi nasihat, dan menantang. 3) Ekspresif yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Misalnya memuji, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, mengecam, menuduh, mengucapkan bela sungkawa, mengkritik, dan mengelak. 4) Komisif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Misalnya menawarkan, berjanji, bersumpah, dan mengancam. 5) Deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk


(48)

menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengangkat (pegawai), mengucilkan atau membuang, memutuskan, membatalkan, melarang, memberi maaf, dan mengizinkan.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan (1) yaitu “Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….” termasuk ke dalam ilokusi ekspresif jenis memuji, representatif jenis mengusulkan ,komisif jenis menawarkan, dan direktif jenis menyuruh. Dapat disimpulkan bahwa iklan (1) mengandung tindak tutur ilokusi ekspresif, representatif, komisif, dan direktif yang terdapat pada tuturan (1) yaitu “Kalau pakai Wardah teratur bedakan hasilnya. Yuuk….”.


(49)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi

Iklan (1) Citra Body Lotion

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang nggak

kagum?

(3) Citra Pearly White UV dengan ekstra mutiara alami menjadikan kulitmu tampak putih berkilau dan memberi perlindungan UVA dan UVB.

(4) Citra awali cantikmu.

Tuturan pada iklan (1) berlangsung di lingkungan kamus, situasi kampus ramai dengan mahasiswa dan penutur menjadi pusat perhatian. Terdapat dua orang perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X dan Y. selain itu, beberapa orang laki-laki dan perempuan lainnya yang sedang memperhatikan X. Tujuan pertuturan tersebut membicarakan penyebab semua orang memperhatikan X. Bentuk ujaran pertuturan iklan (1) bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara, dan semangat pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan mengacu kepada aturan interaksi yaitu X bertanya kemudian Y menjawab. Bentuk penyampaian pertuturan pada iklan (1) berbentuk komunikasi langsung.

Untuk menentukan implikatur percakapan pada tuturan iklan (1), terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (1) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice . Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1) Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh


(50)

lawannya. Tuturan (1) telah menaati maksim kuantitas karena telah memberikan kontribusi yang memadai atau mencukupi.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. 2) Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal

yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Ternyata tuturan (2) tidak menaati maksim kualitas karena tidak mengatakan hal sesuai dengan fakta.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang nggak

kagum?

Tuturan (2) dapat menaati maksim kualitas apabila sesuai dengan fakta yaitu.

(1) X: Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y: Tidak ada yang salah. Itu karena kulitmu tampak begitu putih dan

berkilau. Siapa yang nggak kagum?

Tuturan (3) melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang tidak memiliki bukti yang memadai, yaitu mengatakan:

(3) Citra Pearly White UV dengan ekstra mutiara alami menjadikan kulitmu tampak putih berkilau dan memberi perlindungan UVA dan UVB.

3) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan.

Tuturan pada iklan (1) sudah memenuhi maksim relevansi karena tuturan yang dimunculkan selaras dengan pesan yang ingin disampaikan, yakni kulit tampak begitu putih dan berkilau berkat pemakaian Citra Pearly White UV.


(51)

4) Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut. Berikut pertuturan X dan Y yang tidak menaati maksim cara ini.

(4) Citra awali cantikmu.

Tuturan (4) melanggar maksim cara karena tidak mengatakan sesuatu secara langsung, bersifat ambigu, dan berlebihan. Tuturan (4) dapat menaati maksim cara dengan mengatakan “citra membuat kulitmu cantik”.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan (1) memiliki implikatur karena telah melanggar dua dari empat maksim percakapan yang diungkapkan Grice, yaitu maksim kualitas dan maksim cara.

Untuk mengetahui jenis implikatur percakapan yang terdapat pada iklan (1) perlu dilakukan analisis berdasarkan dua jenis implikatur yang dikemukakan Grice, yaitu Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika. Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu. Tuturan pada iklan (1):

(1) X : Hey. Ada yang salah ya sama aku. Kok semua liatin aku terus ya. (2) Y : Karena kulitmu tampak begitu putih dan berkilau. Siapa yang

nggak kagum?

