Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Definisi Anak Jalanan

Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya (http://www.kemsos.go.id/modules. php?name=glosariumkesos&letter=a).

Kriteria anak jalanan antara lain :

a. Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun di tempat-tempat umum; atau

b. Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum (http://dissos.jabarprov.go.id/gispmks/?page_id=2764 Diakses pada 05 Mei 2015 pukul 22:41 WIB).

Anak jalanan dapat juga disebut sebagai anak-anak yang tersisih, marginal dan jauh dari perlakuan kasih sayang karena dalam usia yang relatif dini harus berhadapan dengan kehidupan kota yang keras dan cenderung tidak bersahabat. Kondisi kehidupan anak jalanan dapat dikatakan marginal karena pekerjaan yang mereka lakukan tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya tidak menjanjikan kehidupan yang layak di masa depan. Dikatakan rentan karena resiko yang besar dari jam kerja yang panjang dalam lingkungan yang tidak


(2)

karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah (kurang kompetitif) sehingga rawan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab (Suyanto, 2010: 185-186).

2.1.2 Kategori Anak Jalanan

Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok, antara lain :

1. children on the street, yakni anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja dijalan namun masih mempunyai hubungan dengan orangtua.

2. children of the street, yakni anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.

3. children from families of the street, yakni anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.

Perbedaan kelompok anak jalanan tentu memiliki perbedaan permasalahan. Untuk melakukan penanganan anak jalanan dibutuhkan pemahaman karakteristik anak jalanan sehingga model penanganan anak jalanan dapat dikatakan harus kondisional (Suyanto, 2010 : 186-187).

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan

Secara garis besar, faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan antara lain :

1. Faktor ekonomi keluarga


(3)

3. Masalah dalam hubungan anak dengan orang tua 4. Pengaruh teman atau kerabat (Suyanto, 2010 : 196-197)

Masalah anak jalanan tidak terlepas dari kemiskinan struktural di dalam masyarakat, semakin terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan yang semakin tidak mempertimbangkan kepentingan kebutuhan dan perlindungan anak, semakin meningkatnya gejala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak untuk mencari uang dari jalanan, kemudian keberadaan anak jalanan yang sementara dirasakan masyarakat sebagai gangguan (Huraerah, 2006 : 77).

Anak jalanan adalah anak yang bermasalah dalam fase-fase proses sosialisasi. Kesalahan yang terjadi dalam fase sosialisasi anak adalah bagian dari faktor penyebab anak menjadi anak jalanan. Orang tua memiliki kewajiban untuk membimbing anak dalam melakukan proses sosialisasi karena orangtua sangat menentukan karakter anak dari proses sosialisasinya. Talcott Parsons dalam menganalisis tindakan-tindakan sosial memperkenalkan Adaption, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maitenance atau yang lebih dikenal dengan A-G-I-L. Fase-fase dalam A-G-I-L tidak memiliki batasan yang jelas karena prosesnya terjadi secara berkesinambungan. Fase-fase tersebut dalam proses sosialisasi dijelaskan sebagai berikut :

1. Fase Laten

Pada fase ini proses sosialisasi yang berlangsung belum terlihat nyata. Pengenalan anak terhadap diri sendiri tidak jelas karena belum menjadi individu yang berdiri sendiri dan belum mampu melakukan kontak sosial dengan lingkungannya.


(4)

2. Fase Adaptasi

Pada fase ini anak mulai melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Reaksi-reaksinya tidak hanya terdorong oleh ransangan-ransangan dari dirinya, tetapi mulai belajar bagaimana caranya bereaksi terhadap ransangan dari luar dirinya. Pada fase ini peranan orang tua terhadap pembentukan karakter anak dapat terlihat karena orang tua memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan karakter anak.

