Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya adalah melalui pajak. Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 mengatakan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.

Mengutip data penerimaan perpajakan 2012-2013 yang dikeluarkan kementerian keuangan, realisasi sementara penerimaan pajak sepanjang tahun 2013 hanya tercapai Rp 1.071,1 triliun. Padahal anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan 2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 1.148,4 triliun. Dengan realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang 2013 hanya mencapai 93,4% dari target. Tak tercapainya penerimaan pajak pada 2013 membuat pemerintah gagal mencapai target tax ratio yang dibidik (www.kemenkeu.go.id

Kencenderungan tidak tercapainya target penerimaan pajak setiap tahunnya menjadi dasar direktorat jenderal pajak untuk meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara


(2)

singkat biasa disebut modernisasi (Pandiangan, 2007:7). Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner.

Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Apabila dilihat dari sisi e-government, perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang tertentu salah satunya adalah business process dan teknologi informasi/komunikasi (Habibah, 2014). Dalam perbaikan business process dan teknologi informasi/komunikasi terdapat perbaikan birokrasi kearah yang lebih baik yaitu mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja.

Perbaikan business process dan teknologi informasi/komunikasi ditubuh direktorat jenderal pajak, dilakukan antara lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filing. Didalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-39/Pj/2011 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahw penyampaian surat pemberitahuan atau penyampaian pemberitahuan perpanjangan surat pemberitahuan tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online yang real time melalui website direktorat jenderal pajak penyedia jasa aplikasi atau application service provider (ASP). Dengan e-filling,


(3)

direktorat jenderal pajak telah mengembangkan infrastruktur berbasis information technology (IT).

Saat ini, fasilitas e-filing dapat dinikmati untuk pelaporan 2 (dua) jenis surat pemberitahuan, yaitu: (1) surat pemberitahuan tahunan orang pribadi formulir 1770 S yaitu bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang dikenakan pajak penghasilan final dan/atau bersifat final dan; (2) surat pemberitahuan tahunan orang pribadi formulir 1770 SS yaitu bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun.

Kelebihan dari penggunaan e-filing salah satunya adalah penyampaian surat pemberitahuan dapat dilakukan secara mudah, cepat, aman, dan kapan saja selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (24h/ 7d) dan dapat dilakukan di mana saja sepanjang terhubung dengan internet. E-filing murah karena tidak dikenakan biaya pada saat pelaporan surat pemberitahuan. Alias tidak perlu membayar untuk layanan pengiriman surat pemberitahuan melalui website itu.

Penghitungan melalui e-filing dilakukan secara tepat karena menggunakan sistem komputer. Dengan e-filing, wajib pajak mendapat kemudahan dalam mengisi surat pemberitahuan karena pengisian surat pemberitahuan dalam bentuk wizard maupun dalam bentuk formulir isian secara online. Selain itu, data yang disampaikan wajib pajak selalu lengkap karena ada validasi pengisian surat pemberitahuan dan dokumen pelengkap (seperti: fotokopi formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong pajak penghasilan, surat setoran pajak lembar ke-3 pajak


(4)

penghasilan pasal 29, surat kuasa khusus, perhitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak kawin pisah harta dan/atau mempunyai nomor pokok wajib pajak sendiri, fotokopi bukti pembayaran zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh kantor pelayanan pajak (KPP) melalui account representative (AR).

Tahun 2014 direktorat jenderal pajak menargetkan terdapat 700.000 wajib pajak yang sudah menggunakan fasilitas e-filing dari jumlah wajib pajak terdaftar sebesar 24,13 juta orang. Terkait perkembangan e-filing, direktorat jenderal pajak mengakui, pergerakan laju pengguna e-filing masih sangat minim, karena banyak masyarakat yang belum peka pada penggunaan teknologi internet. Adapun tercapainya target pengguna e-filing di dominasi oleh kalangan tertentu yaitu masih pegawai pemerintahan saja terutama yang pekerjaannya berkaitan dengan kementerian keuangan, maka dari itu direktorat jenderal pajak harus lebih mensosialisasikan e-filing kepada wajib pajak terdaftar

Pengguna e-filing secara nasional berkembang secara fluktuatif, hal tersebut ditunjukkan didalam tabel 1.1 dibawah ini :