Implikatur percakapan tuturan (2) adalah “ tidak ada yang salah dengan kulit X”.


(52)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tuturan (2) merupakan implikatur konversasional yaitu implikatur percakapan yang dihasilkan karena adanya konteks tertentu dalam tuturan.

Iklan (2) Biore Skin Caring Body Foam

(5)Kelembutannya menghangatkan. (6) Kelembutannya menyemangati seperti Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild . (7) Memeluk kulitmu. (8) Merawatnya dari mandi ke mandi. (9) Lembut menyenangkan.

(10) Biore Caring Pure Mild dibalik kelembutanku.

Tuturan pada iklan (2) berlangsung di ruang kerja. Terdapat dua orang perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X dan Y. Tokoh Y tampak lelah karena pekerjaannya, lalu X datang dan menyarankan kepada Y untuk memakai Biore Skin Caring Body Foam. Bentuk ujaran pertuturan iklan (2) bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara, dan semangat pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan mengacu kepada aturan interaksi yaitu X menyarankan memakai Biore Skin Caring Body Foam kemudian Y menaatinya. Bentuk penyampaian pertuturan iklan (2) berbentuk tidak komunikasi langsung.

Untuk mengetahui implikatur percakapan yang terdapat pada tuturan iklan (2) terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (2) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh


(53)

lawannya. Tuturan iklan (8) tidak menaati maksim kuantitas karena tidak memberi kontribusi yang memadai atau mencukupi.

(8) Merawatnya dari mandi ke mandi.

Tuturan (8) dapat menaati maksim kuantitas apabila diubah menjadi: (8) Merawat kulitmu dari kuman, bakteri, dan debu.

2. Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Tuturan (5-9) tidak menaati maksim kualitas karena tidak menuturkan hal yang sesuai dengan fakta.

(5) Kelembutannya menghangatkan. (6) Kelembutannya menyemangati seperti Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild . (7) Memeluk kulitmu. (8) Merawatnya dari mandi ke mandi (9) Lembut menyenangkan.

Tuturan (5-9) merupakan tuturan yang tidak memiliki bukti yang memadai tentang Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild , berlebih-lebihan, tidak sesuai fakta yang ada.

3. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Tuturan data (7) sudah menaati maksim relevansi karena tuturan yang disampaikan selaras dengan tema yang ingin disampaikan, kulit menjadi lembut akibat dari pemakaian Biore Caring Pure Mild.

4. Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.


(54)

Tuturan data (5),(6),(9) tidak menaati maksim cara sebab kata kelembutannya bersifat ambigu, kabur. Kata kelembutannya dapat mengacu kepada sifat lemah lembut atau kulitnya yang lembut.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan (2) memiliki implikatur karena telah melanggar tiga dari empat maksim percakapan tersebut, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara.

Untuk menentukan jenis implikatur yang terdapat pada iklan (2) dapat dilakukan analisis berdasarkan dua jenis implikatur percakapan yang dikemukakan Grice, yaitu:

1. Implikatur konvensional, yaitu implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika.

2. Implikatur konversasional, yaitu implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu.

Berikut tuturan iklan (2):

(5)Kelembutannya menghangatkan. (6) Kelembutannya menyemangati seperti Skin Caring Body Foam Biore Pure Mild . (7) Memeluk kulitmu. (8) Merawatnya dari mandi ke mandi. (9) Lembut menyenangkan.

(10) Biore Caring Pure Mild dibalik kelembutanku.

Implikatur percakapan tuturan (5-10) adalah bahwa X dan Y telah memakai Biore Caring Pure Mild sehingga kulit mereka lembut.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan (5-10) memiliki jenis implikatur konversasional, yaitu implikatur percakapan yang dihasilkan karena adanya konteks tuturan.


