Analisis Tataniaga Kelinci Di Kabupaten Karo
20
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
-
Budidaya Kelinci
Kelinci adalah hewan mamalia dari famili
Leporidae yang dapat
ditemukan di banyak bagian bumi. Dulunya, hewan ini adalah hewan liar yang
hidup di Afrika hingga ke daratan Eropa. Setelah manusia bermigrasi ke berbagai
pelosok benua baru, kelinci pun turut menyebar ke Amerika, Australia, dan Asia.
Asal kata kelinci berasal dari bahasa Belanda, yaitu konijntje yang berarti "anak
kelinci". Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nusantara mulai mengenali
kelinci saat masa kolonial (Sitorus et al., 1982 ).
Awal mula perkembangan ternak kelinci tidak pernah diketahui secara
pasti. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (2007) mencatat
keberadaan kelinci di Indonesia terutama di Jawa pada awalnya dibawa oleh
orang-orang Belanda sekitar tahun 1835 sebagai kelinci hias. Informasi
selanjutnya diketahui bahwa sejak tahun 1980 pemerintah mulai menggalakkan
pemeliharaan kelinci untuk diambil dagignya dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat.
Kelinci asli yang ada di Indonesia adalah Nesolagus netscheri (kelinci
Kerinci) yang berasal dari Sumatera (Massicot, 2005). Sementara itu, ternak
kelinci yang telah cukup lama dikenal oleh peternak dan telah beradaptasi dengan
lingkungan tropis Indonesia adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di
Eropa dan Amerika. Senada dengan itu, Yulianto (2012) menyatakan bahwa
kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari Eropa yang telah bercampur
8
Universitas Sumatera Utara
921
dengan jenis lain hingga sulit dikenali. Adaptasi di daerah tropis menyebabkan
perubahan kinerja biologis pada ternak-ternak tersebut yang sangat berbeda
dengan kinerja rumpun murni di negara asalnya (Raharjo et al., 2004).
Kelinci mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil daging. Seekor
kelinci dengan bobot hidup dua kilogram dapat menghasilkan karkas seberat
900 gram. Daging kelinci mempunyai kemiripan dengan daging ayam yaitu warna
putih pucat. Daging kelinci mempunyai berbagai kelebihan dibanding jenis daging
lainnya, antara lain kadar kolesterolnya terendah kedua setelah daging kalkun,
kadar garam dan lemak jenuh rendah, sedangkan kadar proteinnya tinggi. Kadar
kolesterol daging kelinci hanya 50 mg/kg, sedangkan domba 320 mg/kg, dan
kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 dan 13,7% (Rahadjo et al. 1984).
Pemanfaatan hasil olahan kelinci dapat dilihat pada Gambar 1.
Ternak
Daging
Kulit bulu
Kotoran
Bahan
Bahan
Pupuk
Nugget
Sosis
Burger
Dendeng
Baso
Sate
Mantel
Jaket
Hiasan
Souvenir
Kesayangan
Gambar 1. Pemanfaatan Hasil Olahan Kelinci
Kendala dalam pengembangan peternakan kelinci diantaranya adalah
kurang tersedianya bibit bermutu, mortalitas tinggi, pakan mahal pada skala
komersial, terbatasnya teknologi, kurang sosialisasi dan promosi peranan kelinci,
Universitas Sumatera Utara
22
10
harga daging mahal, faktor kebiasaan makan (http://www.deptan.go.id). Sartika
(1998) juga mengatakan kendala lain yang terdeteksi adalah adanya pengaruh
kejiwaan “tidak tega” apabila manusia hendak memakan daging kelinci.
2.2 Landasan Teori
Teori-teori
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
teori
Tataniaga Pertanian. Pada dasarnya tataniaga adalah penciptaan nilai tambah dari
suatu produk yang mengalir dari produsen hingga ke konsumen akhir. Kegiatan
ini bersifat dinamis karena menyangkut semua persiapan, perencanaan, dan
penelitian dari segala sesuatu yang bersangkut paut dengan perpindahan, peralihan
milik atas suatu barang atau jasa (Sihombing, 2011).
Menurut Radiosunu (1995) dalam Manik (2007) bahwa sistem tataniaga
adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung ataupun tidak langsung
terlibat dalam kegiatan pemasaran barang dan jasa, yang saling mempengaruhi
dengan tujuan mengalokasikan sumber daya langka secara efisien guna memenuhi
kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya. Komponen-komponen sistem tataniaga
tersebut antara lain adalah para produsen, penyalur, dan lembaga-lembaga lainnya
yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses pertukaran
barang dan jasa.
Menurut Hanafiah et al. (1986) dalam mempelajari sistem tataniaga, ada
tiga pendekatan yang dipergunakan secara umum, yaitu :
1. Pendekatan serba barang
2. Pendekatan serba lembaga
3. Pendekatan serba fungsi
Pendekatan serba barang berawal dari penelitian akan barang-barang yang
mudah dikenal. Hal ini berarti pendekatan serba barang memerlukan deskripsi
Universitas Sumatera Utara
23
11
barang-barang dan kegiatan-kegiatan yang panjang lebar serta juga meliputi
kegiatan yang berulang kali. Sementara itu, pendekatan serba lembaga berusaha
melakukan penelaahan atas berbagai kelembagaan yang membantu atau bergerak
dalam
melancarkan
penyampaian
barang
ke
pasar
atau
para
konsumen (Kartasapoetra, 1986).