Tabel 1.1

Data Pengguna E-filing Secara Nasional Tahun 2012 s/d April 2014

TAHUN 2012 2013 HINGGA

APRIL 2014

JUMLAH 319.000 24.509 800.000

Sumbe

Jika dilihat dari tabel diatas jumlah pengguna e-filing tahun 2014 telah melampaui target, hal tersebut menunjukkan tingginya antusias wajib pajak dalam menggunakan fasilitas penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi yang lebih mudah dan efisien. Tingginya antusias wajib pajak dapat


(5)

menjadi salah satu indikator meningkatnya kepatuhan wajib pajak. Menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam merupakan salah satu lembaga negara yang menjalankan pelayanan pajak bagi seluruh masyarakat indonesia dibawah naungan direktorat jenderal pajak. Kantor ini juga memberikan pelayanan penyampaian surat pemberitahuan orang pribadi secara online sejak tahun pajak 2013. Di daerah sumatera utara sampai tahun 2014 penggunaan e-filing belum dilaksanakan secara optimal karena terdapat beberapa kendala. Salah satu kendala yang penulis ketahui dari wawancara sederhana, kendala yang terjadi disebabkan oleh wajib pajaknya dimana banyak wajib pajak yang malas untuk melakukan proses pendaftaran pertama untuk menggunakan portal e-filing dengan mendapatka e-Fin. Sehingga hal ini sangat menganggu pengalihan proses administrasi di direktorat jenderal pajak agar lebih transaparan dan akuntabel. Sikap malas yang dialami wajib pajak itu mengindikasikan kurangnya kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Dampak Penerapan E-filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)”.


(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana dampak penerapan e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam) ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana dampak penerapan e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam).

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

atau sumbangan pemikiran bagi kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam agar dapat bermanfaat untuk menentukan kebijakan dalam kelangsungan penggunaan e-filing kedepan.


(7)

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung maupun secara tidak langsung bagi kepustakaan Program Studi Ilmu Administrasi Negara.

1.5 Kerangka Teori

Studi kepustakaaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan nilai, budaya, norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2007:14).

1.5.1. Evaluasi Kebijakan

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses kebijakan publik, namun seringkali tahapan ini diabaikan dan hanya berakhir pada tahap implementasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan (Subarsono, 2008:119). Evaluasi kebijakan digunakan untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik.

Menurut Muhadjir dalam Widodo (2008:112) mengemukakan “Evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan”.

Dalam bahasa yang lebih singkat Jones dalam Winarno (2007:166) mengartikan evaluasi adalah “Kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan”. Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai “Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut


(8)

substansi, implementasi, dan dampak”. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi tidah hanya dapat dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari proses kebijakan dapat dievaluasi.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai yang dimaksud dengan evaluasi kebijakan dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain menyangkut substansi, implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik.

Dalam Bingham dan Felbinger, Howlet dan Ramesh (1995) dalam Nugroho (2009:676-677) mengelompokan evaluasi menjadi tiga, yaitu :

a. Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif

anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang berkenaan dengan :

1) effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan

oleh kebijakan

2) Performance evaluation, yang menilai keluaran dari program yang

dikembangkan oleh kebijakan.

3) adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation , yang

menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.

4) effeciency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan


(9)

5) process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh

organisasi untuk melaksanakan program.

b. Evaluasi judical, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia.

c. Evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituten politik terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan.

Sedangkan menurut Dane (Wibawa, 1994) menyebutkan ada dua tipe evaluasi kebijakan, yaitu :

a. Sumative evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu program. Disebut

juga dengan evaluasi dampak (out come evaluation).

b. Formative evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, disebut

pula evaluasi proses.

2. Sifat Evaluasi

Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif. Menurut Dunn (2003:608-609), evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya :

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan buka sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi


(10)

dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mecakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta”

maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan

tuntutan-tuntutan advokatif, diarah pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbangan hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan-tuntutan evaluasi

mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata di


(11)

dalam suatu hirarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

3. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan

Sebagai salah satu tahapan dalam proses kebijakan, evaluasi memiliki fungsi dan tujuan. Menurut Wibawa dalam Nugroho (2009 : 541-542), evaluasi kebijakan publik memilik empat fungsi, yaitu:

1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari

kebijakan tersebut.