(55)

Iklan (3) Rexona Men

Baru! Rexona men. (11) Tak masalah seberapa hebat aksimu, ketiak tetap kering.(12) Baru! Rexona Men dengan perlindungan tetap kering 50% lebih lama bikin kamu selalu segar dan percaya diri. (13) Taklukkan lebih dengan Rexona Men baru! (14) Rexona setia setiap saat.

Tuturan pada iklan (3) berlangsung di suatu ruangan di dalam hotel. Terdapat satu orang laki-laki yang memakai Rexona men untuk persiapan pergi ke pesta. Tiba- tiba datang tiga orang laki-laki yang menyerangnya. Empat orang laki-laki tersebut lalu beradu kecepatan untuk tiba di tempat pesta dengan kondisi segar dan seorang laki-laki yang memakai Rexona men ketiaknya tetap segar setelah aksinya yang menguras tenaga. Tujuan pertuturan tersebut membicarakan kelebihan Rexona men meskipun melakukan aksi yang hebat namun tidak ada masalah dengan ketiak. Bentuk ujaran pertuturan iklan (4) bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan. Nada, cara, dan semangat pesan yang disampaikan singkat. Bentuk penyampaian pertuturan data (4) berbentuk komunikasi tidak langsung.

Untuk menentukan implikatur percakapan pada tuturan iklan (3) terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (3) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Tuturan iklan (3) memiliki implikatur apabila melanggar salah satu dari empat maksim yang dikemukakan Grice.

Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawannya. Tuturan (13-14) tidak menaati maksim kuantitas karena


(56)

memberikan kontribusi yang secara kuantitas tidak memadai atau mencukupi.

(13) Taklukkan lebih dengan Rexona Men baru! (14) Rexona setia setiap saat.

Tuturan tersebut akan menaati maksim kualitas apabila diubah menjadi (13) Atasi bau keringat ketiakmu dengan Rexona Men baru! (14) Rexona siap mengatasi bau keringat ketiakmu.

2. Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Misal:

(11) Tak masalah seberapa hebat aksimu, ketiak tetap kering. 12) Baru! Rexona Men dengan perlindungan tetap kering 50% lebih lama bikin kamu selalu segar dan percaya diri.

Tuturan (11-12) melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang tidak memiliki bukti yang memadai tentang Rexona Men, tidak sesuai dengan fakta yang ada, dan berlebih-lebihan.

3. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Tuturan pada iklan (3) menaati maksim relevansi.

Baru! Rexona men. (8)Tak masalah seberapa hebat aksimu, ketiak tetap kering. (9) Baru! Rexona Men dengan perlindungan tetap kering 50% lebih lama bikin kamu selalu segar dan percaya diri. (10)Taklukkan lebih dengan Rexona Men baru! (11)Rexona setia setiap saat.

Sepintas tuturan pada iklan (3) tidak berhubungan. Namun, bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Tuturan pada iklan (3) mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa Rexona Men menjadikan


(57)

ketiak tetap kering dengan ketiak kering seseorang akan percaya diri maka gunakan Rexona Men setiap saat.

4. Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut. Tuturan (10) melanggar maksim cara yaitu kalimat “Taklukkan lebih dengan Rexona Men baru! Kata taklukkan dapat diartikan menaklukan keringat atau menaklukkan hati perempuan. Tuturan (11)Rexona setia setiap saat melanggar maksim kualitas yaitu mengatakan hal yang berlebih-lebihan, misal kata setia , kata setia yang berarti ‘berpegang teguh’ tidak tepat digunakan pada tuturan (11). Tuturan (11) dapat menaati maksim cara apabila diubah “Gunakan Rexona setiap saat”.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan (3) memiliki implikatur karena telah melanggar tiga dari empat maksim percakapan yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara.

Untuk mengetahui jenis implikatur yang terdapat pada iklan (3) perlu dilakukan analisis menggunakan teori dua jenis implikatur pecakapan yang dikemukakan Grice, yaitu:

1. Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika.

2. Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan berdasarkan konteks tertentu.