Pendekatan serba fungsi bertitik tolak dari pembahasan bahwa setiap
fungsi yang diperankan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang berperan
dalam proses penyampaian barang-barang dan jasa-jasa dari sektor produsen ke
sektor konsumen (Sihombing, 2011).
Keberhasilan tataniaga didukung oleh keberhasilan fungsi dari saluran
tataniaga (channel of marketing). Fungsi ini berperan dalam penyaluran barang
dari produsen ke konsumen. Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011)
mendeskripsikan fungsi tataniaga dalam tiga kelompok besar, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi pengadaan/penyediaan secara fisik, serta fungsi pelancar atau
pemberian jasa.
Marketing pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi
pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga
pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsinya yang berbeda sehingga share
margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan
berbeda (Sudiyono, 2004). Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkosongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Marketing margin
sama dengan ongkos tataniaga (marketing cost) dan sama artinya dengan price
spread dan marketing charge.
Universitas Sumatera Utara
24
12
-
Saluran dan Lembaga Tataniaga
Penyampaian barang dari produsen hingga konsumen akhir memerlukan
sebuah saluran atau rantai tataniaga. Penyampaian ini dipengaruhi oleh jarak
antara konsumen dan produsen. Semakin jauh jaraknya, pada umumnya semakin
banyak pelaku tataniaga yang terlibat. Pada umumnya, jarak fisik produksi dan
konsumsi hasil pertanian cukup jauh karena usaha tani berada di pedesaan yang
memerlukan areal yang cukup luas. Oleh karena itu, jarak harus diantisipasi oleh
sektor distribusi agar barang dan jasa dapat sampai di tangan konsumen. Di sektor
distribusi inilah tataniaga berperan dan bertanggung jawab memindahkan,
mengalokasikan, mendayagunakan, menganekaragamkan barang yang dihasilkan
di sektor produksi (Sihombing 2011).
Bentuk saluran tataniaga (marketing channel) hasil pertanian dapat
bervariasi menurut komoditinya. Walters (1977) dalam Sihombing (2011)
mengartikan saluran tataniaga adalah sejumlah pedagang perantara serta agenagen badan usaha yang menggabungkan pemindahan barang dan nama dari
sebuah produk untuik menciptakan nilai guna bagi pasar tertentu.
Kotler (2001) mengatakan bahwa saluran tataniaga terdiri dari serangkaian
lembaga tataniaga atau perantara yang akan memperlancar kegiatan tataniaga dari
tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran terdiri dari tengkulak, pedagang pengumpul,
pedagang besar, agen penjualan, dan pengecer. Menurut Soekartawi (1991),
perananan lembaga tataniaga yang terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang
pengumpul, eksportir, importir menjadi amat penting. Lembaga tataniaga ini
khususnya bagi negara berkembang yang dicirikan dengan lemahnya pemasaran
hasil pertanian akan menentukan mekanisme pasar.
Universitas Sumatera Utara
25
13
Stanton (1993) dalam Sudiyono (2004) menjelaskan bahwa lembaga
tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan
tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir,
serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas
lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi
keinginan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.
Tengkulak, lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan
petani.
2.
Pedagang pengumpul, lembaga yang membeli komoditi dari tengkulak.
3.
Pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi (pengumpulan)
komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, melakukan distribusi ke agen
penjualan atau pengecer.
4.
Agen penjualan lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang
dalam jumlah banyak dengan harga relatif murah dibanding pengecer.
5.
Pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen.
Lembaga tataniaga melaksanakan tugasnya dengan memanfaatkan saluran
tataniaga. Panjang pendeknya saluran tataniaga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Soekartawi (1999) faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen
dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak atau perishable goods. Produk yang cepat atau
mudah rusak harus segera diterima konsumen dengan demikian menghendaki
saluran yang pendek dan cepat.
3. Skala produksi atau disebut bulky products/voluminous.
Universitas Sumatera Utara
26
14
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga.
5. Barang pertanian yang umumnya bersifat seasonal products atau produk
musiman.
6. Barang pertanian bersifat lokal dan spesifik, yaitu tidak dapat diproduksi di
semua tempat.
Secara umum lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran ternak
kelinci dan salurannya dapat dilihat pada Gambar 2.
Peternak
Peternak
Pedagang
Konsumen
Lokal
Konsumen Luar
Daerah
Gambar 2. Lembaga Tataniaga yang Terlibat dalam Pemasaran Kelinci
Menurut Wibowo et al. (2011) pemasaran ternak kelinci terdiri dari dua
tingkat, yaitu :
1.