3. Fase Pencapaian Tujuan

Pada fase ini anak tidak hanya menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya, tetapi lebih terarah pada maksud dan tujuan tertentu. Kondisi tersebut terjadi karena anak telah memiliki kemampuan untuk memahami sebagian dari kondisi lingkungan sosialnya, sehingga mampu mengarahkan tindakan terhadap maksud dan tujuan tertentu.

4. Fase Integrasi

Pada fase ini tingkah laku anak tidak hanya adaptasi dan pencapaian, tetapi menjadi bagian dari dirinya berdasarkan nilai dan norma yang tertanam. Kondisi tersebut terjadi karena karakter anak telah dibentuk berdasarkan nilai dan norma yang tertanam selama proses menjalani kehidupannya. Dengan kata lain anak telah memiliki kemampuan untuk mandiri, setidaknya terhadap beberapa kebutuhan anak.


(5)

2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan

Aspek Permasalahan yang Dihadapi

Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena

waktunya habis di jalan

Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan

anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas dan razia Penyalahgunaan obat dan zat adiktif Ngelem, minuman keras, pil KB dan

sejenisnya

Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS,

gonorhea, paru-paru

Tempat tinggal Umumnya di sembarang tempat, di gubuk-gubuk, atau di pemukiman kumuh

Resiko kerja Tertabrak, pengaruh sampah

Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan

Makanan Seadanya, kadang mengais dari

tempat sampah, kadang beli (Suyanto, 2010 : 190-191)


(6)

2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan Pengelompokan Anak

Jalanan

Pendekatan Strategi Program

Fungsi Intervensi

Anak yang masih berhubungan atau tinggal dengan orang tua

Community Based Preventif

Anak yang masih ada hubungan dengan keluarga, tetapi jarang

berhubungan/tinggal dengan orang tua

Street Based Perlindungan

Anak tersisih/putus hubungan dengan keluarga/orang tuanya

Centre Based Rehabilitasi

Community Based merupakan model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan dilakukan dengan pencegahan agar anak tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan.

Street Based merupakan model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan berasal/tinggal, kemudian para street educator datang untuk melakukan pendekatan yang kemudian dilanjutkan dengan intervensi.

Centre Based merupakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di


(7)

diberikan pelayanan lembaga/panti. Pada panti yang permanen, disediakan pelayanan pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan bagi anak jalanan (Suyanto, 2010 : 200-201).

2.1.6 Hak Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak : Pasal 2

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasrkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Pasal 4

1. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan.

2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


(8)

Pasal 5

1. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 6

1. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelangggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

Pasal 7

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.

Pasal 8

Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.


(9)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

Pasal 7

1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

2. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.


(10)

Pasal 9

1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13

1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:


(11)

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya.

2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 15

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. Pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16

1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.


(12)

3. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir

Pasal 17

1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari hubungan laki-laki dan perempuan yang berlangsung dalam waktu yang lama. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa.


(13)

2.2.2 Tahapan Kehidupan Keluarga

1. Formatif pre-nuptial stage. yaitu tahapan persiapan sebelum

berlangsungnya perkawinan. Masa ini adalah masa berkasih-kasihan, hubungan yang akan semakin erat seiring berjalannya waktu jika ada kesesuaian dan perasaan yang kuat.

2. Nupteap stage. yaitu tahapan sebelum kehadiran anak yang merupakan permulaan kehidupan keluarga. Dalam tahapan ini suami dan istri hidup bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru serta sikap baru terhadap masyarakat

3. Child rearing stage. yaitu tahapan pelaksanaan kehidupan keluarga yang disertai dengan tanggung jawab terhadap anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.

4. Maturity stage. yaitu tahapan yang akan terjadi jika anak tidak lagi membutuhkan tanggung jawab orang tua, dapat disebut dengan istilah anak yang telah mandiri (Ahmadi, 2009 : 223).