Beberapa ahli juga mengemukakan tentang tujuan-tujuan dari evaluasi, Subarsono (2008:120) merinci beberapa tujuan dari evaluasi antara lain sebagai berikut :

a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat


(12)

b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui derajat diketahui berapa biaya dan manfaat suatu kebijakan.

c. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan

evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

d. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi

ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

e. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk

mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan

akhir evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

Oleh karena itu, evaluasi kebijakan pada prinsipnya digunakan untuk mengevaluasi empat aspek dalam proses kebijakan publik, yaitu “a) proses pembuatan kebijakan; 2) proses implementasi; 3) konsekuensi kebijakan; 4) efektifitas dampak kebijakan”. (Wibawa, yuyun, agus, 1994:35)

4. Pendekatan Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan publik memiliki tipe dan pendekatan yang beragam dan berbeda, tergantung dari pada tujuan ataupun sudut pandang dari para evaluator yang akan melakukan evaluasi. Dunn (2003 : 613-620) membagi pendekatan evaluasi menjadi tiga bagian antara lain :


(13)

1. Evaluasi semu. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial.

2. Evaluasi formal. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan

metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hal tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah dimumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target dirumuskan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program. 3. Evaluasi keputusan teoritis. Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan

yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan adalah bahwa tujuan dan sasaran dari perilaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program.


(14)

5. Tahapan Evaluasi Kebijakan

Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain (Winarno, 2007:169). Edward A. Suchman dalam Winarno (2007:169) di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yaitu :

a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi b. Analisis terhadap masalah

c. Deskripsi dan standardisasi kegiatan

d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan

tersebut atau karena penyebab lain

f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak

6. Bentuk Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2003:117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik,yaitu:


(15)

1. Analisis Kebijakan Prospektif. Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan tranformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan (ex ante). Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.

2. Analisis Kebijakan Retrospektif. Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan tranformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program. Evaluasi retrospektif lebih menggantungkan pada deskripsi ex post facto tentang kegiatan aktivitas program yang sedang berjalan, yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dan dampak.

3. Analisis kebijakan yang terintegrasi. Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil.

7. Model Evaluasi Kebijakan

Menurut Wayne Parsons (2008:549-552), ada dua macam model evaluasi kebijakan yang digunakan yaitu :

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa


(16)

jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi “formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi.

Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan :

a. Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat

b. Apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain

program atau tidak

c. Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program

2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu :

a. Membandingkan sebelum dan sesudah program diimplementasikan

b. Membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan

kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol)

c. Menbandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tenpa


(17)

d. Atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari kebijakan yang sama.

8. Kriteria Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan publik, dalam tahapan pelaksanaannya menggunakan pengembangan beberapa indikator untuk menghindari timbulnya bias serta sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator. Kriteria-kriteria yang ditetapkan menjadi tolak ukur dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan publik. Nugroho (2009:536) menjelaskan bahwasannya evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui

tindakan publik. William N. Dunn (2003:429-438) mengemukakan beberapa

kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan kriteria evaluasi kebijakan, kriteria rekomendasi kebijakan terdiri atas :

a. Efektifitas (effectiveness) b. Efisiensi (efficiency)

c. Kecukupan (adequacy)

d. Perataan (equity)

e. Responsivitas (responsiveness) f. Ketepatan (appropriateness)

Sejalan dengan kriteria rekomendasi kebijakan tersebut, Dunn mengemukakan kriteria evaluasi kebijakan antara lain :


(18)

Tabel 1.2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Tipe Kriteria Pertanyaan

Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?

Efisiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk

mencapai hasil yang diinginkan?

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan

memecahkan masalah?

Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan

merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?

Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,

preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar

berguna atau bernilai?

Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press Hal. 610

Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a) Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar dari pada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.

Willian N. Dunn dalam bukunya yang berjudul pengantar Analisis Kebijakan Publik : Edisi Kedua, menyatakan bahwa :


(19)

“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan,atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429).

Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.

Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran dari pada efektivitas, yaitu :

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi 2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan

dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya

untuk menghasilkan prestasi tersebut

5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua

biaya dan kewajiban dipenuhi

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan

masa lalunya

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang


(20)

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu

9. Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tujuan,

yaitu melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki

10.Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk

mencapai tujuan

11.Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu

sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan

12.Keluwesan adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah

prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan (Steers, 1985:46-48).

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yanag akan dicapai.

b) Efisiensi

Jika bicara mengenai efisiensi maka kita akan membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa :

“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi,adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terkahir umunya diukur dari ongkos moneter. Efisieni biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan


(21)

yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisiensi.” (Dunn, 2003:430).

Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

3) Kecukupan

Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

c) Perataan

Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Willian N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434).


(22)

Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisiensi, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran.

d) Responsivitas

Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan. Dunn mengemukakan bahwa :

“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas,efisiensi,kecukupan,kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan”(Dunn, 2003:437)

Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.


(23)

e) Ketepatan

Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa kelayakan (appropriateness) adalah:

“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut”. (Dunn, 2003:499)

Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.

9. Metode Evaluasi

Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2008:128), untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni :

1. Single program after-only, yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan

kelompok sasaran sesudah program dijalankan

2. Single program befora-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan

perubahan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.

3. Comparative after-only, yairu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan


(24)

4. Comparative before-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.

Tabel 1.3 Metodologi untuk Evaluasi Program

Jenis Evaluasi Pengukuran kondisi

kelompok sasaran

Kelompok Kontrol

Informasi yang diperoleh Sebelum Sesudah

Single Program After-Only

Tidak Ya Tidak Ada Keadaan

Kelompok sasaran Single Program

Before-After

Ya Ya Tidak Ada Perubahan

Kelompok sasaran

Comparative After-Only Tidak Ya Ada Keadaan

kelompok sasaran dan kelompok kontrol Comparative Before-After

Ya Ya Ada Efek program

terhadap kelompok

sasaran dan kelompok

kontrol Sumber : Subarsono (2008:130)

10. Evaluasi Dampak

Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata. Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni :


(25)

1. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact). 2. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran,

baik yang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects).

Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.

Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2007:170-171), setidaknya ada tigal hal yang dapat dilakukan oleh seseorang evaluator didalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu: pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator.

Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalnya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminallitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.


(26)

Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2007:171-173) menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi.

1. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada

orang-orang yang terlibat

2. Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan

atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan

3. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan

sekarang dan keadaan dimasa yang akan datang

4. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang

dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik

5. Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut

biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.

Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat jauh dari yang diharapakan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat.

11. Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti

Di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan menggunakan model single program after-only. Peneliti hendak melihat keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan.


(27)

1.5.2 E-Filling

1. Konsep E-Filling

E-filing diatur dalam peraturan dirjen pajak nomor Per-1/Pj/2014 tentang tata cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan formulir 1770 S atau 1770 SS secara e-filing melalui website direktorat jenderal paja nomor Per-1/Pj/2014 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website direktorat jenderal pajak (ASP). Dan electronic filling identification number yang selanjutnya disebut e-FIN adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak kepada wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-filing

Wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan menggunakan formulir surat pemberitahuan tahunan 1770 S atau formulir surat pemberitahuan tahunan 1770 SS dapat menyampaikan surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak

tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak

(www.pajak.go.id) harus memiliki e-FIN. e-FIN diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak berdasarkan permohonan wajib pajak atau kuasanya. Permohonan disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak terdekat menggunakan formulir sesuai lampiran peraturan direktur jenderal ini dengan menyertakan:


(28)

a. asli kartu identitas diri wajib pajak atau kuasanya untuk ditunjukan kepada petugas pajak; dan

b. fotokopi identitas diri wajib pajak dan fotokopi nomor pokok wajib pajak

(NPWP) atau surat keterangan terdaftar wajib pajak; dan surat kuasa khusus bermeterai sebagai lampiran formulir permohonan e-FIN dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa wajib pajak.

Permohonan dianggap lengkap dan benar dalam hal, nama dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang tercantum sesuai dengan nama dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dalam masterfile nasional direktorat jenderal pajak; dan memenuhi ketentuan. Kantor pelayanan pajak harus menerbitkan e-FIN paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar. e-FIN disampaikan secara langsung kepada wajib pajak atau kuasa wajib pajak.

Wajib pajak yang sudah mendapatkan e-FIN harus mendaftarkan diri melalui website direktorat jenderal pajak (www.pajak.go.id) paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN. Pendaftaran dilakukan dengan mencantumkan, alamat surat elektronik (e-mail address) dan nomor telepon genggam (handphone), untuk pengiriman kode verifikasi, notifikasi dan bukti penerimaan elektronik.