Pemasaran di tingkat produsen; transaksi antara peternak dengan pedagang,
pedagang melakukan pembelian kelinci kepada produsen (peternak), ternak
yang diperjualbelikan adalah ternak bibit, siap potong maupun kelinci
dewasa. Transaksi yang terjadi pada produsen selain pedagang adalah juga
terdapat peternak dimana tujuannya adalah membeli ternak untuk
dikembangkan lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
1527
2.
Pemasaran di tingkat pedagang; transaksi antara pedagang dengan konsumen
akhir (lokal maupun luar daerah), transaksi seperti ini dilakukan di tempat
tertentu (pasar umum, maupun pasar hewan, dan tempat pariwisata daerah).
Produk ternak kelinci yang dapat dipasarkan adalah dalam bentuk hidup,
bentuk produk segar maupun produk olahan. Transaksi jual-beli kelinci hidup
antara produsen dan konsumen dapat berlangsung di lokasi produsen maupun di
pasar (pasar umum, pasar hewan, bahkan tempat rekreasi). Ternak yang diperjualbelikan mulai dari status lepas sapih hingga ternak siap kawin.
-
Fungsi-Fungsi Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu proses pertukaran yang mencakup serangkaian
kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor
produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini disebut fungsi tataniaga. Fungsi
tataniaga
ini
bekerja
melalui
lembaga
tataniaga
atau
struktur
tataniaga
(Hanafiah et al. 1986).
Menurut Kohls et al. (1990), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga
fungsi utama, yaitu :
1. Fungsi Pertukaran, meliputi :
a) Fungsi Pembelian ; Sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan
baku, perakitan produk serta segala aktivitas yang berhubungan dengan
pembelian.
b) Fungsi Penjualan Produk ; Segala sesuatu yang berhubungan dengan penjualan
termasuk pengiklanan dan penciptaan terhadap permintaan produk .
2. Fungsi Fisik, meliputi :
a) Fungsi Penyimpanan ; Fokus utama pada membuat kondisi barang tetap baik
sampai waktu yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
1628
b) Fungsi Pengangkutan ; Fokus utama pada menjadikan barang berada pada
tempat yang tepat.
c) Fungsi Pengolahan Produk ; Segala sesuatu yang berhubungan pada aktivitas
manufaktur yang mengubah bahan mentah menjadi produk yang diinginkan.
d) Fungsi Fasilitas : Berperan dalam memudahkan terjadinya fungsi pertukaran
dan fungsi fisik.
e) Fungsi Standarisasi ; Keseragaman dalam penentuan dan perawatan produk.
Ukuran termasuk dalam kuantitas maupun kualitas.
3. Fungsi Pelancar, meliputi :
a) Fungsi Permodalan ; Melibatkan penggunaan uang untuk melakukan berbagai
aspek dalam tataniaga.
b) Fungsi Penanggung Risiko ; Penerimaan kemungkinan-kemungkinan yang ada
dalam pemasaran produk.
c)
Fungsi
Informasi
Pasar
;
Pekerjaan
dalam
mengumpulkan,
menginterpretasikan, dan memilah variasi data penting dalam pelaksanaan
proses pemasaran.
-
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan
efisiensi operasional. Menurut Dahl et al. (1977) bahwa efisiensi operasional
menunjukkan biaya minimun yang dapat dicapai dalam pelaskanaan fungsi dasar
tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan,
distribusi dan aktivitas fisik serta fasilitas. Pendekatan efisiensi harga adalah
melalui analisis tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi
operasional melalui margin tataniaga, share petani, rasio keuntungan, dan
keuntungan tataniaga.
Universitas Sumatera Utara
29
17
Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu
sistem pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat
memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen,
konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Mubyarto (1980)
dalam Sihombing (2011) syarat-syarat tataniaga yang efisien adalah (1) mampu
menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya
semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah
ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.
-
Margin Tataniaga
Menurut Daly (1958) dalam Sihombing (2011) bahwa margin tataniaga
merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang
diterima petani. Sementara itu, Kohls et al. (1990) menyatakan bahwa margin
tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan
konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Dapat dikatakan
juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai dari tingkat
produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga.
Secara grafis, pernyataan Kohls et al. (1990) dapat digambarkan pada
Gambar 3. Perpotongan antara kurva permintaan tingkat petani (Df) dengan kurva
penawaran tingkat petani (Sf) membentuk suatu titik yang merupakan harga pada
tingkat petani, yaitu harga pada tingkat Pf. Hal ini berarti bahwa harga tersebut
(Pf) merupakan harga riil yang diterima petani. Perpotongan antara kurva
permintaan tingkat pengecer (Dr) dengan kurva penawaran tingkat pengecer (Sr)
membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat pengecer, yaitu harga
Universitas Sumatera Utara
1830
pada tingkat Pr. Sehingga harga yang terbentuk (Pr) merupakan harga riil yang
harus dibayarkan konsumen akhir untuk memperoleh produk tersebut.