2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Anak

1. Perimbangan Perhatian

Yang dimaksud perimbangan perhatian adalah perhatian orang tua atas tugas-tugasnya secara menyeluruh. Masing-masing tugas menuntut perhatian yang penuh sesuai dengan porsinya. Kalau tidak demikian, akan terjadi ketidakseimbangan. Semua yang dibebankan pada orangtua sebagai tugas sangat dibutuhkan di dalam perkembangan anak. Artinya anak


(14)

membutuhkan stabilitas keluarga, pendidikan, pemeliharaan fisik dan psikis termasuk religius.

2. Keutuhan Keluarga

Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi anggota-anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak-anak. Sebaliknya keluarga yang pecah atau broken home terjadi di mana tidak hadirnya salah satu orang tua karena kematian atau perceraian. Antara keluarga yang utuh dan pecah mempunyai pengaruh yang berbeda teerhadap perkembangan anak. Keluarga yang utuh tidak sekedar utuh dalam arti berkumpulnya ayah dan ibu tetapi utuh dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu di samping utuh dalam fisik juga utuh dalam psikis.

3. Status Sosial

Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku dan pengalaman anak-anaknya. Yang dimaksud dengan status sosial ialah kedudukan orangtua dalam kelompoknya.

4. Besar Kecilnya Keluarga

Besar kecilnya keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pada keluarga besar anak sudah biasa bergaul dengan orang lain, sudah biasa memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Sikap toleransi berkembang sejak kecil. Pada keluarga yang kecil dalam hal ini anak yang tunggal dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari para orangtua agar perkembangannya menjadi wajar.


(15)

5. Ekonomi Keluarga

Kaya atau miskin masing-masing memiliki pengaruh positif dan negatif. Keadaan keluarga yang kaya dan menjadikan anak mudah memenuhi kebutuhan akan menjadi permasalahan yang berat ketika minim pengawasan. Anak dengan kepemilikan uang yang memadai akan lebih mudah mendapatkan keinginan-keinginannya sebagai akibat dari uang yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan. Jika uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang salah, tentu akan merusak karakter anak. Sebaliknya, keadaan keluarga yang miskin akan mengakibatkan anak sulit untuk mengaktualisaikan dirinya karena uang memiliki pengaruh yang besar terhadap aktualisasi diri. Dalam kondisi yang sulit memenuhi kebutuhan, ada kemungkinan anak akan dikucilkan di lingkungannya sehingga terbentuk karakter yang merasa dikucilkan dan sulit untuk berekspresi. Jika anak mendapat tekanan di luar batas, besar kemungkinan anak melakukan berbagai bentuk tindakan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bahkan mengarah pada tindakan membalas dendam dengan perlakuan yang dialami. Dengan demikian kaya bukan berarti jaminan kehidupan anak berkualitas baik, sebaliknya miskin bukan berarti jaminan kehidupan anak tidak berkualitas (Ahmadi, 2009 : 228-232).


(16)

2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang tua

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak : Pasal 9

Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

Pasal 10

1. Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kusasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atu badan sebagai wali.

2. Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya. 3. Pencabutan dan pengembalian hak asuh orang tua ditetapkan dengan

keputusan hakim.

4. Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 : Pasal 26

1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan


(17)

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3 Masyarakat

2.3.1 Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dalam waktu yang lama, dan yang terikat dengan rasa identitas bersama. Semakin tingginya tingkat persaingan hidup di perkotaan menjadikan karakter masyarakat mengarah pada sifat kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya (Koentjaraningrat, 2002 : 146-147).

2.3.2 Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya Masyarakat

Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan hanya dapat dibedakan dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, sehingga setiap perubahan budaya dalam masyarakat adalah hasil dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.


(18)

Proses perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap

masyarakat masyarakat selalu mengalami perubahan yang terjadi secara lambat maupun cepat.

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti oleh perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang lain.

3. Perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, biasanya mengakibatkan disorganisasi karena dalam masyarakat ada proses adaptasi. Disorganisasi yang diikuti oleh proses reorganisasi akan menghasilkan pemantapan kaidah-kaidah dan nilai yang baru.