Wajib pajak yang sudah mendapatkan e-FIN tetapi tidak mendaftarkan diri sampai batas waktu yang ditentukan, maka atas e-FIN yang telah diterbitkan tidak dapat digunakan. Dalam hal wajib pajak tidak mendaftarkan diri sampai batas waktu yang ditentukan atau e-FIN hilang sebelum wajib pajak mendaftarkan diri, wajib pajak dapat mengajukan kembali permohonan e-FIN.


(29)

Wajib pajak yang telah mendaftarkan diri dapat menyampaikan surat pemberitahuan tahunan secara e-filing dengan cara mengisi aplikasi e-SPT dengan benar, lengkap dan jelas. Dalam hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status kurang bayar, wajib pajak harus mencantumkan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) atas pembayaran PPh pasal 29 sebagai bukti pembayaran. Wajib pajak yang telah mengisi aplikasi e-SPT meminta kode verifikasi pada website direktorat jenderal pajak

Hasil pengisian aplikasi e-SPT dibubuhi tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital dengan cara memasukkan kode verifikasi yang diperoleh dari direktorat jenderal pajak. Hasil pengisian aplikasi e-SPT dinyatakan lengkap apabila seluruh elemen data digitalnya telah diisi. Dalam hal hasil pengisian aplikasi e-SPT dinyatakan lengkap, kepada wajib pajak diberikan bukti penerimaan elektronik sebagai tanda terima penyampaian surat pemberitahuan tahunan. Bukti penerimaan elektronik disampaikan kepada wajib pajak melalui alamat surat, elektronik (e-mail address). Wajib pajak mendapatkan notifikasi atas setiap penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak

Keterangan dan/atau dokumen lain terkait surat pemberitahuan tahunan tidak disampaikan pada saat penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e-filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara e-filing melalui website direktorat jenderal pajak (www.pajak.go.id) dapat dilakukan setiap saat dengan standar waktu indonesia bagian barat.


(30)

2. Proses Penggunaan E-filing Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penerapan e-filing di kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam dilaksanakan sesuai dengan peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-1/PJ/2014. E-filing diterapkan untuk penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan formulir 1770 S dan 1770 SS. E-filing merupakan sebuah cara penyampaian e-SPT secara online dan real time melalui internet. Sedangkan e-e-SPT merupakan data surat pemberitahuan wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh wajib pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT didalam akun e-filing

Untuk memperoleh dan menerapkan akun e-filling, wajib pajak dapat melalui proses yang mudah dan efisien. Berikut proses cara penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan secara e-filing melalu lain :

Syarat yang harus dipenuhi wajib pajak :

1. Mengisi formulir permohonan e-fin

2. Melampirkan fotokopi NPWP atau surat keterangan terdaftar dan kartu tanda

penduduk daerah domisili kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam.

3. Melampirkan surat kuasa khusus dan fotokopi identitas diri wajib pajak

dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa wajib pajak. Mengajukan Permohonan e-Fin


(31)

4. Membawa asli identitas diri wajib pajak atau kuasanya untuk ditunjukkan kepada petugas pajak (Leaflet e-filing, 2015).

Setelah wajib pajak atau kuasa wajib pajak menerima e-fin (electronic filling identification number) dari kantor pelayanan pajak pratama lubuk pakam. Maka wajib pajak dapat melakukan pendaftaran diri sebagai wajib pajak e-filling, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :

1. Membuka menu e-filing di website direktorat jenderal pajak yaitu

2. Melakukan registrasi akun e-filing dengan mengisi form registrasi e-filling

3. memastikan alamat email dan nomor telepon seluler yang dimasukan pada

form registrasi valid dan aktif

4. Wajib pajak akan menerima username, password, dan tautan aktivasi akun

e-filing melalui email yang telah didaftarkan oleh wajib pajak, jika registrasi yang dilakukan wajib pajak berhasil

5. Mengklik link tautan aktivasi akun e-filing atau salin link tersebut ke browser untuk mengaktifkan akun e-filling

6. Melakukan login ke akun e-filing dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP)

sebagai username (Leaflet e-filing, 2015).