Rp/Unit
Sr
Sf
Pr
Pf
Dr
Df
Q
Jumlah
Gambar 3. Proses Terciptanya Margin Tataniaga
Keterangan :
Pf
: Harga di tingkat produsen
Pr
: Harga di Tingkat konsumen
Df
: Kurva permintaan produsen
Dr
: Kurva permintaan konsumen
Sf
: Kurva penawaran produsen
Sr
: Kurva penawaran konsumen
Q
: Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan konsumen
(Pr-Pf)
: Margin tataniaga
Universitas Sumatera Utara
1931
2.3 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2000) dengan judul “Analisis
Sistem Tataniaga Sapi Potong di Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang,
Madura” menunjukkan bahwa terdapat empat saluran pemasaran sapi potong
dengan farmer’s share terbesar terdapat pada saluran peternak→ pedagang
pengumpul desa → pedagang besar → pasar hewan Madura. Nilai dari farmer’s
share pada penelitian ini adalah sebesar 86,01%. Artinya, keuntungan yang
diperoleh peternak sebesar 86,01% dari total keuntungan seluruh lembaga
pemasaran yang ada dalam saluran.
Selain itu penelitian mengenai tataniaga juga telah dilakukan oleh
Ode (2012) dengan judul “Analisis Tataniaga Kelinci pada Kampoeng Kelinci
Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini
menunjukkan bahwa saluran tataniaga kelinci di daerah penelitian terbagi menjadi
tiga, yaitu (1) saluran tataniaga kelinci jenis hias lokal dengan lima saluran
tataniaga, (2) saluran tataniaga kelinci hias luar dengan tiga saluran tataniaga, dan
(3) saluran tataniaga kelinci pedaging dengan tiga saluran tataniaga. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa farmer’s share tertinggi terdapat pada tataniaga
kelinci hias luar. Sedangkan efisiensi tataniaga terdapat pada saluran kelinci hias
lokal.
Penelitian selanjutnya mengenai analisis kelembagaan pemasaran dan
margin tataniaga ternak domba dilakukan oleh Elieser (2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa margin tataniaga ternak domba paling tinggi diperoleh
eksportir
sebesar
Rp168.528,00/ekor
domba
potong kemudian
koperasi
(keuntungan/ekor domba potong Rp44.000,00; domba bibit Rp25.000,00 dan
domba kurban Rp50.000,00); pedagang daging keuntungan Rp27.700,00/ekor
Universitas Sumatera Utara
2032
domba
yang
dipotong
dan
paling
kecil
diperoleh
peternak/blantik
(keuntungan/ekor domba potong Rp10.900,00 ; domba bibit Rp20.500,00 dan
domba kurban Rp50.000,00).
Sementara itu menurut Priyanti et. al (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Ekonomi dan Tataniaga Usahaternak Kerbau” menyebutkan
bahwa tataniaga usahaternak kerbau masih sangat panjang sehingga terjadi
pembagian margin yang tidak merata. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh tidak
transparannya informasi pasar.
2.4 Kerangka Pemikiran
Saluran tataniaga pada dasarnya berfungsi untuk menciptakan efisiensi
dalam penyaluran barang sampai ke tangan konsumen. Ketika saluran ini baik
maka tingkat efisiensinya juga tinggi. Akibatnya barang juga dapat diterima
konsumen dengan harga yang pantas dan tercapai pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah
ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.
Kelinci merupakan hewan peternakan yang dapat dimanfaatkan sebagai
hewan hias ataupun bahan konsumsi daging. Dalam jalur tataniaganya, kelinci
dipasok dari peternak dan dikembangbiakkan oleh peternak juga. Setelah berumur
cukup maka peternak menjual kelincinya ke pedagang. Selanjutnya pedagang
memasarkan kelincinya ke konsumen akhir. Kegiatan tataniaga kelinci disertai
dengan berbagai fungsi tataniaga seperti fungsi pembelian, pengangkutan,
penjualan, penyimpanan, marketing loss, serta informasi pasar.
Dari alur tataniaga tersebut, masing-masing lembaga melakukan fungsinya
yang mengakibatkan timbulnya biaya pemasaran (cost of marketing). Biaya
pemasaran ini dapat mempengaruhi harga akhir konsumen dan pembagian
Universitas Sumatera Utara
21
33
keuntungan (share margin) yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran yang
terlibat. Selanjutnya, dari nilai share margin tersebut dihitung seberapa besar nilai
efisiensi tataniaga yang tercipta. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
Peternak
Pedagang
•
•
•
•
Konsumen Akhir
•
•
Fungsi Tataniaga
Pembelian
Penjualan
Pengangkutan
Penyimpanan
(Perawatan)
Marketing Loss
Informasi Pasar
Share Margin
Efisiensi
Efisien
Tidak Efisien
Keterangan :
: proses
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
34
22
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarakan latar belakang dan landasan teori yang dibuat maka diajukan
hipotesis sebagai berikut yaitu efisiensi tataniaga kelinci di daerah penelitian
adalah efisien dengan share margin peternak lebih besar dari 50%.