4. Suatu perubahan tidak dapat dibatasi pada aspek kebendaan atau spiritual saja, karena keduanya memiliki kaitan timbal balik yang kuat. 5. Secara tipologis, perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :

a. Proses sosial, yang menyangkut sirkulasi atau rotasi ganjaran fasilitas-fasilitas dan individu yang menempati posisi tertentu ada suatu struktur.

b. Segmentasi, yaitu keberadaan unit-unit secara struktural tidak berbeda secara kualitatif dari keberadaan masing-masing unit tersebut.

c. Perubahan struktural, yaitu munculnya kompleksitas baru secara kualitatif mengenai peranan-peranan dan organisasi. d. Perubahan dalam struktur kelompok, yaitu perubahan dalam


(19)

hubungan-hubungan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto dalam Martono, 2012 : 12-13).

2.3.3 Peran Masyarakat

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 72

1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah

Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab tersendiri terhadap penanganan permasalahan anak. Pemahaman tentang tanggung jawab negara dan pemerintah terhadap anak merupakan pendukung keberhasilan upaya penanganan masalah anak jalanan. Tanggung jawab negara dan pemerintah tersusun beberapa pasal dalam satu kelompok pada Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,


(20)

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23

1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. 2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

2.5 Kerangka Pemikiran

Anak jalanan merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dalam permasalahan anak jalanan, dibutuhkan perhatian serius karena masalah anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang akut. Selain itu, alasan yang paling serius untuk menyoroti permasalahan anak jalanan adalah status anak jalanan yang juga sebagai generasi penerus penentu masa depan negara.

Permasalahan anak jalanan sebagai permasalahan sosial yang terjadi di kawasan perkotaan menjadi salah satu permasalahan yang akut dari masa-kemasa. Keadaan tersebut terjadi karena Indonesia saat ini merupakan negara berkembang


(21)

dengan jumlah penduduk yang sangat padat, bahkan berada pada urutan ke-empat terbesar didunia disertai tingkat heterogenitas yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan kompleks, dimana setiap permasalahan saling mempengaruhi, tidak terkecuali terhadap permasalahan anak jalanan.

Kondisi Indonesia saat ini tidak sepenuhnya dapat menjadi alasan untuk permasalahan anak jalanan yang masih berkelanjutan. Kerjasama yang baik antar pihak-pihak yang bertanggungjawab merupakan solusi terbaik. Pemahaman tentang keakutan permasalahan anak jalanan dapat diperoleh melalui perbandingan antara undang-undang perlindungan anak dengan fakta permasalahan anak di lapangan.

Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak `jalanan, langkah yang tepat adalah megetahui hak-hak anak seperti yang tertuang dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Selanjutnya meneliti pihak-pihak yang memiliki pengaruh, peranan dan tanggungjawab terhadap anak yang menjadi anak jalanan. Pihak-pihak yang memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap anak seperti keluarga dan orang tua, masyarakat serta negara dan pemerintah diklasifikasikan dengan jelas dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 yang juga memuat hak-hak anak. Teori-teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta Teori- teori-teori tentang anak jalanan akan memudahkan penelitian tentang anak jalanan.


(22)

2.6 Definisi Konsep

Secara sederhana definisi konsep diartikan sebagai batasan arti. Definisi konsep adalah penegasan dan pembatasan makna konsep dalam penelitian. Definisi konsep bertujuan untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian (Siagian, 2011: 138).

Konsep dalam penelitian ini antara lain :

a. Faktor dalam penelitian ini adalah yang menjadi penyebab anak menjadi anak jalanan.

b. Anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berusia antara 6-16 tahun.

c. Orangtua dalam penelitian ini adalah ayah, ibu atau pihak utama yang bertanggungjawab terhadap anak jalanan.

d. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sanak saudara serta kerabat dekat (pihak-pihak yang memiliki hubungan darah). e. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di

lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan.

f. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian anak yang memiliki pengaruh terhadap statusnya sebagai anak jalanan.

g. Faktor orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian orang tua yang memiliki pengaruh terhadap status anaknya yang menjadi anak jalanan.