Setelah proses pendaftran diri sebagai wajib pajak e-filing telah dilakukan, maka wajib pajak dapat melakukan proses selanjutnya yaitu menyampaikan SPT

e-FIN

Disampaikan secara langsung kepada WP


(32)

tahunan secara e-filing melalui secara e-filling, yaitu :

1. Membuka menu e-filing di website direktorat jenderal paj

2. Melakukan login ke akun e-filing dengan memasukkan username (NPWP)

dan password

3. Memilih menu sesuai dengan jenis surat pemberitahuan yang hendak

disampaikan

4. Mengisi SPT mengunakan aplikasi e-SPT dengan benar, lengkap, dan jelas

5. Jika status surat pemberitahuan kurang bayar, wajib pajak dapat melakukan

pembayaran dan masukan kode nomor transkasi penerimaan negara (NTPN) ke aplikasi e-SPT

6. Meminta kode verifikasi untuk penyampaian surat pemberitahuan

7. Menerima kode verifikasi melalui email atau SMS

8. Menandatangani e-SPT dengan mengisi kode verifikasi

9. Mengirim e-SPT melalui menu yang disediakan

10.Menerima bukti penerimaan elektronik (Leaflet e-filing, 2015).

1.5.3 Kepatuhan Wajib Pajak

1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari self


(33)

assesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perajakan (Devano dan Rahayu, 2006:110).

Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.

Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari:

1. Kewajiban wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.

3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112), menyatakan bahwa: “Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban


(34)

perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.

2. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110) adalah:

a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan

b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal.

Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan pajak penghasilan (SPT PPh) tahunan tanggal 31 maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan pajak penghasilan tahunan sebelum atau pada tanggal 31 maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana


(35)

wajib pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar surat pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak sebelum batas waktu berakhir.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Devano dan Rahayu (2006:112) kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara. b. Pelayanan pada wajib pajak.

c. Penegakan hukum perpajakan.

d. Pemeriksaan pajak.

e. Tarif pajak.

Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan terpengaruh. Administrasi baik karena intansi pajak, sumber daya aparat pajak, dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat, dan menyenangkan wajib pajak. Dampaknya akan tampak pada kerelaan wajib pajak untuk membayar pajak. Wajib pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan illegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut


(36)

terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan memiliki integrasi tinggi, melakukan tindakan tax evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.

4. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Devano dan Rahayu (2006:110) sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan

peraturan perundangan-undangan perpajakan. b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Menurut Nasucha (2004) dalam Devano dan Rahayu (2006:111) kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan.

3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut keputusan menteri keuangan No. 235/KMK.03/2003, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah:


(37)

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk menganggur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal

terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh

akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

1. 5. 4 Surat Pemberitahuan Tahunan

1. Pengertian Surat Pemberitahuan Tahunan

Menurut Waluyo (2010:31), surat pemberitahuan adalah : “Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Dalam surat edaran direktur jenderal pajak nomor SE-103/PJ/2011 tentang petunjuk teknis tata cara penerimaan dan penglolahan surat pemberitahuan tahunan yang selanjutnya disebut dengan surat pemberitahuan tahunan adalah : “surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang


(38)

meliputi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan (SPT 1771 dan SPT 1771 S) termasuk surat pemberitahuan tahunan pembetulan”.

Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa surat pemberitahuan tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan.

2. Fungsi Surat Pemberitahuan

Seperti dalam batasan surat pemberitahuan bahwa wajib pajak dalam melaporkan penghitungan pajaknya dan/atau pembayaran pajaknya menggunakan surat pemberitahuan. Pasal 3 undang-undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap wajib pajak untuk mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas dan dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikan ke direktorat jenderal pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh direktorat jenderal pajak. Dengan ini lebih menegaskan fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak (Waluyo, 201:31).

Pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang dan untuk melaporkan tentang :


(39)

1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.

2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.

3. Harta dan kewajiban.

4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak, yang ditentukan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. (Waluyo, 201:31).

Bagi pengusaha kena pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang. Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya (Waluyo, 201:32).

3. Isi Surat Pemberitahuan Tahunan

Suatu surat pemberitahuan terdiri dari surat pemberitahuan induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisah. Untuk data dasar (formal) surat pemberitahuan paling sedikit memuat :

1. Nama wajib pajak, nomor pokok wajib pajak, dan alamat wajib pajak 2. Masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan dan 3. Tanda tangan wajib pajak atau kuasa wajib pajak (waluyo, 201:33).

Disamping data dasar (data formal) juga terdapat/memuat data materil mengenai :


(40)

1. Jumlah peredaran usaha

2. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek

pajak

3. Jumlah penghasilan kena pajak

4. Jumlah pajak yang terutang 5. Jumlah kredit pajak

6. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak 7. Jumlah harta dan kewajiban

8. Tanggal pembayaran pajak penghasilan pasal 29 dan

9. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha wajib pajak (Waluyo,

201:33).

4. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

Terhadap surat pemberitahuan yang telah di isi selanjutnya wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tersebut ke kantor pelayanan pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau cara lain. Penyampaian surat pemberitahuan cara lain ini dilakukan :

1. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir (perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat pemberitahuan ke direktorat jenderal pajak) dengan bukti pengiriman surat, atau

2. e-filing melalui ASP (Application Service Provider)

ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebgai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk dengan keputusan direktorat jenderal pajak sebagai


(41)

perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat pemberitahuan perpanjangan surat pemeberitahuan tahunan secara elektronik ke direktorat jenderal pajak (Waluyo, 201:34).

Setiap surat pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak diperlukan tada penerimaan surat (tanda terima) atau bukti penerimaan surat pemberitahuan, tetapi juga mengikuti cara penyampaian surat pemberitahuan. Terhadap surat pemberitahuan yang disampaikan :

1. Secara langsung, akan diberikan tanda penerimaan surat melalui tempat

pelayanan terpadu kantor pelayanan pajak

2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat itulah menjadi bukti penerimaan

surat pemberitahuan. 3. Dengan cara lain yaitu :

a. Melalui perusahaan jasa dengan bukti pengiriman surrat atau tanda

penerimaan surat.

b. E-filing dengan bukti penerimaan elektronik.

Bukti penerimaan elektronik ini adalah informasi yang meliputi nama, NPWP, tanggal, jam, nomor tanda terima elektronik (ATTE), dan nomor transaksi pengiriman ASP (NTPA) serta nama perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) yang tertera pada hasil cetakan surat pemberitahuan induk (Waluyo, 201:32).

Dalam hal wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan perlu diketahui batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah sebagai berikut :

1. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi


(42)

2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak (Waluyo, 201:32).

1.6 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (event) yang berkaitan satu dengan yang lain. (Singarimbun, 1997:33).

Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas agar penulis penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis menemukan beberapa konsep yang digunakan, antara lain :

1. Evaluasi kebijakan publik merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik.

2. E-filing adalah suatu cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara

elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website direktorat jenderal pajak Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).


(43)

3. Kepatuhan wajib pajak adalah sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah diatur.

1.7 Definisi Operasional

Singarimbun (1989:46) menyatakan definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional ini semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Adapun definisi operasional dari variabel evaluasi dampak kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas, yaitu pencapaian hasil yang diinginkan : a. Kualitas yang dihasilkan dari program/kebijakan b. Produktivitas (kuantitas dari jasa yang dihasilkan)

c. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan

2. Efesiensi, yaitu usaha-usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan :

a. Adanya target pencapaian waktu

b. Adanya target pencapaian pengguna (wajib pajak) baru c. Adanya sosialisasi program

3. Kecukupan, yaitu adanya pemecahan masalah dari hasil yang diinginkan :

a. Kecukupan produktivitas

4. Perataan, yaitu keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan


(44)

a. Distribusi hasil yang merata

b. Kesamaan manfaat yang dirasakan masyarakat khususnya wajib pajak

5. Responsivitas, yaitu dampak kebijakan terhadap pemuasan kebutuhan

preferensi atau kelompok tertentu : a. Adanya tanggapan positif b. Adanya kritik

c. Adanya saran

6. Ketepatan, yaitu manfaat atau kegunaan hasil yang diinginkan :

a. Program ditujukan untuk kepatuhan penyampaian SPT Tahunan wajib

pajak orang pribadi secara online.

b. Kesesuaian hasil kebijakan dengan tujuan yang diharapkan

c. Adanya perubahan yang dialami dari sisi kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan wajib orang pribadi dan administrasi perpajakan.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam hal ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini secara umum menguraikan tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analis.


(45)

Bab ini memuat tentang gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian yang mencakup sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung dan juga dokumen-dokumen lainnya yang akan dianalisa.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisa data yang diperoleh dari lapangan saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.


(1)

1. Jumlah peredaran usaha

2. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

3. Jumlah penghasilan kena pajak 4. Jumlah pajak yang terutang 5. Jumlah kredit pajak

6. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak 7. Jumlah harta dan kewajiban

8. Tanggal pembayaran pajak penghasilan pasal 29 dan

9. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha wajib pajak (Waluyo, 201:33).

4. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

Terhadap surat pemberitahuan yang telah di isi selanjutnya wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tersebut ke kantor pelayanan pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau cara lain. Penyampaian surat pemberitahuan cara lain ini dilakukan :

1. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir (perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat pemberitahuan ke direktorat jenderal pajak) dengan bukti pengiriman surat, atau

2. e-filing melalui ASP (Application Service Provider)

ASP atau penyedia jasa aplikasi ini sebgai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk dengan keputusan direktorat jenderal pajak sebagai


(2)

perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat pemberitahuan perpanjangan surat pemeberitahuan tahunan secara elektronik ke direktorat jenderal pajak (Waluyo, 201:34).

Setiap surat pemberitahuan yang disampaikan wajib pajak diperlukan tada penerimaan surat (tanda terima) atau bukti penerimaan surat pemberitahuan, tetapi juga mengikuti cara penyampaian surat pemberitahuan. Terhadap surat pemberitahuan yang disampaikan :

1. Secara langsung, akan diberikan tanda penerimaan surat melalui tempat pelayanan terpadu kantor pelayanan pajak

2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat itulah menjadi bukti penerimaan surat pemberitahuan.

3. Dengan cara lain yaitu :

a. Melalui perusahaan jasa dengan bukti pengiriman surrat atau tanda penerimaan surat.

b. E-filing dengan bukti penerimaan elektronik.

Bukti penerimaan elektronik ini adalah informasi yang meliputi nama, NPWP, tanggal, jam, nomor tanda terima elektronik (ATTE), dan nomor transaksi pengiriman ASP (NTPA) serta nama perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) yang tertera pada hasil cetakan surat pemberitahuan induk (Waluyo, 201:32).

Dalam hal wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan perlu diketahui batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah sebagai berikut :

1. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak dan


(3)

2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak (Waluyo, 201:32).

1.6 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (event) yang berkaitan satu dengan yang lain. (Singarimbun, 1997:33).

Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas agar penulis penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis menemukan beberapa konsep yang digunakan, antara lain :

1. Evaluasi kebijakan publik merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik.

2. E-filing adalah suatu cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website direktorat jenderal pajak Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).


(4)

3. Kepatuhan wajib pajak adalah sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah diatur.

1.7 Definisi Operasional

Singarimbun (1989:46) menyatakan definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional ini semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Adapun definisi operasional dari variabel evaluasi dampak kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas, yaitu pencapaian hasil yang diinginkan : a. Kualitas yang dihasilkan dari program/kebijakan b. Produktivitas (kuantitas dari jasa yang dihasilkan)

c. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan

2. Efesiensi, yaitu usaha-usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan : a. Adanya target pencapaian waktu

b. Adanya target pencapaian pengguna (wajib pajak) baru c. Adanya sosialisasi program

3. Kecukupan, yaitu adanya pemecahan masalah dari hasil yang diinginkan : a. Kecukupan produktivitas

4. Perataan, yaitu keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik :


(5)

a. Distribusi hasil yang merata

b. Kesamaan manfaat yang dirasakan masyarakat khususnya wajib pajak 5. Responsivitas, yaitu dampak kebijakan terhadap pemuasan kebutuhan

preferensi atau kelompok tertentu : a. Adanya tanggapan positif b. Adanya kritik

c. Adanya saran

6. Ketepatan, yaitu manfaat atau kegunaan hasil yang diinginkan :

a. Program ditujukan untuk kepatuhan penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi secara online.

b. Kesesuaian hasil kebijakan dengan tujuan yang diharapkan

c. Adanya perubahan yang dialami dari sisi kepatuhan penyampaian SPT Tahunan wajib orang pribadi dan administrasi perpajakan.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam hal ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini secara umum menguraikan tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analis.


(6)

Bab ini memuat tentang gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian yang mencakup sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung dan juga dokumen-dokumen lainnya yang akan dianalisa.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisa data yang diperoleh dari lapangan saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.


Dokumen yang terkait

Analisis Data Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

3 68 66

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 70 56

Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Secara E-Filing Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3 123 80

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 36 55

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

9 43 131

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

0 0 11

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

0 0 1

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

1 1 5

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

2 10 3

Dampak Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)

0 0 12