Universitas Sumatera Utara
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
-
Budidaya Kelinci
Kelinci adalah hewan mamalia dari famili
Leporidae yang dapat
ditemukan di banyak bagian bumi. Dulunya, hewan ini adalah hewan liar yang
hidup di Afrika hingga ke daratan Eropa. Setelah manusia bermigrasi ke berbagai
pelosok benua baru, kelinci pun turut menyebar ke Amerika, Australia, dan Asia.
Asal kata kelinci berasal dari bahasa Belanda, yaitu konijntje yang berarti "anak
kelinci". Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nusantara mulai mengenali
kelinci saat masa kolonial (Sitorus et al., 1982 ).
Awal mula perkembangan ternak kelinci tidak pernah diketahui secara
pasti. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (2007) mencatat
keberadaan kelinci di Indonesia terutama di Jawa pada awalnya dibawa oleh
orang-orang Belanda sekitar tahun 1835 sebagai kelinci hias. Informasi
selanjutnya diketahui bahwa sejak tahun 1980 pemerintah mulai menggalakkan
pemeliharaan kelinci untuk diambil dagignya dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi masyarakat.
Kelinci asli yang ada di Indonesia adalah Nesolagus netscheri (kelinci
Kerinci) yang berasal dari Sumatera (Massicot, 2005). Sementara itu, ternak
kelinci yang telah cukup lama dikenal oleh peternak dan telah beradaptasi dengan
lingkungan tropis Indonesia adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di
Eropa dan Amerika. Senada dengan itu, Yulianto (2012) menyatakan bahwa
kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari Eropa yang telah bercampur
8
Universitas Sumatera Utara
921
dengan jenis lain hingga sulit dikenali. Adaptasi di daerah tropis menyebabkan
perubahan kinerja biologis pada ternak-ternak tersebut yang sangat berbeda
dengan kinerja rumpun murni di negara asalnya (Raharjo et al., 2004).
Kelinci mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil daging. Seekor
kelinci dengan bobot hidup dua kilogram dapat menghasilkan karkas seberat
900 gram. Daging kelinci mempunyai kemiripan dengan daging ayam yaitu warna
putih pucat. Daging kelinci mempunyai berbagai kelebihan dibanding jenis daging
lainnya, antara lain kadar kolesterolnya terendah kedua setelah daging kalkun,
kadar garam dan lemak jenuh rendah, sedangkan kadar proteinnya tinggi. Kadar
kolesterol daging kelinci hanya 50 mg/kg, sedangkan domba 320 mg/kg, dan
kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 dan 13,7% (Rahadjo et al. 1984).
Pemanfaatan hasil olahan kelinci dapat dilihat pada Gambar 1.
Ternak
Daging
Kulit bulu
Kotoran
Bahan
Bahan
Pupuk
Nugget
Sosis
Burger
Dendeng
Baso
Sate
Mantel
Jaket
Hiasan
Souvenir
Kesayangan
Gambar 1. Pemanfaatan Hasil Olahan Kelinci
Kendala dalam pengembangan peternakan kelinci diantaranya adalah
kurang tersedianya bibit bermutu, mortalitas tinggi, pakan mahal pada skala
komersial, terbatasnya teknologi, kurang sosialisasi dan promosi peranan kelinci,
Universitas Sumatera Utara
22
10
harga daging mahal, faktor kebiasaan makan (http://www.deptan.go.id). Sartika
(1998) juga mengatakan kendala lain yang terdeteksi adalah adanya pengaruh
kejiwaan “tidak tega” apabila manusia hendak memakan daging kelinci.
2.2 Landasan Teori
Teori-teori
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
teori
Tataniaga Pertanian. Pada dasarnya tataniaga adalah penciptaan nilai tambah dari
suatu produk yang mengalir dari produsen hingga ke konsumen akhir. Kegiatan
ini bersifat dinamis karena menyangkut semua persiapan, perencanaan, dan
penelitian dari segala sesuatu yang bersangkut paut dengan perpindahan, peralihan
milik atas suatu barang atau jasa (Sihombing, 2011).
Menurut Radiosunu (1995) dalam Manik (2007) bahwa sistem tataniaga
adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung ataupun tidak langsung
terlibat dalam kegiatan pemasaran barang dan jasa, yang saling mempengaruhi
dengan tujuan mengalokasikan sumber daya langka secara efisien guna memenuhi
kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya. Komponen-komponen sistem tataniaga
tersebut antara lain adalah para produsen, penyalur, dan lembaga-lembaga lainnya
yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses pertukaran
barang dan jasa.
Menurut Hanafiah et al. (1986) dalam mempelajari sistem tataniaga, ada
tiga pendekatan yang dipergunakan secara umum, yaitu :
1. Pendekatan serba barang
2. Pendekatan serba lembaga
3. Pendekatan serba fungsi
Pendekatan serba barang berawal dari penelitian akan barang-barang yang
mudah dikenal. Hal ini berarti pendekatan serba barang memerlukan deskripsi
Universitas Sumatera Utara
23
11
barang-barang dan kegiatan-kegiatan yang panjang lebar serta juga meliputi
kegiatan yang berulang kali. Sementara itu, pendekatan serba lembaga berusaha
melakukan penelaahan atas berbagai kelembagaan yang membantu atau bergerak
dalam
melancarkan
penyampaian
barang
ke
pasar
atau
para
konsumen (Kartasapoetra, 1986).