(23)

h. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.

i. Faktor masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh masyarakat di lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.


(24)

Bagan Alur Pikir

Anak Jalanan

Individu Orang tua Keluarga/Kerabat Masyarakat

Faktor -Faktor Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Anak Yang Menjadi Anak Jalanan


(1)

hubungan-hubungan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto dalam Martono, 2012 : 12-13).

2.3.3 Peran Masyarakat

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 72

1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah

Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab tersendiri terhadap penanganan permasalahan anak. Pemahaman tentang tanggung jawab negara dan pemerintah terhadap anak merupakan pendukung keberhasilan upaya penanganan masalah anak jalanan. Tanggung jawab negara dan pemerintah tersusun beberapa pasal dalam satu kelompok pada Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,


(2)

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23

1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. 2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

2.5 Kerangka Pemikiran

Anak jalanan merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dalam permasalahan anak jalanan, dibutuhkan perhatian serius karena masalah anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang akut. Selain itu, alasan yang paling serius untuk menyoroti permasalahan anak jalanan adalah status anak jalanan yang juga sebagai generasi penerus penentu masa depan negara.


(3)

dengan jumlah penduduk yang sangat padat, bahkan berada pada urutan ke-empat terbesar didunia disertai tingkat heterogenitas yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan kompleks, dimana setiap permasalahan saling mempengaruhi, tidak terkecuali terhadap permasalahan anak jalanan.

Kondisi Indonesia saat ini tidak sepenuhnya dapat menjadi alasan untuk permasalahan anak jalanan yang masih berkelanjutan. Kerjasama yang baik antar pihak-pihak yang bertanggungjawab merupakan solusi terbaik. Pemahaman tentang keakutan permasalahan anak jalanan dapat diperoleh melalui perbandingan antara undang-undang perlindungan anak dengan fakta permasalahan anak di lapangan.

Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak `jalanan, langkah yang tepat adalah megetahui hak-hak anak seperti yang tertuang dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Selanjutnya meneliti pihak-pihak yang memiliki pengaruh, peranan dan tanggungjawab terhadap anak yang menjadi anak jalanan. Pihak-pihak yang memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap anak seperti keluarga dan orang tua, masyarakat serta negara dan pemerintah diklasifikasikan dengan jelas dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 yang juga memuat hak-hak anak. Teori-teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta Teori- teori-teori tentang anak jalanan akan memudahkan penelitian tentang anak jalanan.


(4)

2.6 Definisi Konsep

Secara sederhana definisi konsep diartikan sebagai batasan arti. Definisi konsep adalah penegasan dan pembatasan makna konsep dalam penelitian. Definisi konsep bertujuan untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian (Siagian, 2011: 138).

Konsep dalam penelitian ini antara lain :

a. Faktor dalam penelitian ini adalah yang menjadi penyebab anak menjadi anak jalanan.

b. Anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berusia antara 6-16 tahun.

c. Orangtua dalam penelitian ini adalah ayah, ibu atau pihak utama yang bertanggungjawab terhadap anak jalanan.

d. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sanak saudara serta kerabat dekat (pihak-pihak yang memiliki hubungan darah). e. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di

lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan.

f. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian anak yang memiliki pengaruh terhadap statusnya sebagai anak jalanan.

g. Faktor orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian orang tua yang memiliki pengaruh terhadap status


(5)

h. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.

i. Faktor masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh masyarakat di lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.


(6)

Bagan Alur Pikir

Anak Jalanan

Individu Orang tua Keluarga/Kerabat Masyarakat

Faktor -Faktor Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Anak Yang Menjadi Anak Jalanan