Berikut tuturan iklan (3):

(11) Tak masalah seberapa hebat aksimu, ketiak tetap kering.(12) Baru! Rexona Men dengan perlindungan tetap kering 50% lebih lama


(58)

bikin kamu selalu segar dan percaya diri. (13) Taklukkan lebih dengan Rexona Men baru! (14) Rexona setia setiap saat.

Implikatur percakapan tuturan (11-14) adalah “Hanya Rexona Men baru yang dapat membuat ketiak tetap kering”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan (11-14) merupakan jenis implikatur konversasional yaitu implikatur yang dihasilkan karena adanya konteks tuturan.

Iklan (4) Citra Night Whitening Lotion

(15)X: Waktunya tidur! (16) Y: Sikat gigi? (17) X: Sudah.

(18) Y: Pasang Waker? (19) X: Sudah.

(20) Y: Citra Night Whitening Lotion? (21) Z: Sudah.

(22) X: Ehm!

(23)Y: Citra night whitening lotion pakai sebelum tidur untuk membantu regenerasi kulitmu.

(24) Baru! Citra Night Whitening

Whitening Lotion pertama dari Citra dengan paduan sempurna minyak biji anggur dan ekstrablueberry dari rahasia kecantikan Asia untuk membantu regenerasi kulit ketika kamu tidur.

(25) Z: Wow, kulit cantik terasa lembut. (26) X: Sudah.

Tuturan pada iklan (4) berlangsung di kamar tidur pada malam hari. Terdapat tiga orang perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X ,Y,


(59)

digunakan sebelum tidur dapat membantu regenerasi kulit . Bentuk ujaran pertuturan data (4) bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara, dan semangat pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan mengacu kepada aturan interaksi antara X, Y, dan Z. Bentuk penyampaian pertuturan pada iklan (4) berbentuk komunikasi langsung.

Untuk menentukan implikatur percakapan pada tuturan iklan (4) terlebih dahulu harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (4) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Tuturan pada iklan (4) memiliki implikatur apabila melanggar salah satu dari empat maksim yang dikemukakan Grice.

Empat maksim percakapan tersebut adalah:

1. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur hanya memberikan kontribusi yang secukupnya saja atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawannya. Tuturan (16),(18),dan (20) tidak menaati maksim kuantitas karena kontribusi yang diberikan belum memadai atau mencukupi. Misal: 16) Sikat gigi? Sudah. 18) Pasang Waker? Sudah. 20) Citra Night Whitening Lotion. Sudah.

Tuturan tersebut akan menaati maksim kuantitas apabila ditambahkan kata tanya. Misal: 13) Apakah kamu sudah sikat gigi? Sudah. (15) Sudahkah kamu memasang Waker? Sudah. (17)Sudahkah memakai Citra Night Whitening Lotion. Sudah.

2. Maksim kualitas menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta. Tuturan (21) tidak menuturkan hal yang sebenarnya.


(60)

(24) Baru! Citra Night Whitening .

Whitening Lotion pertama dari Citra dengan paduan sempurna minyak biji anggur dan ekstrablueberry dari rahasia kecantikan Asia untuk membantu regenerasi kulit ketika kamu tidur.

(25) Z: Wow, kulit cantik terasa lembut.

Tuturan (24-25) melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang tidak memiliki bukti yang memadai tentang Citra Night Whitening, tidak sesuai dengan fakta yang ada.

3. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Tuturan pada iklan (4) menaati maksim relevansi karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah tajuk pertuturan. Tuturan iklan (4) membicarakan Citra Night Whitening Lotion dipakai pada malam hari sebelum tidur.

4. Maksim cara mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut. (25) Z: Wow, kulit cantik terasa lembut.

(26) X: Sudah.

Tuturan data (26) melanggar maksim cara sebab kata sudah bersifat ambigu. Kata sudah dapat mengacu kepada sudah memakai Citra BodyLotion yang disarankan atau sudah memiliki kulit cantik yang lembut sejak dari awal tanpa pemakaian Citra Body Lotion.