Pendekatan serba fungsi bertitik tolak dari pembahasan bahwa setiap
fungsi yang diperankan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang berperan
dalam proses penyampaian barang-barang dan jasa-jasa dari sektor produsen ke
sektor konsumen (Sihombing, 2011).
Keberhasilan tataniaga didukung oleh keberhasilan fungsi dari saluran
tataniaga (channel of marketing). Fungsi ini berperan dalam penyaluran barang
dari produsen ke konsumen. Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011)
mendeskripsikan fungsi tataniaga dalam tiga kelompok besar, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi pengadaan/penyediaan secara fisik, serta fungsi pelancar atau
pemberian jasa.
Marketing pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi
pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga
pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsinya yang berbeda sehingga share
margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan
berbeda (Sudiyono, 2004). Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkosongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Marketing margin
sama dengan ongkos tataniaga (marketing cost) dan sama artinya dengan price
spread dan marketing charge.
Universitas Sumatera Utara
24
12
-
Saluran dan Lembaga Tataniaga
Penyampaian barang dari produsen hingga konsumen akhir memerlukan
sebuah saluran atau rantai tataniaga. Penyampaian ini dipengaruhi oleh jarak
antara konsumen dan produsen. Semakin jauh jaraknya, pada umumnya semakin
banyak pelaku tataniaga yang terlibat. Pada umumnya, jarak fisik produksi dan
konsumsi hasil pertanian cukup jauh karena usaha tani berada di pedesaan yang
memerlukan areal yang cukup luas. Oleh karena itu, jarak harus diantisipasi oleh
sektor distribusi agar barang dan jasa dapat sampai di tangan konsumen. Di sektor
distribusi inilah tataniaga berperan dan bertanggung jawab memindahkan,
mengalokasikan, mendayagunakan, menganekaragamkan barang yang dihasilkan
di sektor produksi (Sihombing 2011).
Bentuk saluran tataniaga (marketing channel) hasil pertanian dapat
bervariasi menurut komoditinya. Walters (1977) dalam Sihombing (2011)
mengartikan saluran tataniaga adalah sejumlah pedagang perantara serta agenagen badan usaha yang menggabungkan pemindahan barang dan nama dari
sebuah produk untuik menciptakan nilai guna bagi pasar tertentu.
Kotler (2001) mengatakan bahwa saluran tataniaga terdiri dari serangkaian
lembaga tataniaga atau perantara yang akan memperlancar kegiatan tataniaga dari
tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran terdiri dari tengkulak, pedagang pengumpul,
pedagang besar, agen penjualan, dan pengecer. Menurut Soekartawi (1991),
perananan lembaga tataniaga yang terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang
pengumpul, eksportir, importir menjadi amat penting. Lembaga tataniaga ini
khususnya bagi negara berkembang yang dicirikan dengan lemahnya pemasaran
hasil pertanian akan menentukan mekanisme pasar.
Universitas Sumatera Utara
25
13
Stanton (1993) dalam Sudiyono (2004) menjelaskan bahwa lembaga
tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan
tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir,
serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas
lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi
keinginan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga-lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.
Tengkulak, lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan
petani.
2.
Pedagang pengumpul, lembaga yang membeli komoditi dari tengkulak.
3.
Pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi (pengumpulan)
komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, melakukan distribusi ke agen
penjualan atau pengecer.
4.
Agen penjualan lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang
dalam jumlah banyak dengan harga relatif murah dibanding pengecer.
5.
Pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen.
Lembaga tataniaga melaksanakan tugasnya dengan memanfaatkan saluran
tataniaga. Panjang pendeknya saluran tataniaga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Soekartawi (1999) faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen
dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak atau perishable goods. Produk yang cepat atau
mudah rusak harus segera diterima konsumen dengan demikian menghendaki
saluran yang pendek dan cepat.
3. Skala produksi atau disebut bulky products/voluminous.
Universitas Sumatera Utara
26
14
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga.
5. Barang pertanian yang umumnya bersifat seasonal products atau produk
musiman.
6. Barang pertanian bersifat lokal dan spesifik, yaitu tidak dapat diproduksi di
semua tempat.
Secara umum lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran ternak
kelinci dan salurannya dapat dilihat pada Gambar 2.
Peternak
Peternak
Pedagang
Konsumen
Lokal
Konsumen Luar
Daerah
Gambar 2. Lembaga Tataniaga yang Terlibat dalam Pemasaran Kelinci
Menurut Wibowo et al. (2011) pemasaran ternak kelinci terdiri dari dua
tingkat, yaitu :
1.
Pemasaran di tingkat produsen; transaksi antara peternak dengan pedagang,
pedagang melakukan pembelian kelinci kepada produsen (peternak), ternak
yang diperjualbelikan adalah ternak bibit, siap potong maupun kelinci
dewasa. Transaksi yang terjadi pada produsen selain pedagang adalah juga
terdapat peternak dimana tujuannya adalah membeli ternak untuk
dikembangkan lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
1527
2.
Pemasaran di tingkat pedagang; transaksi antara pedagang dengan konsumen
akhir (lokal maupun luar daerah), transaksi seperti ini dilakukan di tempat
tertentu (pasar umum, maupun pasar hewan, dan tempat pariwisata daerah).
Produk ternak kelinci yang dapat dipasarkan adalah dalam bentuk hidup,
bentuk produk segar maupun produk olahan. Transaksi jual-beli kelinci hidup
antara produsen dan konsumen dapat berlangsung di lokasi produsen maupun di
pasar (pasar umum, pasar hewan, bahkan tempat rekreasi). Ternak yang diperjualbelikan mulai dari status lepas sapih hingga ternak siap kawin.
-
Fungsi-Fungsi Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu proses pertukaran yang mencakup serangkaian
kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor
produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini disebut fungsi tataniaga. Fungsi
tataniaga
ini
bekerja
melalui
lembaga
tataniaga
atau
struktur
tataniaga
(Hanafiah et al. 1986).
Menurut Kohls et al. (1990), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga
fungsi utama, yaitu :
1. Fungsi Pertukaran, meliputi :
a) Fungsi Pembelian ; Sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan
baku, perakitan produk serta segala aktivitas yang berhubungan dengan
pembelian.
b) Fungsi Penjualan Produk ; Segala sesuatu yang berhubungan dengan penjualan
termasuk pengiklanan dan penciptaan terhadap permintaan produk .
2. Fungsi Fisik, meliputi :
a) Fungsi Penyimpanan ; Fokus utama pada membuat kondisi barang tetap baik
sampai waktu yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
1628
b) Fungsi Pengangkutan ; Fokus utama pada menjadikan barang berada pada
tempat yang tepat.
c) Fungsi Pengolahan Produk ; Segala sesuatu yang berhubungan pada aktivitas
manufaktur yang mengubah bahan mentah menjadi produk yang diinginkan.
d) Fungsi Fasilitas : Berperan dalam memudahkan terjadinya fungsi pertukaran
dan fungsi fisik.
e) Fungsi Standarisasi ; Keseragaman dalam penentuan dan perawatan produk.
Ukuran termasuk dalam kuantitas maupun kualitas.
3. Fungsi Pelancar, meliputi :
a) Fungsi Permodalan ; Melibatkan penggunaan uang untuk melakukan berbagai
aspek dalam tataniaga.
b) Fungsi Penanggung Risiko ; Penerimaan kemungkinan-kemungkinan yang ada
dalam pemasaran produk.
c)
Fungsi
Informasi
Pasar
;
Pekerjaan
dalam
mengumpulkan,
menginterpretasikan, dan memilah variasi data penting dalam pelaksanaan
proses pemasaran.
-
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan
efisiensi operasional. Menurut Dahl et al. (1977) bahwa efisiensi operasional
menunjukkan biaya minimun yang dapat dicapai dalam pelaskanaan fungsi dasar
tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan,
distribusi dan aktivitas fisik serta fasilitas. Pendekatan efisiensi harga adalah
melalui analisis tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi
operasional melalui margin tataniaga, share petani, rasio keuntungan, dan
keuntungan tataniaga.
Universitas Sumatera Utara
29
17
Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu
sistem pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat
memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen,
konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Mubyarto (1980)
dalam Sihombing (2011) syarat-syarat tataniaga yang efisien adalah (1) mampu
menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya
semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah
ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.
-
Margin Tataniaga
Menurut Daly (1958) dalam Sihombing (2011) bahwa margin tataniaga
merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang
diterima petani. Sementara itu, Kohls et al. (1990) menyatakan bahwa margin
tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan
konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Dapat dikatakan
juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai dari tingkat
produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga.
Secara grafis, pernyataan Kohls et al. (1990) dapat digambarkan pada
Gambar 3. Perpotongan antara kurva permintaan tingkat petani (Df) dengan kurva
penawaran tingkat petani (Sf) membentuk suatu titik yang merupakan harga pada
tingkat petani, yaitu harga pada tingkat Pf. Hal ini berarti bahwa harga tersebut
(Pf) merupakan harga riil yang diterima petani. Perpotongan antara kurva
permintaan tingkat pengecer (Dr) dengan kurva penawaran tingkat pengecer (Sr)
membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat pengecer, yaitu harga
Universitas Sumatera Utara
1830
pada tingkat Pr. Sehingga harga yang terbentuk (Pr) merupakan harga riil yang
harus dibayarkan konsumen akhir untuk memperoleh produk tersebut.