Berdasarkan empat maksim percakapan di atas, dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan (4) memiliki implikatur karena telah melanggar keempat


(61)

maksim percakapan yang diungkapkan Grice , yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.

Berdasarkan dua jenis implikatur percakapan yang dikumukakan Grice, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur konvesional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’. Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan berdasarkan konteks tertentu. Maka, tuturan iklan (4) dapat dianalisis sebagai berikut:

(20) Y: Citra Night Whitening Lotion? (21) Z: Sudah.

(22) X: Ehm!

Tuturan (19) merupakan implikatur konversasional yang berarti bahwa X tidak pernah memakai Citra Night Whitening Lotion sebelumnya.

(25) Z: Wow, kulit cantik terasa lembut. (26) X: Sudah.

Implikatur percakapan tuturan (25-26) merupakan implikatur konversasional yang berarti Z dan X sudah memakai Citra Body Lotion.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan pada iklan (4) merupakan jenis implikatur konversasional yaitu implikatur yang dihasilkan karena adanya konteks tertentu.


(62)

Iklan (5) Fair and Lovely Multivitamin

(27) X: Wajahmu cerah? Pingin deh punya wajah sepertimu. (28) Y: ABCD.

(29) X: ABCD?

(30) Y: Iya, Fair and Lovely multivitamin ABCD

Fair and Lovely multivitamin mengandung alatoin A, vitamin B, vitamin C, D dipakai setiap hari.

(31) Y: Wajahmu cerah. Kamu pantas di depan kamera. (32) X: Berkatmu dan Fair and Lovely ABCD.

Fair and Lovely Multivitamin ABCD.

Tuturan pada iklan (5) berlangsung di lokasi syuting artis Shiren Sungkar. Terdapat dua orang perempuan sebagai pihak-pihak yang terlibat pertuturan, yaitu X dan Y. Tujuan pertuturan tersebut membicarakan wajah cerah Shiren karena pemakaian Fair and Lovely Multivitamin ABCD. Bentuk ujaran pertuturan pada iklan (5) bersifat informal dengan ragam bahasa percakapan pada situasi santai. Nada, cara, dan semangat pesan yang disampaikan dengan senang hati dan singkat. Pertuturan mengacu kepada aturan interaksi yaitu X bertanya kemudian Y menjawab. Bentuk penyampaian pertuturan pada iklan (5) berbentuk komunikasi langsung.

Untuk menentukan implikatur percakapan yang terdapat pada tuturan iklan (5) maka harus dianalisis apakah tuturan pada iklan (5) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice. Tuturan pada iklan (5) memiliki implikatur apabila melanggar salah satu dari empat maksim yang dikemukakan Grice.


(1)

Tabel 1. Bentuk dan Jenis Implikatur Percakapan Iklan Produk Kosmetik di Televisi

Iklan Pelanggaran Maksim-Maksim Jenis Implikatur Percakapan (1) Kualitas dan Cara Konversasional

(2) Kualitas dan Cara Konversasional (3) Kualitas dan Cara Konversasional (4) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional (5) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional (6) Kualitas dan Cara Konversasional (7) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional (8) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional (9) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional (10) Kuantitas, Kualitas, dan Cara Konversasional

2. Dalam bahasa iklan produk kosmetik di televisi ditemukan tiga jenis tindak tutur , yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Berdasarkan lima kategori tindak ilokusi yang dikemukakan Searle, bahasa iklan produk kosmetik di televisi memiliki ilokusi representatif, ilokusi direktif, ilokusi komisif dan ilokusi ekspresif. Tindak tutur ilokusi yang sering kali muncul dalam iklan produk kosmetik di televisi adalah tindak tutur ilokusi representatif jenis mengusulkan, ilokusi direktif jenis menyuruh, ilokusi komisif jenis menawarkan, dan ilokusi ekspresif jenis memuji.


(2)

Tabel 2. Jenis Tindak Tutur Ilokusi Iklan Produk Kosmetik di Televisi Iklan Tindak Tutur Ilokusi Makna Ilokusi

(1) Representatif Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (2) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (3) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (4) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Melaporkan Menyuruh Menawarkan Memuji (5) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (6) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (7) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji (8) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Melaporkan, mengusul Menyuruh Menawarkan Memuji (9) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengatakan Menyuruh Menawarkan Memuji (10) Representatif

Direktif Komisif Ekspresif Mengusulkan Menyuruh Menawarkan Memuji


(3)

5.2 Saran

Sehubungan dengan simpulan yang telah dikemukakan, beberapa saran disampaikan sebagai berikut.

1) Pengiklan boleh saja menggunakan implikatur percakapan pada iklan produk kosmetiknya agar iklan terlihat lebih menarik, tetapi jangan melupakan kaidah kebahasaan yang ada agar tujuan informatif iklan tersebut sampai kepada konsumen.

2) Para pembaca yang menaruh perhatian pada bidang linguistik dapat melakukan penelitian lebih jauh tentang implikatur percakapan dalam berbagai konteks seperti pada radio, film, karya sastra dan sebagainya. 3) Dalam catatan penulis, penulisan terhadap implikatur percakapan tuturan

iklan harus dituntaskan dengan melakukan analisis seperti analisis jenis implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, implikatur berskala, pembatas (hedges), prinsip kesantunan, dan sebagainya. Sebab secara khusus iklan lebih menekankan bahasa tutur dalam menyampaikan maksudnya kepada konsumen. Dengan kata lain, penulisan perihal tuturan bahasa iklan ini sesungguhnya dapat dikaji pada penulisan berikutnya sebagai hal yang berkesinambungan, bisa oleh penulis kajian ini, bisa pula oleh penulis lain yang memiliki perhatian serupa terhadap fenomena pragmatik ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Gillian and George Yule. 1996. Analisis Wacana (Terjemahan Sutikno). Jakarta: Gramedia.

Cahyono, Bambang Yudi.1995. Kristal-Kristal Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta. Leech, Geoffrey.1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (Terjemahan M.D.D. Oka).

Jakarta: UI Press.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mujiyono, Wiryationo.1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: IKIP Malang.

Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Rani, Abdul, dkk. 2004. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia.

Soemarmo, Marmo.1988. Pragmatik dan Perkembangan Mutakhirnya. Dalam Soejono Darjobidjojo. Jakarta: Lembaga Bahasa Atmajaya.

Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung.


(5)

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi . Yule, George. 1996. Pragmatik (Terjemahan Indah Fajar Wahyuni). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press. Kamus

Abdillah dan Prasetyo. 2007. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola. Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Tesis

Mono, Umar. 2002. “Suatu Kajian Pragmatik Tentang Slogan Signatura Iklan Kosmetika”. Medan: USU Press.

Nasution, Zuraidah. 2009. “Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta”. Medan: USU Press.

Skripsi

Ardison. 2011. “Implikatur Percakapan Mahasiswa Fakultas Sastra Tinjauan Pragmatik “(Skripsi). Padang: Universitas Andalas.

Fitri, Juniar. 2009. “Implikatur Bahasa Iklan Rokok Sampoerna a Mild pada Papan Iklan”(Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Surbekti, Yusuf. 2011. “Implikatur Penggunaan Bahasa dalam Komentator Sepak Bola di ANTV”(Skripsi). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

Makalah

Siregar, Asrul. 2011. “Pragmatik dalam Linguistik” (Makalah). Medan: Universitas Sumatera Utara Press.


(6)

Internet

Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah).

IKIP Singaraja.(http://tulisanmakyun.blogspot.com/linguistik-prakmatik.html.) Diakses Pada Tanggal 20 Agustus 2012, Pukul 17.36 WIB.

Pukul :18.25 WIB.

15:48 WIB.

tanggal 8 Juli 2013. Pukul 21.50 WIB.