Rp/Unit
Sr
Sf
Pr
Pf
Dr
Df
Q
Jumlah
Gambar 3. Proses Terciptanya Margin Tataniaga
Keterangan :
Pf
: Harga di tingkat produsen
Pr
: Harga di Tingkat konsumen
Df
: Kurva permintaan produsen
Dr
: Kurva permintaan konsumen
Sf
: Kurva penawaran produsen
Sr
: Kurva penawaran konsumen
Q
: Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan konsumen
(Pr-Pf)
: Margin tataniaga
Universitas Sumatera Utara
1931
2.3 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2000) dengan judul “Analisis
Sistem Tataniaga Sapi Potong di Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang,
Madura” menunjukkan bahwa terdapat empat saluran pemasaran sapi potong
dengan farmer’s share terbesar terdapat pada saluran peternak→ pedagang
pengumpul desa → pedagang besar → pasar hewan Madura. Nilai dari farmer’s
share pada penelitian ini adalah sebesar 86,01%. Artinya, keuntungan yang
diperoleh peternak sebesar 86,01% dari total keuntungan seluruh lembaga
pemasaran yang ada dalam saluran.
Selain itu penelitian mengenai tataniaga juga telah dilakukan oleh
Ode (2012) dengan judul “Analisis Tataniaga Kelinci pada Kampoeng Kelinci
Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini
menunjukkan bahwa saluran tataniaga kelinci di daerah penelitian terbagi menjadi
tiga, yaitu (1) saluran tataniaga kelinci jenis hias lokal dengan lima saluran
tataniaga, (2) saluran tataniaga kelinci hias luar dengan tiga saluran tataniaga, dan
(3) saluran tataniaga kelinci pedaging dengan tiga saluran tataniaga. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa farmer’s share tertinggi terdapat pada tataniaga
kelinci hias luar. Sedangkan efisiensi tataniaga terdapat pada saluran kelinci hias
lokal.
Penelitian selanjutnya mengenai analisis kelembagaan pemasaran dan
margin tataniaga ternak domba dilakukan oleh Elieser (2005). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa margin tataniaga ternak domba paling tinggi diperoleh
eksportir
sebesar
Rp168.528,00/ekor
domba
potong kemudian
koperasi
(keuntungan/ekor domba potong Rp44.000,00; domba bibit Rp25.000,00 dan
domba kurban Rp50.000,00); pedagang daging keuntungan Rp27.700,00/ekor
Universitas Sumatera Utara
2032
domba
yang
dipotong
dan
paling
kecil
diperoleh
peternak/blantik
(keuntungan/ekor domba potong Rp10.900,00 ; domba bibit Rp20.500,00 dan
domba kurban Rp50.000,00).
Sementara itu menurut Priyanti et. al (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Ekonomi dan Tataniaga Usahaternak Kerbau” menyebutkan
bahwa tataniaga usahaternak kerbau masih sangat panjang sehingga terjadi
pembagian margin yang tidak merata. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh tidak
transparannya informasi pasar.
2.4 Kerangka Pemikiran
Saluran tataniaga pada dasarnya berfungsi untuk menciptakan efisiensi
dalam penyaluran barang sampai ke tangan konsumen. Ketika saluran ini baik
maka tingkat efisiensinya juga tinggi. Akibatnya barang juga dapat diterima
konsumen dengan harga yang pantas dan tercapai pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah
ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.
Kelinci merupakan hewan peternakan yang dapat dimanfaatkan sebagai
hewan hias ataupun bahan konsumsi daging. Dalam jalur tataniaganya, kelinci
dipasok dari peternak dan dikembangbiakkan oleh peternak juga. Setelah berumur
cukup maka peternak menjual kelincinya ke pedagang. Selanjutnya pedagang
memasarkan kelincinya ke konsumen akhir. Kegiatan tataniaga kelinci disertai
dengan berbagai fungsi tataniaga seperti fungsi pembelian, pengangkutan,
penjualan, penyimpanan, marketing loss, serta informasi pasar.
Dari alur tataniaga tersebut, masing-masing lembaga melakukan fungsinya
yang mengakibatkan timbulnya biaya pemasaran (cost of marketing). Biaya
pemasaran ini dapat mempengaruhi harga akhir konsumen dan pembagian
Universitas Sumatera Utara
21
33
keuntungan (share margin) yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran yang
terlibat. Selanjutnya, dari nilai share margin tersebut dihitung seberapa besar nilai
efisiensi tataniaga yang tercipta. Secara sistematis, kerangka pemikiran tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
Peternak
Pedagang
•
•
•
•
Konsumen Akhir
•
•
Fungsi Tataniaga
Pembelian
Penjualan
Pengangkutan
Penyimpanan
(Perawatan)
Marketing Loss
Informasi Pasar
Share Margin
Efisiensi
Efisien
Tidak Efisien
Keterangan :
: proses
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
34
22
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarakan latar belakang dan landasan teori yang dibuat maka diajukan
hipotesis sebagai berikut yaitu efisiensi tataniaga kelinci di daerah penelitian
adalah efisien dengan share margin peternak lebih besar dari 50%.
Universitas Sumatera Utara